bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsgd.ac.id/11394/4/bab i.pdfpersoalan...

15
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Islam sebagai sebuah ajaran memiliki aturan-aturan tersendiri yang mengatur hubungan antara sesama manusia maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Sebagai sebuah ajaran yang bersifat universal sudah tentu ajaran Islam harus fleksibel agar dapat menjawab berbagai persoalan yang datang agar tidak menyusahkan umatnya dalam menjalankan ajaran tersebut. Islam memproritaskan harkat dan martabat manusia merupakan prioritas utama, sehingga penghormatan terhadap manusia ketika seorang manusia masih hidup akan tetapi juga sampai meninggal dunia maupun nasib anak turunannya. Agam Islam merupakan agama yang berusaha mengatur umatnya agar tercipta keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian dengan melaksanakan norma-norma hukum yang ada di dalamnya. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum perkawinan, hukum kewarisan juga merupakan bagian dari hukum keluarga yang memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. 1 Kematian adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, tidak ada yang mengetahui kapan dan dimana ia akan menemui ajal, dalam keadaan 1 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an dan Hadits, cet. VI (Jakarta: Tintamas, 19810, hlm 1.

Upload: trannhi

Post on 17-Aug-2019

215 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam sebagai sebuah ajaran memiliki aturan-aturan tersendiri yang mengatur

hubungan antara sesama manusia maupun hubungan manusia dengan Tuhan. Sebagai

sebuah ajaran yang bersifat universal sudah tentu ajaran Islam harus fleksibel agar

dapat menjawab berbagai persoalan yang datang agar tidak menyusahkan umatnya

dalam menjalankan ajaran tersebut.

Islam memproritaskan harkat dan martabat manusia merupakan prioritas utama,

sehingga penghormatan terhadap manusia ketika seorang manusia masih hidup akan

tetapi juga sampai meninggal dunia maupun nasib anak turunannya. Agam Islam

merupakan agama yang berusaha mengatur umatnya agar tercipta keadilan,

kesejahteraan, dan kedamaian dengan melaksanakan norma-norma hukum yang ada

di dalamnya. Dari seluruh hukum yang ada dan berlaku dewasa ini di samping hukum

perkawinan, hukum kewarisan juga merupakan bagian dari hukum keluarga yang

memegang peranan yang sangat penting, bahkan menentukan dan mencerminkan

sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat.1

Kematian adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa,

tidak ada yang mengetahui kapan dan dimana ia akan menemui ajal, dalam keadaan

1 Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an dan Hadits, cet. VI (Jakarta:

Tintamas, 19810, hlm 1.

2

baik atau buruk. Bila ajal telah tiba tidak ada yang dapat memajukan atau

memundurkan.

Apabila berbicara tentang seseorang yang sudah meninggal dunia, arah dan

pikiran akan tertuju pada masalah warisan. Warisan memiliki 3 rukun :

1. Pewaris atau al-Muwaris : adalah si mayit itu sendiri, baik nyata ataupun mati

secara hukum, seperti orang hilang dan dinyatakan mati.

2. Ahli waris atau al-Waris : adalah orang mempunyai hubungan kewarisan

dengan si mayit sehingga ia memperoleh warisan.

3. Harta warisan atau al-Maurus : adalah harta atau hak yang dipindahkan dari

yang mewariskan kepada pewaris.2

Pewaris merupakan orang yang mempunyai harta warisan. Warisan dapat

dibagi dengan syarat meninggalnya pewaris. Apabila seorang pewaris meninggal

dunia, tentunya tidak dalam waktu yang singkat para ahli waris dan keluarganya

membicarakan tentang harta peninggalannya. Sedangkan ahli waris itu benar-benar

hidup ketika pewaris meninggal dunia. Adapun harta warisan adalah harta

peninggalan yang akan menjadi hak ahli waris. Pembagian harta warisan tersebut

disesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam ilmu faraid beserta dengan jumlah atau

besarnya harta yang diterima ahli waris.3

Persoalan kewarisan, pada khususnya di tengah-tengah masyarakat, ilmu

faraidh selalu berhadapan dengan dilemanya sendiri, karena bila masyarakat bicara

2As-Sayyid Sabiq, Fiqih as-Sunnah (Beirut: Dar al-kutub al-Arabiyah, 1971), hlm. 292.

3Zakiah Darojat, Ilmu Fiqh (Yogyakarta: PT. Dana Bakti Wakaf, 1995), hlm. 18.

3

mengenai keadilan cenderung menepis adanya ketidak seimbangan. Oleh karena itu,

penyimpangan yang dilakukan sebagian besar masyarakat dalam hal kewarisan tidak

disebabkan oleh tipisnya keIslaman, melainkan juga dapat disebabkan oleh

pertimbangan bahwa budaya dan struktur sosial, bahkan ada yang beranggapan

penerapan ilmu faraid secara tekstual kurang diterima oleh rasa keadilan.

Adapun pembagian harta waris dijelaskan dalam Al-Qur’an :

في أولدكم نساء كنه فإن النثيين حظ مثل للذهكر يوصيكم للاه

الن صف فلها واحدة كانت وإن ترك ما ثلثا فلهنه اثنتين فوق

نهما واحد لكل ولبويه ا السدس م يكن لهم فإن ك إن كان له ولد تر ممه

ه أبواه وورثه ولد لهه ه إخوة له كان فإن الثلث فلم السدس فلم

أيهم تدرون ل وأبناؤكم آباؤكم دين أو بها يوصي وصيهة بعد من

ن فريضة رب لكم نفع ا أق م إنه للاه ا كان للاه 4 احكيم عليم Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-

anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang

anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka

bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu

seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa,

bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang

meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai

anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;

jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat

seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat

yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan

anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat

(banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya

Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.5

ولد لهنه كان فإن ولكم نصف ما ترك أزواجكم إن لهم يكن لههنه ولد

بع فلكم ا الر ولهنه بها أو دين يوصين وصيهة بعد من تركن ممه

4Surat Annisa ayat 11 (versi Aplikasi Ayat 2.1.1)

5 Terjemahan qur’an versi ayata volume 4

4

بع ا الر ا الثمن فلهنه ولد لكم كان فإن ولد لهكم يكن لهم إن تركتم ممه ممه

ن تركتم يورث رجل كان وإن دين أو بها توصون وصيهة بعد م

نهما السدس امرأ أو كللة كانوا فإن ة وله أخ أو أخت فلكل واحد م

لك من أكثر أو بها يوصى وصيهة بعد من الثلث في شركاء فهم ذ

ن وصيهة مضار غير دين م للاه حليم عليم وللاه6

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh

isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu

mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang

ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah

dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu

tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,

maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan

sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-

hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak

meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang

saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja),

maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi

jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam

yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah

dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah

menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah,

dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.7

Dalam hadits juga dijelaskan yang artinya sebagai berikut:

Dari Ibnu Mas'ud radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW

menetapkan bagi anak tunggal perempuan setengah bagian, dan buat anak

perempuan dari anak laki seperenam bagian sebagai penyempurnaan dari 2/3.

Dan yang tersisa buat saudara perempuan .(HR. Jamaah kecuali Muslim dan

Nasai).

Perkembangan zaman yang semakin modern ini melahirkan pemikiran-

pemikiran modern seseorang mengenai suatu ilmu pengetahuan, dan perbedaan

pendapat dalam memahami suatu ilmu tersebut. Sehubungan dengan pembagian

6 Surat An-nisa ayat 12 (versi aplikasi Ayat 2.1.1)

7 Terjemahan qur’an versi ayata volume 4

5

waris, yang kemudian lahirlah ananlisis gender yang berusaha untuk mendapatkan

pembagian waris yang sama antara laki-laki dan wanita. Menurut mereka pembagian

waris 2:1 tidak adil.8

Menurut Hazairin, sistem kewarisan tidak dapat dilepaskan dari bentuk

kekeluargaan dan bentuk kekeluargaan berpangkal pada sistem keturunan yang

dipengaruhi pula oleh bentuk perkawinan. Pada prinsipnya ada tiga macam sistem

keturunan, yaitu paterilinial, matrilinial, dan parental atau bilateral. Prinsip patrilineal

atau materilineal akan melahirkan kesatuan kekeluargaan tertentu dan di sebagian

yang lain melahirkan kesatuan kekeluargaan tertentu yang disebut dengan rumpun

(tribe).9

Berdasarkan pada tiga macam sistem keturunan itu, Hazairin menyimpulkan:

Jika disebut suatu masyarakat itu patrilinial atau matrilinial atau bilateral, maka yang

dimaksud ialah sistem kekeluargaan dalam masyarakat itu berdasarkan sistem

keturunan yang patrilinial atau matrilinial atau bilateral, maka yang dimaksud ialah

bahwa hukum kewarisan itu mencerminkan suatu sistem kekeluargaan, dimana

berlaku sistem keturunan yang patrilinial atau matrilinial atau bilateral. Dari uraian

tersebut di atas dapat diambil kesimpulan kalau Hazairin mengungkap konsep

pembagian waris dengan Hukum Adat.

8Abu Hamzah Agus Hasan Bashori, “ Relevansi Hukum Waris Islam Bias Isu Gender,

Egalitarianisme, Pluralisme, dan HAM,” As—Sunnah, No 7 & 8, th. Ke-IX (1426/2005) hlm. 50. 9Hazairin, Hukum Kewarisan Menurut Qur’an dan Hadits cet. IV (Jakarta: Tintamas, 1982).

Hlm 11.

6

Seperti dalam sistem kekerabatan matrilinial yang dianut pada masyarakat

Minangkabau di Sumatera Barat, merupakan sistem kekerabatan yang tertua. Sistem

kekerabatan ini menempatkan status kaum wanita yang tinggi dan disertai dengan

sistem perkawinan semendonya, dan sebagai penerus keturunan serta dalam hukum

waris juga sebagai ahli waris. Pada masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat

dimana pada sistem kekeluargaan ini garis keturunan ditarik dari garis wanita (ibu)

akan tetatpi kekuasaan bukan berada di tangan wanita namun tetap berada di tangan

laki-laki, hal ini dapat dilihat bahwa yang menjadi mamak kepala waris adalah dijabat

oleh laki-laki yakni laki-laki tertua.10

Dalam sistem kekerabatan patrilinial yang dianut oleh masyarakat Tapanuli,

Lampung, Bali dan lain-lainnya sangat jelas menempatkan kaum laki-laki pada

kedudukan yang lebih tinggi. Laki-laki berkedudukan sebagai ahli waris, sebagai

pelanjut nama keluarga, sebagai penerus keturunan, sebagai anggota masyarakat adat

dan juga mempunyai peranan dalam pengambilan keputusan keluarga maupun

masyarakat luas. Dalam masyarakat yang menganut sistem patrilinial kaum wanita

justru sebaliknya yaitu mempunyai kedudukan yang sangat rendah, tidak sebagai ahli

waris, tidak sebagai pelanjut keturunan, tidak sebagai penerus nama keluarga karena

dalam perkawinan jujur (pada umumnya) wanita mengikuti suami dan juga tidak

menjadi anggota masyarakat adat.

10

Riwayat, Hukum Tanah Dan Hukum Waris Di minangkabau, http://minangkabaunews.

blogspot,com/2008/10/hukum-tanah-dan -hukum-waris-di html. Akses di 15 januari 2017.

7

Musdah Mulia aktifis perempuan yang menginginkan adanya persamaan derajat

antara laki-laki dan wanita dari segi manapun. Islam menurut Musdah Mulia adalah

agama tauhid. Tauhid adalah inti agama Islam yang mengajarkan berketuhanan, dan

juga menuntun manusia bagaimana berkemanusiaan dengan benar, dalam kehidupan

sehari-hari. Tauhid menjadi pegangan pokok yang membimbing dan mengarahkan

manusia untuk bertindak benar, baik dalam hubungan dengan Allah

(intensif/mengikuti keesaan Allah) maupun dengan sesama manusia dan alam

semesta.

Berdasarkan hal itu, Musdah beranggapan bahwa laki-laki dan wanita itu tidak

ada perbedaan diantara keduanya, tidak ada yang nomor satu dan yang utama, karena

hanya Allah yang nomor satu dan yang utama. Dikontekskan dengan pembagian

waris yang 2:1 menurut Musdah tidak adil.11

Dalam Fiqh, UUP (Undang-Undang Perkawinan) dan KHI (Komplikasi Hukum

Islam) sudah banyak mengatur tentang waris tersebut, bahkan pada kahir-akhir ini

muncul CLD KHI (Counter Legal Draft Komplikasi Hukum Islam) yang juga ikut

mengatur tentang pembaharuan hukum Islam yang lebih menekankan pada kesetraan

gender, para aktifis gender mempunyai keinginan adanya kesetaraan hak antara laki-

laki dan wanita adalah sama yaitu 2:2 / 1:1, karena pada dasarnya peran dan tanggung

jawab laki-laki dan wanita itu sama.12

11

Marwan Sarijo, Cak Nur di Antara Sarung dan Dasi Dan Musdah Mulia Tetap Berjilbab,

Catatan Pinggir Sekitar Pemikiran Islam di Indonesia (Jakarta: Yayasan Nagali Aksara Penamadani,

2005). 12

Abu Hamzah Agus Hasan Bashori, Relevansi Hukum Waris Islam.

8

Berdasarakan problematika di atas, penyusun melihat adanya perbedaan yang

signifikan antara Pandangan Hazairin dan Musdah Mulia tentang Waris, Oleh karena

itu, penyusun tertarik untuk melakukan kajian yang lebih mendalam tentang

perbedaan atau persemaan tersebut, dan tercapai kepastian hukum yang relevan untuk

pembagian waris di masyarakat. Melalui skripsi ini yang berjudul:

“STUDI KOMPARATIF ATAS PEMIKIRAN HAZAIRIN DAN MUSDAH

MULIA TENTANG KONSEP BAGIAN AHLI WARIS ANAK LAKI-LAKI DAN

ANAK PEREMPUAN”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalah diatas, penulis dapat mengidentifikasi masalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana pemikiran Hazairin dan Musdah terhadap konsep pembagian ahli

waris anak laki-laki dan anak perempuan dan apa dasar hukumnya?;

2. Bagaimana perbedaan dan persamaan pemikiran Hazairin dan Musdah Mulia

terhadap konsep pembagian ahli waris anak laki-laki dan anak perempuan ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini dapat

diketahui, sebagai berikut :

9

1. Untuk mengetahui pemikiran Hazairin dan Musdah Mulia terhadap konsep

pembagian ahli waris anak laki-laki dan anak perempuan dan dasar

hukumnya;

2. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan pemikiran Hazairin dan Musdah

Mulia terhadap konsep pembagian ahli waris anak laki-laki dan anak

perempuan.

D. Kerangka Pemikiran

Syariah mengatur suatu hukum baik hukum yang bersifat umum ataupun yang

bersifat terperinci dan mendetail, seperti halnya tentang kewarisan, hukum kewarisan

mengatur peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal kepada ahli warisnya

yang masih hidup. Aturan tentang peralihan harta ini disebut dengan berbagai istilah

yaitu Faraid, Fikih Mawaris, dan Hukum al-Waris.

Adupun pembagian harta warisan, Allah telah menjelaskan di awal dan di akhir

surat An-Nisa’. Allah sendiri yang langsung membagi warisan demi kemashlahatan

makhlukNya. Allah menetapkan laki-laki memperoleh dua bagian dari perempuan

seperti yang telah dijelaskan dalam al-Qur’an An-Nisa Ayat 11.

Fenomena pembagian warisan yang menempatkan laki-laki dua kali lipat

dibanding wanita, tidak saja terjadi pada kalangan masyarakat yang belu faham

dengan sistem hukum, akan tetapi juga berlaku bagi kalangan masyarakat yang telah

mengenal atau” faham” hukum, seperti yang terjadi pada kalangan keluarga yang

memiliki status pendidikan yang tinggi. Dengan demikian dalam pembagian warisan

10

yang terpenting bagi masyarakat adalah terpenuhinya unsur “keadilan” atau bagian

sebanding antara laki-laki dan wanita.

Islam memberikan kesempatan yang sama bagi laki-laki dan wanita untuk

menjadi hamba yang terbaik sesuai dengan al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13.

ن ذكر وأنثى وجعلناكم شعوب ا وقبائل لتعارفوا يا أيها النهاس إنها خلقناكم م

عند أكرمكم إنه إنه أتقاكم للاه 13خبير عليم للاه

Menurut ayat di atas dijelaskan, laki-laki dan wanita adalah sama menurut

Allah. Hanya tingkatan ketaqwaan seseorang terhadap Allah yang membedakannya.

Dalam memahami nas, baik itu dari al-Qur’an maupun hadits, Hazairin

mempunyai karakteristik tersendiri yaitu dengan melakukan perbandingan langsung

antara segala ayat-ayat yang berkaitan dengan pokok persoalan, meskipun keterkaitan

antara ayat yang satu dengan ayat yang lain sangat jauh dan menjadikannya satu

kesatuan utuh dan saling menerangkan antara ayat tersebut, sehingga corak penafsiran

ini tidak membolehkan mengartikan suatu ayat yang menjadi bagian dari keseluruhan

itu secara terlepas atau dikeluarkan dari ikatan keseluruhan itu.14

Keadilan bagi manusia mengarah pada berbagai definisi keadilan yang bukan

tidak mungkin antara satu masyarakat manusia dengan yang lainnya berbeda dalam

mengartikan keadilan hukum. Artinya flrksibelitas produk keadilan mutlak diperukan

dalam heterogenitas manusia dan lingkungannya, sedangkan muara keadilan kepada

13

Al-Hujurat ayat 13 (versi aplikasi ayat 2.1.1) 14

Hazairin, Op. Cit., hlm. 3.

11

Allah adalah produk hukum yang ada tetap menempatkan Allah sesuai proposi-Nya

sebagai Tuhan, dan kegiatan manusia dalam formulasi tujuan hukum berupa

keadilanvjuga tetap berada dalam koridor ibadah kepad-Nya15

.

Dalam surat Az-Zariyat ayat 56 juga disebutkan :

نس إله ليعبدون 16وما خلقت الجنه وال

Sebagai hamba Allah, menurut Musdah Mulia tidak ada perbedaan antara laki-

laki dan wanita. Keduanya berpotensi menjadi hamba yang Ideal yang di dalam al-

Qur’an diistilahkan dengan orang yang bertaqwa. 17

Menurut Musdah Mulia salah satu tuntunan agama yang mendasar adalah

keharusan menghormati sesama manusia tanpa melihat jenis kelamin, gender, ras,

suku bangsa dan bahkan agama. Karena itu, setiap agama mempunyai dua aspek

ajaran: ajaran tentang ketuhanan dan kemanusiaan. Islam, misalnya, memiliki ajaran

yang menekan pada dua aspek sekaligus: aspek vertical dan horizontal. Yang pertama

berisi seperangkat kewajiban manusia kepada Tuhan, sementara yang terakhir berisi

seperangkat tuntunan yang mengatur hubungan antar sesama manusia dan hubungan

manusia dengan alam sekitarnya. Sayangnya, dimensi horizontal ini tidak terwujud

15

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Kewarisan Bilateral

Hazairin (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm 153 16

(Versi aplikasi ayat 2.1.1) 17

Siti Musdah Mulia, Muslimah Reformis Perempuan Pembaru Keagamaan (Bandung:PT

Mizan Pustaka, 2005), hlm 29.

12

dengan baik dalam kehidupan penganutnya, khususnya dalam interaksi dengan

sesamanya.18

Keadilan yang diajarkan oleh agama selalu memuat prinsip membela yang

benar, melindungi yang tertindas, dan menghentikan kedzaliman dan kesewenang-

wenangan. Dengan keadilan, yang benar akan dibela meskipun merupakan kelompok

minoritas. Dengan keadilan, yang tertindas terlindungi hak-haknya dari pihak-pihak

yang berkuasa dan menguasai dengan dzalim dan sewenang-wenang. Keadilan

menjadikan agama sebagai tumpuan harapan.19

Isyarat keadilan hukum yang dikehendaki Allah tertuang dalam firmanNya

surat Al-Maidah ayat 8. Esensi ayat tersebut adalah semangat menegakkan keadilan

kepada siapapun tanpa pandang bulu. Islam memiliki standar keadilan yang mutlak

dengan penggabungan norma dasar Illahi dengan prinsip keadilan insani. Hukum

diterapkan kepada semua orang atas dasar persamaan, tidak dibedakan antara kaya

dan miskin, antara kulit hitam dan kulit putih, anatara pengusaha dengan rakyat jelata.

Islam tidak bertujuan untuk menghancurkan kebebasan individu, tetapi mengontrol

kebebasan itu demi keselarasan dan harmonisasi masyarakat yang terdiri dari individu

itu sendiri. Individu diberi hak untuk mengembangkan hak pribadinya dengan syarat

tidak mengganggu kepentingan orang banyak.20

18

Ibid., hlm 3-4. 19

Ibid., hlm 21. 20

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Kewarisan Bilateral

Hazairin (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm 155.

13

Dalam Undang-Undang di Indonesia yang menyebutkan dalam hubungannya

dengan hukum waris antara lain:

Dalam UU No.1 Tahun 1974 Pasal 34 ayat 1 menyebutkan : Suami wajib

melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga

sesuai dengan kemampuan.21

Dalam KHI pasal 176 : Anak perempuan bila hanya seorang ia mendapat

separoh bagian, bila dua orang atau lebih mereka bersama-sama mendapat dua pertiga

bagian, dan apabila anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki, maka

bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.22

Adapun sisi negatifnya adalah sering terjadinya perselisihan di antara para ahli waris,

hal itu menyangkut pada kepentingan pribadi masing-masing ahli waris.

Dari uraian di atas jelas bagi kita bahwa proses penyelesaian masalah dalam

penelitian ini, selain merujuk pada Al-Qur’an dan Al-Hadis, ada upaya pengerahan

akal fikiran dalam menggunakan pemikiran-pemikiran para tokoh.

E. Metode dan Langkah-Langkah Penelitian

1. Metode yang digunakan adalah metode pendekatan komparatif, jenis penelitian

deskriptif analatik.

21

Undang –undang No.1 tahun 1974 22

Departemen agama R.I, Komplikasi Hukum Islam di Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo

Persada, 2002), hlm 114.

14

2. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah :

a. Data tentang pendapat Hazairin dan Musdah Mulia mengenai pembagian

ahli waris anak laki-laki dan anak perempuan.

b. Data tentang dalil dan metode istinbath Hazairin dan Musdah Mulia.

c. Data tentang persamaan dan perbedaan pemikiran Hazairin dan Musdah

Mulia.

3. Sumber Data

a. Sumber data Primer adalah sebagai berikut :

1) Al-Qur’an

2) Hadits

3) Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur’an dan Hadits.

4) Muslimah Reformis Perempuan Pembaru Keagamaan.

5) Filsafat Hukum Kewarisan Islam, Konsep Kewarisan Bilateral Hazairin

b. Sumber data Sekunder adalah data-data dan buku-buku yang relevan dan sesuai

dengan permasalahan dalam penelitian ini.

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data, penulis menggunakan tahapan sebagai berikut:

1. Mengkaji semua data yang terkumpul, baik itu data primer maupun data

sekunder.

2. Mengklasifikasikan data-data ke dalam satuan-satuan sesuai dengan

pertanyaan penelitian.

15

3. Menarik kesimpulan dari data yang telah dianalisis dengan mengacu kepada

pertanyaan penelitian.