bab i pendahuluan a. latar belakang masalah · dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu sarana yang menentukan untuk mencapai
tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, di dalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka bersatu dan berkedaulatan
rakyat dalam suasana berkehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan
dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib
dan damai.
Sistem pendidikan nasional mempunyai tujuan sekaligus sebagai alat yang
amat penting dalam perjuangan mencapai cita-cita dan mencapai tujuan bangsa
Indonesia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003).
Sekolah sebagai tempat anak didik belajar, dengan harapan dalam belajar
akan memperoleh prestasi belajar dengan baik. Dalam belajar tersebut prestasi
akan dicapai kadang dapat mencapai seperti apa yang diharapkan tetapi dapat pula
tidak. Hal ini karena daya serap masing-masing siswa berbeda dalam menerima
pelajaran yang disampaikan oleh guru.
Kehidupan pada abad yang akan datang semakin tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan membaca. Sebagian besar informasi disampaikan dalam bentuk
tulisan. Seiring dengan pernyataan di atas, bertambah pentinglah membaca di
kalangan bangsa-bangsa yang ingin maju. Upaya tersebut diantaranya dilakukan
melalui pendidikan dasar.
1
2
Dalam hal ini Sekolah Dasar (SD) Negeri Senden selalu melaksanakan
pembelajaran, pendidikan semua mata pelajaran sesuai dengan yang telah
diamanatkan dalam Undang-undang Dasar tahun 1945 alinea 4 yakni
mencerdaskan kehidupan bangsa dan telah ditegaskan dalam kurikulum SD 2006
(KTSP). Kenyataan yang terjadi di SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali belum dapat memenuhi harapan sesuai dengan yang diharapkan oleh
guru, orang tua siswa maupun pemerintah.
Kenyataan di lapangan, seperti uraian di atas prestasi belajar bahasa
Indonesia (membaca permulaan) belum dapat dicapai secara optimal. Berdasarkan
pengamatan penulis, salah satu penyebabnya adalah para guru pada umumnya
dalam menyampaikan pembelajaran hanya menggunakan salah satu metode yaitu
metode cemarah. Karena metode tersebut dianggap paling mudah, praktis, dan
efisien dilaksanakan tanpa memerlukan persiapan yang matang. Di samping itu
para guru enggan menggunakan media pembelajaran (alat peraga).
Dengan hanya menggunakan metode ceramah, siswa merasa sulit untuk
memahami konsep yang dipelajari sehingga siswa cepat merasa bosan dan malas
untuk latihan membaca. Hal ini terbukti bahwa sekarang di kelas I dan kelas II
bahkan pada kelas yang lebih tinggi masih ada siswa yang belum bisa membaca.
Menurut masa perkembangan siswa usia Sekolah Dasar pada hakekatnya berada
dalam tahap operasional konkrit, karena itu untuk pembelajaran Bahasa Indonesia
di Sekolah Dasar, penanaman konsep membaca permulaan di kelas I dan kelas II
sangat diperlukan media pembelajaran (alat peraga) yang tepat sesuai dengan
karakteristik dan tingkat kemampuan siswa.
Untuk menghindari hal tersebut di atas, dalam pembelajarannya guru harus
pandai memilih dan menggunakan media atau alat peraga yang tepat. Dalam
pembelajaran membaca permulaan penggunaan alat peraga yang tepat adalah
mengenai penggunaan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf.
Pengaruh penggunaan alat peraga pada proses pembelajaran bahasa
memberikan dorongan pada guru dalam menyampaikan pembelajaran membaca
3
permualaan. Hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran membaca
permulaan adalah mengenai penggunaan alat peraga pias-pias kata. Guru harus
pandai memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan karakteristik
siswa sehingga dapat membantu siswa dalam mengenal huruf.
Penggunaan alat peraga tersebut harus disesuaikan dengan materi atau
pokok bahasan yang akan disampaikan, misalnya kartu gambar, kartu nama, kartu
huruf, kartu suku kata, kartu kata atau pias-pias kata, kartu kalimat. Alat peraga
tersebut digunakan dalam pembelajaran membaca permulaan pada siswa kelas I
dan kelas II Sekolah Dasar.
Dengan menggunakan alat peraga kartu huruf, kartu suku kata, kartu kata
atau pias-pias kata, kartu kalimat serta kartu gambar, siswa akan mudah mengenal
dan memahaminya dari pada hanya menghafal.
Pias-pias kata adalah alat peraga berbentuk huruf, suku kata, dan kata.
Untuk mengetahui seberapa dalam dan luas pengetahuan serta seberapa dalam
penguasaan kemampuan siswa yang telah diberikan, guru memberikan evaluasi
atau tes tentang membaca. Melalui tes membaca dapat diketahui lancar tidaknya
kemampuan siswa dalam membaca permulaan.
Pembelajaran pendidikan Bahasa Indonesia masih terlalu jauh dari harapan
tersebut di atas. Terlebih dalam hal membaca permulaan. Membaca permulaan
boleh dikatakan bahwa siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali belum semuanya sudah bisa membaca permulaan.
Kenyataan yang ada di SD Negeri Senden sesuai dengan pengamatan
penulis pada beberapa tahun terakhir masih banyak siswa yang nilai ulangan,
tugas membaca permulaan belum dapat memenuhi ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Sekolah (Kriteria Ketuntasan Minimal / KKM) yaitu sebesar 6,5
atau 65. Kenyataan tersebut dapat penulis paparkan data nilai siswa khusus kelas
II SD Negeri Senden tahun pelajaran 2008/2009 tentang kemampuan membaca
permulaan dengan jumlah siswa L = 12 siswa P = 9 siswa sedang KKM yang
ditetapkan untuk kelas II adalah 6,5 atau 65 sebagai berikut:
4
Tabel 1. Nilai Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II Semester I SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2008/2009.
No Nilai Jumlah Siswa Kriteria Keterangan
1 > 80 0 Sangat baik Tuntas
2 65 – 79 4 Baik Tuntas
3 50 – 64 10 Cukup Belum tuntas
4 ≤ 49 7 Kurang Belum tuntas
Tabel 2. Nilai Kemampuan Membaca Permulaan Siswa Kelas II Semester II SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2008/2009 KKM 6,5 atau 65.
No Nilai Jumlah Siswa Kriteria Keterangan
1 > 80 8 Sangat baik Tuntas
2 65 – 79 4 Baik Tuntas
3 50 – 64 5 Cukup Belum tuntas
4 ≤ 49 4 Kurang Belum tuntas
Berdasarkan tabel nilai membaca permulaan (tabel 1 dan 2), dapat
disimpulkan bahwa kemampuan membaca permulaan siswa kelas II SD Negeri
Senden masih sangat kurang, karena belum dapat memenuhi KKM 65 yang telah
ditentukan SD Negeri Senden secara keseluruhan. Berarti masih menunjukkan
9 siswa (43%) yang belum bisa mencapai KKM.
Membaca permulaan sangat penting bagi setiap siswa, karena dengan
siswa mampu membaca permulaan, akan dapat menguasai semua mata pelajaran
yang diajarkan oleh guru pada siswa di sekolah.
Dengan berdasar pada uraian tersebut di atas maka perlu segeralah di SD
Negeri Senden di tangani tentang peningkatan kemampuan belajar membaca
permulaan dengan menggunakan pias-pias kata dan diadakan pelaksanaan
Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
Penelitian tindakan kelas yang segera akan dilaksanakan peneliti adalah
Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan dengan Pias-Pias Kata pada Siswa
5
Kelas II SD, khususnya pada SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
Membaca permulaan merupakan tahap awal yaitu sejak siswa masuk
sekolah dasar pada kelas I dan kelas II. Kemampuan membaca permulaan
merupakan dasar untuk menguasai berbagai mata pelajaran. Kemampuan
membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap membaca lanjut. Apabila
dasar itu tidak kuat, siswa akan mengalami kesulitan untuk dapat memiliki
kemampuan membaca yang memadai.
B. Rumusan Masalah
Apakah dengan pias-pias kata dapat meningkatkan kemampuan membaca
permulaan pada siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, tujuan yang hendak dicapai
dalam penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui apakah dengan pias-pias kata dapat meningkatkan
kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD Negeri Senden
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian tindakan kelas ini, diharapkan dapat memberikan
manfanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoretis
a. Dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
b. Sebagai bahan referensi penelitian selajutnya.
c. Dapat memberikan sumbangan kepada dunia pendidikan dalam pengajaran
Bahasa Indonesia pada kemampuan membaca permulaan.
6
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
Bermanfaat menemukan solusi untuk meningkatkan kemampuan membaca
permulaan pada siswa kelas II SD.
b. Bagi Siswa
Meningkatnya memotivasi siswa dalam belajar Bahasa Indonesia
khususnya membaca permulaan.
c. Bagi Lembaga
Memberi masukan kepada guru dan Kepala Sekolah betapa pentingnya
peningkatan kemampuan membaca permulaan untuk siswa kelas II SD.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Hakikat Kemampuan Membaca Permulaan
a. Pengertian Kemampuan
Menurut Nurhasanah (2007: 423) mampu artinya kuasa (bisa, sanggup)
melakukan sesuatu; sedangkan kemampuan artinya kesanggupan; kecakapan;
kekuatan. Menurut Poerwadarminta (2007: 742) mampu artimnya kuasa
(sanggup melakukan sesuatu); sedangkan kemampuan artinya kesanggupan;
kecakapan; kekuatan.
Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
kemampuan adalah kesanggupan melakukan seuatu yang dilakukan oleh siswa
dengan jalan keuletan dari sesuatu kegiatan yang telah dikerjakan secara
individu.
b. Pengertian Membaca
Di dalam Reading the Media Source: Internet Book watch (July 2007)
(216 words) From Expanded Academic ASAP (http://find.galegroup.com/ips/
start.co?prodid=IPS) disebutkan bahwa: Reading the media is an excellent
Source for devising one’s own media literacy curriculum, and why media
literacy mat ters. (Membaca merupakan sumber yang bagus dalam
memikirkan/menentukan Kemampuan membaca seseorang dan mengapa
kemampuan membaca tersebut berarti.
Mempersiapkan anak untuk belajar, menurut Lerner dalam St. Y.
Slamet (2006: 159) membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulis tetapi
juga memahami maknanya. Kemampuan membaca merupakan dasar untuk
menguasai berbagai bidang studi. Jika anak pada usia sekolah permulaan tidak
segera memiliki kemampuan membaca, maka anak mengalami banyak
kesulitan dalam mempelajari berbagai bidang studi pada kelas-kelas
berikutnya. Ada lima tahapan perkembangan membaca, yaitu (1) kesiapan
7
8
membaca, (2) membaca permulaan, (3) keterampilan membaca cepat, (4)
membaca luas, dan (5) membaca yang sesungguhnya. Oleh karena itu, anak
harus belajar membaca agar ia dapat belajar. Kemampuan membaca
merupakan suatu kemampuan untuk memahami informasi atau wacana yang
disampaikan pihak lain melalui tulisan.
Kemampuan membaca tidak hanya memungkinkan seseorang
meningkatkan keterampilan kerja dan penguasaan berbagai bidang akademik,
tetapi juga memungkinkan berpartisipasi dalam kehidupan sosial budaya,
politik dan memenuhi kebutuhan emosional. Membaca juga bermanfaat untuk
rekreasi atau memperoleh kesenangan.
Menurut A.S. Broto dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 200)
mengemukakan bahwa membaca bukan hanya mengucapkan bahasa tulisan
atau lambang bunyi bahasa, melainkan juga menanggapi dan memahami isi
bahasa tulisan. Dengan demikian, membaca pada hakikatnya merupakan suatu
bentuk komunikasi tulis.
Soedarso dalam Mulyono Abdurrahman (2003:200) mengemukakan
bahwa membaca merupakan aktivitas kompleks yang memerlukan sejumlah
besar tindakan terpisah-pisah, mencakup penggunaan pengertian, khayalan,
pengamatan, dan ingatan. Manusia tidak mungkin dapat membaca tanpa
menggerakkan mata dan menggunakan pikiran. Bond dalam Mulyono
Abdurrahman (2003: 200) mengemukakan bahwa membaca merupakan
pengenalan simbol-simbol bahasa tulis yang merupakan stimulus yang
membantu proses mengingat tentang apa yang dibaca, untuk membangun suatu
pengertian melalui pengalaman yang telah dimiliki.
c. Pengertian Membaca Permulaan
Membaca permulaan adalah membaca yang dititik beratkan pada aspek-
aspek yang bersifat teknis seperti ketepatan menyuarakan tulisan, lafal dan
intonasi yang wajar, kelancaran dan kejelasan suara.
Membaca permulaan diberikan secara bertahap yakni pra membaca dan
membaca. Pada tahap pra membaca kepada siswa diajarkan (1) sikap duduk
9
yang baik pada waktu membaca, (2) cara meletakkan buku dimeja, (3) cara
memegang buku, (4) cara membuka dan membalik halaman buku dan (5)
melihat dan memperhatikan tulisan.
Pembelajaran membaca di kelas I dan kelas II merupakan pembelajaran
membaca tahap awal kemampuan membaca yang diperoleh siswa di kelas I
dan kelas II tersebut akan menjadi dasar pembelajaran membaca di kelas
berikutnya. Jadi ada dua jenis membaca di sekolah dasar yaitu membaca
permulaan yang dilaksanakan di kelas I dan kelas II, sedangkan membaca
lanjut dilaksanakan di kelas tinggi atau kelas III, IV, V, dan VI.
Kemampuan membaca yang diperoleh pada membaca permulaan akan
sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Sebagai
kemampuan yang mendasari kemampuan berikutnya, maka kemampuan
membaca permulaan benar-benar memerlukan perhatian guru. Sebab jika dasar
itu tidak kuat, pada tahap membaca lancar, siswa akan mengalami kesulitan
untuk dapat memiliki kemampuan membaca yang memadai.
d. Pengertian Bahasa Indonesia
Bahasa adalah salah satu alat komunikasi. Melalui bahasa manusia
dapat saling berhubungan (berkomunikasi), saling berbagi pengalaman, saling
belajar dari yang lain, dan meningkatkan kemampuan intelektual. Pelajaran
Bahasa Indonesia adalah program untuk mengembangkan pengetahuan,
keterampilan berbahasa.
Kedudukan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, bahasa resmi
negara. Fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di setiap lembaga-
lembaga pendidikan, sebagai pemersatu bangsa, sebagai alat perhubungan di
tingkat nasional, sebagai alat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Hakikat bahasa merupakan salah satu kemampuan terpenting manusia
yang memungkinkan seseorang unggul atas makhluk-makhluk lain di muka
bumi. Bahasa merupakan suatu sistem komunikasi yang terintegrasi, mencakup
bahasa ujaran, membaca dan menulis.
10
Menurut Owens dalam Mulyono Abdurrahman, (2003: 183) disebutkan
bahwa:
Bahasa merupakan kode atau system konvensional yang disepakati secara sosial untuk menyajikan berbagai pengertian melalui penggunaan simbol-simbol sembarang dan tersusun berdasarkan aturan yang telah ditentukan. Bahasa memiliki cakupan yang luas (bahasa isyarat, kode morse, bahasa ujaran, bahasa tulis) sedangkan wicara hanya merupakan makna verbal dari penyampaian bahasa.
Ekspresi bahasa memiliki enam komponen, yaitu (1) fonem, (2)
morfem, (3) sintaksis, (4) semantic, (5) prosodi, dan (6) pragmatic. Menurut
Gorys Keraf dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 183) fonem adalah satuan
bahasa terkecil dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti. Contohnya
adalah fonem l dan r pada kata “laga” dan “raga” yang membedakan arti dari
kedua kata tersebut. Menurut Lovitt dalam Mulyono Abdurrahman (2003: 183)
morfem merupakan unit terkecil dari bahasa yang mengandung makna. Contoh
kata “unnatural” yang terdiri dari dua morfem “un” dan “natural”. Dalam
bahasa Inggris, “un, re, de” dinamakan prefiks atau disebut pembubuh depan
(Parera, 1990: 19), sedangkan Gorys Keraf dalam Mulyono Abdurrahman,
(2003: 183) menyebutkan awalan. Menurut kedua ahli tersebut, prefiks atau
pembubuh depan atau awalan disebut morfem terikat. Dalam kata “unnatural”
terdiri dari dua macam morfem, “un” sebagai mofem terikat sedangkan
“natural” sebagai morfem bebas atau kata dasar.
Dalam bahasa Indonesia dikenal adanya empat morfem terikat, yaitu:
1) Prefiks atau awalan (misalnya ber, me)
2) Infiks atau sisipan (misalnya el, er, em)
3) Sufiks atau akhiran (misalnya kan, an)
4) Konfiks atau yang merupakan gabungan dari dua atau tiga morfem terikat
yang lain.
Morfem bebas atau morfem dasar dalam bahasa Indonesia juga kata
dasar, sedangkan morfem terikat disebut imbuhan. Morfem adalah suatu
kesatuan yang ikut serta dalam pembentukan kata yang dapat membedakan
arti. Contoh dari kata dasar adalah “jalan” yang artinya berubah jika diberi
awalan “per” dan akhiran “an” sehingga menjadi “perjalanan”.
11
Sintaksis berkenaan dengan tata bahasa, yaitu bagaimana kata-kata
disusun untuk membentuk kalimat. Menurut Keraf, sintaksis membicarakan
frasa, klausa dan kalimat. Frasa adalah satu konstruksi yang terdiri dari dua
kata atau lebih yang membentuk satu kesalahan. Contoh frasa adalah “rumah
makan” yang artinya tempat. Klausa merupakan suatu konstruksi yang di
dalamnya terdapat beberapa kata yang mengandung hubungan fungsional,
dalam tata bahasa dikenal dengan pengertian subjek, predikat, objek dan
keterangan. Contoh satu klausa adalah “ibu menanak nasi”. Contoh dua klausa
adalah “ketika ibu menanak nasi, adik menggambar gelas di dekatnya”.
Prosodi berkenaan dengan penggunaan irama yang layak, intonasi dan
tekanan pola-pola bahasa. Menurut Lovitt dalam Mulyono Abdurrahman,
(2003: 185), prosodi memiliki fungsi yang sama dengan penggunaan tanda
baca dalam bahasa tulis.
Pragmatik berkenaan dengan cara menggunakan bahasa dalam situasi
sosial yang sesuai. Dalam kehidupan sehari-hari, orang akan mengubah cara
berbicara sesuai dengan yang diajak bicara, tujuan bicara dan berbagai faktor
lain. Pada saat berbicara dengan orang yang lebih tua akan menggunakan cara
yang berbeda dengan saat berbicara dengan orang yang lebih muda, begitu pula
cara berbicara dengan atasan akan berbeda dengan cara berbicara dengan
bawahan.
Huruf atau abjad dalam bahasa Indonesia ada dua puluh enam abjad,
yang terdiri dari vocal (a, i, u, e, o), dan konsonan (b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n,
p, q, r, s, t, v, w, x, y, z).
e. Metode Pembelajaran Membaca Permulaan
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 134) metode
adalah merupakan cara-cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi
pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran
proses belajar dan tercapainya prestasi belajar anak yang memuaskan.
Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 34) mengemukakan
bahwa metode pembelajaran bahasa ialah rencana pembelajaran bahasa, yang
12
mencakup pemilihan, penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang
akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana
pengembangannya.
Sedangkan menurut Winarno Surakhmad (1984: 96) menyatakan bahwa
metode adalah cara, yang di dalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai
suatu tujuan. Hal ini berlaku bagi guru maupun siswa. Makin baik metode itu,
makin efektif pula pencapaian tujuan.
Dari beberapa di atas dapat diambil kesimpulan bahwa metode adalah
cara yang ditempuh oleh guru dalam menyampaikan pembelajaran secara
sistematis untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik maka perlu adanya
pemilihan metode yang tepat atau sesuai dengan bahan atau materi pelajaran
yang akan disampaikan, sehingga bahan ajar tersebut mudah diserap, dipahami,
dan dikuasai siswa.
Akhadiah dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, (2001: 61-66), bahwa
dalam pembelajaran membaca permulaan, ada beberapa metode yang dapat
digunakan antara lain: 1) metode abjad, 2) metode bunyi, 3) metode kupas
rangkai suku kata, 4) metode kata lembaga, 5) metode global, dan 6) metode
Struktural Analitik Sistetik (SAS). Berikut akan dijelaskan beberapa metode
dalam pembelajaran membaca permulaan:
1) Metode Abjad dan Metode Bunyi
Dalam penerapannya, kedua metode tersebut sering menggunakan
kata lepas.
Misalnya :
a) Metode abjad (dalam mengucapkan huruf-hurufnya sesuai dengan abjad
“a”, “be”, “ce”, “de”, dan seterusnya).
Contoh: bo – bo
bobo
b) Metode bunyi (dalam mengucapkan huruf-huufnya sesuai dengan
bunyinyaa, beh, ceh, deh, dan seterusnya).
13
Contoh: bo – bo
beh – o – bo beh – o – bo
bobo
Perbedaan antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada
pengucapan huruf.
2) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga
Kedua metode ini dalam penerapannya menggunakan cara mengurai
dan merangkaikan.
a) Metode Kupas Rangkai Suku Kata
Penerapannya guru menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Guru mengenalkan huruf kepada siswa
(2) Merangkaikan suku kata menjadi huruf
(3) Menggabungkan huruf menjadi suku kata.
Misalnya : ma – ta
m – a – t – a
ma – ta
b) Metode Kata Lembaga
Penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Membaca kata yang sudah dikenal siswa
(2) Menguraikan kata menjadi suku kata
(3) Menguraikan suku kata menjadi huruf
(4) Menggabungkan huruf menjadi suku kata
(5) Menggabungkan suku kata menjadi kata
Misalnya :
bola
bo – la
b – o – l – a
bo – la
bola
14
3) Metode Global
Dalam penerapannya menggunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Mengkaji salah satu kata
b) Menguraikan huruf menjadi suku kata
c) Menguraikan suku kata menjadi huruf
d) Menggabungkan huruf menjadi suku kata
e) Merangkai suku kata menjadi kata
f) Merangkai kata menjadi kalimat
Misalnya : andi bermain catur
bermain
ber – ma – in
b – e – r – m – a – i – n
ber – ma – in
bermain
andi bermain catur
4) Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)
Menurut Momo dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (2001: 63-66)
dalam pelaksanaannya, metode ini dibagi dalam dua tahap yakni: a) tanpa
buku, dan b) menggunakan buku.
Pada tahap tanpa buku, pembelajarannya dilaksanakan dengan cara
sebagai berikut:
a) Merekam bahasa siswa
Bahasa yang digunakan oleh siswa dalam percakapan, direkam untuk
digunakan sebagai bahan bacaan.
b) Menampilkan gambar sambil bercerita
Guru memperlihatkan gambar kepada siswa, sambil bercerita sesuai
dengan gambar tersebut.
Misalnya : ini budi
budi duduk di kursi
budi sedang belajar menulis
15
Kalimat tersebut ditulis di papan tulis dan digunakan sebagai bahan
cerita.
c) Membaca Gambar
Misalnya: guru memperlihatkan gambar seorang ibu yang sedang
memegang sapu, sambil mengucapkan kalimat, “ini ibu ani”.
d) Membaca gambar dengan kartu kalimat
Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, guru
menempatkan kartu kalimat di bawah gambar. Untuk memudahkan
pelaksanaan dapat digunakan media berupa papan flannel, kartu kalimat,
kartu kata, kartu huruf dan kartu gambar. Dengan menggunakan media
tersebut untuk menguraikan dan menggabungkan akan lebih mudah.
e) Membaca kalimat secara Struktural (S)
Setelah siswa dapat membaca tulisan di bawah gambar, gambar
dikurangi sehingga siswa dapat membaca tanpa dibantu dengan gambar.
Dengan dihilangkannya gambar maka yang dibaca siswa adalah kalimat
(tulisan).
Misalnya : ini bola
ini bola budi
ini bola amir
f) Proses Analitik (A)
Sesudah siswa dapat membaca kalimat, mulailah menganalisis kalimat
menjadi kata, kata menjadi suku kata, suku kata menjadi huruf.
Misalnya : ini bola
ini – bola
i – ni – bo – la
i – n – i – b – o – l – a
g) Proses Sintetik (S)
Setelah siswa mengenal huruf-huruf dalam kalimat, huruf itu dirangkai
lagi menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat
seperti semula.
16
Misalnya : i – n – i – b – o – l – a
i – ni – bo – la
ini – bola
ini bola
Secara utuh proses SAS tersebut sebagai berikut :
ini bola
ini – bola
i – ni – bo – la
i – n – i – b – o – l – a
i – ni – bo – la
ini – bola
ini bola
Dari berbagai metode di atas, tidak ada satu metode yang paling
baik. Semua metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Di dalam
pembelajaran, guru harus mampu memilih dan menggunakan metode sesuai
dengan bahan atau materi pembelajaran yang akan disampaikan kepada
siswa.
2. Tinjauan Tentang Alat Peraga
a. Pengertian Alat Peraga
Alat peraga dalam mengajar memegang peranan penting sebagai alat
bantu untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif. Setiap proses
belajar mengajar ditandai dengan adanya beberapa unsur antara lain : tujuan,
bahan, metode, dan alat serta evaluasi. Unsur alat dan metode merupakan unsur
yang tidak bisa dilepaskan dari unsur lainnya yang berfungsi sebagai cara atau
teknik untuk mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan. Dalam
pencapaian tujuan tersebut, peranan alat bantu atau alat peraga memegang
peranan yang penting sebab dengan adanya alat peraga, bahan pelajaran dapat
dengan mudah dipahami oleh siswa.
Pengertian alat peraga menurut Oemar Hamalik (2003: 51), bahwa alat
bantu belajar disebut juga alat peraga atau media belajar merupakan semua alat
17
yang dapat digunakan untuk membantu siswa melakukan perbuatan belajar,
sehingga kegiatan belajar menjadi lebih efisien dan efektif. Dengan bantuan
berbagai alat, maka pelajaran akan lebih menarik, menjadi konkrit, mudah
dipahami, dan hasil belajar lebih bermakna.
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 152), bahwa alat
peraga merupakan alat pembantu pengajaran yang mudah memberi pengertian
kepada peserta didik. Sedangkan menurut Aristo Rahadi (2003: 10), alat peraga
adalah alat (benda) yang digunakan untuk memperagakan fakta, konsep,
prinsip atau prosedur tertentu agar tampak lebih nyata atau konkrit.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang
dimaksud dengan alat peraga adalah merupakan alat bantu yang digunakan
oleh guru dalam menyampaikan proses belajar mengajar agar lebih mudah
dipahami oleh siswa sehingga proses belajar lebih konkrit, efisien dan efektif
dalam mencapai tujuan pendidikan.
b. Jenis-jenis Alat Peraga
Menurut Rukidi (1996: 101) jenis-jenis atau macam-macam alat peraga
dibedakan menjadi:
1) Alat peraga dua dimensi adalah alat peraga yang mempunyai ukuran
panjang dan lebar.
Misalnya: bagan, grafik, poster dan sebagainya.
2) Alat peraga tiga dimensi adalah alat peraga yang mempunyai ukuran
panjang lebar dan tinggi.
Misalnya: peta dasar, peta timbul, globe, papan tulis.
3) Alat peraga yang diproyeksikan adalah alat peraga yang menggunakan
proyektor sehingga gambar nampak pada layar.
Misalnya: film, slide, film strip, overhead proyektor.
c. Tujuan Penggunaan Alat Peraga
Menurut Mulyani Sumantri dan Johar Permana (2001: 153), bahwa
tujuan penggunaan alat peraga atau media pengajaran adalah sebagai berikut:
18
1) Memberikan kemudahan kepada peserta didik untuk lebih memahami
konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan.
2) Memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan bervariasi sehingga
lebih merangsang minat peserta didik untuk belajar.
3) Menumbuhkan sikap dan keterampilan tertentu dalam teknologi sehingga
peserta didik tertarik untuk menggunakan media atau alat tersebut.
4) Menciptakan situasi belajar yang tidak dapat dilupakan peserta didik.
d. Fungsi Alat Peraga
Di samping tujuan di atas, alat peraga juga mempunyai fungsi sebagai
berikut:
1) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
2) Bagian integral dari keseluruhan situasi mengajar.
3) Meletakkan dasar yang konkrit dan konsep yang abstrak sehingga dapat
mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme.
4) Membangkitkan motivasi belajar siswa.
5) Mempertinggi mutu belajar mengajar.
Di samping tujuan, fungsi di atas penggunaan alat peraga dalam proses
belajar mengajar juga mempunyai nilai-nilai. Adapun nilai alat peraga dalam
pendidikan adalah sebagai berikut:
1) Dengan peragaan dapat meletakan dasar-dasar yang nyata dalam berpikir.
2) Dapat memperbesar minat dan perhatian siswa dalam belajar.
3) Dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar
betambah mantap.
4) Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan
berusaha sendiri.
5) Memberikan pengalaman belajar yang lebih sempurna.
e. Penggunaan Alat Peraga Pias-Pias Kata
Di dalam Source: Internet Bookwatch (July 2007) (216 words) From
Expanded Academic (http://find.galegroup.com/ips/ start.co?prodid=IPS)
disebutkan bahwa Making informed choices, Questioning texts, composing and
19
sharing ideas using various symbol systems, tools and technologies, and fully
engaging in the practices of citizenship, these are keis dimensions of literacy in
an information aqe (Membuat pilihan-pilihan informasi, teks yang ada
pertanyaan, menyusun dan menyampaikan ide-ide dengan menggunakan
bermacam-macam sistem simbol, peralatan-peralatan dan teknologi dan
latihan, merupakan dimensi kunci dalam kemampuan membaca).
Di dalam proses belajar mengajar alat peraga, alat bantu atau media
pengajaran memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Alat peraga merupakan sarana yang penting dan sangat diperlukan dalam
mencapai tujuan atau keberhasilan proses belajar mengajar. Guru hendaknya
mampu menyusun, merencanakan, mempersiapkan, memilih dan
menggunakan alat dan perlengkapan dalam pengajaran bahasa Indonesia.
Sebelum memutuskan untuk menggunakan media atau alat peraga
tertentu, terlebih dahulu guru perlu memahami karakteristik dari alat tersebut
dan mampu memilih serta menggunakan alat tersebut. Penggunaan dan
pemilihan alat peraga harus disesuaikan dengan:
1) Tujuan pengajaran dan bahan pengajaran yang akan disampaikan
2) Tingkat perkembangan siswa
3) Kemampuan guru
4) Situasi dan kondisi atau pada waktu, tempat dan situasi yang tepat
5) Memahami karakteristik dari alat peraga itu sendiri.
Seperti telah diuraikan di atas, penggunaan alat peraga harus
disesuaikan dengan bahan atau pokok bahasan yang akan disampaikan. Di
dalam pembelajaran bahasa Indonesia khususnya membaca permulaan yang
diberikan di kelas satu dan kelas dua Sekolah Dasar, lebih tepat jika guru
memilih dan menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf.
Alat peraga pias-pias kata dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat
memberikan pengalaman konkrit, meningkatkan motivasi belajar siswa dan
mempertinggi daya serap serta siswa dapat memusatkan perhatiannya dalam
belajar. Melalui penggunaan alat peraga pias-pias kata diharapkan taraf
kesukaran dan kompleksitas dari pelajaran bahasa Indonesia dapat memberi
20
pengaruh yang cukup besar terhadap proses belajar sehingga hasil atau prestasi
belajar akan lebih baik.
Penggunaan pias-pias kata bagi kelas II meliputi:
1) Sejak awal tahun pelajaran kelas II sudah mulai paragraph (15 sampai 20
baris) maka dalam membaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan wajar.
2) Kalimat-kalimat sederhana (untuk dipahami isinya) bahan diambil dari
buku-buku pelajaran yang ada kaitannya dengan mata pelajaran IPA, IPS,
Matematika.
a) Menggabungkan 2 atau 3 kata menjadi kalimat sederhana
b) Pias kalimat digabungkan menjadi bacaan sederhana
1. Lingkunganku
2. Lingkunganku dahulu rindang
3. Anak-anak sangat senang
4. Bermain di tanah lapang
5. Lingkunganku kini gersang
6. Pohon-pohon ditebang
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang dipandang relevan dengan penelitian ini adalah:
Penelitian yang dilakukan oleh Sukiyem Sri Yunanik (2007) Penelitian
tentang Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Permulaan Melalui Penggunaan
Alat Peraga Pias-pias Kata pada Siswa Kelas I SD Negeri Rembun I Kecamatan
Nogosari Kabupaten Boyolali. Hasil penelitian ini menunjukkan pembelajaran
yang menggunakan alat peraga kartu huruf atau kartu kata (Pias-pias Kata) dengan
hasil baik pias-pias kata dapat meningkatkan prestasi belajar membaca permulaan
di kelas I SD.
merah - berhenti = merah berhenti
kuning
hijau
-
-
hati-hati
berjalan
=
=
kuning hati-hati
hijau berjalan
21
C. Kerangka Berpikir
Proses pembelajaran pada kondisi awal pembelajaran lebih berpusat pada
guru, siswa enggan atau malas belajar membaca sehingga diperoleh kemampuan
membaca permulaan rendah
Untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan, insiatif yang
ditempuh guru dengan melakukan inovasi pembelajaran, yaitu guru menggunakan
alat peraga pias-pias kata, guru memberi motivasi belajar kepada siswa, dan guru
uru memberi penjelasan tentang cara belajar membaca dengan pias-pias kata.
Penggunaan alat peraga secara tepat dan menarik, membuat siswa termotivasi
untuk belajar dan apa yang telah diterimanya akan lebih melekat dalam ingatan
untuk meningkatkan kemampuan belajarnya.
Dari hasil tindakan diharapkan diperoleh kemampuan membaca permulaan
siswa kelas dua meningkat dan siswa lebih senang dan terlatih untuk belajar
membaca lancar.
Berdasarkan kajian teoritik yang telah diuraikan sebelumnya diperoleh alur
kerangka berpikir yang dapat digambarkan dalam bentuk bagan 1.
Bagan 1. Kerangka Berfikir
Kondisi Awal
1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru
2. Siswa enggan atau malas belajar membaca
3. Kemampuan membaca permulaan rendah
Tindakan
1. Guru menggunakan alat peraga pias-pias kata
2. Guru memberi motivasi belajar kepada siswa
3. Guru memberi penjelasan tentang cara belajar membaca dengan pias-pias kata
1. Kemampuan membaca permulaan siswa kelas dua meningkat
2. Siswa lebih senang dan terlatih untuk belajar membaca lancar
Kondisi Akhir
22
D. Hipotesis
Berdasarkan landasan teori dan kerangka pemikiran, maka dapat
dirumuskan hipotesis penelitian tindakan kelas sebagai berikut: jika pembelajaran
menggunakan pias-pias kata maka kemampuan membaca permulaan siswa kelas
II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran
2009/2010 akan meningkat.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Pelaksanaan
Tempat penelitian ini berlokasi di SD Negeri Senden Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali. Penelitian ini dilaksanakan di kelas II SD Negeri Senden
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali pada tahun pelajaran 2009/2010. Sekolah ini
berada di lingkup Kecamatan Selo dengan jumlah siswa seluruhnya 106 orang
yang terdiri dari 16 siswa kelas I, 15 siswa kelas II, 20 siswa kelas III, 25 siswa
kelas IV, 16 siswa kelas V, 16 siswa kelas VI. Staf pengajar terdiri dari 7 guru, 1
guru honorer, 1 penjaga, 1 kepala sekolah.
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Senden Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali dengan dasar pertimbangan:
a. Belajar membaca permulaan di kelas II masih rendah
b. Efisien biaya
c. Efisien waktu
d. Tenaga pengajar cukup
e. SD Negeri Senden belum pernah diadakan penelitian tindakan kelas.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun pelajaran
2009/2010 yaitu mulai Agustus 2009 sampai dengan Desember 2009. Untuk lebih
jelasnya mengenai jadwal penelitian tindakan kelas dapat disajikan dalam bentuk
tabel jadwal kegiatan dapat dilihat pada tabel 3.
24
Tabel 3. Jadwal Kegiatan Penelitian
B u l a n Agustus September Oktober Nopember Desember No
Kegiatan Penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 Persiapan 2 Koordinasi 3 Pengumpulan
data dan sumber
4 Perencanaan tindakan
5 Pelaksanaan Siklus I
6 Pelaksanaan Siklus II
7 Pelaksanaan Siklus III
8 Penyusunan Laporan
9 Ujian Skripsi 10 Revisi 11 Penggandaan
Skripsi
12 Penyerahan Skripsi
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Berdasarkan masalah yang diajukan dalam penelitian ini lebih
menekankan pada masalah proses membaca permulaan, maka jenis penelitian ini
adalah penelitian tindakan kelas. Dengan menggunakan jenis penelitian ini,
peneliti berharap akan mendapat informasi yang sebanyak-banyaknya untuk
meningkatkan praktik pembelajaran di dalam kelas secara professional.
2. Strategi Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan strategi tindakan kelas model siklus
karena objek penelitian hanya satu sekolah (SD). Menurut Kurt Lewin (2003: 17)
rancangan penelitiannya sebagai berikut:
25
a. Perencanaan
Kegiatan ini meliputi:
1) Membuat perencanaan pengajaran.
2) Mempersiapkan alat peraga.
3) Membuat lembar observasi.
4) Mendesain alat evaluasi.
b. Pelaksanaan Tindakan
Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahapan ini adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran sebagaimana yang telah direncanakan.
c. Observasi
Observasi ini dilakukan untuk mengamati secara langsung proses dan dampak
pembelajaran yang diperlukan untuk menata langkah-langkah perbaikan agar
lebih efektif dan efisien. Observasi dipusatkan pada proses dan hasil tindakan
pembelajaran beserta peristiwa-peristiwa yang melingkupinya. Langkah-
langkah observasi meliputi: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan observasi kelas,
dan (3) pembahasan balikan.
Pada tahap perencanaan, diperhatikan mengenai urutan kegiatan observasi dan
penyamaan persepsi antara pengamat dan yang diamati mengenai fokus,
kriteria, atau kerangka pikir interpretasi, di samping teknik observasi yang akan
dilakukan. Pada tahap pelaksanaan observasi kelas, peneliti mengamati proses
pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi
pada proses pembelajaran, baik yang terjadi pada guru, siswa maupun situasi
kelas. Pada tahap diskusi balikan, membahas hasil pengamatan selama
observasi dalam situasi yang saling mendukung (mutually supportive).
Dalam tahap observasi dilaksanakan observasi langsung terhadap proses
pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi yang telah dipersiapkan.
Langkah-langkah tersebut dapat diilustrasikan dalam bagan 2.:
26
Bagan 2. Langkah-langkah Observasi
d. Refleksi
Dalam tahap ini, data-data yang diperoleh melalui observasi dikumpulkan dan
dianalisis guna mengetahui seberapa jauh tindakan telah membawa perubahan
apa dan bagaimana perubahan terjadi.
C. Subjek Penelitian
Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas II SD Negeri Senden
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Tahun pelajaran 2009/2010 pada semester 1
terdiri dari L : 8 P : 7 yang berjumlah 15 siswa. Diutamakan pengenalan huruf dan
cara mengucap yang benar.
D. Sumber Data
Data atau informasi yang penting untuk dikumpulkan dan dikaji dalam
penelitian ini adalah data kualitatif. Informasi tersebut akan digali dari berbagai
sumber data dan jenis data yang dapat dimanfaatkan dalam penelitian ini meliputi:
1. Hasil pengamatan pelaksanaan kegiatan pembelajaran.
2. Informan (guru) dan Siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali
3. Arsip nilai (Dokumen)
Perencanaan
Tindakan
Refleksi
Observasi
27
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan penelitian juga sumber data yang dimanfaatkan, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Wawancara
Wawancara jenis ini bersifat terbuka, tidak terstruktur ketat, tidak dalam
suasana formal dan dapat dilakukan berulang-ulang pada informasi yang
sama. Dengan wawancara yang mendalam peneliti akan memperoleh
informasi yang rinci dan mendalam tentang keterampilan membaca
permulaan. Teknik wawancara ini akan dilaksanakan pada semua siswa kelas
II SD Negeri Senden.
2. Observasi Langsung
Observasi yang dilakukan peneliti selama proses pembelajaran berlangsung
adalah observasi partisipatif agar hasilnya seobjektif mungkin. Observasi ini
untuk mengamati siswa yang belajar membaca dengan menggunakan alat
peraga pias-pias kata.
3. Tes
Untuk mengetahui adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan.
F. Validitas Data
Untuk menjamin dan mengembangkan validitas data yang akan
dikumpulkan dalam penelitian teknik pengembangan validitas data yang akan
dikumpulkan dalam penelitian teknik kualitatif yaitu teknik trianggulasi. Adapun
trianggulasi yang digunakan peneliti adalah: trianggulasi data (sumber) yaitu
mengumpulkan data yang sejenis dari sumber data yang berbeda. Teknik
trianggulasi data diharapkan dapat memberikan inspirasi yang lebih sesuai
keadaan siswa.
G. Analisis Data
Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis interaktif.
Model analisis interaktif mempunyai 3 komponen yaitu: (1) Sajian data, (2)
28
Reduksi data, (3) Penarikan kesimpulan atau verifikasi data. Aktivitasnya
dilakukan dalam bentuk interaktif selama proses pengumpulan data masih
berlangsung, model analisis interaktif dapat disajikan dalam bentuk bagan 3.
Bagan 3. Model Analisis Interaktif
(H.B. Sutopo, 1996: 96)
H. Indikator Kinerja
Dengan pias-pias kata diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
membaca permulaan pada siswa kelas II SD Negeri Senden. Hal ini ditandai
dengan siswa yang mencapai KKM (Nilai 65) lebih dari 75% jumlah siswa
seluruhnya 75% dari 15 siswa adalah 11 siswa. Dapat dikatakan bahwa siklus
PTK diakhiri apabila minimal 11 siswa sudah mencapai nilai membaca permulaan
65.
I. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari siklus-siklus. Tiap-tiap
siklus dilaksanakan sesuai dengan perubahan yang dicapai, seperti yang telah
didesain dalam faktor-faktor yang diselidiki. Untuk mengetahui permasalahan
yang menyebabkan rendahnya kemampuan belajar bahasa Indonesia siswa kelas II
SD Negeri Senden dilakukan terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh
guru.
Pengumpulan Data
Reduksi Data Sajian Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
29
Sesuai dengan pokok permasalahan yang dirumuskan dalam judul
penelitian tindakan kelas ini, maka data yang diperlukan dalam penelitian ini
adalah mengenai penggunaan alat peraga pias-pias kata yang dilakukan oleh guru
dengan pengamatan pada saat peneliti melaksanakan alat peraga pias-pias kata
untuk meningkatkan kemampuan membaca permulaan.
Dengan berpedoman pada refleksi awal, maka prosedur pelaksanaan
penelitian melalui tahapan atau siklus, yang setiap siklus berisi empat langkah
yaitu: tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi, tahap refleksi.
Secara rinci tahapan penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Tahap Perencanaan
a. Mengumpulkan data yang diperlukan
b. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi siswa dan memecahkannya.
c. Menyiapkan rencana pembelajaran.
d. Mempersiapkan alat peraga pias-pias kata.
2. Tahap Pelaksanaan Tindakan
a. Guru menerapkan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat
peraga pias-pias kata di kelas II SD (RPP).
b. Siswa belajar membaca dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata
pada pembelajaran bahasa Indonesia.
3. Tahap Observasi
Tindakan ini guru memonitor dan membantu siswa jika menemui kesulitan.
4. Tahap Refleksi
Mengadakan refleksi dan evaluasi dari kegiatan 1,2,3 bila hasil refleksi dan
evaluasi siklus I menunjukkan adanya peningkatan kemampuan membaca pada
siswa kelas II maka tidak perlu dilanjutkan dengan siklus II. Namun apabila
belum menunjukkan peningkatan, dibuat siklus II. Demikian juga untuk siklus
III, dan selanjutnya sampai kemampuan membaca permulaan meningkat.
30
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan model yang dilakukan oleh
Kemmis dan Mc Taggart yang merupakan pengembangan dari model Kurt Lewin.
Suharsimi Arikunto (2003: 83) mengemukakan model yang didasarkan atas
konsep pokok bahwa penelitian tindakan terdiri dari empat komponen pokok yang
juga menunjukkan langkah, yaitu:
1. Perencanaan atau planning
2. Tindakan atau acting
3. Pengamatan atau observing
4. Refleksi atau reflecting
Langkah-langkah penelitian tindakan di atas dapat diilustrasikan dalam
bagan 4.
Bagan 4. Model Dasar Penelitian Tindakan Kelas
(Kurt Lewin dalam Suharsimi Arikunto, 2003: 84)
Kalau hasilnya sudah cukup satu siklus, tidak usah dilanjutkan ke siklus
lain.
Rencana 1 Rencana 2
Refleksi 1 Tindakan 1 Refleksi 2 Tindakan 2
Observasi 1 Observasi 2
Siklus I Siklus II
Siklus n
Rekomendasi
31
Siklus I
Di dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia membaca permulaan kelas
II semester I metode yang cocok untuk digunakan oleh guru adalah metode SAS.
Pada tahapan atau siklus ini guru menunjukkan gambar Lampu Lalu Lintas. Guru
memberikan tulisan di samping gambar sesuai dengan gambar tersebut, sehingga
siswa diharapkan dapat membacanya. Guru mununjuk salah satu siswa untuk
membacanya di depan kelas.
Adapun tahapan pada siklus I adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan Tindakan (Planing)
Sebagai subjek penelitian sebanyak 15 siswa kelas II, yang mana
masih ada beberapa siswa yang mendapatkan nilai rendah atau kurang dalam
mata pelajaran bahasa Indonesia. Setelah diteliti masih ada beberapa siswa
yang belum lancar membaca, sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia
guru perlu memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi
pembelajaran yakni alat peraga pias-pias kata atau juga disebut kartu huruf.
Setelah itu siswa disuruh mengamati gambar. Siswa disuruh menggabungkan
huruf menjadi suku kata dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. Dari
hasil membaca dan menggabungkan huruf menjadi suku kata, hasilnya selalu
dinilai guru. Guru memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami
kesulitan, sedangkan siswa yang membaca dan menggabungkan huruf dengan
benar guru memberikan penguatan (reinforcement), sehingga siswa menjadi
lebih senang dan bersemangat.
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Dari hasil membaca dan menggabungkan huruf menjadi suku kata,
guru menunjukkan gambar dan tulisan dengan menggunakan kartu huruf.
Guru menjelaskan cara membaca misalnya: “Lampu Merah”. Tulisan tersebut
diucapkan sesuai dengan abjad atau dieja sehingga menjadi el-a-em=Lam; pe-
u=pu; em-e=me; er-a-ha=rah. Menjadi Lampu Merah dan seterusnya. Guru
mengajak siswa membaca bersama-sama. Guru menyuruh salah satu siswa
32
yang sudah lancar membaca untuk membaca ke depan kelas, siswa yang lain
menirukan. Ini dilakukan secara bergantian dan berulang-ulang sampai siswa
yang belum lancar membaca bisa membaca dengan benar. Guru memberikan
motivasi kepada semua siswa dan membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam membaca. Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa
dalam belajar membaca.
c. Observasi (Observing)
Pada tahapan ini guru mengumpulkan data dan mengamati siswa
pada waktu proses pembelajaran membaca secara langsung, sehingga dapat
diketahui apakah siswa sudah bisa membaca dan manggabungkan huruf
menjadi suku kata yang disampaikan guru dengan benar.
Pada tahap pelaksanaan observasi kelas, peneliti mengamati proses
pembelajaran dan mengumpulkan data mengenai segala sesuatu yang terjadi
pada proses pembelajaran, baik yang terjadi pada guru, siswa maupun situasi
kelas. Pada tahap diskusi balikan, membahas hasil pengamatan selama
observasi dalam situasi yang saling mendukung (mutually supportive).
d. Pengelolaan Data
Pada tahapan ini, pengolahan data dalam membaca permulaan pada
15 subjek penelitian berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran
bahasa Indonesia. Dalam pengolahan data yang berasal dari pengumpulan data
(observasi) tersebut dinyatan berhasil apabila memiliki target keberhasilan 41-
60% dengan criteria cukup, 61-80% dengan criteria baik, 81-100% dengan
criteria sangat baik. Hasil pengolahan data tersebut untuk menunjukkan
adanya peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia di kelas II.
Berdasarkan pengolahan data tersebut dipakai sebagai dasar analis
peningkatan kemampuan membaca untuk melakukan tindak lanjut menuju
siklus berikutnya.
33
Kemampuan membaca permulaan dapat dikatakan berhasil apabila
memiliki target keberhasilan 8 siswa (41-64 %) dengan kriteria cukup
mencapai 6 siswa (65-79%) dengan kriteria baik mencapai 1 siswa (80-100 %)
dengan kriteria sangat baik, apabila kemampuan membaca permulaan belum
menunjukkan peningkatan maka guru melaksanakan pertemuan pada siklus
berikutnya.
Siklus II
Setelah melaksanakan siklus I atau setelah membaca tulisan di samping,
guru mengambil satu kata untuk dikaji atau dianalisis yaitu menggabungkan dari
huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, kata menjadi kalimat sederhana.
Setelah menganalisis satu kalimat sederhana, guru menyuruh kepada siswa
untuk membaca bersama-sama tanpa gambar.
Adapun tahapan pada siklus II adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan Tindakan (Planing)
Tindakan siklus II merupakan kelanjutan dari siklus I dengan
melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan kartu huruf dalam
belajar membaca permulaan. Dalam tindakan sebelumnya, materi yang
disampaikan guru adalah membaca tulisan di samping gambar dan
menggabungkan huruf menjadi suku kata. Guru selalu memantau dan
mencatat perkembangan siswa dalam belajar membaca yaitu membaca tulisan
tanpa gambar dan menggabungkan suku kata menjadi kata.
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Dari hasil membaca tulisan di samping gambar dan menggabungkan
huruf menjadi suku kata, guru selalu memberikan penguatan kepada siswa
yang sudah bisa membaca atau menggabungkan huruf menjadi suku kata dan
memberikan bantuan serta motivasi kepada siswa yang belum bisa membaca
agar lebih giat lagi dalam belajar membaca untuk mencapai hasil yang lebih
baik. Langkah selanjutnya guru menunjukkan tulisan tanpa gambar. Guru
menunjuk siswa yang sudah lancar membaca untuk memberikan contoh
membaca dan menggabungkan suku kata menjadi kata kepada siswa yang lain,
34
selanjutnya siswa membaca bersama-sama dan berulang-ulang. Misalnya:
“jam wekerku” je-a-em:jam; we-e:we; ka-e-er:ker; ka-u:ku.
c. Observasi (Observing)
Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga pias-bias kata yang sesuai dengan materi atau pokok
bahasan. Setiap akhir pembelajaran diadakan evaluasi. Hasil atau nilai yang
dicapai siswa dicatat oleh guru digunakan untuk menganalisis perkembangan
atau kemajuan proses belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
d. Pengolahan Data (Reflecting)
Guru melakukan pengolahan data berdasarkan observasi selama
pembelajaran untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan. Setiap akhir
pembelajaran selalu diadakan tes membaca hasilnya dinilai oleh guru untuk
mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai siswa dalam pembelajaran bahasa
Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. Dalam pengolahan
data yang berasal dari observasi dinyatakan berhasil apabila telah mencapai
target keberhasilan mencapai 6 siswa (41-64%) dengan criteria cukup
mencapai 5 siswa (65-79%) dengan criteria baik mencapai 4 siswa (80-100%)
dengan criteria sangat baik.
Berdasarkan refleksi tersebut, kemampuan membaca permulaan
belum menunjukkan peningkatan, guru melaksanakan pertemuan berikutnya
yaitu siklus III.
Siklus III
Setelah melaksanakan siklus I dan II, selanjutnya guru menyuruh siswa
untuk menggabungkan kata menjadi kalimat. Setelah menjadi kalimat, guru
menyuruh salah satu siswa yang sudah lancar membaca untuk membacakan
kalimat di depan kelas, sekaligus sebagai model bagi teman-teman, begitu
seterusnya secara bergantian. Dengan demikian, siswa akan senang dan
termotivasi untuk belajar membaca.
Pada siklus ini, dibentuk suatu kelompok, yang mana dalam satu kelompok
itu ada salah satu siswa yang sudah lancar membaca, sehingga siswa tersebut bisa
35
melakukan tutor sebaya. Dengan tutor sebaya akan membawa atau membantu
siswa yang lain dalam belajar membaca.
Adapun tahapan pada siklus III adalah sebagai berikut:
a. Perencenaan Tindakan (Planning)
Tahap perencanaan siklus III merupakan kelanjutan dari siklus II
yaitu melanjutkan membaca dan menggabungkan kata menjadi kalimat dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf. Hasil dari siklus III
diamati dan dicatat guru untuk mengetahui perkembangan dan kemajuan
belajar siswa dalam kata demi kata. Pada tahapan ini guru memberikan tugas
kelompok, dalam satu kelompok ada siswa yang sudah lancar membaca,
sehingga bisa memberikan contoh kepada teman-temannya dalam satu
kelompok.
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Guru menunjuk salah satu siswa yang sudah lancar membaca untuk
memberikan contoh membaca dan menggabungkan kata menjadi kalimat
kepada siswa yang lain, selanjutnya siswa yang lain menirukan dan dilakukan
berulang-ulang. Secara bergantian siswa membaca dan menggabungkan kata
menjadi kalimat ke depan kelas dengan menggunakan kartu huruf. Guru
memberikan penguatan kepada siswa yang bisa membaca dan memberikan
motivasi kepada semua siswa agar lebih giat lagi dalam belajar membaca
untuk meraih hasil yang lebih baik. Guru selalu mengamati perkembangan dan
kemajuan siswa dalam belajar membaca.
c. Observasi (Observing)
Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf yang disesuaikan
dengan materi atau pokok bahasan yang akan disampaikan. Setiap akhir
pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes membaca dan hasilnya dicatat
oleh guru digunakan untuk menganalisis perkembangan atau kemajuan belajar
siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
36
d. Pengolahan Data (Reflecting)
Pada tahapan ini guru melaksanakan pengolahan data berdasarkan
observasi selama pembelajaran berlangsung untuk evaluasi tindakan yang telah
dilaksanakan. Pada setiap akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes
membaca dan dinilai oleh guru untuk mengetahui sejauh mana hasil yang
dicapai siswa selama pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan
alat peraga pias-pias kata atau kartu huruf.
Kemampuan membaca permulaan dapat dikatakan berhasil apabila
memiliki target keberhasilan mencapai 3 siswa (41-64%) dengan kriteria cukup
mencapai 7 siswa (61-80%) dengan kriteria baik mencapai 5 siswa (80-100%)
dengan kriteria sangat baik, apabila kemampuan membaca permulaan telah
menunjukkan peningkatan maka guru mengakhiri tindakan pembelajaran.
37
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo
Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/2010. Di SD Negeri Senden
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dalam operasionalnnya melibatkan staf
pengajar atau gurunya lengkap, jumlah guru semuanya 8 orang yang terdiri dari 6
guru kelas, 1 guru agama Islam, 1 guru bahasa Inggris yang tercatat sebagai
honorer, 1 kepala sekolah, 1 penjaga sekolah.
Dengan adanya jumlah guru yang lengkap tersebut, proses belajar
mengajar dapat berjalan dengan baik dan lancar, sehingga siswa yang masuk ke
sekolah inipun banyak. Jumlah siswa seluruhnya 106 siswa yang terdiri dari kelas
I 16 siswa, kelas II 15 siswa, kelas III 20 siswa, kelas IV 25 siswa, kelas V 16
siswa dan kelas VI 16 siswa.
Dari banyaknya jumlah siswa tersebut di atas, berasal dari kalangan atau
latar belakang keluarga yang berbeda. Sebagian besar siswa dari kalangan
keluarga petani. Sehingga perhatiannya kepada anak terhadap belajar atau
pendidikan kurang, akibatnya anak mempunyai kendala atau mengalami kesulitan
dalam belajar yaitu masih ada siswa yang belum bisa membaca adanya kendala
dalam belajar yaitu masih ada siswa yang belum bisa membaca dengan lancar.
Disinilah yang menjadikan penulis untuk mengadakan penelitian pada siswa kelas
II. Karena di kelas II membaca merupakan dasar untuk membaca lanjut. Jika dasar
ini tidak kuat maka untuk mempelajari mata pelajaran yang lain akan kesulitan.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian tindakan kelas yaitu
melalui proses atau siklus berulang, bertahap berkelanjutan yang akan
direncanakan dan dilaksanakan melalui tiga siklus. Pada siklus pertama guru
menunjukkan gambar kepada siswa, kemudian siswa disuruh mengamati gambar
tersebut. Setelah itu guru memberikan tulisan di samping gambar tersebut, untuk
dibaca siswa secara bersama-sama. Pada siklus kedua setelah siswa bisa membaca
37
38
tulisan pada gambar, guru menunjukkan tulisan tanpa gambar untuk dibaca siswa.
Guru menyuruh siswa untuk mengambil salah satu kata untuk dianalisis yaitu
mengkaitkan huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi huruf. Pada siklus
ketiga melanjutkan dari siklus pertama dan kedua yaitu menggabungkan huruf
menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Di dalam
proses belajar mengajar, dari siklus pertama, kedua dn ketiga guru selalu
menggunakan alat peraga yakni menunjukkan kartu huruf atau pias-pias kata dan
siswa mendemonstrasikannya dengan alat peraga tersebut. Dari masing-masing
siklus atau tahapan dapat digabungkan dalam pembelajaran yakni dari mengamati
gambar disertai tulisan di sampingnya, siswa menggabungkan huruf menjadi suku
kata sambil mengeja atau menggabungkan suku kata menjadi kata, guru
meningkatan dengan menggabungkan kata menjadi kalimat. Setiap tindakan atau
siklus diadakan tes atau evaluasi yaitu tes membaca.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dalam tiga siklus, yang mana
setiap siklus terdiri dari empat tahapan yakni perencenaan tindakan (planning),
pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing), dan pengolahan data
(reflecting).
B. Deskripsi Pelaksanaan Penelitian
1. Siklus I
Pembelajaran siklus I dilaksanakan selama 140 menit (2 x pertemuan).
Adapun tahapan pada siklus I adalah :
a. Perencanaan Tindakan (planning)
Pada Tahapan ini dilakukan observasi tahap awal yang mendapatkan
informasi yang diperoleh sebagai data awal. Sebagai subjek penelitian
sebanyak 15 siswa kelas dua, yang mana masih ada beberapa siswa yang
mendapatkan nilai rendah atau kurang dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
Setelah dilakukan pengecekan ternyata masih ada beberapa siswa yang belum
bisa membaca, sehingga dalam pembelajaran bahasa Indonesia guru perlu
memilih dan menggunakan alat peraga yang sesuai dengan materi
39
pembelajaran yakni alat peraga pias-pias kata atau juga disebut kartu huruf.
Guru menunjukkan huruf ataupun tulisan pada setiap pembelajarannya.
Misalnya Lampu merah. Siswa disuruh mengamati tulisan tersebut kemudian
membacanya. Dari huruf tersebut di atas, siswa disuruh menggabungkan huruf
menjadi suku kata. Masing-masing kelompok mendemonstrasikan dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata agar siswa terlibat langsung selalu
dinilai guru. Kelompok yang mengalami kesulitan guru memberikan bantuan,
sedangkan kelompok yang menggabungkan huruf dengan benar guru
memberikan penguatan (reinforcement), sehingga siswa menjadi lebih senang
dan bersemangat.
b. Pelaksanaan Tindakan (acting)
Pada tahapan ini dilaksanakan tindakan kelas terhadap 15 orang siswa
dalam pembelajaran membaca permulaan dengan menggunakan alat peraga
pias-pias kata atau kartu huruf. Langkah-langkah siklus I adalah sebagai
beikut:
1) Guru menunjukkan gambar kartu huruf, dan siswa mengamatinya.
2) Guru memberikan tulisan disamping gambar siswa disuruh membaca
dengan menunjukkan huruf-hurufnya dengan menggunakan kartu huruf,
agar siswa lebih jelas.
3) Guru menjelaskan cara membaca misalnya Lampu merah diucapkan sesuai
dengan abjad atau dieja sehingga menjadi “el-a-em Lam pe-u pu em-e me
er-a-ha rah Lam-pu me-rah. Guru dan siswa membaca secara bersama-sama
dan berulang-ulang.
4) Guru menunjuk salah satu siswa yang sudah lancar membaca untuk
membaca ke depan kelas, siswa yang belum lancar disuruh memperhatikan
temannya yang melakukan unjuk kerja di depan kelas. Ini dilakukan secara
bergantian atau bergiliran sampai siswa yang belum lancar membaca bisa
membaca.
5) Guru memberikan motivasi dan membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam membaca.
40
6) Guru memberikan penguatan kepada siswa yang sudah lancar membaca.
Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar
membaca pada setiap pertemuan.
c. Observasi (Observing)
Pada tahapan ini guru mengumpulkan data dan mengamati siswa pada
waktu proses pembelajaran membaca secara langsung, sehingga dapat
diketahui apakah siswa sudah bisa membaca huruf atau tulisan yang telah
disampaikan guru dengan benar.
Materi yang diajarkan meliputi merangkai kartu huruf menjadi suku kata;
suku kata menjadi kata dan merangkai kata menjadi kalimat.
d. Pengolahan Data (Reflecting)
Pada tahapan ini pengolahan data dalam membaca permulaan pada 15
subjek penelitian berdasarkan hasil pengamatan selama pembelajaran bahasa
Indonesia.
Dalam pengolahan data yang berasal dari pengumpulan data tersebut
dinyatakan berhasil karena memiliki target keberhasilan 41-60 % dengan
kriteria cukup, 61-80 % dengan kriteria baik, 81-100 % dengan kriteria sangat
baik. Hasil pengolahan data tersebut untuk menunjukkan adanya peningkatan
kemampuan membaca permulaan pada siswa dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia di kelas dua.
Berdasarkan pengolahan data tersebut dipakai sebagai dasar analisis
peningkatan kemampuan membaca untuk melakukan tindak lanjut menuju ke
siklus berikutnya.
2. Siklus II
Dalam siklus II ini merupakan kelanjutan dari siklus I yang dilaksanakan
selama 140 menit (2 x pertemuan). Adapun tahapan pada siklus II adalah sebagai
berikut.
a. Perencanaan Tindakan (Planing)
Dalam tindakan siklus II merupakan kelanjutan dari siklus I dengan
melaksanakan proses pembelajaran dengan menggunakan kartu huruf dalam
41
belajar membaca permulaan. Dalam tindakan sebelumnya, materi yang
disampaikan guru adalah menggabungkan huruf menjadi suku kata. Penulis
memantau dan mencatat perkembangan siswa dalam belajar membaca yaitu
merangkaikan suku kata menjadi kata.
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Pada tahapan ini dilaksanakan tindakan kelas terhadap 15 orang siswa
dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui penggunaan alat peraga pias-
pias kata.
Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
1) Guru menyuruh siswa yang sudah lancar membaca untuk memberikan
contoh kepada teman yang lain cara merangkaikan kata menjadi kalimat
sederhana, kemudian siswa membaca bersama-sama dan berulang-ulang.
Misalnya: Jam wekerku dieja menjadi (diucapkan sesuai abjad), jea-em jam
we-e we ka-e-er ker k-u ku jam-we-ker-ku.
2) Guru selalu memberikan motivasi kepada semua siswa dalam belajar
membaca.
3) Guru memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan dalam
membaca dan memberikan pemahaman agar lebih banyak latihan
membaca, sehingga mendapatkan nilai yang lebih baik.
4) Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam
membaca kata.
c. Observasi (Observing)
Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga, pias-pias kata yang sesuai dengan materi atau pokok
bahasan. Setiap akhir pembelajaran diadakan evaluasi atau tes membaca. Hasil
atau nilai yang dicapai siswa dicatat oleh guru digunakan untuk menganalisis
perkembangan belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia.
d. Pengolahan Data (Reflecting)
Pada tahapan ini guru melakukan pengolahan data berdasarkan observasi
selama pembelajaran untuk evaluasi tindakan yang telah dilakukan. Hasil
pengolahan data tersebut dapat memberikan masukan yang digunakan sebagai
42
dasar melakukan tindakan pada pertemuan pembelajaran berikutnya. Setiap
akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi atau tes membaca dan hasilnya
dinilai oleh guru untuk mengetahui sejauh mana hasil yang dicapai siswa
dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan alat peraga pias-
pias kata. Dalam pengolahan data yang berasal dari observasi dinyatakan
berhasil apabila telah mencapai target keberhasilan 41-60 % dengan kriteria
cukup, 61-80 % dengan kriteria baik, 81-100 % dengan kriteria sangat baik.
Berdasarkan refleksi tersebut, apabila kemampuan membaca permulaan
belum menunjukkan peningkatan maka guru melaksanakan pertemuan
berikutnya yaitu siklus III.
3. Siklus III
Pada tahapan ini dilaksanakan pembelajaran selama 140 menit (2 x
pertemuan). Adapun tahapan pada siklus III ini sebagai berikut:
a. Perencanaan Tindakan (Planing)
Tahap perencanaan siklus III merupakan kelanjutan dari siklus II yaitu
melanjutkan membaca atau merangkaikan kata menjadi kalimat. Hasil dari
siklus II diamati dan dicatat oleh guru untuk mengetahui perkembangan dan
kemajuan belajar siswa dalam kata demi kata. Pada tahapan ini, guru
memberikan tugas kelompok kepada siswa, dalam satu kelompok ada siswa
yang sudah lancar dalam membaca, sehingga bisa memberikan contoh kepada
teman-temannya dalam satu kelompok.
b. Pelaksanaan Tindakan (Acting)
Pada tahapan ini dilaksanakan tindakan kelas terhadap 15 orang siswa
dalam pembelajaran bahasa Indonesia melalui penggunaan alat peraga pias-
pias kata.
Langkah-langkah pelaksanaan tindakan siklus III adalah sebagai berikut:
1) Guru menyuruh siswa yang sudah lancar membaca untuk memberikan
contoh kepada teman yang lain cara membaca secara bergantian dan
berulang-ulang.
2) Guru memberikan penguatan kepada siswa yang sudah bisa membaca
43
3) Guru memberikan bantuan kepada siswa jika masih ada siswa yang
mengalami kesulitan dalam membaca
4) Guru memberikan motivasi kepada semua siswa agar lebih giat lagi
dalam belajar membaca sehingga bisa mencapai hasil yang lebih baik
5) Guru bersama siswa membaca kalimat secara berulang-ulang sampai
siswa bisa membaca kalimat dengan benar.
6) Guru selalu mengamati perkembangan dan kemajuan siswa dalam belajar
membaca.
c. Observasi (Observing)
Pada tahapan ini guru melaksanakan proses pembelajaran dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata yang disesuaikan dengan materi atau
pokok bahasan yang akan disampaikan. Setiap akhir pembelajaran selalu
diadakan evaluasi atau tes membaca dan nilainya dicatat oleh guru digunakan
untuk menganalisis perkembangan belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa
Indonesia.
d. Pengolahan Data (Reflecting)
Pada tahapan ini guru melaksanakan pengolahan data berdasarkan
observasi selama pembelajaran berlangsung untuk evaluasi tindakan yang
telah dilaksanakan. Pada setiap akhir pembelajaran selalu diadakan evaluasi
atau tes membaca dan dinilai oleh guru untuk mengetahui sejauh mana hasil
yang dicapai siswa selama pembelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata. Dalam pengolahan data yang berasal
dari observasi dinyatakan berhasil apabila telah mencapai target keberhasilan
41-60 % dengan kriteria cukup, 61-80 % dengan kriteria baik, 81-100 %
dengan kriteria sangat baik.
Berdasarkan pengolahan data tersebut, guru mengambil kesimpulan bahwa
hasil penelitian yang dilakukan mencapai keberhasilan yang diharapkan yaitu
lebih dari 75 %.
Dari pencapaian hasil penelitian tindakan kelas tersebut dapat dilihat hasil
perkembangan dan kemajuan kemampuan siswa dalam belajar membaca
permulaan dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata, serta peningkatan
44
kemampuan bahasa Indonesia pada siswa kelas II SDN Senden semester 1 tahun
pelajaran 2009/2010 untuk 15 subjek penelitian tindakan kelas pada siklus I,
siklus II, dan siklus III, yang telah dilaksanakan guru dapat diperoleh data seperti
Tabel sebagai berikut:
Tabel 4. Rekapitulasi Hasil Rata-rata Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Pada Siswa Kelas II SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2009/2010.
Siklus Rata-rata Hasil Proses Membaca
Rata-rata Hasil Evaluasi/ Tes Membaca
I
II
III
65
65,5
71,6
64
67,8
71,3
Peningkatan kemampuan membaca permulaan pada siswa kelas II SD
Negeri Senden Kecamatan Selo, Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2009/ 2010
dapat digambarkan dalam histogram.
10
20
30
40
50
60
70
80
Siklus I Siklus II Siklus III
Hasil proses membaca Hasil tes membaca
Grafik 1. Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Tiap Siklus
45
Tabel 5. Rekapitulasi Perkembangan Persentase Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Dari Siklus I, Siklus II, Siklus III Pada Siswa Kelas II SD Negeri Senden Tahun Pelajaran 2009/2010.
Siklus
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai
+ atau > KKM dalam proses
Membaca
Persentase %
Jumlah siswa yang mendapatkan nilai + atau > KKM dalam
tes Membaca
Persentase %
I 8 siswa 53,3 6 siswa 40
II 8 siswa 53,3 8 siswa 53,3
III 12 siswa 80 12 siswa 80
Dari rekapitulasi perkembangan persentase peningkatan kemampuan
membaca permulaan tersebut di atas, dapat digambarkan dalam histogram maka
akan tampak dalam grafik.
10
20
30
40
50
60
70
80
Siklus I Siklus II Siklus III
Hasil proses membaca Hasil tes membaca
Grafik 2. Perkembangan Persentase Peningkatan Kemampuan Membaca Permulaan Tiap Siklus
46
Dari grafik tersebut di atas dapat dilihat adanya peningkatan kemampuan
membaca dari 15 subjek penelitian sewaktu pembelajaran bahasa Indonesia di
kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Semester 1
Tahun Pelajaran 2009/ 2010 pada setiap siklus dalam penelitian tindakan kelas.
Pada siklus I: hasil dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata yaitu mengamati gambar,
menggabungkan huruf menjadi suku kata diperoleh data peningkatan kemampuan
dalam hasil proses membaca mencapai rata-rata sebesar 65,3 sedangkan hasil tes
membaca mencapai rata-rata sebesar 64. Apabila dilihat dalam persentase yang
mengalami perkembangan dalam menggabungkan huruf menjadi suku kata dari
15 siswa ada 8 (53,3 %) dalam hasil proses membaca dan 6 (40 %) dalam hasil tes
membaca. Setelah guru mengadakan refleksi, ditemukan bahwa dalam
pembelajaran sebelum diadakan tindakan atau siklus I, guru tidak menggunakan
alat peraga pias-pias kata sehingga siswa mengalami kesulitan dalam
menggabungkan huruf menjadi suku kata. Berdasarkan hasil refleksi tersebut guru
merencanakan dalam menyampaikan pembelajaran menggunakan alat peraga
pias-pias kata pada setiap siklusnya.
Pada siklus II: hasil dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata yaitu menggabungkan suku kata menjadi
kata diperoleh data peningkatan kemampuan dalam proses membaca mencapai
rata-rata sebesar 53,3 dan hasil tes membaca mencapai rata-rata sebesar 53,3.
Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam
menggabungkan suku kata menjadi kata dari 15 siswa ada 8 (53,3 %) dalam
proses membaca sedangkan hasil tes membaca 8 (53,3 %). Dari siklus I ke siklus
II, sudah ada peningkatan walaupun peningkatan tersebut belum maksimal.
Berdasarkan refleksi tersebut, guru merencanakan tindakan selanjutnya yaitu
siklus III dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata dalam materi
pembelajaran membaca permulaan supaya dapat mencapai kriteria keberhasilan
baik.
47
Pada siklus III: hasil dalam pembelajaran bahasa Indonesia dengan
menggunakan alat peraga pias-pias kata yaitu menggabungkan kata menjadi
kalimat diperoleh data peningkatan prestasi dalam hasil proses membaca
mencapai rata-rata sebesar 71,6 dan hasil tes membaca menapai rata-rata 71,3.
Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam
menggabungkan kata menjadi kalimat dari 15 siswa ada 12 (80 %) dalam hasil
proses membaca, dan 12 (80 %) dalam hasil tes membaca.
Tabel 6. Kriteria Peningkatan Keberhasilan
Kriteria N i l a i
Sangat Kurang 0 – 20 % 50
Kurang 21 – 40 % 60
Cukup 41 – 60 % 70
Baik 61 – 80 % 80
Sangat Baik 81 – 100 % 90
Tabel 7. Persentase Perolehan Nilai Proses dan Nilai Tes Membaca Pada Siswa Kelas II SDN Senden Kecamatan Selo Tahun Pelajaran 2009/2010.
Persentase Siswa yang Mengalami Peningkatan Siklus
Nilai Proses Membaca Nilai Tes Membaca I 53,3 40
II 53,3 53,3
III 80 80
Berdasarkan refleksi penulis untuk meningkatkan kemampuan membaca,
penggunaan alat peraga pias-pias kata mempunyai pengaruh yang besar. Selama
melakukan siklus I, II, dan III dapat diliht adanya peningkatan baik dalam proses
membaca maupun dalam hasil tes membaca.
48
Dengan demikian dapat diambil kesimpulan berdasarkan data peningkatan
kemampuan membaca dari siklus I sampai dengan siklus III telah memenuhi
kriteria keberhasilan yang diharapkan yaitu 75 %.
49
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Penelitian
Berdasarkan analisis penelitian tindakan kelas dapat disimpulkan bahwa
penggunaan alat peraga pias-pias kata meningkatkan kemampuan membaca
permulaan pembelajaran bahasa Indonesia di kelas II SD Negeri Senden
Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali Semester 1 Tahun pelajaran 2009/2010. Dari
Pada siklus I hasil proses membaca mencapai rata-rata sebesar 65,3
sedangkan hasil tes membaca mencapai rata-rata sebesar 64. Apabila dilihat dalam
persentase yang mengalami perkembangan dalam menggabungkan huruf menjadi
suku kata dari 15 siswa ada 8 (53,3 %) dalam hasil proses membaca dan 6 (40 %)
dalam hasil tes membaca. Pada siklus II diperoleh data peningkatan kemampuan
dalam proses membaca mencapai rata-rata sebesar 53,3 dan hasil tes membaca
mencapai rata-rata sebesar 53,3. Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami
perkembangan dalam menggabungkan suku kata menjadi kata dari 15 siswa ada 8
(53,3 %) dalam proses membaca sedangkan hasil tes membaca 8 (53,3 %). Pada
siklus III diperoleh data peningkatan prestasi dalam hasil proses membaca
mencapai rata-rata sebesar 71,6 dan hasil tes membaca menapai rata-rata 71,3.
Apabila dilihat dalam persentase yang mengalami perkembangan dalam
menggabungkan kata menjadi kalimat dari 15 siswa ada 12 (80 %) dalam hasil
proses membaca, dan 12 (80 %) dalam hasil tes membaca.
Keseluruhan tindakan pada penelitian tindakan kelas dapat dikatakan
berhasil apabila hasil dari siklus satu ke siklus dua mengalami peningkatan rata-
rata, begitu juga dari siklus dua ke siklus tiga juga mengalami peningkatan rata-
rata perolehan siswa, sehingga dapat membawa dampak yang baik ke arah
peningkatan perkembangan dan kemajuan kemampuan belajar bahasa Indonesia
pada siswa kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali
Semester 1 Tahun pelajaran 2009/2010.
49
50
B. Implikasi Hasil Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini didasarkan pada penggunaan alat peraga pias-
pias kata untuk meningkatkan kemampuan membaca dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Model yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah
model proses, yang setiap model dilaksanakan tiga tindakan atau siklus. Setiap
siklus/ tindakan terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan tindakan (planning),
pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing), dan pengolahan data
(reflecting). Siklus kedua membaca dengan menggabungkan suku kata menjadi
kalimat sederhana dan siklus ketiga menyusun kalimat bacaan sederhana. Setiap
siklus diadakan penilaian proses dan penelitian hasil belajar. Kegiatan ini
dilakukan terus berkelanjutan dan berulang sampai kemampuan membaca
meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian ternyata bahwa penggunaan alat peraga pias-
pias kata dapat meningkatkan kemampuan belajar membaca dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di kelas II SD Negeri Senden Kecamatan Selo Kabupaten
Boyolali Semester 1 Tahun pelajaran 2009/ 2010. Dengan demikian penelitian
tindakan kelas ini semakin baik, berkelanjutan dan berkesinambungan
penerapannya guna membantu guru dalam menghadapi permasalahannya
kemampuan siswa dalam membaca.
Model pembelajaran ini digunakan oleh guru terutama dalam menghadapi
masalah atau mengatasi masalah peningkatan kemampuan membaca. Dalam
penggunaan alat peraga pias-pias kata ada kendala yaitu karena terbatasnya sarana
atau alat peraga tersebut dan bagi siswa yang sudah lancar membaca akan
mengalami kejenuhan. Oleh sebab itu guru hendaknya kreatif dan aktif sehingga
dapat menumbuhkan motivasi dan simpati/ rasa senang kepada siswa dalam
mengikuti pembelajaran dengan menggunakan alat peraga pias-pias kata. Pada
akhirnya kemampuan membaca siswa kelas II menjadi optimal sesuai dengan
batas ketuntasan belajar baik secara individual maupun secara kelompok.
51
C. Saran-saran
Dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa sewaktu
pembelajaran bahasa Indonesia, maka penulis menyampaikan saran-saran sebagai
berikut:
1. Untuk Guru
a. Memberikan motivasi kepada semua siswa untuk menggunakan alat
peraga pias-pias kata dalam belajar membaca.
b. Mengevaluasi efisien dan efektif penggunaan alat peraga pias-pias kata
untuk meningkatkan kemampuan membaca sewaktu pembelajaran Bahasa
Indonesia berlangsung.
c. Memberikan motivasi kepada semua siswa dan memberikan penguatan
kepada siswa yang sudah lancar membaca, sehingga siswa dapat
menunjukkan kinerja yang lebih baik.
2. Untuk Siswa
a. Kepada siswa hendaknya aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar
dan berusaha meningkatkan belajar sehingga memperoleh kemampuan
belajar yang optimal.
b. Memiliki rasa senang untuk membaca dengan menggunakan alat peraga
pias-pias kata.
c. Kepada siswa yang sudah lancar membaca jangan merasa bosan untuk
memberikan contoh kepada teman yang lain.
3. Para Peneliti
Kepada peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan
untuk melakukan penelitian lebih lanjut, untuk menentukan faktor-faktor lain
yang dapat mendukung peningkatan kemampuan membaca. Melalui usaha ini,
antara peneliti yang satu dengan peneliti yang lain menunjukkan kinerja yang
semakin baik dalam rangka meningkatkan kemampuan membaca dalam
pembelajaran Bahasa Indonesia.
52
DAFTAR PUSTAKA
Aristo Rahadi. 2003. Media Pembelajaran. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti.
Basuki Wibowo. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikdasmen.
Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Rendah. Yogyakarta: PAS.
Depdikbud. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Depdikbud.
http://find.galegroup.com/ips/ start.co?prodid=IPS. Reading the Media Source: Internet Book watch (July 2007) (216 words) From Expanded Academic ASAP.
Muhibin Syah. 1995. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. Bandung: Rosdya Karya.
Mulyani Sumantri dan Johan Permana. 1999. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Dirjen Dikti.
________________________________. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV. Maulana.
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Ngalim Purwanto. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Nurhasanah, Didik Tumianto. 2007. Kamus Besar Bergambar Bahasa Indonesia.
Oemar Hamalik. 1989. Metodologi Pengajaran Ilmu Pendidikan. Jakarta: Mandar Maju Ban.
_____________. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Poerwadarminta. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Rukidi. 1996. Media Pembelajaran. Bandung: Alumni.
Sabarti Akhadiah dkk. 1992/1993. Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud Dirjen PT. PP Tenaga Kependidikan.
Slameto. 1995. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
St. Y. Slamet. 2003. Paedagogia Jurnal Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press.
___________. 2006. Fenolingua Jurnal Bahasa, Sastra dan Pengajarannya. Jakarta: Dikti.
53
Suhaenah Suparno. 2001. Membangun Kompetensi Belajar. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rinika Cipta.
Sukiyem Sri Yunanik. 2007. “Peningkatan Prestasi Belajar Membaca Permulaan Melalui Penggunaan Alat Peraga Pias-pias Kata Pada Siswa Kelas I SD Negeri Rembun I Kecamatan Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun Pelajaran 2006/2007”. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: FKIP UNS.
Sumadi Suryabrata. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Surana. 1992. Belajar Membaca Menulis Permulaan. Solo: Tiga Serangkai.
Sutartinah Tirtonegoro. 1988. Anak Super Normal dan Program Pendidikannya. Jakarta: Bina Aksara.
Sutopo, HB. 1996. Penelitian Kualitatif. Surakarta: UNS Press.
Syaiful Bahri Djamarah. 1984. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Winarno Surahmad. 1984. Pengantar Interaksi Mengajar. Bandung: Tarsito.
________________. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.