bab i pendahuluan a. latar belakangmotif dlorong kembang, busana kelir, pakis haji muria, ornamen...

19
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan salah satu contoh hasil seni budaya yang hidup kembali setelah sempat dilupakan dalam waktu yang lama di dunia modern ini. Kembali populernya batik tak hanya menjadi perhatian di Indonesia, tetapi juga di kancah Internasional. Hal ini dibuktikan pada tanggal 2 Oktober 2009 silam ketika UNESCO (United Nations of Educational Scientific and Cultural Organisation) mengukuhkan batik sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia (Ginanjar, 2015). Berangkat dari pengakuan tersebut, kemudian banyak daerah-daerah penghasil batik di Indonesia mulai muncul di daerah masing-masing, tidak terkecuali di wilayah Kudus. Menurut Yuli Astuti seorang pelopor dan pembangkit berkembangnya batik Kudus mengatakan bahwa Kudus merupakan salah satu Kota penghasil produk batik yang mempunyai bentuk ragam hias khas di setiap motifnya. Batik Kudus merupakan salah satu batik yang memiliki kualitas tinggi tetapi belum terlalu terekspose di masyarakat, sehingga masih sedikit yang tahu. Menurut kolektor batik Hartono Sumarsono, dalam buku yang berjudul “Batik Pusaka Indonesia: Koleksi Hartono Sumarsono” mengatakan bahwa, Batik Kudus muncul pada abad ke 17 dan berkembang tahun 1880 hingga 1940.Pada tahun 1975, apresiasi masyarakat terhadap Batik Kudus mulai menurun. Secara perlahan Batik Kudus pun mulai mengalami kemunduran (Iswara, 2011).

Upload: others

Post on 02-Jan-2020

14 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Batik merupakan salah satu contoh hasil seni budaya yang hidup kembali

setelah sempat dilupakan dalam waktu yang lama di dunia modern ini. Kembali

populernya batik tak hanya menjadi perhatian di Indonesia, tetapi juga di kancah

Internasional. Hal ini dibuktikan pada tanggal 2 Oktober 2009 silam ketika UNESCO

(United Nations of Educational Scientific and Cultural Organisation) mengukuhkan

batik sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia (Ginanjar, 2015). Berangkat

dari pengakuan tersebut, kemudian banyak daerah-daerah penghasil batik di

Indonesia mulai muncul di daerah masing-masing, tidak terkecuali di wilayah Kudus.

Menurut Yuli Astuti seorang pelopor dan pembangkit berkembangnya batik

Kudus mengatakan bahwa Kudus merupakan salah satu Kota penghasil produk batik

yang mempunyai bentuk ragam hias khas di setiap motifnya. Batik Kudus merupakan

salah satu batik yang memiliki kualitas tinggi tetapi belum terlalu terekspose di

masyarakat, sehingga masih sedikit yang tahu. Menurut kolektor batik Hartono

Sumarsono, dalam buku yang berjudul “Batik Pusaka Indonesia: Koleksi Hartono

Sumarsono” mengatakan bahwa, Batik Kudus muncul pada abad ke 17 dan

berkembang tahun 1880 hingga 1940.Pada tahun 1975, apresiasi masyarakat terhadap

Batik Kudus mulai menurun. Secara perlahan Batik Kudus pun mulai mengalami

kemunduran (Iswara, 2011).

2

Perkembangannya selanjutnya, seiring dengan berbagai macam usaha yang

gencar dilakukan para pengrajin Batik Kudus, muncullah kembali sebuah harapan.

Pada tahun 2000 Batik Kudus mulai berkembang lagi dengan mereproduksi motif

batik Klasik Kudus dan juga mengembangkan motif batik yang menggambarkan

keadaan Kudus.

Berbagai motif Batik Kudus yang berkembang selanjutnya antara lain adalah

Motif Dlorong Kembang, Busana Kelir, Pakis Haji Muria, Ornamen Kaligrafi,

Merak Kateliu, Merak Pelataran, Biji Mentimun, Motif Batik Buket Beras Kecer,

Dlorong Buketan, Sekar Jagad, Ayam Malah, Lunglungan. Motif-motif batiktersebut

banyak dipengaruhi oleh corak-corak batik pesisiran dan kebudayaan di daerah

Kudus. Kemudian belakangan muncul motif batik kreasi baru yang banyak

menggambarkan keadaan sekitar kota Kudus seperti Motif Batik Gula Tumbu, Motif

Batik Tembakau, Motif Batik Cengkeh, Motif Batik Daun Talas, Motif Batik Pamelo,

Motif Batik Menara Kudus, Motif Batik Gunung Muria Kudus, Motif Batik Jenang

Kudus, Motif Batik Kopi, Motif Batik Gebyok Kudus Dan Motif Batik Parijoto.

Salah satu yang motif yang kurang diminati dari motif-motif batik kreasi baru

adalah motif Parijoto. Motif ini mengambil inspirasi dari buah yang bernama sama,

yaitu Parijoto. Dari segi visual, buah Parijotomemiliki keunikan tersendiri. Buah

Parijoto memiliki batang dan cabang berkayu berwarna pink tua. Daun berwarna

hijau berbentuk lonjong dengan ujung lancip dengan tulang daun melengkung. Buah

tersusun dalam untaian yang tersusun secara bergerombol dengan masing-masing

buah berbentuk bulat kecil menyerupai bunga. Buah Parijoto ini banyak tumbuh di

Lereng Gunung Muria, Kudus.

3

Selain itu, motif batik Parijotosendiri mempunyai sisi historis yang kuat

dibalik keindahan visualnya. Kisahnya berawal ketika istri sunan muria Kudus

sedang hamil. Beliau kemudian memakan buah Parijoto yang didapatkan dari dalam

hutan. Saat dilahirkan ternyata bayi keluar dengan sehat dan berkulit bersih. Sejak itu

berkembanglah mitos bahwa seorang ibu yang sedang hamil apabila memakan buah

Parijoto, maka anak yang lahir akan memiliki paras yang tampan atau cantik, sehat,

dan berkulit bersih.

Kendati demikian, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa motif Parijoto

ini kurang begitu populer.Menurut wawancara dengan Yuli Astuti, selaku pelopor

dan penggerak kebangkitan batik Kudus mengatakan bahwa motif batik Parijoto ini

kurang diminati di masyarakat. Hal tersebut dikarenakan masih sangat minimnya

pengembangan visual motif Parijoto yang selama ini dilakukan.

Berdasarkan fakta-fakta dan penjelasan yang telah diuraikan diatas tadi,

perancangan ini mencoba menggali dan mengembangkan kekayaan Batik Kudus.

Pengembangan yang dilakukan mengambil sumber ide buah Parijoto untuk

pembuatan motif batik alternatif baru. Alasan pemilihan sumber ide ini adalah motif

Parijoto menyimpan potensi estetik yang besar untuk dikembangkan secara visual.

Perancangan motif batik alternatif baru ini dirasa penting, mengingat masih sedikit

yang mengembangkan Batik Kudus umumnya, dan motif Parijoto khususnya.

4

Pengembangan motif batik Parijoto ini diharapkan mampu menambah

alternatif desain baru dari buah Parijoto, sehingga dapat memunculkan motif-motif

batik alternatif baru yang memperkaya khasanah batik Kudus itu sendiri.

B. Kajian Pustaka

Penelitian Batik Kudus sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian

dalam bentuk skripsi, seperti penelitian Miftahul Fuad pada tahun 2011 berjudul

“Simbolisme Motif Batik Kapal Kandas”. Penelitian tersebut mengkaji tentang

keberadaan motif batik kapal kandas di Kudus dan perkembangannya dari waktu ke

waktu serta makna simbolis dalam motif batik kapal kandas (Miftahul, 2011).

Penelitian berikutnya dilakukan oleh Bidadari Meilisa Nuraini pada tahun

2012 berjudul “Pengenalan Motif Dan Proses MembatikMelalui Eduwisata Di

SanggarMuria Batik Kudus”. Penelitian tersebut mengkaji dari segi pelestarian dan

pengembangan budaya yaitu tentang motif-motif batik yang ada di sanggar Muria

Batik Kudus dan proses membatik melalui kegiatan Eduwisata (Bidadari, 2012).

Penelitian Sulistiyowati Arni Maryanto pada tahun 2013 berjudul “Bentuk

Dan Makna Nama-nama Motif Batik Kudus”. Penelitian tersebut mengkaji tentang

bentuk nama-nama batik Kudus berdasarkan satuan lingual dan makna leksikal nama-

nama batik Kudus. Dalam penelitian ini Sulistiyowati menyebutkan bahwa dari segi

bahasa nama-nama batik Kudus berbentuk kata berafiks, kata ulang, dan kata

majemuk (Sulistiyowati, 2013).

5

Pengembangan desain batik Kudus menawarkan nuansa yang berbeda dalam

ekspresi estetis dan visual menarik. Dalam kajian pustaka ini akan dipilih beberapa

pustaka yang berkaitan dengan proyek TA seperti buku, kumpulan tulisan dalam

bentuk jurnal penelitian, maupun esai yang berhubungan dengan batik, batik Kudus

dan pengembangan desain.

1. Batik Pesisir

Pada zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan menjadi dua kelompok

besar, yakni batik pedalaman dan batik pesisir. Batik pedalaman adalah batik dari

daerah Surakarta, Yogyakarta, Purworejo, Kebumen, Banyumas, Purbalingga,

Wonosobo dan Temanggung, sedangkan batik pesisir adalah batik yang dihasilkan

didaerah pesisiran Jawa bagian utara dengan beraneka ragam hias dan warna yang

dipengaruhi berbagai kebudayaan asing yang menampilkan ragam hias natural

sebagai pengembangan dari batik pedalaman atau keraton dan dikembangkan sesuai

dengan kekhasan daerah asal, sehingga dalam pemberian nama motif batik tidak

mengandung makna tertentu (Ramelan, 2010).

Pola yang ada pada batik pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka

ragam, dikarenakan pengaruh budaya luar yang begitu kuat. Dalam sejarah

perkembangan batik pesisir mengalami kemajuan sekitar abad ke-19, hal yang

menyebabkan kemajuannya adalah karena adanya kemunduran produksi tekstil dari

India yang selama itu menjadi salah satu produsen kain terbesar yang dijual ke pulau

jawa dan mengakibatkan banyak konsumen beralih ke kain batik.

6

Batik pesisir tumbuh dengan pesat sekitar tahun 1870 an didukung oleh

kemajuan transportasi dengan adanya kereta api dan kapal uap. Pedagang dan

penghasil batik berusaha memenuhi selera konsumen yang beragam yang senantiasa

menuntut inovasi baru, sehingga batik yang dibuat disepanjang pesisir mempunyai

corak yang dinamis. Puncak perkembangan batik pesisir di masa pengusaha Indo-

Belanda berperan pada usaha pembatikan. Batik tersebut dikenal dengan nama "Batik

Belanda". Selain pengusaha dari belanda pengusaha Cina juga ikut dalam usaha

pengembangan batik pesisir.Batik pesisir memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Ragam hias motif batiknya bersifat natural dan mendapat pengaruh

kebudayaan asing secara dominan.

2. Warna beraneka ragam

Kemiripan corak batik dari berbagai daerah di pesisir utara Jawa dapat

dimengerti karena adanya pengaruh akulturasi budaya lokal dan budaya asing yang

membentuk karakter dan corak yang beraneka ragam. Namun, pada setiap daerah

tersebut masih mempertahankan identitas lokal yang menjadikan kekhasan tersendiri.

Secara garis besar batik yang dihasilkan di daerah pesisir memiliki ciri pada ragam

hiasnya yang bersifat naturalistik dan mendapat pengaruh dari berbagai kebudayaan

asing yang terlihat kuat serta warna yang beraneka ragam (Nian S. Djoemena, 1990)

2. Batik Kudus

Perjalanan munculnya batik di daerah Kudus mulai dikenal pada abad 17.

Sejumlah literatur menyebutkan, batik telah menjadi bagian identitas dari masyarakat

7

Kudus pada rentang waktu antara tahun 1880 hingga 1940. Batik Kudus untuk

pertama kali berjaya sekitar tahun 1930-1970, namun pada tahun 1975 secara

perlahan batik Kudus yang sarat akan keunikannya mengalami kemunduran dan

mulai tidak mendapatkan apresiasi dari masyarakat luas, khususnya di Kudus sendiri.

Menurut Ummu Asyiati sebagai pengrajin batik Kudus, batik Kudus ini

merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni tinggi dan telah menjadi bagian dari

budaya Indonesia, umumnya Jawa dan khususnya daerah Kudus dan sekitarnya.

Orang Jawa di masa lampau menjadikan keterampilan mereka dalam membatik

sebagai mata pencaharian, sehingga di masa lalu pekerjaan membatik adalah

pekerjaan eksklusif perempuan.

Seorang kolektor bernama Hartono Sumarsono mengatakan bahwa corak dan

motif batik Kudus sangat beragam karena pada masa itu pengarajin batik Kudus ada

yang dari etnis keturunan Cina dan penduduk asli atau pribumi. Batik Kudus yang

dibuat oleh pengrajin Cina dikenal dengan batik nyonya atau batik saudagaran yang

mempunyai ciri khas kehalusan dan kerumitannya dengan isen-isennya. Kebanyakan

batik ini dipakai oleh kalangan menengah ke atas dengan menggunakan corak

perpaduan antara batik pesisir dan batik Mataraman dengan warna sogan(Iswara,

2011). Menurut Yuli Astuti, batik Kudus yang dibuat oleh pengrajin asli Kudus atau

pribumi dipengaruhi oleh budaya sekitar dan coraknya juga dipengaruhi olah batik

pesisiran. Batik Kudus selalu mempunyai dasar yang rumit, memiliki tingkat

kehalusan tinggi dan unik di detailnya. Batik yang dibuat mempunyai arti ataupun

kegunaan dan ada motif yang bernafaskan budaya Islam atau motif Islamik kaligrafi

karena dipengaruhi oleh sejarah Walisongo yang berada di Kudus. Hal inilah yang

8

menjadi keunikan karena perbedaan serta keragaman budaya yang tecermin di

motifnya.

Yuli Astuti, seorang pengrajin batik Kudus, mengatakan bahwa

pengembangan motif batik Kudus dilakukan dengan melakukan riset lapangan,

sehingga batik yang dihasilkan memiliki nilai edukasi, seni, budaya, dan nilai

ekonomi yang tinggi.

3. Motif Batik Parijoto

Motif batik Parijoto merupakan motif kreasi baru dari motif batik Kudus. Ada

beberapa perancang batik Kudus yang mengembangkan motif batik Parijoto. Motif

batik ini diangkat menjadi motif karena motif ini terkait dengan buah Parijoto yang

terkenal di kota Kudus. Parijoto merupakan buah yang tampak menyerupai bunga

yang banyak tumbuh di Gunung Muria Kudus. Saat masih muda, buah berwarna pink

yang memiliki rasa asam agak sepet namun semakin memerah keunguan setelah

masak dan rasanya lebih dominan kesepet. Buah Parijoto memiliki batang dan cabang

Gambar 1: Buah Parijoto

Sumber: Hamida, 2016

9

berwarna pink tua. Daun berwarna hijau berbentuk lonjong dengan ujung lancip

dengan tulang daun melengkung. Buah tersusun dalam untaian yang besar dengan

masing-masing buah berbentuk bulat kecil. Buah Parijoto ini juga merupakan salah

satu tanaman yang buahnya dipercaya mampu menyuburkan kandungan. Mitos yang

terkait tentang buah Parijoto berawal ketika istri Sunan Muria Kudus hamil.

Kemudian beliau memakan buah Parijoto yang didapatinya dari dalam hutan. Saat

dilahirkan ternyata bayi keluar dengan sehat dan berkulit bersih. Sejak itu

berkembanglah mitos bahwa saat ibu yang sedang hamil memakan buah Parijoto

maka anak yang dilahirkannya akan menjadi tampan atau cantik, terlahir sehat dan

berkulit bersih. Mitos ini boleh dipercaya atau pun tidak, tetapi tanaman ini memiliki

kandungan zat kardenolin, saponin, flavonid dan tanin (alamendah.wordpress.com,

pada tanggal 11/9/2014). Sampai sekarang, buah Parijoto banyak diperjual belikan di

sekitar area pemakaman Sunan Muria Kudus.

Yuli Astuti, seorang pengrajin batik Kudus, mengatakan bahwa

pengembangan motif batik Kudus dilakukan dengan melakukan riset lapangan,

sehingga batik yang dihasilkan memiliki nilai edukasi, seni, budaya, dan nilai

ekonomi yang tinggi. Motif batik Parijoto dikembangkan dengan mempertimbangkan

unsur-unsur estetika meliputi motif dan warna. Ada beberapa perancang batik di

Kudus yang mengembangkan visual buah Parijoto sebagai motif batik.

10

1. Yuli Astuti seorang perancang batik sekaligus pelestari batik Kudus yang

mengembangkan motif batik Parijoto dan mempunyai Galeri Batik Kudus.

a.

Keterangan gambar: Motif batik Parijoto ini menggambarkan tentang kandasnya

sebuah kapal Cina yang bermukim di Lereng Gunung Muria. Kapal tersebut

membawa rempah-rempah termasuk buah Parijoto. Melihat sejarah tersebut Yuli

Astuti berkreasi membuat visual kedalam motif batik. Motif batik yang digunakan

adalah buah Parijoto, kapal kandas, keramik Cina dan isen-isen. Motif batik ini lebih

banyak digunakan oleh wanita sebagai busana atasan ataupun dress. Pewarna yang

digunakan menggunakan pewarna sintetis yaitu zat warna naftol dan rapit. Warna

biru, hijau, kuning adalah warna pada motif sedangkan warna merah menjadi warna

dasar pada desain batik ini. Bahan yang digunakan adalah kain katun primisima

dengan pemakaian teknik batik cap.

Motif Kapal Kandas

Motif Parijoto

Motif Keramik Cina

Gambar 2 : Motif BatikParijotokarya Yuli Astuti

Sumber:www.muriabatikkudus.com

11

b.

Keterangan gambar: Pengembangan motif batik lainnya yang terkait buah parijoto

adalah kombinasi antara buketan parijoto dan kapal kandas.Motif batik parijoto ini

menggambarkan tentang kandasnya sebuah kapal Cina yang bermukim di Lereng

Gunung Muria. Kapal tersebut membawa rempah-rempah termasuk buah parijoto.

Melihat sejarah tersebut Yuli Astuti berkreasi membuat visual kedalam motif batik.

Pewarna yang digunakan menggunakan pewarna sintetis yaitu zat warna naftol dan

rapit. Warna biru, hijau, kuning, merah adalah warna pada motif sedangkan warna

hitam menjadi warna dasar pada desain batik ini. Bahan yang digunakan adalah kain

katun primisima. Teknik yang digunakan teknik batik cap dengan menggunakan

motif buketan Parijoto. Motif batik ini lebih banyak digunakan oleh wanita sebagai

busana dan dress.

Motif Kapal Kandas

Motif Buketan Parijoto

Gambar 3 : Motif Batik Parijoto karya Yuli Astuti

Sumber:www.muriabatikkudus.com

12

c.

Keterangan gambar: Pengembangan motif batik lainnya yang terkait buah Parijoto

adalah buketan Parijoto dengan perpaduan isen-isen agar terlihat menarik. Buah

Parijoto ini merupakan hasil alam di Kota Kudus yang sangat terkenal akan mitosnya,

sehingga menjadi ide untuk perancangan motif batik Kudus. Pewarna yang digunakan

menggunakan pewarna sintetis yaitu zat warna naftol dan rapit. Warna biru, hijau,

kuning, orange adalah warna pada motif sedangkan warna merah maroon menjadi

warna dasar pada desain batik ini. Bahan yang digunakan adalah kain katun

primisima. Teknik yang digunakan teknik batik cap dengan menggunakan motif

buketan Parijoto. Motif batik ini lebih banyak digunakan oleh wanita sebagai busana

dan dress.

Motif Buketan Parijoto

Gambar 4: Motif Batik Parijoto karya Yuli Astuti

Sumber: www.muriabatikkudus.com

13

2. Ummu Asyiati seorang pengrajin batik Kudus yang mempunyai usaha batik

“Alfa Batik Kudus”

a.

Keterangan gambar: Ide dalam pembuatan motif batik ini adalah karena tanaman

buah Parijoto merupakan salah satu hasil alam di Kota Kudus yang terkenal dengan

mitosnya. Perancangan desain batik ini mengkombinasikan tanaman buah Parijoto

dengan kupu – kupu dan penambahan isen – isen pada backgrounnya. Motif ini

dirancang secara panel dengan teknik batik tulis. Pewarna yang digunakan adalah

pewarna naftol dan indigosol. Pada motif berwarna biru tua, ungu, merah muda dan

line berwarna coklat sedangkan backgrounnya berwarna biru tosca. Bahan yang

digunakan yaitu kain katun primisima. Motif ini bisa digunakan oleh wanita dan laki

– laki sebagai busana ataupun kemeja.

Motif Kupu-kupu

Motif Parijoto

Gambar 5: Motif Batik Parijoto karya Ummu Asyiati

Sumber: Hamida, 2014

14

b.

Keterangangambar: Ide dalam pembuatan motif batik ini adalah karena tanaman buah

Parijoto merupakan salah satu hasil alam di Kota Kudus yang terkenal dengan

mitosnya. Perancangan desain batik ini mengkombinasikan tanaman buah parijoto

dengan kupu – kupu dan penambahan isen – isen pada backgrounnya. Motif ini

dirancang secara panel dengan teknik batik tulis. Pewarna yang digunakan adalah

pewarna naftol dan indigosol. Pada motif berwarna hijau tua, merah, biru tua dan line

berwarna coklat sedangkan backgrounnya berwarna putih. Bahan yang digunakan

yaitu kain katun primisima. Motif ini bisa digunakan oleh wanita dan laki – laki

sebagai busana ataupun kemeja.

Selain di kota Kudus motif batik Parijoto juga mulai dikembangkan di daerah

Yogyakarta tepatnya di Sleman. Motif batik Sinom Parijoto merupakan nama motif

batik yang dikreasikan oleh Susilo Radi Yunianto, seorang warga Sleman yang dua

tahun lalu menjadi pemenang lomba desain Batik di Sleman. Motif Sinom Parijoto

ini mengangkat hasil alam dari tanaman Parijoto dan Salak yang menjadi sumber

Motif Parijoto

Motif Kupu-kupu

Gambar 6: Motif Batik Parijoto karya Ummu Asyiati

Sumber: Hamida, 2014

15

daya alam di Kabupaten Sleman. Beberapa motif batik Sinom Parijoto yang ada di

UKM Ayu Arimbi di Dusun Plapahan Pandowoharjo Sleman :

a.

Keterangan gambar: Motif ini menggambarkan elemen tangkai, daun, bunga Parijoto,

daun Salak dan bunga Salak. Posisi tanaman Parijoto dirancang dengan komposisi

diagonal yang di sela-sela bidangnya diisi dengan motif buah dan daun Salak Pondoh.

Latar belakang motif diberi isen-isen cecek (titik-titik) yang menyebar merata.

b.

Gambar 7: Motif Batik Sinom Parijoto

Sumber: Penulispro.com, 2014

Gambar 8: Motif Batik Sinom Parijoto

Sumber: Penulispro.com, 2014

Motif Parijoto

Motif Bunga Parijoto

Motif BuahSalak Pondoh

Motif Daun Salak

Motif Salak Pondoh

Motif Daun Salak

16

Keterangan gambar: Pada motif batik ini menggambarkan bunga Parijoto yang

berwarna biru dan putih dengan komposisi arahan diagonal dan susunan daun

Parijoto yang terlihat estetis. Sementara itu, daun Salak Pondoh dikomposisikan

secara acak tetapi selalu berdekatan dengan buahnya. Warna pada daun Salak adalah

coklat dan gabungan antara coklat dan putih, sedangkan buah Salak dibuat warna

coklat, putih dan kuning.

4. Serat Sutra

Sutra adalah serat berbentuk filamen yang diperoleh dari sejenis serangga

yang disebut Lepidoptera. Serat tersebut dihasilkan oleh larva ulat sutera sewaktu

membentuk kepompong, yaitu bentuk ulat sebelum menjadi kupu – kupu.

Kegunaan serat sutera antara lain untuk bahan pakaian yang bermutu tinggi

seperti bahan pakain wanita, kaus kaki wanita, dasi, sapu tangan, untuk keperluan alat

– alat rumah tangga seperti kain gorden, sprei, untuk benang jahit, benang sulam,

isolasi listrik, kain parasut, senar alat – alat musik, dan lain – lain.

Untuk mengenal serat dari protein dapat dilakukan dengan membakar serat.

Serat protein jika dibakar akan berbau rambut atau tanduk terbakar dan meninggalkan

noda hitam (Ernawati, dkk, 2008).

5. Zat Warna Sintetis

Zat warna yang digunakan dalam pembuatan kain batik ini menggunakan zat

warna sintetis. Zat warna sintetis dipilih karena zat warna ini dapat menghasilkan

17

beragam warna. Menurut Ruwahdi dalam buku Panduan Zat Warna Sintetis (2005)

zat warna yang dipakai dalam pembatikan antara lain:

1) Zat Warna Napthol

Zat warna Napthol termasuk golongan pigmen yang banyak digunakan dalam

proses pembatikan, karena kualitasnya yang cukup baik dan cara pemakaian

yang cukup mudah. Pewarnaan dengan zat warna Napthol ini melalui 2 tahap,

karena zat warna ini terdiri dari 2 komponen yang masing-masing tidak dapat

memberikan warna, tapi bila sudah digabungkan maka akan memunculkan

warna. Komponen pertama adalah Napthol dan komponen kedua disebut

garam Diazo. Umumnya perbandingan Napthol dan garam Diazo adalah 1:2

/1:3.

2) Zat Warna Indigosol

Zat warna ini termasuk golongan zat warna bejana yang larut dalam air.

Larutan zat warna merupakan suatu larutan yang berwarna kuning jernih.

Pewarnaan pada zat warna ini juga melalui 2 tahap yaitu pewarnaan dengan

larutan warna dan pembangkitan warna. Pewarnaan pada larutan pertama

belum diperoleh warna yang dikehendaki, baru setelah diberi larutan asam,

akan diperoleh warna yang dikehendaki. Obat pembantu yang diperlukan pada

pencelupan dengan zat warna Indigosol adalah Natrium Nitrit dan Larutan

Asam (HCL) atau Soda Abu untuk membantu melarutkan zat warnanya.

Perbandingan Natrium Nitrit dengan Indigosol adalah 1:2.

18

3) Zat Warna Rapid

Zat warna ini termasuk golongan zat warna reaktif dan tidak pernah

digunakan untuk pencelupan, karena hasilnya tidak rata umumnya hanya

digunakan untuk coletan. Zat warna ini umunya digunakan untuk tekstil

printing.

4) Zat Warna Soga Koppel (Garuda Soga)

Zat warna ini termasuk zat warna Soga Sintetis dari Golongan cat langsung

dan disebut juga Soga Garam karena untuk pengerjaan iringnya (pengunci)

menggunakan garam Diazo. Zat warna ini khusus memberi warna soga

(coklat).

5) Zat Warna Remasol

Zat warna ini termasuk zat warna reaktif yang mengandung gugus reaktif

Vynil Sulfon yang dapat bereaksi berikatan langsung dengan serat, sehingga

merupakan bagian dari serat. Zat warna ini tanpa adanya alkali tidak reaktif,

sehingga zat warna ini sebelum ditambah alkali (kostik soda) dapat disimpan

dalam waktu agak lama, tetapi bila sudah ditambah kaustik soda harus segera

digunakan.

19

C. Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan proyek perancangan ini adalah:

Bagaimana visualisasi pengembangan motif batik Parijoto yang terkait

dengan buah Parijoto untuk dijadikan motif alternatif baru?