bab i pendahuluan a. latar belakang masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/bab i bu nyayu... ·...

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Berbagai bangsa dan suku ada di Indonesia, sehingga terdapat beraneka ragam jenis karya seni yang dihasilkan. Salah satunya adalah ornamen atau ragam hias. Menurut Gustami (2008) ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. 1 Sunaryo (2009) ornamen Nusantara- menunjuk pada berbagai bentuk ornamen yang tersebar di berbagai wilayah tanah air-pada umumnya bersifat tradisional, yang pada setiap daerah memiliki kekhasan dan keberagaman masing-masing. 2 Ornamen nusantara memiliki ciri-ciri kedaerahan sesuai dengan cita rasa masyarakat setempat. Ornamen nusantara merupakan keragaman dan kekayaan, ungkapan budaya Indonesia yang terdiri atas beribu-ribu pulau dan berpuluh-puluh suku bangsa dengan ratusan bahasa daerah. Disamping terdapat perbedaan-perbedaan bentuk ornamen yang juga terdapat persamaan-persamaannya, misalnya tentang pola susunannya warna-warnanya, bahkan mungkin pada nilai estetis dan makna simbolisnya yang disesuaikan dengan karakteristik masing-masing daerah. Seni ornamen memiliki fungsi menghiasi suatu benda atau barang, agar barang atau benda itu menjadi lebih berharga, indah dan bermakna, secara garis besar, dapat dimaknai bahwa ornamen memberikan tujuan yang erat kaitannya dengan estetika dalam kehidupan manusia. Estetik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan keindahan, keindahan dalam kajian ini tidak terpaku pada satu unsur yang secara wujud, melainkan isi yang ada dalam wujud keindahan juga memiliki peranan (Kattsoff, 1986:381). Pada dasarnya esensi seni pada ornamen lebih mengutamakan keindahan karena merupakan dasar dari hadirnya budaya ornamen dan sebagai jawaban 1 Gustami. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. (Yogyakarta: Institut Seni Indonesia, 2008), h.4 2 Sunaryo,Ornamen Nusantara : Kajian Khusus tentang Ornamen Indonesia (Semarang : Dahara Press, 2009), h. 4 1

Upload: others

Post on 18-Jan-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan.

Berbagai bangsa dan suku ada di Indonesia, sehingga terdapat

beraneka ragam jenis karya seni yang dihasilkan. Salah satunya adalah

ornamen atau ragam hias. Menurut Gustami (2008) ornamen adalah

komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk

tujuan sebagai hiasan.1 Sunaryo (2009) ornamen Nusantara- menunjuk

pada berbagai bentuk ornamen yang tersebar di berbagai wilayah

tanah air-pada umumnya bersifat tradisional, yang pada setiap daerah

memiliki kekhasan dan keberagaman masing-masing.2

Ornamen nusantara memiliki ciri-ciri kedaerahan sesuai dengan

cita rasa masyarakat setempat. Ornamen nusantara merupakan

keragaman dan kekayaan, ungkapan budaya Indonesia yang terdiri

atas beribu-ribu pulau dan berpuluh-puluh suku bangsa dengan

ratusan bahasa daerah. Disamping terdapat perbedaan-perbedaan

bentuk ornamen yang juga terdapat persamaan-persamaannya,

misalnya tentang pola susunannya warna-warnanya, bahkan mungkin

pada nilai estetis dan makna simbolisnya yang disesuaikan dengan

karakteristik masing-masing daerah.

Seni ornamen memiliki fungsi menghiasi suatu benda atau

barang, agar barang atau benda itu menjadi lebih berharga, indah dan

bermakna, secara garis besar, dapat dimaknai bahwa ornamen

memberikan tujuan yang erat kaitannya dengan estetika dalam

kehidupan manusia. Estetik adalah segala sesuatu yang berkaitan

dengan keindahan, keindahan dalam kajian ini tidak terpaku pada satu

unsur yang secara wujud, melainkan isi yang ada dalam wujud

keindahan juga memiliki peranan (Kattsoff, 1986:381). Pada dasarnya

esensi seni pada ornamen lebih mengutamakan keindahan karena

merupakan dasar dari hadirnya budaya ornamen dan sebagai jawaban

1 Gustami. Nukilan Seni Ornamen Indonesia. (Yogyakarta: Institut Seni

Indonesia, 2008), h.4 2 Sunaryo,Ornamen Nusantara : Kajian Khusus tentang Ornamen Indonesia

(Semarang : Dahara Press, 2009), h. 4

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

atas kebutuhan manusia menghadirkan nilai-nilai keindahan atau

estetika.

Menurut Soegeng (1987) pada dasarnya sejak semula bangsa

Indonesia lebih memiliki bakat dalam bidang seni hias daripada seni

bangunan, berbagai hiasan hadir di tengah-tengah kehidupan

masyarakat sebagai salah satu ungkapan perasaan dalam bentuk

visual. Proses penciptaan tidak dapat dipisahkan dari pengaruh

lingkungan, dimaksudkan sebagai pelengkap dari rasa estetika. akan

tetapi pada kenyataannya bentuk hiasan ada juga bermakna. Simbolis

yang berlaku secara konvensional di komunitas pendukung.3

Berbicara tentang ornamen masjid, sebagai tempat ibadah umat

muslim, salah satu tujuan penerapan ornament dalam masjid adalah

untuk menampilkan nilai keindahan bentuknya. Bentuk tidak lepas

dari motif, ornamen dirancang untuk tujuan menampilkan benda agar

terlihat lebih indah . Hal ini sesuai dengan konsep dasar yang terdapat

pada ornamen yang bertujuan mewujudkan rasa keindahan.

Keterkaitan yang sangat erat antara ornamen dengan benda yang

dihiasi merupakan satu kesatuan yang tak dapat

dipisahkan.Keberadaan ornamen dimasjid-masjid tua merupakan

bagian yang penting diperhatikan karena menjadi bagian dari sejarah

terwujudnya kebudayaan Melayu dan luar juga disesuaikan dengan

karakteristik masjid itu.

Arsitektur bangunan masjid di Indonesia mempunyai ciri khas

antara lain atap berbentuk “limas” dan bersusun, ada yang tidak

memakai kubah (seperti masjid-masjid tua di Jawa), ada pula yang

memakai kubah seperti masjid-masjid kuno di Sumatera. 4 Dengan

kata lain, masjid-masjid tua yang ada di Nusantara memiliki keunikan

masing-masing, baik dari segi motif, maupun bentuk, sesuai dengan

sejarah maupun budaya masyarakat setempat.

Komponen bangunan masjid di Indonesia ada yang dipengaruhi

seni bangunan Hindu-Jawa, seperti masjid Agung Demak, masjid

Agung Banten, masjid Agung Cirebon, dan masjid Agung

3Soegeng M. Toekio, Mengenal Ragam Hias Indonesia, (Bandung : Angkasa,

1987), h.9 4Panitia Renovasi Masjid Agung Palembang, 261 Tahun Masjid Agung dan

Perkembangan Islam di Sumsel (Pemrov Sumsel, 2001), h.16

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

Djogjakarta. Ada pula yang dipengaruhi oleh bentuk bangunan gaya

Timur Tengah, Persia, India dan Eropa.5

Salah satu masjid bersejarah dan tertua yang ada di kota

Palembang adalah Masjid Agung Palembang sekarang berubah nama

menjadi masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo terletak di

Kelurahan 19 Ilir, Kecamatan Ilir BaratKota Palembang. Masjid ini

dibangun pada masa Kesultanan Palembang Darussalam. Masjid ini

merupakan karya seni peninggalan masa lalu yang memperlihatkan

seni arsitektur lama yang mendapat pengaruh dari budaya luar, seperti

Cina, Eropa, dan Arab.

Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan dari masjid

Agung Palembang adalah arsitekturnya yang merupakan perpaduan

dari tiga kebudayaan, yaitu kebudaayaan Cina, Arab, dan Melayu.

Seni bangunan masjid Agung yang berbentuk tangga, mirip dengan

kelenteng yang mewakili budaya Cina. Bentuk segi delapan pada tiang-

tiang masjid merupakan unsur dari kebudayaan Melayu, sedangkan

mihrab yang diapit dua karya seni kaligrafi dan sebuah mimbar yang

mirip mimbar Nabi di Madinah al-Munawwarah merupakan bagian dari

seni budaya Arab.6

Pengaruh arsitektur Cina sebagai contoh bahwa bentuk jurai

yang melengkung ke atas pada keempat ujung atap pada mustaka

masjid Agung Palembang tampak seperti bangunan arsitektur Cina.

Hal ini karena pekerja bangunan ini banyak orang Cina. Menurut

Bangun P. Lubis, dkk (2003) bentuk atap masjid Agung Palembang

menunjukkan kesamaan dengan masjid di Hua Nan Cina.7 Pengaruh

arsitektur Eropa dapat dilihat pada pemakaian ornament kaca patri

pada beberapa bagian bangunan, antara lain pada daun jendela ruang

utama dan pada beberapa lainnya di gedung tambahan, seperti yang

kita ketahui bahwa ornamen kaca patri ini merupakan salah satu ciri

khas arsitektur Eropa (Ahmad Sunjayadi, 2007:56). Ornamen yang

dipakai pada bangunan masjid memakai corak gambar kaligrafi atau

ukiran bunga. Pada sisi lain pemakaian tiang-tiang yang mengapit

5 Panitia Renovasi Masjid Agung Palembang, 261 Tahun Masjid Agung dan

Perkembangan. .. 2001, h.17 6Abdul Baqir Zein, Masjid-masjid Bersejarah di Indonesia, ( Jakarta : Gema

Insani, 1999), h. 87-88 7 Bangun P. Lubis dkk, Masjid Agung Palembang, (Pemprov Sumatera

Selatan,2003), h.22

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

pintu-pintu yang berbentuk huruf ∩ pada masjid Agung Palembang

juga merupakan gaya arsitektur Eropa.

Pengaruh arsitektur Melayu, terlihat pada mimbar Masjid

Agung Palembang berupa motif ukiran khas Palembang yang dipadu

dengan motif-motif tumbuh-tumbuhan seperti bunga matahari dan

daun pakis dengan warna khas Palembang, yaitu prada emas sehingga

tampak indah dari segi bentuk dan corak. Mariati S. Saragih dkk

(1996) selain motifnya yang bercorak tumbuh-tumbuhan, hal lain yang

membedakan ukiran Palembang dengan ukiran lainnya, adalah

penggunaan warnanya yang khas. Warna ukiran yang menjadi ciri

khas Palembang adalah warna emas (prada) yang dilapisi dengan

polesan cairan pernis sehingga membuat warna emas ini semakin

mengkilat. Selain itu ada juga beberapa warna lain yang menjadi

pelengkap yaitu warna merah kesuma, merah darah dan hitam.

Adapun media kayu yang biasa dipakai untuk membuat ukiran khas

Palembang ini biasanya dikerjakan pada kayu tembesu atau mahoni,

yang merupakan kayu khas Sumatera Selatan.8

Estetik dan makna simbol ornamen yang terdapat pada elemen-

elemen masjid Agung Palembang perlu diapresiasi. Inilah yang

menjadi pusat perhatian penelitian ini. Ornamen yang terdapat di Masjid

Agung Palembang memiliki keindahan tersendiri dari segi motifnya. Dan

karena motif merupakan bagian dari ornamen yang tidak dapat dipisahkan

dan merupakan satu kesatuan yang mendasar dalam sebuah ornamen

untuk terciptanya suatu keindahan. Dari keindahan itulah muncul makna

symbol.

Menurut Guntur (2004) secara garis besar ornamen dapat

dikategorikan ke dalam fungsi simbolis dan fungsi profan (estetis).

Pembahasan tentang fungsi ornamen ini didasarkan pada elemen

elemen pembentuknya, khususnya motif.9 Yaitu :

1. Fungsi Simbolis. Simbolik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia

berarti “perlambangan; menjadi lambang, mengenai lambang

8 Mariati S Saragih, Kerajinan Lak Palembang (Palembang : Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan Kantor Wilayah Propinsi Sumatera Selatan Bagian

Proyek Pembinaan Permuseuman, 1996), h. 2 9 Guntur. Ornamen Sebuah Pengantar(Surakarta: P2AI bekerja sama dengan

STSI Press, 2004), h.55

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

seperti lukisan-lukisan, dan sebagainya”.10 Berkaitan dengan hal ini

fungsi simbolis dapat dikatakan sebagai fungsi yang berkaitan

dengan perlambangan dan memiliki nilai simbolis berdasarkan

norma tertentu (adat, agama, sistem sosial lainnya). Bentuk, motif

dan penempatannya sangat ditentukan oleh norma adat maupun

agama. Oleh sebab itu, pengerjaan ornamen simbolis mengikuti

aturan yang ditentukan. Contoh, ragam hias motif kaligrafi, yang

terdapat pada masjid Agung Palembang, memiliki pesan dakwah

Islamiyah.

2. Fungsi Profan “Fungsi profan lebih ditekankan pada motif sebagai

elemen estetik atau unsur hias pada suatu objek. Motif sebagai

unsur hias berfungsi sebagai pemikat atau sebagai penggugah

perasaan indah”. 11 Maksudnya bentuk-bentuk ornamen hanya

dibuat untuk menghias saja demi keindahan suatu bentuk (benda )

atau bangunan, Ornamen pada masjid Agung Palembang memiliki

fungsi sebagai penghias permukaan atau bidang-bidang tertentu di

bangunan tersebut. Hal ini sesuai dengan batasan ornamen, yaitu

sebagai hiasan yang dibuat pada arsitektur, kerajinan, perhiasan,

dan sebagainya.

Menurut Francis DK Ching (2008) warna juga sangat

mempengaruhi bentuk visual.12 Penataan warna dalam desain ornamen

memiliki peran penting, karena dapat mempengaruhi orang-orang

yang melihatnya. Tampilan warna juga memiliki simbol, penerapan

warna yang terdapat pada ornamen masjid Agung didominasi warna

khas Palembang yaitu prada emas.

Semua elemen pendukung keindahan di masjid Palembang baik

dari segi motifmaupun warna merupakan satu kesatuan yang dapat

dipisahkan, karena motif merupakan unsur hias yang berfungsi

sebagai pemikat atau penggugah perasaan indah yang didasarkan pada

prinsip-prinsip yang ada dalam penerapan desain hias, yaitu

kesederhanaan, harmoni, ritme, kesatuan dan keseimbangan. Dengan

10Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,( Jakarta:

Balai Pustaka,2002), h.1066 11Guntur, Ornamen Sebuah Pengantar .. , 2004, h. 73 12 Francis DK, Ching, Arsitektur, Bentuk, Ruang dan Tatanan. (Jakarta :

Erlangga, 2008), h. 14

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

kata lain ornamen memiliki nilai tersendiri, karena dasar pembentukan

sebuah ornamen adalah motif. Berbagai perwujudan motif terdapat

pada elemen-elemen masjid Agung Palembang seperti; motif

geometris, motif kaligrafi, motif alam serta motif tumbuh-tumbuhan.

Semua motif-motif tersebut dapat mengalami perubahan wujud dari

ide awal dengan penggayaan bentuk melalui

stilasi,13distorsi,14transformasi,15 maupun deformasi.16

Memperhatikan beberapa motif ornamen masjid tua yang ada di

Palembang, tampaknya Indonesia cukup kaya dengan motif-motif

arsitektur gabungan budaya Islam dengan budaya setempat. Kekayaan

Indonesia terhadap motif-motif ornamen tradisional ditunjang oleh

keragaman suku bangsa yang tersebar di seluruh pelosok nusantara

dengan corak dan ragam budaya masing-masing ikut memperkaya

khazanah budaya Islam. Motif-motif ornamen dengan lekuk-lekuk dan

aneka gaya arsitektur yang menawan menampilkan ekspresi isi adat

ataupun tampilan berdasarkan filsafat hidup masyarakat setempat

dengan mengambil objek-objek geometris, kaligrafis, figuratif dari

tumbuh-tumbuhan yang tumbuh didaerah setempat, serta pengaruh

keindahan alam yang menjadi objek kekaguman suku setempat.

Di bidang arsitektur, peradaban Islam telah mewariskan corak

dan bentuk masjid yang khas Nusantara. Ciri khas yang erat

kaitannya dengan kebudayaan Nusantara adalah ujung menara

berbentuk kerucut seperti tumpeng. Kebanyakan masjid tua di

Indonesia, dan dalam banyak hal juga di Malaysia, dari abad ke-16

dan 18 menunjukkan karakteristik yang berbeda dari yang ditemukan

di negara-negara Muslim lainnya, khususnya di Saudi Arabia, Timur

Tengah, dan India. Jika diperhatikan dengan seksama, maka masjid-

13 Stilasi adalah Penggayaan bentuk atau penggambaran dari bentuk alami

menjadi bentuk ornamental (hiasan) yang dilakukan dengan cara pengurangan atau

penyederhanaan objek, sedangkan gambarnya disebut gambar stilasi yang dapat

diartikan sebagai bangunan hias yang menggambarkan sesuatu dan akan disusun

pada bidang hias ( Dharsono Sony Kartika,2004:42). 14Distorsi adalah Perubahan bentuk yang tidak sempurna akibat tidak sesuainya

ukuran dengan proporsi gambar pada awalnya ( Suryo Suradijo,1999:77 ) 15 Transformasi disini adalah Penggambaran bentuk yang menekankan

pencapaian karakter dengan cara memindahkan bagian dari objek atau figur ke objek

yang lain untuk menggambarkan perpaduan sifat atau pencapaian karakter ganda (

Sony Kartika, 2004 : 43) . 16Deformasi Maksudnya adalah menggambar sesuai dengan keinginan sipembuat

gambar tetapi tidak meninggalkan unsur utamanya (Sony Kartika,2004:43).

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

masjid kuno Indonesia dari awal abad ke-16 sampai abad 18, pada

umumnya memiliki ciri-ciri yang khas ialah: 1) Denah berbentuk

bujur sangkar atau persegi-empat dan pejal atau masif; 2) Atapnya

bertumpang atau bersusun makin ke atas makin kecil dan jumlahnya

ada yang tiga, lima bahkan lebih; 3) Serambi di bagian depan atau

samping; dan 4) Halaman masjid dikelilingi pagar tembok dengan satu

atau lebih pintu gerbang. Selain itu, beberapa masjid kuno umumnya

juga memiliki kolam yang biasanya ditempatkan di depan atau sekitar

bangunan masjid.17

Ornamen pada Masjid Agung Palembang khas ala Nusantara

dengan ciri-ciri khas etnis Melayu. Ornamen tersebut diserap dari

ragam motif ornamen arsitektur Indonesia, dari sanalah digali

sejumlah motif-motif ornamen tradisional yang merupakan khazanah

Nusantara.18 Motif ornamen masjid Agung Palembang yang bercirikan

Nusantara itu menjadi tolok ukur bagi ornamen masjid-masjid tua

yang ada di kota Palembang.

Di Palembang selain masjid Agung, juga terdapat lima masjid

Tua lainnya, di antaranya, masjid Lawang Kidul, masjid Ki Merogan,

masjid Mahmudiyah (Suro) masjid Jami‟ Sungai Lumpur dan Masjid

Sultan Agung. Dari kelima masjid Tua tersebut arsitektur memiliki

kesamaan dengan masjid Agung Palembang tapi pada ornamennya

yang terdapat perbedaan. alasan utama pemilihan kelima masjid

tersebut karena masjid-masjid itu merupakan duplikasi dari masjid

Agung Palembang atau dapat dikatakan bentuk mini dari masjid

Agung Palembang.

Penelitian ini tidak membahas masalah akulturasi budaya yang

ada pada arsitektur masjid Agung Palembang. Fokus penelitian ini

adalah pada motif ornamen masjid Agung Palembang, estetika dan

makna simbolik dari ornamen yang ada di masjid tersebut.

17 Esterica Yunianti, Kajian Estetika Ornamen pada elemen Masjid Agunng

Surakarta, (Indonsian Journal of Concervation volume 07 (01) 2018 halaman,

tersedia : http://Journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijc/diakses, h. 64/dikases tanggal

27 Agustus 2018 18 Muhammad Lufika Tondi dan Sakura Yulia Iryani , Nilai Kearifan Lokal

Rumah Tradisional Limas Palembang Sebagai Kriteria Masyarakat Melayu,

Langkan Betang, vol. 5, No. 1, Tahun 2018, Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Raden Fatah Palembang/diakses tanggal 10 September 2019 )

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

B. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana motif ornamen Masjid Agung Palembang?

2. Apa makna estetik dan simbolik motif ornamen Masjid

Agung Palembang ?

3. Bagaimana karakteristik ornamen masjid Agung Palembang

dibandingkan dengan masjid-masjid tua lainnya di Kota

Palembang ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun Tujuan Penelitian ini adalah

1. Menganalisa motif ornamen Masjid Agung Palembang.

2. Mengetahui makna estetik dan simbolik bentuk dan motif

ornamen masjid Agung Palembang.

3. Mengetahui karakteristik ornamen masjid Agung Palembang

dibandingkan dengan masjid-masjid tua lainnya di Kota

Palembang.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini secara teoritis dapat memberikan sumbangan

pemikiran dalam memperkaya wawasan konsep kajian estetika

ornamen, serta makna simbol dari ornamen masjid Agung Palembang.

Secara praktis: hasil riset dapat digunakan sebagai pengetahuan dan

pengalaman terkait semua unsur-unsur ornamen dari masjid Agung

Palembang baik dari segi keunikan, struktur konstruksi, nilai estetis,

dan makna simbolis dari berbagai ornamen yang ada, dan khususnya

bagi pembaca hasil penelitian ini dapat memberikan pengetahuan

tentang ragam motif ornamen Masjid Agung Palembang , serta

pengetahuan tentang motif ornamen masjid-masjid tua lainnya.

E. Tinjauan Pustaka

Berikut ini adalah hasil penelitian dan karya-karya yang

berkaitan dengan ornamen masjid Agung Palembang, yang membantu

penyusunan disertasi khususnya dari segi pengayaaan teori.

Pertama adalah Kartika Purnomo Edi (2017), dengan judul

Bentuk Dan Makna Simbolik Pada Mihrab Masjid Rayaa Al-

Muttaqun Prambanan Klaten.Berdasarkan hasil penelitian diketahui

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

bahwa (1) bentuk Masjid Raya Al-Muttaqun Prambanan Klaten sesuai

dengan aspek bentuk visual bentuk dasarnya yaitu melalui ukuran,

warna dan tekstur (2) simbolis artinya pada mihrab Masjid Raya Al-

Muttaqun Prambanan sesuai dengan ornamen ornamen yang terdapat

di dalamnya, gunungan wayang purwa, ornamen tanaman ukir, ukiran

kaligrafi al-Fatihah, ornamen ukiran kaligrafi La Illaaha Illaallaah,

Muhammadu Rasuulullah,dan ukiran kaligrafi Allah dan kaligrafi

Muhammad, ornamen ukiran teratai, dan ornamen ornamen tangga.19

Berikutnya adalah Esterica Yunianti (2015), melakukan

penelitian dengan judul Estetika Unsur-Unsur Arsitektur Bangunan

Masjid Agung Surakarta, Universitas Negeri Semarang. 20 Hasil

penelitiannya diungkapkan unsur-unsur arsitektur bangunan masjid

Agung Surakarta mempunyai ciri-ciri visual yang merupakan simbol

yang memiliki makna, dan dari unsur-unsur arsitektur bangunan

Masjid Agung Sukakarta terdapat pendidikan nilai-nilai kearifan lokal

yang didapat dari nilai kebenaran, nilai moral, nilai estetika dan nilai

religius.

Dewi Purnama Sari, padatahun 2012 menjelaskan tesis S2 nya

di Program Pascasarjana UIN Raden Fatah Palembang. Dalam tesis ini

selain menjabarkan tentang proses akulturasi kebudayaan Cina dan

Eropa dengan kebudayaan Palembang pada arsitektur masjid Agung

Palembang. pernah melakukan penelitian dengan Judul Akulturasi

Kebudayaan Cina dan Eropa dengan Kebudayaan Palembang pada

Arsitektur Masjid Agung Palembang,.21 Dalam laporan penelitiannya

dibahas tentangTesis ini selain menjabarkan tentang proses akulturasi

Kebudayaan Cina dan Eropa dengan Kebudayaan Palembang,juga

dibahas tentang wujud akulturasi Kebudayaan Cina dan Eropa dengan

Kebudayaan Palembang pada Arsitektur Masjid Agung Palembang.

Buku yang ditulis Yulianto Sumalyo (2006), dengan Judul

Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim. Buku ini

menjelaskan secara rinci arsitektur Masjid dan Monumen sejarah

19Kartika Purnomo Edi, Bentuk Dan Makna Simbolik Pada Mihrab Masjid Raya

Al-Muttaqun Prambanan Klaten, (Universitas Djogjakarta, 2017), h. xv 20Esterica Yunianti, Estetika Unsur-Unsur Arsitektur Bangunan Masjid Agung

Surakarta, ( Universitas Negeri Semarang, 2015), h. 1 21 Dewi Purnama sari, Akulturasi Kebudayaan Cina dan Eropa dengan

Kebudayaan Palembang pada Aesitektur Masjid Agung Palembang,Tesis, (

Palembang : Program Pasca Sarjana UIN Raden Fatah Palembang, 2012).

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

Muslim mulai dari awal perkembangannya di wilayah Arab, sekitar

abad VII hingga zaman modern diakhir abad XX di seluruh dunia.

Buku ini juga membahas sejarah Islam Palembang dan pendirian

masjid Agung Palembang dan bentuk arsitekturnya, tetapi tidak

membahas secara mendalam masalah motif dan nilai estetika serta

lambang ornamen masjid.22

H. M. Mal‟an Abdullah, Dkk (1997/1998), melalui Pusat

Penelitian IAIN Raden Fatah Palembang.Pernah melakukan penelitian

tentang Manajemen Masjid Sumatera Selatan. 23 Dalam laporan

penelitiannyadibahas tentang Sejarah dan perkembangan masjid

Agung Palembang,

Berikutnya adalah buku yang ditulis oleh Josef Prijotomo

(1995), berjudul Sistem Ukiran dalam Arsitektur Jawa. Selain

menggambarkan bentuk-bentuk masjid di negara-negara Islam, buku

ini juga membahas masalah ukiran dan arsitektur masjid-masjid di

Jawa.24

Buku-buku yang dijadikan sebagai bahan rujukan oleh penulis

dalam penelitian ini antara lain : Buku Djohan Hanafiah yang berjudul

Sejarah Masjid Agung dan Masa Depannya.25 Buku ini membahas

tentang Sejarah Masjid Agung Palembang secara lengkap, mulai dari

berdiri sampai selesai dan tentang rencana masa depannya.

Selanjutnya, buku karya Abdul Rochym yang berjudul Masjid dalam

karya Arsitektur Islam.26 Buku ini membahas tentang Masjid-masjid

lama dan kontemporer di Indonesia, baik dari segi Arsitekturnya, adat

istiadat,, kondisi, sosial ekonomi dan politik yang turut mempengaruhi

bentuk penampilan Masjid. Buku Aryo Sunaryo Ornamen Nusantara

Kajian Khusus tentang ornamen Indonesia. 27 Buku ini membahas

22 Yulianto Sumalyo, Arsitektur Masjid dan Monumen Sejarah Muslim,

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2006), h.24 23Mal‟an Abdullah, dkk, Manajemen Masjid Di Sumatera Selatan. (Palembang :

Pusat Penelitan Institut Agama Islam Negeri Raden Fatah Palembang, 1997/1998),

h. 19-20 24Josef Prijotomo, Sistem Ukuran dalam Arsitektur Jawa, (Yogyakarta : Gadjah

Mada University Press, 1995), h.15 25Djohan Hanafiah. Masjid Agung Palembang dan Masa Depannya. Mas Agung,

Jakarta, 1988), h.23 26Abdul Rochym, Masjid Dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia. Angkasa,

Bandung.1983), h.53 27 Aryo Sunaryo, Ornamen Nusantara (Kajian Khusus tentang Ornamen

Indonesia), (Semarang: Dahara Press. 2009), h. 23

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

tentang motif-motif hias ornamen Nusantara terklasifikasi dalam motif

hias geometris serta tekhnik-tekhnik yang berkaitan dengan gambar

ornamen. Buku Serba Serbi Semiotika, Penyunting Panuti Sudjiman

dan Aart Van Zoest.28 Buku ini membahas tentang semiotika dengan

konsep-konsepnya, serta perbedan dan persamaan pengikut dan

perkembangan teori masing-masing antara pandangan Pierce dan

Saussure.

Dari buku-buku diatas, memang ada diantaranya yang

membahas tentang arsitektur, tetapi sebatas akulturasi budaya dan

terdapat pada corak bangunan Masjid Agung Palembang. Dengan

kata lain, penulis menggali lebih dalam makna estetis serta simbolis

dari arsitektur bangunan Masjid Agung Palembang serta masjid-

masjid tua yang memiliki sejarah yang ada di Kota Palembang.

F. Kerangka Teori

Untuk menganalisis masalah dalam penelitiaan ini, maka

penelitian ini akan berpijak pada dua teori yaitu teori estetika dan teori

semiotika.

Teori Estetika, karena berkaitan dengan seni dan keindahan.

Istilah estetika berasal dari kata aisthenasthai yang artinya persepsi.29

Istilah ini muncul menurut Jacob tahun 1750 diambil oleh seorang

filsof minor bernama A.G. Baumgarten. Estetika dari kata bahasa

Yunani kuno, aistheton (kemampuan melihat lewat penginderaan).

Baumgarten menamakannya sebagai pengetahuan sensoris, yang

membedakan antara logika dengan intelektual. Tujuan dari estetika

adalah keindahan, sedangkan logika adalah kebenaran. 30 Hegel

berpendapat dalam tulisan Michael Hauskeller (2015) bahwa

pembahasan yang menyangkut estetika selalu berkaitan dengan seni,

karena estetika dan teori seni adalah kedua istilah yang sering

dianggap kalimat sinonim. 31 Oleh sebab itu Lingga Agung (2017)

mengatakan bahwa bahwa estetika itu pada dasarnya adalah ilmu yang

28 Panuti Sudjiman dan Van Zoest, Serba-Serbi Semiotika (Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1992), h. X 29 Lingga Agung, Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika,( Yogyakarta, PT

Kanisius, 2017), h. 2 30Jacob Sumarjo, Filsafat Seni, (Bandung: ITB., 2000), h. 25 h. 25 31Michael Hauskeller, Seni-Apa itu? Posisi Estetika dari Platon Sampai Danto,

(Yogyakarta, PT Kanisuis, 2015), h. 51

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

berusaha untuk memahami keindahan, atau segala sesuatu yang

berkaitan dengan keindahan, dengan salah satu teorinya intrinstik

(penilaian keindahan pada bentuk).32

Seni merupakan realisasi kehalusan jiwa manusia dalam

menghadirkan yang indah kedalam dunia, dan makna keindahan itu

berdasarkan arti dalam bahasa Inggris, Prancis dan Spanyol yaitu

cantik atau kebaikan.33 Makna ornamen adalah hiasan, dengan kata

lain seni menghias indah. Immanuel Kant dalam buku yang ditulis

Mickhael Hauskeller berpendapat bahwa keindahan dalam sebuah

karya seni itu keindahan yang tidak dapat ditetapkan dengan batasan

apapun, serta dapat menimbulkan rasa nikmat, nyaman dan enak bagi

diri sendiri dan orang lain.34 Keindahan dalam seni menghias suatu

benda dapat tercipta apabila dihiasi berbagai macam motif-motif

hiasan serta bagaimana cara menghias sesuai dengan teknik cara

menghias.

Teori Semiotika milik Roland Barthes, salah satu tokoh

terpenting dalam semiologi, teori Roland Barthes (1968) sering

digunakan untuk menganalisa ornamen-ornamen yang mengandung

kebudayaan sebuah masyarakat. Menurutnya semiologi merupakan

suatu tujuan untuk mengambil berbagai sistem tanda seperti substansi

dan batasan, gambar-gambar, berbagai macam gesture, berbagai suara

musik serta berbagai obyek yang menyatu dalam sistem significance.

Salah satu hal yang penting yang dirambah Roland Barthes adalah

tanda adalah peran pembaca. Konotasi, walaupun merupakan sifat asli

tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.

Barthes (1968) secara panjang lebar mengulas apa yang sering

disebut sebagai sistem pemaknaan tataran kedua, yang dibangun

diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sastra merupakan

contoh paling jelas sistem pemaknaan tataran ke dua yang dibangun

atas bahasa sebagai sistem yang pertama. Sistem kedua ini oleh

Barthes disebut dengan konotatif, yang didalam Mytologisnya secara

tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran

pertama. Jadi dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar

memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian

32Lingga Agung, Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika, 2017, h. 3 dan 17 33Lingga Agung, Pengantar Sejarah dan Konsep Estetika, 2017, h. 2 34 Michael Hauskeller,Seni-Apa Itu ... 2015, h. 34

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.Sesungguhnya inilah

sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan

semiologi Saussure, yang berhenti pada penandaan dalam tataran

denotatif.35

Pada dasarnya, ada perbedaan antara denotasi dan konotasi

dalam pengertian secara umum serta denotasi dan konotasi yang

dimengerti oleh Barthes. Dalam pengertian umum, denotasi biasanya

dimengerti sebagai makna secara harfiah, ataupun makna

sesungguhnya. Proses signifikan secara tradisional disebut sebagai

denotasi ini mengacu kepada penggunaan bahasa dengan arti yang

sesuai dan terucap.

Memahami makna tanda akan mengarah pada penilaian

berdasarkan minat masing-masing. Terutama dalam studi tanda-tanda

yang diterapkan pada bidang desain yang dapat dianalogikan dengan

bahasa visual. Untuk gambar teknis, informasi atau aspek yang

berkaitan dengan produksi, tanda-tanda visual yang bersifat denotatif

cenderung digunakan, sehingga tidak ada pembiasan makna. Hal-hal

yang mengandung ekspresi, seperti bentuk, gambar, motif, ornamen

atau hal-hal yang bersentuhan dengan aspek manusia, cenderung

menerapkan tanda konotatif.36 Jadi bila dikaitkan dengan ornamen

yang melekat pada bangunan masjid Agung Palembang merupakan

sebuah simbol yang merupakan penanda (signifier), dan makna

ataupun fungsi ornamen pada masjid merupakan petanda dari simbol

pada ornamen yang ada, dalam penelitian ornamem masjid Agung

Palembang maka melalui teori semiotik inilah yang dianggap sesuai

untuk analisa data.

G. Defenisi Operasional

1. Ornamen

Franz Sales Meyer (1957) dalam bukunya Handbook of

Ornament menyebut: “The term „ornament‟, in its limited sense,

includes such of the Elements of Decoration as are adapted, or

developed, from Natural Foliage. These differ from the

35Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Cetakan Kedua), (Bandung,: PT Remaja

Rosdakarya, 2004), h. 74 36Agus Sachari, Pengantar Metode Penelitian Seni Rupa (Desain Arsitektur, Seni

Rupa dan Karya), (Jakarta: Erlangga, 2005), h. 71

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

Geometrical elements, inascmuch as they are organic i.e.

possessing stems, leaves, flowers, & c., while the latter are

inorganic”. 37 Istilah ornamen dalam arti terbatas mengandung

unsur-unsur dari hiasan yang digubah atau dikembangkan dari

motif daun-daun alam, bentuk geometris dan bentuk-bentuk

binatang. Dalam kesenian primitif, kepandaian hias-menghias

sering lebih dipentingkan dari pada cara-cara berkesenian

kemudian.

Van Der Hoop (1957) dalam bukunya Ragam-ragam hias

Indonesia menyebutkan: “Ragam hias terjadi pada suatu bangsa,

dalam suatu waktu dan dari sana lalu tersebar melalui negeri-negeri

lain, kalau penyebaran dari suatu pusat (“diffusie”) tidak dapat

diterima, maka persamaan ragam-ragam hias diberbagai tempat

yang berjauhan letaknya (parallelisme) harus diterangkan dari hal

bahwa pada dasarnya jiwa manusia dimana-mana adalah sama dan

oleh karena itu selalu menimbulkan pikiran-pikiran yang sama.38

Ahli bangsa-bangsa Jerman bernama Adolf Bastian (1826-1905)

menamakan ini Elementargedanken. Pendapat ini kita jumpai

kembali dalam bentuk yang lebih baru di dalam ilmu jiwa dari Jung

yang mengatakan, bahwa selalu munculnya lagi lambang yang

sama adalah akibat dari archetypen, yang terletak jauh di dalam

ketidak sadaran tiap-tiap manusia”.

Ornamen sebagai media ungkapan makna simbolis sangat

berkembang pada masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai

masyarakat religius.39 Kehadiran ornamen dapat dijadikan sebagai

sumber kekayaan budaya bangsa. Dalam perkembangan

selanjutnya, banyak ornamen mengalami pergeseran sebagai nilai

dari ungkapan makna simbolis pada masyarakat tertentu kini lebih

banyak berfungsi sebagai hiasan saja.

37Franz Saler Meyer, Handbook of Ornament, ( New York Dover Publications

Inc, 1957).Vii 38Van Der Hoop, A.N.J. Th.a., Th, Ragam-ragam Perhiasan Indonesia, (Jakarta

:Uitgegeven Door Het Koninklijk Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En

Wetenschappen, 1957), h.9 39 Daulat Saragih, Nilai Estetis dan Makna Simbolis yang Terkandung Pada

Ornamen Tradisional Bangunan Rumah Adat Batak Toba, ( Yogyakarta :Tesis S2

Ilmu Filsafat UGM,1996), h.4

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

2. Motif

Motif adalah dasar atau prinsip dari suatu pola yang

mengalami proses persiapan dan digambarkan berulang kali. Dari

proses tersebut menghasilkan pola yang dapat diaplikasikan pada

benda lain sehingga menjadi ornamen. Motifnya sangat beragam

dan dapat dikelompokkan menjadi beberapa yaitu: motif alam,

stylation, geometri dan gratis.

Menurut Petrusumadi (1991) dari berbagai macam motif

tersebut di atas, yaitu

1. Motif alami adalah motif yang menggambarkan motif alami

seperti gunung, awan, biasanya digambarkan secara dekoratif

tetapi biasanya digambarkan sebagai bentuk aslinya.

2. motif bunga adalah motif yang menggambarkan motif dalam

bentuk tanaman.

3. Motif fauna adalah motif yang menggambarkan motif

berbentuk binatang.

4. Motivasi gaya adalah motif yang dihasilkan dari proses

komposisi (gaya mengalami) dari bentuk aslinya.

5. Motif geometri adalah motif yang dibentuk menggunakan

bentuk geometris, misalnya lingkaran, segitiga, persegi

panjang dan sebagainya.

6. Motif bebas adalah motif yang sering dihargai oleh motif

modern baik dalam pembentukan motif maupun

persiapannya.40

Pada motif geometris terdapat beberapa kelompok, yaitu

motif hias yang bercorak geometris berupa unsur-unsur ilmu ukur

dan motif hias non-geometris berupa makhluk hidup. 41 Bentuk

geometris ini antara lain, berbentuk jajaran genjang, tumpal, pilin

berganda, meander, swastika dan lain-lain. Berikut gambaran lebih

jelas tentang bentuk-bentuk motif hiasan geometris. :

Motif jajaran genjang hias, atau lebih sering disebut dengan

motif intan atau motif bubur talam, pada dasarnya adalah garis

zigzag yang membentuk jajaran genjang: motif spal atau lebih

40 Petrussumadi . AtisahSipahelut, Dasar-dasarDesain. (Jakarta:Departe men

PendidikandanKebudayaan, 1991), h. 51 41Dirjen Kebudayaan Bagian Pembinaan Permusiuman, 1993-1994, h. 26

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

dikenal dengan sebutan rebung, dalam bentuk segitiga sama kaki.

Motif ini memiliki posisi tegak atau ujung di atas baik sendiri-

sendiri atau terdiri dari beberapa motif yang tersusun dalam satu

baris. Ada juga motif tumpal yang terbalik atau di bagian bawah.

Sering juga ditemukan motif-motif yang disusun bertumpukan

berhadapan antara tegak dan terbalik, yang dibuat sesekali. Motif-

motif ini dibuat polos, ada pula yang diisi dengan motif lain, baik

dalam bentuk garis, bunga, bintang, atau sulur. Motif pucuk tunas

merupakan simbol pertumbuhan.

Motif pilin adalah salah satu motif lama yang sudah ada sejak

budaya perunggu. Motif ini berbentuk seperti huruf "S" motif

memutar sering dibut sebagai pelengkap yang dipasang di tepi

motif utama. Motif berliku-liku, berkelok-kelok memiliki beberapa

bentuk, salah satunya menyerupai huruf "T" yang dibuat tegak dan

berputar, yang disusun bergantian. Seperti motif yang dipelintir,

motif yang berliku-liku juga umumnya digunakan sebagai motif

pelengkap yang dibuat lebih kecil dari motif utama. Motif

Swastika, juga ditemukan dalam ukiran Swastika tradisional,

adalah simbol sirkulasi bintang Swastika. Mereka juga memiliki

makna atau sering diyakini sebagai tanda keberuntungan untuk

hidup. Swastika ini diperkirakan berasal dari Cina.42

Adapun motif non geometris umumnya merupakan

penggayaan dari bentuk-bentuk makhluk hidup, seperti tumbuh-

tumbuhan, hewan dan manusia, namun motif non geometris yang

paling banyak digunakan pada ukiran khas palembang adalah motif

tumbuh-tumbuhan (flora) karena tanaman memainkan peran yang

sangat besar dalam kehidupan manusia, baik sebagai sumber

kehidupan atau sumber untuk penciptaan dekorasi. Manfaat yang

dapat diambil dari sumber seni ini tidak hanya sumber ide dan

simbolisme tetapi juga nilai-nilai estetika yang terkandung secara

alami.

Penjelasan di atas digunakan untuk mendeskripsikan motif

pada ornamen masjid Agung Palembang baik motif geometris,

motif floral, maupun motif stilasi, sedangkan untuk motif fauna

tidak ditemukan karena Islam melarang untuk penerapan motif

42Soegeng M.Toekiyo, Mengenal Ragam Hias Nusantara, (Bandung, Angkasa,

1987), h. 9

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

tersebut dalam ornamen masjid. Motif geometris dapat kita temui

pada elemen-elemen masjid karena ornamen ini pada mulanya

dibuat dengan guratan-guratan mengikuti bentuk benda yang dihias

karena ornamen geometris merupakan salah satu aspek penting

dalam seni Islam yang biasanya ditemukan dalam dekorasi

bangunan arsitektur Islam. 43 Jadi motif seni ini memiliki fungsi

sebagai pengingat tauhid. Seni ornamen geometris arabesk dikenal

memiliki konsep dasar yaitu dengan adanya pola-pola yang bersifat

karakteristik, fungsi dan struktur yang merupakan cikal bakal dari

konsep desain ornamen, baik bentuk dasar lingkaran, bentuk dasar

dari segitiga, bentuk dasar kotak, atau pola dasar dalam bentuk segi

enam, dan pola dasar. Dari pola ini dapat ditemukan ornamen di

setiap bagian masjid, terutama Masjid Agung Palembang.

3. Estetika

Estetika dengan ungkapan lain adalah “teori kesenian”,

filsafat seni” atau “teori keindahan” merupakan bagian penting dari

pranata kesenian dan pranata kesenian tersebut dapat dilihat

sebagai salah satu keterpaduan sistemik. 44 Adapun tujuan orang

melakukan seni adalah sebagai sasaran langsung ataupun sebagai

sasaran bertujuan untuk menghadirkan keindahan. Dikatakan

sasaran langsung apabila penikmat seni memang menjadi tujuan

utama dari kegiatan berseni itu adalah sesuatu diluar penikmat seni

itu sendiri, melainkan misalnya pencapaian tujuan-tujuan

keagamaan. 45 Teori estetika sebagai pengetahuan diketengahkan

oleh Thomas Munro; ia mengetengahkan bahwa menganggap seni

sebagai ilmu pengetahuan berarti bertentangan dengan teori klasik

dari Plato dan Aristoteles yang cenderung kepada pandangan

filsafat.

Kebanyakan orang menganggap bahwa suatu karya seni

harus mampu mengungkapkan diri melalui tata bentuknya sehingga

43Taty Diah Pancawati, dan Muhammad Faqih, Arsitektur, Islamic Center tema :

Arabesque Fakultas Tekhnik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi (IST) Jurnal

Sains dan Seni pomits Vol, 1, No.1,6 halaman, Tersedia ;

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-22130-3204100069 Paper.pdf.html /diakses

tanggal 10 September 2018 44 Edy Sedyawati, Budaya Indonesia, Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah.

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 125 45Edi Sedyawati,Budaya Indonesia 2006, h.127

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

dapat dipahami maknanya. William Bossart mencoba

mendiskusikan pengertian bentuk suatu karya seni, menurutnya

pertama-tama haruslah bersifat ekspresif, yaitu sebagai perwujudan

kualitas emosional tertentu yang menyebabkan karya itu dipahami

tanpa harus menggali pengalaman lampau dari si pengamat. Seperti

halnya dalam konteks„permainan‟ seni menolak tiap penjelasan

lebih lanjut tentang bentuk dan pengertiannya, lewat bentuknya

itulah seni membuka diri bagi kontemplasi estetis.46

Untuk mendapatkan kejelasan apakah seni itu merupakan

ekspresi atau isi dari sesuatu emosi, C. J Ducasse (1965) mencoba

menelaah masalah bahasa emosi dalam kaitannya dengan seni.

Apakah mungkin ada pengalaman estetis yang ditimbulkan karya

seni dengan perasaan si seniman yang diekspresikan lewat objek

ciptaanya? Menurut Herbert (1959) Seni adalah aktivitas yang

punya tujuan yang terkontrol, yang bermaksud menciptakan suatu

objek punya kemampuan merefleksi terhadap penciptanya. Bila ia

mengkontempletasi import emosionalnya, image perasaanlah yang

melahirkan bentuk dan isi spesifik bagi objek; objek itulah yang

akan membangkitkan perasaan estetis yaitu bahasa perasaan si

seniman yang diekspreikan lewat karyanya. Proses penciptaan

karya seni adalah proses komunikasi, proses ekspresi, yaitu

memindahkan perasaan supaya dapat ditanggapi pihak lain

sehingga mengalami perasaan yang sama demikian menurut

Herbert Read.47 Jadi, Fungsi seni itu adalah untuk mengekspesikan

perasaan dan memindahkan pengertian.

Menurut Edgar De Bruyne dalam Herbert (1959) asal mula

seni dan perkembangannya berpendapat bahwa seni bukan gejala

yang serba mewah, bukan untuk kegunaan praktis juga semata-

mata bukan permainan atau pengutipan. Seni menyangkut

kesadaran terhadap rasa nilai dan merupakan penciptaan tata

bentuk yang disengaja dan terencana. Seni menjabarkan pengertian

yang hidup diantara bentuk dan tata nilai. Sekalipun kehidupan

manusia terus berubah namun perkembangan seni tidak mesti

46 Pranjoto Setjoatmodjo (ed), Bacaan Pilihan Tentang Estetika, ( Jakarta :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi

Proyek pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, 1988), h.4 47 Herbert, The Meaning of Art. ( New York: Penguin Book, 1959 ), h. 32

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

sejalan dengan perkembangan kebudayaan. Seni yang bercorak

primitif bisa saja muncul dalam era kebudayaan dan teknologi

modern.48

Seni mengandung unsur-unsur praktis maupun estetis tetapi

tanpa lebih dari itu ia tidak dapat dikembalikan kepada sumber dari

kepuasan estetis maupun kepada kegunaan sebagai peralatan

praktis, yang karena dirinya sendiri, dan terlepas dari setiap

pengaruh terhadap kesadaran, akan tunduk kepada tujuan-tujuan

kehidupan seni menyangkut kesadaran baik pada diri seniman

maupun pada diri manusia yang disuguhinya, tetapi kesadaran ini

agar supaya seni dapat dirasakan sebagai gejala khusus terhadap

tata bentuk, rasa kefakuran terhadap Tuhan.49

Pada dasarnya seni merupakan gejala yang rumit seperti

halnya kehidupan manusia. Seni tersusun atas berbagai unsur, yang

tunduk pada hukum-hukum kejiwaan dan pengaruh-pengaruh dari

luar. Seperti halnya manusia yang perhatian dan tingkah lakunya

berpindah dari suatu objek ke objek lain, sesuai dengan

kepercayaan saat itu. Demikian pula dengan minat artistic berbagai

bangsa yang juga berpindah-pindah dari aspek satu ke aspek yang

lain. Kaidah pembagian seni sebagian dapat diduga dan ditentukan

sejauh ia bersamaan dengan kaidah-kaidah kehidupan, kesadaran,

dan kejiwaan.

Estetika Ornamen Masjid Agung Palembang adalah sebuah

kajian keindahanyang diperolehmelalui bentuk visual dari ukiran

yang dibentuk sedemikian rupa,sehingga mewujudkan sebuah

ragam hias yang bermakna,yang merupakan manifestasi

kehidupan masyarakat Palembang,serta ungkapan kreativitas dari

kebudayaan masyarakat itu sendiri sebagai salah satu bahagian dari

kebudayaan Melayu Palembang.

4. Simbol

Secara etimologis, simbol berasal dari kata kerja Yunani

sumballo (sumballein) (symbolos) yang berarti tanda atau ciri yang

memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang. Bentuk simbol

48Herbert, The Meaning of Art, 1959 ), h.6 49Herbert, The Meaning of Art...1959 h. 32

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

adalah penyatuan dua hal menjadi satu. Dalam simbolisasi, subjek

menyatukan dua hal menjadi satu.50

Hampir tidak mungkin masyarakat tanpa simbol (lambang).

Setiap komunikasi dengan bahasa atau sarana yang lain,

menggunakan lambang-lambang, “Manusia adalah animal

symbolicum” kata Ernst Cassirer (1967) Hanya dengan

menggunakan lambang-lambang manusia dapat mencapai potensi

dan tujuan tertinggi hidupnya. Ungkapan simbolis merupakan jalan

menuju kebebasan yang berdaya cipta.

Simbol merupakan alat yang kuat memperluas penglihatan

kita, merangsang daya imajinasi, dan memperdalam pemahaman.

Bagi Whitehead (2002) simbol mengacu kepada makna; bagi

Goethe (1848) simbol menggambarkan yang universal; bagi

Coleridge (1997) simbol berpartsipasi dalam realitas; bagi Toynbee

(2005) simbol menyinari realitas; bagi Goodnough (1988) simbol

mendatangkan transformasi atas apa yang harfiah dan lumrah; bagi

Brown (2008) simbol menghubungi simbol ke-Tuhanan. Sebuah

simbol sendiri dapat dipandang sebagai: 1). Sebuah kata atau

barang atau tindakan atau peristiwa atau pola, atau pribadi atau hal

yang konkret, 2). Yang mewakili atau menggambarkan atau

mengisyaratkan atau menandakan atau menyelubungi atau

menyampakan atau mengungkapkan atau berkesesuaian atau

berhubungan dengan atau mengacu kepada atau berkaitan dengan,

3). Sesuai yang lebih besar atau transeden atau tertinggi atau

terakhir; sebuah makna, realitas, suatu cita-cita, nilai, prestasi,

kepercayaan, masyarakat, konsep, lembaga, dan suatu keadaan.

Pola ini menyingkapkan bahwa nomor 1 lebih dapat dilihat, lebih

dapat didengar, lebih dapat diraba, lebih dekat, lebih konkret

daripada no 3. Fungsi simbol menurut definisi-definisinya ini,

yaitu untuk menjembatani jurang antara dunia nomor 1 dan dunia

nomor 3, jadi sebuah simbol menghubungkan atau

menggabungkan.51

50 Dibyasuharda, Dimensi Metafisik Dalam Simbol, Ontologi Mengenai Akar

Simbol, Disertasi,(Yogyakarta, Gadjah Mada, 1990),h.11 51Dillistone, F.W, The Power Of Simbol, (Yogyakarta : Penerbit Kanisius,2002),

h.17

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

Menurut Paul Tillich dalam dillistone (2002) simbol memiliki

empat ciri khas yang berhubungan dengan manusia, diantaranya :

1) Simbol berfungsi seturut dengan ciri khas yang membedakan

simbol dengan tanda, 2) Simbol membukakan kepada manusia

adanya tingkat-tingkat realitas yang tidak dapat dimengerti dengan

cara lain, 3) Simbol membuka dimensi-dimensi roh batiniah

manusia sehingga terwujud suatu koespondensi atau korelasi

dengan segi-segi ralitas tertinggi, 4) Simbol mirip dengan makhluk

hidup; muncul dari kegelapan, dan hidup oleh karena hubungan

dengan suatu kebudayaan khusus. Oleh karena itu, simbol tidak

terpisahkan dengan suatu kebudayaan masyarakat tertentu. Dalam

masyarakat, simbol memiliki tempatnya karena berkembang dan

turut mengembangkan kebudayaan sehingga manusia semakin

mengenali realitas dirinya dan realtas yang tertinggi.52

Setelah mengetahui peran simbol diatas dapat dibayangkan

bahwa dalam hidup manusiasimbol diperlukan. Apabila kehilangan

simbol dalam kehidupannya manusia tidak sanggup memahami

realitas yang tertinggi dan dimensi-dimensi baru dalam realitas

kehidupan.53

Dalam penelitian simbol yang terdapat pada onamen masjid

Agung Palembang karena masjid tersebut memiliki nilai sejarah

dan merupakan masjid bersejarah yang ada di kota Palembang,

arsitektur dan dekorasi masjid memiliki banyak simbol yang

mengandung makna filosofis. Keunikan yang disoroti di masjid

Agung Palembang terletak pada simbol-simbol yang melekat pada

ornamen masjid.

Menurut James Daver (1988) Simbol adalah objek atau

aktivitas yang melambangkan, dan berfungsi sebagai pengganti

untuk sesuatu yang lain dan gambar dengan sesuatu yang tidak

memiliki hubungan langsung dengannya. 54 Dalam dunia yang

semakin modern, kebanyakan orang tidak tahu arti yang

terkandung dalam simbol-simbol ornamen di masjid, mereka

hanya tahu tentang keindahan yang terlihat di setiap ornamen

52 Dillistone, F.W,The Power Of Simbol,(Yogyakarta,Penerbit Kanisius,2002),

h.124 53Dillistone, F.W,The Power Of Simbol.. 2002, h. 128 54James Daver, Simbol dalam kamus Psikologi (Jakarta: Bina Aksara, 1988),

h.476

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

masjid. Namun ada juga orang yang masih mempertahankan adat

dan mengetahui makna yang terkandung dalam simbol ornamen

masjid dan meyakini bahwa simbol tersebut memiliki fungsi dan

makna kegunaannya.

Oleh karena itu perlu juga diketahui makna simbol-simbol

yang ada di ornamen Masjid Agung Palembang secara mendalam,

karena simbol-simbol ini penting untuk diketahui dan dipelajari.

Makna simbol-simbol motif ornamen di Masjid Agung Palembang

pada umumnya digunakan sebagai pengingat agar orang yang

berada di masjid Agung Palembang selalu mengingat Allah swt,

dan berusaha selalu mendekatkan diri kepada Allah .

H. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field reserch)

yakni mencari informasi dari lapangan tentang ragam motif ornamen

Masjid Agung Palembang baik dari estetik dan simbolik yang

terkandung didalam ragam hias masjid tersebut. Informasi yang

terhimpun dari lapangan yang dijadikan sebagai sumber utama

disertasi ini. Adapun informasi dari bahan-bahan kepustakaan dari

buku-buku tentang ragam motif ornamen masjid Agung Palembang

yang dijadikan bahan sekunder serta dikaitkan dengan ragam motif

ornamen masjid-masjid tua yang ada di kota Palembang dari sisi

estetika dan makna simbol dari ornamen itu sendiri.

1. Lokasi, subjek, dan Objek Penelitian

a. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian yang dipilih oleh penulis untuk

penelitian ini adalah masjid Agung Palembang. Posisinya berada

di Pusat Kota Palembang, antara lain Jalan Merdeka di Jalan

Jendral Sudirman tidak jauh dari Jembatan Ampera dan Benteng

Kuto Besak, masjid ini sangat strategis dan mudah di akses,

dibangun pada masa Kesultanan Palembang Darussalam, masjid

ini ditetapkan sebagai salah satu peninggalan sejarah dan

menjadi suaka budaya serta salah satu aset wisata sejarah dan

religi di Palembang.

22

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

Gambar 1.1 Peta Lokasi Penelitian

(Sumber : https://www.google.co.id/peta+masjid+agung+palembang/

diakses tanggal 13 September 2018 )

Keterangan gambar : Masjid Agung Palembang letaknya berada

di pusat Kota, berada di dekat Ampera dan air

mancur yang merupakan Ikon masyarakat kota

Palembang, masjid tersebut berada di Jalan

Jendral Sudirman 19 Ilir, Kecamatan Bukit Kecil.

b. Subjek dan Objek Penelitian

Adapun yang menjadi subjek penelitian ini adalah estetik

dan simbolik dari ornamen Masjid Agung Palembang,

sedangkan objek penelitian adalah Masjid Agung Palembang.

Dalam hal ini makna estetik dan simbolik dari ragam motif

ornamen Masjid Agung Palembang, menjadi sumber bagi

masjid tua lain yang ada di kota di Palembang.

2. Populasi dan Sampel

Penulis tidak menentukan sampel dari populasi objek yang

diteliti, penulis meneliti motif ornamen Masjid Agung Palembang

serta masjid tua yang ada di Palembang dengan menganalisis

masing-masing motif ornamen yang ada.

3. Data dan Sumber Data

a. Data

Data yang digali dalam penelitian ini meliputi :

23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

1. Data primer yang merupakan data pokok dalam

penelitian ini berkenaan dengan ragam motif ornamen

Masjid Agung Palembang

2. Data Sekunder yang akan melengkapi data primer berupa

motif masjid tua yang ada di kota Palembang.

b. Sumber Data

Sumber data penelitian ini adalah sumber pustaka yang

berkaitan dengan ornamen masjid pada umumnya. Data-data

kepustakaan dalam bentuk disertasi, tesis, jurnal, majalah,

artikel, penelusuran melalui internet sebagai referensi yang

relevan serta arsip-arsip yang berkaitan dengan objek penelitian,

sumber pustaka tersebut penting artinya dalam menunjang

pengamatan di lapangan sekaligus menjadi dasar pemahaman

aspek sejarahnya. Hasil penelusuran melalui sumber tertulis

antara lain teori untuk menganalisis kajian ornamen khususnya

masjid Agung Palembang.

4. Jenis Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

a. Jenis Penelitian

Adapun jenis penelitian ini adalah Field Reserch (Penelitian

lapangan).

b. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini berupa

penggalian data sebagai berikut :

1. Observasi 55 . Menurut Suwardi (2006) observasi

(pengamatan) adalah suatu penyelidikan secara sistematis

menggunakan kemampuan indera manusia.56 Dalam tahap

ini observasi dilakukan dengan cara mencatat secara

sistematis gejala-gejala yang diselidiki. Bentuk observasi

55 Observasi merupakan suatu teknik untuk menggli sumber data berupa

peristiwa, tempat, loasi, dan rekaman. Teknik observasi didasarkan atas pengamatan

secara langsung, pengamatan merupakan alat yang valid untuk mengetes suatu

kebenaran atas informasi yang diberikan kepada subjek untuk memperoleh

kevalidan tentang data yang dilakukan dengan mengamati secara langsung terhadap

objek yang ada dilokasi penelitian. H.B. Sutopo, Metode Penelitian Kualitatif

(Bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), h. 103 56 Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press, 2006), h. 208

24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

ini survei lapangan terhadap ragam motif pada ornamen

Masjid Agung Palembang atau pengamatan langsung

terhadap objek yang diteliti. Observasi juga tidak hanya

mengamati tetapi juga melakukan pemotretan untuk

mendokumentasikan ornamen Masjid terkait lengkap

dengan detail motif teknik perwujudan serta

penerapannya. Fakta-fakta tersebut membantu dalam

pengumpulan data, terutama untuk memperjelas deskripsi

dan analisa terhadap data-data yang disajikan.

2. Wawancara (interview), wawancara adalah metode

pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak yang

dikerjakan dengan sistematik dan berlandaskan pada

tujuan penelitian. 57 Adapun wawancara yang peneliti

lakukan adalah wawancara bebas terpimpin yaitu peneliti

memberikan kebebasan kepada responden untuk berbicara

dan memberikan keterangan yang diperlukan peneliti

melalui pertanyaan pertanyaan yang diberikan.

Wawancara ditujukan kepada pengurus dan pengelola

masjid sebanyak 6 orang sebagai informan untuk

mendapatkan data-data yang valid, karena mereka

dianggap banyak mengetahui tentang masjid Agung

Palembang serta masjid tua lainnya.

3. Pencarian Dokumen tentang hal yang berkaitan dengan

ragam motif ornamen masjid Agung Palembang melalui

pengkajian motif-motif ornamen masjid dari seluruh

masjid-masjid tua di Palembang.

5. Teknis Analisis Data

Teknis analisis data dalam penelitian ini dengan teknis

analisis semiotika melalui proses pemaknaan/ semiosis. Proses

pemaknaan semiosis ditujukan untuk untuk membantu penafsir

menemukan makna yang lebih sempurna. Data ini disajikan dalam

pola deskriptif, dengan menguraikan data hasil temuan di lapangan,

dalam penelitian ini dilakukan analisis kualitatif, analisis kualitatif

adalah suatu analisis data yang dipergunakan untuk permintaan

informasi yang bersifat menerangkan dalam bentuk uraian , maka

57 Sutrisno Hadi, Metodologi ResearchJilid 2 (Yogyakarta : Andi, 1989 ), h. 218

25

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

data tersebut tidak dapat diwujudkan dalam bentuk angka-angka,

diambil suatu kesimpulan. 58 yang selanjutnya diinterpretasikan

pada bab pembahasan.

I. Sistematika Pembahasan

Sistematika penulisan penelitian ini disusun berdasarkan alur

penulisan disertasi,59 yaitu sebagai berikut :

Pada bab pertama, peneliti mengawali tulisannya dengan

pendahuluan, hal ini dibuat mengungkapkan latar belakang masalah

penelitian, sebagai alasan untuk apa penelitian terhadap ornamen

masjid dilakukan, kemudian membuat rumusan masalah, tujuan

penelitian dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,

metode penelitian yang digunakan untuk menjawab permasalahan

yang ada, serta sisteatika pembahasan agar penulisan disertasi ini

menjadi terarah.

Pada bab kedua, ornamen dalam arsitektur masjid di Nusantara

meliputi : pengertian ornamen dan fungsinya, ciri dan motif ornamen

masjid bersejarah di Nusantara, corak ornamen masjid di Nusantara,

ornament masjid bersejarah dan elemen-elemennya, desain arsitektur

bangunan masjid, kajian estetik dan simbolik.

Pada bab ketiga, arsitektur masjid Agung Palembang meliputi,

sejarah arsitektur masjid Agung Palembang, transfomasi bentuk

arsitektur masjid Agung Palembang, wujud corak budayaa pada

arsitektur masjid Agung Palembang, dan penerapan warna ornamen

masjid Agung Palembang.

Pada bab keempat, peneliti akan menjawab estetik dan simbolik

motif ornamen arsitektur masjid Agung Palembang meliputi : motif

ornamen masjid Agung Palembang, nilai estetik dan makna simbolik

ornamen masjid Agung Palembang.

Pada bab kelima, karakteristik ornamen masjid Agung

Palembang dibandingkan dengan masjid-masjid-masjid tua lainnya di

Palembang, diantaranya masjid lawang Kidul, masjid Muara Ogan,

masjid Suro (Mahmudiyah), masjid Jami‟ Sungai Lumpur, serta

masjid Sultan Agung.

58 Subagyo, Metodologi Penelitian dalam Teori dan Praktek ( Jakarta : Rieneka

Cipta, 2006), h. 94 59Abdullah Idi, dkk (Tim editor) Pedoman Penulisan Disertasi, 2003, h. 6

26

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

Untuk mengakhiri pembahasan ini, peneliti menutup tulisan

pada bab keenam yang merupakan bab terakhir yaitu : Penutup,

berupa simpulan dan saran.

Kesimpulan

Penelitian dengan judul Ornamen Masjid Agung Palembang :

Estetik dan Simbolik, menghasilkan bahwa (1) ornamen Masjid

Agung Palembang terdiri atas 3 bentuk, yaitu 1. geometris, 2. kaligrafi

dan 3 tumbuh-tumbuhan. Bentuk geometris ada 4 yaitu pada bagian

pintu, jendela, ventilasi dan pilar. Bentuk kaligrafi ada 5 bentuk, yaitu

pada dinding, langit, pintu, jendela serta ruang serambi, sedangkan

motif tumbuhan ada 6 bentuk diantaranya, pintu masuk, jendela,

mimbar, mihrab, meja serta pilar.(2) makna estetik dari arsitektur

masjid Agung Palembang dari bentuk bangunan mengandung makna

bahwa dalam pemikiran Islam terutama pada bidang aqidah, ibadah,

dan dakwah yang memungkinkan ajaran Islam menyebar melalui

masjid ini keseluruh umat Islam dimana saja berada. Aqidah

merupakan pondasi dimana bangunan Islam didirikan, dibangun, dan

dikembangkan. Disini ditanamkan keyakinan bahwa tidak ada tuhan

selain Allah dan Nabi Muhammmad adalah utusan Allah. Siapa

mencintai Muhammad berarti mencintai Allah dan siapa taat kepada

Muhammad berarti taat kepada Allah. (3) makna simbolik dari

ornamen masjid Agung Palembang pada lambang persegi delapan

melambangkan cahaya Allah yang menyebarkan Iman dan Islam,

ornamen bentuk pesegi delapan ini menunjukkan bahwa cahaya

Ketuhanan memiliki delapan sisi segitiga sama sisi dengan makna

nikmat Tuhan yang adil dan merahmati siapapun, motif tumbuh-

tumbuhan menunjukkan simbol bahwa manusia sangat tergantung

dari tumbuh-tumbuhan, konstruksi atap bertajug 3 (tiga) memiliki

makna simbolis, dari ketiga tingkatan atap ini secara garis besar

merupakan simbol dari makna hubungan manusia dengan manusia

(hablum minannas) dan makna hubungan manusai dengan Allah

(hablum minallah). Pada tingkatan ini hubungan antara manusia

dengan lingkungannya masih lebih dominan hablumminal alam (4)

Karakteristik persamaan masjid Agung Palembang dengan masjid

tua lainnya adalah pada bentuk atap limas segitiga dan bentuk

mimbar, sementara itu perbedaannya terletak pada jumlah atap dan

bentuk motif mimbar.

287

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.radenfatah.ac.id/7414/1/BAB I BU NYAYU... · 2020. 9. 21. · Cina, Eropa, dan Arab. Menurut Abdul Baqir (1999), salah satu keunikan

Data kajian ini dapat disimpulkan bahwa masjid Agung

Palembang menjadi tolak ukur atau sumber ornamen bagi lima masjid

tua lainnya. kelima masjid tua lainnya yang berada di Palembang telah

menjadikan masjid Agung Palembang sebagai inspirasi atau tolok ukur

dalam pembangunan masjidnya. Oleh karena itu masjid Lawang Kidul,

masjid Kiai Muara Ogan, masjid Mahmudiyah (Suro), masjid Jami‟

Sungai Lumpur serta masjid Sultan Agung semacam miniatur dari

masjid Agung Palembang.