bab i pendahuluan a. latar belakang penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/babi.pdf · dinyatakan...

36
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka bertambah meningkatnya pembangunan nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, yang para pelakunya meliputi Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang-perseorangan dan badan hukum, sangat diperlukan dana dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dengan meningkatnya kegiatan pembangunan tersebut, maka meningkat pula keperluan akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui perkreditan, baik kredit terhadap kepada bank ataupun non bank. Bank pada dasarnya merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang bertujuan untuk memberikan pembiayaan, pinjaman dan jasa keuangan lain. Dalam konteks ini bank melaksanakan fungsi melayani kebutuhan pembiayaan dan melancarkan sistem pembayaran bagi sektor perekonomian. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Berdasarkan pengertian bahwa sistem perbankan adalah sistem yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,

Upload: others

Post on 03-Feb-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan ekonomi sebagai bagian dari pembangunan nasional,

merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang adil

dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka bertambah meningkatnya pembangunan

nasional yang bertitik berat pada bidang ekonomi, yang para pelakunya meliputi

Pemerintah maupun masyarakat sebagai orang-perseorangan dan badan hukum,

sangat diperlukan dana dalam jumlah yang sangat besar, sehingga dengan

meningkatnya kegiatan pembangunan tersebut, maka meningkat pula keperluan

akan tersedianya dana yang sebagian besar diperoleh melalui perkreditan, baik

kredit terhadap kepada bank ataupun non bank.

Bank pada dasarnya merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang

bertujuan untuk memberikan pembiayaan, pinjaman dan jasa keuangan lain.

Dalam konteks ini bank melaksanakan fungsi melayani kebutuhan pembiayaan

dan melancarkan sistem pembayaran bagi sektor perekonomian.

Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan kegiatan usahanya. Berdasarkan pengertian bahwa sistem

perbankan adalah sistem yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

2

kegiatan usaha, serta cara, dan proses melaksanakan kegiatan usahanya secara

keseluruhan.1

Perbankan sebagai lembaga keuangan mempunyai peran yang sangat

strategis dalam kegiatan perekonomian melalui kegiatan usahanya menghimpun

dana masyarakat dan menyalurkan pembiayaan bagi usaha-usaha produktif

maupun konsumtif, sekaligus menjadi penentu arah bagi perumusan kebijakan

pemerintah di bidang moneter dan keuangan dalam mendukung stabilitas

pembangunan nasional, khususnya untuk dapat menjadi tempat penyimpanan

dana yang aman, tempat yang diharapkan dapat melakukan kegiatan

perpembiayaanan demi kelancaran dunia usaha dan perdagangan.2

Kehadiran bank sebagai penyedia jasa keuangan tidak terlepas dari

kebutuhan masyarakat untuk mengajukan pinjaman atau pembiayaan kepada

bank. Kegiatan pinjam-meminjam uang atau yang lebih dikenal dengan istilah

kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan sesuatu yang

asing lagi, bahkan istilah kredit ini tidak hanya dikenal oleh masyarakat

perkotaan, tetapi juga sampai pada masyarakat di pedesaan. Kredit umumnya

berfungsi untuk memperlancar suatu kegiatan usaha, dan khususnya bagi kegiatan

perekonomian di Indonesia sangat berperan penting dalam kedudukannya, baik

untuk usaha produksi maupun usaha swasta yang dikembangkan secara mandiri

karena bertujuan meningkatkan taraf kehidupan bermasyarakat.

1 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Pernada Media Group,

Jakarta. 2011, hlm 18 2 Teguh Pudjo Mulyono, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil,BPFE,

Yogyakarta.,2006, hlm. 56

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

3

Salah satu sarana yang mempunyai peran strategis dalam pengadaan dana

adalah lembaga perbankan, yang telah membantu pemenuhan kebutuhan dana

bagi kegiatan perekonomian dengan memberikan pinjaman uang antara lain

melalui kredit perbankan, yaitu berupa perjanjian kredit antara kreditur sebagai

pihak pemberi pinjaman atau fasilitas kredit dengan debitur sebagai pihak yang

berhutang. Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu sebagai penghimpun

dan penyalur dana dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan

pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kredit perbankan telah dimanfaatkan dan dipraktekkan oleh masyarakat

sejak puluhan tahun lalu dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya. Pasal 1

angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan merumuskan

pengertian kredit :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan

dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara

pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi

hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Berdasarkan ketentuan dalam Pasal tersebut, maka dalam pembukuan

kredit perbankan harus didasarkan pada persetujuan atau kesepakatan pinjam

meminjam, atau dengan istilah lain harus didahului dengan Perjanjian Kredit.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

4

Kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada debitur berdasarkan

kesepakatan atau perjanjian tentunya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan

perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Dalam pemberian fasilitas kredit yang tertuang dalam suatu perjanjian

kredit oleh bank kepada debitur bukanlah tanpa risiko, karena risiko mungkin saja

terjadi khususnya karena debitur tidak wajib membayar utangnya secara lunas

atau tunai, melainkan debitur diberi kepercayaan oleh Undang-Undang dalam

perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau mencicil.

Risiko yang terjadi diantaranya adalah kredit bermasalah atau

nonperforming loan merupakan risiko yang terkandung dalam setiap pemberian

kredit oleh bank. Risiko berupa keadaan dimana kredit tidak dapat kembali tepat

pada waktunya, kredit bermasalah atau nonperforming loan diperbankan itu dapat

disebabkan oleh berbagai faktor, misalnya ada kesengajaan dari pihak – pihak

yang terlibat dalam proses kredit, kesalahan prosedur pemberian kredit, atau

disebabkan oleh faktor lain seperti makroekonomi.3

Risiko lain yang dapat terjadi adalah penyimpangan penggunaan kredit

(side streaming). Side streaming dapat dikatakan sebagai penggunaan dana yang

tidak sesuai di dalam kontrak atau akad, karena itu secara kriminologis side

streaming dikategorikan sebagai penyimpangan. Penyebab utama dari side

streaming adalah kelalaian pihak bank dalam melakukan analisa pemberian kredit

atau pembiayaan. Selain menyalahi kontrak atau akad, kredit atau pembiayaan

side streaming juga biasanya menjadi kredit atau pembiayaan yang bermasalah.

3 Hermansyah,Op.Cit., hlm 75

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

5

Meskipun beberapa kredit atau pembiayaan side streaming tetap lancar sampai

kredit atau pembiayaan tersebut lunas.4

Untuk mencegah terjadinya kredit bermasalah dan penyimpangan

penggunaan kredit (side streaming) penilaian suatu bank untuk memberikan

persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman

pada Prinsip 5P ,Prinsip 5C, Prinsip Kepercayaan dan Prinsip Kehati – hatian.5

Bank dalam menjalankan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada

nasabah debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan Prinsip Kehati – hatian.

Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten

berdasarkan iktikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang –

undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.6

Prinsip Kehati-hatian tertera didalam Pasal 2 Undang - Undang nomor 10

tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang nomor 7 tahun 1992 tentang

perbankan yaitu: “Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan

demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian”.

Prinsip Kehati-hatian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2

Undang - Undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan tidak ada

penjelasannya secara resmi, tetapi kita dapat mengemukakan bahwa bank dan

orang-orang yang terlibat didalamnya, terutama dalam membuat kebijaksanaan

dan menjalankan kegiatan usahanya wajib menjalankan tugas dan wewenangnya

masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional sehingga memperoleh

4Muhamad Hidayah, Side Streaming, diakses dari http://ad4lah.blogs pot.com/ 2016

/11/side-streaming-adalah.html , pada tangal 13 November 2018 pukul 11.33 W.I.B 5 Hermansyah,Op.Cit., hlm 63

6 Ibid, hlm 66

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

6

kepercayaan masyarakat. Selain itu, bank dalam membuat kebijaksanaan dan

menjalankan kegiatan usahanya harus selalu mematuhi seluruh peraturan

perundang-undangan yang berlaku secara konsisten dengan didasari oleh itikad

baik. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembangnya

atau tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat

suatu bank tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.7

Dalam konteks Perbankan, kredit berarti orang yang mendapatkan

kepercayaan dari bank. Kepercayaan yang diperoleh dari bank pada umumnya

sesuai dengan kegiatan utama perbankan, yaitu meminjamkan uang kepada

masyarakat . Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kredit adalah nasabah

yang mendapat kepercayaan dari bank dalam bentuk peminjaman sejumlah uang.

Lebih lanjut, dapat diketahui bahwa dasar pemberian kredit oleh bank kepada

nasabah adalah adanya kepercayaan kepada nasabah tersebut.8

Prinsip Kehati – hatian dan side streaming atau penyimpangan

penggunaan kredit, side streaming terjadi terhadap perjanjian kredit antara PT

Central Steel Indonesia (CSI) dengan Bank Mandiri. Dimana pada tahun 2011

hingga tahun 2014 PT Central Steel Indonesia mendapatkan fasilitas kredit dari

Bank Mandiri. Adapun kredit PT Central Steel Indonesia (CSI) dari Bank Mandiri

mencapai ratusan miliar rupiah. Pada awalnya PT Central Steel Indonesia (CSI)

melaksanakan kewajbannya kepada Bank Mandiri yaitu membayar angsurannya,

namun ditengah jalan pembayaran kredit PT Central Steel Indonesia melakukan

wanprestasi. PT Central Steel Indonesia (CSI) mengajukan permohonan kredit

7 Ibid, hlm 19 8 Arus Akbar Silondae dan Wirawan B. Ilyas, Pokok-Pokok Hukum Binis, Salemba

Empat, 2012, hlm. 73

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

7

kepada Bank Mandiri dengan menggunakan data dan laporan keuangan tidak

akurat dan tidak dapat dipertanggungjawabkan. PT Central Steel Indonesia

(CSI) tidak menyajikan laporan keuangan secara keseluruhan, tidak menyajikan

neraca keuangan dengan sebenarnya, yakni berupa cash flow, besaran utang

kepada pemegang saham, serta adanya informasi pembayaran dividen dan

pembayaran utang kepada pemegang saham.

Dalam kasus tersebut sudah dipastikan bahwa Bank Mandiri tidak

menerapkan Prinsip Kehati – hatian dalam pemberian kredit terhadap PT Central

Steel Indonesia (CSI) sehingga PT Central Steel Indonesia (CSI) bisa mengelabui

Bank Mandiri saat mengajukan permohonan kredit dan mengakibatkan Bank

Mandiri mendapatkan kerugian ratusan miliar.

Berdasarkan latar belakang permasalahan, Penulis bermaksud mengkaji

lebih lanjut tentang penerapan Prinsip Kehati – hatian bank dalam penyimpangan

penggunaan kredit (side streaming) yang dilakukan oleh PT Central Steel

Indonesia (CSI) yang mengakibatkan Bank Mandiri mengalami kerugian miliaran

rupiah, dengan judul sebagai berikut :

“Tinjauan Hukum Penerapan Prinsip Kehati – Hatian Dalam

Penyimpangan Penggunaan Kredit ( Side Streaming ) Yang Mengakibatkan

Kerugian Bank Dihubungkan Dengan Undang – Undang No 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan Atas Undang – Undang No 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan”.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

8

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pengaturan penerapan Prinsip Kehati – hatian dalam

penyimpangan penggunaan kredit (Side streaming) yang mengakibatkan

kerugian bank dihubungkan dengan Undang – Undang No 10 tahun 1998

tentang perbankan?

2. Bagaimana akibat hukum dari penyimpangan penggunaan kredit (side

streaming) yang mengakibatkan kerugian bank dihubungkan dengan

Undang – Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan?

3. Bagaimana upaya penyelesaian dalam penyimpangan penggunaan kredit

(side streaming) yang mengakibatkan kerugian bank?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan meneliti tentang pengaturan penerapan prinsip

kehati – hatian dalam penyimpangan penggunaan kredit (side streaming)

yang mengakibatkan kerugian bank dihubungkan dengan Undang –

Undang No 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang – Undang

Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan.

2. Untuk mengetahui dan meneliti tentang akibat hukum dari penyimpangan

penggunaan kredit (side streaming) yang dilakukan nasabah terhadap

bank.

3. Untuk mengetahui dan meneliti tentang upaya penyelesaian dalam

penyimpangan penggunaan kredit (side streaming) yang mengakibatkan

kerugian bank?

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

9

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berguna baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara teoritis, diharapkan penelitian ini dapat berguna :

a. Hasil Penulisan ini diharapkan dapat berguna bagi pengembangan ilmu

hukum baik secara umum dan khususnya dalam bidang ilmu hukum

perbankan terutama dalam penerapan prinsip kehati – hatian dalam

penyimpangan penggunaan kredit (Side streaming) yang mengakibatkan

kerugian bank dihubungkan dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang perbankan

b. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan

pengetahuan bagi penulis dan khususnya bagi mahasiswa Fakultas

Hukum mengenai penerapan prinsip kehati – hatian dalam penyimpangan

penggunaan kredit (side streaming) yang mengakibatkan kerugian bank

menurut Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

c. Untuk memahami permasalahan perbankan yang terjadi khususnya

mengenai penerapan prinsip kehati – hatian dalam penyimpangan

penggunaan kredit (side streaming)

2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini berguna untuk:

a. Bagi Instansi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfat bagi

instansi terkait yaitu PT Bank Mandiri untuk mempertimbangkan

kembali dan memperhatikan prinsip kehati – hatian dalam

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

10

memberikan pemberian pinjaman kredit sehingga tidak terjadi lagi

pemyimpangan penggunaan kredit (side streaming).

b. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan

bagi pemerintah dalam melakukan pengaturan dibidang perbankan

khususnya dalam penyimpangan penggunaan kredit (side streaming).

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

masyarakat untuk dapat mengetahui penerapan prinsip kehati – hatian

yang dilakukan bank sehingga tidak menimbulkan kerugian yang

dialami bank akibat penyimpangan penggunaan kredit (side

streaming).

E. Kerangka Pemikiran

Negara Republik Indonesia yang merupakan negara hukum seperti

dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara

Indonesia adalah Negara hukum”. Pasal tersebut menegaskan bahwa Negara

memberikan suatu alat untuk melindungi warga negara Indonesia dalam bentuk

apapun, baik itu bentuk pengamanan kehidupan, pelindungan terhadap HAM, dan

lain lain.

Negara hukum adalah negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin

keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya

kebahagiaan hidup untuk warga negara dan keadilan perlu diajarkan rasa susila

kepada setiap manusia agar menjadi warganegara yang baik. Peraturan yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

11

sebenarnya ialah peraturan yang mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar

warga negaranya. maka menurutnya yang memerintah negara bukanlah manusia

melainkan pikiran yang adil. Hukum sebagai gejala sosial mengandung berbagai

aspek, faset, ciri, dimensi ruang dan waktu serta tatanan abstraksi yang majemuk.9

Begitu pula disebutkan dalam dalam Pembukaan Undang – Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yang menyatakan bahwa :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara

Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh

tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan

sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam

suatu UndangUndang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam

suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan

yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/

Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia.”

H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto menyatakan pendapatnya

mengenai makna yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat tersebut,

yaitu:

Pembukaan alinea keempat ini menjelaskan tentang Pancasila

yang terdiri dari lima sila. Pancasila secara substansial

merupakan konsep yang luhur dan murni; luhur, karena

mencerminkan nilai-nilai bangsa yang diwariskan turun

temurun dan abstrak. Murni karena kedalaman substansi yang

menyangkut beberapa aspek pokok, baik agamis, ekonomis,

ketahanan, sosial dan budaya yang memiliki corak partikular.10

9 Wawan, Pengantar Ilmu Hukum, Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 29 10

H.R. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum, Mengingat Mengumpulkan

dan Membuka Kembali, Reflika Aditama, Bandung, 2005, hlm. 158

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

12

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasarkan

atas hukum (rechtstaat). Sebagai negara hukum, maka Negara Indonesia selalu

menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak

ada kecualinya.

Tujuan Negara Indonesia menurut Kaelan, maka salah satu dari tujuannya

yaitu mengenai “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan tumpah darah

Indonesia”, maka salah satu tugas dari instrumen hukum adalah untuk melindungi

warga Indonesia dari ancaman apapun salah satunya adalah dalam bidang

perekonomian yang merupakan salah satu hal yang menjadi pokok dalam

kehidupan manusia.11

Perekonomian di Indonesia dalam Undang – Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (1) dan (4) menyatakan sebagai

berikut, Ayat (1) “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas

asas kekeluargaan sedangkan Ayat (4) “perekonomian nasioanal diselengarakan

berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efesiensi

berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandiran, serta dengan

menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Berdasarkan

ketentuan dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (4) Undang – Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi

merupakan salah satu dari rangkaian pembangunan nasional yang

11 Kaelan, Pendidikan Pancasila, Paradigma, Yogyakarta, 2003, hlm.160

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

13

berkesinambungan yang unsurnya meliputi kehidupan sosial bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Pembangunan di bidang ekonomi harus dapat

menciptakan keadilan dan kesejahteraan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat

luas sesuai prinsip kekeluargaan dan berdasarkan Pancasila serta UUD 1945

Amandemen ke-IV.

Lembaga keuangan terbagi kepada 2 (dua) bagian yakni lembaga

keuangan bukan bank dan lembaga keuangan bank. Menurut Surat Keputusan

Menteri Keuangan Republik Indonesia No. KEP-38/MK/IV/1972 tentang

Perubahan dan Tambahan Surat keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep.

792/MK/IV/12/1970, lembaga keuangan bukan bank (LKBB) yaitu :

“Semua lembaga (badan) yang melakukan kegiatan dalam bidang

keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun

dana dengan cara mengeluarkan surat-surat berharga, kemudian

menyalurkan kepada masyarakat terutama untuk membiayai

investasi perusahaan perusahaan”.12

Bank menurut pengertian umum dapat diartikan sebagai tempat untuk

menyimpan dan meminjam uang. Namun, pada masa sekarang pengertian bank

telah berkembang sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan sektor

perekonomian di Indonesia yang semakin cepat.

Menurut Pasal 1 ayat (2) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan sebagai berikut :

“bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat

dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat

dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.”

12 http://hedisasrawan.blogspot.co.id/2015/05/lembaga-keuangan-bukan-bank-artikel.html

Diakses pada tanggal 16 November 2018 pada Pukul 21.00 WIB.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

14

Bank dalam melakukan kegiatan perbankan harus mampu memenuhi

semua kewajibannya dengan baik, dengan cara-cara yang diatur dalam peraturan

perbankan yang berlaku. Bank juga harus mempunyai kemampuan untuk

menghimpun dana dari masyarakat, kemampuan untuk mengelola dana, dan

kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat. Bank mempunyai tugas

utama dalam kegiatan usahanya yaitu penghimpunan dana dan penyaluran dana.

Penyaluran dana hanya dapat terjadi apabila dana telah dihimpun. Bank dalam

melakukan penghimpunan dana dipengaruhi oleh kepercayaan masyarakat pada

bank, dengan adanya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank maka nasabah

akan lebih percaya untuk menyimpan dana pada bank. Pelayanan yang diberikan

oleh bank juga berpengaruh karena dengan adanya pelayanan yang baik kepada

penyimpan dana maka kepercayaan dan keamanan dananya terjamin untuk

menyimpan dananya pada bank. Fasilitas yang dijalankan oleh Bank yaitu layanan

menyimpan dana bagi nasabah dalam bentuk tabungan. Tabungan dapat diartikan

sebagai simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan

menurut syarat-syarat tertentu.13

Bank Indonesia mendefinisikan perbankan sebagai berikut :

“Bank merupakan lembaga kepercayaan yang berfungsi sebagai

lembaga intermediasi, membantu kelancaran sistem pembayaran,

dan yang tidak kalah pentingnya adalah lembaga yang menjadi

sarana dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah yaitu kebijakan

moneter. Karena fungsi-fungsinya tersebut, maka keberadaan

bank yang sehat, baik secara individu maupun secara keseluruhan

sebagai suatu sistem, merupakan prasyarat bagi suatu

perekonomian yang sehat. Untuk menciptakan perbankan yang

sehat antara lain diperlukan pengaturan dan pengawasan bank

13 Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hlm. 48

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

15

yang efektif. Kebijakan perbankan dirumuskan dan dilaksanakan

oleh BI pada dasarnya merupakan bagian dari upaya untuk

menciptakan, menjaga, dan memelihara sistem perbankan yang

sehat.”14

Menurut OP. Simonangkir dalam Budi Untung, kredit adalah pemberian

prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan

terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi

uang, yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit.

Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau

antara kreditur dengan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling

menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen

kepercayaan, risiko, dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang15

Kata kredit sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “creditus” yang berarti

to trust. Dengan demikian sungguhpun kata kredit sudah berkembang ke mana-

mana, tetapi dalam tahap apapun dan kemanapun arah perkembangannya, dalam

setiap kata “kredit” tetap mengandung unsur “kepercayaan”. Walaupun

sebenarnya kredit itu tidak hanya sekedar kepercayaan. Dalam dunia bisnis kredit

juga mempunyai banyak arti, salah satunya adalah kredit dalam artian seperti

kredit yang diberikan oleh suatu bank kepada nasabahnya.16

Kredit menurut Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

ialah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan

14 Bank Indonesia, perbankan, http://www.bi.go.id/id/perbankan/Contents/Default.aspx

Diakses pada tanggal 17 November 2018 pada Pukul 9.41 WIB. 15

H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia ,Andi Offset,Yogyakarta, 2000 ,

hlm 1-2 16

Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer , Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996,

hlm 5-6

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

16

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Adapun unsur-unsur kredit terdiri dari17

:

a. Kepercayaan

Yaitu adanya keyakinan dari pihak Bank atas prestasi yang diberikannya

kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan yang

diperjanjikan pada waktu tertentu.

b. Tenggang waktu

Adanya jangka waktu tertentu antara pemberian kredit dan pelunasannya.

Jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati

bersama antara pihak Bank dan nasabah peminjam dana.

c. Prestasi

Yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontra-prestasi pada saat

tercapainya persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian kredit antara

Bank dengan nasabah peminjam dana berupa uang dan bunga atau imbalan.

d. Risiko (Degree of risk)

Yaitu adanya risiko yang akan mungkin terjadi selama jangka waktu

antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut. Sehingga untuk

mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya

wanprestasi dari nasabah peminjam dana, maka diadakanlah pengikatan

jaminan atau agunan.

17

Drs. Thomas Suyanto et al., Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia, Jakarta,1990, hlm.

12-13.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

17

Perjanjian kredit merupakan perjanjian yang mirip dengan perjanjian uang

menurut Pasal 1754 KUHPerdata yang menyatakan :

“pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak

yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah

tertentu barang-barang yang habis dalam pemakaian, dengan

syarat bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan

sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula.”

Pendapat lain mengatakan bahwa kredit tidak dikuasai KUHPerdata tetapi

perjanjian kredit memiliki identitas dan karaktersitik sendiri. Meskipun perjanjian

kredit tidak diatur secara khusus dalam KUHPerdata tetapi dalam membuat

perjanjian kredit tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang

terdapat dalam KUHPerdata.

Sebelum memberikan kredit, bank harus memperhatikan beberapa Prinsip

yaitu Prinsip Kepercayaan (fiduciary relation principle), Prinsip Kehati-hatian

(prudential principle), Prinsip Kerahasiaan (secrecy principle), dan Prinsip

Mengenal Nasabah ( know how costumer principle)

1. Prinsip Kepercayaan ( Fiduciary relation principle )

Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara

bank dan nasabah bank. Bank berusaha dari dana masyarakat yang disimpan

berdasarkan kepercayaan, sehingga setiap bank perlu menjaga kesehatan

banknya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan

masyarakat. Prinsip kepercayaan diatur dalam Pasal 29 ayat (4) Undang-

Undang Perbankan.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

18

2. Prinsip Kehati-hatian ( Prudential principle )

Prinsip kehati-hatian adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa bank

dalam menjalankan kegiatan usaha baik dalam penghimpunan terutama dalam

penyaluran dana kepada masyarakat harus sangat berhati-hati. Tujuan

dilakukannya prinsip kehati-hatian ini agar bank selalu dalam keadaan sehat

menjalankan usahanya dengan baik dan mematuhi ketentuan-ketentuan dan

norma-norma hukum yang berlaku di dunia perbankan.

Prinsip Kehati-hatian tertera dalam Pasal 2 dan Pasal 29 ayat (2)

Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan :

“Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan

ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen,

likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan

dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai

dengan prinsip kehatihatian.”

Berdasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang – Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang perbankan, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak

bank untuk tidak menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan

kegiatan usahanya dan wajib menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.

Menurut.Chatamarrasjid menyatakan :

“Segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka

melakukan kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada

peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga dapat

dipertanggungjawabkan secara hukum.”18

Selanjutnya ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang – Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29

18 Hermansyah,Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group,

Jakarta, hlm. 147

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

19

ayat (4) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, karena

bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya.

Adapun ketentuan tersebut menyatakan bahwa :

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi

mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan

dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.”

Penyediaan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko

kerugian nasabah dimaksudkan agar akses untuk memperoleh informasi perihal

kegiatan usaha dan kondisi bank menjadi lebih terbuka yang sekaligus

menjamin adanya transparansi dalam dunia perbankan. Informasi tersebut

dapat memuat keadaan bank, termasuk kecukupan modal dan kualitas aset.

3. Prinsip Kerahasiaan ( Secrecy principle)

Prinsip kerahasiaan bank diatur dalam Pasal 40 sampai dengan Pasal 47

Huruf A Undang-Undang Perbankan. Menurut Pasal ini bank wajib

merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.

Namun dalam ketentuan tersebut kewajiban merahasiakan itu bukan tanpa

pengecualian. Kewajiban merahasiakan itu dikecualikan dalam hal-hal untuk

kepentingan pajak, penyelesaian utang piutang bank yang sudah diserahkan

kepada badan Urusan Piutang dan Lelang / Panitia Urusan Piutang Negara

(UPLN/PUPN), untuk kepentingan pengadilan perkara pidana, dalam perkara

perdata antara bank dengan nasabah, dan dalam rangka tukar menukar

informasi antar bank.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

20

4. Prinsip Mengenal Nasabah ( Know how costumer principle )

Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan oleh bank untuk

mengenal dan mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi

nasabah termasuk melaporkan setiap transaksi yang mencurigakan. Prinsip

mengenal nasabah nasabah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No.3/1

0/PBI/2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal nasabah. Tujuan yang hendak

dicapai dalam penerapan prinsip mengenal nasabah adalah meningkatkan peran

lembaga keuangan dengan berbagai kebijakan dalam menunjang praktik

lembaga keuangan, menghindari berbagai kemungkinan lembaga keuangan

dijadikan ajang tindak kejahatan dan aktivitas illegal yang dilakukan nasabah,

dan melindungi nama baik dan reputasi lembaga keuangan.

Selain dari Prinsip Kepercayaan, Prinsip Kehati – hatian, Prinsip Kerahasiaan, dan

Prinsip Mengenal Nasabah bank juga harus berpedoman pada Prinsip 5C dan 5P

diantaranya:19

1. Character : Data tentang kepribadian calon debitur.

2. Capital :Kekayaan yang dimiliki oleh perusahaan calon debitur.

3. Capacity :Kemampuan calon debitur dalam membayar pinjaman.

4. Collateral :Jaminan yang diberikan calon debitur.

5. Condition :Mengaitkan kondisi ekonomi dengan usaha calon debitur.

Pada hakikatnya penerapan Prinsip 5C (Character, Capacity, Capital,

Collateral, Condition of economy) penting bagi Bank untuk mencairkan kredit.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menegaskan

19

Djoni S Gazali, Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hlm

172

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

21

bahwa dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah,

bank umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam

atas itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk

melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan

yang diperjanjikan. Kemudian diperkuat lagi perihal pentingnya penerapan prinsip

5C dalam penjelasan Pasal 8 ayat (1) “untuk memperoleh keyakinan tersebut,

sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama

terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah

debitor.”

Adapun Prinsip 5P tersebut adalah:

a. Party (para pihak)

Para pihak merupakan titik sentral yang diperhatikan dalam setiap

pemberian kredit. Untuk itu pihak pemberi kredit harus memperoleh suatu

kepercayaan terhadap para pihak.

b. Purpose (tujuan)

Bank mencari tahu tujuan calon debitur meminjam uang.

c. Payment (pembayaran )

Bank harus mengetahui bagaimana calon debitur dapat membayar

pinjamannya.

d. Profitability (unsur perolehan laba)

Unsur perolehan laba oleh debitur sangat penting dalam suatu pemberian

kredit. Untuk itu kreditur harus mengantisipasi apakah laba yang akan

diperoleh oleh perusahaan lebih besar dari pada bunga pinjaman dan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

22

apakah pendapatan perusahaan dapat menutupi pembayaran kredit, cash

flow dan sebagainya.

e. Protection ( perlindungan )

Diperlukan suatu perlindungan terhadap kredit oleh perusahaan debitur.

Dalam Prinsip Kehati-hatian mengharuskan pihak bank untuk selalu

berhati-hati dalam menjalankan fungsinya dan kegiatan usahanya, dalam arti luas

selalu konsisten dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan di

bidangperbankan berdasarkan profesionalisme dan itikad baik. Selain itu juga

bank Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

No.3/10/PBI/2001 tanggal 18 Juni 2001 tentang Penerapan Prinsip Mengenal

Nasabah, yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI)

No.5/21/PBI/2003 tanggal 17 oktober 2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal

Nasabah.

Bedasarkan ketentuan Pasal 29 ayat (2) Undang – Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang Perbankan, maka tidak ada alasan apapun juga bagi pihak

bank untuk tidak menerapkan Prinsip Kehati-hatian dalam menjalankan kegiatan

usahnya dan wajib menjunjung tinggi Prinsip Kehati-hatian. Ini mengandung arti,

bahwa segala perbuatan dan kebijaksanaan yang dibuat dalam rangka melakukan

kegiatan usahanya harus senantiasa berdasarkan kepada peraturan perundang-

undangan yang berlaku sehingga dapat dipertanggung jawabkan secara hukum.

Selanjutnya Pasal 29 ayat (3) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998

tentang Perbankan terkandung arti perlunya diterapkan prinsip kehatihatian dalam

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

23

rangka penyaluran kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah kepada

nasabah debitor.

Selengkapnya ketentuan tersebut mengemukakan bahwa: Pasal 29 ayat (3) yaitu:

“Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip

syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib

menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan

nasabah yang memercayakan dananya kepada bank”.

Ketentuan Pasal 29 ayat (2) dan ayat (3) Undang – Undang Nomor 10

Tahun 1998 tentang perbankan tentu berhubungan erat dengan ketentuan Pasal 29

ayat (4) Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, karena

bertujuan untuk melindungi kepentingan nasabah penyimpan dan simpanannya.

Adapun ketentuan tersebut menyatakan bahwa. Pasal 29 ayat (4) Undang –

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu:

“Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi

mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan

transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank”

Dari penjelasan Pasal 29 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang – Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perbankan dapat diketahui hal sebagai berikut.20

:

a. Bank wajib memiliki dan menerapkan sistem pengawasan intern dalam

rangka menjamin terlaksananya proses pengambilan keputusan dalam

pengelolaan bank yang sesuai dengan prinsip kehati-hatian.

b. Mengingat bank terutama bekerja dengan dengan dana dari masyarakat

yang simpan pada bank atas dasar kepercayaan, setiap bank perlu terus

menjaga dan memelihara kepercayaan masyarakat padanya.

20

M. Bahasan, M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia,

Rajawali Pers,Jakarta, 2012, hlm. 83-84

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

24

Dengan memerhatikan ketentuan pasal 29 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4)

Undang - Undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan penjelasanya

tersebut, pemberian kredit harus mendapat pengawasan berdasarkan sistem

pengawasan intern yang berlaku pada masing-masing bank agar dapat menjaga

kesehatanya dan memelihara kepercayaan masyarakat kepadanya. Karena jika

tidak menerapkan dan memperhatikan Prinsip Kehati – hatian perjanjian kredit

bisa saja disalah gunakan dan menimbulkan risiko untuk bank sendiri. Salah satu

risiko yang ditimbulkan apabila tidak menerapkan dan memperhatikan Prinsip

Kehati – hatian adalah penyimpangan pengunaan kredit (side streaming)

Penyimpangan penggunaan kredit (side streaming) dapat dikatakan

sebagai penggunaan dana yang tidak sesuai di dalam kontrak atau akad, karena itu

secara kriminologis side streaming dikategorikan sebagai penyimpangan.

Penyebab utama dari side streaming adalah kelalaian pihak bank dalam

melakukan analisa pemberian kredit atau pembiayaan. Selain menyalahi kontrak

atau akad, kredit atau pembiayaan side streaming juga biasanya menjadi kredit

atau pembiayaan yang bermasalah. Meskipun beberapa kredit atau pembiayaan

side streaming tetap lancar sampai kredit atau pembiayaan tersebut lunas.21

Maka dari itu bank harus selalu memperhatikan dan menerapkan Prinsip

Kehati – hatian agar bank tidak mengalami kerugian akibat para nasabah yang

melakukan penyimpangan penggunaan kredit (side streaming).

Menurut Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih,

21

Muhamad Hidayah, Side Streaming, diakses dari http ://ad4lah.blogspot.com/ 2016/11

/side-streaming-adalah.html , pada tangal 18 November 2018 pukul 11.33 W.I.B

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

25

timbulah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut

perikatan yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban masing – masing pihak,

dapat dikatan perjanjian adalah sumber perikatan.

Perjanjian dalam Pasal 1338 KUHPerdata terdapat ketentuan bahwa semua

persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka

yang membuatnya. Jadi, perjanjian dapat dianggap bagi para pihak sebagai suatu

undang-undang, yang materinya sangat konkret, dan keterkaitan atas ketentuannya

berdasarkan kehendaknya sendiri. Akan tetapi, dalam perkembangannya materi

yang biasa diperjanjikan itu bisa menjadi hukum yang dipakai luas sebagai hukum

objektif.22

Pasal 1331 KUHPerdata mengatur bahwa:

“suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau

lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Dari uraian diatas pada mulanya untuk melakukan suatu perjanjian harus memenuhi

unsur dalam Pasal 1320 KUHPerdata dimana unsur syarat sah suatu perjanjian

diantaranya :

1. Ada kesepakatan antara kedua belah pihak; mereka yang mengikatkan

dirinya, artinya bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus

bersepakat atau setuju mengenai perjanjian yang akan diadakan tersebut,

tanpa adanya paksaan, kekhilafan dan penipuan.

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; yaitu bahwa para pihak yang

mengadakan perjanjian harus cakap menurut hukum, serta berhak dan

berwenang melakukan perjanjian.

22

Prof. Van Apeldoom, Pengantar Ilmu Hukum, terjemahan Mr. Oetarid Sadino, Cetakan

Ketiga, Jakarta: Noordhoff-Kolff, 1957, hlm. 134.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

26

Mengenai kecakapan Pasal 1329 KUH Perdata menyatakan bahwa

setiap orang cakap melakukan perbuatan hukum kecuali yang oleh undang-

undang dinyatakan tidak cakap. Pasal 1330 KUH Perdata menyebutkan

orang-orang yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian yakni:

1) Orang yang belum dewasa, mengenai kedewasaan Undang-undang

menentukan sebagai berikut:

Menurut Pasal 330 KUH Perdata: Kecakapan diukur bila para

pihak yang membuat perjanjian telah berumur 21 tahun atau kurang

dari 21 tahun tetapi sudah menikah dan sehat pikirannya.

2) Mereka yang berada di bawah pengampuan. Semua orang yang

dilarang oleh Undang-Undang untuk membuat perjanjian-

perjanjian tertentu.

3. Adanya objek;

4. Kausa yang halal. yaitu isi dan tujuan suatu perjanjian haruslah

berdasarkan hal-hal yang tidak bertentangan dengan undang-undang,

kesusilaan dan ketertiban

Syarat kesatu yaitu kesepakatan dan syarat kedua kecakapan disebut

dengan Syarat Subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya

yang mengadakan perjanjian, sedangkan syarat ketiga adanya objek dan syarat

keempat kausa yang halal disebut Syarat Obyektif, karena mengenai obyek dari

suatu perjanjian.

Apabila syarat subyektif tidak dapat terpenuhi, maka salah satu pihak

mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan. Pihak yang

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

27

dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang

memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.

Jadi, perjanjian yang telah dibuat akan terus mengikat kedua belah pihak

yang mengadakan perjanjian, selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas

permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tersebut. Sedangkan

apabila syarat obyektif yang tidak terpenuhi, maka perjanjian akan batal demi

hukum. Artinya sejak semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan

tidak pernah ada suatu perikatan.

Di dalam sebuah perjanjian terdapat asas yang diantaranya yaitu Asas

Kebebasan Berkontrak. Asas Kebebasan Berkontrak menurut ketentuan Pasal

1338 KUH Perdata, yang berbunyi : “Semua perjanjian yang dibuat secara

sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas

kebebasan berkontrak bermakna bahwa setiap orang bebas membuat

perjanjian dengan siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak

melanggar ketentuan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.23

Asas kebebasan berkontrak memperkenankan para pihak membuat suatu

persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap orang

mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang

dikehendakinya, selain itu para pihak dapat menentukan sendiri isi maupun

persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa

persetujuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan sebuah ketentuan

23

Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Sinar Grafika,Jakarta, 2008,

hlm.157.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

28

undang-undang yang bersifat memaksa, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Asas ini terutama berurusan dengan isi persetujuan.

Perjanjian kredit berasal dari asas kebebasan berkontrak, dimana para

pihak dapat menentukan syarat- syarat perjanjian kredit dan menyepakati

perjanjian kredit yang telah dibuat. Perjanjian kredit pada bank, bank lah yang

menentukan syarat – syarat perjanjian kredit, sebelum bank memberikan

kredit kepada nasabahnya, bank harus memperhatian beberapa Prinsip,

diantaranya adalah Prinsip Kehati – hatian. Bank harus menerapkan Prinsip

Kehati – hatian agar nasabah bank tidak melakukan penyimpangan

penggunaan kredit (side streaming) yang dapat merugikan bank.

Penyimpangan penggunaan kredit dapat terjadi akibat adanya

wanprestasi. Yaitu suatu perjanjian dapat terlaksana dengan baik apabila para

pihak telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah

diperjanjikan tanpa ada pihak yang dirugikan. Namun ada kalanya perjanjian

tersebut tidak terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang

dilakukan oleh salah pihak. Perkataan wanprestasi berasal dari bahasa

Belanda, yang artinya prestasi buruk. Adapaun yang dimaksud wanprestasi

adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, sehingga

debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah yang telah

ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan yang memaksa24

Akibat dari wanprestasi debitur harus memberikan ganti rugi. Ganti Rugi

Menurut Pasal 1244, Pasal 1245 dan Pasal 1246 KUH Perdata ganti rugi

24 Nindyo Pramono, 2003, Hukum Komersil, Pusat Penerbitan UT, Jakarta, hlm 21

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

29

terdiri dari biaya, rugi dan bunga. Apabila undang-undang menyebutkan rugi

maka yang dimaksud adalah kerugian nyata yang dapat diduga atau

diperkirakan pada saat perikatan itu diadakan, yang timbul sebagai akibat

ingkar janji. Pada asasnya bentuk dari ganti rugi itu sendiri yang lazim

dipergunakan ialah uang, namun selain uang masih ada bentuk-bentuk lain

yang dipergunakan sebagai bentuk ganti rugi yaitu : pemulihan keadaan

semua (in natura) dan larangan untuk mengulangi.25

F. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakam metode Deskriptif

Analitis untuk menuliskan fakta dan memperoleh gambaran menyeluruh

mengenai peraturan perundang-undangan dan dikaitkan dengan teori-

teori hukum dalam praktik pelaksanaanya yang menyangkut

permasalahan yang diteliti. Selanjutnya akan menggambarkan antara

penerapan prinsip kehati – hatian dalam penyimpangan penggunaan

kredit (side streaming) yang mengakibatkan kerugian bank serta

memahami pertanggung jawaban dari pelaku penyimpangan

penggunaan kredit (side streaming)

2. Metode Pendekatan

Dalam melakukan penelitian penulis akan menggambarkan metode

penelitian Yuridis Normatif, yaitu pendekatan atau penelitian hukum

dengan menggunakan metode pendekatan/teori/konsep dan metode

25

Mariam Darus Badrulzaman, 2001, Asas-Asas Hukum Perjanjian, PT Citra Aditya

Bakti, Bandung, hlm 21

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

30

analisis yang termasuk dalam disiplin Ilmu Hukum yang dogmatis26

Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka/data sekunder belaka. Penelitian ini

menitikberatkan pada ilmu hukum serta menelaah kaidah-kaidah hukum

yang berlaku pada hukum perbankan pada umumnya, terutama terhadap

kajian tentang pemblokiran rekening dilihat dari sisi hukumnya

(peraturan perundangundangan) yang berlaku, dimana aturan-aturan

hukum ditelaah menurut studi kepustakaan (Law In Book), serta

pengumpulan data dilakukan dengan menginventarisasikan,

mengumpulkan, meneliti, dan mengkaji berbagai bahan kepustakaan

(data sekunder), baik berupa bahan hukum Primer.

3. Tahap Penelitian

Tahap Penelitian yang digunakan adalah dilakukan dengan 2 (dua) tahap

yaitu:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Penelitian Kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan untuk

mendapatkan data yang bersifat teoritis, dengan mempelajari

sumber-sumber bacaan yang erat hubunganya dengan permasalahan

dalam penelitian Tinjauan Hukum Penerapan Prinsip Kehati –

Hatian Dalam Penyimpangan Penggunaan Kredit (Side Streaming)

Yang Mengakibatkan Kerugian Bank Dihubungkan Dengan Undang

– Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

26 Rony Hanityo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia

Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 106.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

31

Penelitian kepustakaan ini disebut data sekunder, yang terdiri dari :

1) Bahan-bahan hukum primer, yaitu peraturan perundangundangan

yang berkaitan dengan objek penelitian, diantaranya:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Amandemen ke-IV Tahun 1945

b. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Perubahan Atas

Undang-Undanng No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.

d. Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.5/21/PBI/2003 tanggal

17 oktober 2003 tentang Penerapan Prinsip Mengenal

Nasabah.

e. Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.

KEP-38/MK/IV/1972 tentang Perubahan dan Tambahan

Surat keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep.

792/MK/IV/12/1970

2) Bahan-bahan hukum sekunder yaitu bahan yang menjelaskan

bahan hukum primer berupa hasil penelitian dalam bentuk buku-

buku yang ditulis oleh para ahli, artikel, karya ilmiah maupun

pendapat para pakar hukum.

3) Bahan-bahan hukum tersier, yaitu bahan-bahan lain yang ada

relevansinya dengan pokok permasalahan yang menjelaskan serta

memberikan informasi tentang bahan hukum primer dan bahan

Page 32: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

32

hukum sekunder, yang berasal dari situs internet, artikel, dan surat

kabar.

b. Penelitian Lapangan

Penelitian Lapangan dilaksanakan untuk memperoleh data primer

yang dibutuhkan untuk mendukung analisis yang dilakukan secara

langsung pada objek-objek yang erat hubungannya dengan

permasalahan, dan penelitian lapangan dilakukan jika menurut

penulis ada kekurangan data-data untuk penulisan dan perpustakaan

kurang memadai untuk analisis ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data

keperluan penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah :

a. Studi Dokumen

Studi dokumen adalah suatu alat pengumpulan data, yang

digunakan melalui data tertulis dengan mempelajari materi-materi

bacaan berupa literature-literature, catatan-catatan dan peraturan

perundang-undangan yang berlaku untuk memperoleh data sekunder

yang berhubungan dengan permasalahan mengenai Tinjauan Hukum

Penerapan Prinsip Kehati – Hatian Dalam Penyimpangan

Penggunaan Kredit (Side Streaming) Yang Mengakibatkan Kerugian

Bank Dihubungkan Dengan Undang – Undang Nomor 10 Tahun

1998 tentang Perbankan.

Page 33: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

33

b. Studi Lapangan

Wawancara yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan

bertanya langsung kepada para pihak yang berwenang untuk

memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan permasalahan

yang diteliti.27

Dalam hal ini dilakukan kepada karyawan Bank

Mandiri.

5. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Dalam penelitian kepustakaan, alat pengumpul data dilakukan

dengan cara menginvertarisasi bahan-bahan hukum berupa

catatan tentang bahan-bahan yang relevan dengan topik

penelitian, kemudian alat elektronik (computer) untuk mengetik

dan menyusun data yang diperoleh.

b. Dalam penelitian lapangan, alat pengumpul data yang digunakan

berupa daftar pertanyaan yang dirinci untuk keperluan wawancara

yang merupakan proses tanya jawab secara tertulis dan lisan,

kemudian di rekam melalui alat perekam suara seperti handphone

recorder dan flashdisk.

6. Analisis Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Yuridis Kualitatif yaitu dengan cara menyusunnya secara sistematis,

menghubungkan satu sama lain terkait dengan permasalahan yang

27

Amirudin dan Zinal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2010, hlm.82.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

34

diteliti dengan berlaku ketentuan peraturan perundang – undangan dan

menjamin kepastian hukumnya, perundang – undangan yang diteliti

apakah betul perundang – undangan yang berlaku dilaksanakan oleh

para penegak hukum. Dalam menganalisis data ini, peneliti

menggunakan alat analisis yaitu penafsiran hukum.

7. Lokasi Penelitian

Usulan penelitian ini dilakukan ditempat-tempat yang memiliki

kolerasi dengan masalah yang diangkat pada penulisan hukum ini.

Lokasi penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Penelitian Kepustakaan

1) Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Pasundan Bandung,

Jalan Lengkong Dalam Nomor 17 Bandung.

2) Perpustakaan Mochtar Kusumaatmadja Fakultas Hukum

Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur Nomor 35 Bandung.

3) Badan Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Bapusipda Provinsi

Jawa Barat, Jalan Kawaluyaan Indah III Nomor 4 Bandung.

b. Studi lapangan

PT Bank Mandiri Jalan Asia Afrika Nomor 107 Kota Bandung

8. Jadwal Penelitian

JADWAL PENULISAN HUKUM

Judul Skripsi :TINJAUAN HUKUM PENERAPAN PRINSIP

KEHATI – HATIAN DALAM

PENYIMPANGAN PENGGUNAAN KREDIT (

Page 35: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

35

SIDE STREAMING ) YANG

MENGAKIBATKAN KERUGIAN BANK

DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG –

UNDANG NO 10 TAHUN 1998 TENTANG

PERBANKAN

Nama : Desianita Nur Ashila

No. Pokok Mahasiswa : 151000246

No. SK Bimbingan :264/Unpas.FH.D/Q/XI/2018

Dosen Pembimbing :Hj. Kurnianingsih, S.H.,M.H.

No

KEGIATAN

MINGGU KE

Nov Des Jan Feb Mar Apr

1 Persiapan Penyusunan

Proposal

2 Seminar Proposal

3 Persiapan Penelitian

4 Pengumpulan Data

5 Pengolahan Data

6 Analisis Data

Page 36: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitianrepository.unpas.ac.id/41823/5/BABI.pdf · dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah

36

7

Penyusunan hasil

Penelitian Kedalam

Bentuk Penulisan

Hukum

8 Sidang Komprehensip

9 Perbaikan

10 Penjilidan

11 Pengesahan