bab i pendahuluan a. latar belakangeprints.umm.ac.id/37808/1/jiptummpp-gdl-studykompa-48716...1 bab...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Semakin modernnya jaman membuat angka kriminalitas juga semakin
menigkat pesat disetiap tempat, kasus kriminalitas yang paling fenomenal saat ini
adalah kekerasan seksual terhadap anak – anak di Indonesia yang semakin
merajalela. Mulai dari kasus pemerkosaan, pencabulan, sodomi dimana tidak
jarang kasus kejahatan seksual terhadap anak ini berujung pada pembunuhan si
korban .
Hal ini membuat pemerintah kembali dituntut agar merumuskan regulasi
guna meredam fenomena kejahatan seksual terhadap anak.Para aktivis pemerhati
anak mendorong agar diberlakukan hukuman kebiri di Indonesia bagi pelaku
kejahatan seksual terhadap anak.Desakan untuk segera membentuk regulasi
terkait hukuman kebiri ini di anggap hukuman yang tepat yang ditujukan kepada
para pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Berdasarkan catatan resmi ILO (Internasional Labour Organization) dan
di perkuat oleh UNICEF (United Nation Children’s Fund) di indonesia jumlah
anak menjadi korban tindak pidana kejahatan seksual mencapai 70.000 setiap
tahunnya dan dari jumlah tersebut 21.000 diantaranya ada di pulau Jawa. Menurut
UNICEF data pravalensi terkait kekerasan seksual di Indonesia sangat terbatas.1
Data anak sebagai korban kekerasan seksual pada beberapa tahun terakhir
kali ini menunjukan intensitas yang terus meningkat. Data yang tercatat pada
1Supriyadi Widodo Ediyono DKK,2016, Menguji Euforia Kebiri Catatan Kritis Atas
Rencana Kebijakan Kebiri Bagi Pelaku Kejahatan Seksual Anak Di Indonesia, Jakarta;Institute
For Criminal Justice Refrom,Hlm 1.
2
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk anak sebagai korban
kekeraasan seksual temenunjukkan dari tahun 2014 sebanyak 656 kasus, 2015
sebanyak 218 kasus, 2016 sebanyak 156 kasus yang di ambil dari sumber data
KPAI update per 24 oktober 2016.2 Jika dapat kita cermati jumlah di atas
bukanlah jumlah yang sedikit, kemungkinan masih banyak lagi kasus yang
tidak/belum terekspose media sehingga tidak diketahui atau keluarga merasa itu
aib sehingga tidak dilaporkan ke pihak berwajib..
Merujuk pada sosok Andi Sobari alias emon (24), tersangka kasus
kekerasan seksual terhadap anak-anak di Sukabumi, Jawa Barat, yang menyodomi
sekitar 110 anak yang semua korbannya adalah bocah laki – laki, emon mengakui
perbuatannya dimulai sejak tahun 2015. Kemudian Samai Ropi’i usia 45
tahunwarga desa Lebaksui Lor kabupaten Tegal yang bekerja sebagai serabutan
menyodomi ratusan anak dan hal itu dilakukan sejak tahun 2011 silam, dari
kedua kasus tersebut dapat kita ketahui bahwa korban bukan hanya satu orang,
melainkan puluhan bahkan ratusan.3
Merujuk pada data dari KPAI dan beberapa kasus yang terjadi ini sungguh
sangat ironi, seperti yang dapat diketahui dampak yang timbul atas kekerasan dan
pelecehan seksual atau pedofilia ini juga tidaklah ringan, kebanyakan korban
mengalami dampak psikologis berupa trauma dan rasa takut berlebihan terhadap
sekitarnya, dampak fisik terkena penyakit menular seksual karna pelaku yang
sering berganti- ganti mencari korban, dampak cacat tubuh yang mana mengalami
kerusakan organ apabila saat iti disertai dengan kekerasan bahkan bisa mengalami
2Data KPAI, Anak sebagai korban Kekerasan seksual, http;// www.vcarecdn.com,akses 18-3-
2017, Pukul 21.45 WIB 3.Metropolitan, emon mengaku tidak tertarik pada perempuan, http://www.Tribun News.
com, diakses 18-3-2017, pukul 21.03 WIB
3
kematian, belum lagi dampak sosial yakni di kucilkan bahkan tidak diterima
lingkungan sekitar, karna dampak yang begitu komplek bisa di alami korban maka
sudah sepatutnya pemerintah memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap
anak ini.
Anak merupakan generasi penerus bangsa oleh sebab itu anak juga
memiliki hak untuk di lindungi oleh Negara yang sesuai dengan ketentuan
Undang – Undang Dasar Negara RI 1945 yang menyatakan bahwa anak berhak
atas perlindungan dari kekerasan, dan juga di atur lebih khusus dalam Undang –
Undang No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak. Kemudian pada Tahun
2014 dilakukan perubahan pertama yakni dengan Undang – Undang No.35 Tahun
2014 dengan memberikan pemberatan ancaman pidana bagi pelaku kejahatan
seksual terhadap anak.
Menimbang dan mengingat kian meningkatnya angka kekerasan seksual
terhadap anak secara signifikan setiap tahunnya yang dapat mengancam
kelangsungan tumbuh kembang seorang anak sehingga hal ini dapat meresahkan
warga masyarakat terutama para orangtua yang khawatir terhadap anaknya dan
masalah ini sudah di anggap sangat darurat, maka pemerintah menerbitkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang – Undang (Perppu)No. 1 Tahun 2016
tentang perubahan kedua atas UU No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Substansi Perppu, Berdasarkan isi perpu nomor 1 Tahun 2016
tentangperubahan kedua Undang- undang nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak. Mengatur perubahan sanksi pidana serta ditambahkannya
pidana tambahan bagi pelaku kejahatan seksual sebagai berikut :
4
1. Penambahan pemidanaan denda menjadi Rp. 5 Milyar dan pidana penjara
bagi pelaku dengan ancaman maksimum 15 Tahun dan Minimum 5 Tahun
jika dilakukan oleh orang tua, wali, orang – orang yang masih memiliki
hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat
yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu
orang secara bersama- sama;
2. Jika mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu
atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pelaku
dipidana ,mati, seumur hidup, atau pidanapenjara paling singkat 10
(sepuluh) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana tambahan
pengumuman identitas pelaku, jika pelaku merupakan residivis atas
tindakan sebagaimana disebutkan sebelumnya maka dapat dikenakan kebiri
kimia dan pemasangan cip guna mengetahui keberadaan mantan narapidana.
3. Jangka waktu kebiri kimia paling lama 2 (dua) tahun dan dilaksanakan
setelah terpidana menjalani pidana pokok selain itu pelaksanaan kebiri
kimia disertai dengan rehabilitasi dibawah pengawasan secara berkala oleh
menteri terkait.4
Diberlakukannya Perppu ini tidak serta merta mendapatkan respon baik
dari semua kalangan . Terkait dengan ancaman hukuman kebiri bagi pelaku
kejahatan seksual terhadap anak ini banyak timbul Pro dan Kontra di berbagai
kalangan terutama kalangan para pengiat HAM , ahli Hukum, medis. Menurut
aliansi 99 dalam kata pengantar catatan mereka, jika sanksi kebiri diberlakukan
makaakan terjadi pertentangan dengan asas - asas yang berlaku dalam pemidanaan
4 Lihat : Perpu Nomor 1 tahun 2016 perubahan kedua atas undang – undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5882.
5
pelaku, bertentangan juga engan jenis jenis pidana yang dianut di KUHP karena di
dalam KUHP hanya mengenal pidana Pokok dan Pidana Tambahan dan didalam
nya itu tidak satupun yang mencantumkan pidana kebiriyang merupakan jenis
penghukuman terhadap badan.5
Penolakan dari berbagai organisasi Hak Asasi Manusia yang bersandar
pada beberapa alasan:
1. Hukuman kebiri tidak di benarkan dalam sistem hukum pidana nasional
atau tujuan pemidanaan yang dianut oleh sistem hukum Indonesia.
2. Hukuman kebiri melanggar Hak Asasi Manusia sebagaimana tertuang
di berbagai konvesi internasional yang telah diratifikasi dalam hukum
nasional diantaranya Kovenan Hasipil dan Politik, Konvensi anti
penyiksaan (CAT), Konvenan Hak Anak (CRC)
3. Segala bentuk kekerasan pada anak, termasuk kekerasan seksual pada
dasaranya merupakan maifestasi atau operasionalisasi hasrat menguasai,
mengontrol dan mendominasi terhadap anak, dengan demikian hukum
kebiri tidak menyasar akar permasalahan kekerasan terhadap anak6.
Dalam Islam, tidak ada pembahasan tindak pidana pedophilia secara
khusus. Namun jika dilihat dari unsur deliknya, tindak pidana Pedophilia dapat
dikategorikan dalam jarimah zina.Zina merupakan setiap perbuatan seksual yang
dilakukan bukan terhadap wanita miliknya (istri atau hamba sahayanya)7.
5Aliansi 99 adalah perkumpulan berbagai lembaga, Organisasi dan komunitas yang menolak
dengan adanya perppu kebiri.Dalam skripsi Analta Inala. 2016. Hukum Kebiri bagi pelaku
kekerasan seksual terhadap anak(pedofilia) studi komparatif hukum islam dan hukum
positif.Yogyakarta.Universitas Islam Negeri Sunan KaliJaga. Hal 24. 6Supriyadi Widodo Ediyono,Op.cit. hal.6
7 A. Djazuli.1997. Fiqh Jinayah: Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam. Jakarta. PT
Raja Grafindo Persada.Hal 35-36.
6
Mengingat banyak perbedaan pandangan dalam Hukum Islam dan Hukum
Positif terhadap ancaman hukuman kebiri yang digunakan pada Perppu No. 1
Tahun 2016 ,dimana dalam perppu yang di maksudkan kebiri secara kimiawi atau
di suntikkan, dalam hukum islam kebiri adalah pemotongan dzakar. Masing –
masing dampak yang di timbulkanpun juga berbeda, Lantas seperti apa pandangan
hukum Islam terkait ancaman hukuman kebiri kimiawi bagi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak.
Indonesia bukan negara Islam namun tidak bisa di pungkiri bahwa Indonesia
adalah Negara Mayoritas penduduk Muslim, maka patut kiranya pandangan Hukum
Islam menjadi salah satu pertimbangan dari penetapan sebuah produk hukum atau
Undang – Undang yang diselaraskan dengan hukum Positif Indonesia. Oleh sebab itu
Penulis mengangkat sebuah judul “ STUDI KOMPARATIF TENTANG
ANCAMAN HUKUMAN KEBIRI PADA PELAKU TINDAK PIDANA
KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP ANAK MENURUT HUKUM ISLAM
DAN HUKUM POSITIF INDONESIA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang
akan dibahas oleh penulis dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana pandangan Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia
terhadap pengaturan pemidanaan hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan
seksual terhadap anak?
2. Bagaimana persamaan dan perbedaan antara Hukum Islam dan Hukum Positif
terkait hukuman kebiri pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak
7
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan Latar Belakang diatas,adapun tujuan dari penulisan ini untuk
mengetahui perbandingan pandangan antara hukum Islam dan Hukum Pnositif Indonesia
tentang ancaman Hukuman kebiri pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat secara Teoritis
Manfaat penulisan secara teoritis diharapkan dapat memberikan konstribusi
pemikiran dan pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya
2. Manfaat secara Praktis
Hasil Penulisan ini secara praktis diharapkan dapat bermanfaat bagi
penulis, dimana dapat menjadi media pembelajaran dalam penulisan
hukum dan tentunya hasilnya dapat menambah pengetahuan penulis.Hasil
penulisan ini juga diharapkan dapat menjadi sumber bacaan bagi civita
akademika Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang
E. Kegunaan Penulisan
1. Bagi Penulis
Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Kesarjanaan
dalam bidang Ilmu Hukum, selain itu juga tulisan ini diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan penalaran, keluasan wawasan serta kemampuan
pemahaman penulis terkait studi perbandingan tentang ancaman hukuman
kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak dalam perspektif Hukum
Islam dan Hukum Positif Indonesia
8
2. Bagi Masyarakat
Untuk memberikan kontribusi wawasan pengetahuan bagi Masyarakat
dibidang Ilmu Hukum, Khususnya pemahaman terkait perbandingantentang
ancaman hukuman kebiri bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual
terhadap anak dalam perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia.
3. Bagi Akademisi
Untuk memberikan kontribui pemikiran dan wawasanserta perluasan wacana
untuk para akademisi terkait studi perbandingan tentang ancaman hukuman
kebiri bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam
perspektif hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia.
F. Metode Penulisan
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini, merupakan penelitian kepustakaan.Dimana penulis lebih
banyak menggunakan data-data, perundang-undangan, buku-buku dan
kepustakaan lainnya.
2. Metode Pendekatan
Dalam penelitian ini, pendekatan yang dianggap tepat untuk dilakukan
adalah pendekatan Yuridis Normatif dan Pendekatan Perbandingan (Comparative
Approach).Pendekatan Yuridis Normatif adalah pendekatan yang digunakan
untuk mengkaji teori-teori ata norma-norma yang ada di dalam literatur-literatur
hukum.Sedangkan metode pendekatan Perbandingan(Comparative Approach)
yang dilakukan dengan mengadakan studi perbandingan hukum. Menurut
Gutteridge, pebandingan hukum merupakan suatu metode studi dan penelitian
hukum.Gutteridge membedakan antara perbandingan hukum yang bersifat
9
deskriptif yang tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan informasi dan
perbandingan hukum terapan yang mempunyai sasaran tertentu8.Menurut Van
Apelddorn, perbandingan hukum merupakan suatu ilmu bantu bagi ilmu dogmatik
dalam arti bahwa untuk membandingkan dan menilai aturan – aturan hukum dan
putusan –putusan pengadilan yang ada dengan sistem hukum lain9. Pendekatan
tersebut digunakan karena berkaitan dengan tugas akhir penulis yang membahas
tentang ancaman hukuman kebiri bagi pelaku tindak pidana kekerasan seksual
terhadap anak dalam perspektif hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia
3. Jenis Bahan Hukum
Penulis menggunakan teknik studi pustaka sebagai salah satu upaya
untuk memperoleh dokumen – dokumen tertulis yang terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer :
Bahan hukum primer ini mencakup peraturan perundang-undangan
yang meliput Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang –
Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016, Undang Undang Nomor 23 Tahun
2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014
Tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak,yang nantinya akan dibandingkan dengan aturan yang ada
didalam Al-Qur’an, hadist, dan Ijma’ Ulama’.
8G.W.Paton.1972. A textbook of jurisprudence.English Language Book Society.Oxford
University Press. London. Hal 42
Dalam Prof.Dr.Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana Prenada
Media Group. Hal 132 9 Dijk.P.Van.1985. Apeldoorn’s Inleiding tot de Studie van het Nederlandse.Tjeenk-Willijnk.
Hal 453.
Dalam Prof.Dr.Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana Prenada
Media Group. Hal 133.
10
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan pustaka yang berisikan informasi tentang bahan primer,
dimana mengacu pada buku , karya ilmiah , surat kabar, majalah, kitab
Fikih, hasil hasil penelitian, jurnal hukum, artikel dan internet.yang
berkaitan dengan materi pembahasan tugas akhir penulis.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan – bahan hukum yang diapakai penulis sebagai bahan tersier
adalah bahan hukum yang bisa digunakan untuk memberikan penjelasan
terhadap bahan primer dan bahan sekunder, yang terdiri berbagai kamus
hukum dan politik, serta ensiklopedia atau kamus besar Bahasa Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik mengumpulan bahan hukum dilakukan dengan
dokumentasi dan kepustakaan. Dokumentasi merupakan suatu teknik
pengumpulan data tertulis, tercetak dan terekam yang dapat di gunakan
sebagai keterangan baik dari Internet, Majalah, Karya Ilmiah dan segala
sumber terkait dengan perbandingan hukum terhadap ancaman hukuman
Kebiri pada pelaku tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak dalam
perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia.
5. Teknik Analisa Bahan Hukum
Data-data yang terkumpul melalui berbagai sumber akan dianalisis.
Dalam hal ini penulis menggunakan metode Analisa Deskriptif Kualitatif dan
Content Analis ( analisa isi )
Analisa Deskriptif Kualitatif adalah menggambarkan hasil penelitian yang
telah penulis peroleh, kemudian data tersebut dianalisis berdasarkan peraturan
perundang-undangan serta teori-teori yang menghubungkan dengan permasalahan
yang diangkat dari contoh-contoh kasus tindak pidana yang terjadi
11
Analisis isi (content analysis).Weber menyatakan bahwa Analisis
Isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur
untuk menarik kesimpulan yang sahih dari sebuah buku atau
dokumen.Definisi berikutnya dikemukakan oleh Krippendorff yakni eknik
penelitian yang dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan yang replikatif dan
sahih dari data atas dasar konteksnya.10
Metode ini digunakan untuk mengkaji
bunyi pasal atau ketentuan hukum dan kandungan makna yang ada di
dalamnya11
G. Rencana Sistematika Penulisan
Dalam penulisan Hukum Ini penulis membagi dalam 4 Bab,bab yang
tujuannya mempermudah dalam pemahamannya. Adapun sistematikanya sebagai
berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Merupakan bab yang memuat pendahuluan yang berisi latar belakang,
yaitu memuat landasan ideal (das sollen),kenyataan (das sein)berkaitan dengan
alasan atau faktor pendorong untuk dilakukan kajian yang mendalam, Rumusan
masalah memuat beberapa permasalahan yang diangkat dan dibahas mendalam
dalam pembahasan. terkait tujuan, memuat pernyataan singkat apa saja yang akan
dicapai dalam penulisan hukum ini. Manfaat penulisan, yaitu uraian mengenai
kegunaan secara teoritis dan praktis.Metode penulisan dan sistematika penulisan
untuk mempermudah proses pembuat penulisan hukum ini.
10
Soejono dan H.Abdurrahman.2005.amaetode Penelitian.Jakarta.PT. Rineka Cipta dan PT
Bina Adiaksara.Hal. 13 11
7 Sanafiah Faisal1995.Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta. Rajawali Press. Hal. 13.
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan memaparkan landasan teori atau kajian teori
yang berkaitan dengan pemasalahan yang di angkat antara lain tentang tinjauan
umum Kebiri kimiawi, teori efektifitas hukum, teori pemidanaan, pengertian
tindak pidana dan unsurnya.
BAB III PEMBAHASAN
Bab ini menggurai apa saja yang menjadi pembahasan objek kajian dalam
penulisan . Pembahasan akan dikaitkan dengan kajian teori serta landasan yuridis
sehingga akanmemperdalam dan lengkap. Pemaparan dan penguraian dalam
pemasalahan dieksplorasi dan digali sedalam mungkin untuk mendapatkan solusi.
BAB IV PENUTUP
Bab ini merupakan bab terakhir dalam penulisan hukum ini yang berisikan
suatu kesimpulan dari permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya
serta berisikan saran penulis dan beberapa rekomendasi terhadappenyelesaian
permasalahan yang diangkat dalam penulisan hukum ini yang di harapkan akan
bermanfaat bagi semua pihak.