bab i pendahuluan a. latar...

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kekeringan merupakan salah satu masalah lingkungan hidup yang secara spesifik dihadapi oleh Kabupaten Bojonegoro. Hal ini disebabkan oleh jenis tanah yang didominasi oleh jenis tanah Alluvial sebesar 46.357 Ha (20,09%) dan jenis tanah Grumusol sebesar 88,944 Ha (38,55%) dari seluruh luasan wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Kedua jenis tanah ini berupa tanah liat yang memiliki sifat sulit untuk meresapkan air. Sehingga pada musim penghujan, air hujan langsung mengalir ke sungai Bengawan Solo dan hanya sedikit yang tertampung, baik di dalam tanah maupun di permukaan tanah. Hal ini mengakibatkan banjir saat musim pengujan dan kekeringan pada saat musim kemarau, karena kondisi seperti ini juga mengakibatkan air permukaan menjadi habis (kering) dan sedikitnya cadangan air dalam tanah pada musim kemarau. 1 Kekeringan yang melanda Kabupaten Bojonegoro terjadi setiap tahun. Hal ini tentu saja mengganggu kegiatan pertanian masyarakat, terlebih diketahui bahwa potensi Kabupaten Bojonegoro banyak terletak pada hasil pertanian seperti tembakau, padi, jagung, ubi kayu, kedelai, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau. Ini dibuktikan dengan luas lahan yang merupakan lahan persawahan yang ada di Kabupaten Bojonegoro mencapai 32,58 % dari total luas lahan. Meskipun tidak menutup kemungkinan berdampak pula terhadap kegiatan-kegiatan industri, perkebunan dan ketersediaan sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Mengingat selain potensi unggulan pada bidang pertanian, Kabupaten Bojonegoro 1 Diakses melalui laman http://swa.co.id/business-strategy/management/tiga-program-andalan kabupaten-bojonegoro diakses pada tanggal 02-10-2015 Pukul 03.00 WIB

Upload: trinhkhanh

Post on 06-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kekeringan merupakan salah satu masalah lingkungan hidup yang secara

spesifik dihadapi oleh Kabupaten Bojonegoro. Hal ini disebabkan oleh jenis tanah

yang didominasi oleh jenis tanah Alluvial sebesar 46.357 Ha (20,09%) dan jenis

tanah Grumusol sebesar 88,944 Ha (38,55%) dari seluruh luasan wilayah di

Kabupaten Bojonegoro. Kedua jenis tanah ini berupa tanah liat yang memiliki

sifat sulit untuk meresapkan air. Sehingga pada musim penghujan, air hujan

langsung mengalir ke sungai Bengawan Solo dan hanya sedikit yang tertampung,

baik di dalam tanah maupun di permukaan tanah. Hal ini mengakibatkan banjir

saat musim pengujan dan kekeringan pada saat musim kemarau, karena kondisi

seperti ini juga mengakibatkan air permukaan menjadi habis (kering) dan

sedikitnya cadangan air dalam tanah pada musim kemarau.1

Kekeringan yang melanda Kabupaten Bojonegoro terjadi setiap tahun. Hal

ini tentu saja mengganggu kegiatan pertanian masyarakat, terlebih diketahui

bahwa potensi Kabupaten Bojonegoro banyak terletak pada hasil pertanian seperti

tembakau, padi, jagung, ubi kayu, kedelai, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang

hijau. Ini dibuktikan dengan luas lahan yang merupakan lahan persawahan yang

ada di Kabupaten Bojonegoro mencapai 32,58 % dari total luas lahan. Meskipun

tidak menutup kemungkinan berdampak pula terhadap kegiatan-kegiatan industri,

perkebunan dan ketersediaan sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari.

Mengingat selain potensi unggulan pada bidang pertanian, Kabupaten Bojonegoro

1 Diakses melalui laman http://swa.co.id/business-strategy/management/tiga-program-andalan

kabupaten-bojonegoro diakses pada tanggal 02-10-2015 Pukul 03.00 WIB

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

2

juga kaya akan potensi di bidang holtikultura, perkebunan, perikanan dan

peternakan. Sehingga permasalahan kekeringan yang melanda Kabupaten

Bojonegoro perlu ditanggapi dengan serius melalui kebijakan-kebijakan yang

tepat oleh Pemerintah Daerah untuk mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan

dari bencana kekeringan.

Setidaknya terdapat tiga Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang

tergolong kedalam kawasan rawan kekeringan, diantaranya Kecamatan Sekar,

Kecamatan Bubulan dan Kecamatan Gondang.2 Ketiga kawasan tersebut

merupakan kawasan dengan potensi produk pertanian seperti padi, jagung, ubi

kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau untuk Kecamatan Sekar.

Sedangkan Kecamatan Bubulan unggul pada hasil pertanian padi, ubi kayu,

jagung dan kacang tanah. Terakhir, Kecamatan Gondang memiliki potensi produk

pertanian pada ubi kayu, jagung dan padi. Sejauh ini, dalam menanggulangi

kekurangan air untuk kebutuhan pengairan pada lahan pertanian di musim

kemarau, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melakukan penaikan air dari sungai

Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

tahun 2008 juga digiatkan program pembangunan 1000 embung yang ditargetkan

selesai pada tahun 2018.

Kekeringan yang berkepanjangan seperti yang telah dibahas sebelumnya,

sangat berpotensi menurunkan kualitas hasil pertanian petani. Menurunnya

kualitas hasil pertanian tidak dapat dipandang remeh. Lebih jauh, kondisi ini dapat

menyebabkan penurunan kondisi pangan nasional yang berpengaruh terhadap

stabilitas perekonomian nasional. Sektor pertanian sangat rentan terhadap

2 Buku Profil Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013. Hlm 14.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

3

perubahan iklim karena berpengaruh pada pola tanam, waktu tanam, produksi,

dan kualitas hasil.3 Dengan demikian dapat kita pahami bahwa kekeringan

merupakan satu kondisi yang harus ditanggapi dengan serius dalam upaya

menjaga kualitas hasil pertanian, juga memenuhi kebutuhan air untuk aktivitas

yang lain. Sehingga diperlukan inovasi dalam melakukan manajemen pengelolaan

air pada musim kemarau, khususnya oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.

Sejak tahun 2013, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menginisiasi

Program Pembangunan 1000 Embung sebagai langkah mengatasi persoalan

kekeringan di daerahnya yang terintegrasi dengan visi Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018

yaitu: terwujudnya pondasi Bojonegoro sebagai lumbung pangan dan energi

negeri yang produktif, berdaya saing, adil, sejahtera, bahagia dan berkelanjutan.

Disebut embung adalah tandon air atau waduk berukuran kecil pada lokasi

pertanian yang bertujuan untuk menampung kelebihan air hujan di musim

penghujan dan pemanfaatannya pada musim kemarau untuk berbagai keperluan,

baik di bidang pertanian maupun kepentingan masyarakat banyak.

Pelaksana teknis kegiatan program pembangunan 1000 embung

dilaksanakan oleh empat instansi diantaranya Dinas Pekerjaan Umum, Instansi

Perusahaan Jasa Tirta, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan

Solo (PSAWS.BS) dan Dinas Pengairan. Sedangkan tipe embung yang dibangun

meliputi embung geo membran, embung reservoir dan embung pedesaan yang

tanggulnya berasal dari tanah bekas galian. Khusus pada penelitian ini hanya

3 Nurdin.2011. Antisipasi Perubahan Iklim untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan dalam

Ketahanan Pangan dalam Perubahan Iklim Global dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik.

Hlm:7.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

4

dilakukan penelitian pembangunan embung pedesaan oleh Dinas Pengairan

Kabupaten Bojonegoro.

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan sebelumnya telah

dilaksanakan dari tahun 2009 dan merupakan salah satu unit kegiatan yang

termasuk kedalam program pengelolaan dan konservasi sungai, danau, dan

sumber air lainnya yang dilaksanakan dengan melakukan pembangunan embung,

peningkatan embung, operasi pengelolaan embung, pemeliharaan embung dan

rehabilitasi embung. Pembangunan embung dimulai tahun 2009 dengan

membangun embung pedesaan yang tanggulnya berasal dari tanah bekas galian.

Pembangunan embung dilaksanakan sesuai dengan usulan Pemerintah Desa

melalui proposal pengajuan bantuan pembangunan embung.

Pembangunan embung difungsikan untuk menampung curah hujan yang

tinggi (infiltrasi) secara maksimal pada musim penghujan. Sehingga dapat

menyuplai kebutuhan air pada musim kemarau untuk beragam kegiatan

masyarakat. Infiltrasi sangat berguna untuk mengurangi besarnya banjir dan erosi,

mengisi aliran sungai pada waktu musim kemarau, menyediakan air tanah untuk

pertumbuhan tanaman dan sebagai pemasukan air tanah.4

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan pada dasarnya adalah untuk

mengairi lahan pertanian terutama pada akhir musim tanam II, manfaat lain dari

embung adalah dibidang perikanan, embung dapat dimanfaatkan menjadi kolam

pemeliharaan ikan dan sebagai persediaan minuman ternak maupun untuk

keperluan rumah tangga. Pengelolaan embung yang dibangun oleh Dinas

Pengairan sepenuhnya merupakan hak Pemerintah Desa, termasuk dalam

4 Nugroho Adisusanto.2015.Aplikasi Hidrologi.Yogyakarta: Jogja Mediautama.hlm:119-120

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

5

menetapkan pemanfaatan embung disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi

desa.

Pembangunan embung membutuhkan teknik-teknik tertentu untuk

mencapai kualitas embung dengan daya tampung maksimal. Wahyuni (2014)

Teknik pembuatan embung meliputi penentuan tekstur tanah, kemiringan lahan,

bentuk, ukuran penggalian tanah, kelapisan tanah, kelapisan plastik, penembokan

dan pelapisan kapur. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembangunan embung,

pertama-tama Dinas Pengairan melakukan survei kelayakan lokasi pembangunan

embung untuk menentukan apakah kemudian proposal akan disetujui atau tidak.

Pembangunan embung di tiap-tiap Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro

diharapkan dapat membantu dalam penyediaan air pada musim kemarau.

Melanjutkan pernyataan sebelumnya, pembangunan embung oleh Dinas

Pengairan dilakukan untuk menguatkan Kabupaten Bojonegoro sebagai lumbung

pangan negeri yang ingin diwujudkan dengan kemampuan menghasilkan hasil

pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang berkualitas.

Terhitung hingga bulan September 2015, telah dibangun 37 embung

dengan rincian 27 embung telah selesai dibangun, dan 10 embung masih dalam

tahap pembangunan yang tersebar di beberapa Kecamatan, diantaranya

Kecamatan Ngasem, Kedungadem, Baureno, Sumberjo, dan Tambakrejo.

Hasilnya, terdapat sebanyak 227 embung yang telah berhasil dibangun oleh Dinas

Pengairan dan tersebar di 28 Kecamatan di hampir seluruh desa di Kabupaten

Bojonegoro.

Proses pengadaan embung dan realisasinya di desa-desa yang ada di

Kabupaten Bojonegoro dimulai dari pengajuan proposal oleh pihak Pemerintah

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

6

Desa (Pemdes). Pemerintah Desa mengajukan proposal pengajuan pembangunan

embung yang disertai berita acara. Proses selanjutnya adalah survei lokasi untuk

melihat lahan lokasi pembangunan embung. Perlu dicatat sebelumnya bahwa

lahan yang digunakan dalam pembangunan embung sebagian besar menggunakan

Tanah Kas Desa (TKD) yang diajukan dan diberikan oleh Pemerintah Desa

setempat dengan kesepakatan bersama seluruh masyarakat desa melalui kegiatan

musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes). Setelah proses survei

lokasi, dilaksanakan rapat internal oleh Dinas Pengairan untuk menentukan

diterima atau tidak proposal pengajuan bantuan pembangunan embung oleh

Pemerintah Desa.

Sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 54 ayat 1, disebut

musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan

Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa dan unsur masyarakat Desa untuk

memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Desa. Salah

satu hal strategis yang dimaksud adalah penambahan dan pelepasan Aset Desa.

TKD merupakan satu dari yang termasuk sebagai Aset Desa. Proposal pengajuan

pembangunan embung oleh Pemerintah Desa merupakan hasil dari Musyawarah

Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Selain menggunakan TKD, pembangunan embung juga menggunakan

Tanah Solo Vallei Werken (SVW) milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Pengadaan lahan menjadi satu problematika dalam mencapai sasaran target 1000

embung oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Salah satu yang menjadi

kendala selama ini adalah perijinan penggunaan lahan milik Perhutani. Seperti

telah diketahui, mayoritas lahan yang terdapat di Kabupaten Bojonegoro

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

7

merupakan peruntukkan hutan negara yang mencapai 40,15% dari total luas

wilayah Kabupaten Bojonegoro. Dalam hubungannya dengan pembangunan 1000

embung, setidaknya terdapat 12 titik yang direncanakan akan dibangun embung

diatas lahan milik Perhutani tersebut, akan tetapi belum dapat terealisasi karena

belum mendapatkan ijin dari Kementerian Kehutanan untuk penggunaan lahan.

Selain itu, muncul penolakan pembangunan embung di Desa Balenrejo,

Kecamatan Balen karena masyarakat setempat beranggapan bahwa letak

pembangunan embung terlalu berdekatan dengan pemukiman warga. Sehingga

warga khawatir akan membahayakan anak-anak di sekitar embung. Munculnya

problematika dari pelaksanaan Program Pembangunan 1000 Embung merupakan

satu hal yang wajar dalam sebuah implementasi kebijakan publik. Sebuah

kebijakan publik memang tidak mungkin diterima oleh seluruh kalangan, sebagian

kalangan ada yang merasa dirugikan dan sebagian lain merasa diuntungkan.

Program Pembangunan 1000 Embung merupakan satu inovasi kebijakan

dalam mengatasi persoalan kekeringan yang tiap tahun melanda hampir seluruh

kawasan di Kabupaten Bojonegoro. Inovasi dapat didefinisikan sebagai proses

kegiatan yang melibatkan pemikiran yang dalam oleh manusia yang dilakukan

untuk menemukan sesuatu yang baru atas suatu hal, baik yang belum pernah ada

sebelumnya ataupun yang sudah ada untuk kemudian diperbaharui.

Dewasa ini, istilah inovasi dalam pemerintahan semakin populer seiring

dengan perkembangan zaman. Yoo (2002) dalam Asropi (2008:3) Pada negara

seperti Korea, konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi.

Pengalaman Korea menunjukan bahwa penerapan inovasi pada negara tersebut

telah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

8

Selanjutnya Shenkar (2006) dalam Asropi (2008:3) Sementara di China, inovasi

telah dianggap sebagai bagian dari tradisi China. Inovasi atas birokrasi sangat

medukung bagi berkembangnya ekonomi dan teknologi China dewasa ini. Semua

ini menunjukan nilai penting inovasi bagi perubahan yang dinginkan.

Lebih jauh lagi, inovasi dalam pemerintahan diperlukan untuk mencapai

efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Sebuah inovasi dianggap

berhasil apabila dapat memotong lama waktu dan biaya yang dibutuhkan, serta

manfatnya yang besar bagi masyarakat luas. Kembali dengan permilihan embung

sebagai satu alternatif kebijakan didalam mengatasi masalah kekeringan di

Kabupaten Bojonegoro, jika ditinjau dari kapasitas tampungan air memang relatif

kecil jika dibandingkan dengan kemampuan waduk atau jaringan irigasi. Akan

tetapi, untuk membangun jaringan irigasi pada lahan tadah hujan memerlukan

biaya yang sangat besar, karena itu perlu diatasi dengan teknologi yang lebih

murah dan terjangkau yaitu dengan teknologi pembuatan embung yang relatif

lebih murah.

Penulisan ini merupakan satu kajian dalam melihat Program pembangunan

1000 embung sebagai salah satu inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten

Bojonegoro dalam menangani kekeringan serta menganalisa efektifitas program

dalam keberhasilannya menangani kekeringan. Selain itu juga ingin diurai faktor

penghambat dan pendukung pelaksanaan program. Alasan tersebutlah yang

menarik perhatian penulis untuk mengkaji secara lebih jauh mengenai “Inovasi

Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam Mengatasi

Kekeringan, Studi tentang Program Pembangunan 1000 Embung Tahun

2013”.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

9

B. Rumusan Masalah

Program pembangunan 1000 embung yang digalakkan oleh Pemerintah

Kabupaten Bojonegoro sejak tahun 2013 seharusnya sedikit banyak dapat

membantu dalam mengatasi krisis air pada musim kemarau. Dimana diketahui

pada musim kemarau, penduduk Kabupaten Bojonegoro kesulitan dalam

mengakses air untuk pemenuhan kebutuhan akan air, termasuk didalamnya

kebutuhan air untuk kegiatan irigasi wilayah pertanian dan peternakan, rumah

tangga.

Berdasarkan kepada latar belakang masalah diatas, maka pertanyaan

penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengatasi

kekeringan?

2. Apakah program pembangunan 1000 embung dapat berjalan efektif bagi

penanganan kekeringan di Kabupaten Bojonegoro?

3. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan Program

Pembangunan 1000 Embung?

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

10

C. Tujuan Penelitian

Kekeringan yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro setiap tahun

menyebabkan permasalahan yang cukup kompleks. Tidak hanya berkisar pada

pemenuhan kebutuhan air dalam kegiatan pertanian, lebih jauh juga pada

kebutuhan air bersih untuk kegiatan sehari-hari, perkebunan, peternakan, juga

perikanan. Seiring dengan pelaksanaan program pembangunan 1000 embung yang

dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, muncul berbagai kendala

dalam rangka pencapaian target sasaran pembangunan. Oleh karena itu

pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam

mengatasi kekeringan

2. Mengetahui efektifitas program pembangunan 1000 embung bagi penanganan

kekeringan di Kabupaten Bojonegoro?

3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan

program pembangunan 1000 embung.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi, sebagai tambahan pengetahuan dan

pengalaman bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi bagi Dinas Pengairan pada

khususnya dalam mengkaji, mengembangkan dan mengevaluasi pelaksanaan

program pembangunan 1000 embung.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau bahan perbandingan

bagi peneliti selanjutnya yang membahas atau mengkaji tema yang serupa.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

11

E. Definisi Konseptual

1. Inovasi

Kata inovasi berasal dari bahasa inggris innovation yang berarti

perubahan. Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang

dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan

dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang,

belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya bergantung pada apa yang

dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Diah dalam Prananda (2013) Inovasi Pemerintahan adalah suatu hal yang

sekarang ini sedang memasuki trend, sedangkan inovasi sendiri memiliki

pengertian sebagai kemampuan pemimpin daerah untuk membuat sebuah

terobosan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, termasuk

diantaranya kemampuan marketing dan promosi bagi daerah.5

Kajian mengenai inovasi di bidang pemerintahan sendiri sebenarnya relatif

jarang, hal ini disebabkan karena lembaga pemerintah dipandang sebagai satu

lembaga yang kaku dan sulit menerima perubahan. Padahal, inovasi pemerintahan

dalam kaitannya penanganan bencana merupakan terjemahan dari satu tugas

pemerintah, yaitu memberikan rasa aman, dan perlindungan dari kemungkinan

bencana yang terjadi.

Inovasi pemerintah didalam menanggulangi bencana kekeringan sesuai

dengan Pedoman Mitigasi Bencana dilaksanakan melalui serangkaian upaya

pengurangan dampak bencana dalam bentuk kebijakan dan strategi. Kebijakan

yang diambil di dalam mengurangi dampak kekeringan dimaksudkan untuk:

5 Diakses dari http://www.kompasiana.com/rigaprananda/website-daerah-sebagai-inovasi-

pemerintah-daerah-efektifkah_5529f4f16ea834381a552d1b pada tanggal 17-11-2015 Pukul 01.56

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

12

Pertama, menyamakan persepsi yang sama kepada semua pihak, baik jajaran

pemerintahan maupun segenap unsur masyarakat. Kedua, melaksanakan mitigasi

bencana secara terpadu dengan melakukan koordinasi yang melibatkan seluruh

potensi pemerintah dan masyarakat. Ketiga, melaksanakan upaya preventif yang

dimaksudkan untuk meminimalisir dampak dan korban jiwa. Keempat,

melaksanakan kerjasama dengan semua pihak, melalui pemberdayaan masyarakat

dan kampanye.6

Dengan demikian, inovasi pemerintah dalam menanggulangi kekeringan

dapat kita definisikan sebagai satu ide, gagasan, terobosan, atau upaya dari

pemerintah yang dilaksanakan melalui pemilihan kebijakan mitigasi dampak

bencana yang tepat dan berkelanjutan yang difungsikan untuk mengurangi

dampak yang dihasilkan dari bencana kekeringan.

2. Kebijakan

Kebijakan adalah salah satu konsep dalam ilmu politik.7 Kebijakan

(policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau

kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan

itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai

kekuasaan untuk melaksanakan.8

Menurut Wayne Parsons (2005) kebijakan merupakan terjemahan dari

kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kebijakan (policy) adalah istiah yang

tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya yang umum, istilah

kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang

6 Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi

Bencana 7 M i r i a m B u d i a r d j o . 2 0 0 9 . Dasar-dasar Ilmu Politik. J a k a r t a :

P T . G r a m e d i a P u s t a k a . 8 Ibid . H a l . 2 0

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

13

keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi kebijakan

adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-

tujuan tertentu.9

Sedangkan James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17)

mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposive course of action followed

by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”

(Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan

dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan

suatu masalah tertentu).

Dari pendefinisian makna kebijakan diatas, maka kebijakan dapat

disimpulkan sebagai gagasan, ide, serangkaian tindakan yang diambil oleh

pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan

diantara berbagai alternatif yang ada dan dilakukan untuk mencapai tujuan

tertentu guna menyelesaikan masalah tertentu. Program pembangunan 1000

embung merupakan satu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten

Bojonegoro yang ditujukan untuk mengatasi kekeringan di daerahnya dengan

upaya peningkatan ketersediaan air melalui pembuatan embung.

Selanjutnya, di dalam studi kebijakan publik dikenal istilah model

kebijakan publik. Rinka dalam Rusli (2009) menyebutkan model lebih merujuk

pada sebuah konsep atau bagan untuk menyederhanakan realitas. Berbeda dengan

teori yang kesahihannya telah dibuktikan melalui pengujian emperis, model

didasarkan pada isomorphism, yaitu kesamaan kesamaan antara kenyataan satu

dengan kenyataan lainnya. Dye dalam Rusli (2009) menyebutkan pada dasarnya

9Parsons,Wayne.2005.Public Policy Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan.Jakarta:Kencana.Hal.14

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

14

terdapat sembilan macam model perumusan kebijakan, salah satunya adalah teori

inkremental. Pemilihan teori inkremental didasarkan atas alasan bahwa teori ini

adalah tepat untuk penelitian ini.

Wibawa (1994:11) dalam Soetari (2014:75) Model inkremental pada

dasarnya merupakan kritik terhadap model rasional. Pembuatan kebijakan tidak

pernah melakukan proses seperti yang diisyaratkan oleh pendekatan rasional

karena tidak memiliki cukup waktu, intelektual, dan biaya, ada kekhawatiran

muncul dampak yang tidak diinginkan akibat kebijakan yang belum pernah dibuat

sebelumnya, adanya hasil-hasil dari kebijakan sebelumnya yang harus

dipertahankan dan menghindari konflik.

Teori inkremental memandang bahwa kebijakan sebagai variasi terhadap

kebijakan masa lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada

sekarang ini merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah pada waktu yang lalu

yang disertai modifikasi secara bertahap. Pilihan ini biasanya dilakukan oleh

pemerintahan yang berada di lingkungan masyarakat yang pluralistik, yang tidak

mungkin membuat kebijakan baru yang dapat memuaskan seluruh warga.

Pembangunan embung merupakan kebijakan masa lampu yang

dimodifikasi. Sebelumnya mulai tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro

melalui Dinas Pekerjaan Umum Bidang Pengairan telah melakukan pembangunan

embung tipe geo membran. Kemudian melihat besaran manfaat yang dapat

dihasilkan dari adanya embung, sejak tahun 2013 Pemerintah Kabupaten

Bojonegoro mencanangkan program pembangunan 1000 embung dengan

melakukan modifikasi seperti perluasan tipe embung yang dibangun dan institusi

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

15

pelaksana pembangunan embung. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari stretegi

untuk mempercepat sasaran pembangunan 1000 embung pada tahun 2018.

Adanya pencanangan program pembangunan 1000 embung diawali oleh

janji politik Bupati Kabupaten Bojonegoro ketika itu yang saat ini diwujudkan

sebagai bagian dari upaya mengatasi kekeringan sekaligus mencapai Kabupaten

Bojonegoro sebagai lumbung pangan negeri. Dampak dari adanya pencanangan

ini adalah meningkatnya kuantitas pembangunan embung, khususnya yang

dibangun oleh Dinas Pengairan. Terdapat peningkatan yang cukup signifikan dari

sebelum dan sesudah adanya pencanganan program pembangunan 1000 embung

yang akan diuraikan melalui tabel di bab selanjutnya. Secara kuantitas, maupun

kualitas, adanya pencanangan ini berdampak positif bagi percepatan pencapaian

pembangunan 1000 embung.

2. Inovasi Kebijakan

Inovasi kebijakan terdiri atas dua padanan kata, yaitu inovasi dan

kebijakan. Inovasi berorientasi pada terobosan dan hal yang baru. Baru disini

dapat dimaknai berupa suatu hal yang benar-benar baru atau baru ditemukan, juga

dapat dimaknai sebagai suatu hal yang baru bagi satu individu, kelompok,

organisasi, maupun pemerintahan, terlepas dari apakah inovasi tersebut sudah

dilaksanakan di tempat lain atau belum.

Sedangkan kebijakan dalam konteks pemerintahan lebih dimaknai sebagai

suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mengatasi persoalan

publik atau mencapai satu tujuan tertentu. Dari dua pemahaman inovasi dengan

kebijakan, secara sederhana dapat ditarik satu pemahaman bahwa inovasi

pemerintah merupakan satu kajian yang membahas mengenai apa yang baru

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

16

dilakukan pemerintah dalam rangka menyelesaikan masalah publik. Hasil inovasi

kebijakan berupa kebijakan-kebijakan publik.

Windrum (2008:8) dalam Abdullah (2013:95) Policy innovations change

the thought or behavioural intentions associated with a policy belief system

(Sabatier, 1987, 1999). Policy innovations are associated with three types of

learning (Glasbergen, 1994). First, there is learning of how policy instruments

can be improved to achieve a set of goals. Second, there is conceptual learning

that follows changes in shared understanding of a problem and appropriate

courses of action. Third, there is social learning based on shared understanding

of the appropriate roles of policy actors. (Inovasi kebijakan merubah hubungan

pemikiran atau maksud tindakan dengan sebuah sistem kebijakan (Sabatier,1987,

1999). Inovasi kebijakan dihubungkan dengan tiga tipe pembelajaran (Glasbergen,

1994). Pertama, pembelajaran dari bagaimana instrumen kebijakan dapat di

perbaiki untuk mencapai serangkaian tujuan-tujuan. Kedua, konsep pembelajaran

mengikuti perubahan pada pembagian pemahaman tentang sebuah masalah dan

arah yang tepat bagi tindakan. Ketiga, pembelajaran sosial didasarkan pada

pembagian pemahaman yang tepat dari peran aktor kebijakan.

Program pembangunan 1000 embung hadir sebagai bagian dari inovasi

kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang didasarkan pada serangkaian

pemahaman bahwa persoalan kekeringan tidak dapat terus dihadapi secara

represif, yaitu melalui kegiatan dropping air. Kekeringan memerlukan satu

tindakan yang berkelanjutan dan bermanfaat dalam jangka panjang sehingga

dampak yang dapat dihasilkan dari kekeringan dapat ditekan sekecil mungkin.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

17

3. Kekeringan

Kekeringan pada hakikatnya merupakan satu kondisi sedikitnya

kandungan air yang terdapat di dalam tanah, sehingga tidak mampu mencukupi

kebutuhan air pada umumnya. Dampaknya, kekeringan menyebabkan tanah

menjadi tandus dan gersang yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kualitas

tanah didalamnya. Kekeringan yang berlangsung terlalu lama dapat berdampak

terhadap kegiatan ekonomi, bahkan juga sosial dan politik.

Permasalahan kekeringan merupakan satu permasalahan yang memerlukan

intervensi dari Pemerintah selaku pembuat kebijakan, mengingat air merupakan

barang publik (public goods) yang merupakan hak dasar masyarakat yang harus

dipenuhi. Sebagaimana di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang

Sumber Daya Air, khususnya Pasal 5 menyatakan bahwa “Negara menjamin hak

setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari

guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Dengan

demikian dapat dipahami bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap

pemenuhan air kepada masyarakat dalam rangka penyediaan kebutuhan dasarnya.

Nurhayati (2014:10) Campur tangan pemerintah dimaksudkan untuk

melindungi kaum rentan dan termarginalkan dalam mengakses kebutuhan

dasarnya, yaitu kebutuhan akan air. Kewajiban negara dalam mencukupi hak

masyarakat dalam mengakses air juga diperkuat melalui UU No. 11 Tahun 2005

tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural

Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya).

Secara garis besar, ketentuan ini mewajibkan bagi negara menyelenggarakan

berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang yang tinggal di

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

18

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di dalamnya

menjamin akses setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air.

Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu wilayah langganan

kekeringan di Jawa Timur. Berdasarkan kepada data BPBD Provinsi Jawa Timur

pada tahun 2012, Kabupaten Bojonegoro termasuk kedalam daerah dengan

bencana kekeringan yang paling parah bersama Kabupaten Lamongan,

Trenggalek dan Pacitan yang disebabkan karena menurunnya debit air di Sungai

Brantas dan Bengawan Solo.10

Sedangkan per Juli 2015 ini Pemerintah Kabupaten

Bojonegoro melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 188 Tahun 2015 tentang

Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro

menetapkan Kabupaten Bojonegoro darurat kekeringan dalam rangka penanganan

kekeringan di wilayahnya terhitung sejak tanggal 25 Mei sampai dengan 31

Oktober 2015.

Menanggapi status bencana kekeringan, seluruh stakeholder saling bahu-

membahu dalam menanggulangi akibat dari musim kering yang berlangsung lebih

lama melalui serangkaian penanganan seperti pendistribusian air bersih yang

dilaksanakan oleh Dinas Sosial bersama-sama dengan Badan Penanggulangan

Bencana Daerah (BPBD). Selain itu, BPBD juga melaksanakan pembuatan sumur

bor air tanah dan juga pembuatan water treatment mini di sekitar embung.

Diperkirakan untuk tahun 2015, terdapat 11 Kecamatan yang akan mengalami

kesulitan air diantaranya seperti Kecamatan Kedungadem pada masa musim

kering tahun ini. Sedangkan Dinas Pengairan melalui kegiatan pembangunan

embung membantu dalam menjaga ketersediaan air ketika musim kemarau tiba.

10

Badan Penanggulangan Bencana Daerah – Jawa Timur, 2012.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

19

Stage I

Identifikasi permasalahan

Analisa Penyebab Kekeringan:

Tekstur tanah, alluvial dan grumusol

Stage II

Perumusan Kebijakan

Program Pembangunan

1000 Embung

Stage III

Implementasi Kebijakan

dilaksanakan oleh Dinas

Pengairan, Instansi PJT, Balai

PSAWS.BS dan Dinas PU

Stage V

Penyempurnaan Kebijakan

F. Definisi Operasional

1. Program Pembangunan 1000 Embung sebagai Kebijakan Penanganan

Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro

Terbentuknya program pembangunan 1000 embung tentu tidak terjadi

begitu saja. Sebuah kebijakan terbentuk sebagai respon terhadap munculnya

masalah publik. Demikian juga dalam hal ini, proses hingga dipilihnya program

embung sebagai satu bagian inovasi dari Pemkab Bojonegoro muncul atas

permasalah kekeringan yang telah menjadi bagian hidup (part of life) bagi

masyarakat Kabupaten Bojonegoro. Masalah sulitnya mendapatkan sumber air

muncul akibat dari tidak seimbangnya antara kebutuhan dan tersedianya sarana.

Jika digambarkan, maka gambaran yang tepat siklus pembuatan kebijakan adalah

dengan menggunakan policy cycling milik Laster dan Stewart berikut:

Stage IV

Evaluasi Kebijakan dengan

menghitung capaian kinerja

Identifikasi permasalahan:

Kekeringan

Stage VI

Program berakhir pada

tahun 2018

Sumber : Modifikasi dari James P. Lester & Joseph Stewart (2000) Public

Policy An Evolutionary Approach. California:Wadsworth Thomson Learning

dalam Tafsir Nurchamid. (2009) Evaluasi Kebijakan. Fisip UI.

Gambar 4.1 The Policy Cycle

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

20

Tahapan pertama dalam pembuatan kebijakan publik adalah penyusunan

agenda dengan mengumpulkan masalah-masalah publik. Salah satu masalah

lingkungan yang dialami Kabupaten Bojonegoro adalah kekeringan. Kekeringan

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, Pertama, jenis tanah yang

mendominasi luasan wilayah di Kabupaten Bojonegoro adalah jenis tanah

Alluvial dan Grumusol yang sulit meresapkan air.

Kedua, 30 juta tahun yang lalu Kabupaten Bojonegoro merupakan lautan,

hal ini menyulitkan dalam menentukan sumber air. Pengalaman dari BPBD

Kabupaten Bojonegoro dalam melakukan pengeboran sumur, ditemui kedalaman

75-100 meter, kandungan air dalam tanah adalah air laut yang tidak cocok untuk

kebutuhan air minum. Akibatnya air yang masuk ke bumi menjadi berkurang

karena jenis tanah yang sulit menyerap air. Sementara, masyarakat Kabupaten

Bojonegoro mengandalkan air bawah tanah.

Setelah berhasil ditemukan masalah, kemudian diikuti dengan analisa

masalah dan dilanjutkan dengan penyusunan kebijakan. Jumlah air adalah tetap,

sedangkan kebutuhan air terus meningkat. Analisis ini yang kemudian

membangun kesadaran Pemkab untuk menangkap air hujan dengan cara

dimasukan kedalam tanah (konservasi air) melalui pembuatan sumur resapan yang

banyak, serta dengan menampung air dengan menggunakan embung dengan

menggaungkan program pembangunan 1000 embung. Pembuatan embung

pertama kali dilaksanakan di Sumberwungu yang merupakan inisiatif dari

Pemkab.

Siklus selanjutnya adalah penerapan kebijakan dalam masyarakat yang

diikuti oleh evaluasi. Keberhasilan embung Sumberwungu memacu Pemkab

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

21

untuk mengadopsinya di desa terdampak kekeringan lain di Kabupaten

Bojonegoro. Akan tetapi, untuk mendapatkan bantuan embung, Pemerintah Desa

yang harus aktif menyerahkan proposal bantuan pembangunan embung. Sehingga,

Pemerintah Desa diminta untuk aktif dan jemput bola dalam menyelesaikan

masalah kekeringan di desanya. Artinya, kebijakan program pembangunan 1000

embung dibangun dengan melibatkan masyarakat dalam partisipasinya mengatasi

kekeringan bersama-sama dengan Pemerintah Daerah.

Sebelumnya dilakukan evaluasi bahwa kebutuhan air di setiap desa

berbeda kegunaannya. Hingga kemudian ditetapkan bahwa embung dibangun

dalam tiga jenis yaitu embung tipe pertanian, embung tipe geo membran dan

embung tipe reservoir dan diserahkan kepada instansi yang sesuai dengan

kewenangannya. Penyesuaian dan perubahan kebijakan ini dilakukan dalam

rangka penyempurnaan kebijakan. Embung tipe pertanian adalah embung yang

tampungannya merupakan tanah bekas galian, embung dengan tipe ini selain lebih

murah juga memiliki banyak fungsi, tampungan air dalam embung tipe pertanian

dapat digunakan untuk kegiatan irigasi, minum ternak, konservasi air, sumber air

baku, dan budidaya ikan. Akan tetapi, kelemahan embung tipe pertanian adalah

untuk mengoptimalkan daya tampung air, maka embung secara rutin harus

dinormalisasi kurang lebih setiap dua tahun sekali.

Berbeda dengan embung tipe pertanian, embung geo membran merupakan

embung yang dilapisi lapisan membran pada dinding embung. Embung geo

membran hanya memiliki satu fungsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan sumber air

minum manusia. Sedangkan embung reservoir adalah embung yang difungsikan

untuk kebutuhan konservasi sumber daya air. Konservasi sumber daya air sesuai

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

22

dengan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah upaya memelihara

keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan kualitas yang memadai untuk

memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang

akan datang. Konservasi sumber daya air yang dilakukan oleh Pemerintah

Kabupaten Bojonegoro untuk menaikkan sumber air pada sumur-sumur resapan.

Langkah terakhir dari siklus pembuatan kebijakan adalah mengakhiri

kebijakan karena sudah tercapai. Program pembangunan 1000 embung

ditargetkan akan selesai pada tahun 2018 mendatang dengan kemampuan

mencapai target pembangunan 1000 embung yang hasilnya diharapkan dapat

mengurangi dampak yang dihasilkan dari kekeringan. Melalui adanya program

ini, tujuan yang ingin dicapai adalah mempermudah akses masyarakat dalam

mendapatkan air, serta mencapai peningkatan produksi dan produktivitas tanaman

pangan.

2. Pelaksanaan Tugas Dinas Pengairan

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan dilaksanakan dengan

melakukan tiga kegiatan diantaranya :

a. Pembangunan embung

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro

dilaksanakan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Pengajuan proposal bantuan pembangunan embung oleh Pemerintah Desa

kepada Dinas Pengairan;

2. Verifikasi kelengkapan data proposal;

3. Survei lokasi yang akan dibangun embung dengan mempertimbangkan tekstur

tanah, lokasi sekitar bangunan embung;

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

23

4. Pembangunan embung (mendatangkan alat berat (exavator), pengerukan (2-3

minggu);

5. Penyerahan pengelolaan embung dari Dinas Pengairan kepada Pemerintah

Desa dengan berita acara;

6. Penarikan alat berat.

b. Peningkatan embung dan Rehabilitas Embung

Peningkatan embung merupakan kegiatan perluasan luas embung yang

dilakukan oleh Dinas Pengairan. Peningkatan luas bangunan embung

dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pengajuan proposal peningkatan luas bangunan embung;

2. Survei lokasi bangunan embung (mempertimbangkan kejelasan kepemilikan

lahan);

3. Peningkatan bangunan embung (perluasan bangunan dengan pengerukan,

dilaksanakan pada musim kemarau);

4. Penarikan alat berat (exavator) dan penyerahan berita acara kepada Pemerintah

Desa.

3. Rehabilitasi Embung

Rehabilitasi embung oleh Dinas Pengairan menitik beratkan pada kegiatan

pekerjaan struktur di kolam tampungan embung dengan melakukan kegiatan

pengerukan embung untuk meningkatkan daya tampung embung. Tahapan

pengajuan bantuan rehabilitasi embung dilaksanakan dengan tahapan:

1. Pengajuan proposal rehabilitasi embung;

2. Verifikasi kelengkapan data proposal (mempertimbangkan usia bangunan

embung);

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

24

3. Survei lokasi untuk melihat kedalaman bangunan embung;

4. Rehabilitasi embung dengan pengerukan kembali bangunan embung untuk

menjaga kedalaman embung;

5. Penarikan alat berat.

3. Difusi Inovasi

Difusi inovasi adalah suatu proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal

yang baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus

menerus dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun

waktu yang berikut, dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada

sekelompok anggota dari sistem sosial. Tujuan utama dari difusi inovasi adalah di

adopsinya suatu inovasi (ilmu pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan

masyarakat) oleh anggota sistem sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa

individu, kelompok informal, organisasi sampai kepada masyarakat.11

Lebih jauh, Rogertz (1983) dalam Hanafi (1981) Keberhasilan sebuah

inovasi juga ditentukan oleh proses difusi (penyebaran) inovasi yang terdiri atas

empat unsur yaitu: (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan melalui saluran tertentu

(3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sistem sosial.

Munculnya problematika seiring dengan implementasi program

pembangunan 1000 embung memiliki kaitan dengan proses difusi inovasi.

Penyebaran program tidak hanya berkisar antar lembaga pemerintah, lebih dari itu

proses difusi dilakukan pula antar lembaga pemerintah (pada level desa) bersama

masyarakat melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa komunikasi memegang peranan yang

11

Abdillah Hanafi. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru.Surabaya:Usaha Nasional.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

25

penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan, difusi inovasi juga

merupakan bagian dari pengkomunikasian kebijakan untuk mencapai

kesepahaman dalam mengartikan kebijakan.

4. Strategi Mitigasi Kekeringan

Secara lebih rinci upaya mitigasi bencana dapat dilaksanakan dengan

serangkaian kegiatan-kegiatan diantaranya:

a. Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti

penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan

waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien.

b. Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check dam,

reboisasi.

c. Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak untuk

menghindari penebangan hutan/tanaman.

d. Pengenalan pola tanam dan penanaman jenis tanaman yang bervariasi.

e. Pendidikan dan pelatihan.

f. Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan

pengelolaan Iahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.

g. Pembangunan check dam, waduk, sumur serta penampungan air, penghijauan

secara swadaya.

h. Mengurangi pemanfaatan kayu bakar.

i. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan konservasi air.

j. Pengelolaan peternakan disesuaikan dengan kondisi ketersediaan air di

wilayahnya.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

26

k. Mengembangkan industri alternatif non pertanian.12

5. Penyelesaian Kekeringan di Beberapa Daerah

Kekeringan merupakan satu masalah yang banyak dialami hampir seluruh

daerah di Indonesia. Hal ini tentu memaksa Pemerintah melakukan tindakan

mitigasi dalam rangka penanganan kekeringan agar dampak yang ditimbulkan

dapat di minimalisir. Sejauh ini, tindakan preventif pemerintah Indonesia melalui

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam mengatasi

masalah kekeringan dilaksanakan dengan menggunakan tiga strategi.

Pertama, di bidang irigasi, dibangun pompa di sungai-sungai dan melalui

efisiensi penggunaan air melalui sistem pergiliran dalam penggunaan air dan

tekhnologi hemat air. Kedua, terkait dengan penyediaan air baku, melalui Ditjen

SDA Kementerian PUPR mengadakan operasi waduk kering, yaitu penggunaan

air baku di waduk yang diprioritaskan untuk keperluan air minum, irigasi dan

industri. Ketiga, dalam upaya penanggulangan bencana kekeringan, disediakan

761 unit pompa air untuk membantu suplai air yang tersebar di 11 Balai Wilayah

Sungai Kementerian PUPR yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.13

Sedangkan penanganan kekeringan di Nusa Tenggara Timur (NTT),

BPBD Provinsi NTT mengucurkan dana senilai Rp. 4 Miliar untuk kebutuhan

membeli air di 15 titik kekeringan yang melanda 15 Kabupaten di Nusa Tenggara

12

Permendagri Nomer 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana 13

Anonymous.2015.Gencarkan Program Membangun 1000 Embung. Diakses dan diolah melalui

laman http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/29/206687343/kekeringan-mengancam-begini-

cara-pemerintah-mengatasinya diakses pada 13-10-2015 Pukul 10.32 WIB.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

27

Timur. Selain itu, juga dilakukan pembangunan sumur bor yang akan dibangun di

Sumba Tengah.14

Besaran dampak yang dapat dihasilkan dari bencana kekeringan membuat

penangan kekeringan harus dilaksanakan secara serius dan berkelanjutan guna

mengurangi dampak yang dapat ditimbulkan. Selain itu kebutuhan air merupakan

kebutuhan esensial manusia yang tidak dapat tergantikan oleh apapun. Oleh sebab

itu penanganan kekeringan perlu mendapat perhatian khusus.

6. Manfaat Embung

1. Air Embung: Pada prinsipnya air embung digunakan untuk mengairi lahan

terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan air pada musim kemarau perlu juga

memperhatikan luasan lahan dengan ketersediaan air yang ada didalam embung.

Apakah untuk mengairi sawah atau palawija dengan memperhitungkan kebutuhan

air sebagai misal untuk padi 200 mm per bulan atau 1 liter/ detik /Ha. Disamping

itu juga perlu diperhatikan jika embung juga untuk persediaan minuman ternak.

2. Pengairan padi dan palawija. Pengairan dari embung untuk padi dan palawija

tidak sepenuhnya menggunakan air, hanya dilakukan pada saat kritis, yaitu pada

fase primordial (bunting), pembungaan dan pengisian gabah. Saat ini air

disalurkan ke petak pertanian bisa menggunakan selang plastik hingga kondisi

tanah jenuh air. Untuk tanaman palawija caranya dengan menyiram seputar

pangkal tanaman, mengingat ketersediaan air di embung terbatas. Sebaiknya perlu

diketahui kebutuhan dari masing-masing jenis palawija akan air per musim atau

per hektar-nya.

14

Yohanes Andrianus.2014.BNPB Kucurkan Rp 4 Miliar Atasi Krisis Air NTT.

http://www.antaranews.com/berita/457525/bnpb-kucurkan-rp4-miliar-atasi-krisis-air-ntt diakses

pada 13-10-2015 Pukul 09.59 WIB.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

28

3. Peternakan: Pada musim kemarau ada kalanya sulit untuk mendapatkan air

untuk minuman ternaknya dan harus diangkut dari tempat yang jauh. Dengan

adanya air embung ini dapat digunakan untuk memberi minuman ternaknya.

4. Perikanan : Khusus dibidang perikanan embung ini dapat dimanfaatkan pada

musim hujan maupun musim kemarau, dengan catatan untuk musim kemarau

ketersediaan air harus cukup. Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan jika

embung digunakan untuk pemeliharaan ikan adalah; curah hujan, penguapan,

tekstur tanah, kontruksi kolam dan mutu air yang ada di embung. Untuk mutu air

sendiri perlu juga diperhatikan oksigen terlarut dan Amonia.

Jenis ikan untuk embung perlu dipilih yang tepat dan sesuai dengan

kondisi embung yang pada dasarnya serba terbatas, yaitu air yang menggenang.

Jenis ikan yang cocok yaitu, Gurame, Mujair, Tawes, dan Lele. Untuk pakannya

dapat berupa dedak, sisa makanan atau pellet serta tanaman-tanaman seperti daun

talas.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

29

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan

pendekatan kualitatif. Suharsimi mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai

penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status

suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat

penelitian dilakukan. 15

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami

fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku,

persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara

deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif karena peneliti ingin menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif,

dan memperoleh pemahaman atas fenomena yang diteliti. Adapun fenomena

permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini adalah inovasi kebijakan

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengatasi kekeringan melalui Program

Pembangunan 1000 embung tahun 2013.

2.Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan

sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Pemilihan

15

Muhammad Idrus.2009.Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif).Jakarta:PT Gelora Aksara Pratama.hlm:23

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

30

subyek penelitian menggunakan teknik purposive sampling.16

Teknik purposive

sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.17

Subjek pada penelitian ini adalah :

Bupati Kabupaten Bojonegoro

Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bojonegoro

Kaur Sarana dan Prasarana Pemerintah Desa Kepohkidul

Petani Desa Kepoh Kidul

Sedangkan tempat penelitian adalah kantor instansi-instansi pada subyek

penelitian dan areal persawahan di sekitar embung Kepohkidul. Waktu penelitian

dilaksanakan pada bulan November 2015-Januari 2016.

3. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan

tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.18

Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis

dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen

pribadi, dan dokumen resmi.19

Dalam memperoleh data untuk penelitian ini dilakukan dengan

mengumpulkan data – data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari wilayah studi.

Dalam kajian ini, data diperoleh dengan melakukan interview terhadap subyek

penelitian, antara lain :

16

Ibid.at 31. 17

Sugiyono.2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta 18

Lexy J Moleong.2012.Metodologi Penelitian Kualitatif (cet ke-30).Bandung:PT Remaja

Rosdakarya.hlm:157 19

Ibid. at 159.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

31

a. Bupati Kabupaten Bojonegoro : Dalam kajian ini peneliti melakukan

wawancara dengan Bupati Kabupaten Bojonegoro yang merupakan inisiator

dalam program pembangunan 1000 embung.

b. Instansi terkait : Dinas Pengairan, Balai Penanggulangan Bencana Daerah,

Pemerintah Desa Kepohkidul di mana dengan pengalaman dan kemampuan tiga

orang yang ada dianggap dapat mewakili seluruh pegawai di instansi tesebut.

c. Petani Desa Kepohkidul : Pemilihan petani sebagai salah satu subyek

penelitian didasarkan atas alasan bahwa petani merupakan bagian dari masyarakat

yang menerima manfaat dari adanya embung.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen – dokumen yang dapat

dijadikan acuan dalam penelitian ini. Data sekunder yang digunakan untuk

mendukung penelitian ini adalah buku-buku terkait, jurnal, laporan, artikel ilmiah,

Renstra Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018, Undang-

Undang serta pemberitaan di media online yang sesuai dengan tema yang

diangkat.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung dilapangan untuk

memahami apa yang diketahui oleh subjek penelitian yang berkaitan dengan tema

yang diangkat dalam penelitian ini. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan

memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul. Observasi

bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah sehingga diperoleh

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

32

pemahaman atau sebagai alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi

yang diperoleh sebelumnya.20

Observasi yang dilakukan peneliti dilakukan di embung Desa Kepohkidul

dan Desa Karangdinoyo. Peneliti ingin melihat bentuk embung, air embung yang

tersedia dan aktifitas yang melibatkan masyarakat dengan embung.

b. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan

keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat

(Koentjaraningrat:129). Secara umum dalam penelitian sosial, wawancara

merupakan metode pembantu utama dari metode observasi

(Koentjaraningrat:135).

Wawancara yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah wawancara semi

terstruktur yang dicirikan dengan pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema

dan alur pembicaraan, kecepatan wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi

terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban), ada pedoman wawancara yang

dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata serta tujuan

wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.21

Pemilihan model wawancara semi terstruktur dipilih peneliti karena model

ini dinilai akan memudahkan dalam menghimpun data dan informasi apabila

menggunakan metode wawancara semi-terstruktur.

c. Studi Dokumen

Metode dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip,

buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan

20

Tri Rahayu.2004.Observasi dan Wawancara.Malang:Bayu Media Publishing. Hlm:1 21

Haris Herdiansyah, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

Jakarta:Salemba Humanika

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

33

sebagainya.22

Studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui

peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku

mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.23

Dokumen-dokumen yang dipergunakan di dalam penelitian ini meliputi buku,

jurnal, artikel ilmiah, laporan, perundang-undangan, Renstra Dinas Pengairan

tahun 2013-2018, pemberitaan di media online yang memiliki kaitan dengan tema

yang diangkat.

5. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja

dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang

dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan

apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat

diceritakan kepada orang lain.24

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif model interaktif

Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:247) melalui : Pertama,

pengumpulan data, proses pengumpulan data yang dilakukan merupakan

rangkaian aktifitas peneliti pada saat pre-eliminary dengan melakukan wawancara

kepada Kasi Pelaksanaan Teknis Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro untuk

melakukan pembuktian awal bahwa kegiatan pembangunan 1000 embung yang

sedang peneliti lakukan benar-benar ada, pengumpulan data dilanjutkan dengan

serangkaian kegiatan wawancara yang penulis lakukan dengan Bupati Kabupaten

22

Suharasimi Arikunto.2002.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek edisi revisi ke-

5.Jakarta:PT Rineke Cipta.hlm:206. 23

Hadari Nawawi.2005.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press.hlm:133 24

Moleong. Op. Cit.248.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/33781/2/jiptummpp-gdl-lusydianpu-42850-1-babi.pdf · Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak

34

Gambar 1.2 Alur Teknis Analisis Data Miles & Hubermas

Sumber : Sugiyono.2014.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan

R&D.Bandung: Alfabeta. Cetakan ke 21.hlm:247

Bojonegoro, BPBD, Kaur Sarana dan Prasarana Pemdes Kepohkidul dan petani

desa Kepohkidul.

Kedua, Penyederhanaan data (Data Reduction), dalam tahapan ini peneliti

melakukan penggabungan segala bentuk data yang peneliti peroleh menjadi satu

bentuk tulisan yang kemudian akan dilakukan proses analisis. Ketiga, Penyajian

data (Data Display), display data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah

seragam dalam bentuk tulisan dan memiliki alur tema yang jelas. Keempat,

Penarikan kesimpulan (Conclution Drawing). Dari data tersebut akan

mengungkapkan peristiwa sebagaimana adanya dalam bentuk kalimat.25

Berikut merupakan gambar tahapan-tahapan beserta alur teknik analisis

data dengan model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.

25

Ibid

Data

Collection

Conclusion:dra

wing/verifying

Data Display

Data

Reduction