bab i pendahuluan a. latar belakang...1 bab i pendahuluan a. latar belakang inti ajaran islam...

16
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Banyak ayat-ayat al-Qur‟an yang tidak bisa diartikan dengan benar dan tepat tanpa bantuan keterangan dari Sunnah Nabi Muhammad SAW. Salah satu contoh adalah tentang tata cara shalat yang tidak mungkin dipraktekan tanpa bantuan dari Sunnah Nabi. Karena al- Qur‟an sendiri tidak menyebutkan tata cara shalat itu dan al -Qur‟an hanya menegaskan hanya wajibnya shalat lima waktu itu saja. Masa kontemporer sekarang ini pembahasan tentang hadits Nabi Muhammad SAW banyak mendapat perhatian baik dari kalangan muslim maupun non-muslim. Kajian-kajian masa kini banyak dilakukan terhadap hadits baik yang menyangkut kritik terhadap otentitasnya maupun metodologi pemahamannya yang terus berkembang. Perkembangan pemahaman tersebut didasari oleh pemikiran bahwa diperlukan adanya pendekatan lain selain pendekatan yang sudah dilakukan oleh muhaditsin terdahulu seperti menggunakan ilmu asbab al wurud untuk memahami hadits Nabi Muhammad SAW yang ada ada penyebab sebuah hadits disabdakan oleh beliau. Hadits nabi Muhammad SAW tidak semuanya ada asbab Al- Wurud nya, menghadapi permasalahn ini, maka alim ulama atau ahli hadits menggunakan pendekatan-pendekatan lain untuk memahami sebuah hadits. Pendekatan- pendekatan tersebut adalah dengan pendekatan historis, sosiologis, fenomenologis, sosio-kultural, filosofis. Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan tersebut biasa digunakan dalam studi Islam untuk mengkaji berbagai persoalan masyarakat muslim terhadap pemahaman ajaran-ajaran agama Islam. Pemikiran perlunya pemahaman hadits menggunakan pendekatan- pendekatan lain selain pendekatan tersebut adalah untuk dapat mengungkapkan

Upload: others

Post on 17-Aug-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits

(sunnah). Keduanya memiliki kaitan yang sangat erat. Banyak ayat-ayat al-Qur‟an

yang tidak bisa diartikan dengan benar dan tepat tanpa bantuan keterangan dari

Sunnah Nabi Muhammad SAW. Salah satu contoh adalah tentang tata cara shalat

yang tidak mungkin dipraktekan tanpa bantuan dari Sunnah Nabi. Karena al-

Qur‟an sendiri tidak menyebutkan tata cara shalat itu dan al-Qur‟an hanya

menegaskan hanya wajibnya shalat lima waktu itu saja.

Masa kontemporer sekarang ini pembahasan tentang hadits Nabi

Muhammad SAW banyak mendapat perhatian baik dari kalangan muslim maupun

non-muslim. Kajian-kajian masa kini banyak dilakukan terhadap hadits baik yang

menyangkut kritik terhadap otentitasnya maupun metodologi pemahamannya

yang terus berkembang.

Perkembangan pemahaman tersebut didasari oleh pemikiran bahwa

diperlukan adanya pendekatan lain selain pendekatan yang sudah dilakukan oleh

muhaditsin terdahulu seperti menggunakan ilmu asbab al wurud untuk memahami

hadits Nabi Muhammad SAW yang ada ada penyebab sebuah hadits disabdakan

oleh beliau.

Hadits nabi Muhammad SAW tidak semuanya ada asbab Al- Wurud nya,

menghadapi permasalahn ini, maka alim ulama atau ahli hadits menggunakan

pendekatan-pendekatan lain untuk memahami sebuah hadits. Pendekatan-

pendekatan tersebut adalah dengan pendekatan historis, sosiologis,

fenomenologis, sosio-kultural, filosofis. Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan

tersebut biasa digunakan dalam studi Islam untuk mengkaji berbagai persoalan

masyarakat muslim terhadap pemahaman ajaran-ajaran agama Islam.

Pemikiran perlunya pemahaman hadits menggunakan pendekatan-

pendekatan lain selain pendekatan tersebut adalah untuk dapat mengungkapkan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

2

makna kontekstual yang terdapat dalam sebuah hadits dan bukan hanya

memahami sebuah hadits hanya berdasarkan teksnya.

Realitanya bahwa hadits nabi lebih banyak dipahami secara tekstual,

bahkan belakangan gejala ini muncul di kalangan generasi muda Islam, tidak saja

di Indonesia, tetapi juga di banyak negeri Islam lainnya.

Pendekatan ini–terhadap sebahagian hadis Nabi merupakan satu

keharusan–tidak selamanya mampu memberikan jawaban terhadap persoalan-

persoalan yang muncul belakangan, bahkan malah menjadi sesuatu yang

kontradiktif sehingga memalingkan kepercayaan terhadap hadis Nabi. Karena

pemahaman seperti ini maka sebagian sarjana-sarjana muslim lantas menyerang

hadis yang tampak kontradiktif dan tidak komunikatif dengan zaman–meskipun

ulama hadis menyatakan bahwa hadis tersebut dilihat dari kaedah-kaedah ilmu

hadis yang demikian ketat, validitasnya diakui dan makbul (shahih).

Pemahaman hadits menggunakan pendekatan tersebut diharapkan akan

mampu memberikan pemahaman hadits yang relatif lebih tepat, apresisif dan

akomodatif terhadap perubahan dan perkembangan zaman. Sehingga dalam

memahami suatu hadits tidak hanya terpaku pada zhahirnya teks hadits melainkan

harus memperhatikan konteks sosio-kultural waktu itu. Dengan demikian hadits-

hadits nabi Muhammad SAW sebagai mitra al-qur‟an secara teologis juga

diharapkan dapat memberikan inspirasi untuk membantu menyelesaikan

permasalahan masyarakat sekarang dan masa kontemporer sekarang.1

Seorang muslim berhadapan dengan hadis-hadis Rasulullah SAW dan

ingin beribadah keapda Allah, maka sebelum mengamalkan hadis-hadis tersebut,

dia harus memahami beberapa hal yang merupakan kaidah (dalam memahami)

hadis itu. Agar pemahamannya benar dan pengamalannya terhadap hadis tersebut

mendapat petunjuk.

Ketika Rasul mengucapkan suatu hadis atau beramal dengan suatu amalan,

sesungguhnya beliau menghendaki maksud tertentu dari ucapan dan amalan

1 Suyudi Ismail, Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsuannya, (Jakarta:

Gema Insani Press, 1990) h. 14

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

3

tersebut, sehingga tidak ada perbedaan yang kontradiktif antara lafadz hadis

(teksnya) dan maknanya serta keterangan dari hadis tersebut. Karena jika hadis

dipahami dengan salah atau diamalkan tidak sesuai dengan maksud hadis itu,

maka akan turun wahyu untuk meluruskan (amalan yang salah itu) dan

mengoreksinya.

Sebagaimana diketahui bahwa jumlah hadis sebenarnya tidak bertambah

lagi setelah wafatnya Rasulullah SAW. Sementara permasalahan yang dihadapi

oleh umat Islam terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh

karena itu, untuk memahami hadis secara cepat, diperlukan adanya suatu

pendekatan baik yang berhubungan dengan sanad hadis maupun matan hadis,

dengan menggunakan berbagai disiplin ilmu dalam mencari kebenaran penafsiran

melalui beberapa pendekatan yang komprehensif.

B. Batasan Masalah

Pembahasan mengenai Pendekatan dalam Pemahaman Hadits akan sangat

luas cakupannya, penulis akan membatasi pada beberapa topik berikut ini :

A. Pengertian Pendekatan Pemahaman Hadits

B. Urgensi Pendekatan dalam Pemahaman Hadits

C. Beberapa Pendekatan dalam Pemahaman Hadits (Pendekatan Sosiologis,

Historis, Fenomenologis, Sosio Kultural, Filosofis dan contoh).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendekatan dalam Pemahaman Hadits

Pendekatan menurut Ramayulis merupakan terjemahan dari kata “approach”

dalam bahasa inggris, diartikan dengan come near (menghampiri) go to (jalan ke)

dan way path dengan (arti jalan) dalam pengertian ini dapat dikatakan bahwa

approach adalah cara menghampiri atau mendatangi sesuatu.2 Pendekatan juga

berarti cara pandang terhadap sebuah objek persoalan, dimana cara pandang

tersebut adalah cara pandang dalam konteks yang lebih luas.

Menurut Ibn Manzhur, kata „hadits‟ berasal dari bahasa Arab, yaitu al-

hadits, jamaknya al-ahadits, al-haditsan, dan al-hudtsan. Secara etimologis, kata

ini memiliki banyak arti, di antaranya al-jadid (yang baru), lawan dari al-qadim

(yang lama), dan al-khabar, yang berarti kabar berita atau berita.3

Di samping pengertian tersebut, M.M Azami mendefinisikan bahwa kata

„hadits‟ secara etimologi berarti „komunikasi‟, „kisah‟, „percakapan‟: religius atau

sekular, historis atau kontemporer.4

Secara terminologi, para ulama, baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama

ushul, merumuskan hadits secara berbeda-beda. Perbedaan pandangan tersebut

disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing, yang tentu

saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.5

Sebagian ulama berkata, bahwa hadits adalah segala sesuatu yang

dinisbatkan kepada Nabi SAW, meliputi perkataan (qaul), perbuatan, atau

ketetapan (taqrir), termasuk sifat khuluqiyyah (berkaitan dengan akhlak Nabi) dan

khalqiyyah (berkaitan dengan fisik Nabi), baik sebelum bi‟tsah (diutus menjadi

2 Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2006) h. 85

3 Muhammad Ibn Mukaram Ibn Manzhur. Lisan al-Arab. Juz II. 1992. h. 131.

4 M.M Azami. Studies in Hadits Methodologi dan Literature. Terj. Meth Kieraha. (Jakarta:

Lentera. 2003) h. 21-23. 5 Endang Soetari. Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah. (Bandung: Mimbar Pustaka.

2005) h. 2.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

5

rasul) maupun sesudahnya. Definisi tersebut dianut oleh ulama hadis. Mereka

berangkat dari asumsi bahwa Nabi SAW adalah uswah hasanah, sehingga semua

yang datang dari beliau layak untuk dijadikan teladan hidup.

Hadits merupakan sumber berita yang datang dari Nabi Muhammad SAW

dalam bentuk, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun sikap persetujuan.

Definisi di atas memberikan kesimpulan, bahwa hadits mempunyai komponen,

yaitu sebagai berikut.6

1. Hadits perkataan yang disebut dengan hadis qawli, misalnya sabda

beliau:

“Jika dua orang muslim bertemu dengan pedangnya, maka pembunuh

dan yang dibunuh di dalam neraka.” (HR. Al-Bukhari)

2. Hadis perbuatan, disebut hadits fi‟il, misalnya shalatnya beliau, haji,

perang, dan lain-lain.

3. Hadits persetujuan, disebut hadits taqriri, yaitu suatu perbuatan atau

perkataan di antara para sahabat yang disetujui Nabi. Misalnya, Nabi

diam ketika melihat bahwa Ibnu Abbas menyuguhi beliau dalam satu

nampan minyak samin, mentega, dan daging binatang dhabb (sejenis

biawak tetapi bukan biawak). Beliau makan sebagian dari mentega dan

minyak samin itu dan tidak mengambil daging binatang dhabb karena

jijik. Seandainya haram, tentunya daging tersebut tidak disuguhkan

kepada beliau. (HR. Al-Bukhori)

Secara epistemologis, hadis dipandang oleh mayoritas umat Islam sebagai

sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qur‟an. Sebab ia merupakan penjelasan

terhadap ayat-ayat al-Qur‟an yang masih mujmal (global), „amm (umum) dan

mutlaq (tanpa batasan). Bahkan secara mandiri, hadis dapat berfungsi sebagai

penetap (muqarrir) suatu hukum yang belum ditetapkan oleh al-Qur‟an. Namun

demikian memahami maksud suatu hadis secara baik, terkadang tidak mudah.

6 Abdul Majid Khon. Ulumul Hadits. Jakarta: AMZAH. 2013. Hlm. 3-4.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

6

Terutama ketika kita menemukan hadis-hadis yang secara tekstual terkesan tidak

sejalan dengan perkembangan zaman, termasuk pula hadis-hadis yang tampak

saling bertentangan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat dipahami bahwa pendekatan

pemahaman dalam hadits merupan cara pandang terhadap untuk memahami hadits

nabi Muhammad SAW berdasarkan teks maupun konteksnya.

B. Urgensi Pendekatan Dalam Pemahaman Hadits

Urgensi bisa berarti „pentingnya‟, misalnya urgensi „kepemimpinan muda‟

itu lebih berarti „pentingnya kepemimpinan muda‟. Dalam pembahasan ini akan

dibahas pentingnya pendekatan dalam pemahaman hadis.

Seluruh umat Islam, tanpa terkecuali telah sepakat bahwa hadis merupakan

salah satu sumber ajaran Islam yang menempati kedudukannya sangat penting

setelah al-Qur‟an. Sunnah atau hadits digunakan sebagai pendoman hidup umat

muslim sepanjang zaman kedua setelah al-Qur‟an. Posisi hadits sangat penting

dalam menentukan hukum dalam menjalankan kehidupan sosial sebagai umat

muslim, namun berbagai macam problematika umat yang bertambah dan selalu

berganti di setiap masa menuntut manusia untuk terus bergerak atau bermobilitas.

Allah telah berjanji melindungi isi al-Qur‟an dari tangan-tangan yang

ingin merusaknya, sehingga bentuk dan isi al-Qur‟an dari zaman Nabi

Muhammad ketika pertama kali diutus hingga zaman modern tidak mengalami

perubahan sedikitpun. Namun, hadis yang bersumber dari qouliyah,

fi‟liyah dan taqririyah Rasulullah yang disampaikan oleh para sahabat melalui

jalur periwayatan memiliki banyak kekurangan.

Permasalahan-permasalahan yang belum pernah dibahas di dalam al-

Qur‟an atau sunnah rasul, menyebabkan ulama maupun tokoh Islam terus

menerus mengkaji al-Qur‟an dan sunnah untuk menemukan jawaban-jawaban dari

problematika sosial yang ada.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

7

Di lingkungan umat Islam sering muncul pendapat yang eksklusif yang

merasa bahwa pemahaman mereka terhadap sebuah hadits adalah yang paling

benar. Munculnya realitas sosial yang melanda sebagian umat Islam bahwa

mereka merasa paling benar tersebut timbul akibat adanya perbedaan cara

pandang atau pendekatan dalam memahami hadits dengan pemahaman yang

dijalani oleh kelompok lainnya. Dan jika pendekatan dalam memahami hadits

dapat disadari secara jernih, kemungkinan memandang pemahaman dirinya paling

benar akan bisa terhindarkan, karena masing-masing menyadari perbedaan titik

berangkat pemahaman yang menyebabkan hasil pemahamannya juga berbeda.7

Perbedaan pemahaman di atas tercermin misalnya, perbedaan pendekatan

dalam memahami hadits tentang larangan wanita menjadi pemimpin, larangan

melukis dan memajang gambar makhluk bernyawa, keabsahan tampuk

kepemimpinan dari kerturunan Quraisy, dan lain sebagainya.

Dalam tulisan ini dibahas berbagai pendekatan dengan alat bantu keilmuan

yang pernah dihasilkan pada abad modern dalam memahami hadits Nabi,

misalnya dengan bantuan disiplin ilmu sosiologi, historis, fenomenologis, sosio-

kultural, dan fiosofis. Semua metode pendekatan tersebut dengan melihat konsep

hadits, sehingga hadits tersebut dapat didekati dengan pendekatan yang sesuai

dengan konteks konsep hadits. Implikasinya adalah hadits dimaknai sesuai porsi

dan kandungannya.

Memahami hadits secara benar, diperlukan adanya suatu pendekatan.

Dengan beberapa pendekatan yang akan dibahas dalam sub berikutnya akan

mampu memberikan pemahaman hadits yang relatif lebih tepat, terhadap

perubahan dan perkembangan zaman sehingga.

Ayat al-Qur‟an maupun hadits tidak semua dapat dipahami apa adanya,

selain kualitas hadits yang bisa dihukumi sahih, hasan dan dhoif, ada beberapa

matan hadits yang tekstual pun ada pula yang kontekstual. Namun tidak semua

7 Aryasupang.pdf. Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (telaah atas pemikiran Syuhudi Ismail)

diunduh 12 Mei 2018. h. 2

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

8

orang pada umumnya mengetahui hal ini, dan cenderung menggunakan berbagai

hadis nabi yang telah diyakini meski tidak benar-benar mengerti makna

sebenarnya. Hal inilah yang menjadi permasalahan besar dan tugas umat Islam

bersama.

Manusia sebagai makhluk yang fana, tentu pernah melakukan kesalahan,

sehingga mempengaruhi kebenaran hadis itu sendiri. Untuk itulah wajib bagi umat

muslim dimanapun dia berada untuk memahami hadis dan tidak menggunakannya

tanpa meneliti sebelumnya.

C. Pendekatan Dalam Pemahaman Hadits

Hadits atau „sunnah‟ adalah segala sesuatu yang dinisbatkan oleh Nabi

SAW baik berupa perkataan (qaul) atau ketetapan (taqrir) atau sifat (Khuluqiyah)

sifat akhlaq nabi atau (kholqiyah) sifat ciptaan atau bentuk tubuh nabi sebelum

bi‟tsah (diutus menjadi rosul) atau sesudahnya. Secara epistemologis, hadits

dipandang oleh mayoritas umat Islam sebagai sumber ajaran Islam kedua setelah

al-Qur‟an, sebab ia merupakan bayan (penjelasan), terhadap ayat-ayat al-Quran

yang masih mujmal (global), „am (umum) dan mutlaq (tanpa batasan). Bahkan

secara mandiri hadis dapat berfungsi sebagai penetap (muqorrir) suatu hukum

yang belum ditetapkan oleh al-Qur‟an.

Namun demikian untuk memahami maksud suatu hadis secara baik

terkadang relatif tidak mudah, khususnya jika menjumpai hadits-hadits yang

tampak saling bertentangan. Terhadap hal yang demikian, dilakukannya analisis

pemahaman hadis dengan beberapa pendekatan di antaranya :

1. Pendekatan Sosiologis

Sosiologi berasal dari bahasa Latin sicius yang berarti teman, dan

logos yang berarti berkata atau berbicara tentang manusia yang

berteman atau bermasyarakat.8

8 Abdul Sani, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, (Lampung: Pustaka Jaya, 1995) h. 2

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

9

Secara terminologis sosiologi adalah ilmu yang mempelajarai

tentang struktur sosial dan proses-proses sosial temasuk perubahan

sosial.9

Ulama menyarankan menggunakan pendekatan sosiologis agar

orang yang memaknai dan memahami hadits memperhatikan keadaan

masyarakatsetempat secara umum. Kondisi masyarakat saat

munculnya hadits sangat mempengaruhi munculnya suatu hadits. Jadi

keterkaitan antara hadits dengan situasi pada sat itu tidak dapat

dipisahkan, karena hal itu, maka memahami kondisi masyarakat harus

dipertimbangkan agar pemaknaan tersebut tidak salah.10

Pendekatan sosiologis terhadap suatu hadis merupakan usaha untuk

memahami hadits dari aspek tingkah laku sosial masyarakat pada saat

itu. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendekatan sosiologis

terhadap hadits adalah mencari uraian dan alasan tentang posisi

masyarakat sosial yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan

dalam hadits. Penguasaan konsep-konsep sosiologi dapat memberikan

kemampuan untuk mengadakan analisis terhadap efektifitas hadits

dalam masyarakat, sebagai sarana untuk merubah masyarakat agar

mencapai keadaan-keadaan sosial tertentu yang lebih baik. Misalnya

hadits berikut:11

م اال هع ذى هحرم ال تسافر الورأة ثالث أيا

Artinya : Janganlah seorang wanita bepergian sejauh perjalanan

(yang ditempuh) tiga hari kecuali bersama mahrom.

9 Aulin Ni‟am Masruri. Methode Syarah Hadis. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya, 2015)

h.236 10

Abudin Nata. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002) h.9 11

Diambil dari http://sangperaihimpian.blogspot.co.id/2012/02/memahami-hadis-dengan-

pendekatan-bahasa.html, 11 Mei 2018, pukul 11.05 WIB.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

10

Hadits di atas memiliki makna yang tersirat yakni larangan bahwa

Rasullah SAW sebenarnya menghendaki keamanan pada kaum

perempuan pada saat bersafar. Mengingat pada masa itu dimana orang

yang hendak bepergian ia menggunakan kendaraan seperti onta,

keledai dan lain-lain. Tentu sangatlah berbeda dengan keadaan

sekarang yang mana sarana transportasi sungguh lebih modern.

Namun ada beberapa pendapat yang berkenaan dengan hadits di

atas sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Abu Hanifah dan

didukung oleh mayoritas ulama hadits adalah wajib hukumnya yang

hendak haji, harus disertai mahrom atau suami, namun menurut Imam

Syafi‟i tidak wajib ia hanya keamanan saja, keamanan bisa diperolah

oleh adanya mahrom atau suami perempuan-perempuan lain yang

dapat dipercaya.

Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa pendekatan sosiologis

terhadap hadits adalah mencari uraian dan alasan tentang posisi

masyarakat sosial yang berhubungan dengan ketentuan-ketentuan

dalam hadits. Dengan memahami hadis melalui pendekatan sosiologis

kita dapat memahami hadits dari aspek tingkah laku sosial masyarakat

pada saat itu, dan sosiologi dapat digunakan sebagai salah satu

pendekatan dalam memahami agama dan hadits.

2. Pendekatan Historis

Pendekatan historis dalam memahami hadits adalah memahami

hadits dengan memperhatikan dan mengkaji situasi atau peristiwa

sejarah yang terkait dengan latar belakang munculnya hadits.

Pemahaman hadis dengan pendekatan historis dapat dilihat misalnya

dalam memahami hadits tentang hukum rajam, sebagai salah satu

produk hukum Islam yang sampai saat ini masih dianggap perlu untuk

diberlakukan menurut sebagian fuqaha. Penetapan hukum rajam hanya

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

11

dijumpai dari hadits yang diberlakukan bagi pelaku zina muhsan.

Contoh haditsnya ialah12

:

“Telah menceritakan kepadaku (Imam al Bukhori) Isma‟il ibn

Abdullah. Ia telah mengatakan bahwa Malik telah menceritakan

kepadaku yang ia terima dari Nafi; dan Nafi‟ ini menerima dari

Abdullah ibn „umar r.a. yang berkata bahwa sekelompok orang

Yahudi datang kepada Rasulullah SAW. Sambil menceritakan

(masalah yang mereka hadapi) bahwa seorang laki-laki dan

perempuan dari kalangan mereka telah melakukan perbuatan zina.

Kemudian Rasulullah menanyakan kepada mereka;” Apa yang kamu

temukan dalam kitab Taurat mengenai hukum rajam?”, Mereka

menjawab; “kami mempermalukan dan mendera mereka”. Kemudian

Abdullah ibn Salam berkata:” Kamu semua berdusta, sebab kitab

Taurat itu ada hukum rajam. Ambillah kitab Taurat!”, Dan Mereka

menggelar kitab Taurat untuk dibaca, tetapi salah satu diantara

mereka meletakkan telapak tangannya tepat diatas ayat rajam dan dan

hanya dibaca ayat sebelum dan sesudahnya saja, Kemudian Abdullah

ibn Salam berkata lagi: “Angkat tanganmu”. Lalu orang itu

mengangkat tangannya dan saat itu tampaklah ayat rajam.

Selanjutnya mereka mengatakan:”Benar ya Muhammad bahwa dalam

kitab Taurat ada ayat rajam. Kemudian Rasulullah memerintahkan

untuk melakukan hukum rajam tersebut…..”(H.R.Bukhori)

Hadits tersebut pada akhirnya menimbulkan polemik terhadap

pemberlakuannya diterima atau ditolak. Bagi yang menolak

berargumen dengan memberikan argumen bahwa hadits tersebut

dinasakh oleh ketentuan Al-Qur‟an Surat An-Nur ayat: 2 tentang

hukum dera 100 kali.

12

Diambil dari http://niameyulwiya.blogspot.co.id/2013/06/pendekatan-dalam-memahami-

hadits.html 11 Mei 2018, pukul 11.15 WIB.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

12

3. Pendekatan Fenomenologis

Fenomenologi adalah sebuah studi dalam bidang filsafat yang

mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena. Fenomenologi

menjelaskan fenomena perilaku manusia yang dialami dalam

kesadaran. Fenomenolog mencari pemahaman seseorang dalam

membangun makna dan konsep yang bersifat intersubyektif. Oleh

karena itu, penelitian fenomenologi harus berupaya untuk menjelaskan

makna dan pengalaman hidup sejumlah orang tentang suatu konsep

atau gejala. Artinya fenomenologi merujuk kepada semua pandangan

sosial yang menempatkan kesadaran manusia dan makna subjektifnya

sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial.

Dalam hal memahami hadits dengan pendekataan fenomenologis

ini berarti menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah

fenomena dimana perilakunya, perbuatannya, dan ketetapannya untuk

membangun sebuah konsep yang menempatkan umat manusia dalam

keberlangsungan hidupnya. Sebagai contoh hadits perkataan Nabi;

“Mereka para sahabat bertanya: Ya Rasulullah, amalan Islam

yang manakah yang lebih utama?” Beliau menjawab: “yaitu orang

yang kaum muslimin selamat dari gangguan mulutnya dan

tangannya.”

Pendekatan ini memperhatikan dua aspek yang dibedakan yaitu :

segi otensitas hadits dan sisi relevansi ajaran. Jika otensitas suatu

hadits dapat diterima belum tentu relevan untuk diterapkan. Untuk

dapat diterapkan secara relevan maka harus dikaji konteksnya, baik

pada masa nabi, masa periwayat, dan masa sekarang.13

4. Pendekatan Sosio-Kultural

13

Alamsyah. Pdf. Memahami Hadis Nabi Tentang Khitan Perempua dari Perspektif

Historis-Fenomenologis. Diacces 12 Mei 2018. Pukuk 23.00 WIB. H. 112

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

13

Manusia merupakan makhluk sosial yang diberikan berbagai

potensi oleh Allah untuk mengembangkan diri dalam kehidupannya.

Sosio-kultural menekankan bagaimana seseorang menyertakan

kebudayaan ke dalam penalaran, interaksi sosial, dan pemahaman diri

mereka. Ini berarti pendekatan sosio kultural dalam pemahaman hadits

Rasululah SAW menyertakan kebudayaan dan keadaan sosial pada

saat dan menjelang hadits tersebut disabdakan.

Hal itu dilakukan apabila dalam sebuah hadits diindikasikan

terdapat aspek kebudayaan dan aspek sosiologis sekaligus. Pendekatan

sosio-kultural ini dapat diterapkan dalam memahami hadits, misalnya

tentang larangan perempuan menjadi pemimpin. Sebagaimana riwayat

al-Bukhari: lan yufliha qawm wallaw amrahum imra‟ah. Bunyi matan

hadits tersebut adalah sebagai berikut:14

لن يفلح قوم ولوا اهرهن اهراة )رواه البخارييي(

Jumhur ulama memahami hadits kepemimpinan politik perempuan

secara tekstual. Mereka berpendapat bahwa berdasarkan petunjuk

hadits tersebut pengangkatan perempuan menjadi kepala negara, hakim

pengadilan, dan berbagai jabatan politis lainnya, dilarang dalam

agama. Selanjutnya mereka menyatakan bahwa perempuan menurut

syara‟ hanya diberi tanggung jawab untuk menjaga harta suaminya.

5. Pendekatan Filosofis

Pendekatan filosofis dalam pemahaman hadits memiliki arti

mengkaji dan memahami hadis dengan menggunakan disiplin Ilmu

Filsafat. Dimana pendekatan filosofis menggunakan pikiran. Dalam

memahami hadits itu diperlukan pikiran menyelesaikan permasalahan-

permasalahan dan persoalan Islam.

14

Ditulis oleh Fasjud Syukroni. http://www.icmi.or.id/blog/2015/10/pendekatanpendekatan-

modern-dalam-memahami-hadis-nabi, 11 Mei 2018, pukul 11.30

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

14

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pengertian pendekatan

filosofis adalah upaya pendekatan hadits melalui ilmu filsafat.

Berfikir secara filosofis, dapat digunakan dalam memahami hadits agar

hikmah, hakikat atau inti dari hadits tersebut dapat dimengerti dan

dipahami secara seksama. Karena itu ketika memahami hadits,

pertanyaan pertama setelah tidak ada kata-kata sukar ialah pernyataan

ini berisi kiasan apa tidak. Tergesa-gesalah orang yang berpikir bahwa

kalimat yang terkandung di dalam hadits itu bertentangan dengan

kenyataan atau tidak masuk akal karena hanya terdapat kata kiasan di

dalam hadits. Misalnya hadis yang memiliki arti:

”…ketahuilah bahwa surga itu di bawah bayang-bayang pedang

…”

Kalimat ini tidak bisa tidak, harus dipahami sebagai kiasan.

Mustahil bila surga itu benar-benar terdapat di bawah bayang-bayang

pedang. Tetapi yang dimaksudkan dalam hadits ini, surga itu diraih

dengan kerja keras, kesungguhan serta ketulusan seperti perjuangan

berperang melawan musuh-musuh Allah SWT.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

15

BAB III

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut ini :

1. pendekatan pemahaman dalam hadits merupan cara pandang terhadap untuk

memahami hadits nabi Muhammad SAW berdasarkan teks maupun

konteksnya.

2. Penggunaan pendekatan lain dalam memahami hadits diantaranya

pendekatansosiologis, historis, fenomenologis, sosio kultural, serta filosofis

sangatlah penting untuk menghindari adanya kesan pendapat yang eksklusif

yang menyatakan paling benar dalam mamahami hadits.

3. Pendekatan sosiologi dalam memahami hadits dilakukan dengan

mempertimbangkan struktur sosial dan proses-proses sosial temasuk

perubahan sosial terkait dengan keluarnya sebuah hadits.

4. Pendekatan historis dalam memahami hadits adalah memahami hadits dengan

memperhatikan dan mengkaji situasi atau peristiwa sejarah yang terkait

dengan latar belakang munculnya hadits.

5. Memahami hadits dengan pendekataan fenomenologis ini berarti menjadikan

Nabi Muhammad SAW sebagai sebuah fenomena dimana perilakunya,

perbuatannya, dan ketetapannya untuk membangun sebuah konsep yang

menempatkan umat manusia dalam keberlangsungan hidupnya.

6. Pendekatan sosio kultural dalam pemahaman hadits Rasululah SAW

menyertakan kebudayaan dan keadaan sosial pada saat dan menjelang hadits

tersebut disabdakan.

7. Pendekatan filosofis dalam memahami hadits dengan berfikir mendalam agar

hikmah, hakikat atau inti dari hadits tersebut dapat dimengerti dan dipahami

secara seksama.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Inti ajaran Islam dibangun di atas dua pondasi yaitu, al-Qur‟an dan hadits (sunnah). Keduanya memiliki

16

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah. Pdf. Memahami Hadis Nabi Tentang Khitan Perempua dari

Perspektif Historis-Fenomenologis. Diacces 12 Mei 2018. Pkl. 23.00 WIB

Aryasupang.pdf. Metodologi Penelitian Hadits Nabi, (telaah atas pemikiran

Syuhudi Ismail) diunduh 12 Mei 2018

Azami, M.M. Studies in Hadits Methodologi dan Literature. Terj. Meth Kieraha.

(Jakarta: Lentera. 2003)

Idris. Studi Hadis. (Jakarta: PT. Fajar Interpratama, 2013)

Ismail, Suyudi. Hadits Nabi Menurut Pembela Pengingkar dan Pemalsuannya.

(Jakarta: Gema Insani Press, 1990)

Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadits. Jakarta: AMZAH. 2013

Masruri, Aulin Ni‟am. Methode Syarah Hadis. Semarang: CV. Karya Abadi Jaya,

2015)

Muhammad Ibn Mukaram Ibn Manzhur. Lisan al-Arab. Juz II. 1992.

Nata, Abudin. Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002)

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Kalam Mulia, 2006)

Sani, Abdul, Sosiologi dan Perubahan Masyarakat, (Lampung: Pustaka Jaya,

1995)

Soetari, Endang. Ilmu Hadits: Kajian Riwayah dan Dirayah. (Bandung: Mimbar

Pustaka. 2005)

...... http://sangperaihimpian.blogspot.co.id/2012/02/memahami-hadis-dengan-

pendekatan-bahasa.html, 11 Mei 2018, pukul 11.05 WIB.

......http://niameyulwiya.blogspot.co.id/2013/06/pendekatan-dalam-memahami-

hadits.html 11 Mei 2018, pukul 11.15 WIB

...... http://niameyulwiya.blogspot.co.id/2013/06/pendekatan-dalam-memahami-

hadits.html 11 Mei 2018, pukul 11.15 WIB

......http://www.icmi.or.id/blog/2015/10/pendekatanpendekatan-modern-dalam-

memahami-hadis-nabi, 11 Mei 2018, pukul 11.30