bab i pendahuluan a. latar belakang - tesis dan...

41
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi informasi dan komunikasi yang biasa disebut sebagai TIK merupakan perpaduan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi sebagai alat penyebaran informasi yang paling mutakhir di abad 20. TIK kemudian juga menjadi salah satu pilar pembangungan pada era global saat ini. Perkembangan TIK yang kemudian merujuk pada internet ini diharapkan menjadi sebuah solusi permasalahan bangsa seperti kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan informasi, dan keterbelakangan dalam hal penemuan teknologi. Harapan tersebut tentu saja akan dapat terlaksana, apabila masyarakat dapat memanfaatkan dan memaksimalkan penggunaan TIK. Pemberdayaan masyarakat melalui TIK tersebut yang akan menaikkan nilai diri, masyarakat, barang dan jasa serta meningkatkan pengetahuan baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta informasi umum. Dalam hal ini masyarakat membutuhkan akses dan infrastruktur internet untuk memaksimalkan penggunaan TIK. Terkait hal tersebut, pada tahun 2011 pemerintah Indonesia meluncurkan sebuah program untuk penyediaan jasa internet kepada desa-desa terpencil melalui program desa informasi. Program Desa Informasi sendiri terbagi dalam beberapa sub program, diantaranya: Desa Berdering (Desa Sambungan Telepon), Desa PINTER (Desa Punya Internet), Radio Komunitas, Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat Perbatasan,

Upload: dinhphuc

Post on 09-Mar-2019

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi informasi dan komunikasi yang biasa disebut sebagai TIK

merupakan perpaduan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi

sebagai alat penyebaran informasi yang paling mutakhir di abad 20. TIK

kemudian juga menjadi salah satu pilar pembangungan pada era global saat ini.

Perkembangan TIK yang kemudian merujuk pada internet ini diharapkan

menjadi sebuah solusi permasalahan bangsa seperti kemiskinan, kebodohan,

ketertinggalan informasi, dan keterbelakangan dalam hal penemuan teknologi.

Harapan tersebut tentu saja akan dapat terlaksana, apabila masyarakat dapat

memanfaatkan dan memaksimalkan penggunaan TIK. Pemberdayaan masyarakat

melalui TIK tersebut yang akan menaikkan nilai diri, masyarakat, barang dan jasa

serta meningkatkan pengetahuan baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan

teknologi (IPTEK) serta informasi umum.

Dalam hal ini masyarakat membutuhkan akses dan infrastruktur internet

untuk memaksimalkan penggunaan TIK. Terkait hal tersebut, pada tahun 2011

pemerintah Indonesia meluncurkan sebuah program untuk penyediaan jasa

internet kepada desa-desa terpencil melalui program desa informasi. Program

Desa Informasi sendiri terbagi dalam beberapa sub program, diantaranya: Desa

Berdering (Desa Sambungan Telepon), Desa PINTER (Desa Punya Internet),

Radio Komunitas, Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat Perbatasan,

2

Media Center, Televisi Penerima Siaran Berlangganan, Media Pertunjukan

Rakyat, Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (M-PLIK), dan Pusat Layanan

Internet Kecamatan (PLIK).

Berbagai program menuju Desa Informasi ini telah difasilitasi secara

infrastruktur dan juga jaringan oleh Kemkominfo, salah satunya program Pusat

Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Program PLIK bertujuan sebagai penyedia

layanan informasi dan mengatasi kesenjangan digital (digital devide) pada daerah-

daerah perbatasan dan juga pedesaan. PLIK sendiri merupakan salah satu bagian

dari program USO (Universal Service Obligation) yang menyediakan akses

internet sehat, murah dan aman di ibukota kecamatan yang menjadi wilayah USO.

PLIK memiliki bentuk dan sarana prasarana seperti warnet (warung

internet) pada umumnya, akan tetapi dengan harga yang lebih murah dari warnet

biasa untuk per jam aksesnya. PLIK ditempatkan pada daerah kecamatan yang

memungkinkan untuk diberikan koneksi internet. Dalam satu lokasi PLIK

disediakan 5 komputer untuk konsumen dan 1 komputer sebagai server.

Pelayanan program ini terkait dengan partner kerjasama yang meliputi

perseorangan, badan usaha, dan juga Koperasi Unit Desa (KUD) yang berada di

daerah kecamatan. Partner kerjasama inilah yang kemudian menjalankan PLIK

sebagai warnet yang dikomersilkan kepada konsumen. Mulai dari pengelolaan,

pengembangan usaha ataupun infrastruktur, dan pemanfaatan warnet diserahkan

sepenuhnya pada partner kerjasama. Seluruh hasil dari pengelolaan warnet PLIK

3

ini sepenuhnya menjadi milik pengelola warnet dan dikembangkan oleh pengelola

warnet tersebut.

Salah satu warnet PLIK yang berada di Yogyakarta adalah PLIK

Nanggulan 2 yang berada di Desa Banyuroto, Nanggulan, Kulon Progo. PLIK ini

terletak di perbukitan daerah Kulon Progo yang jaraknya 30 km dari pusat kota

Yogyakarta. Dari 113 PLIK yang ada di Yogyakarta, PLIK Nanggulan 2 inilah

yang pernah meraih penghargaan USO Award sebagai salah satu pengelola PLIK

terbaik di Indonesia pada tahun 2011.

Setelah melihat bagaimana pemerintah memberikan pelayanan menuju

Desa Informasi, perlu digali mengenai pemanfaatan PLIK sendiri sebagai media

untuk mencari dan menyebarkan informasi yang sehat. Hal menarik yang menurut

saya sebagai peneliti adalah mengetahui tentang pemberdayaan masyarakat

pedesaan melalui akses dan sarana TIK pada program Pusat Layanan Internet

Kecamatan di PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo Yogyakarta.

B. Rumusan Masalah

Secara mendalam, fokus penelitian ini memberikan gambaran bahwa

permasalahan pokok yang perlu diteliti adalah : Bagaimanakah Pemberdayaan

Masyarakat Pedesaan Melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi pada

Program Pusat Layanan Internet Kecamatan di PLIK Nanggulan 2 Kulon

Progo Yogyakarta?

4

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini penulis susun guna memenuhi tugas akhir (tesis)

pascasarjana Ilmu Komunikasi. Lebih dari itu, berikut tujuan dilaksanakan

penelitian ini:

1. Untuk mengetahui lebih lanjut pemberdayaan masyarakat pedesaan yang

dilakukan oleh PLIK Nanggulan 2 melalui TIK

2. Untuk mengetahui cara apa saja yang dilakukan oleh PLIK Nanggulan 2

dalam memberdayakan masyarakat pedesaan melalui TIK?

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan

kegunaan dari penelitian tersebut. Manfaat dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat akademis

Secara akademik penelitian ini akan memberikan wawasan mengenai

Pusat Layanan Internet Kecamatan. Kemudian penelitian ini dapat

menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya terkait pemberdayaan

masyarakat pedesaan dan penggunaan internet serta TIK.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa internet

juga dapat digunakan sebagai media bisnis dan belajar.

b. Dapat dijadikan sebuah pertimbangan dalam mengelola

pelayanan internet terhadap masyarakat pedesaan.

5

E. Objek Penelitian

Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan, maka objek penelitian ini

adalah PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo Yogyakarta. Pengambilan sampling ini,

untuk merepresentasikan penggunaan internet di pedesaan (pelosok) yang banyak

dikunjungi oleh masyarakat sekitar. Sampel ini diharapkan dapat

merepresentasikan mengenai pengelola warnet PLIK yang menempatkan dirinya

sebagai seorang yang tidak hanya sebagai penyedia tetapi juga mengarahkan

masyarakat untuk dapat berbagi informasi melalui internet. Kemudian diharapkan

pula dapat merepresentasikan mengenai pengenalan penggunaan internet yang

baik pada masyarakat yang berada di pelosok, walaupun bersaing dengan warnet

konvensional yang ada.

F. Kerangka Pemikiran

1. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) : Internet dan

Media Baru

Kementerian Negara Riset dan Teknologi menyebut TIK sebagai

bagian dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara umum

adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan,

pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan

penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006).

Sedangkan menurut Rogers, TIK dijelaskan sebagai „the hardware

equipment, organizational structures, and social values by which

individuals collect, process, and exchange information with other

6

individuals’ (Rogers, 1986:2). TIK merupakan perangkat keras, struktur

organisasi, dan nilai sosial yang mengumpulkan individu, proses dan

pertukaran informasi dengan individu lainnya. Di sini menjelaskan bahwa

TIK adalah sebagai alat yang digunakan manusia untuk dapat saling

bertukar informasi yang di dalamnya terdapat struktur organisasi dan juga

nilai sosial.

Teknologi Komunikasi dan Informasi ini berkembang sangat pesat, hal

ini ditandai dengan banyaknya alat yang berbasis pada informasi maupun

komunikasi yang ada di masyarakat. Teknologi Informasi dan Komunikasi

sendiri lebih merujuk pada teknologi informasi yang kemudian

ditambahkan dengan teknologi komunikasi serta area broadcasting yang

meliputi internet dan peralatan elektronik lainnya (IDB, 2003).

Internet sendiri sangat terkait dengan sebuah kosakata baru yaitu new

media yang berbasis pada www (World Wide Web). New media atau biasa

disebut sebagai media baru merupakan sebuah istilah yang digunakan

untuk menyebut seluruh media massa yang terkait dengan media digital

dan elektronik.

Flichy memberikan sebuah pemaparan mengenai new media, bahwa

new media bukanlah sebuah medium tetapi sebuah sistem yang cenderung

menjadi sebuah kompleksitas masyarakat yang mengklaim untuk menjadi

penggandaan virtual (Flichy dalam Lievrouw & Livingstone, 2006 : 201).

7

New media merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat banyak

aktivitas komunikasi yang kompleks berbasis dunia maya (internet).

Menurut Wolton, media baru adalah media yang lahir dari gabungan

teknik informatika, telekomunikasi dan audio visual. Dan keseluruhannya

menyangkut dukungan melalui jaringan (komputer, terminal telepon, atau

televisi) (Wolton, 2007). Sedangkan menurut Mc Luhan, media baru

merupakan “anggur lama yang dikemas dalam botol baru”, media baru

membawa pesan-pesan yang telah dibawa oleh media lama. Hanya saja,

media baru telah mengalami kemajuan, konten-konten dan fasilitas baru

yang disediakan menjadi lebih familiar dan mudah diaplikasikan (

Livingstone, 2006 : 9).

Terkait dengan new media, terdapat perbedaan antara komunikasi

massa dan komunikasi digital. Berikut perbedaannya:

Tabel 1.1 Perbedaan Media Konvensional dan Media Digital

Perbedaan Media Konvensional Media Digital

Audiens Besar, heterogen, tidak

diketahui orangnya. Terbatas

berdasarkan letak geografis,

budaya dan politik. Pasif

dalam membaca, menonton,

dan mendengarkan

Terfragmentasi, homogen,

dapat diketahui orangnya,

tidak ada privasi. Batas-

batas geografis, budaya dan

politik dianggap kurang

penting. Audiens aktif

dalam konsumsi media

Umpan Balik Mekanisme umpan balik

penonton umumnya lambat.

Instan, semakin luas

melalui e-mail, forum

8

diskusi online.

Fungsi Pengawasan, hubungan,

transmisi budaya, hiburan,

pemasaran / periklanan,

mobilisasi.

Pengawasan, hubungan,

transmisi budaya, hiburan,

e-commerce, mobilisasi.

Program /

Ketersediaan

Isi

Jadwal dikendalikan dari

pusat. Seluruh isi media

didominasi oleh penyedia

konten.

Jadwal tidak dikendalikan

dari pusat. Program

berdasarkan permintaan

dari berbagai pihak.

Penyedia konten tidak

terlalu mendominasi,

konten bersifat dari many to

many.

Penyampaian

/ Penceritaan

Cerita yang linear dan statis

(hanya pada media cetak,

film atau pita magnetik) dan

dirancang untuk audiens

massa, kemampuan

berekspresi terbatas.

Linear dan non linear,

multimedia, interaktif dan

dinamis. Konten diciptakan

lebih seperti panduan untuk

pengetahuan, informasi,

hiburan, dan penemuan.

Distribusi

Saluran

Terpisah, analog, one to

many. Biasanya produk fisik.

Semakin konvergen, digital,

many to many. Produk

sering tidak fisik.

Sumber : Pavlik, 2004 : 26

Media baru, dalam hal ini sangat terkait dengan CMC (Computer

Mediated Communications). Jhon December mengurai CMC tersebut

menjadi:

a. Internet – based ; komunikasi dasar dalam media internet adalah

tahapan data yang dikonfirmasikan/disesuaikan dengan setting data

9

communicatons protocols. Artinya secara mekanistis jaringan komputer

membutuhkan protocols untuk dapat tersambung pada jaringan guna

pengiriman dan penerimaan pesan, yaitu TCP/IP (Transfer Control

Protocol)/ (internet protocols).

b. Computer ; istilah komputer dalam konteks internet CMC

didefinisikan sebagai penyedia platform (bentuk dasar) dalam

pengoperasian sistem dan aplikasi software untuk membantu jaringan data

dan pemakaian pengguna (user).

c. Mediated ; media perantara komunikasi dalam internet, meliputi

pengambilan pesan (message) ke dalam media atau encoding pesan ke

dalam elektromagnetik, atau bentuk optikal untuk penyimpanan dan

pengiriman pesan. Pesan dalam internet dikode, disimpan, dikirimkan

menyesuaikan aturan penerapan client – server dan TCP/IP protocols.

d. Communications ; Pada hakekatnya komunikasi melalui internet

adalah komunikasi antar manusia/insani melalui jaringan komputer

internet, sehingga bermacam komunikasi internet juga memerlukan

batasan-batasan yang digunakan dalam komunikasi manusia/insani itu

sendiri.

e. Integrasi ; Penawaran-penawaran dalam media internet mampu

mengakses berbagai aplikasi komunikasi seperti penggunaan program

windows yang terintegrasi untuk digunakan sebagai sarana e-mail, web-

client dan sebagainya. User / pengguna internet dapat membuat akses yang

10

memungkinkannya berkomunikasi dengan partner atau mencari informasi

yang luas tak terbatas. User / pengguna internet juga akan berhadapan

dengan berbagai konteks kultur dalam komunikasinya (John December

dalam Edwi Arif Sosiawan).

2. Perkembangan Internet dan Pertumbuhan Warnet di

Indonesia

Kemunculan internet pertama kali pada tahun 1969 ditandai

dengan adanya ARPANET yang merupakan proyek percobaan dari

Kementrian Pertahanan Amerika Serikat yang bernama DARPA

(Departement of Defense Advanced Research Project Agency). Tujuan

awal dari percobaan ini untuk mencari teknologi yang tepat yang dapat

menghubungkan peneliti dengan berbagai alat seperti sistem komputer dan

penyimpanan data yang pesat (Tracy LaQuey, 1997: 1-2).

Pada tahun 1980-an, ARPAnet terpecah menjadi dua jaringan,

yaitu ARPANET dan Milnet yang merupakan jaringan untuk militer.

Seiring perkembangan jaman, DARPA Internet lebih akrab disebut

sebagai internet. Perkembangan internet selanjutnya, banyak digunakan

dalam kepentingan akademis di beberapa perguruan tinggi seperti : UCLA,

University of California at Santa Barbara, University of Utah, dan

Stanford Research Institute. Layanan yang muncul selanjutnya adalah

dibukanya layanan Usenet dan Bitnet yang memungkinkan internet diakses

melalui Personal Computer (PC). Pada tahun 1982 diperkenalkan protokol

11

standar TCP/IP yang kemudian disusul dengan sistem DNS (Domain

Name Service) pada tahun 1984.

Perkembangan selanjutnya pada tahun 1986 muncullah National

Science Foundation Network (NSFNET). NSFNET sendiri merupakan

jaringan yang menghubungkan seluruh periset di berbagai negara dengan 5

buah komputer pusat. Kemunculan NSFNET inilah yang kemudian

menggatikan ARPANET sebagai jaringan riset utama di Amerika dan

resmi dibubarkan. Awal kemunculan internet hanya menawarkan layanan

berbasis teks meliputi : remote acces, email/messaging, ataupun diskusi

dalam newsgroup (Usenet). Pada tahun 1990 muncullah World Wide Web

yang dikembangkan oleh CERN (Laboratorium Fisika Partikel di Swiss)

yang dibuat oleh Tim Berners-Lee. Hingga akhirnya penggunaan internet

secara komersial dijalankan oleh perusahaan Pizza Hut dan First Virtual

(Internet Banking) pada tahun 1994.

Sementara itu, kita di Indonesia baru bisa menikmati layanan

internet komersial pada sekitar tahun 1994. Sebelumnya, beberapa

perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia telah terlebih dahulu

tersambung dengan jaringan internet melalui gateway yang

menghubungkan universitas dengan network di luar negeri (Rohaya,

2008).

Perkembangan internet sejak tahun 90-an ini kemudian memicu

pertumbuhan bisnis internet yang dinamakan Internet Service Provider

12

(ISP) pada tahun 1995-an. ISP ini menyediakan akses internet dengan

bandwith antara 14.4 kbps – 28.8 kbps. Dari perkembangan internet

tersebut memicu pertumbuhan penyedia layanan internet, hingga pada

akhir tahun 1999 ISP yang beroperasi di Indonesia sekitar 55 perusahaan.

Akan tetapi terjadi lonjakan yang cukup signifikan ketika tahun 2001

jumlah ISP yang tercatat di Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia

(APJII) menembus 155 ISP. Perusahaan yang masih bersaing sejak 2002

hingga 2008 di Indonesia antara lain: LinkNet, TelkomNet, IndosatNet,

CBN, IndoNet, RadNet, Centrin Dnet, MegaNet dan Dnet. Dari jumlah

pelanggan di Indonesia ini lebih dari 20% menggunakan ISP Telkomnet

milik PT Telkom dengan pertumbuhan pengguna yang relatif stabil yaitu

25% per tahun dan cenderung berbanding lurus dengan pertumbuhan

penduduk Indonesia (Sumarlin, 2008).

Warung Internet atau yang biasa disebut sebagai warnet merupakan

tempat yang menyediakan akses infrastruktur dengan berbagai koneksi dan

komputer sebagai perangkat akses sehingga pengguna bisa mengakses

internet dengan biaya yang lebih murah (Ahmadjayadi, 2007).

Perkembangan warnet di Yogyakarta sendiri ketika tahun 2007

mencapai 270 buah, hingga pada pertengahan 2008 diperkirakan sudah

berada pada kisaran 500 buah. Jumlah ini meningkat pesat dengan asumsi

bahwa selain bertambahnya warnet juga banyak tersedia fasilitas hotspot

di hotel berbintang, kafe-kafe, mall, kampus besar, sekolah terkemuka,

13

instansi pemerintahan, dan lembaga swasta yang tergolong maju

(Darmanto, 2008).

3. Pusat Layanan Internet Kecamatan di Yogyakarta

Berdasarkan ketentuan Universal Service Obligation (USO) /

Kewajiban Pelayanan Universal, setiap negara di seluruh dunia yang

tergabung dalam International Telecommunication Union (ITU) wajib

dalam penyediaan sektor telekomunikasi. Untuk Indonesia sendiri bidang

telekomunikasi dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi

yang berupaya untuk mengembangkan Teknologi Infomasi dan

Komunikasi secara nasional. Aspek-aspek yang meliputinya antara lain:

pembangunan, pengembangan, pemberdayaan, dan juga pengawasan

seluruh material yang terkait dengan pos, telematika, dan TIK.

Hal ini juga sebagai wujud pelaksanaan dari hasil kesepakatan

ITU-D (Development) yang dimuat dalam Deklarasi Genewa 2003,

Deklarasi Tokyo, dan Deklarasi Tunisia pada tahun 2005. Di dalamnya

dimuat mengenai merealisasikan ketersediaan akses layanan telepon dan

juga internet di wilayah Asia Pasifik. Deklarasi ini juga menjadi sebuah

penyemangat untuk mewujudkan pemerataan akses layanan

telekomunikasi (telepon dan internet) di berbagai wilayah, perkotaan

hingga pedesaan.

Perwujudan USO di Indonesia kemudian diatur dalam Peraturan

Menteri Kominfo RI No.32/PER/M.KOMINFO/10/2008 tentang Wilayah

14

Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) kemudian beban Kontribusi

Kewajiban Pelayanan Universal (KPPU) Telekomunikasi adalah

terwujudnya ketersediaan telekomunikasi pedesaan untuk daerah pelosok

di seluruh Indonesia. Tujuannya tak lain adalah terjalinnya akses

komunikasi di daerah terpencil, perbatasan dan juga daerah yang belum

berkembang secara ekonomis.

Tujuan jangka panjang dari implementasi USO ini adalah

terwujudnya desa yang berbasis teknologi informasi dan juga komunikasi

yang disebut sebagai Desa Informasi pada tahun 2025. Dasar hukum dari

Desa Informasi ini termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun

2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta

Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,

Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/10/2010

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan

Informatika, dan Instruksi Menteri Nomor

01/INST/M.KOMINFO/03/2011 tentang Pembentukan Desa Informasi di

wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.

Desa Informasi ini sebagai suatu program untuk menghilangkan

kesenjangan informasi di daerah perbatasan, terpencil, dan terluar, juga

sebagai suatu cara untuk meningkatkan ketahanan informasi dalam

kerangka NKRI. Tujuan lainnya untuk peningkatan pola pengembangan

dan pemberdayaan masyarakat di bidang informasi dan komunikasi.

15

Sebagai hasil akhirnya, sebagai tempat partisipasi masyarakat dalam

pelaksanaan pembangungan yang menguatkan peranan kelompok-

kelompok masyarakat yang bergerak dalan bidang informasi dan

komunikasi.

Salah satu bentuk perwujudan dari desa informasi adalah

diluncurkannya program Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Program ini

dimulai sejak 2010 dengan target pemasangan 5.748 dan realisasinya

menjadi 5.897 PLIK yang terpasang di seluruh Indonesia (berdasarkan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian

Informasi dan Komunikasi 2011).

Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider)

yang disebut juga sebagai ISP merupakan penyelenggara jasa multimedia

yang menyelenggarakan jasa akses internet kepada masyarakat. Ada empat

penyelenggara layanan PLIK di Indonesia antara lain: PT. Aplikanusa

Lintasarta, PT. Telekomunikasi Indonesia, PT. Sarana Insan Muda Selaras,

dan PT. Jastrindo Dinamika. Pihak penyedia layanan PLIK sendiri

mengelola dua sumber daya yaitu sumber daya jaringan dan sumber daya

layanan. Sumber daya jaringan terdapat beberapa hal : backbone jaringan

utama, jaringan distribusi dan akses, bandwith, IP, frekuensi. Sedangkan

untuk sumber daya layanan yang dikelola yaitu intranet, aplikasi sistem

informasi, konten, internet, komunikasi dan kolaborasi, server/data centre.

16

Dalam penyelenggaraan PLIK ini, setiap PLIK memiliki

standarisasi perangkat lunak maupun perangkat keras yang disediakan

dalam warnet PLIK. Perangkat lunak antara lain : sistem operasi, sistem

monitoring dan manajemen infrastruktur SIMMLIK, dan distribusi konten.

Sedangkan perangkat keras yang disediakan, antara lain: server, storage

dan perangkat pendukungnya, perangkat jaringan, Network Operation

Centre, perangkat pusat data (data center), dan cadangan catu daya.

Untuk penyedia layanan dan koneksi untuk wilayah Yogyakarta

dan Jawa Tengah oleh PT. SIMS (Sarana Insan Muda Selaras), dalam hal

ini lebih pada pengelolaan sumber daya jaringan dan juga sumber daya

layanan. Media koneksi yang disediakan antara lain kabel broadband

(DSL, HFC) dan Broadband Wireless Akses. Di Yogyakarta sendiri target

pemasangan yaitu pada 113 lokasi dan seluruhnya telah terealisasi. Untuk

daerah Bantul terdapat 26 PLIK, di daerah Gunung Kidul 32 PLIK,

kabupaten Kulon Progo 23 PLIK, dan daerah Sleman terdapat 32 PLIK.

Pemilihan penempatan PLIK sendiri berdasarkan survei yaitu lokasi yang

memungkinkan diberikan koneksi internet.

4. Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan melalui TIK

Ketersediaan teknologi komunikasi dan informasi yang telah

disediakan pemerintah melalui PLIK, memberikan implikasi pada

ketersediaan sumber informasi yang mendukung dalam pengembangan

keilmuan maupun pengetahuan. Seperti yang telah diketahui bersama,

17

bahwa keberadaan internet membuat ruang semakin sempit dan jarak

semakin dekat. Keberadaan PLIK ini membuat daerah tertinggal, terpencil,

pedesaan, mendapatkan penetrasi yang sama dengan daerah kota di bidang

ketersediaan sarana internet dan dengan harga yang lebih terjangkau.

Dalam Alternative Evaluation Framework, pemberdayaan

masyarakat melalui TIK yang disajikan oleh Gigler (2004 : 12)

menekankan bahwa pemberdayaan adalah sebuah hal yang dinamis.

Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan

memerlukan pendekatan holistik, dimana kontekstual yang dilakukan

melalui sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sejarah tertentu. Selain itu

disarankan bahwa pemberdayaan dibagi menjadi dua aspek, yaitu aspek

individu dan aspek masyarakat.

Gigler membagi 2 aspek kemampuan manusia, terkait

pemberdayaan melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi :

1. Dimensi pemberdayaan individu

Dalam dimensi individu ini terbagi atas enam dimensi, antara lain :

informasional, psikologis, sosial, ekonomi, politik, dan budaya (Gigler,

2004 : 15). Dari keenam dimensi tersebut menghasilkan keluaran berupa

kemampuan peningkatan informasi dan penguatan kemampuan manusia

dalam bidang TIK.

Dalam dimensi informasional bertujuan untuk meningkatkan akses

informasi dan kemampuan informasional. Hasil yang ingin dicapai dari

18

dimensi ini antara lain: peningkatan kapasitas penggunaan bentuk berbeda

dari TIK, meningkatkan literasi informasi, meningkatkan kapasitas untuk

memproduksi dan mempublikasikan konten lokal, meningkatkan

kemampuan untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga dan teman-

teman di luar negeri.

Dimensi psikologis bertujuan untuk mendukung proses refleksi diri

dan kapasitas pemecahan masalah. Hasil yang ingin dicapai berupa

penguatan harga diri, peningkatan kemampuan untuk menganalisis situasi

pribadi dan pemecahan masalah, penguatan kemampuan untuk

mempengaruhi pilihan strategi hidup, sensitivitas dari masukan dunia

modern.

Dimensi sosial lebih brtujuan untuk menguatkan sumber daya

manusia seperti skill, pengetahuan, kemampuan untuk bekerja dan

kesehatan yang terjamin. Hasil yang ingin dicapai dari dimensi ini adalah

peningkatan literasi TIK dan kemampuan teknologi, peningkatan

kemampuan kepemimpinan, peningkatan kemampuan manajemen

program.

Dalam dimensi ekonomi terdapat tujuan yaitu untuk meningkatkan

kapasitas masyarakat berinteraksi dengan pasar. Indikator dari

keberhasilan dimensi ini ditandai dengan peningkatan akses terhadap

pasar, peningkatan kemampuan kewirausahaan, adanya sumber alternatif

dalam penghasilan, produktifitas kekuatan aset, peningkatan kesempatan

19

kerja, peningkatan penghasilan menyeluruh dengan tiga cara : transaksi

dengan biaya murah, mengurangi barang-barang transportasi,

meningkatkan ketepatan waktu penjualan.

Dimensi politik lebih bertujuan untuk meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dalam level komunitas dan

sistem politik. Sedangkan indikator keberhasilan ditandai dengan

peningkatan akses kepada informasi dan pelayanan pemerintah (e-

goverment), peningkatan kesadaran mengenai isu-isu politik, peningkatan

kemampuan untuk berinteraksi dengan pemerintah lokal.

Dimensi terakhir yaitu politik bertujuan untuk menguatkan

identitas budaya masyarakat. Dalam hal ini indikator keberhasilannya

ditandai dengan penggunaan TIK sebagai bentuk dari ekspresi budaya

(desain web dll), meningkatnya kesadaran dari indentitas budaya sendiri.

2. Dimensi pemberdayaan masyarakat

Dalam dimensi pemberdayaan masyarakat ini Gigler juga

menyebutnya sebagai pemberdayaan berbasis komunitas. Di dalamnya

terdapat enam sub bagian dimensi, antara lain : informasional, sosial,

ekonomi, politik, organisasi, dan kebudayaan (Gigler, 2004 : 18).

Dimensi pertama. Konsep informasional yang bertujuan ntuk

meningkatkan akses ke informasi dan kemampuan informasi. Indikator

keberhasilannya ditandai dengan penguatan sistem informasi tradisional,

perbaikan arus informasi dalam masyarakat, pertukaran pengetahuan

20

secara horisontal dengan masyarakat lain, pertukaran pengetahuan secara

vertikal dengan negara, pemerintah, atau pemangku kepentingan lainnya.

Dimensi kedua. Konsep organisasional yang bertujuan untuk

memperkuat kemampuan berorganisasi. Indikator keberhasilan diukur

dengan seleksi kepemimpinan yang transparan, peningkatan efisiensi,

peningkatan arus informasi, koordinasi antar organisasi, penguatan

organisasi dengan jaringan lainnya.

Dimensi ketiga. Konsep pembangunan sosial yang bertujuan untuk

meningkatkan akses terhadap layanan sosial dasar. Dimensi ini dapat

diukur dengan peningkatan pendidikan akses formal dan non formal (e-

learning), peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan (peningkatan

pengetahuan tentang kesehatan dan obat tradisional), peningkatan

pengetahuan dan akses sosial terhadap program pemerintah (pelayanan e-

goverment).

Dimensi keempat. Pembangunan perekonomian bertujuan untuk

mempromosikan peluang ekonomi. Hal ini ditandai dengan peningkatan

akses ke pasar dan komersialisasi produk, peningkatan kegiatan produktif

melalui peningkatan pengetahuan (pengetahuan praktek pertanian),

peningkatan kapasitas sumber daya dari donor luar, peningkatan akses

pengiriman uang dengan meningkatkan komunikasi dengan tenaga luar

negeri.

21

Dimensi kelima. Partisipasi politik bertujuan untuk : (a)

meningkatkan partisipasi dalam sistem politik, (b) meningkatkan

transparansi dalam masyarakat, (c) meningkatkan partisipasi dalam sistem

politik. Indikator keberhasilan dari dimensi ini antara lain: peningkatan

'suara' dan partisipasi dalam proses pembangunan, peningkatan

transparansi politik lembaga (e-government), peningkatan kekuatan

pengambilan keputusan dalam proses politik, koordinasi kegiatan politik

untuk meningkatkan transparansi informasi dalam masyarakat, partisipasi

langsung dalam kebijakan pemerintah/pemangku kepentingan lainnya.

Dimensi keenam. Identitas budaya yang bertujuan untuk

memperkuat identitas budaya masyarakat. Hal ini diukur dengan adanya

penguatan bahasa pribumi, penguatan kearifan lokal, peningkatan

penyebaran budaya masyarakat itu sendiri.

a. Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif

Komunikasi Pembangunan

Komunikasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang

untuk menyatakan segala sesuatu tentang dirinya kepada orang lain.

Manusia tidak dapat hidup tanpa berkomunikasi. Komunikasi sendiri

menurut Rudolph F. Verdeber memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi

sosial, yakni tujuan kesenangan, untuk memelihara hubungan. Kedua,

fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan

atau tidak melakukan sesuatu saat tertentu (Mulyana, 2005 : 4).

22

Sedangkan menurut Effendy, komunikasi merupakan proses

penyampaian pesan ke pihak lain yang bertujuan menyamakan persepsi

dan tanggapan yang sedang dibicarakan. “Istilah komunikasi atau dalam

bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan

bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini

maksudnya adalah sama makna” (Effendy,1990 : 9).

Dalam ilmu komunikasi terdapat sub bagian ilmu yang

menjelaskan mengenai konsep komunikasi pembangunan. Komunikasi

pembangunan dimaknai sebagai proses penyebaran pesan oleh seseorang

atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap,

pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan

lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan

secara merata oleh seluruh rakyat (Effendy, 1990 : 92).

Rogers memberikan sebuah pemahaman bahwa pembangunan

adalah suatu proses perubahan sosial yang bersifat partisipatori secara

luas untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan termasuk keadilan

yang lebih besar, kebebasan dan kualitas yang dinilai tinggi yang

lainnya, bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan

kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya (Rogers dalam

Nasution, 2001 : 82).

Konsep komunikasi pembangunan ini tidak hanya terjadi dalam

skala kecil dan lokalitas daerah saja, melainkan ada tujuan lainnya yang

23

merupakan agenda pembangunan nasional. Tentu saja tujuan utama

dalam pembangunan nasional dilaksanakan secara bertahap. Dalam hal

ini Tjokroamidjojo menjelaskan bahwa pembagunan nasional

merupakan:

a. Proses pembangunan berbagai bidang kehidupan, baik sosial,

ekonomi, politik dan lainnya

b. Proses perubahan sosial yang merupakan proses perubahan

masyarakat dalam berbagai kehidupannya ke arah yang lebih

baik, lebih maju, dan lebih adil

c. Proses pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat atau

adanya partisipai aktif masyarakat (Tjokroamidjojo, 1995 : 8).

Tentu saja dalam meraih pembangunan nasional perlu

dikembangkan mengenai pembangunan daerah. Dalam konteks ini,

pembangunan daerah yang dimaksud adalah pembangunan masyarakat di

pedesaan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan

kehidupan masyarakat pedesaan ke arah yang lebih baik adalah dengan

pemberdayaan masyarakat. Karena di dalamnya terdapat partisipasi

masyarakat dalam mensukseskan agenda pembangunan nasional.

Secara etimologis, Sulistiyani menyatakan bahwa pemberdayaan

sendiri berasal dari kata dasar „daya‟ yang diartikan sebagai kekuatan

atau kemampuan (Sulistiyani, 2004). Pemberdayaan sendiri diartikan

sebagai aktivitas reflektif yaitu suatu proses yang mampu diinisiasikan

24

dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan

atau penentuan diri sendiri (self-determination). Sementara proses

lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan

alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan

kehidupannya (Simon, 1990 : 27 : 39).

McArdle memberikan pemahaman agak berbeda dengan Simon,

bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan

oleh orang-orang yang nantinya akan menjalankan keputusan tersebut

secara konsekuen. Pemberdayaan ini lebih menekankan bukan pada

tujuan utama akan tetapi lebih kepada orientasi pengambilan keputusan

(McArdle, 1989).

Proses pemberdayaan ini dilakukan oleh agen yang memiliki

kemampuan untuk menggerakkan objek yang hendak diberdayakan

(masyarakat pedesaan) dengan menggunakan lingkungan sosial maupun

fisik. Kegiatan yang dilakukan dalam pemberdayaan juga bukan

merupakan sesuatu yang dipaksakan, akan tetapi lebih kepada

memunculkan potensi – potensi yang ada dalam objek yang

diberdayakan. Tujuan kolektif terkait kemandirian karena telah

diberdayakan tidak terlalu penting lagi. Dalam memunculkan potensi –

potensi dalam masyarakat pedesaan ini tidak terpaku mengenai tujuan

utama dalam pemberdayaan masyarakat, akan tetapi lebih kepada proses

25

pengambilan keputusan untuk memilih diberdayakan atau tidak

diberdayakan.

Keberdayaan masyarakat sendiri ditandai dengan adanya

kemandirian yang diperoleh dari proses pemberdayaan masyarakat

(Sumodiningrat, 2000). Di sinilah peran seorang agen ataupun fasilitator

untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat. Fasilitator

merupakan peran agen dalam pemberdayaan yang memiliki tugas pokok

untuk menyebarkan pikiran dan ide sehingga mampu untuk

mempengaruhi kehidupan kultural dan intelektual masyarakat. Fasilitator

melakukan langkah inovatif dan terorganisir untuk mengarahkan

masyarakat yang kemampuannya masih lemah agar lebih berdaya dan

akhirnya mampu memperkuat kesejahteraannya (Wirhatnolo dkk, 2007 :

202).

Hal ini pula yang ditekankan Hikmat dalam memberdayakan

masyarakat. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diarahkan sebagai

upaya untuk mendorong dan memobilisasi sumber - sumber sosial

sehingga masyarakat dapat menyatakan kebutuhannya, menyampaikan

pendapatnya dan dapat menggali serta memanfaatkan sumber-sumber

lokal yang tersedia. Dengan demikian masyarakat dapat terlibat aktif

dalam penanganan masalah mulai dari identifikasi masalah sampai

dengan menikmati hasilnya. Pengertian masyarakat (society) mengacu

kepada sekelompok orang yang belajar hidup dan bekerja bersama. Dari

26

sudut pandangan sistem, masyarakat merupakan suatu „holon‟. Holon

sendiri merupakan suatu konsep yang menyatakan bahwa sistem dapat

dipandang sebagai unit yang berdiri sendiri, tetapi juga sekaligus dapat

dipandang sebagai bagian dari sistem yang lebih besar atau sebagai sub

sistem (Hikmat, 2001 : 162-163).

Dalam hal ini upaya pemberdayaan yang dapat dilakukan oleh

fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat dikelompokkan menjadi dua

upaya besar yaitu (Simanjuntak, 2011 : 4-5):

1. Membangun persepsi positif terhadap manfaat TIK

a. Merubah paradigma maupun pola pikir masyarakat di era globalisasi

ini yang bermuara pada tingginya nilai informasi sebagai sebuah faktor

produksi penting maupun bahan baku dari pengetahuan yang

berkualitas.

b. Membawa masyarakat dengan kesadaran penuh untuk menggunakan

TIK karena kemampuannya untuk memuaskan informasi yang menjadi

kebutuhan masyarakat.

c. Jika teknologi baru merupakan upgrade dari cara tradisional/teknologi

lama maka melakukan upaya penjelasan bahwa cara

tradisional/teknologi lama sudah tidak dapat memenuhi/mempercepat

pencapaian kebutuhan. Selanjutnya dilakukan penjelasan tentang

posisi dan manfaat teknologi baru yang sebaiknya dilengkapi dengan

demonstrasi teknologi.

27

d. Jika teknologi baru merupakan teknologi yang pertama kali akan

diadopsi maka perlu upaya menjelaskan akan manfaat teknologi baru

ke pengguna dan melengkapi dengan demonstrasi.

2. Upaya untuk membangun persepsi positif terhadap kemudahan /

kesenangan menggunakan TIK

a. Jika masyarakat merasa kesulitan menggunakan TIK maka perlu

upaya pelatihan penggunaan TIK yang intensif dan menghadirkan TIK

berdasarkan model aplikasi yang telah dipahami oleh pengguna.

Contoh paling mudah adalah menghadirkan komputer dengan fasilitas

aplikasi yang dilengkapi game dan masyarakat dibiarkan berinteraksi

dengan komputer tersebut sampai batas waktu tertentu sampai

pengguna merasa familiar dengan komputer.

b. Jika masyarakat merasa reputasi TIK kurang baik maka perlu upaya

menghadirkan TIK ke masyarakat dan memperbolehkan pengguna

untuk berinteraksi dengan TIK tersebut.

c. Jika masyarakat merasa kurangnya mekanisme dukungan dan layanan

maka perlu upaya menyediakan team support yang dapat membantu

setiap saat serta menyediakan layanan TIK.

b. Dari Masyarakat Pedesaan Menuju Masyarakat Informasi

Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soemardjan, 1965), Desa

dimaknai sebagai tempat tinggal suatu masyarakat yang bersifat

gemeinschaft, yaitu adanya saling keterikatan perasaan dan persatuan yang

28

erat. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia

Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa menjelaskan bahwa desa merupakan

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas – batas wilayah yang

berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.

Dalam desa juga terdapat penduduk yang mendiami desa tersebut,

yang disebut sebagai masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan ini lebih

mengutamakan hubungan pribadinya antara warganya. Hal ini dimaknai

bahwa masyarakat pedesaan rata – rata saling mengenal bahkan tak jarang

hubungan antar masyarakat adalah ikatan kekerabatan suatu keluarga yang

membentuk masyarakat gemeinschaft (Utomo dalam Soekanto, 1993).

Masyarakat pedesaan di atas yang diidentikkan lebih menggunakan

komunikasi oral dan mengandalkan kedekatan letak geografis maupun

kedekatan kekerabatan tentu saja sangat jauh berbeda dengan konsep

masyarakat informasi. Masyarakat informasi sendiri menurut Abrar

diartikan sebagai masyarakat yang menjadikan informasi sebagai

komoditas ekonomi yang sangat berharga, berhubungan dengan

masyarakat lain dalam sistem komunikasi global, dan mengakses

informasi super highway (Abrar, 2003).

Sedangkan menurut Polyviou, masyarakat informasi merupakan

masyarakat yang ditandai dengan tingginya tingkat intensitas informasi

dalam keseharian sebagaian besar warganya dalam banyak organisasi dan

tempat kerja, dengan menggunakan teknologi yang sama atau yang

29

kompatibel untuk kepentingan pribadi, sosial pendidikan, dan kegiatan

usaha dengan kemampuan untuk mengirim dan menerima data digital

secara cepat antara tempat-tempat terlepas dari jarak (Polyviou, 2007).

Dalam hal ini, masyarakat informasi akan menggunakan informasi

dalam keterlibatannya pada proses pembangunan sebagai pengambil

keputusan yang baik untuk dirinya sendiri. Masyarakat informasi ini

bertindak secara kritis dalam upaya memperbaiki keadaan dan mengatasi

masalah serta mampu terlibat dalam proses - proses sosial politik.

Termasuk di dalamnya pengambilan keputusan publik yang dilakukan

komunitasnya (Kadiman, 2006).

Tentu saja terdapat kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan

masyarakat informasi. Terutama terkait dengan kesenjangan digital yang

merupakan sarana penting dalam memacu masyarakat pedesaan ke arah

masyarakat informasi. Masalah kesenjangan digital pada masyarakat

pedesaan ini antara lain (Budi Raharjo dalam Ratnasari, 2008 : 21) : (a)

Kesulitan akses baik itu secara insfrastruktur listrik, telekomunikasi

maupun perangkat, (b) Kurangnya skill baik Sumber Daya Manusia

ataupun komunitas, (c) Kurangnya isi materi dan konten, (d) Kurangnya

(tidak adanya) insentif dari pemerintah.

Teknologi Informasi dan Komunikasi yang diterapkan pada

masyarakat pedesaan tersebut tentu saja akan memberikan beberapa

dampak (Harmoko, 1992) :

30

a. Berkembangnya gaya hidup canggih, antara lain kerja jarak

jauh, berbelanja jarak jauh dan belajar jarak jauh

b. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang

terdiri dari sejumlah suku bangsa dengan latar belakang

kebudayaan, agama/kepercayaan dan sejarah yang berbeda.

Masyarakat pedesaan tentu akan mengalami pergeseran nilai

secara cepat

c. Pertambahan penduduk yang menuntut pertambahan sarana

hidup

Masyarakat pedesaan yang bertransisi menuju masyarakat

informasi ini akan mengalami proses digitalisasi dan merubah aspek –

aspek nilai yang berada dalam masyarakat. Bahkan dalam hal ini Rogers

(1986 : 163) juga memberikan beberapa poin mengenai dampak dari

perkembangan teknologi. Antara lain:

a. Dampak yang diinginkan dan tidak diinginkan. Istilah

diinginkan dan tidak diinginkan ini setara dengan positif dan

negatif

b. Dampak langsung dan tidak langsung

c. Mengantisipasi dampak yang tak terduga

Akan tetapi dampak tersebut merupakan sebuah resiko dalam

mewujudkan masyarakat informasi. Dari sisi kemajuannya, aplikasi TIK

pada masyarakat pedesaan memberikan beberapa dampak positif. Yang

31

pertama, bahwa kemajuan di bidang TIK tersebut dapat meningkatkan

kehidupan sebagian masyarakat. Kedua, TIK dapat dieksploitasi oleh

negara – negara berkembang seperti Indonesia untuk mendapatkan akses

ke pasar dunia dan masyarakat desa dapat memanfaatkannya untuk

menciptakan lowongan kerja dan memasarkan produk mereka secara

efektif (Dilla, 2007).

Dampak positif tersebut diperkuat dengan fakta bahwa TIK telah

terbukti berhasil secara efektif membantu meningkatkan kualitas hidup

masyarakat di beberapa negara berkembang, antara lain: Peru, Kepualauan

Solon, Zimbabwe, dan India. Hal ini menunjukkan bahwa TIK merupakan

alat yang paling efektif digunakan sebagai alat pembangunan, menunjang

strategi - strategi pembangunan yang telah dilaksanan ataupun program

kerja yang sedang dalam penyusunan (Roger, 2004).

Selain itu Negroponte (1995:227) menjelaskan tentang

keoptimisannya atas media baru yang mampu membuka peluang untuk

meningkatkan kebebasan individu dan harmoni sosial di tingkat global.

Maka tidak mengherankan menurut Baran (2010:23) apabila kehidupan

masyarakat saat ini tidak bisa terpisahkan oleh kehadiran teknologi media

komunikasi, karena media berpengaruh terhadap budaya khalayak dalam

beragam cara.

Disinilah perlunya peran pemerintah dalam mengatasi kesenjangan

digital masyarakat pedesaan untuk menuju masyarakat informasi. Faktor

32

dasar yang harus tersedia menurut Sharma dan Mochtar (2005) dalam

mengurangi kesenjangan digital dapat dianalogikan sebagai ketersediaan

software, hardware, dan service. Faktor-faktor ini antara lain: infrastruktur

TIK, akses informasi, promosi e-literacy pada masyarakat.

Menurut Mistry (2005) peran pemerintah dalam proses

pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat transformasi terdiri atas

dua hal antara lain: peran secara langsung dan peran secara tidak langsung.

Peran secara langsung berupa penerapan kebijakan dan inisiatif dalam

penyediaan sunber daya yang diperlukan masyarakat untuk memiliki akses

TIK. Sedangkan peran secara tidak langsung berwujud kebijakan dan

regulasi terbaik dengan untuk meningkatkan iklim investasi yang baik

untuk bisnis dan perekonomian masyarakat.

Berdasarkan berbagai konsep mengenai teknologi informasi dan

komunikasi di atas serta pemberdayaannya terhadap masyarakat desa,

maka penelitian ini akan memfokuskan permasalahan TIK dan

pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam kerangka konseptual.

G. Konsep Penelitian

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sarana dan prasarana TIK

adalah PLIK Nanggulan 2 yang berada di Kabupaten Kulon Progo. Kemudian

yang dimaksud sebagai masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang

bertempat tinggal di Desa Banyuroto Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon

Progo. Pemberdayaan masyarakat pedesaan yang dimaksud peneliti adalah

33

seluruh cara dan metode yang dilakukan oleh PLIK Nanggulan 2 untuk

memberdayakan masyarakat pedesaan melalui TIK.

Penelitian ini menggunakan teori dari Gigler yang dianggap mampu

untuk membedah dan menganalisis penelitian secara mendalam. Konsep ini

dipilih karena sesuai dengan penelitian yang dilakukan dan dapat mengukur

pemberdayaan masyarakat.

Bagan 1.1 Konsep Penelitian

Pemberdayaan

Masyarakat Desa melalui

TIK

Pemberdayaan Masyarakat

1. Informasi

2. Organisatoris

3. Pembangunan Sosial

4. Pembangunan

Ekonomi

5. Identitas Kebudayaan

PLIK

Nanggulan 2

Kulon Progo

34

Tabel 1.2 Operasionalisasi Konsep Penelitian

Konsep Makna Indikator

Informasi Pengetahuan yang diperoleh dari

hasil pembelajaran dan juga

pengalaman yang berupa kumpulan

pesan

- Ketersediaan akses TIK

dari pemerintah

- Kemampuan

menggunakan TIK

- Intensitas penggunaan

internet

Organisatoris Kemampuan sekelompok orang

dalam mengelola sebuah organisasi

dan bertujuan untuk mencapai cita -

cita bersama

- Sikap pemimpin

organisasi

- Koordinasi antar anggota

- Pembagian tugas antar

anggota

- Kegiatan rutin organisasi

- Administrasi organisasi

Pembangunan

Sosial

Proses yang dilakukan untuk

mengangkat masyarakat dari

keterbelakangan menuju

kesejahteraan sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan manusia dari

kebutuhan fisik dan sosial

- Bentuk kegiatan

pemberdayaan

- Konsistensi

- Evaluasi

Pembangunan

Ekonomi

Proses kenaikan pendapatan total

masyarakat dengan adanya

perubahan struktur ekonomi

masyarakat dan pemerataan

pendapatan bagi masyarakat

- Penjualan produk dan jasa

secara online

- Partisipasi masyarakat

untuk meningkatkan

produktifitas barang dan

jasa

Identitas

Kebudayaan

Ciri – ciri yang melekat pada suatu

masyarakat yang berasal dari

- Penyebaran informasi

mengenai budaya

35

persepsi, pengetahuan, dan perilaku

dari kelompok budaya tertentu

masyarakat

- Penyebaran informasi

mengenai potensi dan

kegiatan keseharian

masyarakat

Sumber : Diolah dari Gigler, 2004

H. Metodologi

a. Metode Penelitian

Penelitian ini dikaji dengan menggunakan paradigma

kontrukstivisme dengan menggunakan metodologi penelitian kualitatif.

Metode pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian studi kasus. Menurut Denzin dan Lincoln menyatakan

bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar

alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan

dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Adapun

Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai

prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata -

kata tertulis atau lisan dari orang - orang dan perilaku yang dapat

diamati.

Kemudian tipe penelitian ini adalah deskripsi kualitatif, dimana

peneliti mendiskripsikan hasil penelitian. Penelitian deskriptif sendiri

merupakan tipe penelitian konklusif yang memiliki tujuan utama

mendeskripsikan sesuatu, biasanya karakteristik atau fungsi pasar.

Dengan demikian, desain deskriptif membutuhkan spesifikasi yang

36

jelas dari siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan cara penelitian

(Maholtra, 2004:78).

Peneliti mengkonstruksi depth interview (wawancara

mendalam) terhadap subjek penelitian. Pemilihan tipe deskriptif

kualitatif dikarenakan untuk menggali dan menganalisis lebih tajam

suatu fenomena. Menurut Singarimbun, penelitian deskriptif biasa

dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan secara ketat. Ia mengontrol

juga hipotesa tetapi tidak akan diuji secara statistik. Selain itu ia

mempunyai dua tujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik

dan frekuensi kerjanya suatu aspek fenomena sosial. Tujuan kedua

adalah mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu

(Singarimbun dan Effendi, 1982 : 4).

b. Desain Penelitian

Denzin dan Lincoln (1994 : 236-237) menjelaskan tentang

beberapa karakteristik mengenai objek penelitian yang dapat dikaji

melalui studi kasus, antara lain:

1) Kasus tersebut spesifik bahkan memiliki fungsi yang spesifik

2) Kasus tersebut haruslah sebuah sistem yang terpadu

3) Perilakunya terpola (konsisten dan berurutan)

Berdasarkan karakteristik di atas, kasus pemberdayaan

masyarakat pedesaan melalui TIK merupakan kasus yang memiliki

fungsi spesifik. Fungsi spsesifik dari pemberdayaan masyarakat

37

pedesaan ini adalah untuk pemerataan akses informasi melalui TIK

baik sarana dan prasarananya. Kemudian PLIK sebagai media

penyedia layanan TIK juga memiliki sistem terpadu dengan perilaku

terpola yang memang telah dipersiapkan oleh Menkominfo dalam

pemerataan akses informasi melalui TIK.

PLIK Nanggulan 2 juga merupakan penerima penghargaan

sebagai PLIK dengan pengelolaan terbaik di tahun 2011, walaupun

PLIK tersebut dikelola secara mandiri dan perseorangan.

Dalam sebuah penelitian, pasti ada suatu hal yang menarik di

dalamnya. Menarik di sini tentu ada indikatornya, Stake (dalam

Denzin dan Lincoln 1994: 237-238) menyebutkan beberapa tipe studi

kasus:

1. Studi kasus intrinsik, berangkat dari keinginan peneliti

untuk lebih memahami suatu kasus tertentu.

2. Studi kasus instrumental, peneliti melakukan penelitian

untuk mengkaji sebuah isu atau teori.

3. Studi kasus kolektif, peneliti mengkaji perluasan satu kasus

ke kasus - kasus yang lain.

Dari ketiga tipe studi kasus tersebut penelitian ini lebih

merujuk pada penelitian studi kasus intrinsik yang berangkat dari

keinginan peneliti untuk memahami suatu kasus. Dalam hal ini,

kasus tersebut yaitu bagaimanakah pemberdayaan masyarakat

38

pedesaan melalui TIK yang difasilitasi oleh PLIK 2 Nanggulan.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non

probability sampling yang didasarkan pada pertimbangan subjektif

peneliti. Pertimbangan ini dibuat berdasarkan faktor biaya, waktu,

lokasi, informasi yang dibutuhkan.

Pemilihan PLIK Nanggulan 2 dipilih karena secara fisik

masih satu provinsi dengan peneliti yaitu Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta. Maka dari itu dipilihlah PLIK 2 Nanggulan sebagai

kasus yang akan diteliti dan dikaji lebih dalam.

I. Teknik Pengumpulan Data

Robert K. Yin menyebutkan mengenai data untuk kepentingan

studi kasus berasal dari enam sumber, antara lain : dokumentasi, rekaman

arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipasi, dan perangkat

fisik (K. Yin, 2004).

Akan tetapi dalam pelaksanaan penelitian ini, saya sebagai peneliti

akan menggunakan 3 sumber data saja, antara lain:

1. Studi pustaka dan dokumentasi

Peneliti mengumpulkan data yang terdokumentasi, baik dalam

bentuk teks maupun gambar. Data ini diolah untuk nantinya melengkapi

data yang sudah ada. Dokumentasi merupakan suatu teknik

pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber

informasi. Dokumen tersebut merupakan laporan tertulis dari suatu

39

kasus yang di dalamnya terdapat penjelasan dan pemikiran serta dengan

sengaja untuk disimpan atau diteruskan keterangan mengenai kasus

tersebut (Surakhmad, 1987).

2. Wawancara mendalam secara tatap muka

Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan

kepada responden secara langsung. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

secara langsung, mengenai pemberdayaan PLIK sendiri. Wawancara

perlu dilakukan agar data yang terkumpul lebih komprehensif.

3. Observasi lapangan

Peneliti melakukan pengamatan langsung kepada objek penelitian

yaitu PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo.

J. Teknik Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data

kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti akan melakukan teknik

analisis data dengan menguji trustworthiness terkait authenticity, dan

triangulation analisys. Trustworthiness yaitu menguji kebenaran dan

kejujuran subjek dalam mengungkapkan realitas. Hal ini mencakup dua hal:

(1) authenticity : yaitu dengan memperluas konstruksi personal yang dia

ungkapkan, (2) triangulation analisys : menganalisis jawaban subjek dengan

meneliti kebenarannya berdasarkan data empiris (Kriyantono, 2006 : 70).

Untuk menggali kejujuran subjek penelitian berdasarkan uji

trustworthiness tersebut peneliti melakukan authenticity yaitu dengan

40

memberikan kesempatan subjek penelitian mengungkapkan pengalaman dan

pengetahuan mereka. Dalam hal ini, peneliti memberikan kebebasan kepada

subjek penelitian untuk menjelaskan dan menceritakan segala hal terkait

dengan masalah dalam penelitian ini.

Kemudian peneliti melakukan triangulation analisys dengan

menganalisis pembicaraan dan mencocokkannya dengan data-data umum

yang ada. Pada tahapan ini, peneliti telah memiliki data – data awal yang telah

didapatkan sebelumnya, kemudian dikonfirmasikan kesesuaiannya dengan

fakta di lapangan.

Tahapan selanjutnya adalah melakukan intersubjectivity analisys yaitu

seluruh pendapat dari subjek penelitian didiskusikan dengan pendapat dari

subjek lainnya. Peneliti tidak hanya menggali data dari satu subjek penelitian,

akan tetapi terdapat beberapa subjek penelitian yang kemudian antara

pendapat satu dengan yang lainnya dikonfirmasikan sedemikian rupa untuk

mendapatkan data – data yang akurat.

K. Sistematika Penulisan

Bab I. Pendahuluan. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka

pemikiran, konsep penelitian, metodologi, desain penelitian, teknik

pengumpulan data, teknik analisis data, batasan penelitian.

Bab II. Objek Penelitian. Bab ini berisikan tentang gambaran umum

mengenai PLIK Nanggulan 2, Kulon Progo. Kemudian dijelaskan secara

41

mendalam terkait pendirian PLIK Nanggulan 2, sejarah pendirian dan proses

pendirian serta mekanisme kerja PLIK Nanggulan 2. Kemudian dijelaskan

pula terkait dengan sarana prasarana yang disediakan di PLIK Nanggulan 2.

Bab III. Hasil Penelitian. Berisikan pembahasan dan hasil penelitian

pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui TIK di PLIK Nanggulan 2 Kulon

Progo.

Bab IV. Penutup. Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari

penelitian.

L. Batasan Penelitian

Melihat fenomena pemberdayaan Pusat Layanan Internet Kecamatan

ini tentu ada batasan dalam penelitian dan penggalian informasi. Dalam

melihat objek penelitian saya memfokuskan Pusat Layanan Internet

Kecamatan yang ada di Yogyakarta yaitu PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo.

Seluruh kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan akses dan sarana PLIK

akan dilihat melalui kacamata pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui

TIK.