bab i pendahuluan 1.1 latar...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang professional dan merupakan
tenaga kesehatan yang paling lama kontak dengan pasien. Oleh karena itu,
perawat mempunyai kesempatan paling besar untuk memberikan pelayanan
kesehatan yang komprehensif dengan membantu klien memenuhi kebutuhan
dasar manusia yang holistik (Sumiati, 2011). Kebutuhan dasar manusia saling
berkaitan antara kebutuhan yang satu dengan kebutuhan yang lainnya (Yulihastin,
2009).
Perawat memandang pasien sebagai makhluk bio-psiko-sosiokultural dan
spiritual yang berespons secara holistik dan unik terhadap perubahan kesehatan
(Hamid, 2008). Asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat kepada pasien
tidak hanya dengan membantu memenuhi kebutuhan dasar manusia dari aspek
bio-psiko-sosiokultural. Asuhan keperawatan yang diberikan perawat tidak bisa
terlepas dari aspek spiritual yang merupakan bagian integral dari interaksi perawat
dengan pasien. Perawat berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan
spiritual pasien sebagai bagian dari kebutuhan menyeluruh pasien, antara lain
dengan memfasilitasi pemenuhan kebutuhan spiritual pasien (Hamid, 2008).
Spiritualitas telah didefinisikan sebagai sebuah konsep yang meliputi semua aspek
individu, melibatkan hubungan interpersonal dan arti kehidupan, terutama di saat
2
krisis dan sakit. Spiritualitas juga diartikan sebagai bagian dari hubungan manusia
dengan Tuhannya melalui media shalat, puasa, zakat, haji, doa, dan sebagainya
(Hawari, 2002 dalam Azhari, 2012). Perawatan spiritual adalah bidang yang diakui
dalam keperawatan dan merupakan unsur kualitas asuhan keperawatan (Strang et
al, 2002 dalam Cetinkaya, Dundar, & Azak, 2011). Asuhan Keperawatan
spiritual telah ditemukan efektif dalam mengembangkan strategi coping untuk
pasien. Pasien akan merasakan kedamaian dan asuhan keperawatan spiritual akan
menimbulkan pandangan positif pasien terhadap kehidupan. Selain itu, asuhan
kesehatan spiritual juga mempunyai efek positif terhadap kesehatan fisik dan
psikologis pasien. Ketika kebutuhan spiritual dan emosional pasien terpenuhi,
maka kepuasan pasien akan meningkat (Cetinkaya, Dundar, & Azak, 2011).
Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011), terapi di dunia kesehatan berkembang
ke arah pendekatan keagamaan (psikoreligius). Tingkat pemahaman spiritual
seseorang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan tubuh dalam
menghadapi berbagai masalah kehidupan yang merupakan stressor psikososial.
Perawat diharapkan mampu melakukan asuhan keperawatan holistik meliputi
bio, psiko, sosiokultural pasien yang terstandar sesuai tujuan dengan
memperhatikan aspek budaya dan kultur pasien, dengan memberikan pendidikan
kesehatan, dukungan dalam sistem kesehatan, kepemimpinan, sumber daya yang
terstandar, manajemen yang baik, serta profesionalisme (Sudarma, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Mcsherry & Jamieson pada tahun 2011
dengan sample penelitian sebanyak 4054 perawat di Royal College of Nursing
menemukan bahwa perawat mengakui pemenuhan kebutuhan spiritual pasien
3
dapat meningkatkan kualitas keseluruhan asuhan keperawatan. Seorang tenaga
professional kesehatan dituntut harus mampu mengarahkan kehidupan
emosional dan spiritual pasien disamping tentu saja menyembuhkan penyakit
fisiknya. Perawat tidak harus seagama dengan pasien dalam mengarahkan
kehidupan spiritualnya (Haliman, Hartono, & Sujarwa, 2006).
Thaharah, shalat, dan dzikir merupakan ibadah esensial bagi muslim.
Ibadah ini tidak pernah gugur kewajibannya oleh sebab apa pun (Sagiran, 2012).
Orang yang sakit tidak boleh meninggalkan shalat. Shalat wajiib dilaksanakan
dalam kondisi apa pun selama akal masih dan ingatan masih normal (Mahfani,
2007). Orang yang sakit tetap terkena kewajiban mengerjakan shalat pada
waktunya dengan cara pelaksanaan menurut kemampuannya (Zahwa, 2010).
Firman Allah SWT dalam Al-Qur`an yang artinya “ Allah tidak membebani
seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya ( Qs.Al-Baqarah [2]: 286)” dan “
Bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu ( Qs. At-taghabun [ 64 ]: 16).
Shalat mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan, seperti pada hasil penelitian
Doufesh, et al (2014) yang menemukan bahwa selama melakukan shalat terjadi
peningkatan RPa (Relative power) yang signifikan pada bagian oksipital dan parietal,
ditunjukkan dengan adanya NuHF (High Frequency Power) pada HRV (Heart rate
Variability) pada saraf parasimpatis. Sementara itu , analisa HRV (Heart rate
Variability) menunjukkan nuLF (Low Frequency Power) pada saraf simpatis. RPa
(Relative power) menunjukkan korelasi positif yang signifikan pada electrode
bagian oksipital dan parietal dengan nuHF (High Frequency Power) dan
menunjukkan korelasi negative dengan nuLF (Low Frequency Power). Aktifitas
4
saraf parasimpatis mengalami peningkatan dan aktifitas saraf simpatis
mengalami penurunan selama melakukan shalat. Oleh karena itu, melakukan
shalat secara teratur dapat membantu relaksasi, mengurangi kecemasan, dan
mengurangi resiko terjadinya penyakit kardiovascular. Namun, shalat masih
sering ditinggalkan dengan alasan kondisi sakit yang sedang diderita (Zahwa,
2010). Kurangnya pengetahuan tentang pelaksanaan dan syarat sah ibadah bagi
orang sakit merupakan penyebab pasien merasa terbebani untuk melakukan
shalat. Hasil penelitian yang dilakukan Bakar & Kurniawati (2013)
mengemukakan bahwa tidak semua pasien rawat inap di Rumah Sakit Aisyiyah
Bojonegoro dan Rumah Sakit Haji Surabaya melakukan ibadah sesuai dengan
yang diperintahkan agama. Hal ini disebabkan karena kelemahan fisik dan
kondisi yang tidak suci. Kondisi ini juga diperlemah dengan kurang
dilaksanakannya asuhan keperawatan dari aspek spiritual oleh perawat.
Salah satu syarat sah dilaksanakannya shalat adalah suci dari hadas besar
dan hadas kecil (Azzet, 2010). Hadas besar disucikan dengan mandi dan hadas
kecil disucikan dengan berwudu. Melakukan wudu lima kali sehari akan
membersihkan kulit dari kuman, debu, dan kontaminant terkait. dengan
melakukan wudu, bakteri pathogen pada kulit yang berpotensi menimbulkan
penyakit dapat dihilangkan (AlGhamdi, Alhomoudi, Khurram, 2014). Baits
(2015) mengemukakan bahwa orang sakit diwajibkan untuk membersihkan
dirinya dari na`jis semampunya ketika hendak shalat. Jika tidak mampu
berwudu menggunakan air dan dalam kondisi yang lemah, maka diperbolehkan
untuk melakukan tayamum. Faridi (2014) mendefinisikan tayamum adalah
5
menyapu wajah dan kedua-dua belah tangan dengan menggunakan tanah atau
debu yang bersih. Tayamum berfungsi sebagai pengganti wudu atau mandi bagi
orang yang uzur apabila tidak terdapat air atau sakit yang tidak diperbolehkan
kena air . Debu yang digunakan untuk tayamum yaitu debu tanah dan pasir
(Rakhmat, 2006).
Menurut Rohaniawan di Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro, tayammum
pack yang diproduksi oleh Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro terdiri dari debu
yang berasal dari tanah liat murni tampa campuran bahan-bahan kimia dan
digunakan untuk memfasilitasi kebutuhan thaharah bagi pasien-pasien di Rumah
Sakit Aisyiyah Bojonegoro, karena adanya perbedaan persepsi mengenai
penggunaan debu untuk tayamum. Debu tanah liat ini disterilkan melalui proses
sterilisasi dengan autoclave.
Menurut Haydel, Remenih, & Williams (2008), mineral tanah liat
mempunyai efek kombinasi bacteriostatic/bactericidal melawan Staphylococcus aureus,
penicillin resisten S. aureus (MRSA) dan Mycobacterium smegmatis. Selain itu, Williams
& Haydel (2010) mengemukakan bahwa salah satu jenis tanah liat yaitu French
green clay digunakan untuk mengobati infeksi pada kulit. French green clay
mengandung Fe-smectite dapat digunakan untuk menyembuhkan Buruli ulcer
berupa faskuitis nekrosis yang disebabkan oleh Mycobacterium ulcerans.
Sistem integumen merupakan organ terbesar pada tubuh manusia yang
membungkus otot-otot dan organ-organ dalam (Price & Wilson, 2005). Sistem
ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh pertama yaitu pembatas antara
lingkungan luar tubuh dengan dalam tubuh, sehingga dapat melindungi tubuh
6
dari trauma dan merupakan benteng pertahanan terhadap infeksi bakteri, virus,
dan jamur. Oleh karena itu, higienitas integumen merupakan hal yang sangat
penting. Higienitas integumen adalah prinsip ilmu kesehatan yang berhubungan
dengan dengan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit pada kulit
(Mosby, 2008). Secara umum, Higienitas integumen dapat dievaluasi melalui
pemeriksaan pemeriksaan fisik pada bagian integumen (Muttaqien, 2012). Selain
itu, Babeluk et al (2014) mengemukakan bahwa untuk mengetahui mikroba pada
integumen dapat dilakukan dengan mengambil apusan kulit dan dikultur pada
agar plates. Peneliti belum menemukan buku dan jurnal yang secara detail
membahas mengenai pengaruh penggunaan tayammum pack terhadap higienitas
integumen.
Hasil dari studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tanggal 07
November 2015 dengan kepala ruang rawat inap Musdalifah, Perawat ruangan
Ruang rawat inap Arofah, dan tim rohaniawan Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro
menemukan bahwa pemenuhan asuhan keperawatan spiritual pasien dilakukan
oleh perawat dan bekerjasama dengan tim rohaniawan Rumah Sakit. Asuhan
keperawatan spiritual seperti mendoakan pasien, mendengarkan keluhan pasien,
mendampingi pasien yang sedang sakaratul maut, dan memandikan jenazah
dilakukan dengan kolaborasi antara perawat dan tim rohaniawan, sedangkan
pemenuhan kebutuhan bersuci sebelum pasien melakukan shalat dengan
menggunakan tayammum pack lebih sering dilakukan oleh perawat di ruangan.
Produksi tayammum pack ini pada awalnya dilakukan karena adanya perbedaan
persepsi pasien tentang penggunaan debu untuk melakukan tayamum.
7
Berdasarkan uraian di atas, Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh penggunaan tayammum pack terhadap higienitas integumen.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan masalah sebagai
berikut: Bagaimana pengaruh penggunaan tayammum pack terhadap higienitas
integumen pada pasien rawat inap di RS Aisyiyah Bojonegoro?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penggunaan tayammum pack terhadap
higienitas integumen pada pasien rawat inap di RS Aisyiyah Bojonegoro.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi jumlah koloni bakteri sebelum penggunaan tayammum
pack
2. Mengidentifikasi jumlah koloni bakteri sesudah penggunaan tayammum
pack
3. Mengetahui pengaruh penggunaan tayammum pack terhadap higienitas
integumen
8
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti dan Peneliti Lain
1. Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat selama proses perkuliahan
2. Dapat memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian di bidang
keperawatan khususnya yang berhubungan dengan kegiatan pemenuhan
aspek spiritual dan higienitas integumen
3. Sebagai dasar-dasar dalam pengembangan ilmu pengetahuan terkait
dengan manfaat penelitian, berupa penjelasan tentang pengaruh
penggunaan tayammum pack terhadap higienitas integumen
4. Sebagai dasar pertimbangan untuk penelitian lebih lanjut tentang
pengaruh penggunaan tayammum pack terhadap higienitas integumen
1.4.2 Bagi Masyarakat
1. Memberikan penjelasan ilmiah mengenai manfaat penggunaan tayammum
pack terhadap higienitas integumen
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat lain dari tanah
liat murni
3. Memberikan peluang baru bagi masyarakat maupun pihak-pihak lain
untuk mengembangkan pemanfaatan tanah liat murni.
9
1.4.3 Bagi Profesi Keperawatan
1. Menambah pengetahuan perawat mengenai pengaruh penggunaan
tayammum pack terhadap higienitas integumen
2. Sebagai pengembangan motivasi kepada perawat untuk berfikir kritis
dalam memberikan asuhan keperawatan
3. Memotivasi perawat untuk melakukan penelitian-penelitian lain yang
bermanfaat bagi profesi keperawatan
1.4.4 Bagi Fasilitas Kesehatan
Dapat meningkatkan pelayanan rumah sakit dalam memberikan asuhan
keperawatan yang holistik, terutama pada pemenuhan kebutuhan aspek spiritual
pasien tampa mengabaikan aspek biologis.
1.5 Batasan Penelitian
Batasan masalah pada penelitian ini bertujuan untuk membatasi
pembahasan pada pokok permasalahan penelitian saja. Ruang lingkup
menentukan konsep utama dari permasalahan sehingga masalah-masalah dalam
penelitian dapat dimengerti dengan mudah dan baik.
Higienitas integumen yang dimaksud pada penelitian ini dibatasi pada
higienitas area tubuh yang diusap dengan debu tanah liat (tayammum pack) selama
melakukan tayamum ( Wajah, Tangan sampai siku ). Selain itu, yang menjadi
populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien rawat inap di Ruang Arofah
10
Rumah Sakit Aisyiyah Bojonegoro yang dalam kondisi lemah dan mempunyai
halangan menyentuh air, sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan wudu
sebelum melaksanakan ibadah shalat.
1.6 Keaslian Penelitian
Berdasarkan dari hasil kajian pustaka, belum ada peneliti lain sebelumnya yang
meneliti hal yang sama, namun ada beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan
dengan thaharah, pemanfaatan tanah liat, dan higienitas integumen. Beberapa penelitian
yang sudah dilakukan sebelumnya adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Haydel, Remenih, & Williams (2008) di Arizona
State University, USA dengan judul “ Broad-spectrum in vitro Antibacterial Activities of
Clay Minerals Againts Antibiotic-susceptible and Antibiotic-resistant Bacterial Pathgens”.
Penelitian ini menggunakan prosedur in vivo dan in vitro. Penelitian ini
menggunakan 2 mineral tanah liat yang kaya akan zat besi yang sebelumnya
digunakan untuk mengobati buruli ulcer. Mineral tanah liat ini selanjutnya dikultur
dengan antibiotic-suspectible dan antibiotic-resistant bakteri pathgen untuk menilai
kemampuan mineral tanah liat sebagai agen terapeutik. Hasil dari penelitian ini
adalah salah satu mineral spesifik CsAg02 menunjukkan aktifitas bakterisidal
melawan pathgen Escherichia coli, broad spectrum B-Lactamase E. coli (ESBL), Salmonella
Enterica Serovar Typhimurium, Pseudomonas aeruginosa, dan Mycobacterium marinum.
Ditemukan juga efek kombinasi bacteriostatic/bactericidal melawan Staphylococcus
aureus, penicillin resisten S. aureus (MRSA) dan Mycobacterium smegmatis, sedangkan
mineral lain CsAr02 tidak mempunyai efek terhadap pertumbuhan bakteri.
11
2. Penelitian yang dilakukan oleh AlGhamdi, Alhomoudi, & Khurram (2014) di
King Saud University, Saudi Arabia dengan judul “ Skin Care: Historical and
Contemporary Views”. Penelitian ini merupakan penelitian literature review. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah
melakukan wudu lima kali sehari dapat membersihkan kuman, debu, dan
kontaminat terkait. Dengan melakukan wudu, bakteri pathgen yang berpotensi
menimbulkan penyakit dapat dihilangkan.
Pada penelitian ini menjelaskan bahwa mulut manusia menyediakan habitat yang
cocok bagi lebih dari 300 jenis bakteri yang berbeda. Konsentrasi bakteri pada air
liur berjumlah antara 108 sampai 109 koloni. Bakteri-bakteri ini tumbuh dan
berkembang dengan sisa-sisa makan pada mulut. Dalam ajaran islam dan dalam
ilmu kedokteran kebersihan mulut juga merupakan bagian integral dari tindakan
pencegahan munculnya penyakit. Membersihkan mulut dapat mengurangi jumlah
koloni bakteri, membersihkan hidung dapat mencegah infeksi yang disebabkan
oleh Staphylococcus aureus¸ kebersihan tangan dipertimbangkan sebagai mekanisme
primer untuk mencegah resiko penularan penyakit infeksius, dan Membersihkan
kaki juga membantu mencegah terjadinya penyakit pada kaki dan kuku kaki.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Williams & Haydel (2010) di Arizona State
University, USA dengan judul “ Evaluation of medicinal use of clay minerals as
antibacterial agents”. Penelitian ini merupakan penelitian literature review. Metode
yang digunakan adalah metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah French
Green Clay mampu menyembuhkan Buruli ulcer dan Faskuitis nekrosis yang
disebabkan oleh Mycobacterium ulcerans.
12
Tes mikrobiologi yang dilakukan pada 2 french green clay dan tanah liat jenis lainnya
yang digunakan sebagai obat penyembuhan secara tradisional menghasilkan
bahwa 3 sampel tersebut efektif membunuh pathgen pada manusia.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Irmak (2014) dengan judul “ Medical Aspects of
Ablution and Prayer”. Penelitian ini merupakan penelitian literature review. Metode
yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui manfaat wudu dan shalat dari segi medis. Hasil dari
penelitian ini adalah landasan praktik keagamaan dalam islam, yaitu melaksankan
shalat dan wudu setiap hari memiliki efek positif bagi otak dan kesehatan tubuh
melalui brain cooling system. Membasuh wajah, mencuci mulut dan hidung,
membasahi dahi, membasuh telinga dan mencuci kaki 4-5 kali sehari membantu
mendinginkan otak. Selain itu, dalam keadaan normal, hence CSF mendinginkan
bagian superior otak tetapi tidak bisa mendinginkan bagian basal otak ketika
seseorang dalam keadaan berdiri tegak. otak dan tengkorak dalam keadaan
terbalik ketika seseorang membungkuk (Ruku` dan sujud) memungkinkan CSF
berada diantara otak dan tengkorak. gerakan fisik selama melakukan shalat
memungkinkan CSF mengitari bagian basal otak. oleh karena itu, gerakan shalat
secara keseluruhan bermanfaat untuk pendinginan otak seluruhnya.
Perbedaan dengan penelitian ini adalah judul , variabel, sampel dan teknik
sampling, populasi, serta lokasi penelitian. Variabel independen pada penelitian ini adalah
Tayammum pack dan variabel dependen penelitian ini adalah higienitas integumen.
Populasi penelitian adalah pasien rawat inap di Ruang Arofah RS Aisyiyah Bojonegoro.
13
Sampel penelitian ini adalah 16 orang pasien. Teknik sampling yang digunakan adalah
Purposive sampling.