bab i pendahuluan a. latar belakang · muhammadiyah yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh...

44
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Film merupakan salah satu produk kemajuan teknologi yang kini mulai berkembang pesat. Sebagai salah satu media komunikasi, film dianggap dapat menyampaikan pesan secara efektif. Dalam sebuah artikel, Diskursus Film Islam, menurut Soelarko, 1978, efek terbesar film adalah peniruan yang diakibatkan oleh anggapan bahwa apa yang dilihatnya wajar dan pantas untuk dilakukan oleh setiap orang. Sehingga apa yang dilihat penonton dalam film, lebih mudah untuk diterima dan ditiru karena film mempunyai kekuatan untuk memainkan emosi. Film secara nyata menampilkan gambar bergerak yang dapat dilihat dan didengar sekaligus. Dengan demikian penonton dapat menangkap content film baik yang tersirat maupun tersuratnya dengan gamblang. Film pun menjadi media yang sangat unik karena dengan karakter audio-visualnya mampu memberikan pengalaman dan perasaan yang spesial kepada para khalayak. Para penonton dapat merasakan cerita layaknya pada kehidupan nyata ketika menyaksikan gambar- gambar bergerak, berwarna, dan bersuara. Sedikit melihat sejarahnya, film dibuat karena perpanjangan dari teknologi fotografi. Kamera pembuat gambar bergerak ini pertama kali dibuat oleh Eardweard Muybridge dan Marey pada tahun 1882. Mereka membuat photographic gun camera yang dapat memotret 12 gambar dalam satu piringan.

Upload: others

Post on 07-Jan-2020

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Film merupakan salah satu produk kemajuan teknologi yang kini mulai

berkembang pesat. Sebagai salah satu media komunikasi, film dianggap dapat

menyampaikan pesan secara efektif. Dalam sebuah artikel, Diskursus Film Islam,

menurut Soelarko, 1978, efek terbesar film adalah peniruan yang diakibatkan oleh

anggapan bahwa apa yang dilihatnya wajar dan pantas untuk dilakukan oleh setiap

orang. Sehingga apa yang dilihat penonton dalam film, lebih mudah untuk

diterima dan ditiru karena film mempunyai kekuatan untuk memainkan emosi.

Film secara nyata menampilkan gambar bergerak yang dapat dilihat dan

didengar sekaligus. Dengan demikian penonton dapat menangkap content film

baik yang tersirat maupun tersuratnya dengan gamblang. Film pun menjadi media

yang sangat unik karena dengan karakter audio-visualnya mampu memberikan

pengalaman dan perasaan yang spesial kepada para khalayak. Para penonton dapat

merasakan cerita layaknya pada kehidupan nyata ketika menyaksikan gambar-

gambar bergerak, berwarna, dan bersuara.

Sedikit melihat sejarahnya, film dibuat karena perpanjangan dari teknologi

fotografi. Kamera pembuat gambar bergerak ini pertama kali dibuat oleh

Eardweard Muybridge dan Marey pada tahun 1882. Mereka membuat

photographic gun camera yang dapat memotret 12 gambar dalam satu piringan.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

2

Kamera ini terus berkembang dari waktu ke waktu dan memunculkan proyektor

sebagai penampil gambarnya. Dan selanjutnya muncul ide-ide kreatif dengan

menambahkan warna, animasi, serta suara sehingga tercipta film seperti sekarang.

(http://lutviah.net/2011/01/14/media-massa-film/ diakses tanggal 9 Desember

2012)

Di Indonesia sendiri, film pertama kali muncul pada tahun 1926 yaitu film

Loetoeng Kasaroeng produksi NV Java Film Bandung. Namun perkembangan

film saat itu masih sangat sedikit dan hanya tercatat film Terang Boelan yang

sangat terkenal pada era tersebut. Selanjutnya bioskop-bioskop justru tutup karena

sedikitnya produksi film nasional. (http://bincangmedia.wordpress.com/tag

/sejarah-film-indonesia/ diakses tanggal 9 Desember 2012)

Selanjutnya industri film di Indonesia mengalami pasang surut yang begitu

menarik. Menurut Fajar Junaedi, dosen Ilmu komunikasi Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan

ekonomi ketika film itu dibuat. Dalam artikelnya yang berjudul Membaca

Indonesia dari Film dan Sinema Indonesia, ia menjelaskan bahwa terjadi relasi

yang kuat antara film dan sinema sebagai bentuk kebudayaan dengan institusi

politik yang berkuasa di masanya. Ia mencontohkan di masa kolonialisme, film

yang datang ke Indonesia pada awal tahun 1900-an didominasi film-film dari

Dunia Pertama (First World) yaitu Eropa dan Amerika Serikat. (Junaedi, 2009)

Pada masa Orde Baru, film-film yang tayang merupakan gambaran

kegagahan militer pada era itu. Film yang ada kebanyakan menggambarkan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

3

Soeharto yang masih aktif sebagai militer pada saat itu. Seperti dalam film Janur

Kuning yang memperlihatkan kehebatan Soeharto merebut Yogyakarta dalam

Serangan Umum 1 Maret 1949. (Junaedi, 2009)

Saat ini ketika Indonesia memasuki masa Demokrasi yang digembor-

gemborkan sebagai masa kebebasan, berbagai tema film pun bermunculan. Tidak

hanya film tentang nasionalisme, film bergeser ke tema religi dan remaja. Para

sineas berkreasi dengan ide-ide mereka dan mencoba menyampaikan pesan dalam

film yang mereka buat. Film Ada Apa dengan Cinta yang muncul pada tahun

2000 menjadi awal kebangkitan film Indonesia era ini. Film yang menceritakan

kehidupan percintaan remaja Cinta dan Rangga tersebut sukses di pasaran dan

membuat produksi film Indonesia melesat.

Setelah itu kehidupan remaja menjadi salah satu agenda penting yang

diangkat oleh para sineas ke dalam film. Berbagai film yang menggambarkan

remaja sebagai masa di mana seseorang mencari jati diri mereka banyak diangkat

dalam film. Seperti dalam film Virgin, Best Friends, dan Married By Accident.

Ketidakharmonisan dalam keluarga, sikap acuh dari orang tua, dan pengaruh

lingkungan sekitar membuat para remaja tersebut mencari tempat “pelarian”

sebagai wadah mereka mengeksiskan diri.

Namun, tema penting kehidupan remaja yang sekaligus bisa menjadi

sarana pendidikan tersebut sayangnya justru lebih banyak menonjolkan sisi

hiburan dan seringkali banyak membawa dampak negatif dalam remaja. Hikmat

Darmawan, seorang kritus menyebutnya sebagai film melayu yang mendayu-

dayu.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

4

“Tema remaja berkutat dalam tema mendayu-dayu yang itu-itu juga,

khayalan cinta (atau, belakangan, seks) yang melambung-lambung

selayaknya khayalan kekanakan ABG, dan pertimbangan pasar yang

memelihara selera banal itu. Tema remaja tidak diolah selayaknya

kehidupan remaja yang ada dalam realita kehidupan. Kehidupan cinta

yang ‘berlebihan’ serta hanya mempersoalkan ‘dapat’ dan ‘tak dapat’

lebih menonjol dari masalah keluarga, ekonomi yang

melatarbelakanginya. (http://old.rumahfilm.org/resensi/resensi_juno.htm

diakses tanggal 9 Desember 2012).

Padahal, fungsi film sebagai salah satu media dalam peta komunikasi massa

menjadi penting ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa media memiliki fungsi

informatif, edukatif, dan hiburan. Namun pada kenyataannya, seringkali tidak

semua fungsi dapat terpenuhi. Seringkali film hanya memuat fungsi hiburan tanpa

memperhatikan kedua unsur lainnya.

Banyak film merupakan refleksi dari kenyataan atau kisah nyata

kehidupan. Sebagai dokumen sosial dan budaya yang mencerminkan

masyarakatnya, dan sebagai corak narasi yang multitafsir, film bisa berucap

banyak tentang budaya dan masyarakat yang menghasilkannya (Idy Subandi A,

2007 : 173). Melalui film, penonton dapat melihat miniatur kehidupan yang

didramakan sehingga kita dapat memahami problematika kehidupan.

Film Mata Tertutup mencoba melihat bagaimana salah satu sisi

kehidupan remaja yang begitu dekat dengan realitas kehidupan. Fajar Riza Ul

Haq menjelaskan film ini akan mengurai identitas remaja dalam konteks

tantangan kebangsaan masa kini. Oleh karenanya, film ini lebih mengedepankan

fungsi pendidikan yang mengedepankan dialog dan tukar pengalaman dalam

proses pembelajaran. (Maarif Institue, 2012 : 21).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

5

Remaja merupakan masa transisi dimana dalam masa ini seseorang akan

mencari identitas pribadi mereka. Menurut Erikson, 1968 (Atkinson, dkk. 1999 :

233) perkembangan utama remaja adalah membentuk identitas, untuk mencari

jawaban atas pertanyaan “Siapa saya?” dan “Ke mana saya akan menuju?”.

Erikson menyebutnya dengan istilah krisis identitas.

“Remaja menjadi periode ekperimentasi peran di mana orang muda dapat

mengekplorasi perilaku, minat, dan ideologi alternatif. Banyak

keyakinan, peran, dan cara perilaku mungkin dicoba, dimodifikasi, atau

dibuang sebagai upaya membentuk konsep diri yang terintegrasi.”

(Atkinson, dkk. 1999 : 233)

Dalam masa pencarian identitas, remaja dihadapkan pada situasi yang

membingungkan, di satu pihak ia masih kanak-kanak, di lain pihak ia sudah

bertingkah laku seperti orang dewasa. Dalam usaha mencari identitas pribadinya

tersebut, remaja mulai memiliki pendapat sendiri, cita-cita, serta nilai-nilai sendiri

yang terkadang bertentangan dengan norma yang ada (Sarwono, 2009 : 72).

Tingkah laku remaja oleh Charles Horton Cooley (Soekanto. 1984 : 127)

diungkapakan dengan istilah “looking glass self” -- seolah-olah merupakan cermin

bagi imajinasi pribadi tertentu. Semakin meningkat usia dan kematangan anak-

anak semakin rumit pula keadaan yang dihadapi. Cooley berpendapat, remaja

akan berusaha menyembunyikan keinginan-keinginannya, serta berusaha mencari

cara-cara terselubung untuk menyalurkan keinginan-keinginannnya tersebut.

(Soekanto. 1982 : 128)

Film Mata Tertutup meperlihatkan bagaimana para remaja yang masih

mencari identitas pribadinya, terdorong masuk ke dalam kelompok yang

mengatasnamakan agama sebagai ideologinya, yaitu Negara Islam Indonesia

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

6

(NII). Kondisi para remaja yang masih labil dan tidak mendapatkan apa yang

diinginkan dalam keluarga maupun lingkungan sosialnya, menyebabkan mereka

mudah dibujuk untuk mengikuti kelompok-kelompok tertentu yang dianggap

mampu menampung dan mewujudkan sesuatu sesuai kehendak mereka.

Pencarian identitas remaja menuntut mereka untuk tetap eksis, yang

dalam pengertian filsafat, eksis tidak cukup hanya dengan adanya keberadaan

mereka namun secara aktif sadar akan keberadaannya, dan mampu mengarahkan

keberadaannya itu ke suatu tujuan yang dikehendakinya sendiri (Sarwono, 2009 :

41). Masalah-masalah sosial dalam keluarga maupun lingkungan negara yang

banyak terjadi dan tidak terselesaikan mengakibatkan anak-anak tersebut

mencari pelarian. Mereka mencari tempat di mana mereka bisa eksis dan

mendapat pengakuan.

Penggambaran dua tokoh utama dalam film yaitu Jabir dan Rima

memilih masuk ke NII dan jaringan Islam fundamentalis, merupakan bentuk

pencarian identitas dan sebagai bentuk pengembangan diri. Mead

menjelaskannya, dalam salah satu tahapan perkembangan manusia the generalized

other.

“Hanya sepanjang ia mengambil sikap sebagai anggota kelompok

terorganisir, dan terlibat dalam aktivitas sosial kooperatif yang

terorganisir, ia akan mampu mengembangkan diri sepenuhnya.” (Ritzer

and Goodman, 2007 : 284)

Dorongan keluarga Jabir yang kondisi ekonominya lemah hingga ia

mendapat penolakan dari pesantren tempatnya sekolah, membuatnya masuk

dalam kelompok jihad yang memaksanya melakukan bom bunuh diri. Sedangkan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

7

Rima, akhirnya memutuskan masuk ke NII karena sebagai perempuan, ia merasa

hak-haknya tidak dipenuhi dalam kondisi negara sekarang ini. Dengan masuk NII

ia berharap bisa membuka ruang bagi dirinya dan rekan-rekannya agar perempuan

tidak dipandang sebelah mata.

Khelmy K. Pribadi, produser lini Mata Tertutup menjelaskan bahwa akar

dari larinya mereka ke dalam kelompok fundamentalis merupakan konklusi dari

keadaan sosial-politik-ekonomi kebangsaan yang tidak memihak, yang tidak

memberikan ruang bagi sebagian kita, yang dari itu kemudian memberi ruang

tafsir bagi perlawanan atas keadaan. (Maarif Institue, 2012 :14)

Kondisi negara dan keluarga digambarkan seperti baik-baik saja namun

sebenarnya tidak menjanjikan jalan keluar ke kehidupan yang lebih baik. Adrian

Jonathan Pasaribu, seorang kritikus film mengungkapakan, dalam film Mata

Tertutup NII mewakili sebuah perubahan skala besar, sebuah pemaknaan ulang

atas relasi kuasa di tubuh masyarakat, yang diharapkan orang-orang di dalamnya

bisa menyelesaikan masalah personal mereka. (Maarif Institue, 2012 : 36)

Menurut George Herbert Mead (Soekanto, 1984 : 8) dalam penjelasannya

mengenai Teori Interaksionisme Simbolik, manusia secara naluriah memang

selalu membentuk kelompok dengan dasar komunikasi, terutama lambang-

lambang sebagai kunci memahami kehidupan sosial manusia. Manusia dapat

menafsirkan keadaan dan perilaku dengan lambang-lambang tersebut. Manusia

membentuk perspektif-perspektif tertentu, melalui suatu proses sosial di mana

mereka memberi rumusan hal-hal tertentu bagi pihak-pihak lain.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

8

Setiap individu dalam kelompok akan berusaha mengikuti aturan main

dalam kelompok dengan melakukan tindakan seperti yang diinginkan kelompok.

Dalam teori interaksionisme simbolik hal tersebut dijelaskan bahwa manusia

menggunakan interpretasi orang lain sebagai bukti “kita pikir siapa kita”. Manusia

akan melakukan interaksi dengan proses intepretatif dua arah di mana tidak hanya

memahami bahwa tindakan seseorang adalah produk dari bagaimana ia

mengintrepetasi perilaku orang lain, tetapi juga bahwa intrepetasi ini akan

memberi dampak terhadap perilakunya yang diintrepertasi dengan cara tertentu

pula. (Jones, 2009 : 142)

Jabir dan Rima sebagai tokoh sentral dalam film, melakukan peran dalam

kelompok sesuai tujuan dalam kelompok tersebut. Kedua tokoh melakukannya

dalam konsep diri aku “me” yang oleh Mead (Ritzer and Goodman, 2007 : 285)

dijelaskan terdapat dua fase diri dalam manusia yaitu saya “I” dan aku “me”. Saya

“I” adalah tanggapan spontan individu terhadap individu lain. Saya “I” merupakan

tindakan yang terdorong oleh diri kita sendiri, bagaimana kita melihat diri kita

sendiri. Sedangkan aku “me” adalah apa yang kita lakukan sesuai dengan apa

yang orang lain harapkan. Dalam tindakan kelompok, aku “me” lebih banyak

terlihat karena kita membawa kumpulan sikap yang terorganisir dalam kelompok

tersebut ke dekat kita, dan sikap itulah yang banyak mengendalikan kita dalam

konsep aku “me”. (Ritzer and Goodman, 2007 : 287)

Dalam Film digambarkan bagaimana Rima, seorang mahasiswa yang

diceritakan sebagai perempuan bebas harus hidup dalam sebuah masyarakat yang

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

9

punya norma dan aturan terutama mengenai aturan hidup sebagai perempuan. Hal

tersebut masuk dalam perilaku Rima dalam aku “me’.

Namun dengan idealisme bahwa wanita harus punya kedudukan yang

sama dengan lelaki, ia merasa tidak puas dengan kondisi masyarakat sekarang ini

yang tidak memberikan ruang bagi perempuan untuk berkembang. Rima dalam

aku “I” merasa dirinya harus mencari suatu kelompok yang sesuai dengan jalan

pikiran bahwa wanita harusnya mendapat hak yang sama dengan lelaki.

Dalam kekalutan yang dihadapinya, Rima memutuskan masuk dalam

jaringan NII, dan akhirnya memang harus bertindak sesuai apa yang menjadi rule

actions kelompoknya. Untuk mencapai keinginannya agar mendapat pengakuan

sebagai seorang wanita dalam NII, Rima melakukan semua perintah dari

pemimpin kelompoknya.

Namun kenyataan di NII bahwa ternyata keinginannya agar hak-hak

wanita diakui sederajad hanyalah isapan jempol belaka. Ia melihat Istri dan anak-

anak pemimpin justru diabaikan atas nama penghormatan terhadapa suami.

Kekecewaannya berujung pada kebimbangan yang akhirnya membawanya keluar

dari NII. Ini memperlihatkan ia dalam saya “I” memutuskan sesuatu untuk

dirinya sendiri sesuai keinginannya.

Dalam film tersebut fluktuasi pembentukan diri Rima antara “me” dan

“I” terjadi sesuai dengan pemikiran Rima sebagai perempuan berprinsip, di mana

dia merasa hak-haknya sebagai perempuan tidak diakui. Pada akhirnya Rima

mencari kelompok yang dianggap bisa memenuhi keinginannya.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

10

Begitu juga Jabir yang seorang santri dari sebuah pondok pesantren harus

keluar karena tidak bisa membayar biaya sekolahnya. Saya “me” Jabir dituntut

oleh lingkungannya untuk membayar pendidikannya agar tetap bisa sekolah,

namun tidak bisa dilakoninya dan membuatnya harus keluar. Dalam kekalutannya

melihat keluarganya yang miskin, iunya yang terus banting tulang untuk

melihatnya terus sekolah, ia memutuskan bekerja sebagai tukang cuci angkot di

terminal sebagai pelariannya dari masalah. Pertemuannya dengan seorang yang

ternyata dari jaringan terorisme dan mengajaknya masuk kedalam jaringan

tersebut, membuat saya “I” Jabir muncul dan bergejolak dalam keinginannya

mencari jalan lain untuk belajar agama agar bisa menyenangkan orang tuanya.

Dalam masa kalut khas remaja yang diharuskan mencari penyelesain

masalahnya sendiri, Jabir masuk dalam jaringan teroris dan membuatnya

bertindak sesuai ajaran yang diterimanya dalam kelompok barunya. Jabir dalam

memutuskan melakukan bom bunuh diri yang dalam kelompoknya disebut jihad.

Keinginannya untuk membuat ibunya senang dan bisa membawanya masuk surga

menajdi dorongan kuat untuknya akhirnya menerima tawaran menjadi pelaku bom

bunuh diri. Namun, di akhir cerita, Jabir dalam aku akhirnya sempat ragu ketika

akan berangkat melakukan tugasnya sebagai pelaku bom bunuh diri.

Pertengkarannya dengan sahabatnya, Husni di depan rumah memperlihatkan sisi

aku “I” jabir tentang kebimbangannya akan keputusannya menjadi pelaku bom

bunuh diri.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

11

Fluktuasi pembentukan identitas diri terus berulang dalam setiap fase diri

yang dilakoni Jabir dan Rima. Namun dalam film Mata Tertutup, fluktuasi ini

digambarkan tidak semua fase pembentukan identitas diri manusia positif. Ada

pula hal-hal negatif yang membuat seseorang dapat bertindak salah. Mead (Ritzer

and Goodman, 2007 : 286) menjelakan bahwa “I” bereaksi terhadap aku “me”

yang mengorganisir sekumpulan sikap orang lain yang ia ambil menjadi sikapnya

sendiri. Kelompok yang diikuti mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir

yang diambil alih oleh individu dalam bentuk “me”. (Ritzer and Goodman, 2007 :

287).

Berbeda dengan film remaja kebanyakan, film karya sutradara besar

Garin Nugroho, ini mengangkat isu organisasi radikal dan NII sebagai benang

merah. Film terbaru garapan sutradara Garin Nugroho 'Mata Tertutup' telah

dijadwalkan tayang di bioskop 21 Cineplex mulai Kamis (15/3/2011). Namun,

tiba-tiba film tersebut batal tayang.

(http://hot.detik.com/movie/read/2012/03/15/152349/1868364/229/film-mata-

tertutup-garin-nugroho-dicekal diakses tanggal 7 April 2016).

Mata Tertutup ini, melihat kenyataan bahwa kehidupan remaja sangat

rawan terkena dampak negatif dari adanya kelompok-kelompok fundamentalis

masyarakat . Fajar Riza Ul Haq, eksekutif produser film Mata Tertutup dalam

tulisannya Film dengan Sebuah Misi memberikan gambaran serius betapa anak

muda yang sedang dalam pencarian jati diri sangat rentan terpengaruh bahkan

direkrut oleh jaringan terorisme. Di awal tulisannya, ia mencontohkan kasus

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

12

terorisme di Klaten pada tahun 2010 dan 2011 yang melibatkan para pelajar. Pada

8 Maret 2011, Pengadilan Negeri Klaten mengadakan sidang perdana kasus

terorisme dengan tersangka berusia 17 tahun dan 6 rekan sebaya. (Maarif Institue,

2012 : 18)

Untuk itulah Film Mata Tertutup menjadi menarik diteliti karena berbeda

dengan film remaja kebanyakan yang hanya berkutat masalah khayalan cinta

seperti dijelaskan diatas. Karena diangkat dari hasil riset MAARIF Institute film

ini menjadi film dokumenter-drama yang sangat dekat dengan realitas kehidupan

masyarakat.

Penelitian ini akan melihat dan manganalisa bagaimana para tokoh

didalamnya mengalami fluktuasi dalam pembentukan identitas pribadi mereka.

Kondisi remaja yang masih labil mengalami proses sosial dalam ideal type “I” dan

real type “me” masing-masing tokoh dalam film. Berbagai faktor seperti

ketidakpuasan terhadap negara, masalah ekonomi, serta kondisi soasial menjadi

faktor yang mempengaruhi bagaimana identitas diri seseorang terpengaruh dan

menjadi fluktuatif dalam ke-aku-an “I” maupun saya “me”. Namun yang menjadi

menarik adalah, bahwa tidak dipungkiri faktor negatif pun bisa masuk dan

menyeret remaja pada tindakan yang negatif. Untuk itulah perlu pencegahan dan

penanganan terhadap faktor-faktor negatif tersebut agar remaja tidak terjebak hal-

hal negatif.

Pada hakekatnya film merupakan media komunikasi dan ekspresi dari

pembuatnya. Dalam komunikasi massa, film digunakan sebagai sarana baru yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

13

digunakan untuk menyebarkan hiburan, informasi, maupun sebagai sarana

pendidikan kepada masyarakat umum. Film memberikan peluang bagi semua

kalangan untuk mempelajari budaya melalui visualisasi yang disuguhkan.

Dalam kaitannya dengan komunikasi, film merupakan produk komunikasi

massa karena jangkauan khalayaknya yang luas dan sekaligus. Film memberikan

pesan-pesan yang dibawa oleh produsen film yakni Garin Nugroho kepada

khalayak. Pesan tersebut akan membentuk makna ketika diintrepetasikan oleh

khalayak. John Fiske menjelaskannya bahwa pesan merupakan suatu konstruksi

tanda yang, melalui interaksinya dengan penerima, menghasilkan makna. (Fiske,

2006 : 10). Dengan demikian makna yang dimiliki oleh film bukan berasal dari

film itu sendiri melainkan dari hubungan antara pembuat film dengan penikmat

atau penonton dari film itu sendiri.

Kemudian yang perlu diperhatikan, film dengan pesan yang dibawanya

bisa menimbulkan intrepetasi yang berbeda-beda dari khalayaknya. Pembaca

(dalam film adalah penonton) dengan pengalaman sosial yang berbeda atau dari

budaya yang berbeda mungkin menemukan makna yang berbeda pada teks yang

sama. (Fiske, 2006 :11).

Lantas makna film yang ditangkap oleh pemirsa pun akan beragam. Hal

tersebut disebabkan banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah

tingkat kecerdasan dan kedewasaan penonton itu sendiri dalam menerjemahkan

simbol atau tanda yang ada dalam sinetron. Pemaknaan film dibentuk dalam

proses produksi sebuah film terkait dengan addresser (si pemberi pesan), dimana

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

14

proses produksi ini akan menentukan bagaimana pesan (message) yang akan

disampaikan kepada penonton atau addresse.

Film Mata Tertutup ini pun mempunyai kasus yang sama. Pesan mengenai

penggambaran pembentukan identitas remaja dan faktor-faktor yang

mempengaruhinya yang disampaikan sang sutradara (Garin Nugroho) menjadi

menarik untuk diteliti. Kedekatan isi cerita dengan realita kehidupan remaja saat

ini yang memang rentan terhadap hal-hal negatif seperti masuk dalam kelompok

fundamental, menjadikan film ini penting sebagai sarana pendidikan karakter.

Tentu akan terdapat pemaknaan yang beragam dari khalayak film ini, untuk itulah

penelitian ini akan menganalisis bagaimana pembentukan identitas remaja yang

fluktuatif terbentuk dan direpresentasikan dalam film.

Analisis wacana akan digunakan sebagai pisau untuk membuka pesan film

ini. Lewat analisis wacana kita bukan hanya mengetahui bagaimana isi teks berita,

tetapi juga bagaimana pesan itu disampaikan. (Eriyanto, 2011: xv). Alex Sobur

(2001 :48) menjelaskan bahwa analisis wacana merupakan studi mengenai

struktur pesan dalam komunikasi. Analisis wacana adalah telaah mengenai aneka

fungsi (pragmatik) bahasa.

Oleh karenanya, bahasa tidak dapat dipisahkan dari analisis wacana.

Bahasa adalah suatu sistem kategorisasi, di mana kosakata tertentu dapat dipilih

yang akan menybabkan makna tertentu (Eriyanto, 2011:15). Roger Fowler, dkk

melihat suatu bahasa sebagai sitem klasifikasi yang menggambarkan teks berita.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

15

Dan bagaimana bahasa yang dipakai itu membawa konsekuensi tertentu ketika

dibaca khalayak. (Eriyanto, 2011: 166).

Tugas analisis adalah mengkritisi pesan tersembunyi dalam teks bahasa

tersebut. Karena bahasa dalam suatu pesan bukan hanya diterima secara apa

adanya, tetapi ditanggapi sebagai perantara bagi pengungkapan-pengungkapan

maksud-maksud dan makna tertentu. Sehingga dapat dikatakan bahwa wacana

adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subyek yang

mengemukakan suatu pernyataan. Dengan analisis wacana, peneliti akan melihat

representasi pembentukan identitas diri fluktuatif remaja dalam film Mata

Tertutup dengan menggali pesan yang terkandung didalamnya secara mendalam.

Halliday menjelaskan dalam pemahaman bahasa tersebut terletak pada

kajian teks. Teks di sini tidak berdiri sendiri melainkan terdapat konteks yang

merupakan aspek dari proses yang sama.

“Ada teks dan ada teks lain yang menyertainya: teks yang menyertai teks

itu, adalah konteks. Namun pengertian yang menyertai teks itu meliputi

tidak hanya yang dilisankan dan ditulis, melainkan termasuk pula

kejadian-kejadian yang nirkata (non-verbal) lainnya-keseluruhan

lingkungan teks itu.” (Halliday dan Hasan, 1994: 6)

Di dalama film, setting dan penokohan akan mendukung bagaimana

makna dihasilkan dari teks yang disampaikan. Untuk itulah peneliti akan

mengguanakan analisis wacana dari M. A. K Halliday untuk menganalisis

wacana pembentukan identitas diri fluktuatif remaja yang direpresentasikan dalam

film Mata Tertutup.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

16

B. RUMUSAN MASALAH

Beradasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah :

1. Secara Umum

Bagaimana pembentukan identitas diri fluktuatif remaja yang

direpresentasikan dalam film Mata Tertutup?

2. Secara Khusus

a. Bagaimana konsep-diri aku “I” (Ideal Type) yang terjadi

direpresentasikan dalam film Mata Tertutup?

b. Bagaimana konsep-diri saya “Me” (Real Type) yang terjadi

direpresentasikan dalam film Mata Tertutup?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Secara Umum

Untuk menganalisa dan mendskripsikan bagaimana pembentukan

identitas diri fluktuatif remaja yang mengarah pada organisai radikal

yang direpresentasikan dalam film Mata Tertutup.

2. Secara Khusus

a. Untuk menganalisa dan mendskripsikan deskripsi bagaimana

konsep-diri aku “I” (ideal type) yang terjadi direpresentasikan

dalam film Mata Tertutup.

b. Untuk menganalisa dan mendskripsikan deskripsi bagaimana

konsep-diri saya “me” (Real type) yang terjadi direpresentasikan

dalam film Mata Tertutup.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

17

D. MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dirumuskan seperti di atas maka

penelitian dihararapkan dapat mengetahui bagaimana pembentukan identitas diri

fluktuatif remaja yang direpresentasikan dalam film Mata Tertutup. Bagaimana

identitas diri remaja muncul dalam konsep diri aku “I” dan saya“Me” ditampilkan

dalam adegan (gestur, mimik) serta dialog-dialog yang muncul dalam film.

Dengan begitu diharapkan pihak terkait baik itu remaja itu sendiri,

keluarga, maupun lingkungan dapat menghindari dan mengatasi faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi pembentukan identitas diri remaja yang negatif.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Komunikasi sebagai Produksi dan Pertukaran Makna

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal

dari kata latin communis yang berarti “sama”, communico, communication,

atau communicare yang berarti “membuat sama” (to make common) (Mulyan,

2007: 46). Komunikasi akan berlangsung lancar jika terdapat kesamaan

antara bentuk komunikasi yang digunakan dan pesan yang dimaksud.

Berbicara tentang definisi komunikasi, tidak ada definisi yang benar

ataupun yang salah (Mulyana, 2007: 46). Littlejohn (Mulyana, 2007: 63)

menyebutkan setidaknya terdapat tiga pandangan mengenai komunikasi yang

dapat dipertahanakan. Pertama, komunikasi harus terbatas pada pesan yang

secara sengaja diarahkan kepada orang lain dan diterima oleh mereka. Kedua,

komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima,

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

18

apakah disengaja ataupun tidak. Ketiga, komunikasi harus mencakup pesan-

pesan yang dikirimkan secara sengaja namunsengaja ini sulit ditentukan.

Tubbs dan Moss (Mulyana, 2007: 65) mendefinisikan komunikasi

sebagai proses penciptaan makna antara dua orang (komunikator 1 dan

komunikator 2) atau lebih. Harold Lasswel (Mulyana, 2007: 69) menjelaskan

cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab

pertanyaan “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?”

Dari definisi tersebut dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling

bergantung satu sama lain, sumber (source), pesan, saluran, penerima

(receiver), dan efek. Kajian dalam studi komunikasi, oleh karenanya sangat

erat kaitannya dengan pesan dan makna.

Terdapat dua mahzab utama dalam studi komunikasi yang sering

digunakan para ilmuwan sebagai landasan pemikirannya. Dua mahzab ini

berdasarkan asumsi bahwa definisi umum tentang komunikasi sebagai

interaksi sosial melalui pesan.

John Fiske (2006: 8-11) dalam bukunya Cultural and Communication

Studies menjelaskan mazhab pertama melihat komunikasi sebagai pesan atau

disebut dengan mazhab “proses”. Bagaimana pengirim dan penerima

mengkonstruksi pesan (encode) dan menerjemahkannya (decode), dan dengan

bagaimana transmiter menggunakan saluran dan media komunikasi.

Komunikasi dilihat sebagai suatu proses yang dengannya seorang pribadi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

19

mempengaruhi perilaku atau state of mind pribadi yang lain dan demikian

pula sebaliknya. (Fiske, 2006: 8)

Mazhab kedua melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran

makna. Dalam mazhab ini komunikasi dilihat berkenaan dengan bagaimana

pesan atau teks berinteraksi dengan orang-orang dalam rangka menghasilkan

makna. Bagi mazhab ini, studi komunikasi adalah studi tentang teks dan

kebudayaan. (Fiske, 2006: 9)

Berbeda dengan mazhab proses yang melihat ke tahap-tahap dalam

proses komunikasi guna melihat di mana letak kegagalan komunikasinya,

mazhab kedua menggunakan istilah-istilah seperti pertandaan (signification),

dan tidak memandang kesalahpahaman sebagai bukti penting dari kegagalan

komunikasi. Hal tersebut mungkin disebabkan dari perbedaan budaya antara

pengirim dan penerima. (Fiske, 2006: 9)

Mazhab proses melihat pesan sebagai sesuatu yang ditransmisikan

melalui proses komunikasi, sedangkan mazhab produksi dan pertukaran

pesan merupakan konstruksi tanda yang melalui interaksinya dengan

penerima, menghasilkan makna.

Pesan bukanlah sesuatu yang dikirim dari A ke B, melainkan suatu

elemen dalam sebuah hubungan terstruktur yang elemen-elemen lainnya

termasuk realitas eksternal dan produser/pembaca. Memproduksi dan

membaca teks dipandang sebagai proses yang pararel, jika tidak identik,

karena mereka menduduki tempat yang sama dalam hubungan terstruktur ini.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

20

Kita bisa menggambarkan model struktur ini sebagai sebuah segitiga dengan

anak panah yang menunjukan interaksi yang konstan; struktur tersebut

tidaklah statis, melainkan suatu praktik yang dinamis.

pesan teks

makna

produser Rreferent

pembaca

Gambar 1: Pesan dan makna (Fiske, 2006: 11)

Dari gambar tersebut terlihat bahwa makna dihasilkan tidak hanya

pesan yang disampaikan dari produser ke pembaca, namun dalam rangka

menghasilkan makna terdapat referent (pihak luar) yang turut mempengaruhi.

Seperti halnya film, membaca maknanya bukan hanya melihat pesan yang

dibawa oleh produser dan dibaca oleh pembaca (penonton). Namun lebih

leluasa dimaknai dengan hadirnya referent (diluar produser dan penonton)

yang mempengaruhi pemaknaan atas teks atau pesan film tersebut.

Penelitian dalam film Mata Tertutup pada akhirnya akan melihat

pesan atau isi teks yang dibawa oleh produser dan dibaca oleh penonton, serta

referensi lain yang turut mempengaruhi pembacaan makna film tersebut.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

21

2. Pesan

Pesan merupakan konsep penting yang dipergunakan dalam banyak

ulasan teoritis, praktis, dan empiris tentang komunikasi manusia (Fisher, ...:

364). Agar komunikasi dapat berlangsung, harus terdapat pesan dalam bentuk

tanda (Fiske, 2006: 59). Pace dan Faules menyatakan terdapat dua bentuk

umum tindakan orang yang terlibat komunikasi, yaitu penciptaan pesan dan

penafsiran pesan. Pesan di sini tidak harus berupa kata-kata, namun bisa juga

merupakan pertunjukkan (display), termasuk pakaian, perhiasan, dan hiasan

wajah, atau yang lazimnya disebut pesan nonverbal (Mulyana, 2007:65). Jadi

intrepetasi atas pesan merupakan inti dari komunikasi.

Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber kepada

penerima yang mewakili seperangkat simbol verbal dan nonverbal yang

mewakili perasaan, nilai, gagasan, atau maksud sumber tadi. (Mulyana,

2007:70)

Clavenger dan Matthews (Fisher, ....:370) menjelaskan pesan

merupakan peristiwa simbolis yang menyatakan suatu penafsiran tentang

kejadian fisik, baik oleh sumber ataupun penerima. Senada, Borden

mengaitkan pesat secara ekplisit dengan perilaku simbolis – perlaku yang

hanya dapat bersifat simbolis jika penafsiran pada perilaku itu terjadi dalam

pikiran sumber atau penerima.

Pesan memiliki tiga komponen yaitu makna, simbol yang digunakan

untuk menyampaikan makna, dan bentuk organisasi pesan. Simbol terpenting

adalah kata-kata (bahasa), yang dapat merepresantasikan objek (benda),

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

22

gagasan dan perasaan, baik ucapan ataupun tulisan. Pesan juga dapat

dirumuskan secara nonverbal seperti melalui tindakan atau isyarat anggota

tubuh. (Mulyana, 2007: 70)

3. Film sebagai Bentuk Komunikasi Massa

Media komunikasi manusia, terus berkembang seiring dengan

perkembanggan teknologi. Selain itu, tekanan ekonomi, politik, sosial dan

budaya masyarakatnya pun turut mempengaruhi bagaimana media

komunikasi massa terus berubah dan berkembang. Film merupakan salah satu

media massa yang menampilkan gambar dan suara sekaligus.

“Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media

komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas

simenatrogafi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan

video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya...” (UU No. 8

Tahun 1992 tentang PERFILMAN, BAB I, Pasal 1)

Dalam proses pembuatannya, film merupakan rangkaian kolaboratif

dari berbagai pihak seperti produser, sutradara, penulis skenario, penata

fotografi, kameramen, penata suara, aktor/aktris, penyunting gambar, dan

lain-lain. Pada dasarnya, film dibuat untuk ditonton secara massal. Hasil dari

seluruh proses pembuatannya akan ditonton oleh khalayak (audience),

sehingga dapat dikatakan film berhubungan langsung dengan masyarakat

luas. Dennis Mc Quail berpendapat :

“Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk

menyebarkan hiburan, menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama,

lawak, dan sajian tekhnis lainnya kepada masyarakat umum.” (Mc

Quail, 1996 :13)

Selain itu, film juga berperan sebagai propaganda. Seperti yang

diungkapkan Dennis Mc Quail bahwa film mempunyai jangkauan, realisme

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

23

pengaruh emosional, dan popularitas yang hebat. Namun yang paling utama

adalah adanya pesan yang ingin disampaikan.

Film merupakan bahasa gambar. Film menyampaikan ceritanya

melalui serangkaian gambar yang bergerak, dari satu adegan ke adegan lain,

dari satu emosi ke emosi lain, dari satu peristiwa ke peristiwa lain. Sebagai

salah satu bentuk media massa, film merupakan transfer informasi dari

pembuat film denga khalayak yang akan menjadi penontonnya. Film

menyampaikan ide dan gagasan dari pembuatnya melalui adegan dan bahasa

yang dirangkai dengan bentuk simbol dan tanda yang membawa pesan

tertentu.

Film merupakan salah satu media komunikasi yang sangat efektif

menyampaikan pesan karena sifat audio-visualnya. Ron Mottram

mengemukakan bahwa film adalah salah satu media yang sangat komunikatif.

“... film merupakan bagian penting dari sistem yang digunakan oleh

para individu dan kleompok untuk mengirim dan menerima pesan

(send and receive messages). (Subandi, 2007 : 172)

Melalui film kita dapat mengekspresikan seni dan kreativitas sekaligus

mengkomunikasikan nilai-nilai ataupun kebudayaan dari berbagai kondisi

masyarakat. Film menyajikan gambar dengan narasi yang mengandung

“pesan moral” sebagai bagian yang tidak terpisahkan. Menurut Ron Mottram

(Idy Subandy A, 2007) mengatakan bahwa sebagai komunikasi

(communication), film merupakan bagian penting dari sistem yang digunakan

oleh para individu dan kelompok untuk mengirim dan menerima pesan (send

and receive messages).

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

24

Sepakat dengan Ron Mottram, J. Lotman yang dikutip oleh Idy

Subandi mengungkapkan, “the most powerful function of film is the

communicative.” (fungsi yang paling kuat dari film adalah komunikatif).

Sebuah film, dengan segala kekurangan dan keterbatasannya adalah

sebuah cermin diri bagi pembuat maupun penontonnya. Bagaimana

perkembangan kebudayaan dari sebuah masyarakat dapat disaksikan dalam

film-film yang diproduksi sesuai eranya. Menurut seorang pustakawan

Universitas Indonesia Kalarensi Naibaho, film merupakan bukti eksistensi

sebuah budaya. Sama seperti buku yang memiliki masa dan pembacanya,

maka film pun memiliki jaman dan pemirsanya.

“Film juga merupakan dokumen sosial, karena melalui film masyarakat

dapat melihat secara nyata apa yang terjadi di tengah-tengah masyarakat

tertentu pada masa tertentu. Melalui film kita tidak hanya dapat melihat gaya

bahasa atau mode pakaian masyarakat, tapi juga dapat menyimak bagaimana

pola pikir dan tatanan sosial masyarakat pada era tertentu.”

(http://staff.blog.ui.ac.id/clara/2011/01/06/film-aset-budaya-bangsa-yang-

harus-dilestarikan/ diakses tanggal 9 Desember 2012)

Karena kelebihan yang mampu menghadirkan suatu peristiwa ke

depan khalayak itulah, maka tentu tidak sembarangan peristiwa yang

disajikan dalam sebuah film. Ideologi yang diusung oleh produsen film

tentulah merupakan pesan yang dianggap penting sehingga layak dikonsumsi

masyarakat. Dengan wacana-wacana yang diangkat dalam sebuah film,

diharapkan dapat mempengaruhi masyarakat luas.

4. Film sebagai Wacana

Wacana menurut Teun A. Van Dijk tidak hanya melihat struktur teks

semata, tapi juga bagaimana teks itu diproduksi. (Eriyanto, 2011: 221). Proses

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

25

produksi tersebut melihat bagaimana struktur sosial dominasi, kelompok

kekuasaan dan bagaiaman kognisi dibentuk dan berpengaruh terhadap teks

tertentu.

Guy Cook menyebutkan, setidaknya ada tiga hal yang lekat dengan

wacana: teks, konteks dan wacana. Teks adalah semua bentuk bahasa, bukan

hanya katakata yang tercetak di lembar kertas, tetapi juga semua jenis

ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, efek suara, citra dan

sebagainya. Konteks memasukkan semua situasi yang berada di luar teks dan

mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi

dimana teks tersebut direproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan sebagainya.

Wacana di sini, kemudian dimaknai sebagai teks dan konteks bersama-sama.

(Eriyanto, 2011: 9)

Penelitian mengenai wacana tidak bisa mengeksklusi seakan-akan teks

adalah bidang yang kosong, sebaliknya ia adalah bagian kecil dari struktur

besar masyarakat. Pendekatan yang dikenal dengan kognisi sosial ini

membantu memetakan bagaimana produksi teks yang melibatkan proses yang

kompleks tersebut dapat dipelajari dan dijelaskan. (Eriyanto, 2011 : 222).

Menurut Halliday, wacana tidak hanya terbatas pada bahasa yang

tertulis atau terungkap, namun juga tindakan dan lingkungan sosial yang

melingkupi terjadinya bahasa. Halliday tidak melihat bahwa bahasa hanya

sebagai kumpulan aturan dan label untuk tata bahasa. Namun bahasa sebagai

sumber daya sebagai wujud interaksi dan memaknai lingkungan dan diri kita

sendiri. (Derewinka, 2012: 129)

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

26

Film oleh karenanya merupakan salah satu bentuk wacana, dimana

didalamnya terdapat bahasa dalam bentuk verbal maupun non verbal. Film

juga bukan berarti hanyalah sebuah media komunikasi yang bisa dipahami

hanya dari segi tekstualnya melainkan film juga sebagai sarana perdebatan

yang lebih luas mengenai representasi proses sosial yang telah menghasilkan

gambar, suara, tanda dan tujuan untuk sesuatu (dalam wacana ini yang

disebut dengan konteks). Film merupakan produk budaya dan wujud praktek

sosial, nilai yang terkandung dari sebuah film dapat memberitahu kita tentang

sistem dan proses sebuah budaya. (Turner, 1993 : 41)

5. Kelompok

Pembentukan kelompok terjadi melalui proses sosial dan sosialisasi.

Proses sosial merupakan merupakan proses awal dimana para individu dalam

satu masyarakat akan menyesuaikan diri satu sama lain. Proses sosial

merupakan suatu proses, yang berarti bahwa ia merupakan suau gejala

perbahan, gejala penyesuaian diri, gejala pembentukan. (Susanto, 1983 : 12)

Proses sosial itulah cikal bakal terbentuknya sebuah kelompok

sehingga akan terjadi proses sosialisasi. Charlotte Buehler menjelaskan :

“Sosialisasi ialah proses yang membantu individu melalui belajar dan

menyesuaikan diri, bagaimana cara hisup dan bagaimana cara berfikir

kelompoknya, agar supaya dapat berperan dan berfungsi dalam

kelompoknya. (Susanto, 1983 : 12)

Melalui sebuah proses sosial, sebuah kelompok terbentuk melalui

interaksi sosial orang-orang dimana didalamnya akan terjadi komunikasi dan

kontak sosial. Kenyataan bahwa manusia tidak dapat menyelesaikan atau

mencapai tujuannya sendiri, maka manusia bergabung dalam sebuah

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

27

kelompok yang setujuan. Bierens dan Haan (Susanto, 1983 : 37) menjelaskan

bahwa suatu kelompok memperoleh bentuknya dari kesadaran dan

keterikatan pada anggota-anggotanya.

Menurut Cartwright & Zander, 1971, kelompok adalah suatu kolektif

yang terdiri atas berbagai organisme dimana eksistensi semua anggota sangat

penting untuk memuaskan berbagai kebutuhan individu. Artinya, kelompok

merupakan suatu alat untuk mendapatkan berbagai kebutuhan individu.

Individu menjadi milik kelompok karena mereka mendapatkan berbagai

kepuasan sebaik mungkin melalui organisasi yang tidak dengan mudah

mereka dapatkan melalui cara lainnya.

(http://upzzpu.wordpress.com/2011/04/03/kelompok-dan-identitas/ diakses

tanggal 17 November 2012)

Sebuah kelompok akan membentuk individu-individu untuk mencapai

tujuan kelompoknya. Secara psikologik manusia akan masuk dalam golongan

ata kelompok tertentu sebagai tempat untuk “berlindung” dan merasa aman

(Susanto, 1983 : 37). Anderson dan Parker (Susanto, 1983 : 37) menekankan

bahwa kelompok adalah kesatuan dua atau lebih individu, yang mengalami

interaksi psikologik satu sama lain.

Susanto menarik kesimpulan bahwa pembentukan kelompok

didasarkan adanya (Susanto, 1983 : 39)

a. Keyakinan bersama akan perlunya pengelompokan dan tujuan

b. Harapan yang dihayati oleh anggota-anggota kelompok

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

28

c. Ideologi yang mengikat semua anggota.

Teori kelompok dari Lasswell dan Kaplan serta Friedrich membagi

kelompok berdasarkan kepentingan individu. Mereka mengklasifikasikan

kelompok dalam 3 golongan, yaitu (Susanto, 1983 : 56)

a. Kelompok kepentingan (interset group); kelompok yang hanya

menitikberatkan relasi dari tujuan bersama tanpa mempermasalahkan

loyalitas kelompok.

b. Kelompok kepentingan khusus (special interest group); menitikberatkan

kepentingan kelompoknya sedemikian rupa, sehingga dapat

mengorbankan kepentingan masyarakat luas, demi realisasi kepentingan

kelompoknya.

c. Kelompok kepentingan umum (general interest group); kelompok-

kelompok yang berusaha untuk mewujudkan kepentingan kelompoknya,

mellaui dan bersama dengan realisasi tujuan dan kepentingan kelompok-

kelompok lain atau masyarakat luas.

Sedangkan Anderson dan Parker mengklasifiksikan kelompok menjadi :

(Susanto, 1983 : 31)

a. Kesatuan ekologi; merupakan suatu ikatan “kebetulan”, yaitu karena

merupakan hasil penghimpunan dari orang-orang yang menempati suatu

daerah tertent, dalam jangka waktu yang lama dan karenanya mengalami

integrasi sebagai akibat dari hbngan ekonomi dan sosial.

b. Kelompok berdasarkan dorongan naluriah manusia; merupakan ikatan

dari dua orang atau lebih yang bertem dalam lingkungan yang sama atau

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

29

berhasil mengatasi hambatan jarak georgrafis sehingga terjadi komunikasi

dan saling mempengaruhi satu sama lain.

c. Lembaga-lembaga masyarakat; merupakan alat untuk memungkinkan

suatu masyarakat menacapai tujuan-tujuan tertentu.

d. Organisasi; merupakan kesatan-kesatan manusia yang telah diaur secara

sistematik dalam usaha mencapai tujan tertentu, dalam setiap unit anggota

mempunyai tugas-tugas tertentu, yang telah ditentukan terlebih dahulu

secara resmi.

e. Himpunan; sekumpulan jumlah manusia yang untuk sementara waktu

mempunyai perhatian terhadap satu masalah tertentu dimana menjadi

rangsanagn bagi terbentuknya sebuah himpunan.

Dalam komunikasi, pembentukan sebuah kelompok tidak terlepas dari

interaksi orang-orang didalmnya yang secara sadar maupun tidak selalu

melakukan interaksi. Rogers dan Rogers (Effendy, 2003 : 114) memandang

organisasi sebagai suatu struktur yang melangsungkan proses pencapaian

tujuan yang telah ditetapkan diamana operasi dan interaksi diantara bagian

yang satu dengan yang lainnya dan manusia yang satu dengan yang lainnya

berjalan secara harmonis, dinamis, dan pasti.

Bentuk komunikasi apa yang berlangsung dalam organisasi, metode

dan teknik apa yang digunakan, media apa yang dipakai, bagaimana

prosesnya, faktor-faktor apa yang menjadi penghambat merupakan atribut

yang ada untuk keberlangsungan sebuah organisasi. Dengan menekankan

bahwa organisasi adalah sekumpulan orang-orang dengan tujuan yang sama

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

30

melakukan komunikasi dan berinteraksi sat sama lain dengan memainkan

perannya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan bersama.

6. Identitas Kelompok

Identitas kelompok tidak bisa dilepaskan dari tujuan kelompok sehingga

mempengaruhi tingkah laku orang-orang dalam kelompok tersebut. Tingkah

laku orang-orang tersebutlah yang menjadikan adanya tingkah laku

kelompok. Terdapat dua teori yang menjelaskna tentang teori kelompok.

Pertama kelompok tidak lain adalah sekumpulan individu dan tingkah laku

kelompok adalah gabngan dari tingkah laku-tingkah laku individu secara

bersama-sama. (Sarwono, 2009 : 208)

Gustave Le Bon (Sarwono, 2009 : 209) menjelaskan teori tingkah laku

kelompok yang kedua bahwa bila dua orang atau lebih berkumpl di suatu

tempat tertentu, mereka akan menampilkan perilaku yang sama sekali

berbeda daripada ciri-ciri tingkah laku individu-individ itu masing-masing.

Le Bon menyebutnya dengan istilah “Jiwa Kelompok”. Orang dalam

kelompok akan bertindak berbeda dari ia sebagai individu. Sebagai anggota

kelompok seseorang dapat saja melakukan hal-hal luar biasa yang tidak

pernah dilakukannya kalau dia sedang berada sendirian.

Sedangkan Kurt Lewin (Sarwono, 2009 :210) menyatakan bahwa

perilaku kelompok tidak dapat dipisahkan dari perilaku individu. Keduanya

akan saling pengaruh memengaruhi.

“Perasaan kebersamaan dalam kelompok menyebabkan terjadinya

intensifikasi beberapa tingkah laku khususnya tingkah laku yang

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

31

mendapat dukungan atau simpati dari orang lain. saling memengaruhi

dalam kelompok ini yang disebut situasi sosial, dan situasi sosial

inilah yang memengaruhi individu.”

Dari kaca sosiologi, Blumer mengistilahkan kehidupan kelompok

adalah kompleks aktivitas tanpa henti.

“Masyarakat tidak tersusun dari pameran tindakan yang saling

terisolasi. Namun juga ada tindakan kolektif yang memerlukan

penyesuaian tindakan masing-masing individual menjadi sebuah garis

tindakan...masing-masing aktor saling memberi tanda sat sama lain,

tidak hanya kepada diri sendiri.” (Ritzer dan Goodman, 2007 : 307)

7. Identitas Diri

Menurut Erikson yang dikutip oleh Valentini dan Nisfiannoor dalam

Jurnal Provitae Vol 2 No 1, Identitas adalah

“suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan

tersebut melibatkan sensasi fisik dari tubh, body image, memori,

tujuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dimiliki seseorang, suatu

perasaan yang berhubngan dengan rasa keunikan dan kemandirian.”

(Valentini dan Nisfiannoor, 2006 : 3)

Meminjam istilah Burke (Aloliliweri, ... : 32), identitas diartikan

sebagai self-meaning, dimana sesorang menampilkan identitas dengan

memberikan makna diri dalam relasinya dengan sesama manusia. Konsep

identitas selalu berhubungan dengan peran terhadap sebuah posisi atau

kebudayaan. Peran dalam definisi identitas oleh Corsini juga dapat

didefinisikan sebagai peran sosial seseorang serta persepsi seseorang terhadap

perannya tersebut. (Valentini dan Nisfiannoor, 2006 : 4)

Identitas diri seseorang bukan hanya apa yang dilakukan atas dirinya

sendiri melainkan juga identitas yang dilakukan dan diterima atas sebuah

lingkungan atau masyarakat dan kelompok. Identitas diri merujuk tidak hanya

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

32

selalu pada hal positif, namun bisa dalam bentuk identitas negatif, tergantung

pembentuknya. Menurut Mardi J. Horowitz dalam Self-Identity Theory and

Research Methods, menyebutkan bahwa:

The word identity itself refers to continuity in a sense of self within a

person, and the word also refers to how that person is socially

regarded. The cultures in question may say whether that regard is

positive or negative, making the person feel pride or shame. An

approach that can describe identity conflicts may be valuable in

contemporary cultural studies. The reason is that continuity is not as

traditional as it once was because change is rampant. An individual’s

roles are now subject to a high degree of plasticity because of the

modern high rate of alterations in economy, belonging, and ecology.

Cultures clash socially, and within the individual mind. (Horowitz,

Mardi J. 2012. Self-Identity Theory and Research Methods. Journal of

Research Practice Volume 8, Issue 2, Article M14)

Pencarian identitas diri terjadi ketika manusia berada pada tahap

remaja. Erikson (Valentini dan Nisfiannoor, 2006 : 4) mengistilahkannya

sebagai psychological morotarium dimana pada masa ini remaja memiliki

komitmen. Komitmen inilah yang akan mengarahkan pada hal-hal yang

dipilih serta keyakinan dan kepercayaan yang dipilih seseorang.

“Komitmen ini dapat meliputi hal-hal ideologis maupun hal-hal yang

bersifat pribadi. Kemampuan remaja untuk setia pada komitmen

mereka mempengaruhi kemampuan mereka untuk menyelesaikan

krisis identitas.” (Valentini dan Nisfiannoor, 2006 : 4)

Berdasarkan beberapa pengertian identitas diri di atas, dapat disimpulkan

bahwa identitas diri merupakan sebuah terminologi yang cukup luas yang

dipakai seseorang untuk menjelaskan siapakah dirinya. Identitas diri dapat berisi

atribut fisik, keanggotaan dalam suatu komunitas, keyakinan, tujuan, harapan,

prinsip moral atau gaya sosial.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

33

8. Konsep Diri

Perilaku dan tindakan sesorang merupakan ekpresi dari keinginan-

keinginan yang terdapat dalam diri sesorang dimana manusia adalah makhluk

individual maupun makhluk sosial. Mead memandang tindakan sebagai “unit

primitif” dan mengidentifikasi empat basis dan tahapan tindakan yang saling

berhubungan (Ritzer dan Goodman, 2007 : 273)

a. Impuls; tahap pertama yaitu dorongan hati/impuls yang meliputi

stimulasi/rangsangan spontan yang berhubungan dengan alat indera dan

reaksi aktor terhadap rangsangan, kebuthan untuk melakukan sesuatu

terhadapa rangsangan tersebt.

b. Persepsi; aktor menyelidiki dan bereaksi terhadap rangsangan yang

berhubungan dengan impuls dan berbagai alat yang tersedia ntuk

memuaskannya.

c. Manipulasi; setelah impuls menyatakan dirinya sendiri dan objek telah

dipahami, langkah selanjutnya adalah memanipulasi objek atau

mengambil tindakan berkenaan dengan objek itu.

d. Konsumsi; tahap pelaksanaan/ konsumsi atau mengambil tindakan yang

memuaskan dorongan hati yang sebenarnya.

Tindakan yang dilakukan seseorang itulah yang akan menimbulkan

rangsangan bagi tindakan orang lain. Orang-orang saling memberikan isyarat

yang akan mendapatkan umpan balik dari orang lain. Isyarat yang dimaksud

baik berupa gesture maupun bahasa tekstual maupun simbol-simbol. Isyarat

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

34

akan menjadi simbol signifikan dimana simbol dari pengirim dan penerima

simbol mempunyai persepsi yang sama.

Konsep diri adalah pandangan kita mengenai siapa diri kita, dan itu

hanya bisa kita peroleh lewat informasi yang diberikan orang lain kepada

kita. Manusia yang tidak pernah berkomunikasi dengan orang lain tidak

mungkin menyadari kenyataan bahwa dirinya adalah manusia. (Mulyana,

2007: 8)

George Herbert Mead (Mulyana, 2007: 11) mengatakan setiap

manusia mengembangkan konsep dirinya melalui interaksi dengan orang lain

dalam masyarakat – dan itu dilakukan lewat komunikasi.

Konsep diri terikat rumit dengan definisi yang diberikan orang lain

kepada kita sehingga akan terjadi kesulitan memisahkan siapa kita dan siapa

kita menurut orang lain. Namun meski demikian, kita tidak pernah secara

total memenuhi pengharapan orang lain tersebut. Akan tetapi kita berupaya

berinteraksi dengan mereka, pengharapan, kesan, dan citra mereka tentang

kita akan sangat mempengaruhi konsep diri kita, perilaku kita, dan apa yang

kita inginkan. (Mulyana, 2007:10)

Dalam teori interaksionisme simbolik Mead menekankan pada tiga

hal yaitu Mind, Self, and Society yang diturunkan menjadi judul buku

karyanya. Menurut Mead (Ritzer dan Goodman, 2007 : 280) mind,

didefinisiskan sebagai percakapan seseorang dengan dirinya sendiri. Diri

adalah kemampuan untuk menerima diri sendiri sebagi objek maupun subjek

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

35

dimana di sini terjadi proses sosial yaitu adanya komunikasi antar manusia.

Society mencerminkan sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih

oleh individu dalam bentuk aku “me”.

Mead (Ritzer and Goodman, 2007 : 285) menjelaskan terdapat dua

fase diri dalam manusia yaitu “I” dan “me”. “I” adalah tanggapan spontan

individu terhadap individu lain. “I” merupakan tindakan yang terdorong oleh

diri kita sendiri, bagaimana kita melihat diri kita sendiri. Sedangkan “me”

adalah apa yang kita lakukan sesuai dengan apa yang orang lain harapkan.

“Ke-aku-an “I” bereaksi terhadap “me” yang mengorganisir

sekumpulan sikap orang lain yang ia ambil menjadi sikapnya sendiri.

Dengan kata lain “me” adalah penerimaan atas orang lain yang

degeneralisir.” (Ritzer and Goodman, 2007 : 286)

Pada tingkat kelompok, ke-aku-an “me” meskipun tidak sepenuhnya

hilang, akan lebih menonjol karena sifat “I” akan lebih banyak tertutup oleh

apa sikap yang diharapkan dalam kelompok. Menurut Mead (Ritzer and

Goodman, 2007 : 287) masyarakat atau kelompok mencerminkan

sekumpulan tanggapan terorganisir yang diambil alih oleh individu dalam

bentu aku “me”.

F. KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini bermula dari adanya film Mata

Tertutup karya Sutradara Garin Nugroho. Peneliti akan melihat pembentukan

identitas diri remaja dalam film tersebut. Setelah melihat film Mata Tertutup

secara keseluruhan, penulis melihat pembentukan identitas diri terjadi dalam

konsep-diri saya “I” dan aku “me”. Pembentukan identitas diri tersebut tentu tidak

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

36

lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Untuk itu, selanjutnya peneliti

akan menganalisis sesuai dengan teori yang relevan untuk menghasilkan makna

dalam pesan.

G. KONSEP

1. Pembentukan Identitas Diri Remaja

Pembentukan identitas remaja merupakan fase dimana remaja

mencari makna diri dalam relasinya dengan sesama manusia. Pada fase ini

remaja mencari keyakinan dan kepercayaan dan selanjutnya akan

mempengaruhi peran yang dilakoninya dala masyarakat

2. Film

Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media

komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas

simenatrogafi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan

Film

Mata Tertutup

Potret pembentukan

identitas diri remaja

dalam film

Kosep-diri

Bagaimana

konsep-diri

Saya“Me”

terjadi

(Real Type)

Analisis

Wacana

Bagaimana

konsep-diri

Aku “I” terjadi

(Ideal Type)

Page 37: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

37

video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya. (UU No. 8

Tahun 1992 tentang PERFILMAN, BAB I, Pasal 1)

3. Konsep-Diri

Konsep-diri merupakan pandangan diri kita mengenai siapa diri

kita. Siapa diri kita tersebut merupakan tidak bisa terlepas dari cara

pandang orang lain terhadap diri kita yang dilekatkan pada kita. Oelh

karena konsep-diri melihat bagaimana orang berperilaku sebagai dirinya

sendiri dan diri yang berperilaku menurut kehendak orang lain.

Konsep-diri oleh Herbert Mead dijelaskan dalam dua fase yang

saling berhubungan satu sama lain yaitu saya “I” dan aku “me”. “I”

melihat bagaimana diri berperilaku sesuai dirinya sendiri. Sedangkan

“me” melihat bagaimana diri berperilaku menurut kehendak orang lain,

sesuai apa yang dilekatkan orang lain pada diri kita.

4. Analisis Wacana

Analisis wacana adalah suatu analisis yang memfokuskan dalam

meneliti pesan yang tersembunyi dalam suatu teks. Analisis ini akan

menyingkap pesan yang implisit terdapat dalam teks sehingga

menghasilkan makna.

Page 38: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

38

H. METODE PENELITIAN

Metode penelitian dipergunakan peneliti guna memberikan kerangka

kerja dalam memahami objek yang akan menjadi sasaran ilmu pengetahuan.

Dalam penelitian ini metode yang digunakan ditunjukkan untuk melihat pesan

yang dibawa oleh film terkait dengan wacana pembentukan identitas diri remaja.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan

metode analisis wacana. Penelitian kualitatif merujuk pada prosedur penelitian

yang menghasilkan data deskripsi, apa yang ditylis dan dikatakan oleh orang lain

dan tingkah laku yang diamati.

Menurut Pawito, penelitian komunikasi kualitatif biasanya tidak

dimaksudkan untuk memeberikan penjelasan-penjelasan (explanations),

mengontrol gejala0gejala komunikasi atau mengemukakan prediksi-prediksi tetapi

lebih dimaksudkan untuk mengemukakan gambaran dan/atau pemahaman

(understanding) mengenai bagaimana dan mengapa suatu gejala atau realitas

komunikasi terjadi. (Pawito, 2007 : 35)

2. Obyek Penelitian

Dalam penelitian ini yang mejadi objek penelitian adalah adegan-adegan

dalam film “Mata Tertutup” yang mewacanakan pembentukan identitas diri

remaja. Film ini merupakan produksi Maarif Institute dan Yayasan SET dengan

sutradara Garin Nugroho.

Page 39: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

39

3. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu :

a. Sumber data primer

Data primer yang digunakan diambil dari cuplikan-cuplikan gambar

yang ada dalam film Mata Tertutup. Adegan-adegan dalam film dipilih secara

selektif disesuaikan dengan teori yang digunakan penulis dalam penelitian.

Pemilihan adegan tersebut dilakukan dengan purposive sampling sesuai

masalah yang diteliti sehingga didapatkan data yang sesuai serta bersifat

mendalam.

b. Sumber data sekunder

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data sekunder yaitu buku,

artikel, jurnal, dan data dari situs internet.

4. Teknik Sampling

Penelitian dilakukan dengan mengambil cuplikan adegan secara selektif

disesuaikan dengan konsep teoritis yang dipakai. Sebagaimana yang diungkapkan

Pawito dalam Penelitian Komunikasi Kualitatif, teknik penetuan subjek penelitian

komunikasi kualitatif berbeda dengan kuantitafif, dimana kualitatif lebih

mendasarkan diri pada alasan atau pertimbangan-pertimbangan tertentu

(purposeful selection) sesuai dengan tujuan penelitian (Pawito, 2007: 88). Oleh

karena itu, sifat metode penarikan subjek dari penelitian kualitatif adaalah

purposive sampling. Sehingga didapatkan substansi keterwakilan data dan

informasi. Kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis wacana Halliday.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

40

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

mengumpulkan scene yang secara dominan menampilkan pembentukan identitas

diri fluktuatif remaja pada film Mata Tertutup. Kemudian dianalisis dengan

menggunakan analisis wacana Halliday dengan memeperhatiakan aspek audio-

visual dalam film. Peneliti juga melakukan studi literatur, dari berbagai sumber

untuk mengetahui persoalan dalam film secara lebih mendalam untuk kemudian

dianalisis.

6. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana sebagai pendekatan

analisis. Littlejohn berpendapat,

“Analisis wacana lahir dari kesadaran bahwa persoalan yang terdapat

dalam komunikasi bukan terbatas pada penggunaan kalimat atau bagian

kalimat, fungsi ucapan, tetapi juga mencakup struktur pesan yang lebih

kompleks dan inheren yang disebut wacana. (Sobur, 2001 : 48)

Alex Sobur dalam bukunya Analisis Teks Media menjelaskan bahwa

analisis wacana merupakan telaah mengenai sebuah teks.

“Analisis wacana merupakan studi mengenai struktur pesan dalam

komunikasi. Analisis wacana adalah telaah mengenai aneka fungsi

(pragmatik) bahasa. (Sobur, 2001 :48)

Analisis wacana tidak hanya semata-mata melihat bahasa yang

digunakan dalam sebuah media, melainkan pesan dan isi dari bahasa tersebut.

“Kalau analisis kuantitatif lebih menekankan pada pertanyaan “apa”

(what), analisis wacana lebih melihat pada “bagaimana” (how) dari pesan

atau teks komunikasi. Lewat analisis wacana kita bukan hanya

mengetahui bagaimana isi teks berita, tetapi juga bagaimana pesan itu

disampaikan.” (Eriyanto, 2011 : xv )

Page 41: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

41

Menurut Syamsuddin dari segi analisisnya, ciri dan sifat wacana dapat

dikemukakan sebagai berikut : (Sobur, 2001 : 49)

a. Analisis wacana membahas kaidah memakai bahasa di dalam masyarakat (rule

of use – menurut Widdowson)

b. Analisis wacana merupakan usaha memahami makna tuturan dalam konteks,

teks, dan situasi (Firth)

c. Analisis wacana merupakan pemahaman rangkaian tutura melalui intrepetasi

semantik (Beller)

d. Analisis wacana berkaitan dengan pemahaman bahasa dalam tindak berbahasa

(what is said from what is done – menurut Labov)

e. Analisis wacana diarahkan kepada masalah memakai bahasa secara fungsional

(functional use of language – menurut Coulthard)

Pada penelitian ini penulis menggunakan model analisis wacana dari

Halliday. Halliday menyatakan bahwa wacana dalam pengertian Linguistik

Sistemik Fungsional adalah bahasa (baik lisan maupun tulis) yang sedang

melakukan pekerjaan di dalam suatu konteks situasi dan konteks kultural

(Santosa, 2010 : 1). Dalam bahasa sederhana, Halliday menjelaskan bahwa

wacana memusatkan perhatian pada ilmu bahasa yang disebut teks, tetapi selalu

dengan tekanan pada situasinya sebagai konteksnya tempat naskah itu terbentang

dan harus ditafsirkan (Halliday dan Hasan, 1994 : 6).

Pendapat Malinowski (Halliday dan Hasan, 1994 : 8) pun senada bahwa

teks tidak dapat terlepas dari konteks situasi maupun kulturalnya agar dapat

Page 42: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

42

dipahami sebaik-baiknya. Konteks situasi merupakan lingkungan langsung yang

berada dalam penggunaan bahasa. Menurut Halliday terdapat tiga pokok bahasan

dalam konteks situasi, yakni (Santosa, 2010 : 2) :

1. Medan Wacana (Field)

Merujuk pada suatu kejadian dengan lingkungannya, yang sering

diekspresikan dengan apa yang terjadi, kapan, di mana, bagaimana

terjadinya sebuah kejadian.

2. Pelibat Wacana (Tenor)

Merupakan tipe partisipan yang terlibat dalam kejadian tersebut, status dan

peran sosial yang dilakukan oleh partisipan tersebut.

3. Sarana (Mode)

Meliputi dua sub aspek, yakni saluran (channel) merupakan gaya bahasa

yang digunakan untuk mengekspresikan kejadian tersebut (lisan atau tulis).

Aspek lainnya yakni medium yang digunakan untuk menyalurkan proses

sosial tersebut.

Dalam analisa wacana lisan seperti dalam percakapan, seminar, atau

debat termasuk juga dalam analisis teks film, model dinamik dalam konteks

situasi lebih banyak digunakan. O’Donnell (Santosa, 2010 : 3) menyatakan hal ini

disebabkan wacana tersebut aspek medan, pelibat, dan sarananya dapat berubah

sepanjang wacana berjalan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa wacana

akan berubah jika konteks kultural dan kontes situasinya berubah (Santosa, 2010 :

6)

Page 43: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

43

Analisis wacana menurut Halliday ini berbeda dengan analisis wacana

menurut Van Dijk yang melihat bahwa konteks merupakan konstruk metal yang

secara individual menghasilkan intrepetasi yang berbeda terhadap kejadian sosial

yang sedang berjalan. Van Dijk melupakan bahwa konteks situasi meupakan

sistem semiotika sosial yang dibangun melalui hubungan antar partisipan yang

mempunyai status dan peran sosial yang berada di dalamnya. Van Dijk juga

kurang menempatkan medan dan sarana sebagai aspek yang ikut membangun

konfigurasi konstektual tersebut. (Santosa, 2010 : 4)

Halliday menjelaskan suatu wacana (baik lisan maupun tulis), juga

mengandung tiga metafungsi yaitu ideasional, interpersonal, dan tekstual. Ketiga

fungsi tersebut bekerja secara simultan untuk merealisasikan tugas yang diemban

wacana tersebut didalam suatu konteks situasi.

Medan wacana berdekatan dengan metafungsi ideasional

(memperkirakan makna pengalaman). Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa

medan meliputi kejadian dan lingkungannya sementara metafungsi ideasional

mengekpresikan makna pengalaman dan logikal. Pelibat wacana berdekatan

dengan metafungsi interpersonal (memperkirakan makna antar pelibat). Hal

tersebut karena pelibat menggambarkan hubungan peran dan satus partisipan

sementara metafungsi interpersonal menunjukkan ada interaksional dan

transaksional. Selanjutnya, mode wacana berdekatan dengan metafungsi tekstual

(memperkirakan makna tekstual). Hal tersebut karena mode wacana meliputi hal

yang diharapkan oleh para pelibat melalui bahasa dan metafungsi tekstual

merupakan sistem dan makna suatu wacana. (Santosa, 2010 : 5)

Page 44: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · Muhammadiyah Yogyakarta, film sangat dipengaruhi oleh kondisi politik dan ekonomi ketika film itu dibuat. ... banyak tentang budaya dan masyarakat

44

Dari uraian diatas, maka dalam penelitian ini untuk meneliti bagaiamana

pembentukan identitas fluktuatif remaja diwacanakan dalam Film Mata Tertutup,

peneliti menggunakan wacana Halliday. Hal ini dikarenakan penelitian yang

dilakukan hanya sebatas melihat pada level teks yang menggambarkan

pembentukan identitas fluktuatif remaja.

Model wacana Halliday juga digunakan karena dalam analisisnya,

Halliday membedah interaksi antara teks dan situasi (konteks) yang didasarkan

pada tiga konsep yaitu medan wacana, pelibat wacana dan mode wacana yang

selalu berubah sepanjang wacana. Pun demikian dalam Film Mata Tertutup, setiap

scene yang ditampilkan dengan teksnya selalu berganti setting dan

latarbelakangnya sehingga akan menimbulkan fenomena sosial yang berbeda.

Dengan begitu, analisis wacana Halliday yang juga membedah tidak hanya teks

namun juga konteksnya akan membantu peneliti dalam melihat lebih dalam

bagaiamana pembentukan identitas fluktuatif remaja diwacanakan dalam Film

Mata Tertutup.