bab i pendahuluan a. - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/c0511007_bab1.pdf ·...
TRANSCRIPT
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara pertanian, artinya sektor tersebut memegang
berbagai peranan penting perekonomian nasional. Hal ini bisa ditunjukan dari
banyaknya penduduk ataupun masyarakat yang bekerja di bidang pertanian. Oleh
karenanya, sektor pertanian menyumbang pendapatan Negara yang cukup besar.
Salah satu sektor pertanian yang berkembang adalah perkebunan tebu. Dalam
pengusahaan tebu dikenal dua macam lahan penanaman yaitu lahan irigasi
(sawah) dan lahan kering (tegalan). Penggunaan lahan kering bercirikan tanpa
pengairan teknis, tetapi tergantung dengan curah hujan. Untuk pengembangan
tanaman ini diperlukan teknologi khusus yaitu dengan memanfaatkan sumber
alam dan optimal seperti air dalam tanah, air hujan, kondisi fisik alam dan
ketepatan waktu.1 Untuk tanaman tebu pada lahan sawah memperoleh pengairan
lebih baik daripada lahan kering. Tebu lahan sawah ini hanya terdapat di Pulau
Jawa, sedangkan tebu lahan kering terdapat di Jawa dan diluar Jawa.
Pada mulanya penanaman tebu di Indonesia diusahakan di lahan kering
(tegalan). Sedangkan penanaman dengan sistem irigasi (lahan sawah)
dikembangkan tidak lama setelah sistem tanam paksa berjalan.2 Secara historis,
perkebunan tebu telah dikembangkan oleh masyarakat Jawa sejak jaman VOC.
Pelaksanaan dan pengaturan perkebunan pada jaman kononial ditangani oleh
1 Soesilo Widhijanto, Bercocok tanam tebu di Lahan Kering dan masalah-
masalahnya di PG Tasikmadu, (Surakarta : PTP.XV-XVII (Persero), 1994),
hlm.1.
2 Jan Breman, Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja: Jawa di masa
Kolonial, (Jakarta : LP3ES,1986), hlm. 21.
-
2
Pabrik gula dengan cara menyewa lahan milik petani. Pabrik gula bertanggung
jawab terhadap semua tanaman dan penggilingan tebu, sedangkan untuk petani
menyewakan tanah miliknya kepada pabrik gula.
Masalah areal tanah untuk penanaman tebu bagi pabrik gula di Jawa bukan
masalah yang baru. Masalah ini timbul bersamaan dengan berdirinya pabrik gula
swasta yang mulai banyak didirikan. Pada waktu itu pulau Jawa telah padat
penduduknya. Sedangkan tanah pertanian yang memenuhi syarat untuk tanaman
tebu telah diusahakan seluruhnya, baik untuk tanaman yang sangat penting bagi
hidup mereka yaitu padi, maupun tanaman perdagangan lainnya yang dipaksakan
oleh pemerintah kolonial pada saat itu. Karena pentingnya industri gula bagi
pemeritah kolonial, maka kebijaksanaan pemerintah dalam memecahkan masalah
areal tanah dititikberatkan kepada kebutuhan pabrik gula, tanpa banyak
memikirkan kepentingan para petani. Kebijaksanaan itu menimbulkan kesan
negatif para petani terhadap pabrik gula.
Masalah lain juga muncul berkaitan dengan stigma negatif petani kepada
pabrik gula. Diantaranya adalah mengenai besarnya sewa tanah antara petani
dengan pabrik gula. Walaupun dengan menggunakan sistem sewa tanah ini
memberikan keuntungan dalam pengelolaan tebu, namun petani tidak merasakan
dengan maksimal hasil dari peningkatan hasil panen. Adapun hal ini disebabkan
dengan kecilnya sewa tanah yang diberikan oleh pemerintah kepada petani
sehingga keuntungan yang diterima petani sangatlah tidak maksimal. Walaupun
demikian, tebu yang dihasilkan juga berkembang dengan baik.
Tebu memiliki arti penting sebagai penghasi bahan baku pada industri
gula. Pada perkembanganya tanaman tebu ditujukan untuk menambah pasokan
-
3
bahan baku pada industri gula dan diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
petani tebu dengan cara partisipasi aktif petani tebu tersebut. Selain itu, industri
tebu dapat menyediakan kesempatan kerja bagi masyarakat dan merupakan salah
satu sumber pendapatan bagi petani tebu. Industri gula tebu diharapkan dapat
memberikan dampak terhadap struktur perekonomian wilayah dengan
meningkatkan pendapatan suatu daerah.
Penanaman tebu di Wilayah kabupaten Karanganyar berada di bawah
komando PG Tasimadu Karanganyar. Pabrik Gula Tasikmadu berada di desa
Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar. Pabrik ini merupakan
peninggalan Mangkunegoro ke IV. Pabrik ini didirikan mulai tahun 1871 dan
selesai tahun 1874. Areal tanah perkebunan di daerah ini pada masa awalnya 140
hektar. Pengelolaam perusahaan tersebut pada awalnya oleh Nederlansche
Handels Maatschappij yang berkantor di Semarang. Umumnya sebagai areal
perkebunan tebu diambil dari tanah lungguh (apanage). Dalam merintis
perkebunan tebu pada walnya memang penuh resiko. Kondisi keuangan dan alam
menjadi faktor penghambatnya. Melalui hal inilah Belanda dengan kekuatan
korporasi swastanya terjun di dalamnya secara penuh.
Perkembangan perkebunan tebu Mangkunegaran semakin lama semakin
meningkat. Selama masa 1888 sampai 1899 pendapatan Mangkunegaran semakin
berkembang dan keuntungan bisa dirasakan oleh Mangkunegaran. Oleh karenanya
sektor perkebunan ini menjadi modal perekonomian pokok di Mangkunegaran. Di
perusahaan Gula Tasikmadu, sebagian besar prosuksi diperoleh dari perkebunan
tebu Triagan. Pada tahun 1912, di tempat itu menghasilkan 28.695 pikul atau 17,
-
4
89% dari produksi gula Tasikmadu 3. Hal ini semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Semakin meningkatnya pendapatan hasil gula di PG Tasikmadu tidak
diimbangi oleh kemajuan para petaninya. Petani yang ketika itu menyewakan
lahannya pendapatanya tidak kurung membaik dan bahkan merugi. Melihat hal
tersebut, Pemerintah mencoba sistem pengelolaan tebu yang baru.
Pada tahun 1975 terjadi perubahan dalam hal sistem penguasaan tebu.
Perubahan ini diwujudkan dengan diterbitkannya intruksi presiden nomor 9 tahun
1975 yang kemudian melahirkan sistem tebu rakyat intensifikasi (TRI). Pada
sistem tebu rakyat intensifikasi ini menempatkan petani sebagai produsen utama
tebu, sedangkan pabrik gula yang semula menyewa tanah dari petani menjadi
pembimbing sekaligus mitra bagi petani. Dalam sistem TRI, petani tidak dapat
ditempatkan sebagai objek, melainkan sebagai subjek dan sekaligus perlu
dikembangkan kemampuannya untuk mengolah usaha tani pada lahan yang
dikuasainya serta dibimbing agar dapat mencapai tingkat pendapatan yang
lebih tinggi. Partisipasi petani ini memberikan dukungan yang cukup besar
pada peningkatan industri gula. Dalam program itu dirumuskan berbagai
ketentuan agar menjadikan petani tebu sebagai wiraswasta yang mampu
berusaha secara mandiri dalam bentuk kelompok- kelompok tani.
Sasaran sistem TRI ini adalah untuk memantapkan produksi gula nasional,
meningkatkan pendapatan petani, memperluas lapangan pekerjaan dan
pemerataan pendapatan petani tebu. Oleh karena itu, sistem tebu rakyat
intensifikasi ini diharapkan bisa memberikan dampak positif bagi petani. Tak
terkecuali di wilayah Kabupaten Karanganyar. Hubungan antara petani pemilik
3 Abdul Karim, Pringgodigdo, Sejarah Perusahaan-Perusahaan
Kerajaan Mangkunegaran, (Solo: Reksopustoko, 1987), hlm 21.
-
5
lahan dengan pabrik gula sebelumnya berdasarkan pembagian keuntungan yang
telah disepakati sebelumnya.4
Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar yang memiliki wilayah perkebunan
di Karanganyar, Sukoharjo, Sragen, Wonogiri, dan Grobogan menerapkan sistem
tebu rakyat intensifikasi tersebut. Awalnya sistem sewa tanah masih dilaksanakan
dan berkembang di wilayah perkebunan PG Tasikmadu, setelah adanya peraturan
tersebut akhirnya sistem sewa tanah tersebut tergantikan. Petani yang awalnya
menyediakan lahanya untuk digunakan untuk Pabrik gula akhirnya bisa terjun
kembali sebagai aktor terpenting dalam proses penanaman. Peran dari Pabrik Gula
Tasikmadu disamping mengolah tetes tebu menjadi gula Kristal dengan cara bagi
hasil, juga harus memberikan bimbingan ataupun penyuluhan kepada petani di
Karanganyar.
Pada awalnya pelaksanaan TRI di PG Tasikmadu memang berjalan
dengan baik dan sesuai dengan rencana yang telah diterapkan. Namun dalam
perkembanganya petani yang menjadi sentral dari penanaman tebu tidak sesuai
dengan program awal. Kredit yang diterapkan oleh PG Tasikmadu kepada para
petani sering mengalami berbagai masalah. Selain itu, masalah lain juga timbul
pada saat giliran tebang maupun pengangkutan tebu. Sejauh ini, satu-satunya
tujuan yang telah tercapai dalam sistem TRI yakni petani menanam tebu di
tanahnya sendiri. Itu pun tidak seluruhnya berhasil, sebab banyak petani yang
tidak ingin menanam tebu sendiri, terpaksa menyewakan tanahnya kepada
pemilik-pemilik modal yang secara terselubung ikut memanfaatkan program TRI
atas nama petani pemilik. Oleh kareanya, penulis mencoba menjelaskan
4 Sri Sumarsih, Upacara Cembengan : Tradisi di Pabrik Gula Tasikmadu
Karanganyar, (Jogjakarta : Penerbit Eja Publisher, 2007), hlm. 3.
-
6
bagaimana pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di PG Tasikmadu
Karanganyar mulai dari pelaksaan sampai dengan pemasaran tebu tersebut. Selain
hal itu, bagaimana langkah-langkah petani dalam meningkatkan produktifitas
tebunya terkait TRI ini menjadi hal yang manarik.
Berdasarkan alasan diatas dijadikan penulis untuk meneliti lebih lanjut lagi
kaitanya dengan perkembangan dari program tanaman tebu intensifikasi (TRI)
yang diberlakukan oleh pemerintah. Dengan demikian, penulis mengangkat judul
Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di PG.Tasikmadu Karanganyar tahun
1975-1997 (Kajian sosial dan ekonomi)
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai beikut:
1. Apakah latar belakang pelaksanaan Program Tebu Rakyat Intensifikasi
(TRI) di PG Tasikmadu Karanganyar ?
2. Bagaimana pelaksanaan program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di
PG Tasikmadu Karanganyar tahun 1975-1997 ?
3. Bagaimana dampak dari pelaksanaan program Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) terhadap kehidupan sosial dan ekonomi petani tebu
di Karanganyar?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui latar belakang pelaksanaan program Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) di PG Tasikmadu Karanganyar.
-
7
2. Mengetahui pelaksanaan program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di
PG Tasikmadu karanganyar tahun 1975-1997.
3. Memahami pengaruh dari pelaksanaan program Tebu Rakyat
Intensifikasi (TRI) terhadap kehidupan sosial dan ekonomi petani tebu
di Karanganyar.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik teoritis
maupun praktis.
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah gambaran
mengenai pelaksanaan Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di PG Tasikmadu
Karanganyar tahun 1975-1997. Kajian ini juga diharapkan dapat memberikan
manfaat bagi kepentingan pendidikan dan penelitian selanjutnya.
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi kajian
pengetahuan dalam ilmu sejarah, terutama di bidang sejarah perkebunan di
Indonesia.
E. KAJIAN PUSTAKA
Agar dapat melakukan penelitian mengenai pelaksaan tebu rakyat
intensifiasi Di PG Tasikmadu ini diperlukan bantuan atau referensi dari berbagai
tulisan yang berhubungan dengan masalah tersebut. Adapun tulisan-tulisan
tersebut antara lain:
Clifford Geertz, (1983) dalam bukunya Involusi Pertanian : Proses
Perubahan Ekologi di Indonesia menyatakan pertumbuhan tebu di Jawa,
-
8
distribusi sawah dan penduduknya yang sudah tidak merata tersebut menyebabkan
petani Jawa tidak mempunyai banyak pilihan untuk menanggulangi kenaikan
jumlah itu kecuali dengan mengusahakan sawah mereka dengan lebih giat dan
bahkan seluruh sumber daya pertanian dengan menggarapnya lebih seksama. Oleh
kareanya buku ini bisa menjadikan inspirasi penulisan dalam kaitanya dengan
pertumbuhan tebu di Jawa.
Salah satu persoalan industri gula adalah semakin meningkatnya jumlah
tebu yang harus digiling dipabrik dengan mutu tebu yang semakin menurun.
Berkaitan dengan hal tersebut menyebabkan menurunya produktifitas suatu pabrik
menjadi sangat rendah. Oleh karenanya dalam bukunya Apoen S.
Djojosoewardho, (1988) yang berjudul Sumbangan Pikiran Mendukung
Kebijaksanaan Pemerintah Dalam Upaya Khusus Meningkatkan Produksi Tebu
menjelaskan bahwa upaya untuk pemantapan serta peningkatan produksi gula. Di
samping hal itu apakah produktifitas tentang menurunya produksi tebu disebabkan
oleh menurunya mutu tebu bukan karena faktor pabrik yang mengurangi efisiensi
kerjanya. Mutu tebu yang rendah pun perlu dikaji lebih ulang, apakah karena
memang berkaitan dengan pengurangan efisiensi produk tersebut, ataukah karena
berkaitan dengan memang para petani dalam melaksanakan teknisnya belum
mampu meningatkan mutu dari tebu tersebut. Teknis untuk meningkatkan mutu
tebu dalam pelaksanaanya dibutuhkan penguasaan dan keterampilan dari petani.
Referensi ini bisa membantu dalam penulisan skripsi tentang bagaimana upaya
para petani tebu dalam meningkatkan produktifitasnya. Mengingat sebelum
adanya sistem TRI banyak petani yang mengalami kerugian.
-
9
Buku Soesilo Widhijanto, (1994) dengan judul Bercocok Tanam Tebu di
Lahan Kering dan Masalah-Masalahnya di PG Tasikmadu memfokuskan
tulisanya kepada tanaman tebu lahan kering. Sesuai dengan wilayah perkebunan
tebu dibawah PG Tasikmadu yang dikembangkan dengan lahan kering, buku ini
bisa menjadi referensi yang mumpuni. Adapun faktor-faktor yang mendorong
penanaman tebu di Lahan kering adalah karena memang lahan tebu di
Karanganyar masih luas dan memberikan peluang penggunaan tanah untuk usaha
tani tebu. Kemudian jga lahan kering merupakan tempat bahan baku tebu untuk
peningkatan kapasitas giling, dan juga dengan adanya berbagai permasalahan
sulitnya memperoleh bahan baku tebu di lahan sawah, maka PG Tasikmadu
mengembangkan tebu di lahan kering. Adapun yang dilakukan oleh PG
Tasikmadu tersebut bukan alternatif untuk mengembangkan bahan bakunya,
melainkan keharusan yang harus dilakukan secara bertahap dengan
mempertimbangkan faktor sosial ekonomi masyarakat sekitar. Buku ini juga bisa
menjadi referansi yang memadai dalam penulisan skripsi.
Di dalam sistem TRI, para petani tidak bekerja secara sendiri-sendiri
melainkan secara kelompok, sehingga diperlukan landasan sosiologi kelompok.
Referensi selanjutnya dapat dilihat dari buku Hary Susanto, (1996) yang berjudul
Kelompok Tani Tebu Rakyat Intensifikasi : Konsepsi dan Operasionalnya. Dalam
bukunya tersebut menjelaskan bahwa petani TRI terhimpun dalam sebuah
kelompok. Kelompok tersebut bekerja bersama-sama dengan mencapai tujuan
yang telah disepakati bersama juga. Oleh karenaya dalam meningkatkan
produktifitasnya membutuhkan suatu kerjasama yang bagus diantara petani lainya
untuk menghasilkan kepuasan bersama.
-
10
Buku Sangadi, (1991) yang berjudul Pengusahaan Tanaman tebu
(Saccharum Officinarum L) di Wilayah Kerja PG.Tasikmasu PTP.XV-XVI
(Persero) menjelaskan tentang keadaan umum PG Tasimadu dan pelaksanaan TRI
yang mencakupi penetapan areal, sarana produksi, perkreditan, organisasi kerja
dan juga ketentuan mengenai tebang, angkut dan bagi hasil petani. Oleh
karenanya hal ini sesuai dan menjadi sumber bagi penulisan skripsi ini.
James C. Scoot, (1981) dalam bukunya Moral Ekonomi Petani
menjelaskan subsistensi bagi kebanyakan petani, kehidupan petani yang begitu
dekat dengan lingkunganya. Usaha yang dilakukan petani adalah berusaha
menghindari kegagalan yang akan mengancam keslamatan. Referensi ini akan
membantu dalam menjelaskan bagaimana caranya para petani dalam
meningkatkan produksinya.
Mubyarto, (1982.) dalam bukunya Masalah Industri Gula di Indonesia
menjelaskan asal mula dari perjalanan perkembangan Industri gula di Indonesia
sejak jaman VOC. Seiring berjalanya waktu, akhirnya pihak VOC menyerahkan
perindustrian gula di Indonesia kepada Hindia Belanda. Pada awal
perkembanganya, sistem sewa menjadi cara yang ditempuh oleh pihak pabrik
Gula untuk mendapatkan areal untuk menanam tebu melalui kontrak dengan
petani. Pada perkembanganya karena memang sistem sewa mengalami banyak
kendala, akhirnya pemerintah mencoba menerapkan Inpres No 9 Tahun 1975
tentang Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) yang tujuan utamanya mengoptimalisasi
petani untuk menanam tebu di lahanya sendiri dengan sistem kredit dari
pemerintah. Melalui buku ini sesuai dengan tulisan ini dan menjadi sumber yang
relevan.
-
11
Referensi lain yang mendukung dengan penulisan ini adalah karya Wanti
dalam skripsi Buruh Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar Tahun 1980 1997
(Studi tentang Kebijakan Aturan Perburuhan) (2005). Dalam skripsi tersebut
menjelaskan bagaimana Pengaruh perubahan status unit produksi Perusahaan
Negara Perkebunan (PNP VI) menjadi PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IX
dalam Pabrik Gula Tasikmadu terhadap hubungan perburuhan pabrik tahun 1980
1997. Kemudian juga dijelaskan bagaimana sistem perburuhan di Pabrik gula
Tasikmadu Karanganyar dan juga kaitannya dengan kemajuan kesejahteraan
buruh berkaitan perubahan kepemilikan status pabrik tersebut. Dalam skripsi ini
juga disebutkan bagaimana sistem TRI di PG Tasikmadu tersebut dilaksanakan.
Oleh karenanya, skripsi ini bisan membantu penulisan tentang bagaimana
pelaksanaan TRI di PG Tasikmadu.
Referensi yang ada hubunganya dengan penulisan ini adalah dari Sarjono
dalam skripsi Tebu dan Perubahan di Desa Blorong Kecamatan Jumantono
Kabupaten Karanganyar 1983-1999 (1995). Dalam skripsi tersebut membahas
masuknya sistem TRI ( Tebu rakyat intensifkasi) ke msyarakat desa Blorong,
Jumantono. Dengan adanya sistem tersebut yang semula penanaman tebu dibawah
PG Tasikmadu karanganyar kurang teratur, akhirnya lebih baik lagi. Namun
setelah diterapkanya sistem TRB (Tebu rakyat bebas), dana yang masuk ke
aparatur desa Blorong menjadi berkurang. Dengan adanya sistem TRB ini
menyebabkan munculnya kembali kelompok penyewa tanah dan pelepas tanah
dan banyak petani tebu yang ekonominya merosot. Skripsi ini bisa menjadi
referensi dan membantu penulian dalam pelaksanaan TRI. Karena memang desa
-
12
Blorong termasuk sub perkebunan PG Tasikmadu, penelitian ini bisa diambil
sebagai sumber yang akurat.
F. METODE PENELITIAN
Dalam sebuah penelitian, diperlukan sebuah metode penelitian yang
berguna untuk memperoleh data yang akan dikaji. Metode pengumpulan data
dalam kegiatan penelitian mempunyai tujuan mengungkap fakta mengenai
variabel yang diteliti. Oleh karenanya, dengan metode penelitian ini
dimungkinkan melalui cara-cara atau langkah tertentu untuk bisa menemukan
suatu tujuan. Metode sejarah memerlukan beberapa tahapan yang harus dilakukan
agar hasil dari penelitian dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Metode
juga erat kaitannya dengan prosedur, proses atau teknik yang sistematis untuk
melakukan penelitian disiplin tertentu. Hal itu bertujuan agar mendapat objek
penelitian.5
Dalam memahami berbagai fakta-fakta sejarah yang ada, diperlukan
adanya sebuah proses tertentu. Penelitian sejarah menggunakan pandangan yang
didasarkan pada metode sejarah. Metode sejarah merupakan metode kegiatan
mungumpulkan, menguji, dan menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan
masa lampau, kemudian merekonstruksi data-data yang diperoleh tersebut
sehingga menghasilkan suatu historiografi (penulisan sejarah).6 Berasal dari data-
data itulah fakta dapat ditemukan setelah melalui proses intepretasi, sedangkan
5 Suhartono W. Pranoto., Teori & Metodologi Sejarah, (Yogyakarta: Graha
ilmu, 2010), hlm. 11. 6 Louis Gottshalk, Mengerti Sejarah, (Jakarta: Universitas Indonesia Press
1986), hlm. 32.
-
13
data baru dapat ditemukan setelah melalui penelusuran terhadap sumber-sumber
sejarah.7
Adapun metode sejarah memiliki empat tahapan, yaitu : heuristik, kritik
sumber, interpretasi, dan historiografi.
1. Heuristik
Tahapan heuristik merupakan tahapan pencarian, penemuan, pengumpulan
sumber atau data-data yang diperlukan. Penelitian dan penulisan skripsi ini
menggunakan metode pengumpulan sumber melalui studi dokumen (arsip) dan
studi pustaka. Sumber yang tentunya berkaitan dengann penulisan skripsi ini
adalah mengenai sistem tebu rakyat intensifikasi (TRI) di PG Tasikmadu
Karanganyar.
a. Studi Arsip
Tujuan dan fokus dari skripsi ini adalah peristiwa yang sudah lampau, maka
salah satu sumber yang digunakan adalah sumber arsip. Studi ini menggunakan
arsip karena dalam metodologi disiplin sejarah, posisi arsip sebagai sumber
sejarah menempati kedudukan yang tertinggi dibanding sumber lainnya, dan
bisa dikatakan sebagai sumber primer (Primary sources). Dalam tahap ini, arsip-
arsip yang diperoleh antara lain monografi Desa Ngijo, Arsip Urusan Umum
Sejarah Berdirinya Pabrik Gula Tasikmadu, Arsip tentang undangan FMPG di
Pabrik Gula Tasikmadu, Arsip Intruksi Presiden No 5 Tahun 1997, Arsip
tentang evaluasi pelaksanaan TRI dari tahun 1975-1997 di Wilayah Kerja
Pabrik Gula Tasikmadu, Arsip pembentukan kelompok TRI dan daftar Anggota,
Peta wilayah TRI di 5 kabupaten (Karanganyar, Sukoharjo, Sragen, Wonogiri,
7 Sartono Kartodirjo, Pendekatan Ilmu-ilmu sosial dalam Metodologi
Sejarah, (Jakarta: Gramedia,1992), hlm. 90.
-
14
Grobogan). Arsip Undang-undang No 9 Tahun 1992, Arsip selanjutnya Intruksi
Presiden No 5 tahun 1997 yang berisi tentang program pengembangan tebu
rakyat.
b. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah cara yang dilakukan agar dapat melengkapi
informasi yang kurang jelas dari suatu dokumen dan sekaligus sebagai penguji
kebenaran serta keabsahan data. Dalam penelitian ini, wawancara merupakan
sumber pokok yang harus dilakukan. Oleh karenanya penelitian tentang TRI ini
melakukan wawancara dengan Sunaryo sebagai staff bagian Tanaman PG, Hari
Purnomo selaku Bagian Sumber Daya Manusia (SDM) dan Taufan selaku
bagian Peneliti dan Pengembangan (Litbang) di Pabrik Gula Tasikmadu.
Kemudian juga dengan Samto dan Sunardi sebagai ketua kelompok TRI Tebu
daerah Ngijo. Petani TRI juga diwawancarai antara lain Sudarmi, Marni,
Sumijati, dan Parjianto. Selain hal itu untuk melengkapi evaluasi pelaksanaan
TRI, juga melakukan wawancara dengan Tugiman dan Samiyun dari Unit
Pelaksana Program (UPP) TRI Kabupaten Karanganyar (Dinas Pertanian).
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan keterangan dan data dari
individu-individu tertentu untuk keperluan informasi. Pemilihan informan
dilakukan untuk mandapatkan keterangan tentang diri pribadi, pandangan dari
individu yang diwawancarai. 8
c. Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan
literature dan referensi sebagai bahan informasi untuk mendapatkan teori dan
8 Koentjaraningrat., Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: PT
Gramedia, 1981), hlm. 127.
-
15
data sekunder yang baru sebagai pelengkap data yang tidak dapat diperoleh
melalui studi dokumen pada sumber data penelitian. Sumber studi pustaka
berupa buku, majalah dan situs yang berkaitan dengan masalah penelitian,
kemudian membaca, menyeleksi, menelaah dan mengolahnya untuk ditulisakn
ke dalam bentuk penulisan skripsi. Studi pustaka dilakukan di Perpustakaan
Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret,
Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret, Perpustakaan Balai Pelestarian
Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta, Perpustakaan Rekso Pustoko
Mangkunegaran dan Perpustakaan Universitas Gajah Mada.
2. Kritik Sumber
Tahapan kritik sumber sendiri merupakan usaha mencari keotentikan
data yang diperoleh melalui kritik intern maupun ekstern.9 Hal tersebut
dilakukan dengan tujuan mencari kebenaran dari sumber-sumber sejarah yang
terkumpul setelah sebelumya diklasifikasi sesuai dengan tujuan penelitian dan
penulisan skripsi
a. Kritik Intern
Kritik intern dilakukan untuk mencari kevalidan dari isi sumber
(kredibilitas) Sehingga nantinya dapat ditentukan layak tidaknya isi sumber
tersebut untuk dijadikan sebagai bahan penelitian. Pengujian terhadap aspek isi
dari sumber sangat menentukan agar nantinya diperoleh data-data yang
terpercaya. Penulis disini melakukan pengamatan serta penyalinan arsip data
dari UPP TRI serta membandingkan dalam bentuk tabel. Penulis juga
9 Dudung Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah, (Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1999), hlm. 58.
-
16
melakukan penyalinan arsip dari BPS ke dalam sebuah perbandingan tabel,
kemudian juga melakukan penerjemahan dari bahasa Jawa ke dalam bahasa
Indonesia, karena kebanyakan dari arsip mangkunegaran sebagian
menggunakan bahasa Jawa. Selain hal tersebut penulis juga membandingkan
prosentase produksi giling TRI di PG Tasikmadu. Penulis juga berusaha
memahami situasi, politik, dan kultur (keadaan budaya) pada saat dibuatnya
sumber tersebut. Kemudian juga mempelajari keterkaitan sumber dengan
sumber-sumber yang lain serta mengusut hubungan intrinsik antar berbagai
fakta yang diperoleh dengan cara membandingkan sumber satu dengan sumber
yang lain.
b. Kritik Ekstern
Kritik Ekstern digunakan untuk mencari keabsahan sumber atau otentitas.
Kritik eksternal ini dimaksudkan sebagai kritik atas asal-usul dari sumber dan
suatu pemeriksaan keaslian atas sumber sejarah apakah sumber itu telah diubah
atau tidak.10
Dalam melakukan kritik ekstern penulis melakukan beberapa hal
seperti, membuktikan relevansi sumber, melacak apakah sumber tersebut
otentik, asli, turunan, atau bahkan sumber yang dipalsukan, melacak latar
belakang sumber yang digunakan apabila sumber itu turunan dan kemudian
mengkaji kesalahan-kesalahan atau cacat-cacatnya kemudian membetulkannya
sesuai dengan keperluan.
10
Sjamsuddin, H. Metodologi Sejarah. (Yogyakarta: Ombak, 2007), hlm.
134.
-
17
3. Interpretasi
Tahap ketiga adalah Intepretasi. Tahapan interpretasi yaitu penafsiran
terhadap data-data yang dimunculkan dari sumber terseleksi melaui kritik
sumber. Tujuan interpretasi ialah menyatukan fakta-fakta yang diperoleh
melalui data dan sumber sejarah, kemudian fakta tersebut disusun bersama
teori kedalam interpretasi yang integral atau menyeluruh. Dalam tahap ini,
digunakan pendekatan interdisipliner yaitu bentuk pendekatan dalam penelitian
sejarah yang menggunakan bantuan disiplin ilmu lain dengan tujuan
mempertajam analisis.
Beberapa ilmu yang digunakan sebagai ilmu bantu dalam pembahasan
tersebut yaitu diantaranya sosial dan ekonomi. Dengan pendekatan tersebut,
nantinya akan lebih bisa mendalami tentang penulisan skripsi ini.
4. Historiografi
Tahap yang terakhir dan keempat ini adalah Historiografi. Historiografi,
yaitu suatu proses penulisan data penyajian sejarah sebagai kisah.11
Tahapan
historiografi ini serangkaian tahapan, mulai dari tahap heuristik, kritik sumber,
intepretasi sampai pada tahap penulisan sejarah. Penulisan sejarah dihasilkan
melalui pemikiran kritis dan analisis dari fakta-fakta yang telah disusun melalui
proses pengujian dan penelitian terhadap sumber-sumber sejarah, yang
kemudian disajikan menjadi sebuah tulisan sejarah berupa skripsi. Tahapan ini
11
Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Kontemporer, (Jakarta:
Balai Pustaka 1978), hlm 36
-
18
merupakan rekonsruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data
yang diperoleh dengan menempuh suatu proses metode sejarah
G. SISTEMATIKA PENULISAN
Agar memudahkan dalam penulisan dan lebih sistematis maka dibagi dalam
beberapa bab, yaitu
Pada bab I sebagai pendahuluan berisikan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka,
kemudian metode penelitian, serta yang terakhir adalah sistematika skripsi.
Pada bab II berisikan diskripsi mengenai kabupaten Karanganyar, baik
letak geografis, luas wilayah, maupun kependudukan. Pada bab ini juga
memberikan gambaran mengenai sejarah awal mula PG Tasikmadu Karanganyar
sebagai basis perekonomian pada Mangkunegoro IV. Kemudian juga organisasi
yang ada di Pabrik Gula Tasikmadu tahun 1980-1997.
Bab III memberikan gambaran mengenai perkebunan tebu di Karanganyar
dan perkembanganya tahun 1975 sampai 1997. Kemudian tentang sistem tebu
rakyat intensifikasi di PG Tasikmadu, mulai awal mulai pelaksanaan, penerapan,
perkembangan dan respon petani dengan kebijakan TRI tahun 1975 sampai 1997.
Bab IV berisikan dampak pelaksanaan TRI bagi kehidupan sosial dan
ekonomi petani TRI di Wilayah kerja Pabrik Gula Tasikmadu. Dampak sosial
mengenai hubungan antar kelompok petani TRI serta pengaruh penerapan TRI
bagi kehidupanya. Dari segi ekonomi berkaitan dengan naik turunya penghasilan
petani TRI terhadap kehidupan keseharianya.
-
19
Bab V adalah bab penutup dari skripsi ini nantinya. Pada bab ini berisikan
kesimpulan secara umum dari berbagai fenomena dan permasalahan diatas.
Kemudian pada bab ini memberikan gambaran tentang berbagai pengaruh adanya
sistem tebu rakyat intensifikasi kepada masyarakat.