bab i pendahuluan a. latar belakang masalahdigilib.uinsby.ac.id/18394/4/bab 1.pdf · studi-studi...
TRANSCRIPT
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Fenomena pengangguran dan kesejahteraan hidup masyarakat, selalu
menjadi kajian menarik di kalangan pemerintah, pengamat ekonomi dan praktisi
pendidikan. Masalah ini menjadi kategori yang relatif rumit dan susah ditangani
pemerintah Indonesia hingga saat ini. Keterbatasan lapangan kerja dan kurangnya
minat berwirausaha masyarakat menjadi akar penyebab dari semua permasalahan
tersebut. Badan Pusat Statistik memberikan keterangan bahwa, Tingkat
Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia per Agustus 2015 mencapai 7,5 juta jiwa.
Sebanyak 144 pekerja ialah 90% lulusan SMA sederajat, lalu pengangguran
pendidikan 60% dari tingkat SD dan SMP. Dalam hal ini dapat disimpulkan
bahwa lulusan pendidikan masih banyak yang menganggur sehingga belum
banyak yang mandiri dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonominya.1
Fenomena pengangguran, kesejahteraan dan pendidikan, Dadang Suhardan
dalam bukunya di kenal dengan istilah Unenployment Educated Population
(Populasi Pengangguran Terdidik).2 Fenomena ini sering terjadi di negara
berkembang karena tidak adanya kebijaksanaan untuk mensinkronkan atau sinergi
perencanaan, tidak adanya sinergi antara perencana ekonomi dan perencana
pendidikan. Sehingga, pendidikan maupun ekonomi berjalan masing-masing
tanpa saling melengkapi dan menguntungkan. Lembaga pendidikan seharusnya
mempersiapkan program-program yang menghasilkan tenaga kerja sebagaimana
1 Badan Pusat Statistik (BPS), Tenaga Kerja Agustus 2015, dalam http://www.bps.go.id/
linkTabelStatis/view/id/972 (1 Agustus 2015). 2 Dadang Suhardan dkk, Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan (Bandung, Alfabeta, 2012), 60.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
persyaratan dunia kerja, sementara lembaga ekonomi memanfaatkan Sumber
Daya Manusia yang profesional supaya laju pertumbuhan ekonomi berjalan
dinamis dan terarah.
Unenployment Educated Population (Populasi Pengangguran Terdidik)
terjadi di negara berkembang diakibatkan beberapa faktor, antara lain: pertama,
penyelenggaraan pendidikan tidak lebih dari sekedar pemenuhan hak bangsa,
tuntutan politik serta menutupi kampanye yang terlanjur dijanjikan, bukan atas
dasar membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kedua, penyelenggaraan
pendidikan lebih bermotif pada orientasi formal dan status sosial semata, bukan
berorientasi pada nilai luhur dan pembangunan nasional bangsa. Ketiga,
pendidikan hanya berorientasi pada legalitas formal, memperoleh ijazah, serta
pemenuhan status sosial, bukan pada orientasi memenuhi pembangunan nasional.
Keempat, minimnya sinergi dan komunikasi antara dunia pendidikan dan
lowongan pekerjaan, tidak ada informasi dan kebutuhan pasar kerja serta jenis
pekerjaan yang harus diisi.3
Secara teoritis, ada tiga perspektif yang menjelaskan hubungan antara
pendidikan, pengangguran dan kesejahteraan hidup, yaitu: teori modal manusia
(Investment in Human Capital), teori alokasi/persaingan status, dan teori
reproduksi strata sosial.4
Pertama, teori modal manusia (Invesment in Human Capital),
diperkenalkan oleh Theodore W Schultz, Pemenang hadian Nobel ilmu ekonomi
Kebangsaan Amerika, menjelaskan bahwa proses pendidikan memiliki pengaruh
positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Argumen yang disampaikan pendukung
3 Ibid., 61.
4 Didin Saripudin, Mobilitas dan Perubahan Sosial (Bandung: Masagi Foundation, 2005), 25.
Lihat Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Kencana, 2015), 177.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
teori ini adalah bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui
pendidikan bukan sekedar sebagai suatu kegiatan konsumtif semata, melainkan
suatu bentuk investasi sumber daya manusia (SDM). Pendidikan sebagai suatu
sarana pengembangan kualitas manusia yang memiliki kontribusi langsung
terhadap pertumbuhan pendapatan negara melalui peningkatan keterampilan dan
kemampuan produksi dan tenaga kerja.5
Hasil penelitian Angeles Montoro-Sanchez yang menyatakan bahwa
manajemen Sumber Daya Manusia dan kewirausahaan perusahaan, merupakan hal
yang integral dalam pengelolaannya. Sumber Daya Manusia memainkan peran
penting dalam mendorong atau menghambat kewirausahaan.6 Kemudian Sang M.
Lee, Marta Peris-Ortiz, Rafael Ferna´ndez-Guerrero dalam penelitiannya
menyampaikan bahwa, Tindakan pengusaha di berbagai sektor sangat bergantung
pada pengalaman dan pendidikannya, memiliki korporasi dalam berbagai kegiatan
perusahaannya yang mengarah pada sosialisasi dan komitmen produktifitas para
karyawan.7
Kedua, teori alokasi atau persaingan status. Sebagai anti tesis dari teori
modal manusia yang pernah mendapat kritik yang sangat tajam pada era 1970-an,
Argumen ini diformalkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori alokasi atau
persaingan status. Argumen yang disampaikan adalah bahwa tingkat pendidikan
seseorang tidak selamanya bersinergi atau bergandengan dengan kualitas
5 Theodore W. Schultz, “Investment in Human Capital”, The American Economic Review, Vol.51,
No.1 (Maret, 1961), 17. 6 Angeles Montoro-Sanchez, Domingo Ribeiro Soriano, “Human Resource Management And
Corporate Entrepreneurship”, International Journal of Manpower, Vol. 32 No.1 (Januari, 2011),
6-13. 7 Sang M. Lee, Marta Peris-Ortiz, Rafael Ferna´ndez-Guerrero, “Corporate Entrepreneurship And
Human Resource Management: Theoretical Background And A Case Study”, International
Journal of Manpower, Vol. 32 No. 1 (Januari, 2011), 48-67.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
pekerjaannya. Artinya, bahwa orang berpendidikan rendah tetapi mendapat
pelatihan dan keterampilan, maka memiliki produktivitas yang relatif sama
dengan orang yang berpendidikan tinggi dan mengenyam pendidikan formal.8
Penelitian yang dilakukan oleh Bo Hansson, Ulf Johanson, dan Karl-Heinz
Leitner, menunjukkan bahwa investasi dalam pendidikan dan pelatihan
menghasilkan keuntungan besar bagi perusahaan. Bukti bahwa perusahaan
mendapat keuntungan dari investasi pelatihan berasal dari berbagai negara
termasuk Inggris, Perancis, Irlandia, Belanda, Swedia, dan Amerika Serikat.
Sebagian besar menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan mempengaruhi
kinerja dan produktivitas perusahaan.9
Ketiga, adalah teori reproduksi strata sosial. Teori ini menyebutkan bahwa
fungsi utama pendidikan adalah menumbuhkan struktur kelas dan
ketidakseimbangan sosial. Pendidikan pada kelompok elit lebih menekankan
studi-studi tentang hal-hal klasik, yaitu pengetahuan lain yang tidak relevan dalam
pembangunan ekonomi masyarakat. Sementara pendidikan untuk “rakyat kecil”
kebanyakan diciptakan sedemikian rupa untuk melayani kepentingan kelas yang
dominan. Hasilnya, proses pertumbuhan kelas menghambat kontribusi pendidikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Teori kapital manusia mungkin berlaku pada dua
elit masyarakat yang memiliki karakteristik berbeda, yaitu kelompok masyarakat
pendidikan sangat tinggi dan kelompok masyarakat sangat rendah, argumen ini
diformalkan dalam suatu teori yang dikenal dengan teori reproduksi strata sosial.10
8 Blau, P.M. dan O.D. Duncan, The American Occupational Structure (New York: Willey, 1967),
45. 9 Bo Hansson, Ulf Johanson, Karl-Heinz Leitner, The Impact Of Human Capital And Human
Capital Investments On Company Performance Evidence from literature and European survey
results (Luxembourg: Office for Official Publications of the European Communities, 2004), 299. 10
A. Suryadi, Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), 67.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
Atas dasar pemikiran itulah, Pendidikan Islam ketika dikaitkan dengan
lapangan kerja, menuntut tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul
dan mampu bersaing dalam skala Regional, Nasional maupun Internasional. SDM
yang menjadi produk Pendidikan Islam diharapkan mampu menguasai ilmu
pengetahuan yang luas, karena semua pesaing (competitor) memiliki kesempatan
yang sama, sehingga bagi mereka yang tidak bisa menggunakan dan
memanfaatkan peluang yang ada, bisa dipastikan mereka akan tertinggal. Dengan
demikian, lembaga pendidikan diharapkan melakukan ikhtiar dalam rangka
pemantapan dan peningkatan kualitas pendidikan yang berkesinambungan yang
bersifat reflektif dan reformatif.11
Lembaga pendidikan harus mampu menyiapkan Sumber Daya Manusia
terdidik dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan. Dunia pendidikan
tidak cukup hanya menguasai teori-teori saja, melainkan juga mau dan mampu
menerapkannya dalam kehidupan sosial masyarakat. Pendidikan dimaksud,
belakangan dikenal dengan kewirausahaan atau entrepreneurship yaitu jiwa
keberanian dan kemauan menghadapi problema hidup, jiwa kreatif untuk mencari
solusi dan mengatasi problem, jiwa mandiri dan tidak bergantung pada orang
lain.12
Memahami Pendidikan Islam secara komprehensif, tentu tidak hanya
sekedar lembaga pendidikan yang melakukan transformasi ilmu pengetahuan
semata (transfer of knowledge), melainkan harus ada unsur dan variabel yang
berbeda yaitu transformasi nilai (transfer of value) dan transformasi keterampilan
11
Isrofil Amar, Etika Politik Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Prenada Media Grup, 2009), 114. 12
Abdul Rahmat, “Pendidikan Berwawasan Kewirausahaan pada Usia Dini”, Jurnal Pedagogika,
Vol. 2, No. 1 (Juni, 2011), 1.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
(transfer of skill) pada peserta didik dalam rangka terciptanya harmonisasi
kebutuhan spiritual dan material peserta didik (duniawi> dan ukhrawi >).
Realitas di sekitar kita, lembaga Pendidikan Islam saat ini tengah melakukan
kompetisi dengan pendidikan umum lainnya. Paradigma dan pola pikir
masyarakat mulai progress dan dinamis, masyarakat cenderung lebih berminat
menyekolahkan anaknya ke lembaga Pendidikan Islam yang juga memuat dan
mengajarkan materi pelajaran umum. Selain itu, pengelola lembaga Pendidikan
Islam didukung oleh luasnya wawasan bahwa tidak semua alumni
Madrasah/Pesantren ingin menjadi seorang ulama, ustadz maupun da’i, mereka
tetap memposisikan dirinya sebagai rakyat biasa yang ingin mengasah diri,
meningkatkan ilmu pengetahuan, dan keterampilan lainnya dalam rangka menatap
masa depan yang lebih cerah (persaingan dalam dunia kerja).
Oleh karena tuntutan dan kebutuhan masyarakat itulah, tentunya
pengelolaan dan pengembangan lembaga pendidikan menjadi program prioritas
untuk mewujudkan manusia yang bermutu, unggul dan kompetitif, yang pada
gilirannya mampu mempercepat pertumbuhan, dan kemajuan suatu negara. Salah
satu tokoh pendidikan Philip Kottler sebagaimana dikutip oleh Viethzal Rivai
Zainal, dalam penelitiannya menyatakan bahwa pendidikan formal memiliki peran
yang sangat strategis dalam pembangunan ekonomi suatu negara. 13
Singapura dan Korea Selatan mengalami kemajuan yang sangat pesat dalam
jangka waktu 25 tahun. Kedua negara ini memposisikan dirinya sejajar dengan
negara-negara maju dengan pendapatan perkapita lebih dari 20.000 Dollar
Amerika Serikat pertahun. Dengan pendidikan dan pelatihan yang bermutu, maka
13
Viethzal Rivai Zainal, The Economics of Education, Mengelola Pendidikan Secara Profesional
untuk Meraih Mutu dengan Pendekatan Bisnis (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2014), 16.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
kedua negara ini melakukan suatu lompatan quantum yang dahsyat, sehingga
dinobatkan sebagai negara industri baru (Newly Industrializing Countries).14
Saat ini pendidikan dipandang sebagai investasi masa depan, hal ini menjadi
suatu keniscayaan bagi lembaga pendidikan khususnya perguruan tinggi sebagai
suatu institusi yang mampu mencetak lulusan yang unggul, berkualitas dan
sanggup bersaing dengan arus globalisasi dan dunia kerja. Integrasi nilai-nilai
entrepreneurship dalam pendidikan dapat memudahkan proses pengembangan
dan kemajuan yang akan membawa pada pencapaian hasil yang maksimal dan
sempurna yaitu terciptanya SDM yang unggul dan kompetitif. 15
Atas dasar inilah, perdebatan diatas menjadi menarik ketika digiring pada
ranah riset dengan lokus penelitian di Pesantren Al-Amien Prenduan dan Darul
Ulum Banyuanyar dengan beragam kegiatan entrepreneurship-nya. Relevansi dan
akurasi tiga teori perlu diuji secara komprehensif; benarkah investasi pendidikan
seseorang memiliki kontribusi langsung terhadap pertumbuhan pendapatan dan
tingkat penghasilan ekonomi? Benarkah pengembangan entrepreneurship di
lembaga Pendidikan Islam memiliki kontribusi terhadap lembaga, serta
memberikan motivasi terhadap santri/siswa/alumni untuk membuka peluang
usaha tertentu yang pada gilirannya mampu meningkatkan keterampilan dan
tingkat produktivitasnya?
Realitasnya, Al-Amien Prenduan dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan
sukses dengan beragam lembaga entrepreneur dan ekonominya, menjadi
keyakinan penulis bahwa pengembangan entrepreneurship di lembaga Pendidikan
Islam memiliki kontribusi terhadap lembaga, serta memberikan motivasi terhadap
14
Ibid. 15
Muhammad In’am Esha, Institutional Transformation Reformasi dan Modernisasi Perguruan
Tinggi Islam (Malang: UIN Malang Press, 2009), 28.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
santri/siswa/alumni untuk membuka peluang usaha. Hal ini diperkuat penelitian
Disertasi Muhammad el-Zubaidi yang menyatakan bahwa untuk membangun
kepercayaan di kalangan mahasiswa serta untuk proses mengembangkan
kreativitas dan keterampilannya, maka hal yang paling penting adalah penanaman
sikap dan jiwa kewirausahaan dan memberikan kontribusi yang signifikan yang
mengarah pada keberhasilan pelaku bisnis di Texas.16
Terdapat beragam kegiatan wirausaha di Pesantren Al-Amien Prenduan,
namun secara data administrasi, perijinan serta pertimbangan laporan keuangan
akhir tahun sebagaimana bukti dokumentasi terlampir, maka peneliti mendapatkan
enam unit usaha diantaranya: unit toko bangunan, Usaha Kesejahteraan Keluarga
(UKK), unit tahu tempe, unit wartel, dan unit air minum kemasan “Bariklana”.17
Kegiatan entrepreneurship di Pesantren Darul Ulum Banyuanyar
Pamekasan dengan beragam kegiatan ekonominya, namun secara data
administrasi, perijinan serta pertimbangan laporan keuangan akhir tahun
sebagaimana bukti dokumentasi terlampir, maka peneliti mendapatkan lima unit
usaha yaitu: unit toko bangunan, unit air minum kemasan “Nuri”, unit Koperasi
Syariah Nuri, dapur umum, pangkas rambut dan pabrik es.18
Pendidikan sebagai suatu sarana pengembangan kualitas manusia, memiliki
kontribusi langsung terhadap pertumbuhan pendapatan negara melalui
peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dan tenaga kerja, senada
dengan ungkapkan Rika Swanzen dan Craig Darrel Rowe dalam tulisannya
Community Engagement as a Form Of Social Entrepreneurship In Higher
16
Mohammad Al Zubeidi, “Higher Education And Entrepreneurship: The Relation Between
College Educational Background And All Business Success In Texas (Dissertation--University of
North Texas, 2005), 115. 17
Warkat, Jurnal Informasi Tahunan Yayasan Al-Amien Prenduan, 54-56 18
Al-Ikhwan, Jurnal Yayasan Darul Ulum Banyuanyar, 35.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
Education Curriculum, bahwa seiring kebutuhan masyarakat yang kompleks,
kebutuhan untuk mengajar kewirausahaan di kalangan akademisi/lembaga
pendidikan, diperlukan adanya kolaborasi antar-disiplin, tidak hanya fokus pada
pendidikan semata, mahasiswa dan masyarakat harus memastikan pengalaman
belajarnya yang keberlanjutan dengan semua mitra yang terlibat di dalamnya.
Terjadinya hambatan kolaborasi antara komunitas kemitraan, maka perlu
merangkul kemajuan teknologi yang tersedia untuk mahasiswa dan masyarakat,
termasuk belajar online sebagai sumber daya dan kekuatannya. Tentu banyak
hambatan yang terjadi, maka perlu adanya penanganan yang serius dengan
harapan terjadinya perubahan kondisi sosial masyarakat, salah satunya dengan
cara meningkatkan kesempatan dan pengembangan kolaboratif yang saling
menguntungkan antara kemitraan, yang meliputi lembaga pendidikan/universitas,
mahasiswa dan masyarakat.19
Hasil penelitian yang lain membuktikan bahwa pendidikan tidak didominasi
oleh panjangnya durasi pendidikan kewirausahaan itu sendiri. Namun, mereka
yang terjun pada dunia kerja/wirausaha dengan disertai niat kewirausahaan secara
signifikan, maka inisiatif jiwa usaha dan realisasinya lebih tinggi daripada mereka
yang tidak memiliki niat wirausaha yang berasal dari kemauan pribadinya.
Namun, analisis pengembangan niat kewirausahaan setelah akhir program
kewirausahaan menunjukkan bahwa setelah enam bulan niat kewirausahaan telah
19
Rika Swanzen Dan Craig Darrel Rowe, “Community Engagement As A Form Of Social
Entrepreneurship In Higher Education Curriculum”, Journal of Community Positive Practices,
Vol. 13, No. 4 (Oktober, 2013), 70
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
menurun secara signifikan. Pendidikan kewirausahaan diyakini menjadi sumber
utama pemicu inspirasi yang berdampak positif pada niat kewirausahaan.20
Fenomena ini menjadi menarik ketika pesantren dikaitkan dengan dunia
entrepreneurship. Sepengetahuan peneliti, kajian ini belum dilakukan di pulau
Madura. Masyhur di kalangan masyarakat Madura, bahwa Pendidikan Islam
identik dengan amal ibadah, kegiatan sosial, dan konsep barakah semata. Istilah
amal usaha, dunia bisnis, dan kegiatan entrepreneurship relatif tidak tepat dan
kurang elok jika dibawa ke ranah pendidikan, bahkan cenderung terkesan adanya
unsur yang hendak mengkomersialkan institusi lembaga yang tentu saja
bertentangan dengan pernyataan kebanyakan para pengelola pendidikan dan
anggapan masyarakat pada umumnya.
Masyarakat terlalu anti terhadap istilah yang berbau bisnis, mereka memiliki
anggapan bahwa bisnis harus dipisahkan dari dunia pendidikan. Bahkan yang
paling ekstrim adalah, jangankan memiliki usaha dan bisnis di lembaga
pendidikan, memikirkan serta menjadi bahan kajian saja menjadi daerah terlarang
dan cenderung sakral dari dunia pemikirannya. Dengan beragam dalil bahwa
pengelola lembaga pendidikan dianggap disibukkan dengan bisnis, lupa akan
fungsi dan tujuan awal lembaga pendidikan. Akibatnya, lembaga tetap
mengandalkan bantuan dan subsidi tahunan pemerintah, membentuk mental
pengemis dan jauh dari jiwa kemandirian dan ketahanan finansial.
Maka dari itu, dengan menerapkan konsep dasar integrasi ekonomi dan
pendidikan dimaksud, maka pemanfaatannya pada sektor pendanaan dan
kemandirian lembaga yang tidak selalu bergantung kepada bantuan/BOS dari
20
Michael Lorz, “The Impact of Entrepreneurship Education on Entrepreneurial Intention”
(Dissertation of the University of St. Gallen, 2011), 114.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
Pemerintah. Implikasi dari pola pikir ini akan merubah cara pandang dan
paradigma pengelola lembaga pendidikan untuk mengupayakan keuntungan dari
proses pendidikan. Keuntungan dimaksud, bukanlah pada aspek kognitif, afektif
dan psikomotorik semata, melainkan keuntungan yang berupa fisik, infrastruktur,
sarana dan prasarana dari hasil wirausaha di lembaga pendidikan dimaksud. Hal
ini merupakan suatu peluang bagi lembaga pendidikan untuk memulai dan
mengimplementasikan budaya dan tradisi entrepreneurship di lembaga
Pendidikan Islam. Atas dasar pemikiran inilah, penulis tertarik melakukan riset
Disertasi ini, supaya lebih komprehensif dengan judul penelitian
“Pengembangan Entrepreneurship Berbasis Experiential Learning di
Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar
Pamekasan”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dalam penelitian tentang Pengembangan
Entrepreneurship Berbasis Experiential Learning di Pesantren Al-Amien
Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan, memfokuskan pada
relasi antara pengembangan entrepreneurship dengan pembelajaran experiential
learning di lembaga Pendidikan Islam. Lembaga entrepreneurship di Pesantren
mengutamakan pengabdian pada lembaga/institusi, pelayanan terhadap santri, dan
masyarakat dengan dilandasi amal ibadah dan rasa ikhlas yang mendalam.
Keberadaan lembaga entrepreneur merupakan penopang ekonomi lembaga
pendidikan yang dapat membantu meningkatkan penghasilan lembaga untuk
pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana. Masing-masing Lembaga (Al-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
Amien Prenduan dan Darul Ulum Banyuanyar) memiliki metode yang variatif
dalam mengembangkan dan menanamkan sikap intrepreneur kepada
santri/siswanya. Pembelajaran ini menekankan pada sebuah model pembelajaran
yang holistik (kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam proses belajar,
pengalaman mempunyai peran utama dalam pembelajaran eksperiensial. Teori
pembelajaran eksperiensial mendefinisikan belajar sebagai proses dimana
pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman.
Batasan masalah dalam penelitian disertasi ini adalah, bahwa lembaga
pesantren Al-Amien Prenduan dan Darul Ulum Banyuanyar mampu memainkan
peran dan fungsinya dalam pengembangan sektor ekonominya melalui gebrakan
usaha dan bisnisnya, serta transformasi pengalaman langsung pada
siswa/santrinya yang populer dengan istilah experiential learning.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, secara spesifik maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah;
1. Apa saja bentuk kegiatan entrepreneurship di Pesantren Al-Amien
Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan?
2. Bagaimana landasan dan motivasi entrepreneurship di Pesantren Al-Amien
Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan?
3. Bagaimana model pengembangan entrepreneurship berbasis experiential
learning di Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan?
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
4. Bagaimana kontribusi pengembangan entrepreneurship berbasis
experiential learning terhadap lembaga, santri dan alumni di Pesantren Al-
Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian disertasi dilakukan dengan tujuan:
1. Menemukan Bentuk Kegiatan entrepreneurship di Pesantren Al-Amien
Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.
2. Menemukan landasan dan motivasi kegiatan entrepreneurship di Pesantren
Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.
3. Menemukan model pengembangan entrepreneurship berbasis Experiential
Learning di Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan.
4. Menemukan kontribusi pengembangan entrepreneurship berbasis
Experiential Learning terhadap lembaga, santri dan alumni di Pesantren Al-
Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.
E. Kegunaan Penelitian
Sebagai karya akademis, hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi
banyak kalangan, baik secara teoritik, empirik maupun sosiologis.
1. Secara teoritik, hasil penelitian ini berguna untuk memperkenalkan teori
entrepreneurship yang memiliki ciri-ciri dan khas di pondok pesantren. Kita
pahami bahwa pondok pesantren bisa tumbuh, berkembang dan tetap
bertahan dengan kemandirian ekonominya, serta mampu melakukan inovasi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
dan kreativitas lainnya merupakan sesuatu yang perlu diapresiasi dan
dikembangkan oleh segenap pihak di masa-masa yang akan datang.
2. Secara empirik, Penelitian ini bermanfaaat sebagai solusi alternatif tentang
kesejahteraan dan kemandirian di bidang ekonomi. Selama ini persoalan
pendanaan dan fasilitas menjadi problem yang sangat rumit karena lembaga
Pendidikan Islam tidak memiliki lumbung pendanaan dan unit
usaha/entrepreneurship. Kajian ini merekomendasikan perlunya lembaga
Pendidikan Islam memiliki unit usaha yang nantinya menopang proses
kegiatan pembelajaran dan keberlangsungan syiar Islam khususnya di
pondok pesantren.
3. Secara sosiologis, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memperkokoh
bangunan keilmuan dan keislaman dalam kehidupan pesantren. Pesantren
telah banyak melahirkan pemimpin masyarakat, negara dan bangsa. Sejarah
juga mencatat bahwa pondok pesantren merupakan “benteng pertahanan”
nilai-nilai religius yang tetap kokoh dalam menghadapi dahsyatnya
gelombang transformasi nilai-nilai Islami. Norma ini perlu dikembangkan
secara kontinue melalui pengembangan nilai-nilai keagamaan sebagai
lembaga Pendidikan Islam yang mampu mengawal dan mengembangkan
norma-norma keIslaman dan keilmuan.
F. Penelitian Terdahulu
Penelitian ini bukanlah penelitian yang pertama, bukan pula berangkat dari
ruang hampa, telah banyak buku penelitian terdahulu yang terkait dengan
penelitian ini, penulis mengelompokkan pada tiga jenis: bagian pertama tentang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
entrepreneurship, bagian kedua tentang relasi pendidikan Islam dengan
entrepreneurship, bagian ketiga adalah experiential learning. Sebagai bahan
kajian pustaka dan menentukan posisi penelitian ini di antara peneliti yang lain.
Diantaranya adalah:
1. Disertasi Muhammad Djakfar, IAIN Sunan Ampel 2006 dengan judul,
Agama, Etos Kerja dan Prilaku Bisnis; Studi Kasus Makna Etika Bisnis
Pedagang Buah Etnis Madura di Kota Malang.21
Hasil penelitian bahwa
pelaku pancengan (jujur) menunjukkan bahwa etika merupakan nilai yang
harus dihormati, namun tidak perlu masuk dalam wilayah bisnis. Karenanya
mereka berani manabrak nilai etika. Sebaliknya, pelaku yang tidak terlibat
kasus pancengan (jujur) etika merupakan prasyarat dan rambu-rambu dalam
melaksanakan usaha dan berbisnis untuk memperoleh harta yang halal dan
barakah, dengan demikian, etika dan bisnis tidak dapat dipisahkan.
2. Disertasi Darmawati, UIN Sunan Ampel Surabaya 2014 dengan judul
Spiritual Bisnis Islam; Studi Pemasaran Kelapa Sawit di Kabupaten
Penajam Paser Utara Kalimantan Timur.22
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rancangan spiritual bisnis dalam tinjauan Islam, dibangun
berdasarkan empat determinan, antara lain: norma sha >ri’ah, norma etika,
norma transaksi, dan norma kreatif. Masing-masing determinan tersebut
berkolaborasi, membangun sebuah sistem dalam spiritual bisnis Islam.
Realitasnya, bahwa pemasaran kelapa sawit di Kabupaten Penajam Paser
Utara Kalimantan Timur belum sepenuhnya mencerminkan nilai-nilai
21
Muhammad Djakfar, “Agama, Etos Kerja dan Prilaku Bisnis; Studi Kasus Makna Etika Bisnis
Pedagang Buah Etnis Madura Di Kota Malang” (Disertasi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2006). 22
Darmawati, “Spiritual Bisnis Islam; Studi Pemasaran Kelapa Sawit di Kabupaten Penajam Paser
Utara Kalimantan Timur” (Disertasi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2014).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
spiritual Islam. Indikasinya adalah, adanya ketidakjujuran dalam transaksi
penimbangan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit. Selain itu, penentuan
harga Tandan Buah Segar (TBS) dilakukan sepihak oleh Tengkulak
(Pengepul) sehingga petani kelapa sawit cenderung dirugikan.
3. Disertasi Abdul Wadud Nafis IAIN Sunan Ampel Surabaya dengan judul
Bisnis Jasa Perbankan Sha>riah, Studi Kasus Pembiayaan Akad Mura >bahah
Li al-amri bi al-shira> kepemilikan kendaraan bermotor di Bank Syariah
Mandiri Cabang.23
Hasil penelitian menunjukkan bahwa transaksi atau akad
dibangun dengan adanya kompetensi pelaku bisnis yang meliputi
kompetensi kecakapan (ahliyah) kompetensi kepemilikan (wilayah) dan
kompetensi ahli kewenangan (fudhul). Objek bisnis perbankan syariah harus
halal, baik zat, cara memperoleh dan cara penggunaannya. Dalam ijab qobul
bisnis perbankan syariah menciptakan kerelaan antar pelaku bisnis
perbankan syariah.
4. Disertasi Fathul Ulum IAIN Sunan Ampel dengan judul Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Oleh Lembaga Keuangan Syariah (Studi Kasus di
Bayt al Ma>l wa Tanwi>l Ar-Ridho Trenggalek)24 hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberdayaan ekonomi masyarakat yang berhasil
harus didukung oleh strategi, teknik, stepping, dan kondisi pemberdayaan.
Fungsi intermediasi ekonomi dan intermediasi sosial BMT ar-Ridho
dilakukan dengan cara pengembangan potensi umat, peningkatan kualitas
23
Abdul Wadud Nafis, “Bisnis Jasa Perbankan Syariah, Studi Kasus Pembiayaan Akad
Mura>bah}ah Li al-amri bi al-shira> kepemilikan kendaraan bermotor di Bank Syariah Mandiri
Cabang” (Disertasi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2010) 24
Fathul Ulum, “Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Oleh Lembaga Keuangan Syariah; Studi
Kasus di Bayt al Ma>l wa Tanwi>l Ar-Ridho Trenggalek” (Disertasi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya,
2011)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
sumber daya insani, menggalang potensi masyarakat, perantara aghniya> dan
d}u’a>afa serta pemilik dana dan pengguna dana.
5. Disertasi Abdul Jalil “Spritual Entrepreneurship (Study Transformasi
Spritualitas Pengusaha Kudus)”.25
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
transformasi spiritualitas pengusaha Kudus bermula dari konversi keimanan
mereka yang bersinergi dengan unsur-unsur formasi keberagamaan
integratif, yakni: teologi, ritual, intelektualitas, dan pengalaman. Bisnis tidak
lagi terpenjara pada profit, transaksi, akunting, dan strategi. Spiritualitas ini
tidak bersifat konstan karena ia hidup dalam sistem yang kompleks.
Benturan antar unsur, nilai, motivasi, bahkan juga ego dan super ego.
Spiritualitas bagi pedagang Kudus sudah menjadi sosok perilaku yang
bersifat empiris dan stabil, peduli dengan kejujuran, tanggung jawab sosial,
lingkungan, dan keadilan. Memposisikan spiritualitas sebagai unit primer
bisa membongkar paradigma dan perilaku yang sudah ada, untuk
selanjutnya menyusun paradigma baru yang lebih sesuai dengan jiwa
kewirausahaan. Dalam posisi ini, spiritualitas bukan lagi dinamika kejiwaan
yang labil, namun mulai membangun sosok perilaku yang bersifat empiris
dan stabil.
6. Penelitian Lieli Suharti dan Hani Sirine, Faktor-Faktor yang Berpengaruh
Terhadap Niat Kewirausahaan (Entrepreneurial Intention).26
Hasil
penelitian menunjukkan signifikansi dari faktor-faktor sikap, yaitu faktor
otonomi dan otoritas, faktor realisasi diri, faktor keyakinan, dan faktor
25
Abdul Jalil, “Spritual Entrepreneurship (Study Tranformasi Spritualitas Pengusaha Kudus)”
(Disertasi--IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2012). 26
Lieli Suharti dan Hani Sirine, “Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Niat Kewirausahaan
(Entrepreneurial Intention)”, Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 13, No. 2 (September,
2011)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
jaminan keamanan, dalam mempengaruhi minat berwirausaha mahasiswa.
Lebih lanjut, penelitian ini juga membuktikan peran penting dari faktor-
faktor kontekstual, seperti dukungan akademik, dan dukungan sosial,
terhadap niat berwirausaha di kalangan mahasiswa.
7. Disertasi Mohammad Al-Zubeidi, University of North Texas May 2005,
dengan judul Higher Education and Entrepreneurship: The Relation
Between College Educational Background and All Business Success In
Texas.27
Penelitian ini menunjukkan hubungan antara faktor pendidikan dan
pembelajaran pada pendidikan tinggi sangat berkontribusi besar terhadap
kesuksesan bisnis, ekonomi dan industri. Pendidikan seperti ini untuk
membekali mahasiswa dengan keterampilan yang diperlukan untuk
memulai, mengelola usaha baru. "Pengusaha dibuat, tidak dilahirkan". Ini
berarti bahwa pendidik kewirausahaan harus menggunakan metode
pedagogis yang mempengaruhi sumber kewirausahaan. Pendidik
kewirausahaan harus menggunakan metode yang berpusat pada mahasiswa
yang membangun kepercayaan di kalangan mahasiswa dan mengembangkan
keterampilan yang penting dalam melaksanakan proses kewirausahaan.
8. Disertasi Michael Lorz, St. Gallen, Oktober 2011 yang berjudul The Impact
of Entrepreneurship Education on Entrepreneurial Intention,28
Dampak
Pendidikan Kewirausahaan pada Niat kewirausahaan. Hasil penelitian ini
membuktikan dampak signifikan dari pendidikan kewirausahaan pada niat
kewirausahaan. Dampak signifikan ini tidak dimotori oleh lamanya sebuah
27
Mohammad Al-Zubeidi, “Higher Education And Entrepreneurship: The Relation Between
College Educational Background And All Business Success In Texas” (Dissertation--University of
North, Texas, May, 2005). 28
Michael Lorz, “The Impact of Entrepreneurship Education on Entrepreneurial Intention”
(Dissertation--of the University of St. Gallen, October, 2011).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
pendidikan kewirausahaan. Namun, orang-orang yang dipekerjakan pada
akhir program kewirausahaan telah memiliki niat kewirausahaan lebih
tinggi pada awal program. Analisis pengembangan niat kewirausahaan
setelah akhir program kewirausahaan menunjukkan bahwa setelah enam
bulan niat kewirausahaan mengalami penurunan signifikan. Pendidikan
kewirausahaan dikonfirmasi untuk menjadi sumber utama inspirasi yang
positif dan berdampak pada niat kewirausahaan. Secara teoritis, studi ini
merupakan pengembangan lebih lanjut dan penerapan teori yang
direncanakan dalam pendidikan kewirausahaan, sehingga mendukung
hubungan antara niat kewirausahaan dan kerja mandiri setelah akhir sebuah
program kewirausahaan. Dari sudut pandang praktis, Michael Lorz
menyediakan rekomendasi agar kewirausahaan dipicu oleh faktor
lingkungan dan niat yang kuat menjadi wirausaha.
9. Disertasi Imam Syafi’i Kepemimpinan Kiai Abdul Ghafur dalam
Pengembangan Pendidikan Entrepreneurship di Pondok Pesantren Sunan
Drajat Lamongan.29
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: tipologi kiai
Abdul Ghafur sebagai kiai yang berani mengambil resiko, mampu melihat
adanya peluang bisnis, mampu mendayagunakan sumber daya secara efektif
dan efisien untuk memperoleh keuntungan.
10. Penelitian Nur Uluwiyah, Integrasi Nilai-nilai Entrepreneurship Dalam
Proses Pembelajaran di Kelas Guna Menciptakan Academic Entrepreneur
29
Imam Syafi’i, “Kepemimpinan Kiai Abdul Ghafur dalam Pengembangan Pendidikan
Entrepreneurship di Pondok Pesantren Sunan Drajat Lamongan” (Disertasi--UIN Sunan Ampel
Surabaya, 2016)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
Berkarakter.30
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pengintegrasian nilai-
nilai entrepreneurship ke dalam pembelajaran di kelas sangat penting
karena sejalan dengan pentingnya pendidikan karakter. Dengan
pengintegrasian nilai-nilai entrepreneurship ke dalam pembelajaran di kelas
berarti dua “keuntungan” bisa diraih sekaligus; pengalaman pendidikan
entrepreneurship dan pendidikan karakter telah dimiliki peserta didik, dan
selanjutnya lahirlah academic entrepreneur yang berkarakter.
11. Penelitian Hikmah Muhaimin, Membangun Mental Kewirausahaan Santri
di Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Mojokerto.31
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa: implementasi program mengembangkan mental
kewirausahaan santri di Pondok Pesantren Riyadlul Jannah Mojokerto, lebih
untuk mengatur pendidikan keterampilan yang diberikan kepada santri yang
ingin mengambil keterampilan kewirausahaan. Model yang diterapkan
bersifat bebas, mudah, dan tidak mengikat. Semua santri bisa mengambil
kewirausahaan dengan syarat yang cukup mudah. Dalam melaksanakan
program pengembangan mental kewirausahaan santri, pihak Pondok
Pesantren memiliki target atau sasaran yang diharapkan mengikuti program
pengembangan mental kewirausahaan santri. Kelengkapan sarana dan
prasarana baik untuk ustadz/guru maupun santri sangat mendukung atas
keberhasilan selama ini.
12. Penelitian Ismail Suardi Wekke, Pesantren dan Pengembangan Kurikulum
Kewirausahaan: Kajian Pesantren Roudahtul Khuffadz Sorong Papua
30
Nur Uluwiyah, “Integrasi Nilai-nilai Entrepreneurship Dalam Proses Pembelajaran di Kelas
Guna Menciptakan Academic Entrepreneur Berkarakter”, Jurnal PGMI UNIPDU, tt. 31
Hikmah Muhaimin, “Membangun Mental Kewirausahaan Santri Di Pondok Pesantren Riyadlul
Jannah Mojokerto”, Jurnal Iqtishadiya, Vol. 1, No. 1 (Juni, 2014)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
Barat.32
Penelitian menunjukkan bahwa pesantren Roudhotul Khuffadz
melakukan beberapa kajian dan diskusi dalam rangka pengembangan
kurikulum. Selanjutnya, mereka memutuskan untuk memperkuat kurikulum
dengan aspek kewirausahaan. Keputusan ini dibuat dengan memperhatikan
kebutuhan lokal dan juga untuk memberikan keluasan kesempatan bagi
siswa setelah umur sekolah. Hanya saja, faktor kesadaran lingkungan yang
membawa lembaga ini bisa menjadi acuan. Interaksi, komunikasi dan
konteks situasional menjadi faktor lain dalam pembentukan kurikulum
pesantren. Termasuk adanya aspek sosio-kultural yang dinamis sehingga
mendorong proses pengembangan kurikulum.
13. Penelitian Azel Raoul Reginald, Kewirausahaan Sosial pada Pondok
Pesantren Sidogiri Pasuruan.33
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:
Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan menerapkan kewirausahaan sosial yaitu
dengan inovasi pembentukan lembaga wirausaha sosial milik internal
seperti Kopontren Sidogiri, Pustaka Sidogiri dan Buletin Sidogiri maupun
lembaga milik eksternal seperti BMT Maslahah, BMT UGT Sidogiri, BPRS
UMMU Sidogiri dan Koperasi Agro Sidogiri yang didirikan oleh civil
society Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan dengan motto khidmatan lil
ma’ad wa khidmatan lil ummat melalui misi ingin memberikan kontribusi
dalam hal mewujudkan baldatun t}oyyibatun wa ra>bbun ghafu>r dengan
membangun qoryah t}oyyibah yang sasarannya yaitu pendidikan, ekonomi
32
Ismail Suardi Wekke, “Pesantren Dan Pengembangan Kurikulum Kewirausahaan: Kajian
Pesantren Roudahtul Khuffadz Sorong Papua Barat”, INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, Vol. 6, No. 2 (Desember, 2012) 33
Azel Raoul Reginald, “Kewirausahaan Sosial pada Pondok Pesantren Sidogiri Pasuruan”,
JESTT, Vol. 1, No. 5 (Mei, 2014)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
dan sosial sehingga diharapkan bisa membantu menurunkan angka
kemiskinan dan pengangguran.
14. Penelitian Endah Andayani, Analisis Pengalaman Belajar Kewirausahaan
terhadap Minat Berwirausaha pada Program SMK Mini Pondok
Pesantren.34
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pengalaman belajar
kewiraushaan akan memberi sumbangan besar terhadap minat berwirausaha,
dikatakan kontribusi positif tetapi masih rendah. Beberapa hal yang
diperediksi masih belum optimalnya kondisi ini adalah Program SMK Mini
Pondok Pesantren masih bersifat isidentil dalam pelaksanaannya, pada saat
diberikan materi peserta memiliki motivasi yang tinggi, tetapi setelah
program berakhir minat/kecenderungan untuk berwirausaha mulai menurun,
hal ini disebabkan pendampingan secara intensif dari instruktur belum
tersusun secara periodik.
15. Penelitian U. Maman dan Amri Jahi Kompetensi Wirausaha Santri di
Beberapa Pesantren di Jawa Barat dan Banten.35
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa yang memberi kontribusi bagi kompetensi wirausaha
ialah: 1) kepribadian Islam, 2) persepsi tentang bakat, 3) minat, dan 4)
lingkungan belajar. Hal ini karena kompetensi wirausaha santri merupakan
cerminan nilai-nilai pesantren yang berinteraksi dengan nilai-nilai Islam.
Unsur-unsur kompetensi wirausaha yang kompatibel dengan nilai-nilai
34
Endah Andayani, “Analisis Pengalaman Belajar Kewirausahaan Terhadap Minat Berwirausaha
Pada Program Smk Mini Pondok Pesantren”, Prosiding Semiar Nasional Pendidikan Ekonomi &
Bisnis Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta (November,
2015) 35
U. Maman dan Amri Jahi, “Kompetensi Wirausaha Santri di Beberapa Pesantren di Jawa Barat
dan Banten”, Jurnal Penyuluhan, Vol. 5, No. 1 (Maret, 2009)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Islam cukup baik, dan yang bertentangan dengan nilai-nilai dan kebiasaan
pesantren cenderung tidak baik.
16. Penelitian Esty Pan Pangestie, “Pendekatan Experiential Learning Untuk
Meningkatkan Kemampuan respectful mind Bagi Mahasiswa”.36
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa model experiential learning merupakan
suatu langkah dalam proses belajar mengajar yang mengutamakan pelibatan
secara langsung dari peserta didik dengan materi yang diberikan oleh guru
sebagai instruktur belajar sekaligus sebagai mitra untuk proses belajar
secara efektif. experiential learning merupakan salah satu dari model
pembelajaran yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pikiran merespek
(respectful mind) siswa dengan menerapkan pembelajaran berbasis
pengalaman (experiential learning).
17. Penelitian Iis Prasetyo, “Telaah Teoritis Model Experiential Learning
Dalam Pelatihan Kewirausahaan Program Pendidikan Non Formal”.37
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Experiential Learning merupakan belajar
melalui pengalaman, lebih tepatnya belajar dengan mengalami sendiri.
Proses pembelajaran pada hakekatnya untuk mengembangkan aktifitas dan
kreatifitas peserta didik, melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Pengalaman belajar akan meningkatkan abilitas/kebiasaan seseorang untuk
beradaptasi dengan perubahan lingkungan yang demikian cepat (adapt to
rapidly changing environment).
36
Esty Pan Pangestie, “Pendekatan Experiential Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan
respectful mind Bagi Mahasiswa”, Jurnal Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling, Vol. 2,
No. 1 (Januari, 2016) 37
Iis Prasetyo, “Telaah Teoritis Model Experiential Learning Dalam Pelatihan Kewirausahaan
Program Pendidikan Non Formal” Majalah Ilmiah Pembelajaran, Vol.7 No.2 (Oktober, 2011)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
18. Penelitian Sumarno, dkk, Pengembangan Model Pendidikan Life Skill 4-H
(Head, Hand, Heart, and Health) Berbasis Kewirausahaan Melalui
Experiential Learning Guna Mengurangi Kemiskinan.38
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Melalui pembelajaran kecakapan hidup 4-H berbasis
kewirausahaan ini harapannya kelompok sasaran (masyarakat miskin) dapat
memberdayakan diri dan lingkungannya. Mereka diharapkan mempunyai
kesadaran terhadap masalahnya dalam peningkatan kesejahteraan hidupnya,
menggali potensi yang ada di lingkungannya, mampu melihat peluang dan
akhirnya melakukan upaya-upaya perbaikan untuk mensejahterakan
kehidupannya baik secara individual maupun kelompok. Pendidikan
kecakapan hidup 4-H berbasis kewirausahaan ini memungkinkan kelompok
sasaran untuk memiliki pemahaman berwirausaha yang baik, melakukan
praktek wirausaha yang produktif, mampu mengembangkan unit- unit usaha
produktif secara kelompok disertai pendampingan, membangun kemitraan
dengan berbagai pihak, dan memiliki nilai dan sikap entrepreneurship.
Dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini memiliki
spesifikasi masalah yang relatif berbeda dengan penelitian sebelumnya. Apabila
ada sebagian memiliki kesamaan, penulis berusaha mengembangkan dan
memperdalam temuan lebih lanjut.
Analisis penulis terhadap disertasi atau penelitian terdahulu diatas, penulis
belum menemukan titik kesamaan terhadap penelitian yang hendak dikaji
khususnya tentang pengembangan entrepreneurship berbasis experiential learning
di lembaga pendidikan Islam. Perbedaaan antara penelitian yang sudah ada
38
Sumarno, dkk, Pengembangan Model Pendidikan Life Skill 4-H (Head, Hand, Heart, and
Health) Berbasis Kewirausahaan Melalui Experiential Learning Guna Mengurangi Kemiskinan
(Yogyakarta: Laporan Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi, 2013)
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
sebelumnya, dengan penelitian yang hendak dilakukan tampak signifikan.
Perbedaan tersebut, dapat dilihat pada fokus penelitian, baik mengenai objek
penelitian, permasalahan penelitian, dan hasil penelitiannya. Sehingga dengan
rampungnya penelitian ini, maka ditemukan jawaban yang nantinya menjadi
rujukan lembaga pendidikan Islam yang lain dalam membangun kemandirian,
kesejahteraan lembaga, ketersediaan lapangan pekerjaan dan pelaksanaan metode
pembelajarannya.
G. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, yakni penelitian yang
bertujuan menggali atau menjelaskan makna di balik realita. Peneliti berpijak
kepada peristiwa yang berlangsung dilapangan (Pesantren Al-Amien dan Darul
Ulum). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara holistik
tentang kegiatan pengembangan entrepreneurship di lembaga Pendidikan Islam
(Pesantren Al-Amien dan Darul Ulum). Sangatlah membutuhkan data deskriptif
berupa ucapan, tulisan, dan prilaku dari orang-orang yang diamati.39
Penelitian ini
mengelaborasikan temuan-temuan penelitian di lapangan yang pada akhirnya akan
menganalisis secara komprehensif tentang pengembangan entrepreneurship
berbasis experiential learning di Pesantren Al-Amien Prenduan dan Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan.
Desain penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi sosial. Schutz
menjelaskan bahwa, fenomenologi sosial dimaksud menjelaskan tindakan dan
39
Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, Metoda Penelitian Kualitatif (Surabaya: Usaha Nasional,
1992), 21.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
pemikiran manusia dengan cara mengambarkan struktur-struktur dasar, realita
yang tampak nyata di setiap orang yang berpegang teguh pada sikap ilmiah.40
Jenis penelitian fenomenologi digunakan karena kompleknya peristiwa,
pengalaman, pesan-pesan ataupun fokus masalah yang diteliti.41
Landasan
fenomenologi ditambahkan pula oleh Creswell bahwa memandang objek ilmu
pengetahuan tidak terbatas pada hal-hal yang empirik (sensual) semata, lebih dari
itu mencakup fenomena-fenomena lain seperti persepsi, pemikiran, kemauan, dan
kekayaan subyek tentang sesuatu diluar objek, sesuatu yang transenden di
samping yang aposterik.42
Epistemologi fenomenologi menuntut bersatunya subyek peneliti dengan
subyek pendukung obyek penelitian. Keterlibatan subyek peneliti di lapangan,
menghayati seluruh aktivitas didalamnya menjadi salah satu ciri utama penelitian
fenomenologi.43
Prinsip dasar dari paradigma sosial adalah: pertama, individu
menyikapi sesuatu berdasarkan makna dari objek tersebut. Kedua, makna tersebut
diberikan berdasarkan interaksi sosial yang dijalin dengan individu yang lain.
Ketiga, makna tersebut di fahami dan dimodifikasi oleh individu melalui
interpretasi yang berkaitan dengan hal-hal yang dijumpainya.44
Dalam rangka
mendekati kriteria kebenaran, yaitu kebenaran sensual (didasarkan atas
kemampuan indra), kebenaran logis (didasarkan atas ketajaman akal pikiran),
40
Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln (Eds), Handbook of Qualitative Research, Terj.
Dariyanto, dkk (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), 337. 41
John W Creswell, Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches,
Terj. Nur Khabibah (Jakarta: KIK Press, 2002), 114. 42
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002), 17. 43
Noeng Muhadjir, Metodologi Keilmuan, Paradigma Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 2002), 17. 44
Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2001), 100.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
kebenaran etis (didasarkan atas kepekaan akal budi), dan kebenaran
transendental.45
2. Lokasi dan Sumber Data Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di beberapa lokasi antara lain; pertama,
Lembaga Pendidikan Islam Al-Amien Prenduan Sumenep dengan
entrpreneurship dan ekonominya antara lain: unit toko bangunan, Usaha
Kesejahteraan Keluarga (UKK), unit tahu tempe, unit air minum sehat
“Bariklana”, unit wartel.46
Kedua, Lembaga Pendidikan Islam di Madura yang
juga gemilang dengan entrpreneurship dan ekonominya adalah Pesantren Darul
Ulum Banyuanyar Pamekasan dengan kegiatan ekonominya antara lain: unit
pertokoan, unit air minum sehat “Nuri”, unit usaha Koperasi Syariah “Nuri”, unit
pabrik es, unit pangkas rambut, unit dapur umum.47
Sumber data dalam penelitian ini bertumpu pada sumber data manusia dan
non-manusia.48
Sumber data manusia diperoleh dari sejumlah informan terkait,
yaitu direktur perusahaan, pengelola dan pimpinan instansi/lembaga, santri
sebagai karyawan, santri sebagai kabuleh, santri sebagai konsumen, masyarakat
dan Alumni. Pemilihan informan didasarkan atas penguasaan informan terhadap
masalah penelitian. Sedangkan sumber data non-manusia berupa fenomena yang
berkaitan dengan aspek pembelajaran, aspek pengembangan Pendidikan Islam
yang bersinergi dengan unit ekonomi bisnisnya.
45
Noeng Muhadjir, Metodologi penelitian kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 12. 46
Warkat, Jurnal Informasi Tahunan Yayasan Al-Amien Prenduan, 54-56 47
Jurnal Yayasan Darul Ulum Banyuanyar, 35. 48
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), 157.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
Penentuan informan dilakukan secara snowball sampling, yaitu mencari
suatu informasi dari satu informan ke informan lain, pelaku dan orang yang
terlibat langsung dengan pesantren dan unit usahanya sampai akhirnya key
informan (informan kunci) tersebut ditemukan. Wawancara dengan key informan
bukan hanya dilakukan sekali, tetapi berulang kali untuk mendapatkan informasi
yang lengkap dan mendalam.
Dipilihnya lokasi ini didasari oleh suatu realitas bahwa dilokasi ini
sebagaimana dalam fokus kajian ini menyediakan data yang utuh, komprehensip,
dan sudah sepantasnya menjadi rujukan lembaga pendidikan lainnya bahwa Al-
Amien dan Darul Ulum layak menjadi percontohan. Sebagai alasan subjektif
lainnya adalah karena keterbatasan peneliti, dalam hal jarak tempuh, serta orang-
orang yang bisa dijangkau melalui wawancara dalam rangka proses kelancaran
dan efektiftasnya penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data antara lain: pertama, wawancara mendalam
(depth interview) dan Forum Group Discussion (FGD) terhadap direktur,
pengelola dan pimpinan instansi/lembaga, siswa SMK, santri sebagai karyawan,
santri sebagai kabuleh, santri sebagai konsumen, masyarakat dan alumni, untuk
membahas tentang segala bentuk kegiatan entrepreneurship, motivasi
entrepreneurship, pengembangan entrepreneurship berbasis experiential learning,
dan kontribusi entrepreneurship terhadap siswa dan alumni.
Kedua, melalui pengamatan (observation) terhadap bentuk kegiatan
entrepreneurship, pengembangan entrepreneurship berbasis experiential learning,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
serta kontribusi entrepreneurship terhadap santri/siswa dan alumni di Pesantren
Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.
Ketiga, studi dokumentasi melalui media, catatan arsip, baliho dan brosur di
instansi masing-masing unit di Al-amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum
Banyuanyar.49
4. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan jenis deskriptif
melalui tiga alur kegiatan yaitu: pertama, mereduksi data. Kedua, penyajian data.
Ketiga, penarikan simpulan. Ketiga alur ini saling berkaitan dan mendukung
antara satu dengan lainnya dalam proses mencari makna dan data penelitian.
5. Pengecekan Keabsahan Data
Teknik yang digunakan dalam pengecekan keabsahan data pada penelitian
ini antara lain: pertama, perpanjangan keikutsertaaan, hal ini dilakukan dengan
memperpanjang keikutsertaan dalam penelitian sehingga meningkatkan derajat
kepercayaan data yang dikumpulkan. Peneliti mendatangi Pesantren Al-Amien
dan Darul Ulum dalam frekuensi yang relatif lama, sehingga banyak mempelajari
dan dapat menguji ketidak benaran informasi.50
Kedua, ketekunan pengamatan, langkah ini bertujuan untuk memenuhi
kedalaman data dengan melakukan pengamatan yang teliti dan rinci serta
berkesinambungan terhadap kegiatan entrepreneur dan experiential learning
Peneliti mendatangi SMK Al-Amien dan SMK Darul Ulum.
49
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D)
(Bandung: Alfabeta, 2010), 309. 50
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, 327.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Ketiga, triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar itu untuk keperluan pengecekan atau
pembanding terhadap data itu.51
Penulis melakukan triangulasi, yaitu proses
penguatan bukti dari individu-individu yang berbeda, wawancara mendalam
(depth interview) dan Forum Group Discussion (FGD) terhadap direktur,
pengelola dan pimpinan instansi/lembaga, santri sebagai karyawan, santri sebagai
kabuleh, santri sebagai konsumen, masyarakat dan alumni. Penulis juga
melakukan triangulasi antara jenis data hasil observasi, wawancara dan dokumen.
Peneliti membandingkan pernyataan individu dengan individu yang lain
(pimpinan lembaga entrepreneurship dan pimpinan lembaga pendidikan),
terhadap direktur, pengelola dan pimpinan instansi/lembaga, santri sebagai
karyawan, santri sebagai kabuleh, santri sebagai konsumen, masyarakat dan
alumni serta membandingkan antara hasil observasi dengan wawancara serta
telaah dokumen yang ada di sekretariat. Selanjutnya peneliti melakukan
pengkodean (coding) untuk mempermudah peneliti dalam menemukan pola sesuai
rumusan masalah. Selanjutnya penulis melakukan analisis holistik untuk mencari
benang merah serta keterkaitan antara terhadap kegiatan entrepreneurship dan
experiential learning.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan disertasi ini terdiri dari enam Bab yakni: Bab
pertama pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, identifikasi dan
51
Ibid., 330.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,
penelitian terdahulu, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua merupakan kajian teori, bab ini terdiri atas pembahasan tentang:
pertama, definisi, fungsi dan peran entrepreneurship, karakteristik dan nilai-nilai
entrepreneurship, modal dasar entrepreneurship, motivasi entrepreneurship,
faktor pendorong dan penghambat entrepreneurship, relasi agama dan
entrepreneurship, relasi pendidikan dan entrepreneurship. Kedua,
entrepreneurship dalam Islam, Prinsip Nabi Muhammad dalam Berdagang,
Strategi Sukses Nabi Muhammad dalam berdagang, Landasan dan Motivasi
entrepreneurship dalam Islam. Ketiga, Definisi Experiential Learning, Sejarah
Experiential Learning , Karakteristik Experiential Learning, Prinsip-prinsip
Experiential Learning, dan Prosedur Experiential Learning Manfaat metode
Experiential Learning. Keempat, definisi Pendidikan Islam, jenis lembaga
Pendidikan Islam, sistem yang mempengaruhi Pendidikan Islam, sumber dan
model pembiayaan pendidikan, relasi pendidikan dan entrepreneurship,
pengembangan kompetensi teacherpreneurship untuk meningkatkan prestasi,
implementasi kompetensi teacherpreneurship dalam pembelajaran, karakteristik
dan tujuan pendidikan berbasis entrepreneurship.
Bab ketiga adalah kondisi objek penelitan di Pondok Pesantren Al-Amien
Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan, meliputi: historis
pesantren, majelis kiai, dan lembaga pendidikan yang dikelola.
Bab keempat, laporan hasil penelitian yang terdiri dari jenis kegiatan
entrepreneurship di Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan, motivasi entrepreneurship di Pesantren Al-Amien
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan, Pengembangan
entrepreneurship berbasis experiential learning di Pesantren Al-Amien Prenduan
Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan, serta manfaat dan kontribusi
Pengembangan entrepreneurship berbasis Experiential Learning terhadap Pondok
Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.
Bab kelima analisis dan pembahasan terhadap dasar pemikiran dan motivasi
entrepreneurship di Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum
Banyuanyar Pamekasan, Pengembangan entrepreneurship berbasis experiential
learning di Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep dan Darul Ulum Banyuanyar
Pamekasan, serta manfaat dan kontribusi Pengembangan entrepreneurship
berbasis experiential learning terhadap Pesantren Al-Amien Prenduan Sumenep
dan Darul Ulum Banyuanyar Pamekasan.
Bab keenam, merupakan penutup yang mencakup kesimpulan, implikasi
teoritik, keterbatasan hasil penelitian, dan rekomendasi.