bab i pendahuluan a. latar belakang...

38
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yogyakarta adalah sebuah kota yang mendapatkan julukan sebagai Kota Pelajar. Citra Yogyakarta sebagai kota pelajar tentu tidak dapat dilepaskan dari banyaknya mahasiswa dari berbagai daerah yang menuntut ilmu di Yogyakarta. Berdasarkan data dari BPS (2009), dapat diketahui bahwa jumlah perguruan tinggi di Yogyakarta secara keseluruhan mencapai 129 unit. Kondisi tersebut membuat banyaknya mahasiswa yang setiap tahunnya datang ke Yogyakarta. Menurut Basir (1992), mahasiswa secara psikis dan fisik telah mencapai tahap awal dewasa dan telah meninggalkan masa remajanya, sehingga perilakunya dengan lingkungan sekitar sudah terarah. Salah satu kegiatan positif yang banyak dilakukan mahasiswa adalah kerja paruh waktu. Ronen (1981) menyebutkan bahwa pekerjaan paruh waktu merupakan jadwal kerja yang dilaksanakan minimal 20 jam, namun tidak lebih dari 40 jam seminggu. Menurut Cohen (dalam Ronen, 1981) bentuk pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa adalah jenis pekerjaan paruh waktu (part-time work). Hal ini disebabkan karena jadwal kerja paruh waktu lebih fleksibel daripada jadwal kerja penuh waktu, sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan jadwal kerja dengan jadwal kuliahnya. Oleh sebab itu, kuliah sambil bekerja mejadi kegiatan yang dikenal luas pada kalangan mahasiswa. Beragam alasan melatarbelakangi para mahasiswa untuk menjalani pekerjaan paruh waktu. Motte dan Schwartz (2009) mengemukakan

Upload: vanhanh

Post on 06-Mar-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Yogyakarta adalah sebuah kota yang mendapatkan julukan sebagai Kota Pelajar.

Citra Yogyakarta sebagai kota pelajar tentu tidak dapat dilepaskan dari banyaknya

mahasiswa dari berbagai daerah yang menuntut ilmu di Yogyakarta. Berdasarkan data

dari BPS (2009), dapat diketahui bahwa jumlah perguruan tinggi di Yogyakarta secara

keseluruhan mencapai 129 unit. Kondisi tersebut membuat banyaknya mahasiswa

yang setiap tahunnya datang ke Yogyakarta.

Menurut Basir (1992), mahasiswa secara psikis dan fisik telah mencapai tahap

awal dewasa dan telah meninggalkan masa remajanya, sehingga perilakunya dengan

lingkungan sekitar sudah terarah. Salah satu kegiatan positif yang banyak dilakukan

mahasiswa adalah kerja paruh waktu. Ronen (1981) menyebutkan bahwa pekerjaan

paruh waktu merupakan jadwal kerja yang dilaksanakan minimal 20 jam, namun tidak

lebih dari 40 jam seminggu.

Menurut Cohen (dalam Ronen, 1981) bentuk pekerjaan yang paling banyak

dilakukan oleh mahasiswa adalah jenis pekerjaan paruh waktu (part-time work). Hal

ini disebabkan karena jadwal kerja paruh waktu lebih fleksibel daripada jadwal kerja

penuh waktu, sehingga mahasiswa dapat menyesuaikan jadwal kerja dengan jadwal

kuliahnya. Oleh sebab itu, kuliah sambil bekerja mejadi kegiatan yang dikenal luas

pada kalangan mahasiswa. Beragam alasan melatarbelakangi para mahasiswa untuk

menjalani pekerjaan paruh waktu. Motte dan Schwartz (2009) mengemukakan

berbagai alasan mahasiswa menjalani pekerjaan paruh waktu, yaitu bekerja untuk

membantu orang tua membiayai kuliah, bekerja untuk mengisi waktu luang, bekerja

untuk belajar hidup mandiri, dan bekerja untuk mencari pengalaman.

Mahasiswa adalah individu yang menuntut ilmu di perguruan tinggi, dan dalam

perkembangannya berada pada kategori remaja akhir yang berada dalam

rentang usia 18-21 tahun (Monks dkk, 2001). Menurut Papalia, dkk (2007), usia ini

berada dalam tahap perkembangan dari remaja menuju dewasa muda atau young

adulthood. Pada usia ini perkembangan individu ditandai dengan pencarian identitas

diri. Sementara Hurlock (1999) mengkategorikan usia mahasiswa ke dalam masa

dewasa dini. Menurut Hurlock (1999) masa dewasa dini dimulai pada usia 18 tahun

dimana tugas perkembangan pada masa dewasa dini salah satunya adalah mencakup

pemilihan karir atau mendapatkan suatu pekerjaan.

Lebih lanjut, melakukan pekerjaan paruh waktu bagi mahasiswa tidak dapat

dipungkiri akan memberikan dampak positif maupun negatif. Dampak positifnya

adalah dengan bekerja mahasiswa dapat membantu orang tua dalam membiayai

kuliah, memperoleh pengalaman kerja, serta kemandirian ekonomis (Motte dan

Schwartz, 2009). Pada sisi lain, dampak negatifnya adalah bahwa bekerja bisa

membuat mahasiswa lalai akan tugas utamanya, yakni belajar (Yenni, 2007).

Mahasiswa tersebut mengalami kesulitan dalam membagi waktu antara kuliah, kerja

dan belajar.

Terlepas dari berbagai dampak positif dan negatif yang dialami mahasiswa

apabila melakukan pekerjaan paruh waktu, dalam hal ini fenomena semakin maraknya

mahasiswa yang melakukan pekerjaan paruh waktu untuk mengisi waktu luang seolah

menunjukan bahwa bekerja paruh waktu telah menjadi bagian dari gaya hidup

mahasiswa di Yogyakarta. Pemikiran tersebut didasari karena adanya pergesar

motivasi dalam bekerja paruh waktu oleh mahasiswa yang semula cenderung didorong

oleh motif ekonomi dan saat ini lebih pada motif sosial. Hasil wawancara awal yang

telah penulis lakukan dengan salah seorang mahasiswa di Yogyakarta menunjukan

bahwa saat ini di kalangan mahasiswa pekerjaan paruh waktu dianggap memiliki nilai

gengsi tersendiri. Artinya bahwa jumlah upah yang diterima dari pekerjaan paruh

waktu bukan hal utama yang menjadi pertimbangan karena motif ekonomi tidak lagi

menjadi motivasi terbesar dalam melakukan pekerjaan paruh waktu (wawancara awal

dengan salah seorang mahasiswa pekerja paruh waktu, 22 Agustus 2014).

Uraian tersebut menunjukan bahwa pada perkembagannya saat ini pekerjaan

paruh waktu tidak hanya dilakukan oleh mahasiswa yang memerlukan biaya

tambahan, tetapi juga dilakukan oleh mahasiswa yang secara ekonomi telah

berkecukupan. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa di kalangan mahasiswa saat ini

bekerja paruh waktu telah menjadi bagian dari gaya hidup modern. Gaya hidup

menurut (Kotler, 2002: 192) adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan

dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan diri

seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup juga menunjukkan

bagaimana orang hidup, bagaimana membelanjakan uangnya, dan bagaimana

mengalokasikan waktu dalam kehidupannya, juga dapat dilihat dari aktivitas sehari-

harinya dan minat apa yang menjadi kebutuhan dalam hidupnya. Sementara

modernisasi merupakan suatu proses perubahan pada masyarakat dan kebudayaan

dalam seluruh aspek kehidupannya.

Lebih lanjut, dalam wacana sosiologi dikenal beberapa definisi yang telah

dikemukakan para sosiolog mengenai gaya hidup modern, yaitu sebagai berikut:

1. Gaya hidup modern adalah suatu proses transformasi, suatu perubahan masyarakat

dalam segala aspek-aspeknya (J.W.Schoorl, 1988: 1);

2. Gaya hidup modern adalah proses jangka panjang, ketika masyarakat traditional

atai institusi yang kurang berkembang menuju masyarakat yang memiliki cirri-ciri

lebih berkembang (Richard T. Schaefer dan Robert P. Lamm, 1988: 258);

3. Gaya hidup modern adalah proses perubahan sosial yang biasanya terarah

(directed change) yang didasarkan pada suatu perencanaan sehingga merupakan

intended atau planned change yang dinamakan “social planning” (Soerjono

Soekanto, 2002: 347).

Melihat beberapa definisi gaya hidup modern yang dikemukakan oleh para

sosiolog tersebut, tampak bahwa gaya hidup modern pada dasarnya merupakan

pengertian yang cakupannya amat luas (inklusif). Hanya saja secara garis besar dapat

dipahami bahwa berbagai definisi gaya hidup modern tersebut umumnya memberikan

penekanan pada dimensi tertentu dari realitas. Bekerja paruh waktu yang bagi

mahasiswa pada awalnya identik dengan kondisi ekonomi lemah kemudian bergeser

menjadi satu bagian dari gaya hidup. Pada akhirnya, hal demikian mengarah pada

gengsi dan status sosial tersendiri di kalangan mahasiswa mengingat pekerjaan paruh

waktu tidak lagi menjadi bagian dari upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi, tetapi

lebih pada pemenuhan kebutuhan sosial.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa permasalahan utama yang

dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah telah terjadinya pergeseran tujuan

melakukan pekerjaan paruh waktu di kalangan mahasiswa, yaitu dari tujuan ekonomi

ke tujuan-tujuan lain. Selain itu, permasalahan lainnya adalah bahwa pekerjaan paruh

waktu berkaitan dengan nilai-nilai prestige, sehingga akan berdampak pada gaya

hidup modern di kalangan anak muda.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan

rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa tujuan kaum muda melakukan pekerjaan paruh waktu?

2. Bagaimana dampak pekerjaan paruh waktu tersebut dengan gaya hidup modern

anak muda?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis tujuan kaum muda melakukan pekerjaan paruh waktu

2. Untuk menganalisis dampak pekerjaan paruh waktu tersebut dengan gaya hidup

modern anak muda

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Akademis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan

khususnya mengenai kehidupan anak muda yang bekerja paruh waktu.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan

peran serta mengenai dampak dari gaya hidup modern pada anak muda.

E. Kerangka Teori

1. Leisure Class Theory

The Leisure Class Theory berangkat dari pemikiran salah satu tokoh

Sosiologi, yaitu Thorstein Veblen (1899). Leisure Class Theory berasal dari kata

leisure yang berarti ”waktu luang”, sehingga leisure class menjadi teori yang

menjelaskan tentang perilaku seseorang dalam memanfaatkan waktu luang. Lebih

lanjut, definisi leisure class sendiri juga tidak dapat dilepaskan dengan waktu

luang. Pemanfaatan waktu luang yang pada teori Veblen mengacu kepada budaya

konsumsi mengandung arti bahwa kaum muda mengkonsumsi waktu luangnya

untuk melakukan kerja paruh waktu yang kemudian menjadi gaya hidup, di mana:

a. Dengan pekerjaan tersebut dapat mencapai status sosial tertentu; atau

b. Dari kerja paruh waktu tersebut mendapatkan penghasilan yang akan digunakan

untuk melakukan gaya hidup dan akan membuat pelakunya mencapai status

sosial tertentu.

2. Konsep Gaya Hidup

Tidak sedikit tokoh sosiologi yang mengemukakan pendapatnya mengenai

konsep gaya hidup. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan konsep

gaya hidup yang dikemukakan oleh David Chaney. Dalam bukunya “Life Style’’

Chaney (1996: 92) mengatakan bahwa: “Gaya hidup selanjutnya merupakan cara-

cara terpola dalam menginvestasikan aspek-aspek tertentu kehidupan sehari-hari

dengan nilai sosial atau simbolik; tapi ini juga berarti bahwa gaya hidup adalah

cara bermain dengan identitas.” Atau dengan kata lain :“Gaya hidup adalah suatu

cara terpola dalam pergaulan, pemahaman, atau penghargaan artefak-artefak

budaya material untuk mengasosiasikan permainan kriteria status dalam konteks

yang tidak diketahui namanya”.

Chaney juga mengemukakan asumsinya bahwa gaya hidup merupakan salah

satu ciri dari masyarakat modern, yang berarti merupakan bentuk dari modernitas.

Oleh sebab itu, dalam masyarakat modern gaya hidup merupakan perilaku yang

dilakukan dalam bentuk aktivitas yang berkaitan dengan pencitraan diri dan refleksi

status sosialnya. Lebih lanjut, Chaney (1996) mengungkapkan beberapa bentuk

gaya hidup, antara lain yaitu:

a. Industri Gaya Hidup

Dalam abad gaya hidup, penampilan diri itu justru mengalami estetisisasi,

yaitu “estetisisasi kehidupan sehari-hari”, dan bahkan tubuh/diri (body/self) juga

mengalami estetisisasi tubuh. Tubuh/diri dan kehidupan sehari-hari pun menjadi

sebuah proyek, khususnya benih penyemaian gaya hidup. “Kamu bergaya maka

kamu ada!” adalah ungkapan yang mungkin cocok untuk melukiskan

kegandrungan manusia modern akan gaya. Itulah sebabnya industri gaya hidup

untuk sebagian besar adalah industri penampilan.

b. Iklan Gaya Hidup

Dalam masyarakat mutakhir, berbagai perusahaan (korporasi), para politisi,

individu-individu semuanya terobsesi dengan citra. Era globalisasi informasi

seperti sekarang ini membuat yang berperan besar dalam membentuk budaya citra

(image culture) dan budaya cita rasa (taste culture) adalah gempuran iklan yang

menawarkan gaya visual yang kadang-kadang mempesona dan memabukkan.

Iklan merepresentasikan gaya hidup dengan menanamkan secara halus (subtle)

arti pentingnya citra diri untuk tampil di muka publik. Iklan juga perlahan tapi

pasti mempengaruhi pilihan cita rasa yang kita buat.

c. Public Relations dan Journalisme Gaya Hidup

Pemikiran mutakhir dalam dunia promosi sampai pada kesimpulan bahwa

dalam budaya berbasis-selebriti (celebrity based-culture), para selebriti membantu

dalam pembentukan identitas dari para konsumen kontemporer. Dalam budaya

konsumen, identitas menjadi suatu sandaran “aksesori fashion”. Wajah generasi

baru yang dikenal sebagai anak-anak e-Generation menjadi seperti sekarang ini

dianggap terbentuk melalui identitas yang diilhami selebriti (celebrity-inspired

identity). Ini berarti bahwa selebriti dan citranya digunakan momen demi momen

untuk membantu konsumen dalam parade identitas.

d. Gaya Hidup Mandiri

Kemandirian adalah mampu hidup tanpa bergantung mutlak kepada sesuatu

yang lain. Untuk itu diperlukan kemampuan untuk mengenali kelebihan dan

kekurangan diri sendiri, serta berstrategi dengan kelebihan dan kekurangan

tersebut untuk mencapai tujuan. Nalar adalah alat untuk menyusun strategi.

Bertanggung jawab maksudnya melakukan perubahan secara sadar dan

memahami betuk setiap resiko yang akan terjadi serta siap menanggung resiko

dan dengan kedisiplinan akan terbentuk gaya hidup yang mandiri. Dengan gaya

hidup mandiri, budaya konsumerisme tidak lagi memenjarakan manusia. Manusia

akan bebas dan merdeka untuk menentukan pilihannya secara bertanggung jawab,

serta menimbulkan inovasi-inovasi yang kreatif untuk menunjang kemandirian

tersebut.

e. Gaya Hidup Hedonis

Gaya hidup hedonis adalah suatu pola hidup yang aktivitasnya untuk mencari

kesenangan, seperti lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah, lebih

banyak bermain, senang pada keramaian kota, senang membeli barang mahal

yang disenanginya, serta selalu ingin menjadi pusat perhatian.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bentuk dari suatu gaya

hidup dapat berupa gaya hidup dari suatu penampilan, melalui media iklan,

modeling dari artis yang diidolakan, gaya hidup yang hanya mengejar kenikmatan

semata sampai dengan gaya hidup mandiri yang menuntut penalaran dan tanggung

jawab dalam pola perilakunya.

3. Konsep Bekerja Paruh Waktu

Mantra (2000) menyatakan bahwa bekerja yaitu melakukan suatu kegiatan

untuk menghasilkan atau membantu menghasilkan barang atau jasa dengan maksud

untuk memperoleh penghasilan berupa uang atau barang dalam kurun waktu (time

reference) tertentu. Sementara Shimmin (dalam De Klerk, 2005) menyatakan

bahwa bekerja identik dengan melakukan suatu aktivitas yang dilakukan untuk

orang lain dalam basis kontrak, serta berhubungan dengan pertukaran, yaitu

pertukaran antara seseorang yang memberikan talentanya kepada orang lain untuk

mendapatkan imbalan tertentu.

Apabila dikaitkan dengan jumlah jam kerja yang digunakan seseorang untuk

bekerja, dalam hal ini dikenal adanya istilah kerja paruh waktu. Kerja paruh waktu

juga dapat dipahami sebagai pekerjaan paruh waktu merupakan jadwal kerja yang

dilaksanakan minimal 20 jam dalam seminggu namun tidak lebih dari 40 jam dalam

seminggu (Ronen, 1981). Sementara Bureau of Labor Statistics Amerika Serikat

menentukan bahwa bekerja paruh waktu adalah bekerja kurang dari 35 jam per

minggu untuk seluruh jenis pekerjaan (Shaefer, 2009: 3).

Terdapat berbagai alasan bagi individu untuk memilih bekerja paruh waktu.

Beberapa di antaranya bekerja paruh waktu untuk alasan ekonomi. Misalnya yaitu

didorong oleh kondisi usaha yang sedang memburuk, ketidakmampuan

memperoleh pekerjaan full time, ataupun karena adanya tuntutan keluarga. Pada sisi

lain, tidak menutup kemungkinan apabila seseorang memilih untuk bekerja paruh

waktu karena dorongan motif-motif non ekonomi. Misalnya yaitu bekerja paruh

waktu untuk kegiatan sosial atau kesukarelaan. Pada perkembangannya, para

pekerja paruh waktu saat ini semakin meninggalkan alasan-alasan ekonomi.

Artinya bahwa seiring perkembangan zaman kemudian para pekerja paruh waktu

cenderung didorong oleh motif non ekonomi (Shaefer, 2009: 3).

Pada penelitian ini, konsep bekerja paruh waktu dikaitkan dengan mahasiswa.

Sama seperti para pekerja paruh waktu pada umumnya, dalam hal ini mahasiswa

yang bekerja paruh waktu juga memiliki alasannya tersendiri. Menurut Cohen

(Ronen, 1981) bentuk pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh mahasiswa

adalah jenis pekerjaan paruh waktu (part-time work). Pekerjaan paruh waktu dalam

hal ini dapat memberikan pelajaran dan pengalaman bagi mahasiswa. Pelajaran

tersebut dapat berupa keterampilan sesuai dengan posisi pekerjaan yang

dilakukannya, selain itu mahasiswa dapat mengetahui peluang usaha dan cara

mengelola usaha yang terkait dengan pekerjaan paruh waktu yang dijalaninya.

Yurgen (dalam Wirasasmita, 1982) menyatakan bahwa pandangan yang luas dan

dinamis serta kesediaan untuk pembaharuan bisa lebih cepat berkembang dalam

lapangan industri, tidak lepas dari suatu latar belakang pendidikan, pengalaman,

dan perjalanan yang banyak. Oleh sebab itu, bekerja paruh waktu bagi mahasiswa

dapat dilihat sebagai upaya untuk mengumpulkan pengalaman kerja selama masih

menempuh pendidikan.

Lebih lanjut, bekerja paruh waktu bagi mahasiswa juga dapat menumbuhkan

rasa percaya diri dan motivasi berwirausaha. Kuliah sambil bekerja bagi mahasiswa

juga dapat berdampak positif untuk membantu orang tua dalam membiayai kuliah,

memperoleh pengalaman kerja serta kemandirian ekonomi (Motte dan Schwartz,

2009). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Universitas UK Inggris menyebut

bahwa dampak positif bekerja paruh waktu akan sangat dirasakan mahasiswa,

bahkan setelah menyelesaikan pendidikannya (Universitas UK, 2013). Beberapa

dampak positif dari bekerja paruh waktu yang dimaksud adalah membangun

kepercayaan diri, meningkatkan rasa bahagia, merasa lebih baik dalam melakukan

pekerjaannya, dan melatih rasa tanggung jawab dalam melakukan suatu pekerjaan.

Pada sisi lain, bekerja paruh waktu bagi mahasiswa juga dapat memberikan

dampak negatif tersendiri. Kuliah sambil bekerja dalam hal ini dapat memberikan

dampak negatif seperti misalnya kesulitan membagi waktu antara mengerjakan

tugas pekerjaan dengan tugas kuliah. Oleh sebab itu, faktor kemampuan membagi

dan mengatur waktu menjadi sangat penting bagi mahasiswa yang bekerja paruh

waktu (Suci, 2009).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikatakan bahwa pada dasarnya bekerja

paruh waktu bagi mahasiswa adalah bekerja yang dilakukan secara tidak penuh.

Artinya bahwa jam kerja dipenuhi seiring dengan aktivitas perkuliahan mahasiswa

bersangkutan.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus merupakan penelitian yang

mendalam terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan

menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan,

pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya (Singarimbun, 1995:

56). Dalam penelitian ini penulis mengamati fenomena pada mahasiswa yang

bekerja paruh waktu di bidang industri kreatif dan dampak bagi gaya hidup modern

mahasiswa tersebut.

2. Unit Analisis

Dalam penelitian ini penulis mengambil informan berdasarkan kriteria

tertentu. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive

sampling yaitu pengambilan yang dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan

didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan

tertentu (Arikunto, 2006: 139). Kriteria informan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mahasiswa yang bekerja paruh waktu

2. Mahasiswa yang bekerja di industri kreatif seperti televisi, radio, atau majalah,

serta minimal telah bekerja satu tahun pada industri tersebut

Pada penelitian ini penulis menetapkan responden sebanyak 10 orang. Objek

penelitian ini adalah kaum muda yang bekerja paruh waktu pada indutri kreatif.

Lokasi penelitian adalah di Kota Yogyakarta.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data yaitu

observasi dan wawancara yaitu sebagai berikut:

a. Observasi

Menurut Hadi yang dimaksud dengan observasi adalah sebagai berikut:

Observasi adalah pengamatan yang akurat dan pencatatan terhadap gejala

seperti apa adanya, berkaitan dengan sebab-sebab atas suatu fenomena yang

terjadi (Hadi, 2001: 18).

Dalam penelitian ini penulis melakukan pengamatan diantaranya adalah aktivitas

sehari-hari informan, tempat informan bekerja paruh waktu.

b. Wawancara

Menurut Nazir yang dimaksud dengan wawancara adalah sebagai berikut:

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan informan dengan menggunakan alat yang dinamakan

interview guide (panduan wawancara) (Nazir, 2005: 49).

Dalam penelitian ini penulis melakukan wawancara kepada informan

penelitian terkait dengan penelitian yang berjumlah 10 orang. Sebelum

melakukan wawancara maka penulis menyiapkan pedoman wawancara terlebih

dahulu.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yaitu

pengolahan data yang diperoleh dengan wawancara sehingga diperoleh informasi

yang berupa ucapan dan tulisan untuk dapat digambarkan dalam kata-kata atau

kalimat dengan mengelompokkan atau mengklasifikasi semua data serta

menghubungkan aspek-aspek yang berkaitan (Moleong, 2007: 3). Dalam

penelitian ini penyajian data dilakukan secara deskriptif. Menurut Salim yang

dimaksud dengan analisis deskriptif adalah sebagai berikut:

Analisis deskriptif adalah cara analisis dengan mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Analisis

data disajikan dalam bentuk kalimat-kalimat yang runtut sesuai dengan

permasalahan yang diteliti (Salim, 2006: 12).

Penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif berdasarkan model

analisa interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Analisis pada

model ini terdiri atas empat komponen yang saling berinteraksi, yaitu:

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan

verifikasi. Proses siklusnya dapat dilihat pada gambar berikut (Sugiyono, 2007):

Penyajian

data

Pengumpulan

data

Gambar 1.1. Teknik Analisis Data

Berdasarkan gambar tersebut, dapat dikemukakan sistematika analisis data

dalam penelitian ini yaitu:

a. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara. Data-data

lapangan yang diperoleh kemudian dicatat dalam catatan lapangan berbentuk

deskriptif tentang apa yang dilihat, apa yang di dengar, dan apa yang dialami

atau dirasakan oleh informan penelitian.

b. Reduksi Data

Reduksi data merupakan suatu proses di mana data yang diperoleh dari

lapangan tersebut dilakukan reduksi, dirangkum dan dipilih hal-hal yang pokok

dan difokuskan pada hal-hal yang penting serta disusun secara sistematis

dengan tujuan agar data tersebut menjadi lebih mudah dipahami dan

dikendalikan. Proses reduksi data berlangsung terus-menerus selama penelitian

berlangsung. Pada proses reduksi data, data-data yang diperoleh selanjutnya

dipilah dan data yang tidak sesuai dengan pertanyaan penelitian disisihkan

Reduksi data

Penarikan kesimpulan

dan verifikasi

terlebih dahulu. Dengan demikian diperoleh data yang diperlukan untuk proses

selanjutnya.

c. Penyajian Data

Penyajian data atau display data merupakan tampilan atau laporan yang

merupakan informasi yang diperoleh sebagai hasil dari reduksi data yang

memungkinkan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada

penelitian ini data disajikan secara sistematis dalam bentuk uraian dekriptif.

Hasil penyajian data selanjutnya digunakan untuk membuat kesimpukan.

d. Penarikan Kesimpulan

Dalam penelitian kualitatif, penarikan kesimpulan telah dilakukan sejak

penelitian dimulai di mana peneliti mencari makna dan data yang

dikumpulkannya dan melakukan penarikan kesimpulan, pada awalnya masih

bersifat tentatif atau kabur dan diragukan akan tetapi dengan bertambahnya

data maka kesimpulan tersebut menjadi lebih mendasar. Penarikan kesimpulan

penelitian dilakukan sesuai dengan data-data yang diperoleh dalam penelitian

dan telah dianalisis. Kesimpulan merupakan jawaban dari rumusan pertanyaan

penelitian yang dicari selama proses penelitian.

BAB II

INDUSTRI KREATIF DAN KAUM MUDA

A. Indutri Kreatif di Indonesia

1. Sejarah Industri Kreatif

Pakar ekonomi, Alvin Toffler (1980) membagi perkembangan

peradaban ekonomi dunia ke dalam tiga gelombang ekonomi, yaitu

gelombang ekonomi pertama berupa perekonomian yang didominasi oleh

kegiatan pertanian; gelombang ekonomi kedua berupa perekonomian yang

didominasi oleh kegiatan industri; dan gelombang ekonomi ketiga berupa

perekonomian yang berbasis teknologi informasi. Alvin juga memperkirakan

setelah gelombang ekonomi ketiga akan muncul gelombang ekonomi

keempat atau yang disebut juga dengan gelombang ekonomi kreatif, yaitu

perekonomian yang berbasiskan pada ide-ide atau gagasan yang kreatif dan

inovatif. Gelombang ekonomi keempat inilah yang kini sudah mulai terlihat

menggeliat di tanah air. Hal yang menguntungkan Indonesia memiliki banyak

insan-insan kreatif yang mampu menghasilkan produk industri kreatif yang

khas dan handal. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila pemerintah

dalam hal ini Kementerian Perindustrian memberikan perhatian yang cukup

besar terhadap industri kreatif.

Howkins (2001) menemukan kehadiran gelombang ekonomi kreatif

setelah menyadari pertama kali pada tahun 1996 ekspor karya hak cipta

Amerika Serikat mempunyai nilai penjualan sebesar US$ 60,18 miliar yang

jauh melampaui ekspor sektor lainnya seperti otomotif, pertanian, dan

pesawat. Menurut Howkins ekonomi baru telah muncul seputar industri

kreatif yang dikendalikan oleh hukum kekayaan intelektual seperti paten, hak

cipta, merek, royalti dan desain. Ekonomi kreatif merupakan pengembangan

konsep berdasarkan aset kreatif yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan

ekonomi (Dos Santos, 2007).

Konsep ekonomi kreatif ini semakin mendapat perhatian utama di banyak

negara karena ternyata dapat memberikan kontribusi nyata terhadap

perekonomian. Di Indonesia, gaung ekonomi kreatif mulai terdengar saat

pemerintah mencari cara untuk meningkatkan daya saing produk nasional

dalam menghadapi pasar global. Pemerintah melalui Departemen

Perdagangan yang bekerja sama dengan Departemen Perindustrian dan

Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) serta didukung

oleh KADIN kemudian membentuk tim Indonesia Design Power 2006-2010

yang bertujuan untuk menempatkan produk Indonesia menjadi produk yang

dapat diterima di pasar internasional namun tetap memiliki karakter nasional.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa sejarah

adanya industri kreatif adalah karena potensi dari hasil karya cipta dari

manusia dinilai lebih menguntungkan dan memberikan dampak yang besar

bagi peningkatan perekonomian. Oleh karena itu industri kreatif semakin

berkembang begitu juga di Indonesia dalam rangka menghadapi serangan

industri dari luar yang masuk ke Indonesai.

2. Pengertian Industri Kreatif

Pengertian industri kreatif adalah industri-industri yang mengandalkan

kreatifitas individu, keterampilan serta talenta yang memiliki kemampuan

meningkatkan taraf hidup dan penciptaan tenaga kerja melalui penciptaan

(gagasan). (Neny, 2008). Industri kreatif dapat diartikan sebagai kumpulan

aktifitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan

pengetahuan dan informasi.

Industri kreatif juga dikenal dengan nama lain “industri budaya”

(terutama di Eropa) atau juga ekonomi kreatif. Kementerian Perdagangan

(2008) menyatakan bahwa industri kreatif adalah industri yang berasal dari

pemanfaatan kreatifitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan

kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan

mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan industri kreatif adalah industri yang membutuhkan

kreatifitas untuk menghasilkan sesuatu yang berbeda dan menghasilkan

sehingga dapat diminati oleh masyarakat. Untuk mengembangkan industri

kreatif dibutuhkan orang-orang yang mempunyai kreatifitas yang tinggi

sehingga setiap saat dapat memunculkan ide-ide baru dan dapat diaplikasikan.

3. Jenis Industri Kreatif

Industri kreatif dapat dikelompokkan menjadi 14 subsektor. Menurut

Departemen Perdagangan Republik Indonesia (2008) sub sektor tersebut

adalah sebagai berikut:

a. Periklanan (advertising)

Kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan (komunikasi satu

arah dengan menggunakan medium tertentu), yang meliputi proses kreasi,

produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: perencanaan

komunikasi iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, promosi,

kampanye relasi publik, tampilan iklan di media cetak (surat kabar,

majalah) dan elektronik (televisi dan radio), pemasangan berbagai poster

dan gambar, penyebaran selebaran, pamflet, edaran, brosur dan reklame

sejenis, distribusi dan delivery advertising materials atau samples, serta

penyewaan kolom untuk iklan.

b. Arsitektur

Definisi jasa arsitektur menurut Klasifikasi Baku Lapangan Usaha

Indonesia (KBLI) 2005 adalah jasa konsultasi arsitek, yaitu mencakup

usaha seperti: desain bangunan, pengawasan konstruksi, perencanaan kota,

dan sebagainya. Selain itu sub-sektor Arsitektur Yaitu kegiatan kreatif

yang berkaitan dengan desain bangunan secara menyeluruh baik dari level

makro (town planning, urban design, landscape architecture) sampai level

mikro (detail konstruksi). Misalnya arsitektur taman, perencanaan kota,

perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan

konstruksi, perencanaan kota, konsultasi kegiatan teknik dan rekayasa

seperti bangunan sipil dan rekayasa mekanika dan elektrikal.

c. Pasar Barang Seni

Pasar barang seni yaitu kegiatan kreatif yang berkaitan dengan

perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai

estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan

internet, meliputi barang-barang musik, percetakan, kerajinan, automobile,

dan film.

d. Kerajinan (craft)

Industri kreatif subsektor kerajinan adalah kegiatan kreatif yang

berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan

dihasilkan oleh tenaga pengrajin yang berawal dari desain awal sampai

dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang

kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan,

kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi)

kayu, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur.

e. Desain

Desain yaitu kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain

grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas

perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa

pengepakan.

f. Fashion

Industri kreatif sub sektor fashion adalah kegiatan kreatif yang

terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris

mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultansi lini

produk fesyen, serta distribusi produk fesyen.

g. Video, Film dan Fotografi

Industri kreatif sub sektor film, video, dan fotografi adalah kegiatan

kreatif yang terkait dengan kreasi, produksi video, film, dan jasa fotografi,

serta distribusi rekaman video, film dan hasil fotografi. Termasuk di

dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan

eksibisi film.

h. Permainan Interaktif (game)

Industri kreatif sub sektor permainan interaktif adalah kegiatan

kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan

komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Sub

sektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-

mata tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi. Menurut

beberapa sumber, industri permainan interaktif didefinisikan sebagai

permainan yang memiliki kriteria sebagai berikut:

1) Berbasis elektronik baik berupa aplikasi software pada komputer

(online maupun stand alone), console (Playstation, XBOX, Nitendo

dll), mobile handset dan arcade.

2) Bersifat menyenangkan (fun) dan memiliki unsur kompetisi

(competition)

3) Memberikan feedback/interaksi kepada pemain, baik antar pemain

atau pemain dengan alat (device)

4) Memiliki tujuan atau dapat membawa satu atau lebih konten atau

muatan. Pesan yang disampaikan bervariasi misalnya unsur edukasi,

entertainment, promosi produk (advertisement) sampai kepada pesan

yang destruktif.

i. Musik

Industri kreatif sub sektor musik adalah kegiatan kreatif yang

berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan musik, reproduksi, dan

distribusi dari rekaman suara. Seiring dengan perkembangan industri

musik ini yang tumbuh sedemikian pesatnya, maka Klasifikasi Baku

Lapangan Indonesia 2005 (KBLI) perlu dikaji ulang, yaitu terkait dengan

pemisahan lapangan usaha distribusi reproduksi media rekaman,

manajemen-representasi-promosi (agensi) musik, jasa komposer, jasa

pencipta lagu dan jasa penyanyi menjadi suatu kelompok lapangan usaha

sendiri.

j. Seni Pertunjukan (showbiz)

Industri kreatif kelompok seni pertunjukan meliputi kegiatan kreatif

yang berkaitan dengan usaha yang berkaitan dengan pengembangan

konten, produksi pertunjukan, pertunjukan balet, tarian tradisional, tarian

kontemporer, drama.

B. Perkembangan Industri Kreatif Yogyakarta

1. Kemajuan Industri Kreatif di Yogyakarta

Perkembangan industri kreatif di Yogyakarta saat ini berkembang sangat

pesat, yang ditunjukkan dengan meningkatnya teknologi pada saat ini. Industri

kreatif berkembang secara cepat di Yogyakarta dikarenakan mudahnya akses,

banyak tenaga kerja muda terdidik dengan spesialisasi industri kreatif, banyak

lembaga-lembaga pendidikan terkait dengan industri kreatif, dan banyaknya

komunitas di berbagai bidang kreatif. Kalangan muda utamanya para

mahasiswa, banyak yang tertarik dan antusias dengan industri kreatif. Oleh

karenanya, pemerintah daerah sangat mendukung dan menfasilitasi mereka

untuk berkembang. Tentunya ini akan menjadikan Yogyakarta sebagai kota

persemaian untuk para wiraswasta muda (Sumber:

http://www.jogjainvest.jogjaprov.go.id/id/)

Untuk merangsang pertumbuhan industri kreatif digital di Indonesia

khususnya di Yogyakarta, PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk (Telkom)

membangun Jogja Digital Valley (JDV). JDV merupakan pusat inkubator dan

akselerator bisnis Information & Communication Technology (ICT) kedua

yang didirikan Telkom, setelah Bandung Digital Valley (BDV) yang

diresmikan pada akhir 2011. JDV merupakan inisiatif Telkom dalam

mengembangkan ekosistem yang diharapkan menjadi titik awal untuk

mendukung percepatan penetrasi ICT di Indonesia. Untuk mengelola program

inkubasi tersebut Telkom bekerja sama dengan MIKTI (Masyarakat Industri

Kreatif TIK Indonesia) yang beranggotakan para wirausaha dan profesional di

bidang industri kreatif digital di Indonesia. Kolaborasi antara pengetahuan

bisnis, produk dan pasar yang dimiliki oleh Telkom maupun MIKTI

diharapkan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi komunitas

pengembang dan perusahaan startup.

Telkom yang saat ini telah mengembangkan portofolio bisnisnya dari

Telecommunication menjadi Telecommunication, Information, Media,

Edutainment dan Services (TIMES) juga berkepentingan untuk memajukan

industri kreatif digital di Indonesia.Program Indigo Incubator dan Jogja Digital

Valley ini dipersembahkan untuk mendukung pertumbuhan industri kreatif

digital di Indonesia, khususnya Yogyakarta dan sekitarnya.

JDV merupakan suatu fasilitas ruang kerja bersama yang terbuka untuk

digunakan oleh para developer di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya. Dengan

area seluas 800 meter persegi, JDV dapat menampung hingga 50 developer

individu dan 10 perusahaan startup binaan. Seluruh individu dan startup

binaan tersebut dapat menggunakan Creative Desk dan Private Working Room

untuk melakukan aktivitas pengembangan produk mereka. Selain ruang kerja,

JDV juga dilengkapi oleh fasilitas-fasilitas yang berfungsi untuk memberikan

lingkungan yang nyaman bagi para pengembang untuk melakukan inovasi dan

kreasi berbagai solusi ICT.

Fasilitas-fasilitas yang disediakan di JDV antara lain meeting room,

lounge dan cafe corner, yang sangat kondusif dan dapat digunakan berbagai

keperluan mulai dari berdiskusi dengan anggota tim yang lain, bertemu mitra

kerja, hingga aktivitas pelatihan dan berbagi pengetahuan yang biasa dilakukan

diantara sesama individu di bidang industri kreatif digital. Inisiatif Telkom

mendukung industri kreatif nasional ini menjadi wujud optimisme baru dan

memberikan dampak yang signifikan bagi kemajuan masa depan bangsa dan

negara, sehingga dalam waktu tidak lama lagi akan semakin banyak lagi

produk kreatif nasional yang dihasilkan Entrepreneur kita yang akan mampu

bersaing dan mengharumkan nama bangsa di mancanegara serta memberikan

dampak yang nyata bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia (Sumber:

http://www.telkom.co.id/english-sultan-hamengkubuwono-x-inaugurated-

jogja-digital-valley.html).

Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa perkembangan industri

kreatif di wilayah Yogyakarta sangat berkembang pesat, dengan adanya

investasi dan dukungan dari perusahaan nasional. Hal tersebut dikarenakan

kota Yogyakarta memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan, yaitu kaum

muda yang menempuh pendidikan dengan baik karena di Yogyakarta banyak

berdiri sekolah maupun perguruan tinggi yang berkualitas sehingga dapat

mencetak lulusan yang unggul di bidangnya. Keterlibatan kaum muda pada

organisasi, lembaga kemasyarakatan, komunitas juga ikut mendukung pesatnya

perkembangan industri kreatif sehingga ide-ide yang dimiliki kaum muda dapat

direalisasikan sehingga mempunyai manfaat dan menguntungkan secara

ekonomi.

2. Jenis Industri Kreatif di Yogyakarta yang Dapat Dikembangkan

Yogyakarta mempunyai perkembangan industri kreatif yang pesat.

Banyak potensi yang dapat dikembang di bidang industri kreatif di Yogyakarta

yaitu diantaranya adalah:

a. Fashion

Yogyakarta mempunyai pakaian khas yang dapat dikembangkan yaitu batik.

Batik Yogyakarta sudah dikenal di mancanegara sehingga yang dapat

dikembangkan adalah membuat batik tersebut menjadi lebih bernilai seperti

selain sebagai bahan pakaian, juga dapat dipergunakan untuk barang-barang

lainnya seperti tas, sandal, aksesoris dan lain sebagainya.

b. Kerajinan

Kerajinan yang terkenal dari Yogyakarta antara lain kerajinan kayu dari

Desa Kerebet; kerajinan keramik dari Desa Kasongan; kerajinan kulit dari

Desa Manding; dan kerajinan perak dari Desa Kotagede.

c. Perangkat Lunak

Hal ini meliputi industri animasi dan games. Industri animasi berkembang

dengan baik yang didukung oleh sekolah tinggi di Yogyakarta yang khusus

mencetak programmer yang handal dalam bidang animasi film.

d. Film

Yogyakarta dikenal baik sebagai lokasi untuk pengambilan gambar film

baik untuk film nasional ataupun internasional. Hal ini disamping karena

lokasinya yang unik dan indah, juga karena banyak sineas andal dari

Yogyakarta.

e. Kuliner

Bisnis kuliner di Yogyakarta tumbuh pesat baik kuliner khas Yogyakarta

seperti Gudeg, juga kuliner yang berasal dari berbagai daerah lain baik dari

dalam maupun luar negeri. Selain kuliner tradisional di Yogyakarta

berkembang pula kuliner-kuliner hasil inovasi kreatif seperti makanan unik

dari ketela yang diolah sedemikian rupa menjadi makanan yang bernuansa

modern. Makanan khas dari Yogyakarta tersebut menjadi peluang bisnis

yang menarik apabila dikemas sedemikian rupa hingga menjadi makanan

yang layak jual dan menjadi ciri khas Yogyakarta. Hal tersebut dikarenakan

potensi dari Yogyakarta sebagai daerah kunjungan wisata, dimana

wisatawan akan membeli oleh-oleh khas Yogyakarta terutama makanan

untuk dibawa pulang diberikan kepada sanak keluarga.

f. Film/Animasi

Yogyakarta memiliki sejumlah animator kelas dunia yang berjumlah sekitar

100 orang. Selain itu Yogyakarta juga memiliki tidak kurang dari 20 studio

animasi. Kualitas produk film dan animasi yang diproduksi telah diakui oleh

komunitas internasional. Yogyakarta juga merupakan satu-satunya kota di

Indonesia yang dipercaya oleh GAMELOFT, sebuah perusahaan animasi

internasional sebagai tempat untuk mendirikan salah satu dari 12 cabang

internasionalnya.

g. Perdagangan

Varian andalan produk ekspor DIY meliputi produk olahan kulit, tekstil dan

kayu. Pakaian jadi tekstil dan mebel kayu merupakan produk yang

mempunyai nilai ekspor tertinggi. Namun demikian secara umum ekspor ke

mancanegara didominasi oleh produk-produk yang dihasilkan dengan nilai

seni dan kreatifitas tinggi yang padat karya (labor intensive). Program

pembangunan dalam mengembangkan koperasi dan UKM di DIY, salah

satunya adalah memberdayakan usaha mikro dan kecil dan menengah yang

disinergikan dengan kebijakan program dari pemerintah pusat. Salah satu

upaya pembinaan UKM adalah melalui kelompok (sentra) karena upaya ini

lebih efektif dan efisien, di samping itu dengan sentra akan banyak

melibatkan usaha mikro dan kecil

(Sumber: http://www.jogjainvest.jogjaprov.go.id/id).

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa jenis industri

kreatif yang dapat dikembangkan di Yogyakarta sangat besar. Dibutuhkan

kreatifitas yang tinggi sehingga bidang yang ada dapat dikembangkan dan

menghasilkan kreasi yang baru dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.

C. Kaum Muda yang Bekerja Paruh Waktu di Industri Kreatif

1. Konsep Kaum Muda

a. Pengertian Kaum Muda

Kaum muda adalah masa di mana seorang dikatakan memasuki masa

muda adalah pada rentang usia kurang lebih 14-25 tahun (Gunarsa, 1992:

13). Masa muda ialah masa yang berada dalam tahap menuju dunia orang

dewasa, tempat di mana dikatakan untuk hidup berdikari sehingga masa

muda dapat dikatakan masa transisi. Pemikiran kaum muda banyak

dipengaruhi filsafat eksistensialisme yang menekankan bahwa manusia

bertanggung jawab untuk menciptakan keadaannya sendiri dan

mengagungkan pentingnya kebebasan, membuat keputusan sendiri dan

juga komitmen pribadi, sehingga kaum muda cenderung untuk hidup

bebas-merdeka, terlepas dari ikatan dan aturan yang berlaku.

Kaum muda memiliki kehidupan yang penuh keaktifan dan dinamika,

menyukai berbagai tantangan yang belum pernah dirasakan, eksplorasi

kemampuan diri dengan bebas, lugas dan bersemangat. Keinginan untuk

bebas, diakui dan menjadi bagian dari masyarakat dengan berbagai angan-

angan dan keinginanya merupakan suatu spirit bagi kehidupan kaum

muda. Terkadang mereka harus menyesuaikan diri terhadap segala hal

yang mungkin baru. Sikap ingin menyesuaikan diri ini lazim disebut

dengan konfirmisme. Proses aktualisasi diri pada kaum muda merupakan

suatu proses untuk menunjukkan kepribadian, kemampuan serta potensi

agar terus berkembang

b. Karakter Kaum Muda

Masa muda merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju

dewasa yang memiliki karakter yang berbeda dengan karakter manusia

pada masa kanak-kanak maupun telah dewasa. Karakter kaum muda

secara psikologis menurut Gunarsa (1992: 15) adalah sebagai berikut:

1) Perkembangan sikap yang ditandai dengan solidaritas tinggi, rasa sosial

dan ingin berdiri sendiri;

2) Perkembangan emosi, seperti marah, malu, takut, cemas, iri, cemburu,

sayang dan ingin tahu. Emosi ini dapat menguasai remaja dalam

sebagian tingkah lakunya

3) Perkembangan minat atau cita-cita yang tinggi terhadap rekreasi, agama

dan ilmu pengetahuan;

4) Kepribadian yang dinamis dan kreatif;

5) Sosial, takut kepekaan sosial yang tinggi;

6) Moral dengan adanya pengertian terhadap etika, aturan dan lingkungan

c. Tahap Perkembangan Kaum Muda

Tahap perkembangan kaum muda terbagi menjadi 3 tahap yaitu:

1) Awal (early adolescense), usia 13-14 tahun

Anak muda mengalami kepekaan yang berlebihan ditambah dengan

berkurangnya kendali terhadap “ego” yang menyebabkan anak muda

pada tahap awal ini sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

2) Madya (middle adolescense) usia 15-19 tahun

Pada tahap ini anak muda senang berelasi dengan teman sebaya yang

memiliki minat yang sama dengannya. Ia senang akan adanya

pengakuan pada dirinya. Ada kencenderungan “narcistic” atau bangga

terhadap diri sendiri. Selain itu ia berada pada kondisi labil dan

bimbang dalam menentukan arah.

3) Akhir (late adolescense) usia 20-24 tahun

Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju kedewasaan dan ditandai

dengan minat yang makin mantap terhadap fungsi intelektual. Ego yang

dimiliki untuk mencari pengalaman baru dan berelasi, identitas diri

yang terbentuk (Gunarsa, 1992: 15)

Berdasarkan uraian mengenai tahap perkembangan kaum muda di atas

dapat diketahui bahwa dalam dalam penelitian ini kaum muda yang diteliti

adalah kaum muda pada tahap akhir yaitu yang berusia 20 sampai dengan

24 tahun. Usia tersebut adalah usia dimana kaum muda tengah

menyelesaikan pendidikannya di bangku Perguruan Tinggi.

2. Profil Kaum Muda yang Bekerja Paruh Waktu di Industri Kreatif

Kaum muda yang bekerja paruh waktu di industri kreatif adalah kaum

muda yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi diantaranya adalah

mempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Dalam penelitian ini kaum muda

yang bekerja paruh waktu adalah mahasiswa tingkat akhir yang sudah

menyelesaikan perkuliahan teori dan sedang tahap menempuh tugas akhir.

Kaum muda tersebut banyak yang berasal dari luar daerah Yogyakarta yang

tinggal di Yogyakarta dengan kos ataupun mengontrak rumah sebagai tempat

tinggal.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, maka kaum muda

mendapatkan kiriman uang saku setiap bulannya dari orang tuanya. Uang

saku tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan kuliah, makan,

transportasi, komunikasi dan lain sebagainya. Terkadang uang saku yang

diberikan oleh orang tuanya tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan

sehari-hari yang semakin meningkat. Oleh karena itu kaum muda yang

menempuh pendidikan banyak yang berusaha mencari uang saku tambahan

dengan cara bekerja paruh waktu.

Pada saat ini di Yogyakarta banyak perusahaan yang membuka pekerjaan

paruh waktu yang ditujukan kepada mahasiswa. Jam kerja yang terdiri dari

shift dan tidak mengganggu jalannya kegiatan perkuliahan menjadi daya tarik

bagi mahasiwa yang ingin bekerja paruh waktu. Berdasarkan hasil wawancara

penulis dengan kaum muda yang bekerja paruh waktu, informan memilih

bekerja paruh waktu karena dapat menentukan jam kerja sesuai dengan

jadwal mereka sendiri.

Indutri kreatif yang sedang berkembang di Yogyakarta pada saat ini

adalah bisnis kuliner, fashion, periklanan. Banyak mahasiswa yang setelah

lepas kuliah pada sore hari, malam harinya menjadi waitress di rumah makan.

Selain itu ada yang menjadi penjaga butik, pembuat desain baju untuk distro-

distro yang banyak terdapat di Kota Yogyakarta. Di indutri periklanan yang

tengah pesat pada sat ini banyak mahasiswa yang menyalurkan bakatnya

sebagai pengkonsep iklan yang dapat dijual kepada perusahaan yang

membutuhkan jasanya. Di industri radio, banyak mahasiwa yang bekerja

paruh waktu sebagai penyiar radio.

Kaum muda yang bekerja paruh waktu tersebut berasal dari berbagai

macam latar belakang. Ada yang dari keluarga mampu, akan tetapi memiliki

niat dan keinginan untuk mengembangkan hobi dan ilmu maka banyak yang

bekerja paruh waktu sehingga tujuan mendapatkan tambahan penghasilan

bukan menjadi tujuan utama. Akan tetapi ada juga mahasiswa yang bekerja

paruh waktu dikarenakan kekurangan dalam hal ekonomi sehingga tujuan

utama dengan bekerja paruh waktu adalah untuk mendapatkan tambahan

penghasilan.

3. Manfaat Kerja Paruh Waktu di Industri Kreatif

Berdasarkan studi pendahuluan penulis, berdasarkan hasil wawancara

kaum muda yang bekerja paruh waktu di industri kreatif mempunyai beberapa

manfaat diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Mendapatkan penghasilan

Tujuan utama dari seseorang untuk bekerja paruh waktu adalah

mendapatkan penghasilan. Kaum muda dikarenakan masih berstatus sebagai

mahasiswa maka kegiatan utamanya adalah menempuh perkuliahan

sehingga bekerja menjadi tujuan utama selagi masih kuliah. Akan tetapi

dikarenakan kebutuhan pada saat ini semakin meningkat maka banyak kaum

muda yang bekerja untuk menambah penghasilan. Penghasilan yang

diperoleh dalam bekerja tersebut dimanfaatkan sebagai tabungan,

menambah uang saku sehingga tidak terlalu memberatkan orang tua.

Setelah kaum muda yang bekerja paruh waktu tersebut mendapatkan

penghasilan dengan bekerja sendiri, maka kaum muda akan dapat

memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa memberatkan perekonomian

orang tua. Kaum muda dapat memenuhi kebutuhan seperti untuk berbelanja

pakaian, hiburan dan lain sebagainya.

b. Mendapatkan pengalaman dan ilmu yang tidak didapat di bangku kuliah

Kaum muda yang bekerja dan masih menempuh pendidikan di bangku

kuliah, mempunyai ambisi untuk mengembangkan ilmu yang didapat.

Selain mengembangkan diri, maka kaum muda yang bekerja mempunyai

tujuan untuk mendapatkan pengalaman bekerja. Pengalaman bekerja

tersebut akan sangat bermanfaat bagi kaum muda setelah nantinya selesai

menempuh pendidikan perkuliahan.

Pada saat ini perkuliahan yang dihadapi oleh sebagian besar mahasiswa

adalah cenderung mengarah kepada materi di bidang akademik. Sementara

untuk praktik jarang sekali diterapkan, atau hanya pada mata kuliah tertentu

saja. Hal tersebut berakibat pada mahasiwa yang lebih sibuk untuk

menghapalkan materi yang diajarkan tanpa bagaimana tau penerapan dari

materi yang akan diajarkan. Oleh karena itu melalui bekerja paruh waktu,

mahasiswa mempunyai kesempatan untuk menerapkan ilmu yang

didapatnya dari bangku kuliah dan mendapatkan ilmu baru yang mungkin

tidak didapat di perkuliahan.

c. Mendapatkan teman dan jaringan yang luas

Kaum muda yang bekerja paruh waktu maka akan mendapatkan banyak

teman yang juga bekerja paruh waktu ataupun sudah menjadi karyawan

tetap di perusahaan tersebut. Melalui pekerjaan yang ditekuni dalam bidang

industri kreatif tersebut maka kaum muda akan banyak bertemu dengan

relasi yang luas sehingga akan menambah relasi baru. Diharapkan dengan

menjalin relasi yang baru tersebut maka kaum muda akan mudah untuk

menjalin bisnis kembali setelah menyelesaikan masa studinya.

Tujuan dari bekerja paruh waktu dengan adanya relasi yang dapat

dikembangkan di kemudian hari adalah tujuan jangka panjang dalam

bekerja paruh waktu. Kaum muda diharapkan untuk mengembangkan relasi

yang banyak pada saat bekerja paruh waktu tersebut sehingga di kemudian

hari dapat menerapkan ilmu yang didapat tersebut.

D. Kerja Paruh Waktu Sebagai Bentuk Gaya Hidup

Bekerja paruh waktu bagi kaum muda pada saat ini merupakan suatu

bagian dari gaya hidup yang menjadi suatu kebutuhan. Apabila pada waktu yang

lalu, kaum muda bekerja paruh waktu di sela kesibukan kuliah demi mendapatkan

penghasilan tambahan untuk membayar uang kos, membeli buku kuliah, dan

tambahan uang saku maka fenomena tersebut sudah bergeser pada saat ini.

Kebutuhan yang berkembang pada saat ini sudah mulai banyak, terkadang tidak

cukup dapat dipenuhi oleh uang kiriman dari orang tua yang terbatas. Hal tersebut

dikarenakan tingkat perekonomian dari orang tua yang berbeda-beda. Mahasiswa

yang bekerja paruh waktu akan mendapatkan penghasilan sesuai dengan jenis

pekerjaan yang dilakukan.

Pada saat ini banyak industri atau perusahaan yang membuka kesempatan

bagi kaum muda yang masih berkuliah untuk mengembangkan ilmu dan

kemampuan yang dimiliki untuk bekerja di perusahaanya namun tidak secara

penuh, karena tugas utama dari mahasiswa adalah menyelesaikan perkuliahannya.

Oleh karena itu jangan sampai kerja paruh waktu yang dilakukannya menjadi

penghambat untuk menyelesaikan studi dengan tepat waktu. Hal tersebut

dikarenakan

Fenomena kaum muda yang bekerja paruh waktu pada saat ini merupakan

suatu bentuk eksistensi diri dalam masyarakat. Masyarakat mengganggap bahwa

kaum muda yang mempunyai pekerjaan sampingan disaat masih kuliah adalah

sesuatu yang baik untuk menambah pengalaman apabila sudah lulus nantinya. Hal

utama dari bekerja paruh waktu sudah dikesampingkan yaitu untuk mendapatkan

penghasilan. Penghasilan yang diperoleh dari kerja paruh waktu adalah tidak

banyak, karena waktu yang dipergunakan untuk melakukan pekerjaan tersebut

juga tidak lama, hanya beberapa jam sesuai dengan kontrak atau kesepakatan

antara pekerja dan pimpinan dari perusahaan tersebut.

Bagi kaum muda yang bekerja paruh waktu di bidang industri kreatif

maka dapat mengembangkan ilmu yang dimiliki dan menambah pengalaman

karena bekerja di industri tersebut membutuhkan kreativitas yang tinggi untuk

menciptakan sesuatu yang baru agar tidak tertinggal dengan yang lainnya. Industri

kreatif membutuhkan ide-ide yang baru dan menarik untuk dikembangkan oleh

kaum muda, sehingga banyak industri kreatif yang menerima kaum muda untuk

bekerja di perusahaannya.

Gaya hidup untuk terus berpikiran maju ke depannya telah mendorong

banyak anak muda untuk mengembangkan diri dan beraktulisasi diri. Hal tersebut

menyebabkan kaum muda tidak mau hanya tinggal diam saja, tanpa mendapatkan

sesuatu yang baru yang belum pernah diperolehnya. Kaum muda ingin menambah

pengalaman dan mengembangkan atas apa yang telah diperoleh di bangku

perkuliahan. Oleh karena itu bekerja paruh waktu mulai bergeser menjadi suatu

gaya hidup yang menjadi kebutuhan bagi kaum muda untuk mengembangkan diri.

Kaum muda tidak malu untuk bekerja sambil berkuliah karena akan banyak

menambah manfaat bagi dirinya. Tujuan dari bekerja paruh waktu pada saat ini

sudah bergeser dari untuk mendapatkan penghasilan menjadi bentuk aktualisasi

diri dari kaum muda.

Melalui aktualisasi diri kaum muda tersebut, maka kaum muda

mempunyai suatu kebanggaan bagi diri mereka sendiri. Dimana mereka

mengganggap dirinya mampu untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi

dirinya sendiri dan orang lain. Oleh karena itu aspek utama yang diinginkan oleh

kaum muda yang bekerja paruh waktu adalah mendapatkan pengalaman yang baru

serta menerapkan ilmu yang dimiliki dalam dunia kerja.