bab i pendahuluan a. latar belakang...1 andi hamzah, “perbandingan pemberantasan korupsi di...

29
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha untuk memberantas tindak pidana korupsi sudah menjadi masalah global, tidak hanya nasional atau regional. Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang bukan saja dapat merugikan keuangan negara akan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian perekonomian rakyat. 1 Kejahatan korupsi yang berkembang di dunia pada umumnya serta di Indonesia pada khususnya sangat memprihatinkan, sehingga sangat diperlukan hukum sebagai penegak keadilan guna menyelamatkan negara dari kerugian dan menjunjung hak rakyat untuk mendapatkan hasil yang baik dari pembangunan yang bebas dari korupsi. 2 Tindak Pidana Korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sementara pemberantasannya masih sangat lamban. Romli Atmasasmita menyatakan, korupsi di Indonesia sudah merupakan virus yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan sejak tahun 1960-an, 1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 33.

Upload: others

Post on 28-Oct-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Usaha untuk memberantas tindak pidana korupsi sudah menjadi

masalah global, tidak hanya nasional atau regional. Tindak pidana

korupsi merupakan perbuatan yang bukan saja dapat merugikan

keuangan negara akan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian

perekonomian rakyat.1

Kejahatan korupsi yang berkembang di dunia pada umumnya

serta di Indonesia pada khususnya sangat memprihatinkan, sehingga

sangat diperlukan hukum sebagai penegak keadilan guna

menyelamatkan negara dari kerugian dan menjunjung hak rakyat untuk

mendapatkan hasil yang baik dari pembangunan yang bebas dari

korupsi.2

Tindak Pidana Korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi,

sementara pemberantasannya masih sangat lamban. Romli

Atmasasmita menyatakan, korupsi di Indonesia sudah merupakan virus

yang menyebar ke seluruh tubuh pemerintahan sejak tahun 1960-an,

1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta:

Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang- Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi”,

Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 33.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

2

sementara langkah pemberantasannya masih tersendat-sendat sampai

sekarang.3

Upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang belum

berjalan sesuai harapan tersebut jelas berkaitan pula dengan upaya

pencegahannya yang juga masih belum memenuhi harapan masyarakat.

Dalam hukum positif Indonesia sebenarnya sudah mengatur mengenai

upaya pecegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang kemudian dalam

keadaan mendesak ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 24 Tahun

1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana

Korupsi yang kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 3 Tahun

1971. Kemudian, terjadinnya perkembangan mengenai tindak pidana

korupsi yang melibatkan penyelenggara dan pengusaha, Undang-

Undang tersebutpun dirasa tidak sesuai lagi sehingga ditetapkanlah

Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

Pidana Korupsi mengganti Undang-undang sebelumnya. Kemudian,

kembali Undang-Undang tersebut mengalami perubahan dan di sahkan

Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-

3 Romli Atmasasmita, “Sekitar Masalah Korupsi,Aspek Nasional dan Aspek Internasional”,

Bandung, Mandar Maju, 2004, hal. 1.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

3

Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.4

Dalam konsideran Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tersebut antara lain menyebutkan

bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas,

tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan

pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara

luas, sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai

kejahatan yang pencegahan dan pemberantasannya harus dilakukan

secara luar biasa. Bahwa untuk lebih menjamin kepastian hukum, serta

menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan

perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta

perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi, maka

perlu diadakan perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun faktanya dengan

diundangkannya Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-

Undang No. 20 Tahun 2011, kasus korupsi di Indonesia bukannya

4 Ermansjah Djaja,”Memberantas Korupsi Bersama KPK”(Komisi Pemberantasan Korupsi

di Indonesia), PT.Refika Aditama, Bandung, 2008, hal 8-10.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

4

berkurang tetapi justru semakin bertambah. Begitu juga proses

peradilannya dirasakan masih kurang menjamin kepastian hukum.5

Masalah pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi

menjadi pusat perhatian masyarakat Internasional saat ini. Dalam rangka

penanggulangan praktik korupsi maka lahirlah berbagai konvensi-

konvensi internasional maupun regional satu diantaranya adalah

Konvensi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC)

pada tahun 2003 yang membahas strategi pencegahan, penanganan, dan

pemberantasan korupsi secara global.

UNCAC 2003 merupakan suatu guide lines terbaru dalam

penanganan korupsi yang sudah semakin menggurita terutama

bersentuhan dengan lembaga pemerintah termasuk dengan kebijakan

pemerintah dalam segala aspek. Selain karena konsekuensi dari

ratifikasi UNCAC, sebenarnya setiap negara berkewajiban secara

periodik untuk mengevaluasi bagaimana instrument hukum dan

langkah-langkah administratif yang ada dalam rangka mencegah dan

memberantas korupsi, terutama bila dikaitkan dengan peringkat terkorup

ke-10.6

Indonesia merupakan salah satu negara yang meratifikasi United

Nations Convention Against Corruption (UNCAC) dengan

5 Ibid.

6 Data bulan Mei Tahun 2009.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

5

diundangkannya Undang-Undang No 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan

United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan demikian ius

constituendum mengenai tindak pidana korupsi yang diatur dalam UU

Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diharapkan

mengacu pada konvensi tersebut.

Berikut adalah jenis-jenis tindak pidana korupsi yang diatur

dalam UNCAC ; 7

1. Tindak pidana penyuapan pejabat publik nasional;

2. Tindak pidana penyuapan pejabat publik asing dan

pejabat dari organisasi-organisasi Internasional;

3. Tindak pidana penggelapan, penyelewengan atau

pengalihan kekayaan dengan cara lain oleh seorang

pejabat publik;

4. Tindak pidana memperdagangkan pengaruh;

5. Tindak pidana penyalahgunaan fungsi;

6. Tindak pidana memperkaya secara tidak sah;

7. Tindak pidana penyuapan di sector swasta;

8. Tindak pidana penggelapan kekayaan dalam sektor

swasta;

9. Tindak pidana pencucian hasil kejahatan;

10. Penyembunyian hasil tindak pidana korupsi;

11. Perbuatan menghalang-halangi proses peradilan

Sebenarnya, keseriusan Negara Indonesia dalam menangani

tindak pidana korupsi telah dilakukan dengan baik dengan adanya 3

lembaga Negara yang bertugas mencegah serta memberantas korupsi. 3

(Tiga) Lembaga Negara tersebut antara lain adalah Kepolisian,

7 UNCAC, Article 15 sampai dengan Article 25.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

6

Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam

pelaksanaan tugas penanganan tindak pidana korupsi, masing-masing

dari tiga Lembaga Negara tersebut diberikan tugas dan kewenangan

oleh Undang-Undang.

KPK sendiri terbentuk karena lembaga konvensional yaitu

Kepolisian, Kejaksaan, dianggap belum mampu menangani tindak

pidana korupsi yang begitu besar di Indonesia. Hal ini juga didukung

oleh kurangnya kepercayaan rakyat terhadap kinerja Kepolisian dan

Kejaksaan dalam menangani korupsi yang merajalela diberbagai

lingkungan pemerintahan, termasuk dalam lingkungan Kepolisian

maupun Kejaksaan sendiri.

Adapaun sejarah pembentukan lembaga-lembaga pencegahan

dan pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Pemerintah sebelum

ada KPK yakni antara lain; Tim Pemberantasan Korupsi yang dibentuk

berdasarkan Kepres Nomor 228 Tahun 1967, Komisi IV Pemberantasan

korupsi berdasarkan Kepres Nomor 12 Tahun 1970 (disebut komite anti

korupsi), OPSTIB berdasarkan Inpres Nomor 8 Tahun 1977, Tim

Pemberantasan Korupsi (TPK) Tahun 1982 yang tidak pernah terwujud

Kepresnya, dan terakhir Tim Gabungan Anti Korupsi yang mengacu

pada UU Nomor 31 Tahun 1999, selanjutnya dengan mengacu pada

Undang-undang tersebut, dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

7

Pidana Korupsi (KPK). Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2002 lahirlah

Pengadilan Tipikor, yang pada desember 2006 telah diuji materiil oleh

Makhkamah Konstitusi dengan kesimpulan bahwa keberadaan

Pengadilan tersebut harus didasarkan pada peraturan perundang-

undangan sendiri. Selain itu berdasarkan Pasal 27 UU Nomor 31 Tahun

1999 sebagaimana yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001

telah dibentuk Tim Gabungan dibawah koordinasi Jaksa Agung

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2000. Selain itu

pemerintah juga membentuk Tim Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi (TIMTAS TIPIKOR) yang kedudukannya langsung di bawah

Presiden (yang telah berakhir masa bekerjanya pada Maret 2007).

Selain lembaga-lembaga tersebut, Peradilan umum masih tetap

berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara korupsi pada

umumnya, namun ternyata pemberantasan korupsi ini masih jauh dari

harapan.

Berikut adalah gambaran singkat tentang tugas lembaga penegak

hukum dalam pencegahan dan penanganan tindak pidana korupsi serta

bentuk disinkronisasi penanganan kasus tindak pidana korupsi antara

lain :

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

8

1. Kepolisian

Dalam Penanganan seluruh tindak pidana termasuk di

dalamnya tindak pidana korupsi, berbagai peraturan mengatur

tugas dan kewenangan Kepolisian untuk melakukan

Penyelidikan dan Penyidikan. Beberapa peraturan tersebut

adalah:

a. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

memberikan tugas terhadap Kepolisian diantaranya

dalam pasal 14 ayat 1 huruf g, yaitu melakukkan

penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak

pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan

perundang-undangan lainya. Berdasarkan Pasal 1 angka

10 Undang-Undang Kepolian, penyidik adalah pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi

wewenang oleh Undang-Undang untuk melakukan

penyidikan;

b. aturan lain yang memberikan kewenangan terhadap

Kepolisian dalam melakukan penyelidikan dan

penyidikan adalah berdasarkan Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 ayat 1 dan ayat 4

serta rincian tugas dan kewenangannya yang diatur

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

9

dalam Pasal 4 – 9 KUHAP. Sesuai Pasal 1 ayat 1 dan 4

KUHAP menyebutkan bahwa Polisi Negara Republik

Indonesia adalah pejabat yang diberikan wewenang oleh

Undang-undang untuk melakukan penyelidikan dan

penyidikan;

c. berdasarkan konteks penanganan tindak pidana korupsi

yang diatur dalam Undang- Undang No. 30 Tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tugas

Kepolisian dalam melakukan Penyelidikan dan

penyidikan diatur dalam Pasal 41 “Komisi

Pemberantasan Korupsi dapat melaksanakan kerja sama

dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak

pidana korupsi dengan lembaga penegak hukum negara

lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku atau berdasarkan perjanjian internasional yang

telah diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia”.

2. Kejaksaan

Dalam Penanganan seluruh tindak pidana, termasuk

tindak pidana korupsi, ada beberapa pengaturan dalam

Undang-Undang yang memberikan tugas dan wewenang

kepada Kejaksaan yaitu:

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

10

a. Salah satu tugas dan wewenang pokok Kejaksaan

sesuai Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang

Kejaksaan, diantaranya dalam Pasal 30 ayat (1), yaitu

melakukan penuntutan; dan melakukan Penyidikan

terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan Undang-

Undang, yang salah satunya adalah tindak pidana

korupsi;

b. kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) memberikan kewenangan kepada

Kejaksaan untuk melakukan penuntutan, sesuai Pasal

1 ayat (6) KUHAP;

c. berdasarkan konteks penanganan tindak pidana

korupsi yang diatur dalam Undang- Undang No. 30

Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi

(KPK), tugas Kejaksaan dalam melakukan penyidikan

diatur dalam Pasal 41 “Komisi Pemberantasan

Korupsi dapat melaksanakan kerja sama dalam

penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak

pidana korupsi dengan lembaga penegak hukum

negara lain sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku atau berdasarkan perjanjian

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

11

internasional yang telah diakui oleh Pemerintah

Republik Indonesia”.

Sedangkan kewenangannya dalam melakukan

penuntutan dalam Undang-Undang ini tidak diatur

dengan tegas.

3. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

Dalam penanganan tindak pidana korupsi, tugas dan

wewenang KPK diatur dalam Undang-Undang No. 30 Tahun

2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pasal 6

hingga Pasal 14 menyebutkan tentang tugas dan wewenang

dari KPK. Salah satu tugas pokok KPK sesuai pasal 6 huruf c

adalah melakukan penyelidikan, penyidikan serta penuntutan.

Selain itu KPK juga bisa melakukan pengambilalihan

terhadap kasus yang sedang ditangani Kepolisian dan

Kejaksaan dengan kondisi tertentu sesuai dengan Pasal 8 dan

9 Undang-undang KPK.

Sebagai institusi yang mempunyai peran penting dalam

upaya pemberantasan korupsi, maka KPK mempunyai

kewajiban untuk memastikan terimplementasinya UNCAC

tersebut. Langkah awal untuk implementasi UNCAC adalah

menyelaraskan undang-undang tindak pidana korupsi dan

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

12

peraturan perundang-undangan yang lain dengan sejumlah

ketentuan yang tercantum dalam UNCAC.

Tentunya implementasi UNCAC tidak harus menunggu

hingga seluruh peraturan perundangan terharmonisasi dengan

UNCAC, karena sebenarnya telah banyak peraturan

perundang-undangan yang mengarah pada pemberantasan dan

pencegahan korupsi secara masif seperti halnya yang

diperintahkan oleh konvensi. Untuk itu studi ini berusaha

mengidentifikasi kegiatan dan peraturan yang telah dikerjakan

Indonesia yang sejalan dengan amanat UNCAC. Meskipun

hasil dari berbagai program/kegiatan tersebut belum

membuahkan hasil yang maksimal, yang dibuktikan dengan

masih terpuruknya Indonesia akibat Korupsi, namun

setidaknya hasil studi ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bagi proses harmonisasi perundangan yang

sedang berlangsung.

Dengan adanya tiga lembaga tersebut diatas mengacu kepada

KUHP, Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, serta diratifikasinya

Konvensi UNCAC 2003 melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun

2006, memberikan pandangan bahwa Pemerintah sangat serius

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

13

mendukung dan mendorong semua pihak khususnya aparat penegak

hukum untuk melakukan penanganan sekaligus pencegahan secara

objektif terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam tindak pidana

korupsi yang merugikan negara. Inilah yang menurut penulis harus terus

menerus didorong bahwa ketiga penegak hukum harus objektif dan

mampu melakukan langkah-langkah pencegahan, penindakan, dan

pemidanaan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik

meneliti lebih mendalam melalui Tesis ini mengenai hal pencegahan

tindak pidana korupsi menurut UNCAC 2003 dan Peraturan Perundang-

undangan tentang tindak pidana korupsi di Indonesia dengan

mengangkat judul “Kebijkan Hukum Pidana Indonesia dan UNCAC

Tahun 2003 dalam Kaitannya dengan Upaya Pencegahan Tindak

Pidana Korupsi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada

penelitian ini adalah :

Bagaimana Kebijakan Hukum Pidana di Indonesia dikaitkan dengan

UNCAC Tahun 2003 dalam Mengupayakan Pencegahan Tindak Pidana

Korupsi?

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

14

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian

ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejauh mana pengaturan hukum

internasional dalam hal ini Konvensi UNCAC 2003 serta

hukum nasional tentang tindak pidana korupsi, khususnya

dalam hal pencegahan tindak pidana korupsi.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana kebijakan

hukum pidana di Indonesia dalam mengupayakan pencegahan

tindak pidana korupsi.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis Kebijakan dalam

UNCAC 2003 yang dapat di adopsi kedalam Kebijakan

Hukum Pidana Indonesia dalam kaitan Pencegahan terhadap

Tindak Pidana Korupsi.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

15

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

kepentingan akademis maupun kepentingan praktis dalam

perkembangan dan pembangunan hukum dimasa kini dan masa yang

akan datang.

a. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan

bahwa penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu

hukum (hukum pidana) pada umumnya, khususnya bagi

pengembangan ilmu hukum pidana terkait pencegahan tindak

pidana korupsi.

b. Manfaat praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

membuka cakrawala pikir dan menjadi referensi untuk

melakukan evaluasi bagi penyempurnaan tugas dan

kewenangan penegakan hukum dalam melakukan

pemberantasan tindak pidana korupsi khususnya tindakan

pencegahan.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

16

E. Kerangka Teori

1. Teori Sebab-Sebab Timbulnya Kejahatan

a. Mencari sebab kejahatan dari aspek fisik (biologi kriminal).

Menurut Cesare Lambroso.8 Kejahatan yaitu perbuatan

yang melanggar hukum alam (natural law). Kejahatan juga

merupakan penjahat mewakili suatu tipe keanehan/keganjilan

fisik, yang berbeda dengan non kriminal. Dia mengklaim

bahwa para penjahat mewakili suatu bentuk kemerosotan

yang termanifestasi dalam karakter fisik yang merefleksikan

suatu bentuk awal dari evolusi. Teori Lambroso tentang born

criminal (penjahat yang dilakhirkan) menyatakan bahwa para

penjahat adalah suatu bentuk yang lebih rendah dalam

kehidupan, lebih mendekati nenek moyang mereka yang mirip

kera dalam hal sifat bawaan dan watak dibanding mereka

yang bukan penjahat.

b. Mencari tentang sebab kejahatan dari faktor Psikologis dan

Psikiatris (psikologi kriminal). Adapun sebab kejahatan dari

faktor psikologi menurut Susanto.9 Yaitu adanya cacat mental

yang dimiliki dan lebih ditekankan pada kekurangan

8 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2010, “Kriminologi”,Jakarta, PT Raja Grafindo

Persada, hlm.38 9 Ibid, hal . 20 -21

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

17

intelegensia kepribadiannya yaitu dilihat dari segi tinggi

rendahnya IQ dan tingkat kedewasaan. Masalah cacat mental

ini telah dibuktikan pada perbuatan kenakalan remaja yang

menyatakan bahwa 8% menderita cacat mental. Menurut

Samuel Yochelson dan Stanton Samenow.10

Bahwa

kejahatan disebabkan oleh konflik Internal. Tetapi para

penjahat itu sama-sama memiliki pola berfikir yang abnormal

yang membawa mereka memutuskan untuk melakukan

kejahatan, para penjahat adalah orang yang “marah”, yang

merasa suatu sense superioritas, menyangka tidak

bertanggung jawab atas tindakan yang meraka ambil dan

mempunyai harga diri yang sangat melambung.

c. Mencari tentang sebab kejahatan dari faktor sosiologis. Teori-

teori sosiologi tentang sebab kejahatan dapat dikelompokkan,

menjadi tiga kategori yaitu: strain, cultur deviance

(penyimpangan budaya) dan social control (kontrol sosial).

Teori-teori strain dan penyimpangan budaya memusatkan

perhatian pada kekuatan-kekuatan sosial (social forces) yang

menyebabkan orang melakukan aktivitas kriminal, keduanya

berasumsi bahwa kelas sosial dan tingkah laku kriminal

10

Ibid, hal. 49 - 50

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

18

berhubungan, tetapi berbeda dalam hal sifat hubungan

tersebut. Teori strain, ini beranggapan bahwa seluruh anggota

masyarakat mengikuti satu set nilai-nilai budaya dari kelas

menengah, dan teori penyimpangan budaya mengklaim

bahwa orang-orang dari kelas bawah memiliki satu set nilai-

nilai yang berbeda, yang cenderung konflik dengan nilai dari

kelas menengah. Sedangkan teori kontrol sosial yaitu yang

berasumsi bahwa motivasi melakukan kejahatan merupakan

bagian dari umat manusia dan mengkaji kemampuan

kelompok-kelompok dan lembaga-lembaga membuat aturan-

aturannya efektif.

Menurut Emile Durkheim, anomie (hancurnya keteraturan

sosial sebagai akibat dari hilangnya patokan-patokan dan nilai-nilai).

Menurutnya bahwa jika sebuah masyarakat sederhana berkembang

menuju satu masyarakat yang modern dan kota maka kedekatan

(intimacy) yang dibutuhkan untuk melanjutkan satu set norma-norma

umum (a common set of rules) akan merosot. Kelompok-kelompok

menjadi terpisah-pisah, dan dalam ketiadaan satu set aturan-aturan

umum, tindakan-tindakan dan harapan-harapan orang disatu sektor

mungkin bertentangan dengan tindakan dan harapan orang lain. 11

11

Ibid, hal. 99

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

19

Dalam usaha untuk menanggulangi kejahatan ada dua cara

yaitu preventif (mencegah sebelum terjadi kejahatan) dan tindakan

represif (usaha sesudah terjadinya kejahatan). Berikut ini diuraikan

pula masing-masing usaha tersebut. Tindakan preventif adalah

tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau menjaga kemungkinan

akan terjadinya kejahatan.

A. Qirom Samsundin, dalam kaitannya untuk melakukan

tindakan preventif adalah mencegah kejahatan lebih baik dari pada

mendidik penjahat menjadi baik kembali sebab bukan saja

diperhintungkan segi biayanya, tapi usaha ini lebih mudah dan akan

mendapatkan hasil yang memuaskan atau mencapai tujuan.12

Selanjutnya Bonger berpendapat cara menanggulangi kejahatan yang

terpenting adalah: 1) preventif kejahatan dalam arti luas, meliputi

reformasi dan prevensi dalam arti sempit; 2) prevensi kejahatan

dalam arti sempit meliputi; morallistik yaitu menyebarluaskan

sarana-sarana yang dapat memperteguhkan moral seseorang agar

dapat terhindar dari nafsu berbuat jahat; Abalionistik yaitu berusaha

mencegah tumbuhnya keinginan kejahatan dan meniadakan faktor-

faktor yang terkenal sebagai penyuap timbul kejahatan.

12

A. Qirom Samsundin M, Sumaryo E., “Kejahatan anak suatu tinjauan dari psikologis dan

hukum”, Liberti, Yogyakarta, 1985, hal. 46

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

20

Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum

diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya

sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif.

Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan

hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang

didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya

perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk

bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada

diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai

perlindungan hukum preventif.13

2. Teori Pencegahan Tindak Pidana

Teori pencegahan tindak pidana pada dasarnya merupakan

bagian dari teori tujuan pemidanaan. Secara garis besar, tujuan

pidana menurut teori relatif bukanlah sekedar pembalasan, akan

tetapi untuk mencegah terjadinya kejahatan/tindak pidana serta

mewujudkan ketertiban di dalam masyarakat. Sebagaimana

dikemukakan Koeswadji bahwa tujuan pokok dari pemidanaan

yaitu;14

13

Diunduh dari http://tesishukum.com/pengertian-perlindungan-hukum-menurut-para-ahli/

diakses pada tanggal 06-03-2018 pukul 00.04 14

Koeswadji, “Perkembangan Macam-macam Pidana Dalam Rangka Pembangunan

Hukum Pidana”, Cetakan I dan 2, Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995, hal. 12.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

21

a. Untuk mempertahankan ketertiban masyarakat

(dehandhaving van de maatschappelijke orde);

b. Untuk memperbaiki kerugian yang diderita oleh

masyarakat sebagai akibat dari terjadinya kejahatan. (het

herstel van het doer de misdaad onstane maatschappelijke

nadeel);

c. Untuk memperbaiki si penjahat (verbetering vande dader);

d. Untuk membinasakan si penjahat (onschadelijk maken van

de misdadiger);

e. Untuk mencegah kejahatan (tervoorkonning van de

misdaad )

Filosof Inggris Jeremy Bentham (1748-1832), merupakan

tokoh yang pendapatnya menurut penulis dapat dijadikan

pendukung dari teori ini. Menurut Jeremy Bentham bahwa manusia

merupakan makhluk yang rasional yang akan memilih secara sadar

kesenangan dan menghindari kesusahan. Oleh karena itu suatu pidana

harus ditetapkan pada tiap kejahatan sedemikian rupa sehingga

kesusahan akan lebih berat dari pada kesenangan yang ditimbulkan

oleh kejahatan. Mengenai tujuan-tujuan dari pidana adalah:15

15

Ibid, hal. 30-31

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

22

a. Mencegah semua pelanggaran;

b. Mencegah pelanggaran yang paling jahat

c. Menekan kejahatan;

d. Menekan kerugian/biaya sekecil-kecilnya.

3. Teori Penanggulangan Kejahatan Pidana

Menurut G. Peter Hoefnagels, penanggulangan kejahatan

pidana dapat ditempuh dengan beberapa metode yaitu penerapan

hukum pidana (criminal law application), pencegahan tanpa pidana

(prevention without punishment) dan mempengaruhi pandangan

masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media

(influencing views of society on crime and punishment/mass media).

Dari ketiga jenis penanggulangan di atas, yang pertama dikategorikan

dalam jalur penal (hukum pidana), sedangkan dua jenis terakhir dapat

dikelompokkan dalam jalur penal (non pidana).16

Dalam penanggulangan jalur penal, upaya pemberantasan

korupsi ditujukan pada pelaku-pelaku korupsi. Artinya

pemberantasan dilakukan pada saat korupsi sudah dilakukan,

penekanannya pada tindakan represif dan reaktif. Sehingga

pemberantasan korupsi jenis ini pada dasarnya sama sekali tidak

16

Artikel Hukum, “Signifikasi Penanggulangan Non-Penal”,

https://ahmadfk.wordpress.com, di unduh pada 19 Oktober 2017.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

23

membuat korupsi hilang. Sedangkan, Penanggulangan non-penal,

baik dengan pencegahan tanpa pidana (prevention without

punishment) maupun mempengaruhi pandangan masyarakat

mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing

views of society on crime and punishment/mass media) sebenarnya

mempunyai peranan strategis sebagai preventif untuk mencegah

orang berbuat korup. Karena sifatnya yang mencegah, maka

penanggulangan non-penal harus memperhatikan berbagai aspek

sosial-psikologis yang menjadi faktor kondusif penyebab orang

melakukan korupsi.17

Sarana non-penal mempunyai pengaruh preventif terhadap

kejahatan. Upaya preventif yang di maksud adalah upaya yang

dilakukan sebelum terjadinya tindak pidana korupsi dengan cara

menangani faktor-faktor pendorong terjadinya korupsi, yang dapat di

laksanakan dalam beberapa cara, yakni :18

a. Cara Moralistik

Cara moralistik dapat dilakukan secara umum melalui

pembinaan mental dan moral manusia, khotbah-khotbah, ceramah

dan penyuluhan di bidang keagamaan, etika dan hukum.

17

Ibid 18

Edy Yunara, “Korupsi dan Pertanggungjawaban Pidana Korupsi”, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2005, hal. 60

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

24

b. Cara Abolisionik

Cara ini muncul dari asumsi bahwa korupsi adalah suatu

kejahatan yang harus di berantas dengan terlebih dahulu menggali

sebab-sebabnya dan kemudian diserahkan kepada usaha-usaha untuk

menghilangkan sebab-sebab tersebut.

Dengan demikian, jika dilihat dari sudut pandang politik

kriminal, keseluruhan kegiatan preventif yang non penal mempunyai

kedudukan yang sangat strategis dalam pencegahan tindak pidana

korupsi.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian

hukum (legal research) Menurut Morris L. Cohen sebagaimana

dikutip dari Piter Mahmud Marzuki, Legal Research is the process

of finding the law that governs activities in human society.19

Dengan

demikian, melalui penelitian ini hendak dikemukakan dan dijelaskan

tentang kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip berkaitan tindakan pidana

menurut hukum di Indonesia dan Konvensi UNCAC 2003.

19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum (Edisi Revisi), Kencana Media Group, Jakarta,

2015, hal. 57.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

25

2. Jenis pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

pendekatan perbandingan hukum (Comparative Approach) karena

akan membandingkan dan menganalisis Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Pembentukan Undang-undang No 30 tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantasan Korupsi, dengan UNCAC (United Nations

Convention Againts Corupption) pada tahun 2003 dalam rangka

menyesuaikan perangkat hukum dalam upaya pencegahan tindak

pidana Korupsi di Indonesia, kemudian di dukung dengan

pendekatan konsep (Conceptual Approach) teoritis karena akan

mengkaji konsep Pencegahan Tindak Pidana Korupsi berdasarkan

konsep maupun teori yang ada dalam praktek pemberantasan

korupsi.

3. Bahan Hukum

a. Bahan hukum Primer, yakni bahan-bahan hukum yang

mengikat yang terdapat dalam unit amatan, yaitu:

1. UU No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara

Yang Bersih Dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan

Nepotisme.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

26

2. UU No. 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun

2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

3. UU No. 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.

4. UNCAC (United Nation Convention Againts Corruption)

Tahun 2003.

5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 Tentang Ratifikasi

United Nation Convention Againts Corruption 2003.

6. Inpres Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan

Pemberantasan Korupsi.

7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 Sebagai

Pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2000

Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat

dalam Penyelenggaraan Negara.

b. Bahan hukum sekunder, yakni yang memberikan penjelasan

mengenai bahan hukum perimer. Misalnya hasil-hasil

penelitian dan buku-buku yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan

sekunder.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

27

4. Unit Analisa

Yang menjadi unit analisa dalam penelitian ini adalah Hukum

Pidana Internasional Berkaitan dengan Upaya Pencegahan Tindak

Pidana Korupsi menurut Konvensi UNCAC 2003 dikaitkan dengan

Ketentuan Hukum Pidana di Indonesia.

5. Unit Amatan

Yang menjadi unit amatan dalam penelitian ini adalah upaya

elaborasi instrument UNCAC 2003 pada hukum positif di Indonesia.

6. Sistematika Penulisan

Untuk memberikan uraian yang teratur dan sistematis, maka

materi penulisan tesis ini akan disistematiskan sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Yakni menguraikan tentang latar belakang masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian baik kegunaan

teoritis maupun praktis, berisi metode penelitian yang

didalamnya ada jenis penelitian, pendekatan yang

digunakan, sumber-sumber hukum, unit analisa, unit

amatan serta sistematika penulisan mengenai hal-hal

apa saja yang akan dilakukan di dalam penulisan tesis

ini.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

28

BAB II : Tinjauan Pustaka

Yakni menjabarkan mengenai Tinjauan Umum

Tentang Tindak Pidana yang didalamnya terdapat

Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus,

Pencegahan Tindak Pidana, Kajian Tentang Tindak

Pidana Korupsi, Masalah Tindak Pidana Korupsi di

Indonesia, serta Paparan Singkat Tentang UNCAC

Tahun 2003.

BAB III : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Menguraikan tentang hasil yang diperoleh dari

penelitian tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi

dalam Rumusan Peraturan Perundang-undangan di

Indonesia, Pencegahan Tindak Pidana Korupsi melalui

Peran Lembaga/organisasi lain, serta melalui Peran

Serta Masyarakat, dan Hasil Pembahasan tentang

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi menurut Konvensi

UNCAC (United Nations Convention Against

Corruption) Tahun 2003 dalam kaitannya dengan

Peraturan Perundang-undangan di Indonesia mengenai

Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1 Andi Hamzah, “Perbandingan Pemberantasan Korupsi di berbagai Negara”, Jakarta: Sinar Grafika 2005, hal 5 2 R. Wiyono. “Pembahasan Undang-

29

BAB IV : Penutup

Yang terdiri dari kesimpulan yang merupakan jawaban

dari permasalahan yang telah diteliti, serta

memberikan saran yang merupakan rekomendasi yang

dihasilkan setelah melakukan penelitian.