bab i pendahuluan a. latar belakang - tesis dan...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teknologi informasi dan komunikasi yang biasa disebut sebagai TIK
merupakan perpaduan antara teknologi komputer dan teknologi komunikasi
sebagai alat penyebaran informasi yang paling mutakhir di abad 20. TIK
kemudian juga menjadi salah satu pilar pembangungan pada era global saat ini.
Perkembangan TIK yang kemudian merujuk pada internet ini diharapkan
menjadi sebuah solusi permasalahan bangsa seperti kemiskinan, kebodohan,
ketertinggalan informasi, dan keterbelakangan dalam hal penemuan teknologi.
Harapan tersebut tentu saja akan dapat terlaksana, apabila masyarakat dapat
memanfaatkan dan memaksimalkan penggunaan TIK. Pemberdayaan masyarakat
melalui TIK tersebut yang akan menaikkan nilai diri, masyarakat, barang dan jasa
serta meningkatkan pengetahuan baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) serta informasi umum.
Dalam hal ini masyarakat membutuhkan akses dan infrastruktur internet
untuk memaksimalkan penggunaan TIK. Terkait hal tersebut, pada tahun 2011
pemerintah Indonesia meluncurkan sebuah program untuk penyediaan jasa
internet kepada desa-desa terpencil melalui program desa informasi. Program
Desa Informasi sendiri terbagi dalam beberapa sub program, diantaranya: Desa
Berdering (Desa Sambungan Telepon), Desa PINTER (Desa Punya Internet),
Radio Komunitas, Pemberdayaan Kelompok Informasi Masyarakat Perbatasan,
2
Media Center, Televisi Penerima Siaran Berlangganan, Media Pertunjukan
Rakyat, Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (M-PLIK), dan Pusat Layanan
Internet Kecamatan (PLIK).
Berbagai program menuju Desa Informasi ini telah difasilitasi secara
infrastruktur dan juga jaringan oleh Kemkominfo, salah satunya program Pusat
Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Program PLIK bertujuan sebagai penyedia
layanan informasi dan mengatasi kesenjangan digital (digital devide) pada daerah-
daerah perbatasan dan juga pedesaan. PLIK sendiri merupakan salah satu bagian
dari program USO (Universal Service Obligation) yang menyediakan akses
internet sehat, murah dan aman di ibukota kecamatan yang menjadi wilayah USO.
PLIK memiliki bentuk dan sarana prasarana seperti warnet (warung
internet) pada umumnya, akan tetapi dengan harga yang lebih murah dari warnet
biasa untuk per jam aksesnya. PLIK ditempatkan pada daerah kecamatan yang
memungkinkan untuk diberikan koneksi internet. Dalam satu lokasi PLIK
disediakan 5 komputer untuk konsumen dan 1 komputer sebagai server.
Pelayanan program ini terkait dengan partner kerjasama yang meliputi
perseorangan, badan usaha, dan juga Koperasi Unit Desa (KUD) yang berada di
daerah kecamatan. Partner kerjasama inilah yang kemudian menjalankan PLIK
sebagai warnet yang dikomersilkan kepada konsumen. Mulai dari pengelolaan,
pengembangan usaha ataupun infrastruktur, dan pemanfaatan warnet diserahkan
sepenuhnya pada partner kerjasama. Seluruh hasil dari pengelolaan warnet PLIK
3
ini sepenuhnya menjadi milik pengelola warnet dan dikembangkan oleh pengelola
warnet tersebut.
Salah satu warnet PLIK yang berada di Yogyakarta adalah PLIK
Nanggulan 2 yang berada di Desa Banyuroto, Nanggulan, Kulon Progo. PLIK ini
terletak di perbukitan daerah Kulon Progo yang jaraknya 30 km dari pusat kota
Yogyakarta. Dari 113 PLIK yang ada di Yogyakarta, PLIK Nanggulan 2 inilah
yang pernah meraih penghargaan USO Award sebagai salah satu pengelola PLIK
terbaik di Indonesia pada tahun 2011.
Setelah melihat bagaimana pemerintah memberikan pelayanan menuju
Desa Informasi, perlu digali mengenai pemanfaatan PLIK sendiri sebagai media
untuk mencari dan menyebarkan informasi yang sehat. Hal menarik yang menurut
saya sebagai peneliti adalah mengetahui tentang pemberdayaan masyarakat
pedesaan melalui akses dan sarana TIK pada program Pusat Layanan Internet
Kecamatan di PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo Yogyakarta.
B. Rumusan Masalah
Secara mendalam, fokus penelitian ini memberikan gambaran bahwa
permasalahan pokok yang perlu diteliti adalah : Bagaimanakah Pemberdayaan
Masyarakat Pedesaan Melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi pada
Program Pusat Layanan Internet Kecamatan di PLIK Nanggulan 2 Kulon
Progo Yogyakarta?
4
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini penulis susun guna memenuhi tugas akhir (tesis)
pascasarjana Ilmu Komunikasi. Lebih dari itu, berikut tujuan dilaksanakan
penelitian ini:
1. Untuk mengetahui lebih lanjut pemberdayaan masyarakat pedesaan yang
dilakukan oleh PLIK Nanggulan 2 melalui TIK
2. Untuk mengetahui cara apa saja yang dilakukan oleh PLIK Nanggulan 2
dalam memberdayakan masyarakat pedesaan melalui TIK?
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan
kegunaan dari penelitian tersebut. Manfaat dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat akademis
Secara akademik penelitian ini akan memberikan wawasan mengenai
Pusat Layanan Internet Kecamatan. Kemudian penelitian ini dapat
menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya terkait pemberdayaan
masyarakat pedesaan dan penggunaan internet serta TIK.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa internet
juga dapat digunakan sebagai media bisnis dan belajar.
b. Dapat dijadikan sebuah pertimbangan dalam mengelola
pelayanan internet terhadap masyarakat pedesaan.
5
E. Objek Penelitian
Berdasarkan fenomena yang telah dipaparkan, maka objek penelitian ini
adalah PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo Yogyakarta. Pengambilan sampling ini,
untuk merepresentasikan penggunaan internet di pedesaan (pelosok) yang banyak
dikunjungi oleh masyarakat sekitar. Sampel ini diharapkan dapat
merepresentasikan mengenai pengelola warnet PLIK yang menempatkan dirinya
sebagai seorang yang tidak hanya sebagai penyedia tetapi juga mengarahkan
masyarakat untuk dapat berbagi informasi melalui internet. Kemudian diharapkan
pula dapat merepresentasikan mengenai pengenalan penggunaan internet yang
baik pada masyarakat yang berada di pelosok, walaupun bersaing dengan warnet
konvensional yang ada.
F. Kerangka Pemikiran
1. Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) : Internet dan
Media Baru
Kementerian Negara Riset dan Teknologi menyebut TIK sebagai
bagian dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) secara umum
adalah semua teknologi yang berhubungan dengan pengambilan,
pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran dan
penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006).
Sedangkan menurut Rogers, TIK dijelaskan sebagai „the hardware
equipment, organizational structures, and social values by which
individuals collect, process, and exchange information with other
6
individuals’ (Rogers, 1986:2). TIK merupakan perangkat keras, struktur
organisasi, dan nilai sosial yang mengumpulkan individu, proses dan
pertukaran informasi dengan individu lainnya. Di sini menjelaskan bahwa
TIK adalah sebagai alat yang digunakan manusia untuk dapat saling
bertukar informasi yang di dalamnya terdapat struktur organisasi dan juga
nilai sosial.
Teknologi Komunikasi dan Informasi ini berkembang sangat pesat, hal
ini ditandai dengan banyaknya alat yang berbasis pada informasi maupun
komunikasi yang ada di masyarakat. Teknologi Informasi dan Komunikasi
sendiri lebih merujuk pada teknologi informasi yang kemudian
ditambahkan dengan teknologi komunikasi serta area broadcasting yang
meliputi internet dan peralatan elektronik lainnya (IDB, 2003).
Internet sendiri sangat terkait dengan sebuah kosakata baru yaitu new
media yang berbasis pada www (World Wide Web). New media atau biasa
disebut sebagai media baru merupakan sebuah istilah yang digunakan
untuk menyebut seluruh media massa yang terkait dengan media digital
dan elektronik.
Flichy memberikan sebuah pemaparan mengenai new media, bahwa
new media bukanlah sebuah medium tetapi sebuah sistem yang cenderung
menjadi sebuah kompleksitas masyarakat yang mengklaim untuk menjadi
penggandaan virtual (Flichy dalam Lievrouw & Livingstone, 2006 : 201).
7
New media merupakan sebuah sistem yang di dalamnya terdapat banyak
aktivitas komunikasi yang kompleks berbasis dunia maya (internet).
Menurut Wolton, media baru adalah media yang lahir dari gabungan
teknik informatika, telekomunikasi dan audio visual. Dan keseluruhannya
menyangkut dukungan melalui jaringan (komputer, terminal telepon, atau
televisi) (Wolton, 2007). Sedangkan menurut Mc Luhan, media baru
merupakan “anggur lama yang dikemas dalam botol baru”, media baru
membawa pesan-pesan yang telah dibawa oleh media lama. Hanya saja,
media baru telah mengalami kemajuan, konten-konten dan fasilitas baru
yang disediakan menjadi lebih familiar dan mudah diaplikasikan (
Livingstone, 2006 : 9).
Terkait dengan new media, terdapat perbedaan antara komunikasi
massa dan komunikasi digital. Berikut perbedaannya:
Tabel 1.1 Perbedaan Media Konvensional dan Media Digital
Perbedaan Media Konvensional Media Digital
Audiens Besar, heterogen, tidak
diketahui orangnya. Terbatas
berdasarkan letak geografis,
budaya dan politik. Pasif
dalam membaca, menonton,
dan mendengarkan
Terfragmentasi, homogen,
dapat diketahui orangnya,
tidak ada privasi. Batas-
batas geografis, budaya dan
politik dianggap kurang
penting. Audiens aktif
dalam konsumsi media
Umpan Balik Mekanisme umpan balik
penonton umumnya lambat.
Instan, semakin luas
melalui e-mail, forum
8
diskusi online.
Fungsi Pengawasan, hubungan,
transmisi budaya, hiburan,
pemasaran / periklanan,
mobilisasi.
Pengawasan, hubungan,
transmisi budaya, hiburan,
e-commerce, mobilisasi.
Program /
Ketersediaan
Isi
Jadwal dikendalikan dari
pusat. Seluruh isi media
didominasi oleh penyedia
konten.
Jadwal tidak dikendalikan
dari pusat. Program
berdasarkan permintaan
dari berbagai pihak.
Penyedia konten tidak
terlalu mendominasi,
konten bersifat dari many to
many.
Penyampaian
/ Penceritaan
Cerita yang linear dan statis
(hanya pada media cetak,
film atau pita magnetik) dan
dirancang untuk audiens
massa, kemampuan
berekspresi terbatas.
Linear dan non linear,
multimedia, interaktif dan
dinamis. Konten diciptakan
lebih seperti panduan untuk
pengetahuan, informasi,
hiburan, dan penemuan.
Distribusi
Saluran
Terpisah, analog, one to
many. Biasanya produk fisik.
Semakin konvergen, digital,
many to many. Produk
sering tidak fisik.
Sumber : Pavlik, 2004 : 26
Media baru, dalam hal ini sangat terkait dengan CMC (Computer
Mediated Communications). Jhon December mengurai CMC tersebut
menjadi:
a. Internet – based ; komunikasi dasar dalam media internet adalah
tahapan data yang dikonfirmasikan/disesuaikan dengan setting data
9
communicatons protocols. Artinya secara mekanistis jaringan komputer
membutuhkan protocols untuk dapat tersambung pada jaringan guna
pengiriman dan penerimaan pesan, yaitu TCP/IP (Transfer Control
Protocol)/ (internet protocols).
b. Computer ; istilah komputer dalam konteks internet CMC
didefinisikan sebagai penyedia platform (bentuk dasar) dalam
pengoperasian sistem dan aplikasi software untuk membantu jaringan data
dan pemakaian pengguna (user).
c. Mediated ; media perantara komunikasi dalam internet, meliputi
pengambilan pesan (message) ke dalam media atau encoding pesan ke
dalam elektromagnetik, atau bentuk optikal untuk penyimpanan dan
pengiriman pesan. Pesan dalam internet dikode, disimpan, dikirimkan
menyesuaikan aturan penerapan client – server dan TCP/IP protocols.
d. Communications ; Pada hakekatnya komunikasi melalui internet
adalah komunikasi antar manusia/insani melalui jaringan komputer
internet, sehingga bermacam komunikasi internet juga memerlukan
batasan-batasan yang digunakan dalam komunikasi manusia/insani itu
sendiri.
e. Integrasi ; Penawaran-penawaran dalam media internet mampu
mengakses berbagai aplikasi komunikasi seperti penggunaan program
windows yang terintegrasi untuk digunakan sebagai sarana e-mail, web-
client dan sebagainya. User / pengguna internet dapat membuat akses yang
10
memungkinkannya berkomunikasi dengan partner atau mencari informasi
yang luas tak terbatas. User / pengguna internet juga akan berhadapan
dengan berbagai konteks kultur dalam komunikasinya (John December
dalam Edwi Arif Sosiawan).
2. Perkembangan Internet dan Pertumbuhan Warnet di
Indonesia
Kemunculan internet pertama kali pada tahun 1969 ditandai
dengan adanya ARPANET yang merupakan proyek percobaan dari
Kementrian Pertahanan Amerika Serikat yang bernama DARPA
(Departement of Defense Advanced Research Project Agency). Tujuan
awal dari percobaan ini untuk mencari teknologi yang tepat yang dapat
menghubungkan peneliti dengan berbagai alat seperti sistem komputer dan
penyimpanan data yang pesat (Tracy LaQuey, 1997: 1-2).
Pada tahun 1980-an, ARPAnet terpecah menjadi dua jaringan,
yaitu ARPANET dan Milnet yang merupakan jaringan untuk militer.
Seiring perkembangan jaman, DARPA Internet lebih akrab disebut
sebagai internet. Perkembangan internet selanjutnya, banyak digunakan
dalam kepentingan akademis di beberapa perguruan tinggi seperti : UCLA,
University of California at Santa Barbara, University of Utah, dan
Stanford Research Institute. Layanan yang muncul selanjutnya adalah
dibukanya layanan Usenet dan Bitnet yang memungkinkan internet diakses
melalui Personal Computer (PC). Pada tahun 1982 diperkenalkan protokol
11
standar TCP/IP yang kemudian disusul dengan sistem DNS (Domain
Name Service) pada tahun 1984.
Perkembangan selanjutnya pada tahun 1986 muncullah National
Science Foundation Network (NSFNET). NSFNET sendiri merupakan
jaringan yang menghubungkan seluruh periset di berbagai negara dengan 5
buah komputer pusat. Kemunculan NSFNET inilah yang kemudian
menggatikan ARPANET sebagai jaringan riset utama di Amerika dan
resmi dibubarkan. Awal kemunculan internet hanya menawarkan layanan
berbasis teks meliputi : remote acces, email/messaging, ataupun diskusi
dalam newsgroup (Usenet). Pada tahun 1990 muncullah World Wide Web
yang dikembangkan oleh CERN (Laboratorium Fisika Partikel di Swiss)
yang dibuat oleh Tim Berners-Lee. Hingga akhirnya penggunaan internet
secara komersial dijalankan oleh perusahaan Pizza Hut dan First Virtual
(Internet Banking) pada tahun 1994.
Sementara itu, kita di Indonesia baru bisa menikmati layanan
internet komersial pada sekitar tahun 1994. Sebelumnya, beberapa
perguruan tinggi seperti Universitas Indonesia telah terlebih dahulu
tersambung dengan jaringan internet melalui gateway yang
menghubungkan universitas dengan network di luar negeri (Rohaya,
2008).
Perkembangan internet sejak tahun 90-an ini kemudian memicu
pertumbuhan bisnis internet yang dinamakan Internet Service Provider
12
(ISP) pada tahun 1995-an. ISP ini menyediakan akses internet dengan
bandwith antara 14.4 kbps – 28.8 kbps. Dari perkembangan internet
tersebut memicu pertumbuhan penyedia layanan internet, hingga pada
akhir tahun 1999 ISP yang beroperasi di Indonesia sekitar 55 perusahaan.
Akan tetapi terjadi lonjakan yang cukup signifikan ketika tahun 2001
jumlah ISP yang tercatat di Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia
(APJII) menembus 155 ISP. Perusahaan yang masih bersaing sejak 2002
hingga 2008 di Indonesia antara lain: LinkNet, TelkomNet, IndosatNet,
CBN, IndoNet, RadNet, Centrin Dnet, MegaNet dan Dnet. Dari jumlah
pelanggan di Indonesia ini lebih dari 20% menggunakan ISP Telkomnet
milik PT Telkom dengan pertumbuhan pengguna yang relatif stabil yaitu
25% per tahun dan cenderung berbanding lurus dengan pertumbuhan
penduduk Indonesia (Sumarlin, 2008).
Warung Internet atau yang biasa disebut sebagai warnet merupakan
tempat yang menyediakan akses infrastruktur dengan berbagai koneksi dan
komputer sebagai perangkat akses sehingga pengguna bisa mengakses
internet dengan biaya yang lebih murah (Ahmadjayadi, 2007).
Perkembangan warnet di Yogyakarta sendiri ketika tahun 2007
mencapai 270 buah, hingga pada pertengahan 2008 diperkirakan sudah
berada pada kisaran 500 buah. Jumlah ini meningkat pesat dengan asumsi
bahwa selain bertambahnya warnet juga banyak tersedia fasilitas hotspot
di hotel berbintang, kafe-kafe, mall, kampus besar, sekolah terkemuka,
13
instansi pemerintahan, dan lembaga swasta yang tergolong maju
(Darmanto, 2008).
3. Pusat Layanan Internet Kecamatan di Yogyakarta
Berdasarkan ketentuan Universal Service Obligation (USO) /
Kewajiban Pelayanan Universal, setiap negara di seluruh dunia yang
tergabung dalam International Telecommunication Union (ITU) wajib
dalam penyediaan sektor telekomunikasi. Untuk Indonesia sendiri bidang
telekomunikasi dikelola oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi
yang berupaya untuk mengembangkan Teknologi Infomasi dan
Komunikasi secara nasional. Aspek-aspek yang meliputinya antara lain:
pembangunan, pengembangan, pemberdayaan, dan juga pengawasan
seluruh material yang terkait dengan pos, telematika, dan TIK.
Hal ini juga sebagai wujud pelaksanaan dari hasil kesepakatan
ITU-D (Development) yang dimuat dalam Deklarasi Genewa 2003,
Deklarasi Tokyo, dan Deklarasi Tunisia pada tahun 2005. Di dalamnya
dimuat mengenai merealisasikan ketersediaan akses layanan telepon dan
juga internet di wilayah Asia Pasifik. Deklarasi ini juga menjadi sebuah
penyemangat untuk mewujudkan pemerataan akses layanan
telekomunikasi (telepon dan internet) di berbagai wilayah, perkotaan
hingga pedesaan.
Perwujudan USO di Indonesia kemudian diatur dalam Peraturan
Menteri Kominfo RI No.32/PER/M.KOMINFO/10/2008 tentang Wilayah
14
Pelayanan Universal Telekomunikasi (WPUT) kemudian beban Kontribusi
Kewajiban Pelayanan Universal (KPPU) Telekomunikasi adalah
terwujudnya ketersediaan telekomunikasi pedesaan untuk daerah pelosok
di seluruh Indonesia. Tujuannya tak lain adalah terjalinnya akses
komunikasi di daerah terpencil, perbatasan dan juga daerah yang belum
berkembang secara ekonomis.
Tujuan jangka panjang dari implementasi USO ini adalah
terwujudnya desa yang berbasis teknologi informasi dan juga komunikasi
yang disebut sebagai Desa Informasi pada tahun 2025. Dasar hukum dari
Desa Informasi ini termuat dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun
2010 Tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta
Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara,
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 17/PER/10/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Komunikasi dan
Informatika, dan Instruksi Menteri Nomor
01/INST/M.KOMINFO/03/2011 tentang Pembentukan Desa Informasi di
wilayah perbatasan Indonesia dengan negara tetangga.
Desa Informasi ini sebagai suatu program untuk menghilangkan
kesenjangan informasi di daerah perbatasan, terpencil, dan terluar, juga
sebagai suatu cara untuk meningkatkan ketahanan informasi dalam
kerangka NKRI. Tujuan lainnya untuk peningkatan pola pengembangan
dan pemberdayaan masyarakat di bidang informasi dan komunikasi.
15
Sebagai hasil akhirnya, sebagai tempat partisipasi masyarakat dalam
pelaksanaan pembangungan yang menguatkan peranan kelompok-
kelompok masyarakat yang bergerak dalan bidang informasi dan
komunikasi.
Salah satu bentuk perwujudan dari desa informasi adalah
diluncurkannya program Layanan Internet Kecamatan (PLIK). Program ini
dimulai sejak 2010 dengan target pemasangan 5.748 dan realisasinya
menjadi 5.897 PLIK yang terpasang di seluruh Indonesia (berdasarkan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kementerian
Informasi dan Komunikasi 2011).
Penyelenggara Jasa Akses Internet (Internet Service Provider)
yang disebut juga sebagai ISP merupakan penyelenggara jasa multimedia
yang menyelenggarakan jasa akses internet kepada masyarakat. Ada empat
penyelenggara layanan PLIK di Indonesia antara lain: PT. Aplikanusa
Lintasarta, PT. Telekomunikasi Indonesia, PT. Sarana Insan Muda Selaras,
dan PT. Jastrindo Dinamika. Pihak penyedia layanan PLIK sendiri
mengelola dua sumber daya yaitu sumber daya jaringan dan sumber daya
layanan. Sumber daya jaringan terdapat beberapa hal : backbone jaringan
utama, jaringan distribusi dan akses, bandwith, IP, frekuensi. Sedangkan
untuk sumber daya layanan yang dikelola yaitu intranet, aplikasi sistem
informasi, konten, internet, komunikasi dan kolaborasi, server/data centre.
16
Dalam penyelenggaraan PLIK ini, setiap PLIK memiliki
standarisasi perangkat lunak maupun perangkat keras yang disediakan
dalam warnet PLIK. Perangkat lunak antara lain : sistem operasi, sistem
monitoring dan manajemen infrastruktur SIMMLIK, dan distribusi konten.
Sedangkan perangkat keras yang disediakan, antara lain: server, storage
dan perangkat pendukungnya, perangkat jaringan, Network Operation
Centre, perangkat pusat data (data center), dan cadangan catu daya.
Untuk penyedia layanan dan koneksi untuk wilayah Yogyakarta
dan Jawa Tengah oleh PT. SIMS (Sarana Insan Muda Selaras), dalam hal
ini lebih pada pengelolaan sumber daya jaringan dan juga sumber daya
layanan. Media koneksi yang disediakan antara lain kabel broadband
(DSL, HFC) dan Broadband Wireless Akses. Di Yogyakarta sendiri target
pemasangan yaitu pada 113 lokasi dan seluruhnya telah terealisasi. Untuk
daerah Bantul terdapat 26 PLIK, di daerah Gunung Kidul 32 PLIK,
kabupaten Kulon Progo 23 PLIK, dan daerah Sleman terdapat 32 PLIK.
Pemilihan penempatan PLIK sendiri berdasarkan survei yaitu lokasi yang
memungkinkan diberikan koneksi internet.
4. Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan melalui TIK
Ketersediaan teknologi komunikasi dan informasi yang telah
disediakan pemerintah melalui PLIK, memberikan implikasi pada
ketersediaan sumber informasi yang mendukung dalam pengembangan
keilmuan maupun pengetahuan. Seperti yang telah diketahui bersama,
17
bahwa keberadaan internet membuat ruang semakin sempit dan jarak
semakin dekat. Keberadaan PLIK ini membuat daerah tertinggal, terpencil,
pedesaan, mendapatkan penetrasi yang sama dengan daerah kota di bidang
ketersediaan sarana internet dan dengan harga yang lebih terjangkau.
Dalam Alternative Evaluation Framework, pemberdayaan
masyarakat melalui TIK yang disajikan oleh Gigler (2004 : 12)
menekankan bahwa pemberdayaan adalah sebuah hal yang dinamis.
Pemberdayaan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan
memerlukan pendekatan holistik, dimana kontekstual yang dilakukan
melalui sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sejarah tertentu. Selain itu
disarankan bahwa pemberdayaan dibagi menjadi dua aspek, yaitu aspek
individu dan aspek masyarakat.
Gigler membagi 2 aspek kemampuan manusia, terkait
pemberdayaan melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi :
1. Dimensi pemberdayaan individu
Dalam dimensi individu ini terbagi atas enam dimensi, antara lain :
informasional, psikologis, sosial, ekonomi, politik, dan budaya (Gigler,
2004 : 15). Dari keenam dimensi tersebut menghasilkan keluaran berupa
kemampuan peningkatan informasi dan penguatan kemampuan manusia
dalam bidang TIK.
Dalam dimensi informasional bertujuan untuk meningkatkan akses
informasi dan kemampuan informasional. Hasil yang ingin dicapai dari
18
dimensi ini antara lain: peningkatan kapasitas penggunaan bentuk berbeda
dari TIK, meningkatkan literasi informasi, meningkatkan kapasitas untuk
memproduksi dan mempublikasikan konten lokal, meningkatkan
kemampuan untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga dan teman-
teman di luar negeri.
Dimensi psikologis bertujuan untuk mendukung proses refleksi diri
dan kapasitas pemecahan masalah. Hasil yang ingin dicapai berupa
penguatan harga diri, peningkatan kemampuan untuk menganalisis situasi
pribadi dan pemecahan masalah, penguatan kemampuan untuk
mempengaruhi pilihan strategi hidup, sensitivitas dari masukan dunia
modern.
Dimensi sosial lebih brtujuan untuk menguatkan sumber daya
manusia seperti skill, pengetahuan, kemampuan untuk bekerja dan
kesehatan yang terjamin. Hasil yang ingin dicapai dari dimensi ini adalah
peningkatan literasi TIK dan kemampuan teknologi, peningkatan
kemampuan kepemimpinan, peningkatan kemampuan manajemen
program.
Dalam dimensi ekonomi terdapat tujuan yaitu untuk meningkatkan
kapasitas masyarakat berinteraksi dengan pasar. Indikator dari
keberhasilan dimensi ini ditandai dengan peningkatan akses terhadap
pasar, peningkatan kemampuan kewirausahaan, adanya sumber alternatif
dalam penghasilan, produktifitas kekuatan aset, peningkatan kesempatan
19
kerja, peningkatan penghasilan menyeluruh dengan tiga cara : transaksi
dengan biaya murah, mengurangi barang-barang transportasi,
meningkatkan ketepatan waktu penjualan.
Dimensi politik lebih bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam proses pembuatan keputusan dalam level komunitas dan
sistem politik. Sedangkan indikator keberhasilan ditandai dengan
peningkatan akses kepada informasi dan pelayanan pemerintah (e-
goverment), peningkatan kesadaran mengenai isu-isu politik, peningkatan
kemampuan untuk berinteraksi dengan pemerintah lokal.
Dimensi terakhir yaitu politik bertujuan untuk menguatkan
identitas budaya masyarakat. Dalam hal ini indikator keberhasilannya
ditandai dengan penggunaan TIK sebagai bentuk dari ekspresi budaya
(desain web dll), meningkatnya kesadaran dari indentitas budaya sendiri.
2. Dimensi pemberdayaan masyarakat
Dalam dimensi pemberdayaan masyarakat ini Gigler juga
menyebutnya sebagai pemberdayaan berbasis komunitas. Di dalamnya
terdapat enam sub bagian dimensi, antara lain : informasional, sosial,
ekonomi, politik, organisasi, dan kebudayaan (Gigler, 2004 : 18).
Dimensi pertama. Konsep informasional yang bertujuan ntuk
meningkatkan akses ke informasi dan kemampuan informasi. Indikator
keberhasilannya ditandai dengan penguatan sistem informasi tradisional,
perbaikan arus informasi dalam masyarakat, pertukaran pengetahuan
20
secara horisontal dengan masyarakat lain, pertukaran pengetahuan secara
vertikal dengan negara, pemerintah, atau pemangku kepentingan lainnya.
Dimensi kedua. Konsep organisasional yang bertujuan untuk
memperkuat kemampuan berorganisasi. Indikator keberhasilan diukur
dengan seleksi kepemimpinan yang transparan, peningkatan efisiensi,
peningkatan arus informasi, koordinasi antar organisasi, penguatan
organisasi dengan jaringan lainnya.
Dimensi ketiga. Konsep pembangunan sosial yang bertujuan untuk
meningkatkan akses terhadap layanan sosial dasar. Dimensi ini dapat
diukur dengan peningkatan pendidikan akses formal dan non formal (e-
learning), peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan (peningkatan
pengetahuan tentang kesehatan dan obat tradisional), peningkatan
pengetahuan dan akses sosial terhadap program pemerintah (pelayanan e-
goverment).
Dimensi keempat. Pembangunan perekonomian bertujuan untuk
mempromosikan peluang ekonomi. Hal ini ditandai dengan peningkatan
akses ke pasar dan komersialisasi produk, peningkatan kegiatan produktif
melalui peningkatan pengetahuan (pengetahuan praktek pertanian),
peningkatan kapasitas sumber daya dari donor luar, peningkatan akses
pengiriman uang dengan meningkatkan komunikasi dengan tenaga luar
negeri.
21
Dimensi kelima. Partisipasi politik bertujuan untuk : (a)
meningkatkan partisipasi dalam sistem politik, (b) meningkatkan
transparansi dalam masyarakat, (c) meningkatkan partisipasi dalam sistem
politik. Indikator keberhasilan dari dimensi ini antara lain: peningkatan
'suara' dan partisipasi dalam proses pembangunan, peningkatan
transparansi politik lembaga (e-government), peningkatan kekuatan
pengambilan keputusan dalam proses politik, koordinasi kegiatan politik
untuk meningkatkan transparansi informasi dalam masyarakat, partisipasi
langsung dalam kebijakan pemerintah/pemangku kepentingan lainnya.
Dimensi keenam. Identitas budaya yang bertujuan untuk
memperkuat identitas budaya masyarakat. Hal ini diukur dengan adanya
penguatan bahasa pribumi, penguatan kearifan lokal, peningkatan
penyebaran budaya masyarakat itu sendiri.
a. Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan dalam Perspektif
Komunikasi Pembangunan
Komunikasi merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang
untuk menyatakan segala sesuatu tentang dirinya kepada orang lain.
Manusia tidak dapat hidup tanpa berkomunikasi. Komunikasi sendiri
menurut Rudolph F. Verdeber memiliki dua fungsi. Pertama, fungsi
sosial, yakni tujuan kesenangan, untuk memelihara hubungan. Kedua,
fungsi pengambilan keputusan, yakni memutuskan untuk melakukan
atau tidak melakukan sesuatu saat tertentu (Mulyana, 2005 : 4).
22
Sedangkan menurut Effendy, komunikasi merupakan proses
penyampaian pesan ke pihak lain yang bertujuan menyamakan persepsi
dan tanggapan yang sedang dibicarakan. “Istilah komunikasi atau dalam
bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan
bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama di sini
maksudnya adalah sama makna” (Effendy,1990 : 9).
Dalam ilmu komunikasi terdapat sub bagian ilmu yang
menjelaskan mengenai konsep komunikasi pembangunan. Komunikasi
pembangunan dimaknai sebagai proses penyebaran pesan oleh seseorang
atau sekelompok orang kepada khalayak guna mengubah sikap,
pendapat, dan perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan
lahiriah dan kepuasan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan
secara merata oleh seluruh rakyat (Effendy, 1990 : 92).
Rogers memberikan sebuah pemahaman bahwa pembangunan
adalah suatu proses perubahan sosial yang bersifat partisipatori secara
luas untuk memajukan keadaan sosial dan kebendaan termasuk keadilan
yang lebih besar, kebebasan dan kualitas yang dinilai tinggi yang
lainnya, bagi mayoritas masyarakat melalui perolehan mereka akan
kontrol yang lebih besar terhadap lingkungannya (Rogers dalam
Nasution, 2001 : 82).
Konsep komunikasi pembangunan ini tidak hanya terjadi dalam
skala kecil dan lokalitas daerah saja, melainkan ada tujuan lainnya yang
23
merupakan agenda pembangunan nasional. Tentu saja tujuan utama
dalam pembangunan nasional dilaksanakan secara bertahap. Dalam hal
ini Tjokroamidjojo menjelaskan bahwa pembagunan nasional
merupakan:
a. Proses pembangunan berbagai bidang kehidupan, baik sosial,
ekonomi, politik dan lainnya
b. Proses perubahan sosial yang merupakan proses perubahan
masyarakat dalam berbagai kehidupannya ke arah yang lebih
baik, lebih maju, dan lebih adil
c. Proses pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat atau
adanya partisipai aktif masyarakat (Tjokroamidjojo, 1995 : 8).
Tentu saja dalam meraih pembangunan nasional perlu
dikembangkan mengenai pembangunan daerah. Dalam konteks ini,
pembangunan daerah yang dimaksud adalah pembangunan masyarakat di
pedesaan. Salah satu cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
kehidupan masyarakat pedesaan ke arah yang lebih baik adalah dengan
pemberdayaan masyarakat. Karena di dalamnya terdapat partisipasi
masyarakat dalam mensukseskan agenda pembangunan nasional.
Secara etimologis, Sulistiyani menyatakan bahwa pemberdayaan
sendiri berasal dari kata dasar „daya‟ yang diartikan sebagai kekuatan
atau kemampuan (Sulistiyani, 2004). Pemberdayaan sendiri diartikan
sebagai aktivitas reflektif yaitu suatu proses yang mampu diinisiasikan
24
dan dipertahankan hanya oleh agen atau subjek yang mencari kekuatan
atau penentuan diri sendiri (self-determination). Sementara proses
lainnya hanya dengan memberikan iklim, hubungan, sumber-sumber dan
alat-alat prosedural yang melaluinya masyarakat dapat meningkatkan
kehidupannya (Simon, 1990 : 27 : 39).
McArdle memberikan pemahaman agak berbeda dengan Simon,
bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses pengambilan keputusan
oleh orang-orang yang nantinya akan menjalankan keputusan tersebut
secara konsekuen. Pemberdayaan ini lebih menekankan bukan pada
tujuan utama akan tetapi lebih kepada orientasi pengambilan keputusan
(McArdle, 1989).
Proses pemberdayaan ini dilakukan oleh agen yang memiliki
kemampuan untuk menggerakkan objek yang hendak diberdayakan
(masyarakat pedesaan) dengan menggunakan lingkungan sosial maupun
fisik. Kegiatan yang dilakukan dalam pemberdayaan juga bukan
merupakan sesuatu yang dipaksakan, akan tetapi lebih kepada
memunculkan potensi – potensi yang ada dalam objek yang
diberdayakan. Tujuan kolektif terkait kemandirian karena telah
diberdayakan tidak terlalu penting lagi. Dalam memunculkan potensi –
potensi dalam masyarakat pedesaan ini tidak terpaku mengenai tujuan
utama dalam pemberdayaan masyarakat, akan tetapi lebih kepada proses
25
pengambilan keputusan untuk memilih diberdayakan atau tidak
diberdayakan.
Keberdayaan masyarakat sendiri ditandai dengan adanya
kemandirian yang diperoleh dari proses pemberdayaan masyarakat
(Sumodiningrat, 2000). Di sinilah peran seorang agen ataupun fasilitator
untuk melakukan proses pemberdayaan masyarakat. Fasilitator
merupakan peran agen dalam pemberdayaan yang memiliki tugas pokok
untuk menyebarkan pikiran dan ide sehingga mampu untuk
mempengaruhi kehidupan kultural dan intelektual masyarakat. Fasilitator
melakukan langkah inovatif dan terorganisir untuk mengarahkan
masyarakat yang kemampuannya masih lemah agar lebih berdaya dan
akhirnya mampu memperkuat kesejahteraannya (Wirhatnolo dkk, 2007 :
202).
Hal ini pula yang ditekankan Hikmat dalam memberdayakan
masyarakat. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diarahkan sebagai
upaya untuk mendorong dan memobilisasi sumber - sumber sosial
sehingga masyarakat dapat menyatakan kebutuhannya, menyampaikan
pendapatnya dan dapat menggali serta memanfaatkan sumber-sumber
lokal yang tersedia. Dengan demikian masyarakat dapat terlibat aktif
dalam penanganan masalah mulai dari identifikasi masalah sampai
dengan menikmati hasilnya. Pengertian masyarakat (society) mengacu
kepada sekelompok orang yang belajar hidup dan bekerja bersama. Dari
26
sudut pandangan sistem, masyarakat merupakan suatu „holon‟. Holon
sendiri merupakan suatu konsep yang menyatakan bahwa sistem dapat
dipandang sebagai unit yang berdiri sendiri, tetapi juga sekaligus dapat
dipandang sebagai bagian dari sistem yang lebih besar atau sebagai sub
sistem (Hikmat, 2001 : 162-163).
Dalam hal ini upaya pemberdayaan yang dapat dilakukan oleh
fasilitator dalam pemberdayaan masyarakat dikelompokkan menjadi dua
upaya besar yaitu (Simanjuntak, 2011 : 4-5):
1. Membangun persepsi positif terhadap manfaat TIK
a. Merubah paradigma maupun pola pikir masyarakat di era globalisasi
ini yang bermuara pada tingginya nilai informasi sebagai sebuah faktor
produksi penting maupun bahan baku dari pengetahuan yang
berkualitas.
b. Membawa masyarakat dengan kesadaran penuh untuk menggunakan
TIK karena kemampuannya untuk memuaskan informasi yang menjadi
kebutuhan masyarakat.
c. Jika teknologi baru merupakan upgrade dari cara tradisional/teknologi
lama maka melakukan upaya penjelasan bahwa cara
tradisional/teknologi lama sudah tidak dapat memenuhi/mempercepat
pencapaian kebutuhan. Selanjutnya dilakukan penjelasan tentang
posisi dan manfaat teknologi baru yang sebaiknya dilengkapi dengan
demonstrasi teknologi.
27
d. Jika teknologi baru merupakan teknologi yang pertama kali akan
diadopsi maka perlu upaya menjelaskan akan manfaat teknologi baru
ke pengguna dan melengkapi dengan demonstrasi.
2. Upaya untuk membangun persepsi positif terhadap kemudahan /
kesenangan menggunakan TIK
a. Jika masyarakat merasa kesulitan menggunakan TIK maka perlu
upaya pelatihan penggunaan TIK yang intensif dan menghadirkan TIK
berdasarkan model aplikasi yang telah dipahami oleh pengguna.
Contoh paling mudah adalah menghadirkan komputer dengan fasilitas
aplikasi yang dilengkapi game dan masyarakat dibiarkan berinteraksi
dengan komputer tersebut sampai batas waktu tertentu sampai
pengguna merasa familiar dengan komputer.
b. Jika masyarakat merasa reputasi TIK kurang baik maka perlu upaya
menghadirkan TIK ke masyarakat dan memperbolehkan pengguna
untuk berinteraksi dengan TIK tersebut.
c. Jika masyarakat merasa kurangnya mekanisme dukungan dan layanan
maka perlu upaya menyediakan team support yang dapat membantu
setiap saat serta menyediakan layanan TIK.
b. Dari Masyarakat Pedesaan Menuju Masyarakat Informasi
Menurut Ferdinand Tonnies (dalam Soemardjan, 1965), Desa
dimaknai sebagai tempat tinggal suatu masyarakat yang bersifat
gemeinschaft, yaitu adanya saling keterikatan perasaan dan persatuan yang
28
erat. Sedangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2005 Tentang Desa menjelaskan bahwa desa merupakan
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas – batas wilayah yang
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.
Dalam desa juga terdapat penduduk yang mendiami desa tersebut,
yang disebut sebagai masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan ini lebih
mengutamakan hubungan pribadinya antara warganya. Hal ini dimaknai
bahwa masyarakat pedesaan rata – rata saling mengenal bahkan tak jarang
hubungan antar masyarakat adalah ikatan kekerabatan suatu keluarga yang
membentuk masyarakat gemeinschaft (Utomo dalam Soekanto, 1993).
Masyarakat pedesaan di atas yang diidentikkan lebih menggunakan
komunikasi oral dan mengandalkan kedekatan letak geografis maupun
kedekatan kekerabatan tentu saja sangat jauh berbeda dengan konsep
masyarakat informasi. Masyarakat informasi sendiri menurut Abrar
diartikan sebagai masyarakat yang menjadikan informasi sebagai
komoditas ekonomi yang sangat berharga, berhubungan dengan
masyarakat lain dalam sistem komunikasi global, dan mengakses
informasi super highway (Abrar, 2003).
Sedangkan menurut Polyviou, masyarakat informasi merupakan
masyarakat yang ditandai dengan tingginya tingkat intensitas informasi
dalam keseharian sebagaian besar warganya dalam banyak organisasi dan
tempat kerja, dengan menggunakan teknologi yang sama atau yang
29
kompatibel untuk kepentingan pribadi, sosial pendidikan, dan kegiatan
usaha dengan kemampuan untuk mengirim dan menerima data digital
secara cepat antara tempat-tempat terlepas dari jarak (Polyviou, 2007).
Dalam hal ini, masyarakat informasi akan menggunakan informasi
dalam keterlibatannya pada proses pembangunan sebagai pengambil
keputusan yang baik untuk dirinya sendiri. Masyarakat informasi ini
bertindak secara kritis dalam upaya memperbaiki keadaan dan mengatasi
masalah serta mampu terlibat dalam proses - proses sosial politik.
Termasuk di dalamnya pengambilan keputusan publik yang dilakukan
komunitasnya (Kadiman, 2006).
Tentu saja terdapat kesenjangan antara masyarakat pedesaan dan
masyarakat informasi. Terutama terkait dengan kesenjangan digital yang
merupakan sarana penting dalam memacu masyarakat pedesaan ke arah
masyarakat informasi. Masalah kesenjangan digital pada masyarakat
pedesaan ini antara lain (Budi Raharjo dalam Ratnasari, 2008 : 21) : (a)
Kesulitan akses baik itu secara insfrastruktur listrik, telekomunikasi
maupun perangkat, (b) Kurangnya skill baik Sumber Daya Manusia
ataupun komunitas, (c) Kurangnya isi materi dan konten, (d) Kurangnya
(tidak adanya) insentif dari pemerintah.
Teknologi Informasi dan Komunikasi yang diterapkan pada
masyarakat pedesaan tersebut tentu saja akan memberikan beberapa
dampak (Harmoko, 1992) :
30
a. Berkembangnya gaya hidup canggih, antara lain kerja jarak
jauh, berbelanja jarak jauh dan belajar jarak jauh
b. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang
terdiri dari sejumlah suku bangsa dengan latar belakang
kebudayaan, agama/kepercayaan dan sejarah yang berbeda.
Masyarakat pedesaan tentu akan mengalami pergeseran nilai
secara cepat
c. Pertambahan penduduk yang menuntut pertambahan sarana
hidup
Masyarakat pedesaan yang bertransisi menuju masyarakat
informasi ini akan mengalami proses digitalisasi dan merubah aspek –
aspek nilai yang berada dalam masyarakat. Bahkan dalam hal ini Rogers
(1986 : 163) juga memberikan beberapa poin mengenai dampak dari
perkembangan teknologi. Antara lain:
a. Dampak yang diinginkan dan tidak diinginkan. Istilah
diinginkan dan tidak diinginkan ini setara dengan positif dan
negatif
b. Dampak langsung dan tidak langsung
c. Mengantisipasi dampak yang tak terduga
Akan tetapi dampak tersebut merupakan sebuah resiko dalam
mewujudkan masyarakat informasi. Dari sisi kemajuannya, aplikasi TIK
pada masyarakat pedesaan memberikan beberapa dampak positif. Yang
31
pertama, bahwa kemajuan di bidang TIK tersebut dapat meningkatkan
kehidupan sebagian masyarakat. Kedua, TIK dapat dieksploitasi oleh
negara – negara berkembang seperti Indonesia untuk mendapatkan akses
ke pasar dunia dan masyarakat desa dapat memanfaatkannya untuk
menciptakan lowongan kerja dan memasarkan produk mereka secara
efektif (Dilla, 2007).
Dampak positif tersebut diperkuat dengan fakta bahwa TIK telah
terbukti berhasil secara efektif membantu meningkatkan kualitas hidup
masyarakat di beberapa negara berkembang, antara lain: Peru, Kepualauan
Solon, Zimbabwe, dan India. Hal ini menunjukkan bahwa TIK merupakan
alat yang paling efektif digunakan sebagai alat pembangunan, menunjang
strategi - strategi pembangunan yang telah dilaksanan ataupun program
kerja yang sedang dalam penyusunan (Roger, 2004).
Selain itu Negroponte (1995:227) menjelaskan tentang
keoptimisannya atas media baru yang mampu membuka peluang untuk
meningkatkan kebebasan individu dan harmoni sosial di tingkat global.
Maka tidak mengherankan menurut Baran (2010:23) apabila kehidupan
masyarakat saat ini tidak bisa terpisahkan oleh kehadiran teknologi media
komunikasi, karena media berpengaruh terhadap budaya khalayak dalam
beragam cara.
Disinilah perlunya peran pemerintah dalam mengatasi kesenjangan
digital masyarakat pedesaan untuk menuju masyarakat informasi. Faktor
32
dasar yang harus tersedia menurut Sharma dan Mochtar (2005) dalam
mengurangi kesenjangan digital dapat dianalogikan sebagai ketersediaan
software, hardware, dan service. Faktor-faktor ini antara lain: infrastruktur
TIK, akses informasi, promosi e-literacy pada masyarakat.
Menurut Mistry (2005) peran pemerintah dalam proses
pemberdayaan masyarakat menuju masyarakat transformasi terdiri atas
dua hal antara lain: peran secara langsung dan peran secara tidak langsung.
Peran secara langsung berupa penerapan kebijakan dan inisiatif dalam
penyediaan sunber daya yang diperlukan masyarakat untuk memiliki akses
TIK. Sedangkan peran secara tidak langsung berwujud kebijakan dan
regulasi terbaik dengan untuk meningkatkan iklim investasi yang baik
untuk bisnis dan perekonomian masyarakat.
Berdasarkan berbagai konsep mengenai teknologi informasi dan
komunikasi di atas serta pemberdayaannya terhadap masyarakat desa,
maka penelitian ini akan memfokuskan permasalahan TIK dan
pemberdayaan masyarakat pedesaan dalam kerangka konseptual.
G. Konsep Penelitian
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sarana dan prasarana TIK
adalah PLIK Nanggulan 2 yang berada di Kabupaten Kulon Progo. Kemudian
yang dimaksud sebagai masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang
bertempat tinggal di Desa Banyuroto Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon
Progo. Pemberdayaan masyarakat pedesaan yang dimaksud peneliti adalah
33
seluruh cara dan metode yang dilakukan oleh PLIK Nanggulan 2 untuk
memberdayakan masyarakat pedesaan melalui TIK.
Penelitian ini menggunakan teori dari Gigler yang dianggap mampu
untuk membedah dan menganalisis penelitian secara mendalam. Konsep ini
dipilih karena sesuai dengan penelitian yang dilakukan dan dapat mengukur
pemberdayaan masyarakat.
Bagan 1.1 Konsep Penelitian
Pemberdayaan
Masyarakat Desa melalui
TIK
Pemberdayaan Masyarakat
1. Informasi
2. Organisatoris
3. Pembangunan Sosial
4. Pembangunan
Ekonomi
5. Identitas Kebudayaan
PLIK
Nanggulan 2
Kulon Progo
34
Tabel 1.2 Operasionalisasi Konsep Penelitian
Konsep Makna Indikator
Informasi Pengetahuan yang diperoleh dari
hasil pembelajaran dan juga
pengalaman yang berupa kumpulan
pesan
- Ketersediaan akses TIK
dari pemerintah
- Kemampuan
menggunakan TIK
- Intensitas penggunaan
internet
Organisatoris Kemampuan sekelompok orang
dalam mengelola sebuah organisasi
dan bertujuan untuk mencapai cita -
cita bersama
- Sikap pemimpin
organisasi
- Koordinasi antar anggota
- Pembagian tugas antar
anggota
- Kegiatan rutin organisasi
- Administrasi organisasi
Pembangunan
Sosial
Proses yang dilakukan untuk
mengangkat masyarakat dari
keterbelakangan menuju
kesejahteraan sebagai upaya
pemenuhan kebutuhan manusia dari
kebutuhan fisik dan sosial
- Bentuk kegiatan
pemberdayaan
- Konsistensi
- Evaluasi
Pembangunan
Ekonomi
Proses kenaikan pendapatan total
masyarakat dengan adanya
perubahan struktur ekonomi
masyarakat dan pemerataan
pendapatan bagi masyarakat
- Penjualan produk dan jasa
secara online
- Partisipasi masyarakat
untuk meningkatkan
produktifitas barang dan
jasa
Identitas
Kebudayaan
Ciri – ciri yang melekat pada suatu
masyarakat yang berasal dari
- Penyebaran informasi
mengenai budaya
35
persepsi, pengetahuan, dan perilaku
dari kelompok budaya tertentu
masyarakat
- Penyebaran informasi
mengenai potensi dan
kegiatan keseharian
masyarakat
Sumber : Diolah dari Gigler, 2004
H. Metodologi
a. Metode Penelitian
Penelitian ini dikaji dengan menggunakan paradigma
kontrukstivisme dengan menggunakan metodologi penelitian kualitatif.
Metode pengkajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian studi kasus. Menurut Denzin dan Lincoln menyatakan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar
alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang terjadi dan
dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada. Adapun
Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata -
kata tertulis atau lisan dari orang - orang dan perilaku yang dapat
diamati.
Kemudian tipe penelitian ini adalah deskripsi kualitatif, dimana
peneliti mendiskripsikan hasil penelitian. Penelitian deskriptif sendiri
merupakan tipe penelitian konklusif yang memiliki tujuan utama
mendeskripsikan sesuatu, biasanya karakteristik atau fungsi pasar.
Dengan demikian, desain deskriptif membutuhkan spesifikasi yang
36
jelas dari siapa, apa, kapan, di mana, mengapa dan cara penelitian
(Maholtra, 2004:78).
Peneliti mengkonstruksi depth interview (wawancara
mendalam) terhadap subjek penelitian. Pemilihan tipe deskriptif
kualitatif dikarenakan untuk menggali dan menganalisis lebih tajam
suatu fenomena. Menurut Singarimbun, penelitian deskriptif biasa
dilakukan tanpa hipotesa yang dirumuskan secara ketat. Ia mengontrol
juga hipotesa tetapi tidak akan diuji secara statistik. Selain itu ia
mempunyai dua tujuan untuk mengetahui perkembangan sarana fisik
dan frekuensi kerjanya suatu aspek fenomena sosial. Tujuan kedua
adalah mendeskripsikan secara terperinci fenomena sosial tertentu
(Singarimbun dan Effendi, 1982 : 4).
b. Desain Penelitian
Denzin dan Lincoln (1994 : 236-237) menjelaskan tentang
beberapa karakteristik mengenai objek penelitian yang dapat dikaji
melalui studi kasus, antara lain:
1) Kasus tersebut spesifik bahkan memiliki fungsi yang spesifik
2) Kasus tersebut haruslah sebuah sistem yang terpadu
3) Perilakunya terpola (konsisten dan berurutan)
Berdasarkan karakteristik di atas, kasus pemberdayaan
masyarakat pedesaan melalui TIK merupakan kasus yang memiliki
fungsi spesifik. Fungsi spsesifik dari pemberdayaan masyarakat
37
pedesaan ini adalah untuk pemerataan akses informasi melalui TIK
baik sarana dan prasarananya. Kemudian PLIK sebagai media
penyedia layanan TIK juga memiliki sistem terpadu dengan perilaku
terpola yang memang telah dipersiapkan oleh Menkominfo dalam
pemerataan akses informasi melalui TIK.
PLIK Nanggulan 2 juga merupakan penerima penghargaan
sebagai PLIK dengan pengelolaan terbaik di tahun 2011, walaupun
PLIK tersebut dikelola secara mandiri dan perseorangan.
Dalam sebuah penelitian, pasti ada suatu hal yang menarik di
dalamnya. Menarik di sini tentu ada indikatornya, Stake (dalam
Denzin dan Lincoln 1994: 237-238) menyebutkan beberapa tipe studi
kasus:
1. Studi kasus intrinsik, berangkat dari keinginan peneliti
untuk lebih memahami suatu kasus tertentu.
2. Studi kasus instrumental, peneliti melakukan penelitian
untuk mengkaji sebuah isu atau teori.
3. Studi kasus kolektif, peneliti mengkaji perluasan satu kasus
ke kasus - kasus yang lain.
Dari ketiga tipe studi kasus tersebut penelitian ini lebih
merujuk pada penelitian studi kasus intrinsik yang berangkat dari
keinginan peneliti untuk memahami suatu kasus. Dalam hal ini,
kasus tersebut yaitu bagaimanakah pemberdayaan masyarakat
38
pedesaan melalui TIK yang difasilitasi oleh PLIK 2 Nanggulan.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan non
probability sampling yang didasarkan pada pertimbangan subjektif
peneliti. Pertimbangan ini dibuat berdasarkan faktor biaya, waktu,
lokasi, informasi yang dibutuhkan.
Pemilihan PLIK Nanggulan 2 dipilih karena secara fisik
masih satu provinsi dengan peneliti yaitu Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta. Maka dari itu dipilihlah PLIK 2 Nanggulan sebagai
kasus yang akan diteliti dan dikaji lebih dalam.
I. Teknik Pengumpulan Data
Robert K. Yin menyebutkan mengenai data untuk kepentingan
studi kasus berasal dari enam sumber, antara lain : dokumentasi, rekaman
arsip, wawancara, observasi langsung, observasi partisipasi, dan perangkat
fisik (K. Yin, 2004).
Akan tetapi dalam pelaksanaan penelitian ini, saya sebagai peneliti
akan menggunakan 3 sumber data saja, antara lain:
1. Studi pustaka dan dokumentasi
Peneliti mengumpulkan data yang terdokumentasi, baik dalam
bentuk teks maupun gambar. Data ini diolah untuk nantinya melengkapi
data yang sudah ada. Dokumentasi merupakan suatu teknik
pengumpulan data dengan menggunakan dokumen sebagai sumber
informasi. Dokumen tersebut merupakan laporan tertulis dari suatu
39
kasus yang di dalamnya terdapat penjelasan dan pemikiran serta dengan
sengaja untuk disimpan atau diteruskan keterangan mengenai kasus
tersebut (Surakhmad, 1987).
2. Wawancara mendalam secara tatap muka
Wawancara dilakukan dengan mengajukan pertanyaan - pertanyaan
kepada responden secara langsung. Hal ini dilakukan untuk mengetahui
secara langsung, mengenai pemberdayaan PLIK sendiri. Wawancara
perlu dilakukan agar data yang terkumpul lebih komprehensif.
3. Observasi lapangan
Peneliti melakukan pengamatan langsung kepada objek penelitian
yaitu PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo.
J. Teknik Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data
kualitatif. Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti akan melakukan teknik
analisis data dengan menguji trustworthiness terkait authenticity, dan
triangulation analisys. Trustworthiness yaitu menguji kebenaran dan
kejujuran subjek dalam mengungkapkan realitas. Hal ini mencakup dua hal:
(1) authenticity : yaitu dengan memperluas konstruksi personal yang dia
ungkapkan, (2) triangulation analisys : menganalisis jawaban subjek dengan
meneliti kebenarannya berdasarkan data empiris (Kriyantono, 2006 : 70).
Untuk menggali kejujuran subjek penelitian berdasarkan uji
trustworthiness tersebut peneliti melakukan authenticity yaitu dengan
40
memberikan kesempatan subjek penelitian mengungkapkan pengalaman dan
pengetahuan mereka. Dalam hal ini, peneliti memberikan kebebasan kepada
subjek penelitian untuk menjelaskan dan menceritakan segala hal terkait
dengan masalah dalam penelitian ini.
Kemudian peneliti melakukan triangulation analisys dengan
menganalisis pembicaraan dan mencocokkannya dengan data-data umum
yang ada. Pada tahapan ini, peneliti telah memiliki data – data awal yang telah
didapatkan sebelumnya, kemudian dikonfirmasikan kesesuaiannya dengan
fakta di lapangan.
Tahapan selanjutnya adalah melakukan intersubjectivity analisys yaitu
seluruh pendapat dari subjek penelitian didiskusikan dengan pendapat dari
subjek lainnya. Peneliti tidak hanya menggali data dari satu subjek penelitian,
akan tetapi terdapat beberapa subjek penelitian yang kemudian antara
pendapat satu dengan yang lainnya dikonfirmasikan sedemikian rupa untuk
mendapatkan data – data yang akurat.
K. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan. Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka
pemikiran, konsep penelitian, metodologi, desain penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisis data, batasan penelitian.
Bab II. Objek Penelitian. Bab ini berisikan tentang gambaran umum
mengenai PLIK Nanggulan 2, Kulon Progo. Kemudian dijelaskan secara
41
mendalam terkait pendirian PLIK Nanggulan 2, sejarah pendirian dan proses
pendirian serta mekanisme kerja PLIK Nanggulan 2. Kemudian dijelaskan
pula terkait dengan sarana prasarana yang disediakan di PLIK Nanggulan 2.
Bab III. Hasil Penelitian. Berisikan pembahasan dan hasil penelitian
pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui TIK di PLIK Nanggulan 2 Kulon
Progo.
Bab IV. Penutup. Dalam bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari
penelitian.
L. Batasan Penelitian
Melihat fenomena pemberdayaan Pusat Layanan Internet Kecamatan
ini tentu ada batasan dalam penelitian dan penggalian informasi. Dalam
melihat objek penelitian saya memfokuskan Pusat Layanan Internet
Kecamatan yang ada di Yogyakarta yaitu PLIK Nanggulan 2 Kulon Progo.
Seluruh kegiatan yang terkait dengan pemanfaatan akses dan sarana PLIK
akan dilihat melalui kacamata pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui
TIK.