bab i pendahuluan a. latar belakangmotif dlorong kembang, busana kelir, pakis haji muria, ornamen...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Batik merupakan salah satu contoh hasil seni budaya yang hidup kembali
setelah sempat dilupakan dalam waktu yang lama di dunia modern ini. Kembali
populernya batik tak hanya menjadi perhatian di Indonesia, tetapi juga di kancah
Internasional. Hal ini dibuktikan pada tanggal 2 Oktober 2009 silam ketika UNESCO
(United Nations of Educational Scientific and Cultural Organisation) mengukuhkan
batik sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia (Ginanjar, 2015). Berangkat
dari pengakuan tersebut, kemudian banyak daerah-daerah penghasil batik di
Indonesia mulai muncul di daerah masing-masing, tidak terkecuali di wilayah Kudus.
Menurut Yuli Astuti seorang pelopor dan pembangkit berkembangnya batik
Kudus mengatakan bahwa Kudus merupakan salah satu Kota penghasil produk batik
yang mempunyai bentuk ragam hias khas di setiap motifnya. Batik Kudus merupakan
salah satu batik yang memiliki kualitas tinggi tetapi belum terlalu terekspose di
masyarakat, sehingga masih sedikit yang tahu. Menurut kolektor batik Hartono
Sumarsono, dalam buku yang berjudul “Batik Pusaka Indonesia: Koleksi Hartono
Sumarsono” mengatakan bahwa, Batik Kudus muncul pada abad ke 17 dan
berkembang tahun 1880 hingga 1940.Pada tahun 1975, apresiasi masyarakat terhadap
Batik Kudus mulai menurun. Secara perlahan Batik Kudus pun mulai mengalami
kemunduran (Iswara, 2011).
2
Perkembangannya selanjutnya, seiring dengan berbagai macam usaha yang
gencar dilakukan para pengrajin Batik Kudus, muncullah kembali sebuah harapan.
Pada tahun 2000 Batik Kudus mulai berkembang lagi dengan mereproduksi motif
batik Klasik Kudus dan juga mengembangkan motif batik yang menggambarkan
keadaan Kudus.
Berbagai motif Batik Kudus yang berkembang selanjutnya antara lain adalah
Motif Dlorong Kembang, Busana Kelir, Pakis Haji Muria, Ornamen Kaligrafi,
Merak Kateliu, Merak Pelataran, Biji Mentimun, Motif Batik Buket Beras Kecer,
Dlorong Buketan, Sekar Jagad, Ayam Malah, Lunglungan. Motif-motif batiktersebut
banyak dipengaruhi oleh corak-corak batik pesisiran dan kebudayaan di daerah
Kudus. Kemudian belakangan muncul motif batik kreasi baru yang banyak
menggambarkan keadaan sekitar kota Kudus seperti Motif Batik Gula Tumbu, Motif
Batik Tembakau, Motif Batik Cengkeh, Motif Batik Daun Talas, Motif Batik Pamelo,
Motif Batik Menara Kudus, Motif Batik Gunung Muria Kudus, Motif Batik Jenang
Kudus, Motif Batik Kopi, Motif Batik Gebyok Kudus Dan Motif Batik Parijoto.
Salah satu yang motif yang kurang diminati dari motif-motif batik kreasi baru
adalah motif Parijoto. Motif ini mengambil inspirasi dari buah yang bernama sama,
yaitu Parijoto. Dari segi visual, buah Parijotomemiliki keunikan tersendiri. Buah
Parijoto memiliki batang dan cabang berkayu berwarna pink tua. Daun berwarna
hijau berbentuk lonjong dengan ujung lancip dengan tulang daun melengkung. Buah
tersusun dalam untaian yang tersusun secara bergerombol dengan masing-masing
buah berbentuk bulat kecil menyerupai bunga. Buah Parijoto ini banyak tumbuh di
Lereng Gunung Muria, Kudus.
3
Selain itu, motif batik Parijotosendiri mempunyai sisi historis yang kuat
dibalik keindahan visualnya. Kisahnya berawal ketika istri sunan muria Kudus
sedang hamil. Beliau kemudian memakan buah Parijoto yang didapatkan dari dalam
hutan. Saat dilahirkan ternyata bayi keluar dengan sehat dan berkulit bersih. Sejak itu
berkembanglah mitos bahwa seorang ibu yang sedang hamil apabila memakan buah
Parijoto, maka anak yang lahir akan memiliki paras yang tampan atau cantik, sehat,
dan berkulit bersih.
Kendati demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa motif Parijoto
ini kurang begitu populer.Menurut wawancara dengan Yuli Astuti, selaku pelopor
dan penggerak kebangkitan batik Kudus mengatakan bahwa motif batik Parijoto ini
kurang diminati di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan masih sangat minimnya
pengembangan visual motif Parijoto yang selama ini dilakukan.
Berdasarkan fakta-fakta dan penjelasan yang telah diuraikan diatas tadi,
perancangan ini mencoba menggali dan mengembangkan kekayaan Batik Kudus.
Pengembangan yang dilakukan mengambil sumber ide buah Parijoto untuk
pembuatan motif batik alternatif baru. Alasan pemilihan sumber ide ini adalah motif
Parijoto menyimpan potensi estetik yang besar untuk dikembangkan secara visual.
Perancangan motif batik alternatif baru ini dirasa penting, mengingat masih sedikit
yang mengembangkan Batik Kudus umumnya, dan motif Parijoto khususnya.
4
Pengembangan motif batik Parijoto ini diharapkan mampu menambah
alternatif desain baru dari buah Parijoto, sehingga dapat memunculkan motif-motif
batik alternatif baru yang memperkaya khasanah batik Kudus itu sendiri.
B. Kajian Pustaka
Penelitian Batik Kudus sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian
dalam bentuk skripsi, seperti penelitian Miftahul Fuad pada tahun 2011 berjudul
“Simbolisme Motif Batik Kapal Kandas”. Penelitian tersebut mengkaji tentang
keberadaan motif batik kapal kandas di Kudus dan perkembangannya dari waktu ke
waktu serta makna simbolis dalam motif batik kapal kandas (Miftahul, 2011).
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Bidadari Meilisa Nuraini pada tahun
2012 berjudul “Pengenalan Motif Dan Proses MembatikMelalui Eduwisata Di
SanggarMuria Batik Kudus”. Penelitian tersebut mengkaji dari segi pelestarian dan
pengembangan budaya yaitu tentang motif-motif batik yang ada di sanggar Muria
Batik Kudus dan proses membatik melalui kegiatan Eduwisata (Bidadari, 2012).
Penelitian Sulistiyowati Arni Maryanto pada tahun 2013 berjudul “Bentuk
Dan Makna Nama-nama Motif Batik Kudus”. Penelitian tersebut mengkaji tentang
bentuk nama-nama batik Kudus berdasarkan satuan lingual dan makna leksikal nama-
nama batik Kudus. Dalam penelitian ini Sulistiyowati menyebutkan bahwa dari segi
bahasa nama-nama batik Kudus berbentuk kata berafiks, kata ulang, dan kata
majemuk (Sulistiyowati, 2013).
5
Pengembangan desain batik Kudus menawarkan nuansa yang berbeda dalam
ekspresi estetis dan visual menarik. Dalam kajian pustaka ini akan dipilih beberapa
pustaka yang berkaitan dengan proyek TA seperti buku, kumpulan tulisan dalam
bentuk jurnal penelitian, maupun esai yang berhubungan dengan batik, batik Kudus
dan pengembangan desain.
1. Batik Pesisir
Pada zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan menjadi dua kelompok
besar, yakni batik pedalaman dan batik pesisir. Batik pedalaman adalah batik dari
daerah Surakarta, Yogyakarta, Purworejo, Kebumen, Banyumas, Purbalingga,
Wonosobo dan Temanggung, sedangkan batik pesisir adalah batik yang dihasilkan
didaerah pesisiran Jawa bagian utara dengan beraneka ragam hias dan warna yang
dipengaruhi berbagai kebudayaan asing yang menampilkan ragam hias natural
sebagai pengembangan dari batik pedalaman atau keraton dan dikembangkan sesuai
dengan kekhasan daerah asal, sehingga dalam pemberian nama motif batik tidak
mengandung makna tertentu (Ramelan, 2010).
Pola yang ada pada batik pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka
ragam, dikarenakan pengaruh budaya luar yang begitu kuat. Dalam sejarah
perkembangan batik pesisir mengalami kemajuan sekitar abad ke-19, hal yang
menyebabkan kemajuannya adalah karena adanya kemunduran produksi tekstil dari
India yang selama itu menjadi salah satu produsen kain terbesar yang dijual ke pulau
jawa dan mengakibatkan banyak konsumen beralih ke kain batik.
6
Batik pesisir tumbuh dengan pesat sekitar tahun 1870 an didukung oleh
kemajuan transportasi dengan adanya kereta api dan kapal uap. Pedagang dan
penghasil batik berusaha memenuhi selera konsumen yang beragam yang senantiasa
menuntut inovasi baru, sehingga batik yang dibuat disepanjang pesisir mempunyai
corak yang dinamis. Puncak perkembangan batik pesisir di masa pengusaha Indo-
Belanda berperan pada usaha pembatikan. Batik tersebut dikenal dengan nama "Batik
Belanda". Selain pengusaha dari belanda pengusaha Cina juga ikut dalam usaha
pengembangan batik pesisir.Batik pesisir memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Ragam hias motif batiknya bersifat natural dan mendapat pengaruh
kebudayaan asing secara dominan.
2. Warna beraneka ragam
Kemiripan corak batik dari berbagai daerah di pesisir utara Jawa dapat
dimengerti karena adanya pengaruh akulturasi budaya lokal dan budaya asing yang
membentuk karakter dan corak yang beraneka ragam. Namun, pada setiap daerah
tersebut masih mempertahankan identitas lokal yang menjadikan kekhasan tersendiri.
Secara garis besar batik yang dihasilkan di daerah pesisir memiliki ciri pada ragam
hiasnya yang bersifat naturalistik dan mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan
asing yang terlihat kuat serta warna yang beraneka ragam (Nian S. Djoemena, 1990)
2. Batik Kudus
Perjalanan munculnya batik di daerah Kudus mulai dikenal pada abad 17.
Sejumlah literatur menyebutkan, batik telah menjadi bagian identitas dari masyarakat
7
Kudus pada rentang waktu antara tahun 1880 hingga 1940. Batik Kudus untuk
pertama kali berjaya sekitar tahun 1930-1970, namun pada tahun 1975 secara
perlahan batik Kudus yang sarat akan keunikannya mengalami kemunduran dan
mulai tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat luas, khususnya di Kudus sendiri.
Menurut Ummu Asyiati sebagai pengrajin batik Kudus, batik Kudus ini
merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari
budaya Indonesia, umumnya Jawa dan khususnya daerah Kudus dan sekitarnya.
Orang Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik
sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah
pekerjaan eksklusif perempuan.
Seorang kolektor bernama Hartono Sumarsono mengatakan bahwa corak dan
motif batik Kudus sangat beragam karena pada masa itu pengarajin batik Kudus ada
yang dari etnis keturunan Cina dan penduduk asli atau pribumi. Batik Kudus yang
dibuat oleh pengrajin Cina dikenal dengan batik nyonya atau batik saudagaran yang
mempunyai ciri khas kehalusan dan kerumitannya dengan isen-isennya. Kebanyakan
batik ini dipakai oleh kalangan menengah ke atas dengan menggunakan corak
perpaduan antara batik pesisir dan batik Mataraman dengan warna sogan(Iswara,
2011). Menurut Yuli Astuti, batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin asli Kudus atau
pribumi dipengaruhi oleh budaya sekitar dan coraknya juga dipengaruhi olah batik
pesisiran. Batik Kudus selalu mempunyai dasar yang rumit, memiliki tingkat
kehalusan tinggi dan unik di detailnya. Batik yang dibuat mempunyai arti ataupun
kegunaan dan ada motif yang bernafaskan budaya Islam atau motif Islamik kaligrafi
karena dipengaruhi oleh sejarah Walisongo yang berada di Kudus. Hal inilah yang
8
menjadi keunikan karena perbedaan serta keragaman budaya yang tecermin di
motifnya.
Yuli Astuti, seorang pengrajin batik Kudus, mengatakan bahwa
pengembangan motif batik Kudus dilakukan dengan melakukan riset lapangan,
sehingga batik yang dihasilkan memiliki nilai edukasi, seni, budaya, dan nilai
ekonomi yang tinggi.
3. Motif Batik Parijoto
Motif batik Parijoto merupakan motif kreasi baru dari motif batik Kudus. Ada
beberapa perancang batik Kudus yang mengembangkan motif batik Parijoto. Motif
batik ini diangkat menjadi motif karena motif ini terkait dengan buah Parijoto yang
terkenal di kota Kudus. Parijoto merupakan buah yang tampak menyerupai bunga
yang banyak tumbuh di Gunung Muria Kudus. Saat masih muda, buah berwarna pink
yang memiliki rasa asam agak sepet namun semakin memerah keunguan setelah
masak dan rasanya lebih dominan kesepet. Buah Parijoto memiliki batang dan cabang
Gambar 1: Buah Parijoto
Sumber: Hamida, 2016
9
berwarna pink tua. Daun berwarna hijau berbentuk lonjong dengan ujung lancip
dengan tulang daun melengkung. Buah tersusun dalam untaian yang besar dengan
masing-masing buah berbentuk bulat kecil. Buah Parijoto ini juga merupakan salah
satu tanaman yang buahnya dipercaya mampu menyuburkan kandungan. Mitos yang
terkait tentang buah Parijoto berawal ketika istri Sunan Muria Kudus hamil.
Kemudian beliau memakan buah Parijoto yang didapatinya dari dalam hutan. Saat
dilahirkan ternyata bayi keluar dengan sehat dan berkulit bersih. Sejak itu
berkembanglah mitos bahwa saat ibu yang sedang hamil memakan buah Parijoto
maka anak yang dilahirkannya akan menjadi tampan atau cantik, terlahir sehat dan
berkulit bersih. Mitos ini boleh dipercaya atau pun tidak, tetapi tanaman ini memiliki
kandungan zat kardenolin, saponin, flavonid dan tanin (alamendah.wordpress.com,
pada tanggal 11/9/2014). Sampai sekarang, buah Parijoto banyak diperjual belikan di
sekitar area pemakaman Sunan Muria Kudus.
Yuli Astuti, seorang pengrajin batik Kudus, mengatakan bahwa
pengembangan motif batik Kudus dilakukan dengan melakukan riset lapangan,
sehingga batik yang dihasilkan memiliki nilai edukasi, seni, budaya, dan nilai
ekonomi yang tinggi. Motif batik Parijoto dikembangkan dengan mempertimbangkan
unsur-unsur estetika meliputi motif dan warna. Ada beberapa perancang batik di
Kudus yang mengembangkan visual buah Parijoto sebagai motif batik.
10
1. Yuli Astuti seorang perancang batik sekaligus pelestari batik Kudus yang
mengembangkan motif batik Parijoto dan mempunyai Galeri Batik Kudus.
a.
Keterangan gambar: Motif batik Parijoto ini menggambarkan tentang kandasnya
sebuah kapal Cina yang bermukim di Lereng Gunung Muria. Kapal tersebut
membawa rempah-rempah termasuk buah Parijoto. Melihat sejarah tersebut Yuli
Astuti berkreasi membuat visual kedalam motif batik. Motif batik yang digunakan
adalah buah Parijoto, kapal kandas, keramik Cina dan isen-isen. Motif batik ini lebih
banyak digunakan oleh wanita sebagai busana atasan ataupun dress. Pewarna yang
digunakan menggunakan pewarna sintetis yaitu zat warna naftol dan rapit. Warna
biru, hijau, kuning adalah warna pada motif sedangkan warna merah menjadi warna
dasar pada desain batik ini. Bahan yang digunakan adalah kain katun primisima
dengan pemakaian teknik batik cap.
Motif Kapal Kandas
Motif Parijoto
Motif Keramik Cina
Gambar 2 : Motif BatikParijotokarya Yuli Astuti
Sumber:www.muriabatikkudus.com
11
b.
Keterangan gambar: Pengembangan motif batik lainnya yang terkait buah parijoto
adalah kombinasi antara buketan parijoto dan kapal kandas.Motif batik parijoto ini
menggambarkan tentang kandasnya sebuah kapal Cina yang bermukim di Lereng
Gunung Muria. Kapal tersebut membawa rempah-rempah termasuk buah parijoto.
Melihat sejarah tersebut Yuli Astuti berkreasi membuat visual kedalam motif batik.
Pewarna yang digunakan menggunakan pewarna sintetis yaitu zat warna naftol dan
rapit. Warna biru, hijau, kuning, merah adalah warna pada motif sedangkan warna
hitam menjadi warna dasar pada desain batik ini. Bahan yang digunakan adalah kain
katun primisima. Teknik yang digunakan teknik batik cap dengan menggunakan
motif buketan Parijoto. Motif batik ini lebih banyak digunakan oleh wanita sebagai
busana dan dress.
Motif Kapal Kandas
Motif Buketan Parijoto
Gambar 3 : Motif Batik Parijoto karya Yuli Astuti
Sumber:www.muriabatikkudus.com
12
c.
Keterangan gambar: Pengembangan motif batik lainnya yang terkait buah Parijoto
adalah buketan Parijoto dengan perpaduan isen-isen agar terlihat menarik. Buah
Parijoto ini merupakan hasil alam di Kota Kudus yang sangat terkenal akan mitosnya,
sehingga menjadi ide untuk perancangan motif batik Kudus. Pewarna yang digunakan
menggunakan pewarna sintetis yaitu zat warna naftol dan rapit. Warna biru, hijau,
kuning, orange adalah warna pada motif sedangkan warna merah maroon menjadi
warna dasar pada desain batik ini. Bahan yang digunakan adalah kain katun
primisima. Teknik yang digunakan teknik batik cap dengan menggunakan motif
buketan Parijoto. Motif batik ini lebih banyak digunakan oleh wanita sebagai busana
dan dress.
Motif Buketan Parijoto
Gambar 4: Motif Batik Parijoto karya Yuli Astuti
Sumber: www.muriabatikkudus.com
13
2. Ummu Asyiati seorang pengrajin batik Kudus yang mempunyai usaha batik
“Alfa Batik Kudus”
a.
Keterangan gambar: Ide dalam pembuatan motif batik ini adalah karena tanaman
buah Parijoto merupakan salah satu hasil alam di Kota Kudus yang terkenal dengan
mitosnya. Perancangan desain batik ini mengkombinasikan tanaman buah Parijoto
dengan kupu – kupu dan penambahan isen – isen pada backgrounnya. Motif ini
dirancang secara panel dengan teknik batik tulis. Pewarna yang digunakan adalah
pewarna naftol dan indigosol. Pada motif berwarna biru tua, ungu, merah muda dan
line berwarna coklat sedangkan backgrounnya berwarna biru tosca. Bahan yang
digunakan yaitu kain katun primisima. Motif ini bisa digunakan oleh wanita dan laki
– laki sebagai busana ataupun kemeja.
Motif Kupu-kupu
Motif Parijoto
Gambar 5: Motif Batik Parijoto karya Ummu Asyiati
Sumber: Hamida, 2014
14
b.
Keterangangambar: Ide dalam pembuatan motif batik ini adalah karena tanaman buah
Parijoto merupakan salah satu hasil alam di Kota Kudus yang terkenal dengan
mitosnya. Perancangan desain batik ini mengkombinasikan tanaman buah parijoto
dengan kupu – kupu dan penambahan isen – isen pada backgrounnya. Motif ini
dirancang secara panel dengan teknik batik tulis. Pewarna yang digunakan adalah
pewarna naftol dan indigosol. Pada motif berwarna hijau tua, merah, biru tua dan line
berwarna coklat sedangkan backgrounnya berwarna putih. Bahan yang digunakan
yaitu kain katun primisima. Motif ini bisa digunakan oleh wanita dan laki – laki
sebagai busana ataupun kemeja.
Selain di kota Kudus motif batik Parijoto juga mulai dikembangkan di daerah
Yogyakarta tepatnya di Sleman. Motif batik Sinom Parijoto merupakan nama motif
batik yang dikreasikan oleh Susilo Radi Yunianto, seorang warga Sleman yang dua
tahun lalu menjadi pemenang lomba desain Batik di Sleman. Motif Sinom Parijoto
ini mengangkat hasil alam dari tanaman Parijoto dan Salak yang menjadi sumber
Motif Parijoto
Motif Kupu-kupu
Gambar 6: Motif Batik Parijoto karya Ummu Asyiati
Sumber: Hamida, 2014
15
daya alam di Kabupaten Sleman. Beberapa motif batik Sinom Parijoto yang ada di
UKM Ayu Arimbi di Dusun Plapahan Pandowoharjo Sleman :
a.
Keterangan gambar: Motif ini menggambarkan elemen tangkai, daun, bunga Parijoto,
daun Salak dan bunga Salak. Posisi tanaman Parijoto dirancang dengan komposisi
diagonal yang di sela-sela bidangnya diisi dengan motif buah dan daun Salak Pondoh.
Latar belakang motif diberi isen-isen cecek (titik-titik) yang menyebar merata.
b.
Gambar 7: Motif Batik Sinom Parijoto
Sumber: Penulispro.com, 2014
Gambar 8: Motif Batik Sinom Parijoto
Sumber: Penulispro.com, 2014
Motif Parijoto
Motif Bunga Parijoto
Motif BuahSalak Pondoh
Motif Daun Salak
Motif Salak Pondoh
Motif Daun Salak
16
Keterangan gambar: Pada motif batik ini menggambarkan bunga Parijoto yang
berwarna biru dan putih dengan komposisi arahan diagonal dan susunan daun
Parijoto yang terlihat estetis. Sementara itu, daun Salak Pondoh dikomposisikan
secara acak tetapi selalu berdekatan dengan buahnya. Warna pada daun Salak adalah
coklat dan gabungan antara coklat dan putih, sedangkan buah Salak dibuat warna
coklat, putih dan kuning.
4. Serat Sutra
Sutra adalah serat berbentuk filamen yang diperoleh dari sejenis serangga
yang disebut Lepidoptera. Serat tersebut dihasilkan oleh larva ulat sutera sewaktu
membentuk kepompong, yaitu bentuk ulat sebelum menjadi kupu – kupu.
Kegunaan serat sutera antara lain untuk bahan pakaian yang bermutu tinggi
seperti bahan pakain wanita, kaus kaki wanita, dasi, sapu tangan, untuk keperluan alat
– alat rumah tangga seperti kain gorden, sprei, untuk benang jahit, benang sulam,
isolasi listrik, kain parasut, senar alat – alat musik, dan lain – lain.
Untuk mengenal serat dari protein dapat dilakukan dengan membakar serat.
Serat protein jika dibakar akan berbau rambut atau tanduk terbakar dan meninggalkan
noda hitam (Ernawati, dkk, 2008).
5. Zat Warna Sintetis
Zat warna yang digunakan dalam pembuatan kain batik ini menggunakan zat
warna sintetis. Zat warna sintetis dipilih karena zat warna ini dapat menghasilkan
17
beragam warna. Menurut Ruwahdi dalam buku Panduan Zat Warna Sintetis (2005)
zat warna yang dipakai dalam pembatikan antara lain:
1) Zat Warna Napthol
Zat warna Napthol termasuk golongan pigmen yang banyak digunakan dalam
proses pembatikan, karena kualitasnya yang cukup baik dan cara pemakaian
yang cukup mudah. Pewarnaan dengan zat warna Napthol ini melalui 2 tahap,
karena zat warna ini terdiri dari 2 komponen yang masing-masing tidak dapat
memberikan warna, tapi bila sudah digabungkan maka akan memunculkan
warna. Komponen pertama adalah Napthol dan komponen kedua disebut
garam Diazo. Umumnya perbandingan Napthol dan garam Diazo adalah 1:2
/1:3.
2) Zat Warna Indigosol
Zat warna ini termasuk golongan zat warna bejana yang larut dalam air.
Larutan zat warna merupakan suatu larutan yang berwarna kuning jernih.
Pewarnaan pada zat warna ini juga melalui 2 tahap yaitu pewarnaan dengan
larutan warna dan pembangkitan warna. Pewarnaan pada larutan pertama
belum diperoleh warna yang dikehendaki, baru setelah diberi larutan asam,
akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan pada
pencelupan dengan zat warna Indigosol adalah Natrium Nitrit dan Larutan
Asam (HCL) atau Soda Abu untuk membantu melarutkan zat warnanya.
Perbandingan Natrium Nitrit dengan Indigosol adalah 1:2.
18
3) Zat Warna Rapid
Zat warna ini termasuk golongan zat warna reaktif dan tidak pernah
digunakan untuk pencelupan, karena hasilnya tidak rata umumnya hanya
digunakan untuk coletan. Zat warna ini umunya digunakan untuk tekstil
printing.
4) Zat Warna Soga Koppel (Garuda Soga)
Zat warna ini termasuk zat warna Soga Sintetis dari Golongan cat langsung
dan disebut juga Soga Garam karena untuk pengerjaan iringnya (pengunci)
menggunakan garam Diazo. Zat warna ini khusus memberi warna soga
(coklat).
5) Zat Warna Remasol
Zat warna ini termasuk zat warna reaktif yang mengandung gugus reaktif
Vynil Sulfon yang dapat bereaksi berikatan langsung dengan serat, sehingga
merupakan bagian dari serat. Zat warna ini tanpa adanya alkali tidak reaktif,
sehingga zat warna ini sebelum ditambah alkali (kostik soda) dapat disimpan
dalam waktu agak lama, tetapi bila sudah ditambah kaustik soda harus segera
digunakan.