bab i pendahuluan a. latar belakang€¦ · 1 bab i . pendahuluan . a. latar belakang . jaminan...

20
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Penyelenggaraan progam jaminan sosial merupakan salah satu tanggung jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 H bahwa: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Jaminan sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan kemampuan negara, Indonesia mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejalan dengan hal ini, maka pemerintah perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan khusus yang menangani jaminan sosial. 1 Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang atas berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami 1 Radik Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 2011,hlm. 335.

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk

    menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang

    layak. Penyelenggaraan progam jaminan sosial merupakan salah satu tanggung

    jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi

    kepada masyarakat sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945

    pasal 28 H bahwa: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan

    pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Jaminan

    sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan

    kemampuan negara, Indonesia mengembangkan program jaminan sosial

    berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta

    dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejalan dengan hal

    ini, maka pemerintah perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan

    khusus yang menangani jaminan sosial.1

    Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk

    santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang

    atas berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami

    1 Radik Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 2011,hlm.

    335.

  • 2

    oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan

    meninggal dunia.2

    Secara kronologis proses terbentuknya asuransi sosial tenaga kerja

    semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik

    menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan, maupun cara

    penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting

    dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1977 tentang

    Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja

    atau pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula

    Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah

    Penyelenggara ASTEK, yaitu Perum Astek.

    Tonggak penting berikutnya adalah Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992

    tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang ditindaklanjuti dengan

    menetapkan PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan

    Sosial Tenaga Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.

    Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan

    minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian

    berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagai

    atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.3

    Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah memberlakukan Undang-

    Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

    2 Pasal 1 Undang – Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

    3 Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan, Cetakan Keempat, PT Citra Aditya Bakti,

    Bandung, 2014, h. 115-116.

  • 3

    Pemberlakuan UU SJSN merupakan pelaksanaan Amandemen UUD 1945 tentang

    perubahan Pasal 34 ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Negara mengembangkan

    sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang

    lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.

    Pada tanggal 31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi membacakan

    putusan atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik. Mahkamah

    Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang

    Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan

    bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,

    dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945

    dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.4

    Berdasarkan putusan Nomor 007/PUU-III/2005 yang menyatakan bahwa

    Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

    Sistem Jaminan Sosial Nasional menutup peluang Pemerintah Daerah (Pemda)

    untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan

    kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD NRI

    1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2)

    Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional

    (SJSN) tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. Namun Pasal 52 ayat (2)

    hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5

    ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

    Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena belum

    ada Badan Penyelenggata Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan

    4 Putusan Mahkamah Konstitusi tehadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, h. 198.

  • 4

    agar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial

    Nasional (SJSN) dapat dilaksanakan.5

    Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang

    Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya

    bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK,

    PT (Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI, dan PT ASKES Indonesia

    (Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut harus

    ditetapkan kembali sebagai BPJS dengan sebuah Undang-Undang sebagai

    pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

    tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan bahwa: “Badan

    Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”.

    Pembentukan BPJS ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial

    nasional yang berada di tingkat pusat.

    Pada tanggal 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan Undang-

    Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang Nomor 24

    Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan

    sebagai pelaksana dari ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang

    Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 5 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), dan

    pasca putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005.

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

    Sosial (BPJS) terbentuk menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu; BPJS Kesehatan dan

    BPJS Ketenagakerjaan.

    5 Koesparmono Irsan, Armansyah, Hukum Tenaga Kerja (Suatu Pengantar), PT. Gelora Aksara

    Pratama, Jakarta, 2016, h. 199.

  • 5

    Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

    Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara sesuai dengan

    ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

    tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Berikut pencapaian

    pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

    Sosial Nasional (SJSN) disertai kondisi sebelum atau sesudah pada pelaksanaan

    yang diatur oleh UU SJSN.

    Tabel 1

    Perbandingan Pelaksanaan dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial

    Nasional (UU SJSN)

    Aspek Kondisi sebelum 1 Januari

    (Jamsostek)

    Kondisi yang akan dicapai

    (BPJS)

    Peraturan

    Perundang-

    Undangan

    Penyelenggaraan jaminan sosial

    diatur dengan berbagai peraturan

    perundang-undangan yang

    berlaku diselenggarakan secara

    terpisah berdasarkan jenis

    profesi.

    Penyelenggaran BPJS diatur

    secara integral tanpa

    membedakan profesi.

    Sedangkan untuk kategori

    manfaat tambahan BPJS TK

    akan diatur secara terpisah

    dengan memperhatikan

    harmonisasi antar peraturan

    perundang-undangan terkait.

  • 6

    Kepesertaan Kepesertaan terbatas pada:

    - PT. Jamsostek (Persero), 2013:

    - JKK, JHT & JKm Aktif: 12,04

    juta jiwa

    - Jasa Konstruksi: 5,63 juta jiwa

    Seluruh Pekerja menjadi Peserta

    BPJS Ketenagakerjaan (Prioritas

    Sektor Formal sesuai Penjelasan

    Umum UU SJSN)

    Program

    Fragmentasi penyelenggaraan

    program jaminan sosial

    (peraturan, iuran dan manfaat,

    tata kelola) berdasarkan jenis

    profesi Penyelenggaraan oleh

    badan penyelenggara BUMN

    berbentuk PT (Persero)

    berorientasi keuntungan dan

    manfaat bagi pemegang saham

    Penyelenggaraan universal

    -Satu payung hukum

    -Prinsip ekuitas dan asuransi

    sosial

    -Iuran dan manfaat sama

    -Iuran pekerja penerima upah %

    dari gaji

    -Iuran pekerja bukan penerima

    upah nominal

    -Manfaat adalah manfaat

    DASAR.

    -Penyelenggaraan oleh BPJS,

    badan hukum publik berbasis

    nirlaba, yang bertanggung jawab

    kepada Presiden

    Keuangan dan

    Pelaporan

    -Belum memiliki standar

    akuntansi untuk jaminan sosial

    yang berbasis internasional.

    -Pemisahan aset untuk masing-

    Sistem pelaporan keuangan dan

    akuntansi sesuai dengan:

    - UU SJSN

    - UU BPJS

  • 7

    masing program masih dalam

    proses.

    -Aset dan Kewajiban untuk

    Dana Jaminan Sosial (DJS) dan

    PT. Jamsostek (Persero) sebagai

    pengelola belum dipisahkan.

    -Dasar (basis) penentuan

    kewajaran besarnya biaya

    pengelolaan belum ditentukan.

    -Belum memiliki format baku

    untuk pelaporan keuangan untuk

    pengelola dan untuk masing-

    masing program.

    -Proses transformasi untuk aspek

    keuangan dan akuntasi masih

    dalam proses transisi.

    Pedoman Standar Akuntansi

    Keuangan dan Pelaporan yang

    berbasis internasional (IFRS)

    dan praktik terbaik internasional.

    Pemisahan laporan keuangan

    berdasarkan program baik aset

    maupun kewajiban (tidak ada

    konsolidasi baik dengan laporan

    keuangan BPJS atau laporan

    keuangan program lainnya).

    Kelembagaan dan

    Organisasi

    -Status hukum BUMN

    -Struktur, budaya organisasi,

    sebaran kantor cabang, dan

    jumlah karyawan dirancang

    untuk mendukung strategi dan

    program JKK, JHT, JPK dan

    JKm.

    -Manajemen SDM berbasis

    -Status Badan Hukum Publik

    (Good Governance, Dewan

    Pengawas, Direksi, dan Tata

    Cara Pemilihan Dewan

    Pengawas & Direksi).

    -Penguatan manajemen SDM

    berbasis kompetensi untuk

    mencapai operasi dan layanan

  • 8

    kompetensi prima (operational & service

    excellent)

    Pengembangan

    Proses Bisnis dan

    Sistem Teknologi

    Informasi

    Proses bisnis dikembangkan

    untuk mendukung program JPK,

    JKK, JHT, JKm. Pendaftaran

    peserta dilakukan secara kolektif

    oleh perusahaan.

    Sistem TI dikembangkan untuk

    mendukung proses bisnis dan

    layanan terhadap 12,04 juta

    peserta

    Penyusunan proses bisnis baru

    untuk mendukung program JKK,

    JHT, JKm dan JP. Pendaftaran

    peserta secara individual

    Penggunaan NIK sebagai kunci

    utama database peserta.

    Penyusunan rencana strategis

    sistem TI untuk mendukung

    program & layanan seluruh

    tenaga kerja.

    Sosialisasi Materi informasi belum sinergis

    dan membingungkan.

    Akses informasi terbatas.

    Penyampaian informasi belum

    terkoordinir.

    Adanya apriori terhadap

    pemerintah dalam pelaksanaan

    jaminan sosial.

    Penerimaan dan dukungan

    publik yang tinggi.

    Kelengkapan dan ketersediaan

    informasi yang seragam dan

    mudah diakses.

    Kepesertaan dalam program

    yang tinggi.

    Pengelolaan Aset

    dan Investasi

    Badan penyelenggara BUMN

    berbentuk PT (Persero) dengan

    kebijakan investasi mencari

    keuntungan dan manfaat bagi

    Badan penyelenggara berbentuk

    Badan Hukum Publik berbasis

    nirlaba.

    Iuran dan hasil investasi

  • 9

    pemegang saham.

    Iuran dan hasil investasi dana

    jaminan sosial digabungkan

    dengan dan merupakan bagian

    dari kekayaan dan kewajiban

    PT. Jamsostek (Persero).

    merupakan bagian dari Dana

    Jaminan Sosial yang terpisah

    dari kekayaan BPJS

    Ketenagakerjaan

    *Sumber: Olahan data dari situs BPJS TK, Ringkasan Peta Jalan

    Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019.

    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS

    Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada

    Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,

    jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.

    Pada tanggal 1 Januari 2014, Pemerintah mengubah PT Jamsostek

    (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan atas perintah UU BPJS.6 Pada saat PT.

    Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditanggal 1 Januari 2014,

    terjadi serangkaian perubahan peristiwa sebagai berikut :

    - PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi.

    - Semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek

    (Persero) dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.

    - Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS

    Ketenagakerjaan.

    6 Pasal 7 ayat (1) & (2), Pasal 9 ayat (2), Pasal 62 ayat (1) & (2), Undang – Undang No. 24 Tahun

    2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

  • 10

    - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Rapat Umum

    Pemegang Saham (RUPS) mengesahkan laporan posisi keuangan

    penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor

    akuntan publik.

    - Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka

    BPJS Jamsostek dan laporan posisi keuangan pembuka Dana Jaminan

    Ketenagakerjaan.

    - Badan hukum pada PT. Jamsostek (Persero) dilakukan perubahan

    menjadi Badan hukum publik.

    - Dalam tujuan penyelenggara jaminan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan

    difokuskan pada warga negara dan berprinsip memberikan manfaat

    sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

    BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan program jaminan

    kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua yang selama ini telah

    diselenggarakan oleh PT Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai

    dengan 30 Juni 2015. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1

    Juli 2015 dengan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program

    jaminan kematian dan program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun

    sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor

    40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).7 Berikut program

    BPJS Ketenagakerjaan yang akan diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang

    Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai

    berikut:

    7 Asih Eka Putri, 2014, Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta,

    CV Komunitas Pejaten Mediatama, h. 31-33.

  • 11

    1. Jaminan Kecelakaan Kerja

    Dari segi aspek kepesertaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011

    tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa: “Peserta adalah

    setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di

    Indonesia, yang telah membayar iuran”. Pada ketentuan Pasal 5 Peraturan

    Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan

    Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian menjelaskan bahwa peserta jaminan

    kecelakaan kerja digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu;

    a) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain

    penyelenggara negara sebagaimana dimaksud seperti; pekerja pada

    perusahaan, pekerja pada orang perseorangan, dan orang asing yang

    bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

    b) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud seperti; pemberi

    kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja

    yang tidak diluar hubungan kerja atau tidak pekerja mandiri.8

    Untuk Manfaat yang diperoleh peserta jaminan kecelakaan kerja

    sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun

    2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

    yang menyatakan bahwa manfaat dari program ini berupa pelayanan kesehatan

    8 Pasal (5) & (25), Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program

    Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

  • 12

    dan santunan berupa uang. Berikut manfaat program jaminan kecelakaan kerja

    yang digolongkan menjadi 6 (enam) sebagai berikut :9

    1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB);

    2. Santunan Catat sebagian;

    3. Santunan Cacat Total untuk selama-lamanya;

    4. Santunan Kematian;

    5. Biaya Rehabilitasi bagi tenaga kerja yang anggota badanya hilang atau

    tidak berfungsi akbit kecelakaan kerja;

    6. Bantuan Beasiswa kepada anak Pesera apabila tenaga kerja meninggal

    dunia atau cacat total akibat kecelakaan kerja.

    2. Jaminan Kematian

    Pada manfaat jaminan kematian diberlakukan untuk ahli waris peserta

    yang meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaat yang diperoleh

    oleh ahli waris peserta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015

    tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian

    adalah santunan kematian sekaligus dan berkala, biaya pemakaman dan bantuan

    beasiswa. Program manfaat jaminan kematian merupakan peraturan Jamsostek

    yang dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan dan disertai manfaat tambahan pada

    program jaminan kematian, ialah Bantuan Beasiswa.10

    9 Lampiran III, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program

    Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. 10

    Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.

  • 13

    3. Jaminan Hari Tua

    Kepesertaan pada manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai yang

    dibayarkan apabila peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia,

    atau mengalami cacat total tetap. Sedangkan pada pelaksanaan peraturan

    Jamsostek menjelaskan bahwa peserta dalam jaminan hari tua adalah tenaga kerja

    yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, cacat total tetap yang

    ditetapkan oleh dokter sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun, dan meninggal

    dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun.11

    Berdasarkan ketentuan

    Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan

    Sosial menyatakan bahwa pencairan jaminan hari tua dapat diambil apabila

    peserta terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 (sepuluh) tahun,

    pengambilan manfaat jaminan hari tua dapat sebagian dana jaminan hari tua tanpa

    diharuskan keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, namun jumlahnya

    sebanyak 10% (sepuluh persen) dari saldo untuk keperluan lain sesuai persiapan

    memasuki masa pensiun, dan 30% (tiga puluh persen) dari jumlah jaminan hari

    tua dengan diperuntukkan untuk kepemilikan rumah. Hak atas manfaat jaminan

    hari tua bagi tenaga kerja tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita

    sebagai pelaksana putusan pengadilan.12

    4. Jaminan Pensiun

    Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan

    Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa usia pensiun ditetapkan 56

    11

    Maimun, 2007, Hukum ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Jakarta, PT Pradnya Paramita, h. 111-112. 12

    Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.

  • 14

    (lima puluh enam) tahun. Di tahun 2019 ketentuan berubah menjadi 57 (lima

    puluh tujuh) tahun. Selanjutnya akan berubah ketentuan usia pensiun apabila

    bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai

    usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun. Dengan demikian apabila peserta telah

    memasuki usia pensiun tetapi yang bersangkutan tetap dipekerjakan, peserta dapat

    memilih untuk menerima manfaat pensiun pada saat mencapai usia pensiun atau

    pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah

    usia pensiun.13

    Pembayaran iuaran BPJS Ketenagakerjaan ditanggung oleh pengusaha dan

    tenaga kerja. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung sepenuhnya oleh

    pemberi kerja atau pengusaha karena kecelakaan dan penyakit yang timbul karena

    hubungan kerja merupakan tanggung jawab penuh dari pengusaha selaku pemberi

    kerja. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja disesuaikan dengan tingkat resiko

    dari bidang usaha yang dijalankan pengusaha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah

    Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan

    Kerja dan Jaminann Kematian menyatakan bahwa iuran pada Jaminan Kecelakaan

    Kerja yang wajib dibayar pengusaha dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis usaha

    dengan besar iuran antara 0,24% hingga 1,75% dari upah sebulan.14

    Pembayaran iuran Jaminan Kematian merupakan kewajiban pengusaha

    yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.

    Besarnya iuran ditetapkan sebesar 0,3% dari upah sebulan.

    13

    Bab III, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun. 14

    Asri Wijayanti, 2014, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cetakan Keempat, Jakarta, Sinar Grafika, h. 127-128.

  • 15

    Besaran iuran Jaminan Hari Tua pembayaran ditanggung pengusaha dan

    tenaga kerja karena jaminan hari tua merupakan jaminan yang memberikan

    perlindungan kepada para pekerja terhadap resiko yang terjadi di hari tua, dimana

    produktivitas pekerja sudah menurun. Dan untuk besaran jaminan hari tua

    ditetapkan sebesar 5,7% dari upah sebulan dimana 3,7% dibayar pengusaha dan

    2% dibayar oleh tenaga kerja.15

    Sedangkan besaran iuran Jaminan Pensiun wajib

    dibayarkan setiap bulan. Besaran iuran sebesar 3% (tiga persen) wajib ditanggung

    bersama oleh pemberi kerja dan peserta dengan ketentuan sebagaimana dimaksud

    adalah 2% (dua persen) ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dari

    upah ditanggung oleh peserta.16

    Pada peraturan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-

    Undang Sistem Jaminan Nasional terkait dengan penyelenggaraan program BPJS

    Ketenagakerjaan pada peraturannya belum terbentuk sampai dengan pertengahan

    Juni 2015. Ketiadaan peraturan pada keempat program BPJS Ketenagakerjaan

    terkait program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan kematian, Jaminan Hari Tua,

    dan Jaminan Pensiun ini tentunya akan menimbulkan permasalahan secara hukum

    terkait operasional BPJS Ketenagakerjaan. Penyiapan draf peraturan pelaksana

    terkait program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,

    dan jaminan pensiun sudah dilakukan dari sebelum harinya. Dalam

    perkembangannya proses pembahasan mengalami kendala yang serius

    dikarenakan pada pencapaian kesepakatan antar pemangku kepentingan, baik

    antara kementerian yang terlibat, pengusaha dengan pemerintah, pemerintah

    15

    Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Cetakan Ketiga, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h. 124, 128, 131. 16

    Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.

  • 16

    dengan asosiasi pekerja, dan asosiasi pekerja dengan pengusaha. Beberapa

    kendala yang menghambat pelaksanaan pengaturan yaitu :17

    1. Pada Pembahasan tentang JKK dan JKM, terjadi subtansi Perubahan

    yaitu; PNS/TNI/ Polri tidak termasuk Peserta BPJS Ketenagakerjaan.

    Subantasi perubahan ini berdampak pada penurunan peserta.

    Pertumbuhan tenaga kerja aktif dari tahun 2015-2018 rata-rata sebesar

    33,72%. Pada tahap awal tahun 2015 sampai dengan 2017 terjadi

    penurunan TK aktif dikarenakan hilangnya target kepesertaan

    PNS/TNI/Polri dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

    2. Pada pembahasan tentang biaya program pensiun dalam 15 tahun

    pertama biasanya akan cukup rendah karena tidak ada peserta program

    pensiun yang akan memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat

    pensiun selama jangka waktu tersebut. Besaran iuran pada JP adalah

    3%. Apabila biaya program pensiun akan meningkat pesat, besar

    manfaat pensiun yang dibayarkan akan meningkat, upah yang

    menentukan manfaat di masa depan meningkat dan tingkat mortalitas

    akan menurun sehingga pensiunan akan hidup lebih lama setelah

    pensiun dan lebih banyak pekerja akan hidup sampai usia pensiun.

    3. Pada pembahasan tentang JHT, Pengambilan JHT sebagian maksimum

    sebesar 10% atau 30%, bagi peserta yang memiliki masa kepesertaan

    minimal 10 tahun. Kendala yang diterima pada bahasan JHT tersebut

    adalah menurunkan dana kelolaan JHT dan mengurangi hak benefit yang

    dimiliki peserta yang lama (Jamsostek).

    17

    Luthvi Febryka Nola, Kendala Yuridis Implementasi BPJS Ketenagakerjaan, Info Hukum, Vol. VII (Juni,2015), h.2.

  • 17

    B. Rumusan Masalah

    1. Bagaimana pelaksanaan peraturan jaminan sosial sebagaimana diatur

    dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

    Sosial Nasional (SJSN) ?

    2. Apakah masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan peraturan

    jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004

    tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan

    Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).

    2. Untuk mengetahui masalah-masalah yang muncul pada pelaksanaan

    peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan

    Sosial Nasional (UU SJSN).

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Teoritis.

    Memberikan pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum,

    khususnya di bidang hukum asuransi dan hukum ketenagakerjaan

    terkait dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang

    Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

    2. Manfaat Praktis.

    Dapat memberikan masukan bagi instansi yang berwenang dalam

    mengambil kebijakan (Policy) untuk memperbaiki dan

  • 18

    menyempurnakan kekurangan yang ada, khususnya yang berkaitan

    dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Sistem

    Jaminan Sosial Nasional.

    Memberikan jawaban dari permasalahan yang diteliti penulis serta

    dapat mengembangkan pola pikir, penalaran dan pengetahuan penulis

    dalam menyusun suatu penulisan hukum.

    E. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian Penelitian Hukum Empiris:

    Pengelolaan data dalam penelitian hukum empiris, selain

    pengelolaan data sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian hukum

    normatif, peneliti harus memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari

    responden atau informasi dan narasumber, terutama untuk kelengkapan

    jawaban yang diperoleh dalam pengambilan data. Dalam hal ini peneliti

    melakukan editing, dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data dan

    informasi terjamin.

    Dalam pengelolaan data, semua data yang diperoleh relevan yang

    secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan masalah

    penelitian, dan diikutsertakan dalam klasifikasi.

    2. Teknik Pengumpulan Data

    Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap sebagai berikut:

    Studi Kepustakaan yaitu: Penelitian yang dilakukan dengan cara

    mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, literatur, perundang-

  • 19

    undangan, majalah serta makalah yang berhubungan dengan objek yang

    diteliti. Bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) kelompok

    diantaranya:

    1. Bahan hukum primer :

    - Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

    - Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan

    Sosial Nasional

    - Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

    Jaminan Sosial.

    - Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.

    - Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima

    Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

    - Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang

    Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan

    Kematian.

    - Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang

    Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.

    - Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas

    Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang

    Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

    - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015 tentang

    Tata Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

    - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 26 Tahun 2015 tentang

    Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja,

  • 20

    Jaminan Kematian, Dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima

    Upah.

    - Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1

    Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.

    - Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 4

    Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi

    Manfaat Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.

    - Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 6

    Tahun 2016 tentang Perubahan Status Kepesertaan Peserta Pekerja

    Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja Dalam

    Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

    2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan kejelasan

    terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder pada skripsi ini

    adalah penelitian lapangan.

    Penelitian Lapangan yaitu penelitian yang dilakukan langsung ke

    pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian

    lapangan dilakukan dengan menentukan :

    a. Lokasi Penelitian : PT. Apac Inti Corpora Bawen Jalan. Soekarno

    Hatta Km. 32 Bawen, Semarang.

    b. Wawancara : Wawancara dilakukan dengan Kepala

    dan Staff Personalia serta Pekerja di PT. Apac Inti

    Corpora.