bab i pendahuluan 1.1 latarbelakangmasalah 1.pdf1 bab i pendahuluan 1.1 latarbelakangmasalah negara...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakangMasalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas tujuh belas ribuan pulau,
beraneka suku bangsa dan adat istiadat dengan satu tujuan dan cita-cita bernegara
sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945).
Alenia IV Pembukaan UUD NRI 1945 menyatakanbahwatujuan Negara Indonesia
adalah melindungisegenapbangsa Indonesia danseluruhtumpahdarah Indonesia
dan memajukankesejahteraanumum, mencerdaskankehidupanbangsa
sertaikutmelaksanakanketertibandunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamainan abadi dan keadilan sosial.
Dalam tujuan
memajukankesejahteraanumumdanmencerdaskankehidupanbangsadibutuhkansara
nadanperasaranapendukung, salahsatunyatenaga listrik.Mengingatartipentingnya
tenagalistrik demi terwujudnyatujuan Negara Indonesia
sebagaimanadimaksuddiatassertasejalan pula denganketentuan Pasal 33 ayat (2)
UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak yang dikuasai oleh
negara”. Makabenaradanyabilamana tenaga listrik sebagai salah satu hasil
pemanfaatan kekayaan alam yang menguasaihajathidup orang banyak dikuasai
oleh negara sepenuhnya.
2
Kemajuan teknologi telah membawa dampak yang sangat besar dalam
tatanan kehidupan sekarang ini. Dengan majunya teknologi manusia semakin
mudah dalam melakukan kegiatan di segala bidang kehidupan, baik bidang
transportasi, telekomunikasi, informasi dan bidang-bidang lainnya. Semua
teknologi tersebut pada umumnya bergantung pada tenaga listrik. Listrik telah
menjadi kebutuhan yang mendasar untuk berbagai aktifitas manusia, yang
kemudian digunakan untuk beragam fungsi kedepannya. Listrik menjadikan
manusia ketergantungan akan keberadaannya. Dapat dibayangkan apabila sehari
saja listrik padam, maka dapat dipastikan akan mempengaruhi kegiatan manusia.
PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) {yang selanjutnya disingkat PT.
PLN (Persero)}merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberikan
kewenangan untuk mengurus sektor ketenagalistrikan di Indonesia oleh
Pemerintah.Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang
Ketenagalistrikan, PT. PLN (Persero) dikatakan sebagai pemegang “kuasa” usaha
ketenagalistrikan, namun karena kata “kuasa” tersebut dianggap terlalu mutlak
kemudian undang-undang tersebut diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor
30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan sehingga kata kuasa tersebut diperhalus
menjadi pemegang izin usaha penyedia tenaga listrik atau dengan kata lain, PT.
PLN (Persero) merupakan pemain tunggal penyedia tenaga listrik di Indonesia.
Kondisi yang sedimikian rupa, menjadikan PT. PLN (Persero) diberi
kewenangan penuh untuk mengurus sektor ketenagalistrikan secara
berkesinambungan dari waktu ke waktu di Indonesia. Kewenangan PT. PLN
3
(Persero) sebagaimana dimaksud di atas meliputi bidang penyediaan,
pemanfaatan, transmisi, distribusi hingga penjualan tenaga listrik.
Salah satu hal yang menarik untuk ditelusuri terkait kewenangan PT. PLN
(Persero) tersebut adalah dalam hal usaha penjualan tenaga listrik dimana PT.
PLN (Persero) sebagai produsen dan masyarakat yang menjadi konsumennya.
Masyarakat sebagai konsumen merasa ketergantungan akan kebutuhan listrik
memang tidak memiliki banyak pilihan dalam pemenuhan kebutuhan listrik selain
PT. PLN (Persero).
Dalam melakukan kegiatan penjualan listrik kepada konsumen,PT. PLN
(Persero) awalnya menjual tenaga listrik dengan sistem pasca bayar, dimana
besaran tenaga listrik yang digunakan oleh konsumen, dihitung dengan satuan
Kilowatt per Hours (KWH) dikalkulasikan dengan nominal rupiah yang harus
dibayarkan oleh konsumen setiap bulannya. Pembayaran ini paling lambat per
tanggal 20 setiap bulannya, bilamana lewat dari tanggal tersebut maka akan
dikenakan denda administrasit perharinya.
Sistem penjualan tenaga listrik pasca bayar sebagaimana dimaksud diatas
dalam keberlakuannya cenderung kurang efektif dan efisien, dikatakan demikian
karena banyak konsumen yang terlambat membayarkan tagihannya tiap bulan
bahkan sampai selang waktu 3 (tiga) bulan dimana hal ini mengakibatkan PT.
PLN (Persero) mengalami kerugian sehingga harus mengambil tindakan dengan
memutus aliran tenaga listrik.
Berangkat dari hal ini, PT. PLN (Persero) sejak April 2009 mengambil
inisiatif untuk mengganti sistem penjualan tenaga listrik menjadi sistem prabayar.
4
Sistem listrik prabayar atau yang lebih dikenal dengan sebutan listrik prabayar
adalah
sistempenjualantenagalistrikdimanakonsumendiharuskanmembelipulsalistrikatau
yang lebihdikenaldengansebutan token
terlebihdahulusebelumdapatmenggunakantenagalistrik. Setelahmembeli token,
konsumenakandiberikankombinasiangkasebanyak 20 digit
untukkemudiandiinputkedalammeteranlistrik digital milik PT. PLN (Persero)
yang telah terinstalasi di masing-masingrumah/gedungkonsumen.
Sistemlistrikprabayarmemiliki beberapakeunggulan yaitu
“konsumentidakperlukhawatirakankesalahanpencatatan,
tidakdirepotkanuntukmenerimapetugaspencatat meter yang
berkunjungsetiapbulan, privasikonsumentidakterganggu,
pemakaiantenagalistriksepenuhnyadikendalikanolehkonsumen,
dankonsumentidakterlalukhawatirakanterjadinyapemutusanalirantenagalistrik”.1
Kelebihanberikutnya,
konsumentidakperlukhawatirmatilistriksaatjumlahtenagalistrik yang tertera di
meteranlistrik digital sudahhabis. Secaraotomatis, meteranlistrik digital
akanmemberi alarm peringatanjikajumlahtenagalistrik yang
dihitungdalamsatuanKilowatt per Hours (KWH) sudahmulaihabis.
Denganitukonsumendapatsegeramelakukanisiulang token yang
besarnyavariatifmulaidari Rp. 20.000,-; Rp.50.000,-; Rp.100.000,-; Rp.500.000,-;
1 M. Irawan, 2014, “KeunggulanListrik Prabayar”
,repository.widyatama.ac.id/xmlui/.../Bab%201.pdf, diaksespadatanggal 14 Maret 2015.
5
Rp.1.000.000,- yang dapatdibeli di kantorpelayanan PT. PLN (Persero), Bank
Bukopin, BRI, Bank Mandiri, Bank Arthagraha, dll.2
Berbagaikelebihandarisistemlistrikprabayarsebagaimanadiuraikandiatas,
dalamkeberlakuannyaternyataterdapatkelemahan yang
cenderungmerugikankonsumen.Hal
inididasarkanpadafenomenaketidakproporsionalanbesaran KWH yang
diterimakonsumendengan nominal harga yang dibayarkan.
Contohkonkrethalinikerap dialami masyarakat Kota Denpasar, Kuta, Mengwi, dan
Tabanan (Wilayah Bali Selatan) sebagai representasi Provinsi Bali. Dalam
konteks ini masyarakat konsumen listrik prabayar yang termasuk golongan rumah
tangga dimana daya listrik yang digunakan dalam rentang 450 VA (Volt Ampere),
900 VA, 1300 VA dan 2200 VA sering mengeluhkan permasalahan besaran token
yang tidak sesuai jumlah yang dibayarkan. Contohnya adalah nilai nominal token
denganjumlah Rp.100.000,- yang dijualdengan hargapasaran Rp. 100.000,-
sampai dengan Rp. 105.000,-seharusnyabesarantenagalistrik yang
diterimakonsumenadalah 100 KWH, namundalampenerapannyatidaklahdemikian.
Token seharga Rp.100.000, -hanyaberisikan 69 KWH, begitu pula dengan token
seharga Rp.50.000,- yang hanyaberisikan 35 KWH.
Pemotongansepihakbesarantenagalistrik yang dibeliolehkonsumen listrik
golongan rumah tangga di seputaran wilayah Bali Selatan dimaksud sebagaimana
diatas seharusnyadiinformasikanterlebihdahuluoleh PT. PLN (Persero) dalam hal
ini adalah PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan yang membawahi wilayah-
2Ibid.
6
wilayah tersebut. Dalam hal ini, PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan adalah
perusahaan cabang dari PT. PLN (Persero) pusat yang berkedudukan di Jakarta,
dimana antara kantor cabang dan kantor pusat merupakan satu kesatuan
perusahaan.
Dalam kaitan ini, secara yuridis PT. PLN (Persero) adalah Badan Usaha
Milik Negara yang berbentuk perseroan terbatas dimana badan hukum ini
merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasaran perjanjian yang
modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh
satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan tujuan
utama yang dikejar adalah keuntungan (vide Pasal 1 angka 1 Undang-Undang
No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas jo. Pasal 1 angka 2 Undang-
Undang No.19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara). Dalam
kedudukannya sebagai Badan Usaha Milik Negara (yang selanjutnya disingkat
BUMN) PT. PLN (Persero) baik pusat maupun cabang memiliki kewajiban untuk
menyediakan informasi publik terkait dengan permasalahan sebagaimana
dimaksud di atas. Hal ini secara normatif dirumuskan dalam Pasal 14 Huruf h
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik-
(yang selanjutnya disingkat UU KIP) yang menyatakan bahwa “Informasi Publik
yang wajib disediakan oleh Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik
Daerah dan/atau badan usaha lainnya yang dimiliki oleh Negara dalam undang-
undang ini adalah…pedoman pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik
berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, pertanggungjawaban,
kemandirian, dan kewajaran”. Kemudian daripada itu, PT. PLN (Persero) baik
7
pusat maupun cabang dalam kedudukannya sebagai pelaku usaha tunggal
penyedia tenaga listrik di Indonesia juga memiliki kewajiban serupa, dimana hal
ini secara eksplisit diatur dalam Pasal 7 huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen (yang selanjutnya disingkat UUPK).
Dalam rumusan pasal ini dinyatakan bahwa “Kewajiban pelaku usaha
adalah…memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan,
dan pemeliharaan”.
Namundalamkenyataannyatidaklah demikian. Dalam kasus posisi di atas,
informasi yang di sebarluaskan oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan sangat
minim bahkancenderungtidak
diketahuiolehmasyarakatluaskarenabegitusedikitnyasosialisasi. Hal ini tentu
kontradiktif dengan ketentuan pasal-pasal tersebut, yang pada dasarnya
merupakan suatu bentuk pelanggaran terhadap kewajiban pelaku usaha untuk
memberikan informasi yang benar dan jelas kepada konsumen, serta pelanggaran
terhadap prinsip transparansi, dimana prinsip ini pada pokoknya menyatakan
keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam mengemukakan informasi materiil yang relevan mengenai perusahaan.
Kemudian daripada itu, pada hakikatnya kewajiban PT. PLN (Persero)
Area Bali Selatan selaku pelaku usaha merupakan antinomi dari hak masyarakat
selaku konsumen. Pasal 4 huruf c UUPK menyatakan bahwa “hak konsumen
adalah…hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa”.
8
Ketiada pemenuhan hak masyarakat selaku konsumen atas informasi yang
jelas terkait potongan biaya penggunaan listrik prabayar yang dalam kasus posisi
ini dilakukan oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan terindikasi telah
melanggar beberapa ketentuan normatif sebagaimana tersebut diatas. Adanya
kesenjangan peraturan dengan pelaksanaannya atau kesenjangan antara das sollen
dengan das sein tersebut sangat menarik untuk disusun sebuah skripsi dengan
judul “Tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan dalam
Memberikan Informasi kepada Masyarakat terkait dengan Potongan Biaya
Penggunaan Listrik Prabayar”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkanuraianlatar belakangmasalahdiatas,
makadapatdirumuskanbeberapapermasalahan yang
akanpenulisbahasdalamskripsiini, antaralain :
1. Bagaimanakah tanggungjawabPT. PLN (Persero) Area Bali Selatanbilamana
tidakmemberikan informasi mengenai pemotongan besarantenagalistrik yang
tidaksesuaidengan nominal harga token yang merugikankonsumen?
2. Bagaimana usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap
pemotongan sepihak besarantenaga listrik olehPT. PLN (Persero) Area Bali
Selatan?
1.3. RuangLingkupMasalah
9
Gunamendekatpermasalahan yang akandibahas agar
tidakmenyimpangdaripokokpembahasan,makaperludiuraikantentangruanglingkup
bahasannyayaituhanyadibatasi pada bagaimana tanggungjawabPT. PLN (Persero)
Area Bali Selatan dalamhal pemberian informasi mengenai pemotongan
besarantenaga listrik yang tidaksesuaidengan nominal harga token yang
merugikan konsumen serta usaha apa yang dapat ditempuh oleh konsumen
terkaitdengan kerugian yang dialamiakibatpemotonganbesarantenagalistrik
sepihak oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.
1.4. Orisinalitas Penelitian
Sepanjang pengetahuan penulis dan dari penelusuran kepustakaan,
penelitian yang berjudul “Tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan
dalam Memberikan Informasi kepada Masyarakat sebagai Konsumen Terkait
dengan Potongan Biaya Penggunaan Listrik Prabayar” belum pernah dilakukan
oleh peneliti-peneliti sebelumnya baik di lingkungan Universitas Udayana
maupun di luar lingkungan Universitas Udayana. Namun ada beberapa penelitian
yang berkaitan dengan penelitian penulis yaitu:
1. Skripsi atas nama Liza Fauzia, Tahun 2008, NIM 040200255,mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dengan judul “Perlindungan
Hukum Terhadap Konsumen Pada PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara
Cabang Medan”. Adapun yang menjadi pokok permasalahannya adalah apakah
hambatan yang timbul dari pihak PT. PLN (Persero) dalam memberikan
pelayanan yang optimal terhadap konsumen dan apa saja upaya yang dilakukan
10
PT. PLN (Persero) dalam memenuhi hak-hak konsumen, serta bagaimana
perlindungan hukum yang diterima konsumen terhadap pelayanan PT. PLN
(Persero).
Hasil penelitian dari skripsi tersebut menyimpulkan, hambatan yang ditemui
yaitu luasnya jangkauan pelayanan PT. PLN (Persero) menunjukan bahwa
tidak mudah memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat selain
itu juga PT. PLN (Persero) belum didukung dengan peralatan kelistrikan dan
juga sumber daya manusia yang optimal, sedangkan upaya yang dilakukan PT.
PLN (Persero) adalah dengan memberikan pelayanan semaksimal mungkin
untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan untuk perlindungan hukum yang
diterima oleh konsumen terhadap pelayanan dari PT. PLN (Persero)adalah
dengan melalui mediasi dan jarang sampai ke pengadilan.
2. Skripsi atas nama Ismed Tri Wijanarko, Tahun 2004, mahasiswa Fakultas
Hukum Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang dengan judul
“Pelaksanaan Perlindungan Hukum bagi Konsumen PT. PLN (Persero) dalam
Pemanfaatan Listrik”. Adapun yang menjadi pokok permasalahannya adalah
bagaimana pelaksanaan perlindungan hukum bagi konsumen PT. PLN
(Persero) dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik serta hambatan-hambatan apa
saja yang timbul dalam rangka perlindungan hukum bagi konsumen oleh PT.
PLN (Persero) Semarang.
Hasil penelitian dari skripsi tersebut menyimpulkan perlindungan hukum
kapada konsumen PT. PLN (Persero) dalam pemanfaatan jasa tenaga listrik
belum sepenuhnya diberikan oleh PT. PLN (Persero) hal tersebut dikarenakan
11
tidak berimbang kedudukan konsumen dalam perjanjian jual beli tenaga listrik
dan hambatan-hambatan yang timbul dalam pelaksanaan perlindungan hukum
konsumen PT. PLN (Persero) di Semarang adalah karena adanya faktor yuridis
yaitu ketidakseimbangan posisi para pihak dimana dalam perjanjian jual beli
tanaga listrik konsumen sebagai pihak yang lemah dan hambatan teknis yaitu
peralatan kelistrikan yang dimiliki PT. PLN (Persero) masih kurang memadai.
Apabila disimak kedua hasil penelitian tersebut tidak dijumpai penelitian
yang sama dengan penelitian ini. Selain itu, penelitian ini mengambil
permasalahan yang berbeda dari ketiga penelitian tersebut di atas, yang artinya
penelitian ini mengangkat sebuah topik permasalahan dengan mengupas sisi lain
dari suatu objek penelitian yang memang belum tereksplorasi, sehingga penelitian
ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya.
1.5. TujuanPenelitian
Berdasarkanpermasalahantersebut di atas, makatujuan yang
hendakdicapaidalampenelitianiniadalah :
1.5.1 Tujuanumum.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui tanggungjawabPT. PLN (Persero) Area Bali Selatanbilamana
tidakmemberikan informasi mengenai pemotongan besarantenagalistrik
yang tidaksesuaidengan nominal harga token yang merugikankonsumen.
12
2. Mengetahui usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap
pemotongan sepihak besarantenaga listrik olehPT. PLN (Persero) Area
Bali Selatan.
1.5.2 Tujuankhusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :
1. MemahamitanggungjawabPT. PLN (Persero) Area Bali Selatan bilamana
tidakmemberikan informasi mengenai pemotongan besarantenagalistrik
yang tidaksesuaidengan nominal harga token yang merugikankonsumen.
2. Memahami usaha penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap
pemotongan sepihak besarantenaga listrik olehPT. PLN (Persero) Area
Bali Selatan.
1.6. Manfaat Penelitian
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis, seperti yang dijabarkan lebih lanjut sebagai
berikut:
1.6.1.Manfaat teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dalam ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan hukum perlindungan
konsumen pada khususnya, terutama mengenai masalah perlindungan hukum
terhadap konsumen listrik prabayar yang dirugikan oleh pemotongan sepihak
besaran tenaga listrik olehPT. PLN (Persero) Area Bali Selatan.
13
1.6.2.Manfaat praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat
sebagai konsumen, khususnya kepada pelanggan listrik prabayar, terkait akan arti
pentingnya perlindungan hukum terhadap konsumen pengguna listrik
prabayarmengingat adanya pemotongan sepihak besaran tenaga listrik oleh PT.
PLN (Persero) Area Bali Selatan.
1.7. Landasan Teoritis
Adapun judul yang penulis kemukakan adalah “Tanggungjawab PT. PLN
(Persero) Area Bali Selatan dalam Memberikan Informasi kepada Masyarakat
sebagai Konsumen terkait dengan Potongan Biaya Penggunaan Listrik Prabayar”,
maka sebelum diuraikan lebih lanjut, terlebih dahulu penulis akan memberikan
penjelasan tentang pengertian judul dengan maksud untuk menghindarkan
kesalahpahaman dan memberikan pembatasan yang jelas.
Tanggungjawab pelaku usaha atas produk yang merugikan konsumen
merupakan perihal yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen.
Dalam kasus-kasus pelanggaran hak konsumen diperlukan kehati-hatian dalam
menganalisis siapa yang harus bertanggungjawab dan seberapa jauh
tanggungjawab tersebut dibebankan kepada pihak yang terkait. Kebanyakan dari
kasus-kasus yang ada saat ini, konsumen merupakan yang paling banyak
mengalami kerugian yang disebabkan produk dari pelaku usaha itu sendiri.
Beberapa sumber formal hukum, seperti perundang-undangan dan perjanjian di
14
hukum keperdataan sering memberikan pembatasan terhadap tanggung jawab
yang dipikul oleh si pelanggar hak konsumen yaitu pelaku usaha.
Disisi lain, walaupun konsumen yang sering dirugikan oleh produk dari
pelaku usaha, namun konsumen tidak pernah henti memakai atau menggunakan
produk dari pelaku usaha dengan alasan karena kebutuhannya. Kebutuhan-
kebutuhan ini, khususnya kebutuhan ekonomi yang dalam perkembangan saat ini
sangatlah mendesak. Apalagi dalam era globalisasi sekarang ini, yang ditandai
dengan adanya saling ketergantungan antara pelaku usaha dan konsumen, dimana
pelaku usaha membutuhkan konsumen demi mendapatkan laba atau keuntungan,
sedangkan konsumen memakai atau menggunakan produk dari pelaku usaha
dikarenakan kebutuhan.
Dalam kaitan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, teori yang
relevan dipergunakan untuk mengupas aspek perlindungan hukum terhadap
konsumen yang dirugikan akibat pemotongan sepihak besaran tenaga listrik oleh
PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan adalah teori perlindungan konsumen.
Terkait dengan uraian diatas, Pasal 1 angka 1 UUPK menyatakan bahwa
“Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen”. Rumusan pengertian
perlindungan konsumen tersebut cukup memadai. Kalimat yang menyatakan
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan sebagai
15
benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang merugikan pelaku
usaha hanya demi kepentingan perlindungan konsumen.3
Perlindungan konsumen adalah istilah yang dipakai untuk
menggambarkan perlindungan hukum yang diberikan kepada konsumen dalam
usahanya untuk memenuhi kebutuhannya dari hal-hal yang dapat merugikan
konsumen itu sendiri.4 Perlindungan konsumen merupakan perlindungan dalam
arti hukum yang diberikan kepada konsumen (mereka yang melakukan kontrak
selain untuk tujuan bisnis untuk mendapatkan barang dan jasa dari mereka yang
menyediakannya untuk tujuan bisnis). Perlindungan konsumen merupakan suatu
kebijakan hukum pada saat ini untuk melindungi konsumen terhadap ketentuan-
ketentuan di dalam kontrak yang tidak adil.
Secara khusus, konsumen dilindungi dari ketentuan-ketentuan yang
mengecualikan atau membatasi tanggungjawab pelaku usaha yang secara tidak
langsung atau dimilikinya hak menjual barang-barang tersebut (oleh pelaku
usaha), apakah barang-barang tersebut sesuai dengan gambaran atau contoh, dan
memiliki kualitas yang layak untuk diperdagangkan sesuai dengan tujuan
utamanya.5
Kemudian, pembahasan mengenai tanggungjawab PT. PLN (Persero) Area
Bali Selatan sebagaimana dimaksud diatas dapat dibedah dengan mempergunakan
3 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h.1.
4 Janus Sidabalok, 2000, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti,
Bandung, h.17
. 5Ibid.
16
teori tanggungjawab hukum. Secara terminologi, tanggungjawab hukum berasal
dari kata tanggungjawab dan hukum. “Tanggungjawab berarti keadaan wajib
menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut),
dipersalahkan, diperkarakan, dsb., sedangkan hukum berarti peraturan atau adat
yang secara resmi dianggap mengikat, yang dikukuhkan oleh penguasa,
pemerintah atau otoritas”.6
Apabila dirumuskan, maka teori tanggungjawab hukum berarti teori yang
mengakaji dan menganalisis tentang kesediaan dari subyek hukum menanggung
segala akibat dari perbuatannya baik karena kesengajaan maupun karena
kealpaan.
Berkenaan dengan uraian diatas, “Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori
yang ia sebut dengan teori tradisional, dimana dalam teori ini tanggungjawab
dibedakan menjadi 2 macam, yaitu (a) tanggungjawab yang didasarkan kesalahan;
dan (b) tanggung jawab mutlak”.7
Tanggungjawab yang didasarkan pada kesalahan baik karena kesengajaan
maupun kealpaan merupakan suatu tanggungjawab yang dibebankan kepada
subyek hukum atau pelaku yang melakukan perbuatan yang dinilai melanggar
hukum. Sedangkan tanggungjawab mutlak, bahwa perbuatannya menimbulkan
akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu
6Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai
Pustaka, Jakarta, h. 1006 dan 359.
7H. Salim HS, Erlis Septiana Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian
Disertasi dan Tesis (Buku Kedua), Cet. I, RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 211.
17
hubungan eksternal antara perbuatannya dengan akibatnya. Tiadanya keadaan
jiwa si pelaku dengan akibat perbuatannya.8
Dalam kaitan dengan uraian di atas, untuk membedah permasalahan terkait
dengan penyelesaian sengketa kerugian konsumen terhadap pemotongan sepihak
besaran tenaga listrik oleh PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan dapat
dipergunakan teori penyelesaian sengketa konsumen. UUPK memberikan hak
kepada konsumen untuk mengajukan gugatan terhadap pelaku usaha sebagaimana
yang ditentukan pada Pasal 45 ayat (1) yang mengatur bahwa setiap konsumen
yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas
menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan
yang berada di lingkungan peradilan umum.
Berdasarkan ketentuan ini, konsumen dijamin oleh undang-undang untuk
dapat mempertahankan haknya terhadap pelaku usaha. Selain itu, konsumen juga
diberikan pilihan untuk menentukan bentuk penyelesaian sengketa yang akan
dipilih sebagaimana yang ditentukan pada Pasal 45 (2) UUPK yakni penyelesaian
sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan
berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.9
1.8. Hipotesis
8Ibid., h. 212.
9 Jimmy Joses Sembiring, 2011, Cara Menyelesaiakan Sengketa di Luar Pengadilan, Visimedia,
Jakarta, h.174
18
Berdasarkan pada landasan teoritis diatas maka dibuatlah hipotesis terkait dengan
rumusan masalah diatas. Adapun kesimpulan sementara yang dapat diuraikan
adalah sebagai berikut :
a. Pelaku usaha dalam hal ini PT. PLN (Persero) Area Bali Selatan
bertanggungjawab atas ketiadapemenuhan hak konsumen atas informasi yang
benar dan jelas mengenai pemotongan sepihak besarantenagalistrik yang
tidaksesuaidengan nominal harga token yang dibayarkankonsumen dalam
menggunakan listrik prabayar. Pertanggungjawaban tersebut dapat dilakukan
dengan cara pemberian ganti rugi kepada konsumen.
b. Apabila konsumen listrik prabyar mengalami kerugian dengan adanya
pemotongan sepihak besarantenagalistrik yang tidaksesuaidengan nominal
harga token dan ketidakpuasan terhadap pelayanan PT. PLN (Persero) Area
Bali Selatan, maka konsumen tersebut dapat menempuh penyelesaian masalah
secara non litigasi (diluar pengadilan) terlebih dahulu. Apabila penyelesaian
secara non litigasi dianggap tidak menemukan solusi, maka konsumen dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (secara litigasi).
1.9. Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Untuk dapat
memahami objek dari skripsi ini maka dibuat dengan menggunakan pendekatan
dan metode tertentu sehingga dapat dihasilkan suatu karya ilmiah yang dapat
19
dipertanggungjawabkan. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai
berikut10
:
1.9.1 Jenis penelitian.
Sesuai dengan permasalahan yang diajukan, maka jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris yaitu penelitian
yang dilakukan dengan cara meneliti peraturan perundang-undangan, teori-teori
hukum yang kemudian dikaitkan dengan kenyataan di lapangan.
1.9.2 Jenis pendekatan.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan fakta
(The Fact Approach) dan pendekatan perundang-undangan (The Statute
Approach).Pendekatan fakta (The Fact Approach) memusatkan perhatian pada
suatu kenyataan. Sedangkan pendekatan perundang-undangan (The Statute
Approach) yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi.11
1.9.3 Sifat penelitian
Penelitian dalam skripsi ini bersifat deskriptif, yang bertujuan untuk
menggambarkan keadaan atau gejala sosial yang ada dalam masyarakat. Dalam
penelitian ini, penulis mencoba untuk menjelaskan tanggung jawab PT. PLN
(Persero) Area Bali Selatan terhadap kerugian konsumen akibat pemotongan
10
Alimudin Tuwu, 1993, Pengantar Metode Penelitian. Get. I, Universitas Indonesia, Jakarta, h.
73.
11
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, h. 97.
20
sepihak besaran tenaga listrik, dimana hal ini dilakukan tanpa memberikan
informasi yang benar dan jelas kepada konsumen.
1.9.4 Sumber data.
Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan adalah sumber data
primer, sumber data sekunder dan sumber data tersier dimana sumber data primer
adalah data yang bersumber dari penelitian lapangan (Field Research), sumber
data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakaan
(Library Research) yaitu data yang diperoleh tidak secara langsung dari sumber
pertamanya melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan
dalam bentuk bahan-bahan hukum, dan sumber data tersier adalah bahan yang
memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder seperti dari kamus atau ensiklopedia.12
1.9.5 Teknik pengumpulan data.
Teknik pengumpulan bahan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan teknik studi dokumen yaitu dengan cara membaca
dan menyalin catatan-catatan penting dari bahan-bahan hukum serta
menggunakan peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan
penelitian. Selain itu data juga diperoleh melalui wawancara dengan para
informan dan/atau responden di lapangan. Wawancara adalah poses percakapan
dengan maksud untuk mengonstruksi mengenal orang, kejadian, organisasi,
12
Amirudin dan H. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta, h.32.
21
motivasi, perasaan dan sebagainya yang dilakukan oleh satu pihak dengan orang
yang diwawancarai.13
1.9.6 Teknik penentuan sampel penelitian.
Penelitian ini menggunakan teknik penentuan sampel penelitian non-
probabilitas atau non-random sampling. Teknik non-probability tidak ada
ketentuan yang pasti berapa sampel harus diambil agar dapat mewakili
populasinya, teknik non-probability sampling digunakan dalam hal : data tentang
poulasi sangat langka atau tidak diketahui secara pasti jumlah populasinya;
penelitian berifat studi eksploratif atau deskripstif; dan tidak dimaksudkan untuk
membuat generalisasi tentang populasinya.
Adapun bentuk teknik non-probability yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bentuk purposive sampling, yakni penarikan sampel yang dilakukan
berdasarkan tujuan tertentu yaitu sampel dipilih atau ditentukan sendiri oleh si
peneliti, yang mana penunjukan dan pemilihan sampel didasarkan pertimbangan
bahwa sampel telah memenuhi kriteria dan sifat-sifat atau karakteristik tertentu
yang merupakan ciri utama dari populasinya. Penarikan sampel dengan purpose
sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan penelitian di PT. PLN
(Persero) Bali Area Bali Selatan,Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen
(YLPK) Bali dan Masyarakat konsumen listrik di wilayah Bali Selatan (Denpasar,
Kuta, Mengwi dan Tabanan).
1.9.7 Teknik analisis data
13
Burhan Burgin, 2001, Metodelogi Penelitian Kualitatif, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.
143.
22
Data-data yang dikumpulkan melalui data primer dan data sekunder
dianalisa secara kualitatif yaitu data-data yang diperoleh dari beberapa sumber
yang dikumpulkan untuk mendapatkan data yang relevan dengan masalah yang
diangkat kemudian diolah secara deskriptif analisis yaitu penyajian yang
menggambarkan secara lengkap tentang aspek-aspek tertentu yang berkaitan
dengan permasalahan dan selanjutnya dianalisa kebenarannya.