bab i pendahuluan a. latar belakang - lppm...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) atau Children with Special Needs, setakat
kini mudah dijumpai. ABK adalah anak yang mengalami gangguan secara fisik,
mental/intelektual/emosional, dan sosial atau indranya mengalami kelainan yang
sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensinya secara optimal
membutuhkan Pendidikan Khusus atau Special Education, seperti didefinisikan
dalam Hukum Publik 94-142, termasuk pembelajaran dalam Pendidikan Jasmani
Adaptif (disingkat Penjas Adaptif =terjemahan Adapted Physical Education =APE)
(www.PACER.org, 1995; APENS, 2008). Program dan layanan yang berkaitan
dengan Pendidikan Khusus, dapat diselenggarakaan di Sekolah Luar Biasa (SLB).
Pelaksanaan Proses Belajar Mengajar (PBM) kelompok mata pelajaran bagi ABK
di SLB (SDLB, SMPLB, dan SMALB) umumnya masih dikelola secara klasikal
dan belum secara individual. Demikian halnya pada mata pelajaran Penjas Adaptif
bagi ABK, tidak terkecuali untuk anak Cerebral Palsy (Cerebral=brain;
Palsy=disordered movement and posture = CP) di SLB Surakarta.
Anak CP termasuk dalam ABK yang menyandang kelumpuhan otak. CP
digambarkan sebagai suatu gangguan motorik dan postur yang disebabkan oleh
kerusakan jaringan otak. CP merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh
yang nonprogresif, disebabkan oleh gangguan sel-sel motorik pada susunan saraf
pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya. CP adalah gejala
yang kompleks, yang terdiri atas berbagai jenis dan tingkat kelainan motorik.
Kelainannya sebagai gejala awal dalam hidup dan sifatnya nonprogresif, dan boleh
jadi kelainannya secara permanen karena kerusakan pada area motor kontrol otak
(Conte & Lupo, 2012). Kelainan motorik ini biasanya disertai dengan kepekaan
dalam berpikir, berkomunikasi dan berperilaku.
CP adalah suatu kondisi fisik kronis yang memengaruhi pergerakan tubuh.
Efek ini menyebabkan otot tidak dapat bekerja dengan baik sehingga anggota tubuh
tidak dapat melakukan fungsinya. Manifestasinya dapat berupa abnormalitas
kedudukan dan gerakan yang dapat berubah sebagai akibat dari pematangan,
adaptasi maupun pengobatan. Sebagian besar anak CP memiliki kelainan ganda,
yang berupa gangguan kecerdasan, lumpuh berat maupun ringan, komunikasi,
koordinasi, keseimbangan, pengelihatan, pendengaran, bicara, sensitibilitas, dan
biasanya anak CP juga mengalami keterbelakangan mental.
2
Conte dan Lupo (2012) mengklasifikasikan CP ke dalam 3 (tiga) tipe umum,
berdasarkan: (1) topographical, (2) neuromotor, dan (3) funcional. Detail dari tiga
klasifikasi tersebut masih dirinci lebih khusus menurut perspektif tertentu. Gejala
(symptoms) CP mulai terlihat pada anak berumur 12 s.d. 18 bulan. Pada masa itu,
terlihat ketika anak gagal menjangkau benda disekitarnya. Meskipun anak CP
sebagian besar berkelainan ganda, mereka tetap memiliki potensi yang dapat
dikembangkan melaui berbagai cara atau media. Pengembangan potensi anak CP di
SLB di Indonesia dikelola pada kelompok D (Tunadaksa).
Dua diantara cara atau media yang memungkinkan untuk mengembangkan
potensi anak CP di lingkungan SLB-D1 adalah: (1) melalui Bina Diri dan Bina
Gerak (Program Khusus untuk Tunadaksa), dan (2) melalui Penjas Adaptif . Bina
Diri dan Bina Gerak bukan sebagai mata pelajaran di SLB-D1, melainkan sebagai
serangkaian program kegiatan dan latihan yang dilakukan secara kontinu selama 6
tahun. Program khusus ini merupakan suatu program pembinaan yang kontinu agar
pembelajar (siswa/anak) dapat mengembangkan potensinya seoptimal mungkin
(Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB dan BSNP, 2007). Sedangkan
Penjas Adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual yang meliputi
kebugaran fisik dan motorik, pola dan keterampilan gerak dasar, keterampilan
akuatik dan menari, serta permainan dan olahraga baik individu maupun beregu
yang dirancang bagi ABK (Winnick, 2005; APENS, 2008). Penjas Adaptif
merupakan subdisiplin ilmu Pendidikan Jasmani (Physical Education=PE) yang
diharapkan dapat memberi rasa aman, dapat memupuk kepribadian, dan memberi
pengalaman penuh kepada siswa yang berkebutuhan khusus (Winnick, 2005).
Ironisnya di Indonesia, implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang diterapkan di SLB-D1 adalah serupa atau sama dengan yang
dilaksanakan di SD/MI umum sebagai mata pelajaran wajib, akibatnya terjadi
ketimpangan dalam pelaksanaan pembelajaran Penjas Adaptif di SLB-D1. Setakat
kini pembelajaran mata pelajaran Penjas Adaptif diakui tidak proporsional dan
efektif. Selain itu, pengelolaannya juga tidak profesional (Hasil Survei Awal,
2012). Semestinya Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang
terdapat dalam KTSP di SLB-D1 tidak disamakan. Kualifikasi guru Penjas Adaptif
perlu distandardisasi dan standar minimal sarana-prasarana pembelajaran segera
direalisasikan.
3
Penjas Adaptif adalah suatu sistem pemberian program pembelajaran yang
bersifat komprehensif, dirancang untuk mengetahui, menemukan, dan memecah-
kan masalah dalam ranah psikomotor/biomotor. Penjas Adaptif merupakan proses
pembelajaran untuk memberdayakan, mengoreksi dan mengembangkan semua
potensi ABK, khususnya untuk anak CP, baik mengenai potensi akademiknya
(kognitif, afektif, psikomotor), potensi kepribadiannya, potensi sosialnya, maupun
potensi vokasionalnya sehingga anak CP dapat berkembang secara optimal.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan Penjas Adaptif di enam
SLB Surakarta masih dikelola secara klasikal berdasarkan jenis-jenis gangguan/
kelainan/ketunaan yang disandang siswa. Di setiap SLB belum memiliki guru
Penjas Adaptif secara spesifik, guru yang mengajar adalah guru kelas; akibatnya
keprofesionalannya dalam mengelola proses pembelajaran tidak merata, indi-
vidualistis, dan sangat beragam karena latar pendidikan, motivasi serta kecintaan
guru yang berbeda (Hasil Survei Awal, 2012).
Proses pembelajaran Penjas Adaptif di SLB-D1Surakarta cenderung konven-
sional, yang terjadi di kelas (lapangan, ruang kelas, dan laboratorium) masih
dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan selera guru, khususnya dalam
pembelajaran Pola dan Keterampilan Gerak Dasar (disingkat KGD, terjemahan dari
Fundamental Motor Skills and Patterns = FMS) pada pokok bahasan/pembelajaran
permainan dan olahraga. Proses pembelajarannya kental dengan praktik
pembelajaran konvensional, yakni masih berorientasi ke penguasaan teknik dasar
permainan dan olahraga, dan belum berubah atau bergeser ke arah proses
bagaimana masalah taktik bermain dan berolahraga itu dibelajarkan. Praktik yang
mencolok adalah beberapa guru di SLB mengelola kelas besar secara gabungan,
terdiri atas siswa pada jenjang pendidikan yang berbeda (SDLB, SMPLB, dan
SMALB), sehingga program dan layanan individual dalam pembelajaran tidak
efektif, efisien dan menarik.
Guru Penjas Adaptif di SLB Surakarta telah menerapkan KTSP, namun: (1)
belum mengelaborasinya secara benar, (2) belum menggunakan model pem-
belajaran terpadu dengan pendekatan tematik; meskipun telah diamanatkan dalam
KTSP, (3) belum mengadaptasikan kaidah DAP, struktur materi pembelajaran, dan
media pembelajaran yang menarik, (4) belum mempertimbangkan setiap jenis ABK
ke dalam rekayasa pengembangan pembelajaran yang dirancangnya, dan (5) belum
melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa sesuai standar BSNP Thn. 2007.
4
Adaptasi kaidah DAP (Developmentally Appropriate Practice) yang dituju
adalah pembelajaran yang layak dan menyenangkan (NAEYC, 2009), dengan
aksioma pembelajaran dan matra DAP yang: (1) layak menurut umur, (2) layak
menurut lingkungan sosial budaya, dan (3) layak secara individual (Kostelnik et al,
2011). Sedangkan adaptasi model pembelajaran tematik yang dimaksud adalah
model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema tertentu. Fungsi tema adalah
untuk memadukan pokok pikiran atau ide utama secara lintas-/antarmata pelajaran
atau secara intramata pelajaran (interaksi tema keterampilan dan konsep gerak)
dalam Penjas Adaptif sehingga meberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
siswa. Guru Penjas Adaptif di SLB-D1 dapat menggunakan tema untuk
kepentingan: (1) analisis tematik, (2) rancangan tematik, (3) pembelajaran tematik,
dan (4) pendekatan tematik (Graham et al, 2012).
Beberapa hasil penelitian relevan yang berkaitan dengan pengembangan
model pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD ABK dan untuk
anak CP khususnya perlu dikemukakan. Sekadar untuk menunjukkan bahwa
kedudukan masalah Penelitian dan Pengembangan (R&D) yang diajukan berbeda
dengan masalah R&D sebelumnya, dan sekaligus untuk membangun dasar
teori/konsep tentang pembelajaran Penjas Adaptif untuk anak CP di SLB-D1.
Satu-satunya R&D yang relevan sejenis telah dilakukan oleh Sumaryanti dan
sejawatnya (2010) dengan judul „Pengembangan Model Pembelajaran Jasmani
Adaptif untuk Optimalisasi Otak Anak Tunagrahita‟ di SLB DIY patut
dikemukakan, meskipun berbeda subjek dan substansi yang diteliti. Tujuan R&D
ini adalah untuk menyusun model pembelajaran jasmani adaptif anak tunagrahita
dalam bentuk CD dan Buku Pedoman. Tujuan tersebut dicapai dalam dua tahap
(selama dua tahun) dengan menggunakan prosedur R&D sebagai berikut.
1. Melakukan kajian pustaka dan observasi lapangan tentang anak tunagrahita,
pembelajaran jasmani adaptif, dan terapi gerak untuk otak.
2. Menyusun draf model pembelajaran jasmani adaptif berdasarkan hasil pada
langkah pertama.
3. Menguji coba draf I pada 15 anak tunagrahita ringan.
4. Merevisi produk menjadi draf II dengan mempertimbangkan hasil uji coba.
5. Menguji coba draf II pada 15 anak tunagrahita ringan.
6. Merevisi produk menjadi draf III berdasarkan hasil evaluasi pada uji coba.
7. Menguji coba draf III pada 13 anak tunagrahita ringan dan hasilnya dinyatakan
sudah memenuhi syarat kelayakan yaitu keberterimaan, keamanan, dan keman-
faatan.
5
8. Setelah mendapat masukan dari ahli pembelajaran jasmani adaptif dan ahli media,
kemudian hasilnya dicetak dalam bentuk CD pembelajaran jasmani adaptif untuk
anak tunagrahita. Selanjutnya draf perlu divalidasi dan dicobakan kembali dalam
skala luas untuk kemudian dikemas dalam bentuk CD dan Buku Panduan pada
penelitian tahap II (Sumariyanti et al, 2010)
Hasil penelitian tahap I berupa draf model pembelajaran jasmani adaptif yang
berupa program pembelajaran, dengan format sistematika dan isi sebagai berikut.
1. Bagian Awal : Berisi informasi, aktivitas gerak dan lagu senam selama 9 menit. 2. Bagian Inti : Berisi aktivitas sirkuit yang terdiri atas 6 pos selama 22 menit
Pos 1: Meloncat di trampoline
Pos 2: Meniti balok
Pos 3: Tengkurap di bola medecine
Pos 4: Merayap di lorong
Pos 5: Merangkak dengan kaki dan tangan sebelah diangkat
Pos 6: Berlari/berjalan di tanjakan 3. Bagian Akhir : Berisi aktivitas gerak dan lagu senam selama 9 menit
Model pembelajaran jasmani adaptif hasil penelitian tahap I ditindaklanjuti pada
tahap II dengan melakukan Penelitian Tindakan dalam 2 siklus selama 6 minggu
dengan melibatkan beberapa guru SLB di DIY. Hasil penelitian tahap II
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar yang signifikan p < 0.05 pada
fungsi otak yang terdiri atas fungsi kognitif, afektif, dan psikomotor.
Dari beberapa reviu literatur lain (Ulrich, 2000; Wiart & Darrah, 2001; Cools
at al, 2009; Staples & Reid, 2009; Chrysagis et al, 2009; Cools at al, 2010; Elhafes
& Ghaly, 2010; Shih-Heng Sun et al, 2011; Zuvela et al, 2011; Hilderley & Rhind,
(2012); Li & Chen, 2012; Getz et al, 2012; Rad et al, 2012) yang telah dikaji secara
mendalam diperoleh informasi bahwa instrumen untuk mengukur KGD ABK dan
anak CP adalah menggunakan Test of Gross Motor Development-2 (Ulrich, 2000).
Tes baku ini dinyatakan valid dan reliabel untuk tujuan R&D (Shih-Heng Sun et al,
2011; Zuvela et al, 2011). Di sisi lain, kajian tentang berbagai jenis permainan
sederhana dan/atau aktivitas jasmani yang dicobakan untuk meningkatkan KGD
dalam R&D mengacu pada (Fait & Dunn, 1984; Gallahue & Donnelly, 2003;
ACHPER, 2009; Sport New Zealand: www.sportnz.org.nz, 2012), sementara itu,
model pembelajaran tematik intra dipilih untuk R&D karena ada dasar rasionalnya
(BSNP, 2006; Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB, 2006; Graham et
al, 2012; PJKR JPOK: [email protected], 2012).
6
Penjas Adaptif yang didesain atau dirancang dengan mendasarkan pada
kaidah DAP dan karakteristik anak CP diyakini dapat meningkatkan potensi-
potensi anak CP secara optimal. Apabila program dan layanan Penjas Adaptif
dilakukan dengan benar dapat membantu anak CP melakukan penyesuaian sosial
dan mengembangkan kepercayaan diri. Adanya kepercayaan diri ini akan
mengkonstruksi perilaku anak dalam berpikir, bersikap dan bertindak sebagai
subjek yang utuh dan bukan sebagai objek di lingkungannya. Hal ini dijaminkan
karena: (1) Program dan layanan Penjas Adaptif dilaksanakan dengan mem-
pertimbangkan jenis dan karakteristik gangguan yang disandang anak CP.
Pertimbangan ini digagas agar kesempatan dan motivasi anak CP terpicu dan
akhirnya berpartisipasi secara aktif dalam proses pembelajaran, serta terjadi dalam
kondisi yang aman, menarik, memuaskan dan sukses, (2) Penjas Adaptif membantu
dan menolong anak CP memahami keterbatasan kemampuan fisik, motorik dan
mentalnya, (3) Penjas Adaptif membantu dan mengkoreksi gangguan yang
disandang anak CP, (4) Penjas Adaptif membantu anak CP melindungi diri sendiri
dari kondisi yang memperburuk keadaanya, dan (5) Penjas Adaptif mengembangkan
dan meningkatkan kemampuan fisik/jasmani anak CP (Thomas et al, 1988; Dunn &
Leitschuh, 2010; Kelly, 2011)
Fakta menunjukkkan, hingga kini belum ada model pembelajaran Penjas
Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Dalam
konteks inilah urgensi R&D yang menghasilkan model pembelajaran Penjas
Adaptif tematik intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC
Surakarta diperlukan. Hasil R&D ini akan memberikan manfaat yang sangat
berharga dalam upaya mengembangkan potensi anak CP secara optimal,
meningkatkan kompetensi profesional guru Penjas Adaptif, serta memberi masukan
kepada orang tua tentang bagaimana mengembangkan potensi anak CP yang dapat
dikerjakan di rumah.
B. Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, ternyata belum ditemukan
model pembelajaran Penjas Adaptif untuk meningkatkan KGD anak CP. Oleh
karena itu, yang menjadi masalah dalam R&D ini adalah: Model Pembelajaran
Penjas Adaptif Seperti Apakah yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD Anak CP di
SLB-D1 YPAC Surakarta?
7
Mengacu pada rumusan masalah tersebut di atas, secara khusus dijabarkan ke
dalam pertanyaan R&D sebagai berikut:
1. Bagaimanakah profil dan praktik guru dalam pembelajaran Penjas Adaptif
untuk meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SLB-D1 YPAC
Surakarta?
2. Model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra hasil pengembangan seperti
apakah yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC
Surakarta?
3. Bagaimanakah tingkat keterterapan model pembelajaran Penjas Adaptif tematik
intra yang dihasilkan ditinjau dari aspek: peningkatan KGD anak CP; dukungan
terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif dalam menyiapkan perangkat
pembelajaran; substansi dan fleksibilitas struktur model pembelajaran Penjas
Adaptif; kesesuaian dengan dukungan alat dan media pembelajaran; dan potensi
dukungan dari pemangku kepentingan di SLB-D1 YPAC Surakarta?
4. Bagaimanakah dampak penerapan model pembelajaran Penjas Adaptif tematik
intra yang dihasilkan terhadap aspek: peningkatan KGD anak CP; dan
dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif, khususnya dalam
menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan meng-
evaluasi hasil belajar anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Beberapa istilah dan permasalahan dalam ruang lingkup R&D kali ini perlu
dijelaskan agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda.
1. Model adalah sesuatu yang mendeskripsikan adanya pola berpikir dan analogi
dari suatu konsep digambarkan dalam bentuk bagan alir atau grafis (Pribadi,
2011). Di komunitas persekolahan, proses dan fungsi pendidikan dan pem-
belajaran tidak dapat dipisahkan. Terkait dengan model, dalam konteks
pendidikan umumnya dan pembelajaran motorik khususnya, model pem-
belajaran yang dimaksud merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar (Rusman & Dewi, 2011; Rahyubi, 2012). Model
pembelajaran cenderung preskriptif (memberi petunjuk dan bersifat menentu-
kan), yang relatif sulit dibedakan dengan strategi pembelajaran.
8
2. Pendidikan Jasmani Adaptif disingkat Penjas Adaptif adalah sebuah program
yang bersifat individual yang meliputi kebugaran fisik dan gerak, pola dan
keterampilan gerak dasar (KGD), keterampilan akuatik dan menari, serta
permainan dan olahraga baik individu maupun beregu yang desain untuk anak
berkebutuhan khusus (ABK) (Winnick, 2005; APENS, 2008).
3. CP adalah suatu gangguan gerakan dan postur tubuh yang nonprogresif, akibat
kerusakan di daerah otak yang mengendalikan fungsi motorik (Smith, 2006).
Anak CP merupakan bagian dari ABK yang memiliki hak yang sama dengan
anak normal di segala bidang kehidupan, termasuk dalam hal memperoleh
kesempatan dan pelayanan pendidikan. Mereka mengalami gangguan sede-
mikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan khusus, termasuk dalam
pembelajaran Penjas Adaptif (www.PACER.org, 1995). Secara yuridis di
Indonesia, hak-hak mereka untuk memperoleh kesempatan dan pelayanan yang
sama di bidang pendidikan termaktub dalam: (1) UUD 1945 (Amandemen), (2)
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (3) UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dan (4) PP No. 19 tahun 2005: tentang
Standar Nasional Pendidikan.
4. Setakat kini, di Indonesia berdasarkan kondisi anak CP khususnya belum
terdata secara akurat dan spesifik, sehingga belum dapat dikaji secara pasti.
Hingga akhir tahun 2007, salah satu Instansi Kesehatan Indonesia, yakni YPAC
Cabang Surakarta atas dasar angka kejadian, mendata dan melaporkan bahwa
jumlah anak CP pada tahun 2001 sebanyak 313 anak, tahun 2002 sebanyak 242,
tahun 2003 sebanyak 265, tahun 2004 sebanyak 239 anak, tahun 2005 sebanyak
118, tahun 2006 sebanyak 112 anak, dan tahun 2007 s.d. bulan desember
sebanyak 198 anak CP (Dokumentasi pada Observasi Awal, 2012). Adapun
jumlah anak CP yang sekolah di SLB-D1 YPAC Surakarta berdasarkan
klasifikasi jenis CP, yakni: (1) CP Spastik sebanyak 20 anak, (2) CP Athetoid
sebanyak 8 anak, (3) CP Ataksia sebanyak 5 anak, dan (4) CP Ganda sebanyak
20 anak (Dokumentasi pada Survei Awal, 2012; BP-DIKSUS, 2012).
9
5. Mempertimbangkan jumlah kondisi riil anak CP di enam SLB Surakarta sangat
terbatas dan jumlah anak CP yang tidak sekolah juga tidak terdata secara pasti,
maka sampel dalam R&D ini hanya terfokus di SLB-D1 YPAC Surakarta.
Kelima SLB lainnya tidak menyelenggarakan pendidikan dan pembelajaran
untuk anak CP. Fakta inilah yang akhirnya menjadi kendala metodologis dan
sekaligus merupakan kelemahan utama dalam pelaksanaan R&D secara
keseluruhan. Desain dan skema model R&D yang telah direncanakan semula
tidak terwujud, namun demikian R&D tetap dilaksanakan dengan memodifikasi
desain penelitian yang digunakan. Rencana semula pada tahap pengembangan
produk menggunakan klasifikasi ragam SLB, tetapi sekarang menggunakan
klasifikasi ragam CP yang dikelola di SLB-D1 YPAC Surakarta.
6. Di sisi lain, fakta di lapangan menunjukkan bahwa guru yang mengajar Penjas
Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta adalah guru kelas. Guru kelas tersebut
terpaksa mengajar Penjas Adaptif, sehingga mereka mengalami banyak kendala
ketika harus melaksanakan proses belajar mengajar di luar bidangnya. Jarang
mendesain perangkat pembejaran sesuai kaidah DAP dan BSNP. Kondisi
tersebut patut disayangkan dan sesegera mungkin diringankan dengan
membantu mereka melalui Workshop, pemberian CD dan Buku Panduan
pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk meningkatkan KGD Anak CP.
Dengan ketiga cara itu memungkinkan mereka mengetahui lebih rinci tentang
hakikat pembelajaran Penjas Adaptif, termasuk konsep/teori yang melatari
mengapa model pembelajaran tematik intra yang dipilih. CD dan Buku Panduan
yang disusun perlu dikembangkan dan divalidasi sebelum disosialisasi dan
diterapkan oleh pihak pemangku kepentingan (stakeholder).
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Anak Berkebutuhan Khusus dan Cerebral Palsy
a. Anak Berkebutuhan Khusus dan Masalahnya
Anak berkebutuhan khusus (ABK), adalah anak yang memiliki gangguan
pada fisik, mental/intelektual/emosional, dan sosial atau kombinasi diantara
ketiganya sedemikian rupa sehingga untuk mengembangkan potensi secara
optimal membutuhkan Pendidikan Khusus (Special Education), seperti
didefinisikan dalam Hukum Publik 94-142, termasuk dalam pendidikan dan
pembelajaran Pendidikan Jasmani Adaptif, disingkat Penjas Adaptif =
terjemahan dari Adapted Physical Education (APENS, 2008).
ABK memiliki hak yang sama dengan anak yang normal dalam segala
bidang kehidupan, termasuk di dalamnya memperoleh kesempatan dan
pelayanan pendidikan. Yang membedakan ABK dan anak normal adalah
adanya gangguan/kelainan/ketunaan yang disandangnya. Gangguan bisa
terletak pada fisik, mental, sosial atau perpaduan ketiganya. Mereka mengalami
gangguan sedemikian rupa sehingga membutuhkan pendidikan jasmani adaptif.
Secara yuridis, hak-hak mereka untuk memperoleh kesempatan dan pelayanan
yang sama dalam bidang pendidikan tercantum dalam: (1) UUD 1945
(amandemen): pasal 31 ayat 1 dan ayat 2, (2) UU No. 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan: pasal 3, pasal 5 ayat 1,2,3, dan 4. Pasal 32 ayat 1, dan 2, (3)
UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak: pasal 48, 49, 50, 51, 52, 53,
54, (4) UU No. 4 tahun 1997: tentang Penyandang CACAT, (5) PP No. 19
tahun 2005: tentang Standar Nasional Pendidikan: pasal 2, (6) Deklarasi
Bandung (Nasional) ―Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif ‖ 8-14 Agustus
2004: butir 1, 2 3, dan (7) Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional): butir 6.
Jumlah ABK usia sekolah di Indonesia tidak sedikit. Menurut data BPS,
Jumlah penduduk Indonesia tahun 2005 sekitar 220 juta, jumlah penyandang
cacatnya 1,54 juta (0,7%) Sedangkan jumlah penyandang cacat usia sekolah
sebanyak 330 ribu (Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2006). Fakta
11
yang ada saat ini, ABK belum mendapatkan hak dalam pendidikan seperti yang
seharusnya. Hal ini dapat dipahami bila kita menyimak kenyataan bahwa rata-
rata guru pada sekolah reguler tidak cukup mengenal karakteristik ABK, dan
bagaimana cara memberikan layanan pendidikan secara proporsional dengan
menerapkan metode yang sesuai dengan karakteristik dan tingkat kemampuan
anak (Kepala Dinas P dan K Jateng, 2006). Untuk keperluan pendidikan dan
pembelajaran, ABK dapat dibagi kedalam 2 (dua) kelompok yaitu: (a) ABK
dengan masalah dalam sensorimotor, dan (b) ABK dengan masalah dalam
belajar dan tingkah laku.
1). Masalah dalam Sensorimotor
Anak yang mengalami masalah sensorimotor adalah anak yang
mengalami gangguan dan berefek terhadap kemampuan melihat,
mendengar, dan kemampuan bergeraknya. Kelainan sensorimotor biasanya
secara umum lebih mudah diidentifikasi, kemudahan ini tidak berarti selalu
lebih mudah dalam menemukan kebutuhannya dalam pendidikan dan
pembelajaran. Kelainan sensorimotor tidak selalu berakibat masalah pada
kemampuan intelektualnya. Sebagian besar anak yang mengalami masalah
dalam sensorimotor dapat belajar dan bersekolah dengan baik seperti anak
yang tidak mengalami gangguan. Ada tiga jenis kelainan yang termasuk
masalah dalam sensorimotor yaitu: kelainan pendengaran, kelainan
penglihatan, kelainan fisik.
2). Masalah dalam Belajar dan Perilaku
Kelompok ABK yang mengalami masalah belajar dan tingkah laku
adalah: (1) keterbelakangan mental, (2) ketidakmampuan belajar atau
kesulitan belajar khusus, (3) anak nakal, (4) anak berbakat, (5) cacat lebih
dari satu. Problem dalam sensorimotor dan problem dalam belajar dan
tingkah laku menimbulkan masalah yang berbeda-beda pada ABK (gambar
2.1) dan menimbulkan gangguan yang berbeda pula (gambar 2.2).
12
Emosi
Mobilitas
Vokasional
Kemandirian
Kognisi dan
intelektual
Bahasa dan
Komunikasi
Fisik
Masalah ABK
Anak Berbakat
Anak Berkelainan
Majemuk
Anak dengan Gangguan
Autistik
Anak dengan
Gangguan Mental
Anak dengan
Gangguan Motorik
Anak dengan Gangguan Emosi & Perilaku
Anak dengan
Gangguan Pendengaran
Anak dengan Gangguan
Penglihatan
Anak Berkesulitan
Belajar
Anak Lambat Belajar
Anak Berkebutuhan
Khusus
Gambar 2.1: Masalah yang Dialami ABK
Gambar 2.2: Gangguan yang Dialami ABK
13
b. Cerebral Palsy dan Kebutuhannya
1). Pengertian CP
Cerebral Palsy (CP) adalah istilah yang digunakan untuk menggam-
barkan sekelompok kondisi kronis yang memengaruhi gerakan dan postur
tubuh, serta koordinasi otot. Hal ini disebabkan oleh kerusakan satu atau
lebih area otak tertentu, biasanya perjadi selama masa perkembangan janin;
sebelum, selama, atau segera setelah lahir atau selama masa bayi. Cerebral
mengacu pada otak, dan Palsy pada kelemahan otot atau kontrol yang jelek
(Conte & Lupo, 2012).
CP itu sendiri tidak progresif (tidak menjadi lebih buruk), namun
konsidi sekunder dapat berkembang dan dapat menjadi lebih baik dari
waktu ke waktu, menjadi lebih buruk, atau tetap sama. CP tidak menular,
bukan penyakit, dan tidak boleh disebut sebagai penyakit (Smith, 2006).
Walaupun CP tidak dapat disembuhkan, namun latihan dan terapi dapat
meningkatkan fungsi fisiknya. McBurney et al, (2003) menganalisis secara
kualitatif dan mendeskripsikan tentang faktor-faktor yang berkontribusi
terhadap persepsi manfaat latihan/aktivitas fisik bagi anak CP seperti
nampak pada gambar 2.3 berikut.
Squat Squat
Health Condition
Cerebral Palsy
(Spastic Diplegia)
Outcomes
Activities
Participation
Body Function and
Structure
Contextual Factors
Family
Social
School
Leisure Run
Get Up from Floor
Jump
Hop
Circulation
Psychological
Standing
Balance
Flexibility
Muscle
Strength Standing
Posture Walk Steps
Environmental Factors Equipment
Setting (home, gym, school)
Personal Factors Enjoyment Parental assistance Time
Gambar 2.3: Faktor-faktor yang Berkontribusi terhadap Persepsi
Manfaat Latihan/Aktivitas Fisik
Squat
14
2). Tipe CP
CP merupakan suatu kelainan gerakan dan postur tubuh yang non-
progresif, disebabkan oleh gangguan sel-sel motorik pada susunan saraf
pusat. Gangguan ini dapat terjadi ketika prenatal, perinatal, maupun
postnatal, sehingga menghambat perkembangan otak dan mengakibatkan
abnormalitas fungsi otak. Ditinjau dari jumlah anggota gerak yang
mengalami gangguan, CP dikelompokkan ke dalam: (1) Monoplegia:
kelumpuhan pada salah satu anggota gerak; salah satu lengan atau salah
satu tungkai, (2) Hemiplegia: kelumpuhan pada sisi tubuh; satu sisi tubuh
lengan atau tungkai bisa bagian kanan atau bagian kiri, (3) Paraplegia:
kelumpulan pada kedua tungkai. Apabila kelumpuhan terjadi secara
vertikal, tungkai kiri-lengan kiri atau tungkai kanan-lengan kanan disebut
Hetoplegia, (4) Triplegia: tiga anggota gerak tubuh mengalami kelumpuhan
(paling sering dua tungkai dan satu lengan), dan (5) Quadraplegia: semua
anggota gerak tubuh mengalami kelumpuhan, dan bila lebih pada tungkai
disebut Diplegia (Smith, 2006). Kotak 2.1 dan gambar 2.4 mendeskripsikan
dua dimensi mengenai tipe CP.
Cerebral Palsy: Ketidakteraturan Gerakan
Spastisity. Kontraksi otot yang tiba-tiba, gerakan disengaja yang sulit
dan kaku, kekuatan otot secara umum; juga disebut hypertonia; Athetosis. Gerakan tidak disengaja yang tidak teratur, gerakan ini
menjadi lebih nampak dalam keadaan stress; juga disebut gangguan
gerakan (dyskinesia); Ataxia. Keseimbangan yang buruk; gaya berjalan tidak kokoh dan
tersentak-sentak, kontrol gerakan motoric halus yang buruk. Rigidity. Gerakan sangat kaku pada tungkai dan lengan, kemampuan
gerak dapat hilang; Tremor. Getaran terus-menerus pada tungkai dan lengan, ritme gerakan
diulang-ulang; dan Gangguan gerak campuran dari gangguan-gangguan di atas.
Kotak: 2.1
15
Karena sumber kerusakannya pada otak, maka umumnya anak CP
mengalami gangguan ganda. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Schonell
(1989) men-dasarkan pada kelainan gerak otot, bahwa rata-rata tingkat
kecerdasan mereka 65.3, mereka dapat membaca dengan berbagai kadar
reading quotient 31.92% , dan sebesar 68.08% mereka tidak dapat membaca.
Selain itu anak CP juga mengalami gangguan pendengaran dan pengelihatan.
Walaupun anak CP sebagian besar memiliki kelainan ganda, namun mereka
tetap memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Potensi yang dimiliki anak
CP berbeda-beda bergantung pada tingkat kelainan atau gangguan yang
disandang atau dideritanya. Dua cara untuk meningkankan potensi mereka
adalah: (1) melalui Bina Diri dan Bina Gerak, dan (2) melalui Penjas Adaptif
(Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB dan BSNP, 2007; APENS,
2008).
Gambar 2.4: Demensi Tipe CP Berdasarkan Area Tubuh yang Lumpuh
16
2. Pendidikan Jasmani Adaptif untuk Anak CP
Anak CP termasuk dalam bagian ABK, yang menyandang kelumpuhan otak.
CP dideskripsikan sebagai suatu gangguan motorik dan postur tubuh yang
disebabkan oleh kerusakan jaringan otak. Membahas pendidikan dan pembelajaran
Penjas adaptif untuk anak CP secara khusus tidak terlepas dari pembahasan Penjas
Adaptif untuk ABK. Penjas Adaptif adalah sebuah program yang bersifat individual
yang meliputi kebugaran fisik dan motorik, pola dan keterampilan gerak dasar,
keterampilan dalam akuatik dan menari, serta permainan dan olahraga baik individu
maupun beregu yang didesain untuk ABK. Penjas Adaptif merupakan kegiatan
yang didesain untuk memperbaiki, merehabilitasi kehidupan penyandang gangguan
khusus. Penjas Adaptif dipandang sebagai bagian dari disiplin ilmu Pendidikan
Jasmani (Physical Education) yang diharapkan dapat memberi rasa aman, dapat
memupuk kepribadian, dan memberi pengalaman penuh kepada siswa yang
memiliki kebutuhan khusus (Winnick, 2005).
Gambar di bawah ini meliputi tujuan dan isi program dan layanan Penjas
Adaptif untuk ABK dan Anak CP
Gambar 2.5: Tujuan dan Sasaran Program Penjas Adaptif untuk ABK dan Anak CP
(Winnick, 2005)
Self-actualization Statement of Purpose
Physically Educated Individual
Psychomotor
Physical Fitness
Cognitive
Aim of Physical Education (Program Aim)
Program Goal
Content Goals Motor Development
Rhythm and Dance
Affective
Games and Sport
Aquatics
17
Penjas Adaptif adalah suatu sistem pemberian program dan layanan yang
bersifat komprehensif, dirancang untuk mengetahui, menemukan, dan memecahkan
masalah dalam ranah psikomotor/biomotor. Kualitas proses pembelajaran Penjas
Adaptif untuk ABK dan anak CP bergantung pada tiga unsur, yaitu: (1) tingkat
partisipasi dan jenis kegiatan belajar yang dihayati oleh ABK dan anak CP sebagai
pembelajar, (2) mutu fasilitas pembelajaran dan suasana waktu belajar, dan (3)
peran guru Penjas Adaptif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran Penjas
Adaptif adalah proses untuk memberdayakan, mengoreksi dan mengembangkan
semua potensi untuk ABK dan anak CP, baik potensi akademik (kognitif, afektif,
psikomotor), potensi kepribadian, potensi sosial, dan potensi vokasional ke arah
yang lebih baik menuju kedewasaan.
Dalam menentukan aktivitas program pembelajaran Penjas Adaptif untuk
anak CP harus: (1) mendasarkan pada hasil identifikasi dan observasi pada
kebutuhan individu, (2) dirancang secara khusus, bersifat individual, kelompok
kecil, dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan anak CP, (3) dilaksanakan dengan
pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan anak CP dan menggunakan metode
bagian dan keseluruhan, atau dengan metode kombinasi bagian-keseluruhan; yang
di dalamnya menggunakan beberapa teknik modifikasi, dan (4) teknik-teknik
modifikasi dapat dilakukan dengan cara memodifikasi fasilitas dan peralatan,
memodifikasi aturan main dan jenis kegiatan, memodifikasi keterampilan dan
teknik pelaksanaan gerak, dan memodifikasi teknik.
Jenis gangguan ABK dan anak CP sebagian besar bermasalah dalam domain
psikomotor/biomotor, dan sebagian lagi dalam domain kognitif dan afektif. Untuk
itu, agar pemberian program dan layanan pembelajaran Penjas Adaptif mudah
dilaksanakan, maka masalah ABK dan anak CP khususnya perlu diklasifikasi,
yakni: (1) untuk ABK dan anak CP yang bermasalah dalam sensorimotor, dan (2)
untuk ABK dan anak CP yang bermasalah dalam belajar dan perilaku. Klasifikasi
ini akan mempermudah dalam aplikasi model pembelajaran penjas adaptif yang
tepat dan efektif. Berikut dikemukakan bagan alir tentang peran dan fungsi Penjas
Adaptif terhadap masalah ABK dan/atau anak CP.
18
Gambar 2.6: Bagan Alir Peran dan Fungsi Penjas Adaptif terhadap
Masalah ABK dan Anak CP
Aktivitas Penjas Adaptif yang efektif untuk meningkatkan potensi gerak anak
CP adalah aktivitas yang memadukan antara penafsiran sensori dan tugas motorik
dengan perkembangan kesadaran (Koesyanto, 2000). Aktivitas yang dilakukan
adalah untuk meningkatkan:
1. Kinestika yang diperoleh lewat partisipasi pengalaman motorik terutama
aktivitas yang melibatkan gerak otot besar seperti berjalan. Persepsi kinestik
atau kebenaran hasil persepsi dari posisi dan gerak tubuh memberikan
ABK-(Anak Berkebutuhan Khusus)
PENDIDIKAN JASMANI ADAPTIF
PENJAS ADAPTIF
DIRANCANG UNTUK MEMENUHI PENJAS KHUSUS SESUAI KEBUTUHAN INDIVIDUAL
DALAM PROGRAM DALAM LAYANAN
UNTUK MEMENUHI ABK ATAU ANAK CP LEBIH DARI 30 HARI
BERKELAINAN KE ATAS – KE BAWAH
POSITIF – NEGATIF
FISIK MENTAL/INTELEKTUAL/EMOSIONAL SOSIAL
1. TUNANETRA 2. TUNARUNGU 3. TUNADAKSA
4. TUNAGRAHITA 5. TUNAGANDA 6. AUTIS
7. DOWN SYNDROM 8. KETIDAKAMPUAN
BELAJAR 9. BERBAKAT
10. TUNALARAS
(ANAK NAKAL)
PERMASALAHAN DALAM PERILAKU
MEMBUTUHKAN PENJAS ADAPTIF
ABK ATAU ANAK CP MENCAPAI POTENSI SDM OPTIMAL
19
kemungkinan yang lebih besar untuk membuat penyesuaian-penyesuaian dari
posisi dan gerakan tubuh terhadap kebenaran tugas gerak yang harus dilakukan.
2. Visual terjadi lewat perkembangan pengelolaan arcular terhadap objek tertentu
dalam ruang tempat tertentu termasuk penerimaan dan proyeksinya seperti
koordinasi antara bola dan mata terhadap tangan dalam latihan menangkap.
3. Auditif melalui program yang berirama.
4. Perkembangan persepsi yang kompleks dengan lebih terpadunya melibatkan
indera dan respon gerak seperti gerakan visual kinestetis dalam menangkap atau
memukul yang diperlukan aplikasi tenaga dan posisi tungkai serta mata untuk
menangkap objek yang meliputi jarak dan waktunya. Salah satu tujuan program
motorik bagi tunadaksa yaitu membantu menafsirkan informasi sensori bagi
respon gerak yang lebih baik sehingga meningkatkan kemampuan dalam belajar
keterampilan gerak dasar.
Di sisi lain, guru Penjas Adaptif yang profesional lebih diperlukan dan
bernilai daripada praktisi yang hanya tahu beberapa metode dan pengetahuan
tentang anak CP secara mendalam, tetapi tidak pernah dipraktikkan. Dalam praktik
pembelajaran, guru Penjas Adaptif untuk anak CP harus:
1. Realistis, menghadapi setiap siswa dalam kelas adalah tanggung jawabnya.
2. Fleksibel, bersedia mengakomodir atau menyesuaikan kurikulum dan materi
pembelajarannya, dan menulis ulang tujuan untuk masing-masing kebutuhan
siswa siswa CP.
3. Bekerja keras dalam kelompok.
4. Menjadi penyelesai masalah (problem solver).
5. Percaya pada kemampuan belajar siswa, meskipun siswa CP mungkin tidak
dapat berbicara atau tidak dapat bergerak dengan lancar, mungkin mereka
berbakat.
6. Memahami dan menyadari sedapat mungkin bahwa siswa CP tidak pernah
sepenuhnya mampu melakukan keterampilan secara konvensional, hal tersebut
masih berharga bagi mereka untuk mempelajari suatu keterampilan.
7. Memahami bahwa siswa CP memiliki tingkat frustasi yang tinggi, karena tidak
mampu berkomunikasi, dan sering disalahpahami.
20
8. Ingat bahwa motivasi dan sikap siswa CP untuk belajar sangat penting dan
harus mencoba untuk belajar, karena itu kelas harus menyenangkan dan
menantang.
9. Mampu membedakan perilaku buruk dan ekspresi ketunaan siswa.
10. Menggunakan berbagai sumber daya, mendapatkan informasi, melihat video,
memba buku-buku, berkomunikasi dengan sejawat seprofesi lain yang sudah
berpengalaman mengajar CP.
3. Pentingnya Dasar Psikologis Pendidikan Jasmani Adaptif untuk Anak CP
Dalam proses pembelajaran Penjas Adaptif di sekolah, peserta didik; anak CP
dalam hal ini merupakan subjek dan sekaligus sebagai fokus atau titik sentral yang
harus mendapatkan perhatian serius. Sebagai subjek atau pribadi, anak CP terlibat
secara total, baik secara fisik maupun psikis dalam proses kegiatan pembelajaran.
Karena itulah, pembelajaran Penjas Adaptif di sekolah harus mengupayakan
pembinaan kedua aspek tersebut secara simultan, kontinu dan sungguh-sungguh.
Kondisi perilaku anak CP sangat beragam, jenis kelainan/gangguan/ ketunaan yang
mereka sandang akan mewarnai dalam perilakunya. Karakteristik pertumbuhan dan
perkembangan fisik-psikis-sosial anak tunanetra cenderung berbeda dibanding
dengan ciri khas pada anak tunarungu, anak tunagrahita, anak tunadaksa, ataupun
anak tunalaras.
a. Prinsip Pertumbuhan, Perkembangan, dan Kematangan Individu
Bertalian dengan proses pembelajaran Penjas Adaptif untuk ABK dan
anak CP, eksistensi manusia sebagai insan pembelajar, dari aspek fisik-psikis
tidak dapat terlepas dari prinsip pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan.
Secara umum, menurut Ibrahim (2005) bahwa proses pertumbuhan,
perkembangan, dan kematangan yang terjadi pada pribadi ABK dan anak CP
mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
1) Pertumbuhan dan perkembangan itu berlangsung secara bertahap, progresif,
dan bersinambung.
21
2) Pertumbuhan dan perkembangan itu berlangsung dalam urutan yang terpola,
artinya bahwa pertumbuhan dan perkembangan mengikuti pola-pola
tertentu.
3) Terdapat variasi irama dan tempo perkembangan antar individual dan
kelompok tertentu, menurut latar belakang, jenis, geografis dan kultural.
4) Perkembangan berlangssung dari yang umum menuju ke khusus.
5) Hasil proses pembelajaran akan sangat tergantung pada tingkat kematangan
yang dicapai seseorang.
6) Proses perkembangan pada tahap awalnya lebih bersifat diferensiasi dan
pada akhirnya lebih bersifat integrasi antara bagian dan fungsi organisme.
7) Faktor pembawaan atau hereditas, lingkungan dan kematangan berpengaruh
terhadap proses pertumbuhan dan perkembangan.
8) Dalam batas-batas tertentu, pertumbuhan dan perkembangan dapat
dipercepat dan diperlambat oleh kondisi lingkungan.
9) Pada usia-usia tertentu terdapat perbedaan pertumbuhan dan perkembangan
antara anak pria dan wanita.
10) Setiap bagian dari fungsi-fungsi organisme dan sifat-sifat individu dalam
pertumbuhan dan perkembangannya saling berkorelasi secara positif, dan
memiliki garis perkembangan dan tingkat kematangan masing-masing.
11) Setiap individu yang normal akan melewati segenap fase pertumbuhan,
perkembangan, dan kematangan.
12) Laju pertumbuhan dan perkembangan anak berlangsung lebih pesat pada
periode kanak-kanak daripada periode berikutnya.
b. Prinsip Perbedaan Individu
Pada hakikatnya individu berbeda antara satu dengan lainnya, eksistensi
setiap individu berbeda dan beragam dalam aspek kemampuan dan kepribadian.
Perbedaan tersebut berkaitan dengan aspek kemampuan riil yang tersandang.
Inilah yang menyebabkan individu disebut unik, artinya kualitas perilaku
individu itu bersifat khas sehingga dapat dibedakan antara individu yang satu
dengan yang lainnya. Oleh karena itu, tak ada kepribadian seseorang yang sama
persis dengan yang lainnya, sekalipun individu tersebut lahir kembar.
22
Keunikannya itu didukung oleh struktur organisasi dan ciri-ciri fisik-
psikisnya yang terbentuk secara dinamis. Yang dimaksud ciri-ciri fisik-psikis,
misalnya, konstitusi dan kondisi tubuh, tampang dan penampilan, proporsi dan
kondisi hormon, darah dan cairan tubuh lainnya, segi-segi kognitif, afektif, dan
motorik. Ciri-ciri fisik-psikis tersebut saling berpengaruh dan bertalian satu
sama lainnya. Dengan demikian, upaya untuk mewujudkan suatu tujuan Penjas
Adaptif memerlukan pemahaman dan tindakan sesuai dengan ciri khas individu
yang bersangkutan. Beberapa faktor yang memengaruhi timbulnya perbedaan
dan keragaman dalam aspek kemampuan dan kepribadian, antara lain adalah
faktor hereditas, interaksi dengan lingkungan, dan faktor waktu perkembangan
serta kematangan individu yang bersangkutan.
c. Prinsip Developmentally Appropriate Practice (DAP)
Prinsip „Developmentally Approriate Practice‟ (DAP) mutlak diterapkan
dalam proses pembelajaran Penjas Adaptif untuk ABK dan anak CP. Dalam
meran-cang program dan layanan pembelajaran guru perlu mempertimbangkan
aspek-aspek pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan ABK dan anak CP.
Misalnya, ketika guru Penjas Adaptif memilih kegiatan olahraga sebagai
permainan, hendaknya disesuaikan dengan realitas ABK dan anak CP, jangan
sampai program kegiatan pembelajaran yang dilayankan itu terlalu berat bagi
ABK dan anak CP.
Bagi para guru yang ingin memanfaatkan prinsip DAP dalam proses
pembelajarannya, tentu diharapkan dapat membuat keputusan yang tepat
tentang wellness (Anspaugh et al, 1994) dalam pembelajaran Penjas Adaptif
bagi ABK dan anak CP. Keputusan itu harus didasarkan atas tiga prinsip, yaitu:
(1) age appropriateness, (2) individual appropriateness, dan (3) social and
cultural appropriateness (Kostelnik et al, 2011).
4. Model Pembelajaran Tematik Penjasorkes di Sekolah Dasar
a. Latar Belakang Pembelajaran Tematik
Perubahan paradigma manajemen pendidikan dari sentralisasi ke desentra-
lisasi mendorong terjadinya perubahan dan inovasi pada beberapa aspek
pendidikan dan pembelajaran, termasuk kurikulum. Dalam kaitan ini kurikulum
23
Sekolah Dasar pun menjadi perhatian dan pemikiran-pemikiran baru, sehingga
mengalami perubahan-perubahan kebijakan. Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Sukirman &Asra, 2011).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 36 Ayat (2) ditegaskan bahwa kurikulum pada semua jenjang
dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik atau siswa.
Peserta didik pada Sekolah Dasar (SD) yang duduk di kelas-kelas awal
(kelas I, II & III) khususnya, berada dalam rentangan usia dini. Pada usia ini,
seluruh aspek perkembangan kecerdasan anak (IQ, EQ dan SQ) tumbuh dan
berkembang luar biasa cepat sehingga usia ini sering disebut usia emas (golden
age) dalam perkembangan anak. Menurut Kusuma (2004) tumbuh kembang
anak dan remaja berubah dan beradaptasi melalui perkembangan fisik,
perkembangan kepribadian, perkembangan bahasa, perkembangan sosio-
emosional, dan perkembangan kognitif. Kemampuan berkonsentrasi terhadap
suatu rangsang dari luar, memecahkan masalah, memanggil kembali dari
memorinya suatu kejadian yang telah lalu, mengingat, memahami lingkungan
sosial dan dirinya sendiri termasuk proses kognitif. Kognitif dalam konteks
psikologis acap didefinisikan secara luas mengenai kemampuan berpikir dan
mengamati, suatu perilaku yang mengakibatkan seseorang/individu
memperoleh pengertian atau yang dibutuhkan untuk menggunakan pengertian.
Piaget, salah satu ahli psikologi dari Swiss membedakan empat tahap
perkembangan kognitif individu, yaitu: (1) tahap sensori motor (0-2 tahun), (2)
tahap praoperasional (2-7 tahun), (3) tahap operasional konkret (7-11 tahun),
dan (4) tahap operasional formal (11-15 tahun) (Rahyubi, 2012). Pada tahap
perkembangan kognitif yang lebih rendah (sensori motor dan praoperasional)
anak belum dapat menangkap ide-ide dari lingkungan sosial atau komunitas.
Pada tahap perkembangan kognitif yang lebih tinggi (operasional konkret,
terlebih operasional formal) pengaruh lingkungan sosial menjadi lebih
permanen. Karena itu, dalam perkembangan kognitif diperlukan keseimbangan
antara asimilasi dan akomodasi. Asimilasi yang dimaksud adalah proses
mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung menyatu dengan
24
struktur mental yang sudah dimiliki individu, sedangkan akomodasi yang
dimaksud adalah proses menstrukturkan kembali mental sebagai akibat adanya
informasi dan pengalaman baru. Ketidakseimbangan akan muncul jika
perbedaan antara pengetahuan kognitif saat ini dengan pengalaman baru. Bila
terjadi ketidakseimbangan, maka individu dipacu untuk mencari keseimbangan
dengan mengadakan asimilasi dan akomodasi. Proses inilah yang melahirkan
adanya teori konstruktivis yang akhir-akhir ini gencar diaplikasikan ke dalam
pendidikan dan pembelajaran (Yulaelawati, 2009; Riyanto, 2010).
Dalam aspek perkembangan kognitif, anak usia dini berada pada tahap
transisi dari tahap praoperasional ke tahap operasi konkret. Piaget menyatakan
bahwa setiap anak memiliki cara tersendiri dalam menginterpretasikan dan
beradaptasi dengan lingkungannya. Menurutnya, setiap anak memiliki struktur
kognitif yang disebut ―skema‖ (schema = potensi untuk melakukan sesuatu
dalam cara tertentu dinamakan skema, jamaknya skemata), yaitu sistem konsep
yang ada dalam pikiran sebagai hasil pemahaman terhadap berbagai objek yang
ada dalam lingkungannya. Pemahaman tentang objek tersebut berlangsung
melalui proses asimilasi (menghubungkan objek dengan konsep yang sudah ada
dalam pikirannya) dan akomodasi (proses memanfaatkan konsep dalam pikiran
untuk menafsirkan objek). Kedua proses tersebut jika berlangsung terus-
menerus tidak terputus akan membuat pengetahuan lama dan pengetahuan baru
menjadi seimbang. Diyakini bahwa individu yang telah melakukan generalisasi
ide (skema) mengenai bagaimana kejadian tersebut dapat terjadi dan
menggunakannya untuk mengorganisir dan mengonstruksi memori (Putra,
2008). Dan pada akhirnya individu akan menjadi cerdas, cerdik, cergas dan
cermat dalam menganalisis dan mengaplikasikan pengetahuan faktual,
konseptual, prosedural, metakognitif dan kecerdasan jamak (Anderson &
Krathwohl, 2010; Yaumi, 2012).
Proses belajar anak tidak sekadar menghafal konsep-konsep dan fakta-
fakta, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk
menghasilkan pemahaman yang lebih utuh dan integratif. Belajar dimaknai
sebagai proses interaksi dari anak dengan lingkungannya secara hierarkis. Anak
belajar dari hal-hal yang konkret, yakni yang dapat dilihat, didengar, diraba,
dibaui dan dirasakan, serta dipersepsi dengan fokus penekanan pada
pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar. Hal ini sejalan dengan falsafah
25
konstruktivisme yang menyatakan bahwa manusia mengkonstruksi penge-
tahuannya melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman, dan
lingkungannya. Pengetahuan ini tidak dapat ditransfer begitu saja dari seorang
guru Penjasorkes kepada anak (Samsudin, 2008).
Guru Pejasorkes perlu membedakan antara kegiatan pembejalaran dan
manajemen kelas. Kegiatan pembelajaran meliputi: (1) mendiagnosis
kebutuhan kelas, (2) merencanakan dan mempresentasikan informasi, (3)
membuat pertanyaan, dan (4) mengevaluasi kemajuan. Sedangkan kegiatan
manajemen kelas meliputi: (1) menciptakan dan memelihara kondisi kelas, (2)
memberi pujian terhadap perilaku yang baik, dan (3) meningkatkan interaksi
guru-siswa. Keterampilan manajemen kelas merupakan hal yang penting dalam
kegiatan pembelajaran yang efektif. Praktik manajemen kelas yang efektif oleh
guru Penjasorkes akan menghasilkan perkembangan keterampilan manajemen
diri yang efektif pula bagi siswa. Ketika siswa telah belajar untuk mengatur diri
lebih efektif, guru akan lebih mudah berkonsentrasi untuk meningkatkan
efektivitas pembelajaran.
Peningkatan efektivitas pembelajaran dapat terwujud manakala guru
Penjasorkes paham tentang struktur materi pembelajaran yang dikelolanya.
Aktivitas Sepanjang Hayat
Gaya Hidup Aktif
12
11
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Olahraga
Tim /Perorangan
Pengenalan
Olahraga
Kebugaran Jasmani
1. Komponen Kesehatan
2. Komponen Keterampilan
Sikap dan Perilaku
1. Memercayai
2. Menghargai
3. Inisiatif
4. Kerja sama
5. Kepemimpinan/Bawahan
Pengambilan Resiko
Keselamatan
K E C A K A P A N
H I D U P
P E R S O N A L
Permainan dan
Modifikasi
Olahraga
Aktivitas Pengkondisian Fisik/Jasmani
Kesadaran akan Tubuh, Gerakan dan, Keterampilan Gerak Dasar
Ritmik
dan Tarian
Permainan
(Games)
Akuatik
(bila mungkin) Senam
(kelas)
Kecakapan
Hidup di Alam
Bebas
Gambar 2.7: Struktur Materi Penjasorkes
26
Dari gambar 2.7 di atas, maka dapat dicermati bahwa materi pembe-
lajaran: (1) untuk TK hingga kelas 3 SD mencakup kesadaran akan tubuh dan
gerakan, kecakapan gerak dasar, gerakan ritmik, permainan, akuatik (bila
mungkin), senam kebugaran jasmani serta pembentukan sikap tubuh dan
perilaku, (2) untuk kelas 4 hingga 6 SD adalah aktivitas pembentukan tubuh,
permainan dan modifikasi olahraga, kecakapan hidup di alam bebas, dan
kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan sikap dan
perilaku), (3) untuk kelas 7 dan 8 SMP meliputi teknik/keterampilan dasar
permainan dan olahraga, senam, aktivitas ritmik, akuatik, kecakapan hidup di
alam terbuka, dan kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta
pembentukan sikap dan perilaku), dan (4) untuk kelas 9 SMP hingga kelas 12
SMA adalah teknik permainan dan olahraga, uji diri/senam, aktivitas ritmik,
akuatik, kecakapan hidup personal (kebugaran jasmani serta pembentukan
sikap dan perilaku).
Setakat kini, manajemen kegiatan pembelajaran di SD untuk kelas I, II,
dan III di setiap mata pelajaran masih dilakukan secara terpisah, utamanya pada
mata pelajaran Pendidikan Agama, Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
Kesehatan (Penjasorkes), serta Seni Budaya dan Keterampilan. Boleh jadi mata
pelajaran yang lainnya: Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengatahuan
Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Ilmu Pengetahuan Sosial juga belum
sepenuhnya dikelola secara terpadu dan tematik. Pembelajaran mata pelajaran
di SD pada kelas-kelas tertentu, yang disajikan secara terpisah dan tidak
dipadukan sebenarnya menyalahi kaidah DAP (NAEYC, 2009). Pembelajaran
mata pelajaran yang terpisah dan tidak dipadukan akan menyebabkan pola pikir
holistis anak kurang berkembang dan ini menyulitkan bagi anak, karena tidak
searah dengan tahapan perkembangan anak.
DAP (Developmentally Appropiate Practice) merupakan aksioma dalam
pembelajaran yang layak dan menyenangkan. Sebagai pendekatan pembe-
lajaran yang layak dan menyenangkan, DAP melibatkan minat anak, sesuai
dengan umur, pengalaman dan kemampuan anak, serta membantu anak
mengalami tantangan yang bermakna dalam mencapai tujuan belajar. Tiga
matra konsep DAP adalah: (1) layak atau patut menurut umur, artinya sesuai
27
dengan tahapan-tahapan perkembangan anak, (2) layak atau sepantasnya
menurut lingkungan sosial dan budaya, yakni sesuai dengan pengalaman
belajar yang bermakna, relevan dengan kondisi sosial budaya, dan (3) layak
secara individual, yaitu sesuai dengan pertumbuhan dan karakteristik anak,
kelebihannya, ketertarikannya dan berbagai pengalaman pribadinya.
Atas dasar pemikiran di atas dan dalam rangka implementasi Standar Isi
sebagaimana termuat dalam Standar Nasional Pendidikan, maka pembelajaran
pada kelas awal SD yakni kelas satu, dua, dan tiga lebih sesuai bila dikelola
dalam pembelajaran terpadu melalui pendekatan tematik (Permendiknas, 2006;
BSNP, 2006), baik secara lintas/antar mata pelajaran ataupun intra mata
pelajaran, tidak terkecuali mata pelajaran Penjasorkes (Graham et al, 2012).
b. Pengertian dan Karakteristik Pembelajaran Tematik.
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan
tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran dan/atau mata keterampilan
gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema
keterampilan) sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa
(Samsudin, 2008; Graham et al, 1980). Bermakna dalam arti bahwa siswa
belajar berbagai konsep melalui pengalaman langsung dan riil. Jika
dibandingkan dengan pendekatan konvensional, maka pembelajaran tematik
tampak lebih menekankan pada keterlibatan siswa dalam belajar, sehingga
siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran untuk membuat keputusan.
Tema yang dimaksud adalah pokok pikiran atau ide utama yang menjadi
fokus pemaduan. Dengan tema diharapkan akan memberikan banyak
keuntungan, diantaranya: (1) siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu
tema tertentu, (2) siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan
berbagai kompetensi dasar antar-/lintas- dan intra- mata pelajaran dalam tema
yang sama, (3) pe-mahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan
berkesan, (4) kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan
mengaitkan mata pelajaran lain sesuai dengan pengalaman pribadi siswa, (5)
siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena materi
disajikan dalam konteks tema yang jelas, (6) siswa lebih bergairah belajar
karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu
28
kemampuan dan keterampilan dalam satu mata pelajaran sekaligus mempelajari
mata pelajaran lain, (7) guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran
yang disajikan secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan
dalam dua, tiga, atau empat pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan
untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan, dan (8) budi pekerti dan
moral anak dapat ditumbuhkan dengan mengangkat sejumlah nilai budi pekerti
sesuai dengan situasi dan kondisi. Tematik mengacu pada pilihan dan
kepemilikan, atau terkait dengan subjek materi, topik, ide, tema atau proposal
tertentu. Guru Penjasorkes menggunakannya untuk kepentingan analisis
tematik, ajaran tematik, pendekatan tematik dan perencanaan tematik (Graham
et al, 2012). Jadi, model pembelajaran tematik Penjasorkes, khususnya untuk
siswa kelas I, II, dan III di SD dapat dilaksanakan dalam 2 (dua) alternatif yakni
secara lintas/antar dan intra mata pelajaran.
Sebagai salah satu model pembelajaran, pembelajaran tematik Penjasorkes
memiliki sejumlah karakteristik, yaitu:
1). Berpusat pada siswa.
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa, hal ini sesuai dengan pendekatan
modern yang lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
sedangkan guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan
kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas belajar.
2). Memberikan pengalaman langsung.
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada
siswa. Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan pada sesuatu
yang konkret (riil) sebagai dasar untuk memahami hal-hal yang lebih
abstrak.
3). Menyajikan konsep dari beberapa mata pelajaran atau mata keterampilan
gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema
keterampilan).
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata
pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga
dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
29
membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
4). Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas bila lintas/antar mata pelajaran
dan jelas terpisah bila intra mata pelajaran, karena merujuk pada keteram-
pilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan
tema keterampilan). Fokus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan
tema-tema yang paling dekat bertalian dengan kehidupan siswa.
5). Bersifat fleksibel.
Pembelajaran tematik bersifat fleksibel. Guru Penjasorkes dapat mengaitkan
materi ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lain (secara
lintas/antar), atau mengaitkan materi ajar mata keterampil-an gerak yang
digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema
keterampilan) dengan aktivitas fisik, permainan, olahraga, tari, dan rekreasi
(secara intra), bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan di mana sekolah dan siswa berada.
6). Menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
Frasa ―belajar sambil bermain‖, artinya belajar dibarengi bermain, atau
sebaliknya ―bermain sambil belajar‖, artinya bermain dibarengi belajar
(Wardani, 2009). Titik tekan dari keduanya adalah belajar yang
menyenangkan. Proses ini dipandang tepat bagi banyak kalangan dan
dianggap menjadi suatu rumus baku untuk menggambarkan belajar yang
efektif karena dibarengi dengan prinsip bermain.
7). Hasil pembelajaran sesuai dengan minat,kebutuhan, dan karakter siswa.
Siswa diberi kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat, kebutuhan, dan karakternya (Elfindri et al, 2012)
c. Rambu-Rambu Pembelajaran Tematik
Proses pembelajaran merupakan fenomena yang kompleks, guru Kelas
dan guru Mata Pelajaran lebih banyak berhubungan dengan pola pikir siswa.
Setiap siswa, siapapun, kapanpun, dan di manapun memiliki berbagai ragam
kata, pikiran, sikap, dan tindakan yang dapat mengubah lingkungan, baik di
keluarga, di sekolah, di tempat bermain, maupun di masyarakat. Pembelajaran
terpadu yang saat ini telah disosialisasikan khususnya untuk siswa SD kelas
30
awal (kelas I, II, dan III) adalah dengan pendekatan tematik. Begitu nuansa
tematik tersebut dilansir kepada guru dan kepala sekolah, maka sepertinya
terjadi suatu ―kehebohan‖ (Depdiknas, 2009). Guru Kelas dan guru Penjasorkes
khususnya, mulai terusik, berpikir dan bertanya-tanya, apakah selama ini
pembelajaran yang rasanya sudah menghasilkan lulusan siswa-siswa berprestasi
dianggap kurang berhasil?. Pemikiran-pemikiran semacam inilah yang boleh
jadi akan menghambat terjadinya suatu inovasi di bidang pendidikan dan
pembelajaran. Model pembelajaran tematik dengan multikompetensi,
multimateri dan media, multistrategi dan metode, serta multievaluasi dan
asesmen memungkinkan siswa memperoleh layanan yang sepadan dengan
potensi dan tahap perkembangannya.
Pemilihan dan penetapan suatu model pembelajaran yang akan diterapkan
tentunya telah dipertimbangkan dari berbagai perspektif. Guru Penjasorkes,
Guru Kelas dan Kepala Sekolah perlu memahami rambu-rambu pembelajaran
tematik secara detail, karena model pembelajaran tematik harus dipadukan baik
secara lintas/antar- atau intra- mata pelajaran. Sekadar bahan pertimbangan
dalam mangelola pembelajarannya, berikut dikemukakan rambu-rambunya,
yakni:
1). Tidak semua mata pelajaran harus dipadukan.
2). Dimungkinkan terjadi penggabungan kompetensi dasar (KD) lintas
semester.
3). KD yang tidak dapat dipadukan, jangan dipaksakan untuk dipadukan.
4). KD yang tidak diintegrasikan, dibelajarkan secara tersendiri.
5). KD yang tidak tercakup pada tema tertentu, harus tetap diajarkan baik
melalui tema lain ataupun disajikan secara tersendiri.
6). Kegiatan pembelajaran ditekankan pada kemampuan ―CALISTUNG‖
(membaca, menulis dan berhitung) dan kompetensi ―FMS‖ (fundamental
motor or movement skills) serta pemahaman nilai-nilai moral.
7). Tema-tema yang dipilih disesuaikan dengan karakteristik siswa, lingkungan,
dan daerah setempat.
d. Jenis Tema dalam Mata Pelajaran Penjasorkes
Tema adalah pokok pikiran atau ide utama yang menjadi fokus pemaduan.
Penggunaan tema dimaksudkan sebagai wahana/sarana agar siswa mampu
31
mengenal berbagai konsep secara lebih utuh, bermakna, holistis, mudah dan
jelas. Bila pembelajaran tematik bertujuan untuk menyajikan berbagai konsep
bidang studi secara lintas-/antarmata pelajaran atau intramata keterampilan
gerak dalam olahraga, maka terdapat beberapa tema pilihan. Menurut Samsudin
(2008) dalam konteks pembelajaran tematik Penjasorkes di SD, misalnya, untuk
siswa kelas I tersedia sebelas tema yang dapat dipilih, seperti terangkum dalam
tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1: Pemetaan SK, KD, Indikator dan Tema untuk Siswa Kelas I SD
Mata Pelajaran Penjasorkes
Keterangan:
* = Diambil dari SK-KD
** = Diambil dari SK-KD *** = Merupakan analisis dan sintesis penjabaran SK-KD ke dalam Indikator
ST
AN
DA
R
KO
MP
ET
EN
SI
(SK
)*
KO
MP
ET
EN
SI
DA
SA
R
(KD
)**
IND
IKA
TO
R *
**
TEMA DAN WAKTU PER MINGGU
Dir
i S
end
iri
Kel
uar
ga
Lin
gk
un
gan
Tra
nsp
ort
asi
Kes
ehat
an,
Keb
ersi
han
&
Kea
man
an
Hew
an &
Tu
mb
uh
an
Pek
ejaa
n
Gej
ala
Ala
m
& P
eris
tiw
a
Rek
reas
i
Neg
ara
Ala
t
Ko
mu
nik
asi
4 3 4 3 4 3 2 4 3 2 2
Per
mai
nan
dan
Ola
hra
ga
1.
Mem
pra
kti
kkan
ger
ak d
asar
ke
dal
am p
erm
ain
an s
eder
han
a/ak
tiv
itas
jas
man
i d
an n
ilai
-nil
ai y
ang
terk
andung d
i dal
am
nya
1.1
. M
empra
kti
kkan
ger
ak d
asar
jal
an,
lari
, d
an l
om
pat
dal
am p
erm
ain
an s
eder
han
a, s
erta
nil
ai-n
ilai
sport
ivit
as,
kej
uju
ran,
ker
ja s
ama,
to
lera
nsi
dan
kep
erca
yaa
n d
iri.
1.1
.1
Mel
akukan
ger
ak d
asar
lo
ko
mo
tor
:
Men
erap
kan
ko
nse
p a
rah
,
wak
tu,
dan
day
a d
alam
ber
jala
n,
ber
lari
, d
an
mel
om
pat
√ √ √ √ √ √ √ √ √ ... √
Ber
jala
n d
eng
an
lin
tasa
n
ger
ak,
ob
jek
/ora
ng
, ar
ah,
dan
wak
tu
√ √ √ √ √ √ √ √ √ ... √
Ber
lari
den
gan
wak
tu,
linta
san
ger
ak,
dan
ob
jek
/
ora
ng k
e b
erb
agai
ara
h
√ √ √ √ √ √ √ √ ... √
Mel
om
pat
den
gan
lev
el,
wak
tu,
dan
day
a k
e ber
-
bag
ai a
rah
√ √ √ √ √ √ √ √ √ ... √
32
Sedangkan bila pembelajaran tematik bertujuan untuk menyajikan
keteram-pilan gerak dalam olahraga atau interaksi konsep gerakan dan tema
keterampilan secara lintas/antar atau antra mata keterampilan gerak, maka
terdapat berbagai tema pilihan. Menurut Graham et al, (2012) dalam konteks
pembelajaran Penjasorkes di SD untuk siswa kelas I, II, dan III tersedia
beberapa jenis tema yang dapat dipilih. Tema-tema yang diajukan dan
dicontohkan Graham dan sejawatnya perlu dipahami secara detail dan
komprehensif. Oleh karena itu, guru Penjasorkes mutlak memahami isi dan
pesan yang ada dalam ketiga tabel: 2.2, 2.3, 2.4, dan gambar 2.8 berikut.
Tabel 2.2: Tema-tema Keterampilan yang Digunakan dalam Olahraga*
* This table is intended only to suggest how various sklill themes are applied in sports contexts
Tema-tema keterampilan merupakan ide gagasan atau pokok pikiran digunakan
untuk memadukan antara jenis keterampilan gerak dasar dan konsep gerakan pada
cabang olahraga yang dipelajari. Setiap cabang olahraga tertentu memerlukan pola,
jenis keterampilan gerak dasar dan konsep gerakan tertentu pula. Jenis keterampilan
gerak dasar itu sendiri untuk peningkatan komponen-komponennya, juga dapat dipakai
sebagai tema tersendiri, misalnya menjadi tema: (1) keterampilan lokomotor, (2)
keterampilan stabilitas / nonlokomotor / nonmanipulatif, dan (3) keterampilan
manipulatif.
SKILL THEMES
SPORTS
Aer
obic
s
Bas
ket
bal
l
Fo
otb
all
Dan
ce
Go
lf
Ho
ckey
Mar
tial
Art
s
Rock
Cli
mb
ing
So
ccer
So
ftb
all
Ten
nis
Tra
ck a
nd
Fie
ld
Tu
mb
ling
Ult
imat
e F
risb
ee
Vo
lley
bal
l
Traveling x x x x x x x x x x x x x x x Chasing, fleeing, dodging x x x x x x x
Jumping, landing x x x x x x x x x x x x x
Balancing x x x x x x x x x x x x x x x Transferring wight x x x x x x x x x x x x x x x
Rolling x x x x x
Kicking x x x x x Punting x x
Throwing x x x x x x x x
Catching x x x x x Volleying x x
Dribbling x x x Striking with rackets x
Striking with golf clubs x
Striking with bats x Striking with hockey stick x
33
Tabel 2.3: Konsep Gerakan*
*This table represents many of the movement concepts taught in elementary school physical education.
It is not meant to be all-inclusive, but to provide examples of movement concepts.
Tabel 2.4: Tema-tema Keterampilan*
*This table represents many of the skill themes taught in physical education. It is not meant to be all-inclusive, but to provide examples of skill themes.
Space Awareness
(where the body moves) Effort
(how the body moves)
Relationships
Location: Self-Space and General-Space Time: Fast/Slow Sudden/Sustained
Of body parts: Round (Curved), Narrow, Wide, Twisted, Symmetrical/Nonsymmetrical
Directions: Up/Down
Forward/Backward
Force: Strong/Light With Objects and /or People: Over/Under,
On /Off.
Right/Left
Clockwise/Counterclockwise
Flow: Bound/Free Near/Far, in Front / Behind, Along /Through,
Meeting/Parting, Surrounding, Around, Alongside
Levels: Low/Middle/High With People: Leading /Following, Mirroring /
Pathways: Straight/Curved
Zigzag
Matching, Unison /Contrast, Alone in a Mass,
Solo, Partners, Groups, Between Groups
Extension: Large/Small Far/Near
Locomotor Skills: 1. Walking
2. Running
3. Hopping 4. Skipping
5. Galloping
6. Sliding 7. Chasing, Fleeing, and Dodging
Nonmanipulative Skills: 1. Turning
2. Twisting 3. Rolling
4. Balancing
5. Transferring weight 6. Jumping and Landing
7. Stretching
8. Curling
Manipulative Skills: 1. Throwing
2. Catching and Collecting
3. Kicking 4. Punting
5. Dribbing
6. Volleying 7. Striking with rackets
8. Striking with long -handled implement
34
Gambar 2.8: Kerangka Kerja Analisis Gerakan (Roda) Menggambarkan Interaksi
Konsep Gerakan dan Tema Keterampilan.
e. Prinsip Pemilihan Tema
Pemilihan tema hendaknya memperhatikan prinsip 5K sebagai berikut:
1). Kedekatan, artinya tema dipilih mulai dari yang terdekat dari kehidup-an
siswa hingga tema yang semakin menjauh.
2). Kesederhanaan, artinya tema dipilih mulai dari yang mudah menuju ke
yang sulit, dan dari yang sederhana menuju ke yang lebih kompleks.
3). Kekonkretan, artinya tema yang dipilih bersifat konkret menuju ke yang
abstrak.
4). Kemenarikan, artinya tema yang dipilih hendaknya menarik dan memung-
kinkan terjadinya proses berpikir pada pribadi siswa,
35
5). Kesesuaian, artinya ruang lingkup tema sesuai dengan umur, minat,
kebutuhan, kemampuan, dan tingkat perkembangan siswa.
Secara operasional guru Penjasorkes dalam menetapkan dan memilih tema
perlu berorientasi pada hal-hal sebagai berikut:
1). Tema tidak terlalu luas, namun dapat dengan mudah dipergunakan untuk
memadukan banyaknya mata pelajaran atau mata keterampilan gerak yang
digunakan dalam olahraga.
2). Tema bermakna, artinya bahwa tema yang dipilih untuk dikaji harus
memberikan bekal bagi siswa untuk belajar selanjutnya.
3). Tema harus sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis siswa.
4). Tema yang dikembangkan harus mampu mewadahi sebagian besar minat
anak di sekolah/kelas.
5). Tema yang dipilih mempertimbangkan peristiwa-peristiwa otentik yang
terjadi di dalam rentang waktu belajar.
6). Mempertimbangkan kurikulum yang berlaku dan harapan masyarakat
terhadap hasil belajar siswa dan mempertimbangkan ketersediaan sumber
belajar.
f. Alokasi Waktu Pembelajaran Tematik
Alokasi waktu yang dicantumkan dalam silabus tematik merupakan
perkiraan waktu rerata untuk menguasai KD yang dibutuhkan oleh siswa yang
beragam. Alokasi waktu yang tersedia untuk pembelajaran tematik adalah 35
menit untuk satu jam pelajaran tatap muka, 26-28 jam pelajaran dalam per
minggu, 34-38 minggu efektif per tahun, 884-1064 waktu per tahun, dan 30940-
37240 menit (Permendiknas, 2006), dengan jatah waktu untuk masing-masing
mata pelajaran adalah:
1). 15% untuk Pendidikan Agama
2). 50% untuk Bahasa Indonesia dan Matematika: membaca, menulis dan ber-
hitung (Calistung)
3). 35% untuk Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu Pengetahuan Sosial, Penge-
tahuan Alam, Seni Budaya dan Keterampilan, serta Penjasorkes.
36
Perlu diketahui bahwa untuk siswa SD kelas I, II dan III seharusnya tidak
dikenal penjadwalan mata pelajaran. Setakat kini fakta berbicara lain (ironis).
Jika terdapat indikator dalam berbagai mata pelajaran yang tidak dapat
dipadukan dalam tema, maka guru Kelas dan Penjasorkes dapat bekerjasama
membuat tema khusus untuk indikator tersebut, atau guru Penjasorkes membuat
tema sendiri berdasarkan mata keterampilan gerak dalam olahraga (interaksi
konsep gerakan dan tema keterampilan). Mata pelajaran agama yang memiliki
karaktristik lebih khusus (karena beragam, lebih dari satu agama) dapat
diserahkan kepada guru Agama masing-masing.
g. Persiapan Pelaksanaan Pembelajaran Tematik
Pembalajaran tematik dikembangkan guru Penjasorkes melalui 4 (empat) tahap,
yaitu: (1) guru Penjasorkes harus sudah memiliki tema untuk satu tahun dan guru
melakukan analisis dan sintesis SK, KD, dan Indikator dari KTSP, (2) membuat kaitan
antara KD, Indikator dengan Tema dan membuat jaringan indikator, (3) menyusun
model silabus tematik, dan (4) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
tematik. Persiapan pelaksanaan pembelajaran tematik terdiri atas beberapa tahap,
antara lain:
1). Pemetaan KD.
Kegiatan pemetaan ini dilakukan untuk memperoleh gambaran secara
menyeluruh dan utuh semua SK, KD, dan Indikator dari berbagai mata
pelajaran atau mata keterampilan gerak dalam olahraga yang dipadukan
dalam tema yang dipilih. Kegiatan yang dilakukan adalah:
a). Penjabaran SK, KD ke dalam Indikator
Menjabarkan SK dan KD dari setiap mata pelajaran atau mata
keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep
gerakan dan tema keterampilan) ke dalam Indikator, dengan
memperhatikan hal-hal berikut :
(1). Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik siswa
(2). Indikator dikembangkan sesuai dengan karakteristik mata pelajaran
(3). Indikator dirumuskan dalam kata kerja operasional yang terukur dan
dapat diamati.
37
b). Penentuan tema, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu :
(1). Mempelajari SK dan KD yang terdapat pada masing-masing mata
pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam
olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan),
dilanjutkan dengan menentukan tema yang sesuai.
(2). Menetapkan terlebih dahulu tema-tema pengikat keterpaduan,
dilanjutkan dengan mengidentifikasi KD dari berbagai mata
pelajaran atau mata keterampilan gerak yang digunakan dalam
olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan), yang
cocok dengan tema yang telah ada. Untuk menentukan tema tersebut
guru Penjasorkes dapat bekerjasama dengan guru Kelas dan siswa
sehingga sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
(3). Analisis dan Sintesis SK, KD dan Indikator
Menganalisis, mensintesis, dan menilai untuk setiap SK, KD, dan
Indikator yang cocok untuk setiap tema sehingga SK, KD, dan
Indikator dari mata pelajaran dan mata keterampilan gerak yang
digunakan dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema
keterampilan) telah terpadu tuntas/habis.
2). Penetapan Jaringan Tema
Pembuatan jaringan tema dilakukan dengan cara menghubungkan KD
dan Indikator dengan tema pemersatu. Dengan jaringan tema tersebut akan
terlihat kaitan antara tema, KD dan Indikator dari setiap mata pelajaran atau
mata keterampilan gerak yang digunakan dalam olahraga (interaksi konsep
gerakan dan tema keterampilan). Jaringan tema ini dapat dikembangkan
sesuai dengan alokasi waktu yang tersedia untuk setiap tema. Samsudin
(2008) mencontohkan jaringan tema khusus untuk kelas I Semester 1 pada
minggu III (ketiga) dengan tema lingkungan seperti pada gambar 2.9 di
bawah ini.
38
3). Penyusunan Model SilabusTematik
Hasil seluruh proses yang dilakukan pada tahap-tahap sebelumnya
dijadikan dasar dalam penyusunan model silabus. Beberapa desainer
kurikulum berpendapat bahwa terdapat berbagai jenis komponen silabus
yang tersusun dalam suatu matriks silabus. Hal inilah yang perlu dicermati
dan dipilih oleh suatu institusi dalam mengklasifikasi komponen-
komponen tersebut. Setiap institusi berdasarkan kriteria atau standar yang
diacu dapat menentukan sendiri komponen apa yang dipilih dan disusun
pada matriks dalam menyusun silabus suatu mata pelajaran. Pada prinsipnya
semakin rinci silabus akan semakin memudahkan guru Penjasorkes dalam
menjabarkannya ke dalam RPP. Adapun model silabus tematik kali ini
disistematisasikan dalam format tabel 2.5 sebagai berikut.
BAHASA INDONESIA
Melafalkan bunyi bahasa secara tepat.
Menyebutkan data diri (nama, kelas, sekolah, dan tempat tinggal dengan kalimat
sederhana.
Menyebutkan nama orang tua dan saudara kandung.
Menanyakan data diri dan nama orang tua serta saudara teman sekelas.
Mengenali huruf-huruf dan membacanya sebagai suku kata, kata dan kalimat sederhana.
Membaca nyaring satu paragraph dengan lafal dan intonasi yang tepat.
Memvaca teks pendek dengan lafal dan intonasi yang benar.
Menebalkan berbagai bentuk gambar, lingkaran dan bentuk huruf
Tema
LINGKUNGAN
Minggu III
ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
Menyebutkan alamat tempat tinggal.
Menyebutkan anggota keluarga yang
tinggal dalam satu rumah.
.Menghitung jumlah anggota jumlah
keluarga yang tinggal dalam
lingkungan rumahnya.
SENI BUDAYA DAN KETERAMPILAN
Mengelompokkan berbagai jenis: bintik
garis, bidang, warna, dan bentuk pada
benda dua dan tiga dimensi di alam
sekitar.
Mengelompokkan berbagai ukuran:
bintik, garis, bidang, warna dan bentuk
pada benda dua dan tiga dimensi di alam
sekitar.
PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
Menyebutkan jenis kelamin
anggota keluarga.
Menyebutkan agama-agama
yang ada di Indonesia.
ILMU PENGETAHUAN ALAM
Menyebutkan kegunaan bagian-bagian
tubuh.
Menyebutkan anggota gerak tubuh.
Mengelompokkan benda dengan
berbagai cara yang diketahui anak.
MATEMATIKA
Membaca dan menulis lambang
bilangan.
Membandingkan dua kumpulan benda
melalui istilah lebih banyak, lebih
sedikit, atau sama banyak.
Menyebutkan perbedaan antara pagi
dan malam hari.
Menyebutkan hasil pengelompokkan
bangun ruang sederhana.
PENDIDIKAN JASMANI, OLAHRAGA
DAN KESEHATAN (PENJASORKES)
Berlari dengan waktu, lintasan gerak, dan
objek/orang ke berbagai arah
Melompat dengan level, waktu, dan daya
ke berbagai arah.
JARINGAN TEMA
Gambar 2.9: Jaringan Tema Lingkungan
39
Tabel 2.5: Format Silabus Tematik Intra
4). Penyusunan RPP Tematik Intra
Untuk keperluan pelaksanaan pembelajaran, guru Penjasorkes harus
menyusun RPP. Dalam hal ini, kuncinya ada di ―Desain Pembelajaran‖.
RPP yang dimaksud sebagai realisasi penjabaran lebih lanjut dari silabus
tematik yang berfungsi untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa dalam
upaya menguasai KD dan Indikator. RPP tematik disusun oleh guru
Penjasorkes dengan prosedur atau tatalangkah sebagai berikut:
a). Menulis Identitas (nama satuan pedidikan, mata pelajaran yang akan
dipadukan, kelas/semester, tema, alokasi waktu dan pelaksanaannya).
b). Menentukan KD dan Indikator yang akan dilaksanakan (telah
terumuskan dalam jaringan tema).
c). Merumuskan Tujuan Pembelajaran (operasional, lengkap, dan jelas
A=Audience, B=Behavior, C=Condition, dan D=Degree-nya).
d). Menentukan Materi Pembelajaran (materi pokok/ajar yang perlu
dipelajari siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran).
e). Menentukan Strategi Pembelajaran (aktivitas atau kegiatan pembe-
lajaran didesain untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan
proses mental dan fisik melalui interaksi antar siswa dengan guru,
materi pokok, lingkungan dan sumber belajar lainnya untuk menguasai
KD dan Indikator. Pengalaman belajar yang dimaksud dapat terwujud
melalui penggunaan pendekatan/approach, metode/method, perilaku/
FORMAT SILABUS TEMATIK INTRA
Nama Sekolah : ... Mata Pelajaran/Tematik : ...
Kelas/Semester : ...
Standar Kompetensi : ... Kompetensi Dasar : ...
: ...
Alokasi Waktu : ...
Materi Pokok/
Pembelajaran
Indikator Kegiatan/Pengalaman
Belajar
Tema Penilaian
Alokasi
Waktu
Sumber
Belajar Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen
Contoh
Instrumen
Catatan: Sekolah Mempertimbangkan Karakteristik Daerah Setempat.
40
behavior, dan gaya/style mengajar yang sesuai dengan strategi yang
dipilih. Aktivitas ini tertuang dalam kegiatan pembelajaran; yang terdiri
atas kegiatan pembukaan/pre-impact, inti/impact: set of decisions that
must be made, dan penutup/post-impact (Mosston & Ashworth, 2008).
f). Menetapkan Kegiatan Pembelajaran (lengkap, jelas,dan sistematis).
g). Memilih Sumber Belajar (mencakup referensi, lingkungan, media, alat
dan bahan yang digunakan untuk memperlancar kegiatan pembelajaran
tematik sesuai dengan KD dan indikator yang harus dikuasai).
h). Menentukan Penilaian dan Tindak Lanjut Pembelajaran (prosedur dan
instrumen yang akan digunakan untuk menilai pencapaian hasil belajar
siswa serta tindak lanjut proses dan hasil penilaian).
Adapun model RPP dalam pembelajaran tematik kali ini disistematisasikan
dalam format tabel 2.6 sebagai berikut.
Tabel 2.6: Format Rencana Program Pembelajaran Tematik Intra
FORMAT RPP TEMATIK INTRA
A. Identitas Mata Pelajaran :
1. Nama Sekolah : ...
2. Mata Pelajaran : ...
3. Kelas/Semester : ...
4. Tema : ...
5. Kompetensi Dasar : ...
: ... : ...
6. Indikator : ...
: ... : ...
7. Alokasi Waktu : ...
8. Pelaksanaan : ...
B. Tujuan Pembelajaran : ...
C. Materi Pembelajaran : .... D. Metode Pembelajaran : ....
E. Kegiatan Pembelajaran :
1. Pembukaan/Pre-Impact 2. Inti/Impact
3. Penutup/Post-Impact
: ... : ...
: ...
F. Sumber Belajar : ... G. Penilaian dan Tindak Lanjut : ...
Mengetahui Kepala Sekolah,
NIP
Surakarta, Medio Agustus 2012 Guru Penjasorkes,
NIP
41
h. Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Intra
Pelaksanaan pembelajaran tematik setiap hari dilakukan dengan
mengguna-kan 3 (tiga) tahap kegiatan, yaitu: (1) kegiatan pembukaan/awal/pre-
impact, (2) kegiatan inti/impact, dan (3) kegiatan penutup/akhir/post-impact.
Alokasi untuk setiap tahapan adalah kegiatan pembukaan lebih-kurang satu jam
pelajaran (1x35 menit), kegiatan inti tiga jam pelajaran (3x35 menit), dan
kegiatan penutup satu jam pelajaran (1x35 menit).
1). Kegiatan Pembukaan/Awal/Pre-Impact
Kegiatan ini dilakukan terutama untuk menciptakan suasana awal
pembelajaran untuk mendorong atau memotivasi siswa memfokuskan
dirinya agar mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Sifat kegiatan
pre-impact adalah intent-objectives dan kegiatan untuk pemanasan. Pada
tahap ini dapat dilakukan penggalian terhadap pengalaman anak tentang
tema yang akan disajikan. Beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan
adalah bercerita, kegiatan fisik/jasmani, dan menyanyi.
2). Kegiatan Inti/Impact
Kegiatan inti/impact merupakan action-implementation dan difokuskan
pada kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk membangun kemampuan
―CALISTUNG‖ (membaca, menulis, dan berhitung) serta kompetensi
―FMS‖ (fundamental motor or movement skills) serta pemahaman nilai-nilai
moral. Penyajian materi pokok/pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan berbagai strategi/metode yang bervariasi dan dapat dilakukan
secara klasikal, kelompok kecil, ataupun perorangan.
3). Kegiatan Penutup/Akhir/Post-Impact
Kegiatan penutup/post-impact merupakan assessment-feedback dan
berorientasi untuk menenangkan. Beberapa contoh kegiatan akhir yang
dapat dilakukan adalah merangkum, menyimpulkan/mengungkapkan hasil
pembelajaran yang telah dilakukan, bercerita dari buku, pantomim, pesan-
pesan moral, dan apresiasi musik.
42
Contoh Kegiatan: Pelaksanaan Pembelajaran per Hari Dapat Dijabarkan
Menjadi seperti tertera dalam tabel 2.7 berikut:
Tabel 2.7: Penjabaran Kegiatan Pelaksanaan Pembelajaran Tematik Intra
Kegiatan Jenis Kegiatan Sampel Gambar Alokasi Waktu
Pembukaan/Pre-Impact
Anak berkumpul di lapangan sambil bernyanyi, atau sambil
menari mengikuti irama musik.
10 menit.
1. Mempraktikkan berbagai jenis
aktivitas untuk pengembangan jalan, misalnya: dengan
permainan “Marching on the Spot”
15 menit.
Inti/Impact 2. Mempraktikkan berbagai jenis
aktivitas untuk pengembangan lari, misalnya: dengan
permainan sederhana “City
Gates”
20 menit.
3. Mempraktikkan berbagai jenis
aktivitas untuk pengembangan
melompat, misalnya: dengan permainan “Jumping A Long
Rope”
15 menit.
Penutup/Post-Impact Bercerita atau membaca cerita dari buku
10 e
n
it
.
i. Penilaian Pembelajaran Tematik
1). Pengertian dan Tujuan Penilaian.
Penilaian dalam pembelajaran tematik adalah suatu usaha untuk
mendapatkan berbagai informasi (data) secara berkala, kontinu, dan
menyeluruh tentang proses dan hasil belajar dari pertumbuhan dan
perkembangan yang telah dicapai oleh siswa melalui program kegiatan
pembelajaran. Setidaknya dalam penilaian ada 4 (empat) hal yang perlu
diperhatikan dalam menilai hasil belajar siswa pada mata pelajaran
Penjasorkes. Pertama, penilaian pembelajaran tematik ditujukan untuk
menilai hasil belajar siswa secara komprehensif, mencakup aspek
psikomotor, kognitif, dan afektif. Informasi hasil belajar yang menyeluruh
tersebut memuat berbagai bentuk sajian, yakni berupa angka prestasi,
klasifikasi, dan diskripsi naratif sesuai aspek yang dinilai. Informasi data
dalam bentuk angka cocok untuk menyajikan prestasi pada aspek
psikomotor dan kognitif. Sajian dalam bentuk klasifikasi/kategorisasi
43
disertai dengan deskriptif-naratif cocok untuk melaporkan aspek afektif.
Kedua, hasil pembelajaran dapat digunakan untuk menentukan pencapaian
indikator kompetensi dan untuk melakukan pembinaan nilai sosial dan
pribadi siswa. Ketiga, penilaian oleh guru Penjasorkes terutama ditujukan
untuk pengembangan seluruh potensi siswa, termasuk pembinaan karakter
dan prestasi. Misalnya, siswa kurang berminat terhadap mata pelajaran
Penjasorkes, maka hendaknya diberi motivasi agar ia menjadi lebih
berminat. Keempat, untuk memperoleh data yang lebih dapat dipercaya
sebagai dasar pengambilan keputusan perlu digunakan banyak teknik
penilaian yang dilakukan secara berulang dan berkesinambungan.
Adapun tujuan penilaian (evaluasi dan asesmen alternatif)
pembelajaran tematik adalah untuk: (1) mengetahui pencapaian indikator
yang telah ditetapkan, (2) memperoleh umpan balik bagi guru Penjasorkes,
(3) mengetahui hambatan yang terjadi dalam pembelajaran maupun
efektivitas pembelajaran, (4) memperoleh gambaran yang detail dan jelas
mengenai perkembangan keterampilan, pengetahuan, dan sikap siswa, dan
(5) sebagai acuan dalam menentukan rencana tindak lanjut (remedial,
pengayaan, dan pemantapan).
2). Prinsip dan Instrumen Penilaian
Prinsip penilaian mengacu pada standar pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah. Prinsip tersebut meliputi: (1) sahih, (2)
objektif, (3) adil, (4) terpadu, (5) terbuka, (6) menyeluruh dan
berkesinambungan, (7) sistematis, (8) beracuan kriteria, dan (9) akuntabel
(BSNP, 2007). Untuk pembelajaran tematik khususnya, 5 (lima) prinsip
penilaian berikut perlu diapresiasi oleh guru Penjasorkes, yakni: (1)
penilaian di kelas I, II, dan III mengikuti aturan penilaian kelompok mata
pelajaran yang berlaku di SD. Mengingat bahwa siswa kelas I SD belum
semuanya lancar ―CALISTUNG‖ dan tangkas ―FMS‖, maka cara penilaian
di kelas I tidak ditekankan pada penilaian secara tertulis, (2) kemampuan
―CALISTUNG‖ dan kompetensi ―FMS‖ merupakan keterampilan yang
harus dikuasai oleh siswa kelas I, II, dan III. Oleh karena itu, penguasaan
terhadap kedua kompetensi tersebut adalah prasyarat untuk kenaikan kelas,
44
(3) penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator dari masing-masing
KD dan hasil belajar dari mata pelajaran, (4) penilaian dilakukan secara
kontinu dan selama proses belajar mengajar berlangsung, misalnya sewaktu
siswa bertanya tentang apa yang dipelajari pada kegiatan awal/pre-impact,
membaca teks atau melakukan gerak pada kegiatan inti/impact, dan
menyanyi sambil menari pada kegiatan akhir/post-impact, dan (5) hasil
karya/kerja siswa dapat digunakan sebagai bahan masukan guru Penjasorkes
dalam mengambil keputusan siswa, misalnya; penggunaan angka, ejaan
kata, maupun simbul gembira dan sedih, dan sebagainya.
Adapun alat atau instrumen penilaian untuk pembelajaran tematik
dapat berupa tes dan nontes (Hopple, 2008). Instrumen penilaian yang
tergolong tes meliputi: tes praktik/kinerja/performa, tes tertulis, dan tes
lisan, sedangkan yang termasuk nontes meliputi: observasi/pengamatan,
catatan harian, penugasan, portofolio dan jurnal (BSNP, 2006). Dalam
kegiatan pembelajaran tematik di kelas awal (I, II, dan III) penilaian yang
lebih sering digunakan adalah melalui penugasan dan portofolio. Guru
Penjasorkes menilai siswa melalui observasi yang dicatat pada sebuah buku
bantu dan hasil tugas harian. Sedangkan tes tertulis dan tes performa/kinerja
digunakan untuk menilai kemampuan menulis dan keterampilan gerak siswa
seperti tertera dalam tabel 2-8 berikut.
Tabel 2.8: Matriks Penilaian Pembelajaran Tematik Intra
Indikator Tema
Penilaian (Asesmen Alternatif)
Teknik
Penilaian
Bentuk
Instrumen Contoh Instrumen
Berlari dengan waktu, lintasan gerak, dan
objek/orang ke berbagai arah:
Berlari maju dan mundur serentak dengan
langkah cepat dan percaya diri.
Berlari ke kanan atau ke kiri mengikuti garis
segi empat dengan pola gerak cepat dan saling
toleran.
Berlari berbelok-belok melewati rintangan
teman dengan variasi gerak cepat dan
bekerjasama.
Berlari lurus ke depan secepat mungkin
mengikuti lintasan sejauh 5 (lima) meter
dengan jujur dan sportif.
Mencontohkan ragam aktivitas lari.
Melompat dengan level, waktu, dan daya ke
berbagai arah:
Melompat melewati kardus yang sama dengan
lompatan cepat minimal 5 (lima) kali dan
percaya diri.
Melompat melewati tali pada ketinggian yang
berbeda dengan lambat ke berbagai arah dan
sportif.
Menyebutkan jumlah lompatan yang
dilakukan.
Lingkungan
Lingkungan
Tes Performa dan
Observasi
Tes Performa dan
Observasi
Tes Performa dan
Observasi
Tes Performa dan
Observasi
Penugasan
individual
Tes Performa dan
Observasi
Tes Performa dan
Observasi
Tes Lisan
Demonstrasi dan
Cheeklist.
Demonstrasi dan
Cheeklist.
Demonstrasi dan
Cheeklist.
Demonstrasi dan
Cheeklist.
Pekerjaan rumah
Demonstrasi dan
Cheeklist.
Demonstrasi dan
Cheeklist.
Daftar Pertanyaan
Peragakan gerak lokomotor lari
maju-mundur cepat secara serentak
dan percaya diri!
Peragakan gerak lokomotor lari
sesuai arah secara cepat dan saling
toleran!
Peragakan gerak lokomotor lari
sesuai kondisi formasi secara cepat
dan bekerjasama!
Peragakan gerak lokomotor lari cepat
sesuai aturan secara jujur dan sportif!
Berilah dua contoh gerak lokomotor
lari?
Peragakan gerak lokomotor lompat
cepat sesuai aturan dengan percaya
diri!
Peragakan gerak lokomotor lompat
tali sesuai aturan secara sportif!
Berapa kali ―Amir‖ berhasil
melompat cepat?
45
3). Aspek Penilaian
Pada model pembelajaran tematik penilaian dilakukan untuk mengkaji
atau menelaah ketercapaian kompetensi dasar dan indikator pada tiap-tiap
mata pelajaran atau pada tiap mata keterampilan gerak yang digunakan
dalam olahraga (interaksi konsep gerakan dan tema keterampilan) yang
terdapat pada tema tersebut. Niali akhir pada laporan (rapor) dikembalikan
pada kompetensi kelompok mata pelajaran yang terdapat pada kelas satu,
dua, dan tiga Sekolah Dasar, yaitu Penjasorkes, Bahasa Indonesia,
Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Pendidikan Kewarganegaraan, Ilmu
Pengetahuan Sosial, Seni Budaya dan Keterampilan,dan Pendidikan Agama.
j. Implikasi Pembelajaran Tematik
Dalam pelaksanaan pembelajaran tematik di SD mempunyai berbagai
implikasi yang mencakup:
1). Implikasi Bagi Guru
Pembelajaran tematik memerlukan guru penjasorkes yang kreatif baik
dalam menyiapkan kegiatan atau pengalaman belajar bagi anak, juga
memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran atau mata keterampilan
gerak yang digunakan dalam olahraga dan mengaturnya agar pembelajaran
menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh.
2). Implikasi Bagi Siswa
a). Siswa hendaknya siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang dalam
pelaksanaannya dimungkinkan bekerja secara individual, kelompok
kecil, dan klasikal.
b). Siswa hendaknya siap mengikuti kegiatan pembelajaran yang berragam
secara aktif, misalnya, melakukan diskusi kelompok, mengadakan
penelitian sederhana, dan pemecahan masalah.
3). Implikasi terhadap Sarana, Prasarana, Sumber Belajar dan Media
a). Pembelajaran tematik pada hahikatnya menekankan pada siswa baik
secara individual maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali, dan
menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistis dan autentik.
Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai sarana dan
prasarana belajar.
46
b). Pembejaran tematik ini mutlak menggunakan berbagai sumber belajar,
baik yang sifatnya perlu didesain secara khusus maupun yang telah
tersedia di lingkungan setempat.
c). Pembelajaran tematik ini juga mengoptimalkan penggunaan media
pembelajaran yang berragam sehingga akan membantu siswa dalam
memahami konsep-konsep yang abstrak.
d). Penerapan pembelajaran tematik di SD masih dapat menggunakan
referensi yang sudah ada saat ini untuk masing-masing mata pelajaran
dan dimungkinkan pula untuk menggunakan referensi saplemen khusus
yang memuat materi ajar yang terintegrasi.
4). Implikasi terhadap Pengaturan Ruangan
Dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran tematik perlu melakukan
pengaturan ruangan agar suasana belajar menyenangkan. Pengaturan ruang
tersebut meliputi:
a). Ruang perlu ditata disesuaikan dengan tema yang sedang dilaksanakan.
b). Suasana bangku siswa atau peralatan yang digunakan dapat berubah-
ubah disesuaikan dengan keperluan pembelajaran yang sedang
berlangsung.
c). Siswa tidak selalu duduk di kursi, tetapi dapat duduk di karpet atau alas
yang lain.
d). Kegiatan hendaknya berragam dan dapat dilaksanakan baik di dalam
ruang kelas maupun di luar kelas.
e). Dinding kelas dapat dimanfaatkan untuk memajang hasil karya siswa
dan dimanfaatkan sebagai sumber belajar.
f). Alat, sarana dan sumbel belajar hendaknya dikelola sehingga
memudahkan siswa untuk menggunakan dan menyimpan kembali.
5). Implikasi terhadap Pemilihan Metode
Sesuai dengan karakteristik pembelajaran tematik, maka dalam
pembelajaran yang dilakukan perlu disiapkan berbagai jenis kegiatan
dengan menggunakan multimetode atau multigaya mengajar. Misalnya
percobaan, bermain peran, bercakap-cakap, diskusi, demonstrasi, komando,
latihan, resiprokal, koreksi sendiri, dan inklusi.
47
5. Keterampilan Gerak Dasar, Aktivitas, dan Pengukurannya
a. Keterampilan Gerak Dasar (KGD)
1). Pengertian dan Fungsi KGD
Peran Penjas Adaptif dalam kurikulum sekolah adalah untuk
membantu siswa mengembangkan kompetensi dan kepercayaan yang
diperlukan untuk memadukan aktivitas fisik secara teratur dalam kehidupan
mereka. Melalui keterlibatan yang baik dalam program Penjas Adaptif,
siswa dapat memperoleh manfaat fisik dan pribadi.
Satu bagian yang terpenting dalam Penjas Adaptif adalah
pembelajaran KGD, karena KGD memberikan landasan yang luas bagi
kemampuan gerak yang lebih rumit, agar keterampilan yang lebih tinggi
dapat dikembangkan. Tanpa memiliki KGD, kecil kemungkinannya siswa
mempelajari keterampilan gerak yang terkait dengan keterampilan olahraga.
Penguasaan terhadap KGD telah terbukti memengaruhi siswa dalam
banyak hal. Siswa yang menguasai KGD lebih berhasil dalam berpartisipasi
di banyak kegiatan olahraga serta tetap menjaga keterlibatannya selama
masa kanak-kanak dan masa remaja. Keterlibatan secara teratur dalam
olahraga dan aktivitas gerak memberi keuntungan dalam kebugaran jasmani
yang berhubungan dengan kesehatan. Mereka dapat merasakan bagaimana
dirinya dipengaruhi oleh keterampilan fisiknya. Siswa yang telah menguasai
keterampilan gerak dasar ternyata mereka merasa berkompeten, diterima
secara sosial dan bersikap positif terhadap aktivitas fisik. Intinya, KGD
membantu menyiapkan siswa untuk bergaya hidup sehat.
KGD adalah aktivitas gerak umum yang dapat diamati dalam pola
gerak spesifik. Keterampilan gerak yang umumnya digunakan dalam
aktivitas gerak olahraga adalah KGD tingkat lanjut (advanced). Contohnya:
menangkap dalam softball dan cricket, melempar pada baseball, lempar
lembing, servis tenis, melempar pada netball; merupakan keterampilan
tingkat lanjut dari gerak melempar overhand. Keberadaan seluruh atau
48
sebagian dari lemparan overhand dapat dideteksi dalam pola yang
digunakan dalam keterampilan gerak olahraga yang spesifik. Hubungan
yang serupa dapat dideteksi di antara KGD yang lain dengan keterampilan
gerak spesifik olahraga. Amati gambar 2.10 berikut.
Softball Cricket Voli Badminton Netball Baseball Lempar
Lembing Tenis
Gambar 2.10: Hubungan antara KGD dan Keterampilan Gerak
Spesifik Olahraga (Overarm Throw).
2). Klasifikasi KGD
Keterampilan keterampilan gerak dasar dan aktivitasnya dikelompok-
kan dalam tiga kategori (ACHPER, 2009; Online: www.sportnz.org.nz.,
2012).
a). Keterampilan Lokomotor, melibatkan gerak tubuh ke segala arah dari
satu titik ke titik yang lain. Yang termasuk keterampilan lokomotor ini
adalah berjalan, berlari, menghindar, meloncat, melompat, dan
melompat-lompat.
b). Keterampilan Stabilitas melibatkan baik keseimbangan statis (dalam
keadaan diam) maupun dinamis (dalam keadaan bergerak), dan rotasi
(putaran).
c). Keterampilan Manipulatif melibatkan memegang dan mengendalikan
alat dengan tangan, kaki atau menggunakan (tongkat, pemukul atau
49
raket). Yang terkategori dalam keterampilan manipulatih adalah:
melempar, dan menang-kap, memukul dengan tangan, kaki dan
aplikasinya (misalnya: menendang, memvoli, memukul, dan mendribel)
3). Fase Belajar KGD
Setiap keterampilan gerak dibagi ke dalam tiga fase belajar yang
merupakan kemajuan dari yang sederhana (discovering) menuju ke yang
lebih kompleks (consolidating = penggabungan) (www.sportnz.org.nz.,
2012). Setiap siswa akan berbeda pada fase yang berbeda bergantung pada
pengalaman belajar dan sebelum belajar.
Setiap fase belajar memiliki karakteristik berbeda. Secara rinci,
karakteristik setiap fase belajar tersebut adalah:
a). Pada fase penemuan (discovering), anak —sebagai pembelajar—
berupaya dengan terkonsentrasi untuk mempelajari gerakan. Aktivitas
pada tahap ini memungkinkan anak untuk mengeksplorasi
(menjelajahi=menggali) dan menemukan sendiri apa yang dibutuhkan
dalam melakukan keterampilan gerak tertentu.
b). Pada fase pengembangan (developing) pembelajar lebih efisien dan
lebih halus dalam melakukan gerakan terampil melalui pengulangan dan
latihan dalam berbagai konteks.
c). Pada fase konsolidasi (consolidating = penggabungan), lebih
menggunakan gerakan otomatis daripada saat fase pengembangan.
Mereka dapat mengaplikasikan keterampilan gerak dengan berbagai
cara dan mengom-binasikannya dengan gerakan lain pada aktivitas dan
permainan yang lebih kompleks.
4). Urutan Pembelajaran KGD
Mengembangkan keterampilan gerak, kebugaran fisik, dan
pengetahuan harus dimulai pada tahun-tahun awal sekolah dasar. Selama
tahun-tahun ini siswa secara fisik dan intelektual bisa mendapatkan manfaat
50
dari pembelajaran Penjas Adaptif dan sangat termotivasi dan sangat antusias
dalam belajar. Namun, seluruh pembelajaran Penjas Adaptif harus diberikan
sesuai dengan usia siswa (NAEYC, 2009).
Selama tahun-tahun awal sekolah dasar (hingga usia 3 tahun), siswa
harus diberi kesempatan untuk mempelajari keterampilan gerak dasar
kemudian belajar gerakan tertentu. KGD ini sering ditampilkan anak-anak
saat bermain. Keterampilan-keterampilan tersebut mencakup melempar
overhand, menangkap, menyepak, memendang, memukul dengan satu dan
dua tangan, memantulkan bola, berlari, menghindar, dan melompat vertikal.
Disarankan, pada saat ini keterampilan yang diperkenalkan dan dikuasai
siswa seperti yang tertera dalam tabel 2.9 berikut.
Tabel 2.9: Saran Tingkat untuk Mengenalkan dan Menguasai KGD yang
Hakiki
KGD Persiapan Tahun I Tahun II Tahun III Tahun IV Tahun V
Menangkap Dikenalkan - Menguasai - - -
Menendang Dikenalkan - - Menguasai - -
Berlari Dikenalkan - Menguasai - - -
Lompat Tegak Dikenalkan - Menguasai - - -
Melempar
Overhand - Dikenalkan - - Menguasai -
Memantulkan
Bola - Dikenalkan - Menguasai - -
Melompat ke
depan (leap) - Dikenalkan - Menguasai - -
Menghindar - Dikenalkan - Menguasai - -
Menyepak - - Dikenalkan - Menguasai -
Memukul
Forehand - - Dikenalkan - - Menguasai
Memukul
dengan satu dan dua tangan
- - Dikenalkan - - Menguasai
Penguasaan keterampilan ini diperlukan oleh siswa jika terjadi perkem-
bangan optimum ke tingkat yang lebih tinggi. Anak-anak yang tidak
menguasai keterampilan ini kurang mampu dan sering kurang kemauan untuk
bertahan dengan tugas sulit ketika mempelajari keterampilan gerak yang lebih
51
kompleks, dan akan menjauhi aktivitas yang sekiranya memaparkan
kegagalan mereka. Pada akhirnya, anak-anak tersebut menghadapi hambatan
keterampilan olahraga dan menolak partisipasi dalam aktivitas fisik sebagai
bagian dari gaya hidup mereka (amati kaitan gambar 2.10 dan 2.11).
Gambar 2.11: Pengaruh Pembelajaran KGD terhadap Performa
Keterampilan Olahraga Khusus
Selama tahun-tahun dasar berikutnya (usia 4-6 tahun), siswa harus
diajarkan gerak-gerak transisi yang mengarah atau menuju pada aktivitas-
aktivitas dan keterampilan gerak. Contoh keterampilan dan kegiatan dalam
kelompok ini antara lain: mendribel bola basket, netball dimodifikasi,
memukul tenis dan bisbol dimodifikasi. Keterampilan dan kegiatan pada
tingkat ini dapat dikombinasikan atau dimodifikasi dengan berbagai cara,
berlatih dengan atau tanpa peralatan dan diajarkan melalui praktik individu
atau dengan memasuk-kan mereka ke dalam struktur permainan.
Sport Specific
Skills
Sport Skill
Proficiency Barrier
Fundamental Motor Skills
Rudimentary Movement Skills
Infant Reflexes and Reactions
Javelin Throw, Baseball Pitch, Badminton Clear, Tennis Serve, Gridiron Pass, Overhand Volleyball Serve
Golf Swing, Hockey Drive, Baseball Swing, Forehand Drive, Cut Shot
Overhand Throw
Two-Hand Side-Arm
Strike
52
Selama anak usia sekolah menengah, siswa harus mendapat
pendidikan jasmani yang memungkinkan dan mendorong mereka untuk
lebih mengem-bangkan keterampilan geraknya seperti melempar,
menangkap dan memukul, yang dipelajari sebelumnya, ke dalam gerak
khusus olahraga yang lebih kompleks dan aktivitas waktu luang yang
biasanya dilakukan oleh masyarakat.
5). Konsep Gerak
Konsep gerak menjelaskan bagaimana suatu keterampilan gerakan
dapat dilakukan (misalnya; lompat tinggi, mendarat dengan ―lembut‖ dan
menendang jauh). Untuk melakukan keterampilan ini, anak-anak perlu
memiliki pemahaman dasar tentang konsep gerak. Dengan memiliki
pemahaman tentang konsep gerak yang benar, siswa dapat mengeksplorasi
suatu gerakan dan mengembangkan pemahaman tentang bagaimana tubuh
mereka bergerak dengan cara yang berbeda. Secara garis besar, konsep
gerak ini tersaji dalam tabel 2.10 berikut.
Tabel 2.10: Konsep Gerak
Kesadaran Tubuh
(apa yang dapat
dilakukan tubuh)
Kesadaran Ruang
(dimana tubuh
bergerak)
Kualitas
(bagaimana tubuh
bergerak)
Hubungan
(kepada siapa dan
apa tubuh
berhubungan)
Perbedaan bentuk
tubuh dapak melaku-
kan (misalnya:
menggeliat,
meringkuk, bengkok,
lebar, sempit)
Personal (ruang
langsung di sekitar
anak) dan umum
ruang (ruang yang
tersedia total)
Kecepatan bergerak
(misalnya: cepat,
lambat, mendadak,
tetap)
Dengan orang (mi-
salnya: pencerminan,
yang sesuai, memba-
yangi, bersama,
berpasangan,
kelompok)
Keseimbangan pada
bagian tubuh yang
berbeda, (misalnya:
satu kaki untuk
keseimbangan
menyerupai bangau)
Arah gerak (ke
depan, mundur, atas,
bawah, jalur atau
pola (misalnya:
lingkaran. Zig-zag)
Daya (usaha) untuk
bergerak (misalnya:
kuat, ringan)
Dengan benda/objek
(misalnya: di bawah,
di atas, di luar
di antara, di depan
dari atas, dari bawah)
Pemindahan berat
badan dari satu
bagian ke bagian
yang lain (misalnya:
berjalan)
Tingkat/level atau
lokasi bagian tubuh
atau bagian tubuh
bergerak (misalnya
tinggi, sedang,
rendah)
Alur gerak
(misalnya: bebas,
menantul)
(Sumber: www.sportnz.org.nz., 2012)
53
Motor Skills
Aquatics
Dance
Games
Sport
Education Sport
Autdor
Adventure Activities
Physical Fitness
Gymnastics
Ball Handling
Athletic
Fundamental Motor Skill (FMS = KGD)
b. Aktivitas KGD dalam Penjas Adaptif
Mengembangkan KGD berarti menyediakan pilihan aktivitas yang
membantu pengalaman siswa untuk belajar keterampilan gerak, konsep gerak,
dan strategi yang terkait dengan berbagai jenis permainan. Setiap aktivitas yang
dirancang guru Penjas Adaptif hendaknya berisi informasi menganai konsep
gerak dan tema keterampilan yang dibutuhkan. Konsep gerak yang dimaksud
mendeskripsikan bagaimana suatu keterampilan gerak itu dilakukan, sedangkan
tema keterampilan merupakan gagasan utama atau ide pokok keterampilan
gerak olahraga yang dituju (misalnya badminton). Keterampilan-keterampilan
tersebut dikembangkan melalui aktivitas permainan yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemu-kan, mengembangkan, dan
menggabungkan pemahaman tentang bagaimana tubuh mereka bergerak dengan
cara yang berbeda.
Gambar 2.12 di bawah ini menunjukkan skope pembelajaran Penjas
Adaptif, Permainan, dan Olahraga terkait dengan peningkatan KGD dan pola
geraknya.
Gambar 2.12: Skope Penjas Adaptif, Permainan dan Olahraga di SLB
54
Pengembangan KGD dirancang untuk mengidentifikasi kebutuhan dan
kepentingan siswa, melibatkan mereka dalam dalam konteks berbagai penga-
laman gerak, dengan penekanan pada belajar yang menyenangkan dan belajar
melalui aktivitas permaninan. Ketika memilih aktivitas untuk siswa atau
kelompok siswa, perlu diingat bahwa:
1). Siswa belajar dan mengembangkan keterampilan gerakan dengan cara yang
berbeda dan pada tingkat yang berbeda-beda.
2). Perkembangan keterampilan gerak siswa berhubungan (dengan objek/ orang
lain), tetapi tidak tergantung pada usia pengalaman mereka.
3). Ketika siswa sudah siap (yaitu ketika mereka memiliki prasyarat fisik, sosial
dan keterampilan kognitif) dan tertarik (termotivasi), mereka akan belajar.
4). Siswa cenderung mengembangkan keterampilan geraknya dalam urutan
progresif, belajar dari yang sederhana sebelum mempelajari keterampilan
yang kompleks (misalnya berjalan dan melompat pola gerakan sederhana
dan menggabungkan untuk membuat gerak meloncat-loncat).
5). Siswa cenderung untuk mengembangkan kontrol tubuh mereka dari tengah
(trunk = tubuh) ke bagian yang lebih jauh (lengan, tangan dan kaki),
(misalnya siswa mengembangkan gerakan rotasi tubuh, melempar sebelum
mereka mengembangkan keterampilan gerak).
Sumber daya tersebut di atas menyediakan kegiatan pengembangan yang
sesuai, berkembang dari yang sederhana menuju keterampilan gerakan yang
kompleks, sehingga memungkinkan siswa untuk belajar keterampilan. Siswa
suka bermain karena dalam bermain berisikan ekspresi, eksplorasi dan
menemukan banyak aspek kehidupan dibandingkan dengan yang ada dalam diri
mereka dan teman lainnya. Bermain dapat dijadikan sarana untuk
mengembangkan keterampilan gerak dasar dan dalam waktu yang sama
memungkinkan siswa belajar bekerjasama, berkompetisi, berkomunikasi, dan
gembira bersama dalam keberhasilan. Pada lampiran 1 ditunjukkan dengan
detail tentang: (1) dasar pemikiran pengembangan silabus tematik intra, dan (2)
matriks jenis permainan untuk meningkatkan KGD anak CP. Di sisi lain,
sumber daya manusia yang bertugas (terapis fisik, terapis okupasi, dan guru
55
Penjas Adaptif perlu memahami fungsi dan perannya, seperti tertera dalam
tabel 2.11 berikut.
Tabel 2.11: Fungsi dan Peran Terapis Fisik, Terapis Okupasi, dan Guru Penjas
Adaptif.
Terapis Fisik Terapis Okupasi Guru Penjas Adaptif
a. Menyaring dan menilai siswa
untuk menentukan terapi yang
dibutuhkan
a. Menyaring dan menilai siswa
untuk menentukan terapi
okupasi yang yang dibutuhkan
a. Menyaring dan menilai siswa
untuk menentukan penjas
yang yang dibutuhkan
b. Berpartisipasi pada tim IEP
untuk mengembangkan
perencanaan pembelajaran
individual, dan menentukan
tempat yang layak untuk
mencapai tujuan dan sasaran
b. Berpartisipasi pada tim IEP
untuk mengembangkan
perencanaan pembelajaran
individual, dan menentukan
tempat yang layak untuk
mencapai tujuan dan sasaran
b. Menetapkan tujuan dan
sasaran penjas berkolaborasi
dengan profesional lain yang
sesuai dan menentukan
tempat yang paling layak
untuk mencapai tujuan dan
sasaran penjas.
c. Mengembangkan dan
menerapkan program ke dalam
area:
Postural dan pengembangan
gerak kasar (misal: kontrol
kepala, keseimbangan duduk
dan berdiri).
Pelatihan gaya berjalan dan
fungsi mobilitas untuk
kebebasan maksimun dalam
pendidikan lingkungan.
Mobilitas kursi roda dan
transfer keterampilan.
Memperbaiki kekuatan dan
koordinasi dan mencegah
deformitas.
Fungsi respirasi untuk
memperbaiki/ mempertahan-
kan kesehatan.
c. Mengembangkan dan
menerapkan program ke
dalam area:
Fungsi gerak halus
(misalnya: menggenggam,
koordinasi mata-tangan).
Motor plan, skema tubuh,
persepsi visual dan spasial,
tahapan pemecahan
masalah.
Kesiapan akademik dan
keterampilan pravokasi-
onal, keterampilan
bermain/waktu luang dan
aktivitas hidup sehari-hari
seperti; makan, memakai
baju, menulis, dan
mengakses internet.
c. Mengembangkan dan
menerapkan program ke
dalam area:
Kebugaran jasmani
Keterampilan gerak dasar
dan polanya, seperti:
berlari, melompat,
meloncat, melempar,
menangkap, melempar,
dll.
Keterampilan dalam
akuatik, tari, permainan
individual dan kelompok.
Olahraga termasuk di
dalamnya olahraga
sepanjang hayat dan
olahraga di sekolah.
d. Merekomendasikan, memonitor
lokasi/ konstruksi peralatan
yang dimodifikasi untuk siswa
yang mampu khususnya untuk
posisioning dan mobilitas
(misal: duduk yang pas atau
perlengkapan berdiri dan
memantau ―brace‖.
d. Merancang dan mengonstruksi
penyangga dan mengadaptasi
peralatan lain untuk
meningkatkan kebebasan
dalam pengaturan pendidikan
seperti; menulis, mengelola
materi, mengakses komputer,
makan, mengatur posisi, dll).
d. Mengoordinasikan program-
program khusus olahraga,
termasuk di dalamnya
olahraga di dalam dan di luar
sekolah, dan pengalaman
berolahraga.
e. Menginstruksikan, melatih, dan
memonitor staf kelas yang
menangani siswa.
e. Menginstruksikan, melatih,
dan memonitor staf kelas yang
menangani siswa.
e. Menyediakan sumber daya
tambahan untuk mencapai
tujuan pendidikan jasmani
adaptif, misalnya sumber
daya manusia, panduan
kurikulum serta bahan dan
peralatan yang diadaptasikan.
f. Secara langsung, mengontrol
dan memberi masukan untuk
evaluasi asisten terapis fisik
yang berlisensi.
f. Secara langsung, mengontrol
dan memberi masukan untuk
evaluasi asisten okupasi terapi
yang bersertifikat.
f. Berunding dengan yang lain
tentang program-program
Penjas Adaptif.
56
c. Pengukuran KGD
Dari hasil kajian literatur ditemukan instrumen yang sesuai untuk
mengukur KGD ABK dan anak CP adalah menggunakan Test of Gross Motor
Development-2 (TGMD-2) (Ulrich, 2000). Tes baku ini dinyatakan valid dan
reliabel untuk tujuan R&D (Shih-Heng Sun et al, 2011; Zuvela et al, 2011).
1). Administrasi Tes
a). Tujuan
TGMD-2 adalah tes baku yang mengukur kemampuan gerak kasar yang
berkembang sejak awal kehidupan. Tes ini digunakan untuk:
(1). Merencanakan program pengajaran dalam mengembangkan keteram-
pilan gerak kasar.
(2). Menilai kemajuan perkembangan keterampilan gerak kasar.
(3). Mengevaluasi keberhasilan program pengembangan gerak kasar, dan
(4). Mengidentifikasi anak-anak yang secara signifikan perkembangan
keterampilan gerak kasarnya tertinggal dengan teman sebayanya.
(5). Berfungsi sebagai instrumen pengukur dalam penelitian yang menyang-
kut perkembangan gerak kasar.
b). Populasi
TGMD-2 dirancang untuk menilai fungsi motorik kasar anak yang
berusia 3-10 tahun.
c). Unsur-Unsur Tes
TGMD-2 terdiri atas 12 keterampilan gerak kasar yang dibagi ke
dalam dua subtes, yakni: lokomotor (run, gallop, hop, leap, horizontal
jump, and slide) dan kontrol objek (striking stationary ball, stationary
dribble, catch, kick, over throw, underhand roll).
d). Kebutuhan Waktu
Waktu yang dibutuhkan untuk menilai setiap siswa adalah 15 menit.
Kebutuhan waktu tersebut bervariasi sesuai dengan usia siswa dan
kemampuan testi. Testi harus menyediakan beberapa bola untuk item
memukul, menangkap, menendang, dan melempar; untuk meminimal-
kan waktu yang terbuang untuk mengambil bola setelah setiap ulangan
(trial).
57
e). Kondisi Testing
Lingkungan pengujian harus diatur untuk meminimalkan gangguan
dan sesuai dengan petunjuk khusus untuk setiap item. Peralatan yang
ditentukan dalam setiap item umumnya ditemukan dalam program
keterampilan gerak dan tercatat dalam petunjuk setiap item. Kondisi
pengujian harus diatur sebelum memulai tes untuk membantu
meminimalkan waktu pelaksanaan. Daftar peralatan yang dibutuhkan
dijelaskan di bawah ini. Siswa harus mengenakan sepatu bersol karet
ketika menjalani tes. Hal ini untuk meminimalkan kemungkinan
tergelincir atau jatuh, dengan demikian memungkinkan siswa untuk
melalukan usaha yang maksimal dalam menampilkan beberapa
keterampilan lokomotor.
f). Peralatan yang Dibutuhkan
(1). Selotip, kapur, cone, atau perangkat lain yang dapat digunakan
untuk memberi tanda.
(2). Bola ringan ukuran 10-15cm, bola playground ukuran 20-25cm,
bola plastik ukuran 20-25cm, dan bola sepons ukuran 15-20cm.
(3). Pemukul dari plastik, bola tenis, bagbean, tee.
(4). Secara visual amati gambar-gambar berikut.
Bola Basket
Bola Ringan
Bola Sepon
Bola Tenis
Bola Softball
Bola Plastik
Bean Bag
Pemukul
Plastik
Cone
Tee
58
g). Petunjuk Umum Pelaksanaan Tes
Agar terjamin kehandalan pelaksanaan tes, testi harus mengikuti
petunjuk umum pelaksanaan tes berikut ini.
(1). Baca seluruh tes agar terbiasa (familier) dengan item tes, peralatan,
petunjuk pelaksanaan, dan kriteria kinerja.
(2). Latihan melaksanakan tes beberapa kali.
(3). Menjalin hubungan baik dengan siswa. Misalnya:
Memulai percakapan dengan ramah, menekankan betapa menye-
nangkan siswa menunjukkan kemampuan terbaiknya.
Menyarankan siswa agar berupaya maksimal. Menggunakan
istilah-istilah seperti "dorong keras" atau "lompat jauh" akan
membuat siswa berusaha sebaik-baiknya.
Jelaskan kepada siswa bahwa beberapa keterampilan mungkin
terlalu sulit, namun mereka tidak diharuskan mendapat hasil
terbaik pada semua keterampilan.
Berikan dukungan agar bersemangat melakukan keterampilan
yang sulit bagi mereka.
(4). Idealnya siswa dites satu persatu, namun untuk menghemat waktu,
dapat dilaksanakan 2-3 siswa dites dalam waktu yang sama.
(5). Ketika ada siswa yang di tes, siswa yang lain memperhatikan sambil
beristirahat.
(6). Atur urutan atau giliran tes agar siswa tidak selalu mendapat giliran
pertama atau selalu terakhir.
(7). Prosedur standar harus diikuti apabila nilai anak harus dibandingkan
dengan norma yang tersedia. Namun, jika tidak dibandingkan prosedur
dapat disesuaikan dengan kebutuhan khusus testi.
(8). Keputusan pembelajaran dapat dibuat tanpa mengacu pada norma-
norma tes.
h). Kelebihan/Kekuatan TGMD-2
(1). Item tes adalah kegiatan yang familier dan mudah menjelaskannya.
(2). Dilaksanakan dalam waktu singkat (15-20 menit).
(3). Bahan/alat biasanya tersedia di sekolah atau pusat perkembangan
siswa dan tidak mahal.
(4). Kriteria performa secara detil meningkatkan reliabilitas ketika
skoring.
59
(5). Setiap komponen keterampilan yang dianalisis dapat menentukan area
yang membutuhkan intervensi.
(6). Panduan untuk pengguna dilengkapi dengan gambar untuk pelaksana-
an.
(7). Item tes merupakan gabungan keterampilan gerak kasar.
i). Keterbatasan/Kelemahan TGMD-2 (1). Membutuhkan banyak ruang dan dinding.
(2). Reliabilitas tes – bahkan pada koefisien .95 masih ada kesalahan 15%.
(3). Perlu berhati-hati dalam membuat keputusan semata-mata dari hasil
tes karena hasil tes tersebut tidak menceritakan seluruh cerita tentang
mengapa seorang anak tampil pada level tersebut pada hari tertentu
dalam situasi tersebut. Ada faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan
seperti motivasi yang rendah, tidak berpengalaman, gangguan per-
kembangan.
j). Standardisasi
TGMD-2 menggunakan norma berdasarkan data 1208 orang di 10
negara bagian AS. Demografi sampel adalah representasi dari populasi
usia sekolah di seluruh AS (termasuk usia, jenis kelamin, pedesaan,
perkotaan, pendidikan orang tua, dan kecacatan).
k). Validitas
Validitas tes mengacu pada sejauh mana teori dan bukti yang
mendukung tujuan tes. TGMD-2 terbukti reliabel pada tiga aspek:
(1). Content/Isi-Deskripsi validitas isi dinilai oleh tiga ahli, mereka
sepakat bahwa keterampilan gerak tertentu yang dipilih merupakan
representasi dari domain keterampilan gerak kasar dan sering
diajarkan untuk kelompok usia ini. Dengan menggunakan analisis
item konvensional juga menetapkan bahwa TGMD-2 memiliki indeks
pembeda yang baik, dengan demikian item pembeda dan kesulitan
berkriteria memuaskan.
(2). Criterion/Kriterium-Deskripsi validitas kriterium, hal ini menunjuk-
kan keefektivan tes dalam memprediksi performa individu dalam
aktivitas tertentu. Tes yang valid juga akan berkorelasi baik dengan tes
yang lain dalam kemampuan yang sama (misalnya: perkembangan
gerak kasar). Korelasi sedang sampai kuat antara subtes TGMD-2 dan
60
variabel kriterium (Generalisasi subtes Gerak Dasar dari Compre-
hensive Scales of Student Abilities (CSSA) kriteria validitas prediksi
tes.
(3). Construct/Konstrak/Konsepsi-Deskripsi validitas identifikasi, hal ini
berhubungan dengan derajat sifat-sifat yang mendasari suatu tes dapat
diidentifikasi dan seberapa jauh ciri-ciri tersebut merefleksikan model
teori pada tes yang didasarinya. Lima konsep dasar pemikiran yang
mendasari pengujian TGMD-2: perbedaan usia, perbedaan kelompok,
validitas item, korelasi subtes, dan faktor-faktor analisis. Hasil-hasil
tes yang mendukung validitas identifikasi-konstruk/konsepsi pada 5
konsep.
l). Reliabilitas
Studi-studi tentang reliabilitas tes khususnya, memperkirakan jumlah
kesalahan yang berhubungan dengan skornya. Variasi kesalahan dilapor-
kan dalam bentuk koefisien reliabilitas. Reliabilitas yang dipertimbangkan
harus sedikitnya ≥ .70 s/d < .90. Tiga sumber variansi kesalahan
dianalisis dalam hubungan dengan subtes TGMD-2 dan skor quotient,
yakni: Content Sampling, Time Sampling, Interscorer Differences.
(1). Content Sampling. Mengukur homogenitas item-item tes. Lebih
banyak item yang saling berhubungan, tes tersebut lebih reliabel
dalam menguji suatu kemampuan tertentu. Semua kecuali satu
koefisien subtes TGMD-2 lebih dari .80 dan koefisien untuk quotients
lebih dari .87. dengan demikian TGMD-2 reliabel di semua
subkelompok demografi dan tidak menunjukkan adanya bias relatif
pada kelompok-kelompok tersebut.
(2). Time Sampling. Hal ini nampak pada seberapa jauh performa anak-
anak konstan dari waktu ke waktu dan diestimasikan dengan metode
tes-retes. Koefisiennya mencapai > .88, ini menunjukkan skor TGMD-
2 stabil sepanjang waktu.
(3). Interscorer Differences. TGMD-2 memiliki koefisien .98 untuk
reliabilitas skorer tes.
m). Rangkuman
TGMD-2 terbukti memiliki derajat reliabilitas yang tinggi, memiliki
sedikit kesalahan tes, dan secara meyakinkan dapat digunakan.
61
2). Prosedur Penilaian
a). Pertimbangan Ruang
Dalam merencanakan ruang untuk tes, satu hal yang harus
dipastikan bahwa ruangan dalam keadaan bersih, ruangan berukuran
paling tidak atau sedikitnya 18,30 x 9,15 meter, dan satu sisi dinding
yang dapat melempar atau menendang bola. Ikuti petunjuk yang ada di
formulir catatan atau gunakan instruksi. Kriteria performa menyediakan
analisis kualitas dan kematangan gerakan. Testi harus familier
sebelumnya dan mengamati anak hanya melakukan dua kali ulangan dan
biasanya ini dilakukan hanya satu kali performa.
b). Standar Pelaksanaan Setiap Item Tes
(1). Mengisi informasi yang sesuai pada lembar sampul Buku Catatan
Siswa.
(2). Memberi contoh terlebih dahulu
(3). Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencoba lebih dulu untuk
memastikan bahwa siswa memahami tugasnya.
(4). Berilah kesempatan tambahan bila nampaknya siswa tidak
memahami tugasnya.
c). Kriteria Penilaian
Setiap keterampilan motorik kasar mencakup tiga sampai lima
komponen perilaku yang dicatat sebagai kriteria kinerja. Secara umum,
keterampilan tersebut menggambarkan kematangan pola keterampilan.
Langkah-langkah spesifik dalam penilaiannya adalah:
(1). Siswa melakukan tiga kali ulangan di setiap item
(2). Amati penampilan siswa, dan konsentrasi pada keriteria penilaian
kinerja atau performa.
(3). Bila siswa melakukan dengan benar dua dari tiga ulangan, diberi
nilai 1. Namun bila tidak melakukan dengan benar dinilai 0. Ada 2
kolom terpisah yang disediakan untuk setiap kesempatan penilaian.
Data awal penilaian siswa akan muncul pada kolom pertama.
d). Skoring
Siswa diberi skor 1 apabila berhasil, dan 0 apabila gagal. Tidak ada
nilai sebagian. Jumlahkan skor kedua ulangan untuk mendapatkan skor
62
total untuk setiap kriteria performa. Jumlahkan total skor untuk setiap
kriteria untuk mendapatkan skor keterampilan. Pada setiap akhir subtes
(lokomotor dan kontrol objek) jumlahkan keenam skor untuk
mendapatkan Skor mentah subtes. Skor yang tinggi mengidikasikan
performa yang lebih baik daripada skor yang rendah.
(1). Catat skor bagian II pada halaman depan borang/blangko pencatatan.
(2). Konversikan skor mentah ke skor standar.
(3). Jumlahkan standar skor kedua subtes.
(4). Sekarang, gunakan konversi subtes total standar ke Gross Motor
Quotient and Percentile. Gross Motor Quotient adalah nilai yang
paling bermanfaat yang diperoleh dari TGMD-2 karena merefleksi-
kan konstruksi dasar dibangun ke dalam tes, reliabilitas yang tinggi
dan merupakan gabungan dari kedua subtes. Ini merupakan cara
terbaik saat ini untuk mengestimasi perkembangan gerak kasar
individu. Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa perkembangan
lokomotornya dan kontrol objek adalah baik. Skor rendah
mengidikasikan bahwa lokomotor dan kontrol objeknya lemah.
(5). Menentukan Age Equivalents (nilai-nilai ini harus diestimasikan
dengan hati-hati)
e). Evaluasi
Deskripsi peringkat diberikan untuk skor standar subtes dan Gross
Motor Quotient. Presentil dapat ditentukan menggunakan tabel 2.12 atau
untuk pembelajaran dapat dihitung berdasarkan persentil tertentu .
Tabel 2.12: Kriteria penilaian
Pada lampiran 2 ditunjukkan dengan detail tentang petunjuk pelaksana-
an dan lembar pencatatan TGMD-2.
Deskripsi Peringkat Skor Standar GMQ Skor Presentil
Sangat Superior > 130 99th
Superior 121-130 92-98th
Di atas Rata-rata 111-120 76-91st
Rata-rata 90-110 25-75th
Di bawah rata-rata 80-89 10-24th
Jelek 70-79 2-8th
Sangat Jelek < 70 ≤ 1st
63
B. Kerangka Berpikir
Gam
bar 2
.13: K
erangk
a Berp
ikir P
enyusu
nan
Mo
del
64
BAB III
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Mengacu pada rumusan masalah, R&D ini secara umum bertujuan untuk
menemukan Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk
Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Sedangkan yang
menjadi tujuan khususnya adalah untuk:
1. Mendeskripsikan profil dan praktik guru dalam pembelajaran Penjas Adaptif
untuk meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SLB-D1 YPAC
Surakarta;
2. Mengembangkan dan menguji model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra
yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta;
3. Mendeskripsikan tingkat keterterapan model pembelajaran Penjas Adaptif
tematik intra yang dihasilkan ditinjau dari aspek:
a. Peningkatan KGD anak CP,
b. Dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif dalam
menyiapkan perangkat pembelajaran,
c. Substansi dan fleksibilitas struktur model pembelajaran Penjas Adaptif, dan
d. Kesesuaian dengan dukungan alat dan media pembelajaran; dan potensi
dukungan dari pemangku kepentingan di SLB-D1 YPAC Surakarta.
4. Memvalidasi model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang dihasilkan
terhadap aspek:
a. Peningkatan KGD anak CP, dan
b. Dukungan terhadap pelaksanaan tugas guru Penjas Adaptif, khususnya
dalam menyusun rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan
mengevaluasi hasil belajar anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
Pencapaian tujuan khusus R&D di atas secara metodologis dikelompokkan ke
dalam tiga tahap, yaitu: (1) tahap studi pendahuluan, (2) tahap uji coba
pengembangan model, dan (3) tahap validasi model. Prosedurnya seperti
dideskripsikan dalam desain dan skema model R&D. Tujuan khusus dan target
65
kegiatan tersebut dicapai dalam dua tahap (selama dua tahun) dan digambarkan
sebagai berikut.
B. Manfaat Penelitian
Hasil R&D ini diharapkan tidak hanya bermanfaat dalam upaya pengem-
bangan pola dan keterampilan gerak dasar anak cerebral palsy di SLB-D1 YPAC
Surakarta, tetapi juga dapat dimanfaatkan sebagai:
1. Dasar implementasi model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra di SLB-
D1 YPAC Surakarta.
2. Aktivitas belajar melalui permainan sederhana yang layak dan menyenangkan
untuk meningkatkan pola dan keterampilan gerak dasar anak cerebral palsy.
Gambar 3.1: Tujuan dan Target
Kegiatan R&D.
PERMASALAHAN
Belum Ada Model Pembelajaran Penjas Adaptif yang Sesuai untuk
Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
TAHAP / TAHUN I
1. Tersusunnya Teori/Konsep tentang Pembe-
lajaran Penjas Adaptif untuk Meningkatkan
KGD Anak CP.
2. Terdeskripsikannya Profil dan Praktik Guru
dalam Pembelajaran Penjas Adaptif untuk
Meningkatkan KGD Anak CP secara empiris
di SLB-D1 YPAC Surakarta.
3. Tersusunnya Draf Model Pembelajaran
Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai
untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
4. Terwujudnya Perangkat Pembelajaran guna
Menopang Implementasi Model Pembelajaran
Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai
untuk Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Perangkat pembelajaran yang dimaksud
berkaitan erat dengan: kurikulum untuk
anak cerebral palsy, lima komponen
sistem pembelajaran, dan model desain
pembelajarannya.
TAHAP / TAHUN II
1. Adanya Model Pembelajaran Penjas
Adaptif Tematik Intra untuk
Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC yang Telah Tervalidasi.
2. Adanya dan Sekaligus Telah Terso-
sialisasikannya CD dan Buku Panduan
Pelaksanaan Pembelajaran Penjas
Adaptif Tematik Intra untuk Mening-
katkan KGD Anak CP di SLB-D1
YPAC pada Pemangku Kepentingan
(Stakeholder).
3. Publikasi dalam Seminar Nasional/
Internasional tentang Hasil Penelitian.
4. Artikel Ilmiah Hasil Penelitian dalam
Jurnal Terakreditasi.
66
3. Sarana sosialisasi aplikasi model pada program dan layanan pembelajaran
Penjas Adaptif lainnya.
4. Bentuk penelitian terapan di bidang pendidikan khusus (special education),
terutama yang bertalian dengan pengembangan model pendidikan jasmani
khusus (special physical education) yang berperan sebagai pelengkap pendi-
dikan khusus yang difokuskan untuk menangani kebugaran fisik dan motorik
anak cerebral palsy, yang saat ini belum banyak diteliti oleh subdisiplin ilmu
pendidikan khusus.
5. Bentuk kajian terapan di bidang ilmu keolahragaan (sport science), khususnya
dalam pengembangan model pendidikan jasmani adaptif (adapted physical
education) yang layak dan menyenangkan untuk meningkatkan pola dan
keterampilan gerak dasar, serta kebugaran fisik dan motorik anak cerebral palsy
yang hingga kini belum banyak dikaji oleh subdisiplin ilmu pendidikan jasmani.
6. Sumber pengembangan model R&D yang relevan sejenis dengan subjek dan
substansi yang berbeda sehingga tercipta model-model pembelajaran Penjas
Adaptif lainnya.
67
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan, Metode, dan Desain Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang diterapkan dalam R&D ini adalah pendekatan deskriptif
kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Kedua pendekatan tersebut digunakan secara
bergantian. Pada tahap pendahuluan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif,
sehingga ditemukan produk atau model hipotetis. Selanjutnya model hipotetis yang
ditemukan diuji dengan menggunakan pendekatan kuantitatif (Sugiyono, 2011).
2. Metode Penelitian
Metode R&D digunakan untuk menghasilkan model tertentu, dan sekaligus
menguji keefektifan model baru tersebut. Jenis dan sifat R&D ini relatif baru,
inovatif, dan impresif (Sukmadinata, 2008). R&D adalah sebuah strategi penelitian
yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktik, dan sekaligus sebagai metode
penelitian untuk menghasilkan model baru melalui suatu proses dan prosedur yang
dapat dipertanggungjawabkan (Setyosari, 2010). Fungsinya tidak untuk menguji
teori, tetapi lebih menekankan pada pengembangan model yang relevan, aplikatif,
dan implementatif (Soenarto, 2006). Spesifikasi model dalam R&D harus
merupakan gambaran yang lengkap dan jelas tentang karakteristik model yang
dihasilkan. Dalam penelitian ini model akhir yang dihasilkan adalah berupa Model
Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD
anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
3. Desain Penelitian
Aplikasi R&D dalam pendidikan dan pembelajaran setidaknya memuat tiga
komponennya, yaitu: (1) model dan prosedur pengembangan, (2) uji coba pengem-
bangan model, dan (3) validasi model. Model dan prosedur pengembangan adalah
dasar yang digunakan untuk mengembangkan model, dan sekaligus untuk
memaparkan tahapan yang ditempuh peneliti dalam menyusun model. Uji coba
pengembangan model adalah untuk mengetahui model yang telah dikembangkan
layak digunakan atau tidak. Dan validasi model dipakai untuk menguji keber-
terimaannya.
68
Secara garis besar ada tiga tahapan dalam proses R&D yang harus ditempuh,
yaitu: (1) studi pendahuluan dengan melakukan pengkajian teori, survei lapangan,
dan penyusunan draf model, (2) uji coba pegembangan model, dan (3) validasi
model yang baru. Tatalangkahnya sebagaimana didiskripsikan dalam desain dan
skema model R&D. Secara skematis rincian kegiatan dalam tahapan R&D yang
ditempuh seperti terlihat dalam gambar 4.1 berikut.
Gambar 4.1: Desain dan Skema Model R&D
Rincian tiap tahap hendaknya dipahami sebagai kerangka kerja penelitian
secara komprehensif dan tidak dilihat secara parsial, serta disesuaikan dengan
pokok permasalahan tiap tahapan dalam R&D. Detail proses dan prosedur R&D
tersebut diuraikan sebagai berikut.
a. R&D Tahun ke-I
Pada tahap Pendahuluan, tujuan khusus yang hendak dicapai adalah:
1). Melakukan kajian literatur, yakni mengkaji dan akhirnya membangun dasar
teori/konsep tentang pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk
Meningkatkan KGD anak CP.
VALIDASI MODEL UJI COBA
PENGEMBANGAN MODEL
(1) Studi
Literatur
(2) Studi/Survei
Lapangan
(5) Uji Coba Lebih Luas
(10–20)
(6) Eksperimen Kuasi dengan Desain “Pretest-Posttest Nonequivalent Control Group”
STUDI PENDAHULUAN
KEGIATAN TAHAP I
KEGIATAN TAHAP II
KEGIATAN TAHAP III
Uji Pengem-bangan
(Purposif)
Uji Model (Nonrandom)
(15 – 30)
(4) Uji Coba Terbatas
(5-10)
Uji Ahli (Purposif)
(4 – 6)
Model Final
Eksperimen dengan De-sain “Single One Shot Case Study”
Eksperimen dengan Desain “One Group Pretest-Posttest”
(3) Penyusunan Draf Model
Penyusunan Perangkat
Model
69
2). Melakukan studi/survei lapangan, yakni mengidentifikasi dan memetakan
kompetensi profesional guru yang mengajar Penjas Adaptif di SLB-D1
YPAC Surakarta, menyusun kebutuhan perangkat pembelajaran Penjas
Adaptif tematik intra yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di
SLB-D1 YPAC Surakarta.
3). Merumuskan dan menyiapkan draf model pembelajaran Penjas Adaptif
tematik intra yang sesuai untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1
YPAC Surakarta dan siap untuk diuji dan/atau direviu oleh beberapa ahli
yang relevan di bidangnya, 4-6 ahli ditentukan secara purposif.
4). Mereviu dalam forum diskusi terbatas yang dihadiri 4-6 ahli bidang ilmu
yang relevan dengan tujuan R&D. Berdasarkan masukan-masukan dari
penyelia, tim peneliti mengadakan penyempurnaan draf model. Draf model
yang sudah disempurnakan kemudian digandakan sesuai dengan kebutuhan
dan disampaikan kepada pihak-pihak terkait, agar di tahap selanjutnya
berlangsung dengan lancar. Draf Model Pembelajaran Penjas Adaptif
Tematik Intra yang Sesuai untuk Meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1
Surakarta telah tersusun.
b. R&D Tahun ke-II
Pada tahap Pengembangan, tujuan khusus yang hendak dicapai adalah:
1). Selesai kegiatan R&D tahun ke-I, kegiatan dilanjutkan ke kegiatan R&D
tahun-II, yakni melakukan uji coba terbatas dan uji coba lebih luas terhadap
model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk meningkatkan KGD
anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta apakah model yang telah dikembang-
kan layak digunakan atau tidak.
2). Uji coba terbatas dan uji coba lebih luas dilakukan di SLB-D1 YPAC
Surakarta (satu-satunya SLB di Surakarta yang mengelola anak CP). Atas
dasar klasifikasi jenis anak CP yang sekolah di SLB-D1 YPAC Surakarta,
maka klasifikasi anak CP yang termasuk: (a) Spastik sejumlah 20 anak, (b)
Athetoid sejumlah 8 anak, (c) Ataksia sejumlah 5 anak, dan (d) Ganda
sejumlah 20 anak. Pada uji coba terbatas dan uji coba lebih luas melibatkan
sejumlah 10 pengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta. Uji coba
70
terbatas hanya melibatkan 5 anak CP Spastik (subjek diambil secara
purposif), sedangkan pada uji coba lebih luas melibatkan 15 anak CP yang
terdiri atas: (a) 5 anak CP Athetoid, (b) 5 anak CP Ataksia, dan (c) 5 anak
CP Ganda (subjek diambil secara purposif). Eksperimen-1 (uji coba
terbatas) dilakukan dengan desain “Single One Shot Case Study”,
sedangkan Eksperimen-2 (uji coba lebih luas) dilakukan dengan desain
“One Group Pretest-Posttest”(Sugiyono, 2011). Perlakuan dalam kedua
eksperimen tersebut melibatkan 10 pengajar Penjas Adaptif guna
melakukan praktik pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra untuk
meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Sebelum uji
coba terbatas dan uji coba lebih luas dilakukan, pengajar Penjas Adaptif
telah merancang pembelajarannya dalam bentuk RPP lengkap. Pedoman
Pengembangan Silabus dan RPP mengacu format Model Silabus Tematik
Intra. Adapun pelaksanaan uji coba terbatas dan uji coba lebih luas
prosedurnya sebagaimana dideskripsikan di desain dan skema model R&D
gambar 4.1.
3). Selama proses pembelajaran berlangsung baik pada uji coba terbatas dan
pada uji coba lebih luas tim peneliti mengamati dan mencacat terhadap
perilaku guru yang sedang mengajar Penjas Adaptif dengan lembar
observasi tertentu. Selain itu, pengamatan dan pencatatan juga dilakukan
terhadap respon, aktivitas dan kemajuan-kemajuan yang dicapai siswa
dengan lembar observasi tertentu.
4). Evaluasi dan penyempurnaan terus dilakukan oleh tim peneliti, baik pada
waktu uji coba terbatas maupun pada waktu uji coba lebih luas, hingga
model hipotetik pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang sesuai
untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta terwujud.
Pada tahap Validasi Model, tujuan khusus yang hendak dicapai adalah:
1). Memvalidasi model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra yang sesuai
untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta melalui
Eksperimen Kuasi dengan desain “Pretest-Posttest Nonequivalent Control
Group” (Aznam et al, 2006). Desain ini juga disebut sebagai “Untreated
71
Control Group Design with Pretest-Posttest” (Setyosari, 2010). Uji validasi
model merupakan tahap pengujian keampuhan dari model yang dihasilkan.
Dalam pelaksanaan uji validasi digunakan kelompok subjek (intact group),
yaitu kelompok eksperimen (KE) dan kelompok kontrol (KK). Subjek
diambil tidak secara acak, hingga terdapat kelemahan-kelemahan jika
dibandingkan dengan desain eksperimen murni. Garis putus-putus di antara
KK dan KE menunjukkan subjek kelompok ditetapkan tidak secara random
(nonrandomly assigned groups). Jumlah subjek untuk KE dan KK masing-
masing adalah 20 (10+10) anak CP, terdiri atas 2 (dua) jenis klasifikasi CP:
Spastik dan Ganda, serta melibatkan 10 (sepuluh) pengajar Penjas Adaptif
di SLB-D1 YPAC Surakarta. Anak CP Athetoid dan Ataksia sejumlah 13
anak tetap diikutsertakan dalam pembelajaran, tetapi tidak dianalisis.
Ilustrasi desain eksperimen kuasi yang dimaksud adalah seperti terlihat
dalam gambar 4.2 berikut.
Gambar 4.2: Desain Eksperimen Kuasi untuk Uji Validasi Model
2). Tim peneliti mengadakan analisis dan membuat simpulan hasil uji validasi.
Selanjutnya menyosialisasikan CD dan Buku Pedoman Pelaksanaan
Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk
Meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
B. Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada R&D ini secara eksplisit telah tercantum seperti
halnya dalam rumusan masalah, tujuan dan target R&D sebelumnya. Oleh karena
itu, pendeskripsian tentang variabel penelitian secara rinci tidak diperlukan lagi.
R&D merupakan metode penelitian untuk menghasilkan produk atau model
tertentu, dan selanjutnya menguji keefektifan produk atau model baru tersebut.
O1 X O2 (eksperimen)
O3 O4 (kontrol)
O1 & O3 = Pretest
O2 & O4 = Posttest
X = Perlakuan berupa
Penerapan Model
72
C. Subjek Penelitian
Perincian jumlah anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta yang terdaftar aktif
dan digunakan sebagai subjek R&D sebagaimana tertera pada tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1: Rincian Jumlah Siswa CP Terdaftar Aktif di SLB-D1 YPAC Surakarta
No. Klasifikasi CP Jumlah
1. Spastik 20
2. Athetoid 8
3. Ataksia 5
4. Ganda 20
Jumlah: 53
Total Subjek Penelitian:
Dari rincian jumlah tabel 4.1 di atas, maka untuk kepentingan pengambilan
subjek penelitian selanjutnya dapat dilakukan. Pengambilan subjek penelitian pada
R&D ini mendasarkan pada tujuan dan kebutuhan yang hendak dicapai.
Mencermati karakteristik dan jumlah subjek penelitian di SLB-D1 YPAC Surakarta
tersebut, maka pengambilan sampel pada setiap kelompok atau klasifikasi anak CP
perlu dilakukan secara hati-hati. Jumlah pada masing-masing kelompok tidak sama,
dan ini memerlukan pemikiran tersendiri dalam implementasi pengambilan subjek
kelompok. Idealnya untuk meneliti apakah suatu perlakuan sebagai pemecahan
problem pendidikan dan pembelajaran memang memakai pendekatan eksperimen
yang sebenarnya, akan tetapi permasalahannya adalah bahwa random assignment
pada subjek penelitian tidak selalu dapat dilaksanakan; karena sampel terbatas.
Dalam kondisi demikianlah diperlukan R&D dengan perlakuan (treatment), namun
dengan kelompok subjek (intact group) apa adanya. Oleh karena itu, teknik
pengambilan sampel yang ditempuh pada R&D ini adalah purposif dan nonrandom.
Pada R&D kali ini, prosedur pemilihan subjek kelompok dilakukan mulai dari
tahap pengembangan model (saat uji coba terbatas dan uji coba lebih luas, atau saat
eksperimen-1 dan eksperimen-2), dan berakhir pada tahap validasi model (saat
eksperimen kuasi). Desain pengambilan subjek kelompok tersebut diilustrasikan
seperti tertera dalam gambar 4.3 berikut.
73
Gambar 4.3: Desain Pengambilan Subjek Penilitian
TA
HA
PA
N R
&D
JENIS KEGIATAN DAN
PENGAMBILAN SUBJEK
KELOMPOK PENELITIAN
JUMLAH ANAK CP TERDAFTAR AKTIF
di SLB-D1YPAC SURAKARTA
S
pas
tik
A
thet
oid
A
tak
sia
G
and
a
Ju
mla
h T
eruk
ur
Tah
ap R
&D
I
(S
tud
i P
end
ahu
luan
) Hasil Survei Lapangan 20 8 5 20 53
15
3
0
15
Tah
ap P
eng
emb
ang
an M
od
el
(Uji
Co
ba
/ E
ksp
erim
en)
Uji Coba Terbatas (Purposif)
Eksperimen dengan Desain
“Single One Shot Case Study”
5 5
Uji Coba Lebih Luas (Purposif)
Eksperimen dengan Desain
“One Group Pretest-Posttest”
5
5
5
15
Tah
ap V
alid
asi
Mo
del
(Ek
sper
imen
Kuas
i)
Eksperimen Kuasi (Nonrandom)
dengan Desain “Pretest-Posttest
Nonequivalent Control Group”
Jumlah Subjek yang Dianalisis:
5+15
= 20
10+10
= 20
5+15
= 20
10+10
= 20
40
Jumlah Subjek yang Tidak Dianalisis: 8 5 13
Note:
Dalam Proses Pembelajaran Anak CP Athetoid dan Ataksia Tetap Diikutsertakan.
74
D. Pelaksanaan Penelitian
1. Tempat
R&D ini dilaksanakan di SLB-D1 Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC)
Surakarta, yang beralamat di Jalan Slamet Riyadi No.364 Surakarta, menggunakan
tiga tempat, yaitu:
a. Ruang Pertemuan YPAC Surakarta, untuk workshop dan reviu penyusunan
perangkat dan draf model.
b. Aula dan Lapangan Olahraga YPAC Surakarta, untuk pelaksanaan tes,
pengukuran dan pembelajaran Penjas Adaptif.
2. Waktu
Untuk Tahap/Tahun I, dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Nopember 2012
(Untuk Tahap/Tahun II, waktu belum dapat dirinci).
3. Personil
a. Tenaga Ahli
Tabel 4.2: Rincian Tenaga Ahli yang Terlibat dalam Kegiatan Reviu Penyusunan
Perangkat dan Draf Model
No Nama Lengkap dan Gelar Jabatan/Status Keterangan
1. Dr. Yudy Hendrayana Dosen FPOK UPI Bandung.
Pakar Bidang
Strategi Pendidikan Jasmani Adaptif
2. Drs. A. Salim Khoiri, M.Kes. Dosen Pendidikan Khusus FKIP UNS Surakarta
Pakar Bidang
Asesmen Fisik Anak CP
3. Drs. Sarwono, M.S. Dosen PJKR JPOK FKIP UNS Surakarta
Pakar Bidang
Pembelajaran Tematik
4. Dra. Ismaryati, M.Kes. Dosesn PKOR JPOK FKIP UNS Surakarta
Pakar Bidang Evaluasi Pembelajaran
5. Priyono, S. Pd., M.Si. Dosen Pendidikan Khusus FKIP UNS Surakarta
Pakar Bidang Ortopedagogik Anak Tunadaksa
6. Linda Harumi, A. Md.OT. Praktisi, Proses Studi Lanjut di POLTEKES Surakarta
Bidang Terapis Anak CP
75
b. Tenaga Pengajar Penjas Adaptif
Tabel 4.3: Rincian Tenaga Pengajar Penjas Adaptif di SLB-D1 YPAC Surakarta
No Nama Lengkap dan Gelar Jabatan/Status Keterangan
1. Sri Lestari, S.Pd. Guru Kelas -
2. Nikmah, M.Pd. Guru Kelas -
3. Titin Handayani, S.Pd. Guru Kelas -
4. Ester Sri Mawarni Guru Kelas -
5. Anyk Wienarsih, S.Pd. Guru Kelas -
6. Sri Mulyani Guru Kelas -
7. Dra. Bania Guru Kelas -
8. Warjiah Guru Kelas -
9. Afti Lestari Guru SLB-A -
10. Drs. Mugiyono Kepala Sekolah SDLB-D1 -
11. Drs. Kauliani Kepala Sekolah SMP YPAC -
12. Dra. Endang Murtiningsih Kepala Sekolah SDLB-D -
c. Jadwal Penelitian pada Tahun Pertama
E. Pengumpulan Data
Semua instrumen penelitian yang digunakan dalam R&D ini telah
dipersiapkan dan dikaji sebelumnya, serta layak untuk dipakai. Dalam R&D ini
menggunakan beberapa instrumen untuk mengukur variabel penelitian, antara lain:
a. TGMD-2 untuk mengukur keterampilan gerak dasar (KGD).
b. Angket untuk mengetahui respon pengajar Penjas Adaptif, pengelola, dan siswa
di SLB-D1 YPAC Surakarta tentang: (1) dukungan dalam menyiapkan
perangkat pembelajaran, (2) substansi dan fleksibilitas struktur model pembe-
Jenis Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7
1. Persiapan
2. Pelaksanaan Penelitian
- Pengumpulan data
- Anallisis dan interpretasi data
- Merancang draf model
3. Pelaporan
- Penyusunan draf laporan
- Revisi draf laporan
- Penyusunan laporan akhir dan penggandaan
76
lajaran, (3) kesesuaian dengan dukungan alat dan media pembelajaran, (4)
potensi dukungan dari pemangku kepentingan, dan (5) dampak penerapan
model pembelajaran yang diteliti pada KGD anak CP dan dukungan pengajar
dalam menjalankan profesinya, khususnya dalam menyusun rencana
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan mengevaluasi hasil belajar.
c. Wawancara untuk mengetahui kendala-kendala terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran Penjas Adaptif.
d. Observasi untuk mengetahui peristiwa atau kejadian selama proses belajar
mengajar berlangsung.
F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya diklasifikasi, dikalkulasi, dan dianalisis
menurut masalah dan tujuan analisis yang hendak dicapai. Analisis data pada tahun
ke-1 diterapkan pendekatan deskriptif kualitatif, sedangkan pada tahun ke-2 analisis
diterapkan pendekatan inferensial kuantitatif. Untuk memaknai data pada R&D
secara keseluruhan, maka analisis data dilakukan: (1) secara deskriptif kualitatif
dan (2) secara inferensial kuantitatif, yakni dengan menguji beberapa hipotesis
statistik. Beberapa teknik analisis data diterapkan sesuai permasalahan yang hendak
dijawab, antara lain: (a) statistik deskriptif, (b) uji prasyarat analisis, (c) uji anava
dan uji t, dan (d) uji anakova. Komputasi analisis data R&D tahun ke-2 dilakukan
dengan mengaplikasikan program SPSS atau PASW. Melalui aplikasi program
tersebut, analisis statistik dapat dilakukan dengan lebih mudah, komprehensif, dan
simultan, karena di dalamnya terkandung beberapa program yang telah terintegrasi.
77
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini merupakan hasil penelitian R&D tahun pertama dari dua
tahun penelitian yang direncanakan. Secara umum penelitian ini bertujuan
menemukan Model Pembelajaran Penjas Adaptif Tematik Intra yang Sesuai untuk
Meningkatkan KGD Anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta. Tujuan tersebut akan
dicapai dalam dua tahun penelitian. Tahun pertama penelitian menghasilkan (1)
Profil dan praktik guru dalam proses pembelajaran Penjas Adaptif untuk
meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SDLB-D1 YPAC Surakarta, dan (2)
Model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra hasil pengembangan yang sesuai
untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta.
Sebagai pembuka wawasan, akan disajikan data tentang: jumlah SLB yang
ada di Surakarta tahun 2012 (tabel 5.1), jumlah siswa SLB di Jawa Tengah menurut
jenis kecacatan tahun 2012 (tabel 5.2), jumlah siswa CP di Jawa Tengah berdasar
sekolah penyelenggara dan jenjang pendidikan tahun 2012 (tabel 5.3), jumlah siswa
SDLB-D1 di SLB YPAC berdasar jenjang kelas dan jenis kelamin tahun 2012
(tabel 5.4), dan jumlah siswa CP di SLB D dan D-1 YPAC Surakarta berdasar
klasifikasi CP tahun 2012 (tabel 5.5).
Tabel 5.1: Sekolah Luar Biasa di Surakarta Tahun 2012
No Nama Sekolah Alamat
1. SLB Negeri JL.Cocak X, Mangkubumen
2. SLB A YKAB Jl Cokroaminoto No 43
3. SLB B YAAT JL. Wisanggeni Serengan
4. SLB B YRTRW Gumunggung Banjarsari
5. SLB B C & AUTIS YBA JL. Kahar Mudzakir No 40 Pasar Kliwon
6. SLB B C Panca Bakti Mulia Jl Sumbing VI No 65
7. SLB C YPSLB Jl. Jendral A. Yani 374 A Kerten
8. SLB C Setya Darma Jl Mr Sartono No32
9. SLB CG YPPCG Badran RT. 02 RW 11 Mojosongo
10. SLB C1 YSSD Jl Mr Sartono No.32 Nusukan
11. SLB D YPAC Jl. Slamet Riyadi 364
12. SLB D1 YPAC Jln.Slamet Riyadi No.364
13. SLB E Prayuwana Nayu Utara Kadipiro
14. SLB E Bhina Putera Jl Bibis Baru No 03 Banjarsari
15. SLB Autis Harmoni Jl Sungai Indragiri 70
16. SLB Autis Alamanda Jl Siwalan RT02 RW14 Kerten
17. SLB Autis AGCA Center JL Kapt. Mulyadi No. 48 Jebres Data diolah, sumber: http://bpdiksus.org, diakses tanggal 29 Oktober 2012 dan
http://www.dikpora-solo.net/ diakses tanggal 3 November 2012
78
Tabel 5.2: Jumlah Siswa SLB di Jawa Tengah Menurut Jenis Kecacatan Tahun
2012
Klasifikasi Jenis Kecacatan Jumlah
A Tunanetra 362
B Tunarungu 3327
C Tunagrahita ringan 5707
C1 Tunagrahita sedang 2431
D Tunadaksa ringan 277
D1 Tunadaksa sedang 122
E Tunalaras 169
F Tunawicara 38
G Tunaganda 80
- Autis 531 Sumber: http://bpdiksus.org, diakses tanggal 2 November 2012
Gambar 5.1: Jumlah Siswa SLB di Jawa Tengah Menurut Jenis Kecacatan Tahun
2012
79
Tabel 5.3: Jumlah Siswa CP di Jawa Tengah Berdasar Sekolah Penyelenggara dan
Jenjang Pendidikan Tahun 2012
No Sekolah Penyelenggara TK SD SMP SMA
1. SLBN Ungaran 2 1 2
2. SLBN Jepon Blora 3
3. SDLBN Gumilir Cilacap 1
4. SLB ABCD Kuncup Mas Banyumas 1
5. SDLBN Kota Pekalongan 3 1
6. SDLB PRI Pekalongan 1
7. SLB-D1 YPAC Surakarta 38
8. SLBD YPAC Semarang 10 - 11 8
9. SLBN Kota Magelang 10
10. SLB Bina Putra Salatiga 2 1
11. SLB ABC Swadaya Kendal 3
12. SLB B-C YPCM Boyolali 4
13. SLBN SRAGEN 4
∑ 13 SLB 10 72 12 11 Sumber: http://bpdiksus.org, diakses tanggal 2 November 2012
Gambar 5.2: Jumlah Siswa CP di Jawa Tengah Berdasar Sekolah
Penyelenggara dan Jenjang Pendidikan Tahun 2012
80
Tabel 5.4: Jumlah Siswa SDLB-D1 di SLB YPAC Berdasar Jenjang Kelas dan
Jenis Kelamin Tahun 2012
Kelas Laki-laki Perempuan Jumlah
Kelas 1 4 4 8
Kelas 2 5 3 8
Kelas 3 4 2 6
Kelas 4 5 5 10
Kelas 5 3 5 8
Kelas 6 3 3 6
Jumlah 24 22 46
Sumber: Catatan data siswa SLB YPAC Surakarta tahun 2012
Gambar 5.3: Jumlah Siswa SDLB-D1 di SLB YPAC Berdasar Jenjang Kelas
dan Jenis Kelamin Tahun 2012
Tabel 5.5: Jumlah Siswa CP di SLB D dan D-1 YPAC Berdasar Klasifikasi CP
Tahun 2012
Jenis CP Jumlah
Spastik 20 orang
Athetoid 8 orang
Ataksia 5 orang
Ganda-----(spastik + ataksia) 20 orang
Jumlah 53 orang
81
Gambar 5.4: Jumlah Siswa CP di SLB D dan D-1 YPAC Berdasar Klasifikasi
CP Tahun 2012
Tabel: 5.6: Jumlah Siswa CP di SLB YPAC Berdasar Klasifikasi Berat-
ringannya Kecacatan
Klasifikasi Jumlah
Ringan 7 --------------masuk kelas D
Sedang 46 -------------masuk kelas D1
Jumlah 53
Gambar 5.5: Jumlah Siswa CP di SLB YPAC Berdasar Klasifikasi Berat-
ringannya Kecacatan Tahun 2012
82
A. Profil dan Praktik Guru dalam Pembelajaran Penjas Adaptif untuk Meningkatkan
KGD anak CP di SDLB-D1 YPAC Surakarta
Deskripsi tentang profil dan praktik guru dalam pembelajaran penjas adaptif
untuk meningkatkan KGD anak CP secara empiris di SDLB-D1 YPAC Surakarta
dalam penelitian ini ditinjau dari latar belakang pendidikan guru, profesionalisme
guru dalam mengajar penjas untuk anak CP, dan fasilitas olahraga yang tersedia.
1. Latar Belakang Pendidikan Guru
Guru di SLB D-1 YPAC Surakarta berjumlah 10 orang, terdiri atas 1orang
kepala sekolah, 6 orang guru kelas, 1 orang guru agama, dan 2 orang guru
keterampilan. Secara rinci dapat dilihat pada tabel 5.7.
Tabel 5.7: Daftar Guru SDLB-D1 YPAC Surakarta
No Nama Jenis
Kelamin Jabatan
Pendidikan
Terakhir Masa Kerja
1 Drs. Mugiyono L Ka. Sek S-1 PLB 28 th 04 bln
2 Sri Lestari, S.Pd P Guru S-1 PLB 05 th 06 bln
3 Nikmah, M.Pd P Guru S-1 PLB 26 th 05 bln
4 Titin Handayani, S.Pd P Guru S-1PLB 03 th 05 bln
5 Ester Sri Mawarni P Guru SGPLB 24 th 12 bln
6 Anyk Wienarsih, S.Pd P Guru S-1 PLB 09 th 10 bln
7 Tri Mulyani P Guru S-1 PLB 06 th 05 bln
8 Dra. Baniyah P Guru S-1 PLB 24 th 12 bln
9 Suharni P Guru SMA 09 th 05 bln
10 Endang Indarti P Guru SMKK 04 th 00 bln
Bila ditinjau dari latar belakang pendidikan, terdapat 7 orang berlatar
belakang Pendidikan Luar Biasa (6 orang Sarjana PLB, 1 SGPLB), masing-
masing 1 orang lulusan SMA, dan SMKK. Dari data di atas, diketahui bahwa
tidak ada satupun guru yang berlatar belakang pendidikan jasmani.
2. Profesionalisme Guru dalam Mengajar Penjas Adaptif untuk Anak CP
Dari dukumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan merupakan media untuk mendorong
pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan
dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap-mental-emosional-sportivitas-
spiritual-sosial), serta pembiasaan pola hidup sehat yang bermuara untuk
merangsang pertumbuhan dan perkembangan kualitas fisik dan psikis yang
seimbang.
83
Standar Kompetensi dan kompetensi dasar bagi tunadaksa disesuaikan
dengan kondisi anak yang berkebutuhan khusus. Standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan
harus dipelajari, dilatihkan dikuasi atau dimahirkan kepada peserta didik
disetiap kelas pada jenjang Sekolah Dasar Luar Biasa. Pembelajaran pendidikan
jasmani, olahraga, dan kesehatan dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan
kekhususan peserta didik.
Tujuan pembelajaran penjas adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan mampu: (1) Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam
upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup
sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih, (2)
Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik, (3)
Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar, (4) Meletakkan
landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang
terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan, (5)
Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama,
percaya diri dan demokratis, (6) Mengembangkan keterampilan untuk menjaga
keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan, (7) Memahami konsep
aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi
untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan
kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.
Untuk mencapai tujuan di atas, materi pelajaran penjas dikelompokkan ke
dalam ruang lingkup: (1) Permainan dan olahraga meliputi: olahraga
tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-
lokomotor, dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola
basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta
aktivitas lainnya, (2) Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap
tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas
lainnya, (3) Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan
tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya,
(4) Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam
84
aerobik serta aktivitas lainnya, (5) Aktivitas air meliputi: permainan di air,
keselamatan air, keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas
lainnya, (6) Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan
lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung
Pembelajaran Penjas Adaptif adalah proses untuk memberdayakan,
mengoreksi dan mengembangkan semua potensi untuk ABK termasuk di
dalamnya anak CP, baik potensi akademik (kognitif, afektif, psikomotor),
potensi kepribadian, potensi sosial, dan potensi vokasional ke arah yang lebih
baik menuju kedewasaan.
Berdasarkan kelaian pada sistem serebral, salah satu golongan tunadaksa
adalah Cerebral Palsy. Siswa di SLBD YPAC Surakarta berjumlah 53 orang,
dengan jenis CP spastik, athetoid, ataksia, dan ganda (tabel 5.5). Setiap jenis CP
memiliki karakteristik yang berbeda, dengan demikian seharusnya praktik
pembelajaran penjas juga diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan spesifik
masing-masing jenis CP.
Dalam menentukan aktivitas program pembelajaran Penjas Adaptif untuk
anak CP harus: (1) mendasarkan pada hasil identifikasi dan observasi pada
kebutuhan individu, (2) dirancang secara khusus, bersifat individual, kelompok
kecil, dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan anak CP, (3) dilaksanakan
dengan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan anak CP dan
menggunakan metode bagian dan keseluruhan, atau dengan metode kombinasi
bagian-keseluruhan; yang di dalamnya menggunakan beberapa teknik
modifikasi, dan (4) teknik-teknik modifikasi dapat dilakukan dengan cara
memodifikasi fasilitas dan peralatan, memodifikasi aturan main dan jenis
kegiatan, memodifikasi keterampilan dan teknik pelaksanaan gerak, dan
memodifikasi teknik.
Melalui penelusuran dokumen, wawancara mendalam, serta pengamatan
di lapangan, didapatkan fakta bahwa guru yang mengajar Penjas Adaptif di
SLB-D1 YPAC Surakarta adalah guru kelas, hal ini disebabkan sekolah tersebut
tidak memiliki guru penjas. Kecuali guru keterampilan, guru yang mengajar di
SLB-D1 YPAC berlatar belakang pendidikan Pendidikan Luar Biasa (tabel 5.7),
85
sehingga ketika harus melaksanakan proses belajar mengajar di luar bidangnya
guru tersebut mengalami banyak kendala.
Dari wawancara terhadap guru-guru tersebut, ditemukan bahwa mereka
tidak memiliki pemahaman tentang penjas, sehingga praktik pembelajaran
penjas dilaksanakan hanya sebatas kemampuan guru. Salah satu contoh
pelaksanaan pembelajaran penjas yang ditemukan di lapangan adalah:
―Pelajaran penjas dilaksanakan pada hari dan jam yang sama, yakni hari
Jum‘at mulai jam 08.00 sampai dengan selesai, untuk semua kelas; dari kelas 1
sampai dengan kelas 6, baik SDLB-D maupun SDLB-D1. Aktivitas yang
paling sering dilakukan adalah senam dan kemudian dilanjutkan berjalan di
lingkungan sekitar sekolah. Setiap guru kelas bertanggung jawab membawa
kelasnya melaksanakan kegiatan pembelajaran tersebut. Setiap guru kelas tidak
menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran, aktivitas yang dilaksanakan
biasanya ditentukan secara spontan sesuai dengan situasi dan konsidi saat itu.
Penilaian dilakukan berpatokan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM),
yakni 60. KKM ini dibuat hanya berdasar perkiraan, tidak seperti yang
seharusnya; memperhatikan kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta
didik‖
Fakta di atas menunjukkan bahwa praktik pembelajaran penjas adaptif
belum dilaksanakan seperti yang seharusnya karena: (1) aktivitas pembelajaran
yang dilaksanakan tidak dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran penjas
adaptif, (2) aktivitas yang dilakukan tidak sesuai dengan ruang lingkup materi
pelajaran penjas, (3) tidak mendasarkan pada hasil identifikasi dan observasi
pada kebutuhan individu anak CP, (4) tidak dirancang secara khusus, bersifat
individual, kelompok kecil, dan berjenjang sesuai dengan kebutuhan anak CP,
(5) tidak dilaksanakan dengan pendekatan yang berorientasi pada kebutuhan
anak CP dan menggunakan metode bagian dan keseluruhan, atau dengan
metode kombinasi bagian-keseluruhan dan (6) tidak memodifikasi fasilitas dan
peralatan, memodifikasi aturan main dan jenis kegiatan, memodifikasi
keterampilan dan teknik pelaksanaan gerak, dan memodifikasi teknik, (7) tidak
melakukan penilaian hasil belajar penjas adaptif yang sesuai untuk anak CP;
86
dalam menetapkan KKM, guru tidak mempertimbangkan aspek kompleksitas,
daya dukung, dan intake peserta didik.
Uraian di atas menunjukkan bahwa dalam mengajar penjas adaptif, guru
belum menerapkan prinsip DAP, struktur materi pembelajaran, dan media
pembelajaran yang menarik, belum mempertimbangkan setiap jenis CP ke
dalam rekayasa pengembangan pembelajaran yang dirancangnya, dan belum
melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa sesuai standar BSNP Thn.
2007, dengan demikian dapat katakana bahwa guru SDLB-D1 YPAC Surakarta
belum professional dalam melaksanakan pembelajaran penjas adaptif.
3. Fasilitas Olahraga yang Tersedia
Fasilitas olahraga yang dimiliki oleh SDLB-D1 YPAC Surakarta sangat
terbatas dan tidak mendukung terlaksananya pembelajaran penjas secara baik.
a. Prasarana
1) SDLB-D1 tidak memiliki lapangan olahraga maupun aula atau gedung
yang khusus digunakan untuk pelaksanaan pembelajaran penjas.
Pembelajaran penjas dilaksanakan di halaman yang biasanya digunakan
untuk upacara. Kondisi halaman tersebut tidak beratap dan tidak ada
pohon yang meneduhkan, sehingga halaman tersebut sangat panas dan
tidak dapat digunakan apabila sedang hujan.
2) YPAC memiliki kolam renang, namun kolam tersebut tidak digunakan
untuk pembelajaran penjas tetapi untuk kepentingan pelayanan terapi
bagi masyarakat yang membutuhkan.
b. Sarana
Sarana yang diperlukan bagi berlangsungnya pembelajaran yang
dimiliki oleh SDLB-D1 YPAC juga sangat terbatas. SDLB-D1 YPAC
hanya memiliki 2 buah bola voli, 2 buah bola sepak, 3 buah peluru
berkururan 4 kg. Alat-alat tersebut tidak dapat digunakan oleh siswa CP
karena berukuran standar. Di sisi lain, guru juga tidak membuat alat
pembelajaran penjas yang diadaptasikan sesuai dengan kebutuhan spesifik
siswa CP.
87
B. Model pembelajaran Penjas Adaptif tematik intra hasil pengembangan yang sesuai
untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta
Cerebral Palsy adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
sekelompok kondisi kronis yang mempengaruhi gerakan tubuh dan koordinasi otot.
Kondisi CP itu sendiri tidak progresif (tidak menjadi lebih buruk), namun konsidi
sekunder dapat berkembang dan dapat menjadi lebih baik dari waktu ke waktu,
menjadi lebih buruk, atau tetap sama. Walaupun Cerebral Palsy tidak dapat
disembuhkan, namun latihan dan terapi dapat meningkatkan fungsi potensi gerak
yang masih tersisa.
Dalam layanan pendidikan, anak CP tergolong dalam anak tunadaksa sedang,
yang mendapat layanan di sekolah khusus SDLB- D1. Pelayanan pendidikan di unit
ini, diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang mempunyai problema seperti, emosi,
persepsi atau campuran dari ketiganya disertai problema penyerta retardasi mental.
Kelompok anak tunadaksa sedang ini mempunyai intelektual di bawah rata-rata
anak normal.
Berdasar peraturan menteri pendidikan nasional RI nomor 22 tahun 2006
tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah, peserta didik
berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk
mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari.
Kurikulum untuk peserta didik di SDLB-D1 dirancang sangat sederhana
sesuai dengan batas-batas kemampuannya dan sifatnya lebih individual.
Pembelajaran untuk satuan pendidikan ini menggunakan pendekatan tematik.
Pengembangan SK dan KD diserahkan kepada satuan Pendidikan Khusus yang
bersangkutan dengan memperhatikan tingkat dan jenis satuan pendidikan.
Pembelajaran Penjas Adaptif dalam adalah proses untuk memberdayakan,
mengoreksi dan mengembangkan semua potensi anak CP, baik potensi akademik
(kognitif, afektif, psikomotor), potensi kepribadian, potensi sosial, dan potensi
vokasional ke arah yang lebih baik menuju kedewasaan. Kualitas proses
pembelajaran Penjas Adaptif anak CP bergantung pada tingkat partisipasi dan jenis
kegiatan belajar yang dihayati anak CP sebagai pembelajar, mutu fasilitas
pembelajaran dan suasana waktu belajar, dan peran guru Penjas Adaptif dalam
proses pembelajaran.
88
Peran Penjas Adaptif dalam kurikulum sekolah adalah untuk membantu siswa
mengembangkan kompetensi dan kepercayaan yang diperlukan untuk memadukan
aktivitas fisik secara teratur dalam kehidupan mereka. Melalui keterlibatan yang
baik dalam program Penjas Adaptif, siswa dapat memperoleh manfaat fisik dan
pribadi.
Satu bagian yang terpenting dalam Penjas Adaptif adalah pembelajaran KGD,
karena KGD memberikan landasan yang luas bagi kemampuan gerak yang lebih
rumit, agar keterampilan yang lebih tinggi dapat dikembangkan. Tanpa memiliki
KGD, kecil kemungkinannya siswa mempelajari keterampilan gerak yang terkait
dengan keterampilan olahraga.
Penguasaan terhadap KGD telah terbukti memengaruhi siswa dalam banyak
hal. Mereka akan secara terlibat secara aktif dalam olahraga dan aktivitas gerak
memberi keuntungan dalam kebugaran jasmani yang berhubungan dengan
kesehatan, dan secara sosial merasa lebih diterima oleh lingkungannya. Intinya,
KGD membantu menyiapkan siswa untuk bergaya hidup sehat.
1. Model Pembelajaran Tematik Intra
Pembelajaran KGD di SDLB-D1 YPAC Surakarta dilakukan dengan
menggunakan Model ―Tematik Intra‖. Yang dimaksud dengan model adalah
―sesuatu rencana yang menggambarkan adanya pola berpikir dan kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pendidikan dan
pembelajaran, dan merupakan analogi dari suatu konsep yang dideskripsikan
dalam bentuk uraian dan bagan alir atau dalam bentuk narasi dan grafis.
Tematik mengacu pada pilihan dan kepemilikan, atau terkait dengan
subjek materi, topik, ide, tema, atau proposal tertentu. Tema yang dimaksud
adalah pokok pikiran atau ide utama yang menjadi fokus pemaduan. Dalam
konteks pendidikan jasmani adaptif, pembelajaran tematik adalah pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
keterampilan gerak yang digunakan dalam pendidikan jasmani, olahraga, dan
kesehatan (interaksi tema keterampilan/skil dan konsep gerak) sehingga dapat
memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema yang disepakai dalam
model pembelajaran penjas adaptif ini adalah: (1) keterampilan lokomotor, (2)
keterampilan stabilitas/nonlokomotor/nonmanipulatif, dan (3) keterampilan
manipulatif.
89
Intra adalah bentuk terikat di dalam, artinya terkait dengan pelaksanaan
mata pelajaran tertentu. Tematik intra yang disepakati sebagai model
pembelajaran penjas adaptif untuk anak CP di SDLB-D1 YPAC adalah
pembelajaran penjas adaptif dengan tema terpilih yang berisi keterpaduan
aktivitas keterampilan lokomotor, keterampilan stabilitas/nonlokomotor
/nonmanipulatif, dan keterampilan manipulatif.
Dalam memilih tema dan aktivitas di dalamnya selalu menerapkan prinsip
pertumbuhan, perkembangan, dan kematangan individu, prinsip perbedaan
individu, dan prinsip developmentally appropriate practice (DAP) agar
pembelajaran penjas adaptif layak dan menyenangkan. DAP melibatkan minat
anak, sesuai dengan umur, pengalaman dan kemampuan anak, serta membantu
anak mengalami tantangan yang bermakna dalam mencapai tujuan belajar. Tiga
matra atau dimensi konsep DAP adalah: (1) layak atau patut menurut umur,
artinya sesuai dengan tahapan-tahapan perkembangan anak, (2) layak atau
sepantasnya menurut lingkungan sosial budaya, yakni sesuai dengan
pengalaman belajar yang bermakna, relevan dengan kondisi sosial budaya, dan
(3) layak secara individual, yaitu sesuai dengan pertumbuhan dan karakteristik
anak, kelebihannya, ketertarikannya dan berbagai pengalaman pribadinya
Tema dan aktivitas KGD yang terpilih sebagai materi pembelajaran penjas
adaptif untuk anak CP di SDLB-D1 YPAC seperti yang tercantum dalam tabel
5.8.
Tabel 5.8: Tema dan Aktivitas Permainan Terpilih untuk Meningkatkan KGD anak
CP di SLB-D1 YPAC Surakarta
TEMA LOKOMOTOR
Walking Runing Jumping Dogging Hopping Skiping Additional locomotor Activities
Spiral Korero Kiri Can You Jump Far
Exploring Dodging
Enjoying Hopping
Let’s Try Skipping
Cooperative Musical Hoops
Speed Up-Slow Down
City Gates Jumping Combinations
Freeze and Count Tag
Hopping Far and Hight
Poison Circle Big A, Little A
Point to Point Fast Cars Feel the Spring Ball Tag Long Hopping Relay
Chain Tag Mahunga (Heads) and Kumu (Butts) Tag
Line Walking Rob the Nets Can You Jump Up?
Snatch the Flag Traditional Hopscotch and Snail Hopscotch
Ring-A-Ring O Rosy
Hunt the Beanbag
90
TEMA STABILITAS
Landing Balance Rotations Additional stability
activities
Landing on Feet Let’s Have Fun Body Shapes Rotating the Body and Body Parts
Bumper Cars
Landing on Hands-Falling Forward
Climbing-It’s a Balancing Act Turning Around a Long Axis Tunnel Relay
Landing on Hands-Falling Backward
Puzzle Balance Log Rolling Pushing and Pulling Challenges in Pairs
Landing on Hands-Falling Sideways
Cooperative Balance Rotating With A Partner Pushing and Pulling in Small Groups
TEMA MANIPULATIF
Trhrowing and Cathing
Striking with the hand(s)
Striking with the feet
Striking with an implement
Additional manipulative activities
Catching With a Partner
The Bouncing Ball Kicking at A Target Hitting Off a Tee Scoring a Tone
Circle Catch Underhand Striking Twiser Another Go You’ve Got Mail
Force Back Over it Goes Kicking for Goal Rocket Range Piggy In the Middle
Catch It Circle Volley Spinders Break the Line Crab Soccer
2. Pengukuran Hasil KGD siswa CP di SLB-D1 YPAC Surakarta
Hasil belajar KGD siswa CP di SLB-D1 YPAC Surakarta akan
diukur dengan Test of Gross Motor Development-2 (TGMD-2) (Ulrich, 2000).
Tes ini dipilih karena memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas. Tes baku ini
dinyatakan valid dan reliabel untuk tujuan R&D (Shih-Heng Sun et al, 2011;
Zuvela et al, 2011).
91
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Profil dan Praktik guru dalam pembelajaran Penjas Adaptif untuk
meningkatkan KGD anak CP di SLDB-D1 YPAC Surakarta
a. Latar belakang pendidikan guru: SLB-D1 YPAC Surakarta memiliki 10
orang guru, tidak ada satupun yang berlatar belakang Pendidikan Jasmani.
Mereka berlatar belakang Pendidikan Luar Biasa (6 orang Sarjana PLB, 1
SGPLB), masing-masing 1 orang lulusan SMA, dan SMKK.
b. Guru-guru di SDLB-D1 YPAC Surakarta belum professional dalam
melaksanakan pembelajaran Penjas Adaptif, belum membuat perencanaan
pembelajaran, belum menggunakan model pembelajaran terpadu dengan
pendekatan tematik, belum mempertimbangkan setiap jenis CP ke dalam
rekayasa pengembangan pembelajaran yang dirancangnya, dan belum
melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa sesuai standar BSNP
Thn. 2007
c. Sarana dan prasarana Penjas Adaptif masih sangat terbatas baik macam
maupun jumlahnya.
2. Model pembelajaran Penjas Adaptif yang disepakati menggunakan Model
Pendekatan Tematik Intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1
YPAC Surakarta, adapun tema yang terpilih berisi keterpaduan aktivitas
keterampilan lokomotor, keterampilan stabilitas/nonlokomotor /nonmanipulatif,
dan keterampilan manipulatif.
3. Instrumen yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar KGD
siswa CP di SLB D1 YPAC Surakarta akan digunakan Test of Gross Motor
Development-2 (TGMD-2)
92
B. SARAN
Dari hasil dan kesimpulan penelitian tahun pertama ini disarankan:
1. Perlu dilakukan uji coba pengembangan Draft Model pembelajaran tematik
Intra untuk meningkatkan KGD anak CP di SLB-D1 YPAC Surakarta yang
ditemukan.
2. Kompetensi guru-guru SLB-D1 YPAC Surakarta dalam mengajar Penjas
Adaptif perlu ditingkatkan melalui workshop, pelatihan, dan kegiatan lain.
3. Dalam mengajar Penjas Adaptif dengan menerapkan Model Pembelajaran
Tematik Intra, guru perlu dibekali dengan Panduan Pelaksanaan Model
Pembelajaran Tematik Intra dan dilengkapi dengan CD pembelajarannya.
93
DAFTAR PUSTAKA
ACHPER. (2009). Fundamental Motor Skills: An Activities Resource for
Classroom Teachers. Mealbourne. Vic. 3001. Australia: Physical and Sport
Education Section. [email protected]
ACHPER. (2009). Fundamental Motor Skills: A Manual for Classroom Teachers.
Mealbourne, Vic. 3001. Australia: Community Information Service.
ACHPER. (2009). Teaching Health, Physical and Sport Education: Prep-6 (Level
1-4) General Information. Mealbourne. Vic. 3001. Australia: Community
Information Service. [email protected]
Anderson, L.W. and Krathwohl, D.R. (2010). Kerangka Landasan untuk
Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen: Revisi Taksonomi Pendidikan
Bloom. Terjemahan Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Anspaugh, D.J., Hamrick, M.H., and Rosato, F.D. (1994). Wellnes: Concepts and
Aplications. St. Louis, Missouri 63146: Mosby-Year Book, Inc.
APENS. (2008). Adapted Physical Education National Standards. © All rights
reserved. http://www.apens.org/structure.html
Aznam, N., Sumarno, dan Rahmat, A. (2006). Metodologi Penelitian untuk
Peningkatan Kualitas Pembelajaran: Penelitian Eksperimen Kuasi dalam
PPKP. Kumpulan Makalah dalam Pelatihan Metodologi Penelitian untuk
Peningkatan Kualitas Pembelajaran (PPKP) dan Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta: Direktorat Ketenagaan Dirjendikti Depdiknas.
BSNP. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah: Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar SD/MI. Jakarta: Badan Nasional Standar
Pendidikan.
BP-DIKSUS. (2012). Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Tengah. Diunduh tanggal 2
Nopember 2012 dari: http://www.bp-diknas.org
Conte, J. and Lupo, S. (2012). Cerebral Palsy. Diakses. 31 Oktober 2012, dari:
http://thenewpe.com/adapted/assigments/disab.
Cools, W., De Martelaer, K., Vandaele, B., Samaey, C., and Andries, C. (2009).
‗Movement Skill Assessment of Typically Developing Preschool Children: A
Review of Seven Movement Skill Assessment Tools‘. Journal of Sports
Science and Madecine. 2009, 8: 154-168. http://www.jssm.org
94
Cools, W., De Martelaer, K., Vandaele, B., Samaey, C., and Andries, C. (2010).
‗Assessment of Movement skill Performance in Preschool Children:
Convergent Validity between MOT 4-6 and M-ABC‘. Journal of Sports
Science and Madecine. 2010, 9: 597-604. http://www.jssm.org
Crysagis, N., Douka, A., Nikopoulos, M., Apostolopoulou, F., and Koutsouki, D.
(2009). ‗Effects of an Aquqtic Program on Gross Motor Function of Children
with Spastic Cerebral Palsy. Biology of Exercise. Vol. 52, 2009. D.O.I:
http://www.doi.org/10.4127/jbe.2009.0027
Depdiknas. (2009). Power Point: Sosialisasi dan Pelatihan KTSP. Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional.
Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB. (2006). Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar Sekolah Luar Biasa Tunadaksa Sedang (SDLB-D1).
Jakarta: Depdiknas.
Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SLB dan BSNP. (2007). Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar Program Khusus Bina Diri dan Bina
Gerak SDLB, SMPLB: Tunadaksa Ringan (D). Jakarta: Depdiknas.
Dunn, J.M., and Leitschuh, C. (2010). Special Physical Education. 9th
editon.
Dubuque: Kendall Hunt Publishing Company.
Elfindri, H.L., Wello, M.B., Hendmaidi, E., Elfa, I. (2012). Pendidikan Karakter:
Kerangka, Metode dan Aplikasi untuk Pendidik dan Profesional. Jakarta:
Baduose Media.
Elhafes, W.A. and Ghaly, A.E. (2010). ‗The Effect of Movement Education
Program by Using Movement Pattern to Developmental Motor Skills for
Children Pre-School‘. World Journal of Sport Sciences. 2010, 3(S): 461-191.
© IDOSI Publications.
Fait, H.F., and Dunn, J.M. (1984). Special Physical Education: Adapted,
Individualized, and Developmental. 5th
edition. Philadelphia: Saunders
College Publishing
Gallahue, D.L. and Donnely, F.C. (2003). Developmental Physical Education for
All Children. Champaign, IL.: Human Kinetics
Getz, M., Hutzler, Y., Vermeer, A., Yarom, Y., and Unnithan V. (2012). ‗The
Effect of Aquatics and Land-based Training on the metabolic Cost on walking
and Motor Performance Children with Cerebral Palsy: A Pilot Study‘.
International Scholarly Research Network ISRN Rehabilitation, Vol. 2012,
Article ID 657979, 8 pages doi:10.5402/2012/657979.
95
Graham, G.M., Holt-Hale, S.A., and Parker, M. (2012). Children Moving: A
Reflective Approach to Teaching Physical Education. 9th
edition. California:
McGraw-Hill Companies, Incorporated.
Griffey, D.C. and Housner, L.D. (2007). Designing Effective Instructional Tasks for
Physical Education and Sports. Champaign, IL.: Human Kinetics.
Hendrayana, Y. (2007). Pendidikan Jasmani dan Olahraga Adaptif. Jepang:
CRICED University of Tsukuba.
Hildereley, E. and Rhind, D,J.A. (2012). ‗Including Children with Cerebral Palsy in
Mainstream Physical Education Lessons: A Case Study of Student and
Teacher Experiences‘. Graduate Journal of Sport, Exercise & Physical
Education Research. 2012, 1: 1-15.
Hopple, C.J. (2008). Elementary Physical Education Teaching & Assessment: A
Practical Guide. 2nd
edition. Champaign, Illinois: Human Kinetics
Ibrahim, R. (2005). Psikologi Pendidikan Jasmani dan Olahraga PLB. Jakarta:
Direktorat Pembinaan SLB, Direktorat Jendral Manajemen Dikdasmen,
Depdiknas.
Kepala Dinas P dan K Propinsi Jawa Tengah, (2006). Guru Ideal dalam
Implementasi Pendidikan Inklusi, Makalah. Disampaikan pada Seminar
Rekomendasi Deklarasi Bukit Tinggi di Universitas Sebelas Maret, 23 Juni
2006
Kelly, L.F. (2011). Designing and Implementing Effective Adapted Physical
Education Program. Urbana IL.: Sagamore Publishing LLC
Kusuma, R. IG. (2004). ‗Perkembangan Kognitif pada Remaja‘. Editor
Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. Buku Ajar.
Denpasar, Bali: CV. Sagung Seto.
Koesyanto, Herry. 2000. Penjas Adapted. Semarang: FIK UNNES
Kostelnik, M.J., Soderman, A.K., and Whiren, A.P. (2011). Developmentally
Appropriate Curriculum: Best Practice in Early Childhood Education. 4th
.ed.
Upper saddle River, NJ: Pearson.
Li, C. and Chen, S. (2012). ‗Exploring Experiences of Physical Activity in Special
School Students with Cerebral Palsy: A Qualitative Perpective‘. European
Journal of Adapted Physical Education Activity. 2012, 5 (1): 7-17. © EFAPA
Publications.
96
McBurney, Taylor, Dodd, and Graham. (2003). ‗A Qualitativve Analysis of the
Benefits of Strength Training for Young People With Cerebral Palsy‖.
Developmental Medicine & Child Neurology. 2003, 45: 658-663.
Mosston, M. and Ashworth, S. (2008). Teaching Physical Education. 1st edition.
Online. © 2008 Sara Ashworth. All Rights Reserved.
NAEYC. (2009). Developmentally Apropriate Practice in Early Childhood
Programs Serving Children from Birth through Age 8. Joint Position
Statement. Online: www.naeyc.org./dap.
Pacer Center. (1995). Physical Education for Children with Disabilities.
Minneapolis: www.PACER.org
Pembinaan Sekolah Luar Biasa (2006). Makalah. Disampaikan pada Seminar
Rekomendasi Deklarasi Bukit Tinggi di Universitas Sebelas Maret, 23 Juni
2006.
Permendiknas. (2006). Peraturan Mentri tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas
PJKR JPOK. (2012). ‗Model Pembelajaran Tematik Penjasorkes Di Sekolah
Dasar‘. Makalah: Disampaikan Saat Sosialisasi MPTP Pada Dewan Dosen
PJKR JPOK FKIP UNS: [email protected].
Putra, Y.P. (2008). Memori dan Pembelajaran Efektif. Bandung: CV. Yrama
Widya.
Pribadi, B.A. (2011). Model Assure untuk Mendesain Pemmbelajaran Sukses.
1st edition. Jakarta: Dian Rakyat.
Rad, L.S., Rafice, F., and Fahimi, S. (2012). ‗The Effect of Selected Physical
Exercises on Gross Motor Skills of Autistic Children‘. International Journal
of Sport Studies. 2012, Vol., 2(1), 48-55. Available online at
http://www.ijssjournal.com . Corresponding author: [email protected]
Rahyubi, H. (2012). Teori-teori Belajar dan Aplikasi Pembelajaran Motorik:
Deskrepsi dan Tinjauan Kritis. 1st
edition. Bandung: Penerbit Referens dan Nusa Media.
Riyanto, Y. (2010). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi bagi
Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas.
Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
97
Rusman dan Dewi, L. (2011). ‗Pendekatan, Strategi, dan Model Pembelajaran‘.
dalam Kurikulum & Pembelajaran. 1stedition. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.
Salim, A.K. (1996). Pendidikan bagi Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Depdikbud,
Dirjendikti PTA.
Samsudin. (2008). Pembelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
SD/MI. Jakarta: Litera Prenada Media Group.
Setyosari, P. (2010). Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Shih-Heng Sun, Hsiao-Ling Sun, Yi-Ching Zhu, Li-Chi Huang, and Yueh-Ling
Hsieh. (2011). ‗Concurrent Validity of Preschooler Gross Motor Quality
Scale with Test of Gross Motor Development-2‘. Research Developmental
Disabilities xxx.2011xxx-xxx. ELSEVIER: [email protected]
Smith, J.D. (2006). Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Terjemahan. 1st edition.
Bandung: Penerbit Nuansa.
Soenarto.(2006). ―Metodologi Penelitian Pengembangan untuk Peningkatan
Kualitas Pembelajaran (Research Methodology to The Improvement of
Instruction)‖. Kumpulan Makalah. Dalam: Pelatihan Metodologi Penelitian
untuk Peningkatan Kualitas Pembelajaran (PPKP) dan Penelitian Tindakan
Kelas (PTK). 3: 1-14. Depdiknas: Direktorat Ketenagaan Dirjendikti.
Sport New Zealand . (2012). Developing Fundamental Movement Skills Manual.
Online: www.sportnz.org.nz.
Staples, K.L., and Reid, G. (2010). ‗Fundamental Movement Skills and Autism
Spectrum Disorders‘. Journal Autism Dev Disord. 2010, 40: 209-217.
Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. 12th
edition. Bandung: Alfabeta
Supratiknya, A. (2012). Penilaian Hasil Belajar dengan Teknik Nontes. 1st
edition.
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sukirman, D. dan Asra. (2011). ‗Landasan Pengembangan Kurikulum‘. dalam Tim
Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
98
Sukmadinata, N.S. (2008). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sumaryanti, Kushartanti, W., dan Ambardhini, L.A. (2010). ‗Pengembangan Model
Pembelajaran Jasmani Adaptif Untuk Optimalisasi Otak Anak Tunagrahita‘.
Jurnal Kependidikan Vol.40. Nomor 1. Mei 2010. hal. 29-44
Thomas, J.R., Lee, A.M., and Thomas, K.T. (1988). Physical Education for
Children: Concepts into Practice. Champagn, IL.: Human Kinetics Books.
Ulrich, D.A. (2000). Test of Gross Motor Development. 2nd
edition. Proed, Austin,
TX.
Wardani, D. (2009). Bermain Sambil Belajar: Menggali Keunggulan Terbesar dari
Suatu Permainan. Bandung: Edukasia.
Wiart, L., and Darrah, J. (2001). ‗Review of Four Tests of Gross Motor
Development‘. Developmental Medicine & Child Neurology. 2001, 43: 279-
285. [email protected]
Winnick, J.P. (2005). Adapted Physical Education and Soprt. Champaign IL.:
Human Kinetics .
Yaumi, M. (2012). Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences. Jakarta: Dian
Rakyat.
Yulaelawati, E. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi.
Jakarta: Pakar Raya.
Zuvela, F., Bozanie, A., and Miletic, D. (2011). ‗POLYGIN-A New Fundamental
Movement Skills Test for 8 Year Old Children: Construction and Validation‘.
©Journal of Sports Science and Madecine. 2011, 10: 157-163.
http://www.jssm.org