bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id i.pdf · tata bahasa (kata dan kalimat),...

28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak hanya berfungsi sebagai identitas suatu bangsa, tetapi juga berfungsi sebagai alat komunikasi yang menghubungkan antarbudaya di Indonesia. Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan kawasan Republik Indonesia. Pentingnya peranan bahasa Indonesia bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36 dinyatakan bahwa “bahasa negara adalah bahasa Indonesia.” Menurut Sugono (2009:3), di dalam keputusan seminar Politik Bahasa Nasional 1999 dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional, (3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya, serta (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan

Upload: dangnguyet

Post on 02-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia

memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak

hanya berfungsi sebagai identitas suatu bangsa, tetapi juga berfungsi sebagai alat

komunikasi yang menghubungkan antarbudaya di Indonesia. Bahasa Indonesia adalah

bahasa persatuan kawasan Republik Indonesia. Pentingnya peranan bahasa Indonesia

bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami poetra dan

poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada

Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36 dinyatakan bahwa “bahasa negara adalah

bahasa Indonesia.”

Menurut Sugono (2009:3), di dalam keputusan seminar Politik Bahasa

Nasional 1999 dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia

berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional,

(3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial

budaya dan bahasanya, serta (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.

Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi

kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa

resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan

2

dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) bahasa resmi dalam

pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi

modern.

Jumlah penutur bahasa Indonesia akan terus bertambah. Hal tersebut

disebabkan oleh arus urbanisasi, perkawinan antarsuku, dan semakin besarnya warga

negara asing yang tidak lagi merasa perlu menguasai bahasa ibunya (Chaer, 2003:3).

Bahasa di suatu negara tidak hanya dipelajari dan digunakan oleh penduduk asli

negara tersebut, tetapi juga dipelajari dan digunakan oleh penduduk negara lain.

Seperti bahasa Indonesia saat ini mulai diminati oleh warga negara asing sehingga

mereka belajar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berdasarkan

data di Pusat Bahasa (2009), terdapat sekitar 58 negara menyelenggarakan pengajaran

BIPA. Data tersebut merujuk pada penyelenggaraan BIPA secara normal

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/pembelajaran).

Sudah banyak lembaga kursus BIPA atau beberapa perguruan tinggi yang

menyediakan program pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA). Salah

satu perguruan tinggi yang menyediakan program pengajaran BIPA adalah

Universitas Udayana. Pengajaran BIPA di Universitas Udayana terbagi atas tiga

level, yaitu level 1, level 2, dan level 3.

Menurut Nababan (1984:38), fungsi utama bahasa adalah sebagai alat

komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Setiap manusia

tentu memiliki bahasa dan kemampuan berbahasa, baik secara verbal maupun

3

nonverbal. Fungsi bahasa terbagi atas empat fungsi, yaitu fungsi kebudayaan, fungsi

kemasyarakatan, fungsi perorangan, dan fungsi pendidikan.

Ciri-ciri yang merupakan hakikat bahasa, antara lain bahasa adalah sebuah

sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan

manusiawi (Chaer, 2010:11). Pembelajaran bahasa terbagi atas empat bagian, yakni

menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tiap-tiap keterampilan tersebut saling

berkaitan satu sama lain sehingga keempat keterampilan tersebut harus diajarkan

secara runtut dan sistematis.

Dalam keterampilan menulis harus diperhatikan kaidah tata tulis, di antaranya

ejaan dan tata bahasa. Ejaan dan tata bahasa termasuk ragam bahasa tulis baku.

Ragam bahasa baku bercirikan tiga sifat, yaitu memiliki kemantapan dinamis, yang

berupa kaidah dan aturan yang tetap; bersifat kecendekiaan; dan penyeragaman

kaidah (Muslich, 2010:6). Bahasa baku mendukung tiga fungsi yang bersifat

pelambang (simbolis), yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemberi kekhasan, fungsi

pembawa kewibawaan; dan satu fungsi yang bersifat objektif, yaitu fungsi sebagai

kerangka acuan (Muslich, 2010:7).

Bahasa memiliki ragam. Ragam bahasa diturut dari sasarannya dibagi atas

ragam lisan atau ujaran dan ragam tulis (Muslich, 2010:3). Ragam lisan mencakup

aspek lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosakata (Sugono,

2009:17). Dalam ragam tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa, baik

bentuk kata maupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, dan ketepatan

4

penerapan kaidah ejaan, serta pungtuasi (tanda baca) untuk membantu kejelasan

pengungkapan diri ke dalam bentuk ragam bahasa tulis (Sugono, 2009:18—19).

Ragam bahasa tulis itu memenuhi kriteria (1) jelas (bertalian dengan makna

yang terkait dengan unsur-unsur gramatikal, seperti subjek, predikat, dan

objek/keterangan), (2) tegas (bertalian dengan interpretasi, tidak rancu), (3) tepat

(bertalian dengan pilihan kata/istilah), dan (4) lugas (tidak bermajas dan tidak

berpanjang-panjang) (Sugono, 2009:20).

Dalam berbahasa hendaknya digunakan bahasa yang baik dan benar.

Pemakaian atau penulisan bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan melahirkan

bahasa yang benar. Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang

benar adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2)

tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosakata (termasuk istilah), (4) ejaan, dan (5)

makna (Sugono, 2009:22).

Seperti yang diketahui bahwa pada dasarnya dalam berbahasa tidak lepas dari

kosakata dan tata bahasa yang membentuk kalimat. Baik ragam lisan maupun ragam

tulis tentu menggunakan kalimat. Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi

oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun (Putrayasa,

2010:20). Minimal kalimat terdiri atas unsur subjek dan predikat. Kedua unsur

kalimat itu merupakan unsur yang kehadirannya selalu wajib (Suparman dalam

Putrayasa, 2010:21).

Kalimat memiliki beragam jenis yang dibedakan atas klasifikasi tertentu.

Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1)

5

kalimat tunggal dan (2) kalimat majemuk (Djajasudarma dalam Putrayasa, 2010:26).

Kalimat tunggal terdiri atas satu klausa, yaitu satu unsur S dan P sebagai

konstituennya.

Unsur-unsur kalimat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama,

berupa unsur segmental atau bentuk dan unsur kedua, yaitu unsur suprasegmental

atau intonasi, lagu kalimat, dan jeda (Markhamah, 2009:16).

Penggunaan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, baik dalam ragam bahasa

lisan maupun ragam bahasa tulis tidak dapat dihindari karena dalam kenyataannya

tidak mungkin kalimat yang digunakan terdiri atas kalimat tunggal atau kalimat

majemuk saja. Ragam bahasa lisan dan tulisan perlu mempertimbangkan makna suatu

kalimat. Jika suatu ujaran menyatakan makna lengkap atau menyampaikan suatu

pikiran lengkap, ujaran itu dapat dikatakan sebagai suatu kalimat. Di samping itu,

dalam bahasa tulis kalimat telah ditandai dengan beberapa cirri, seperti penggunaan

huruf kapital, penggunaan tanda baca, dan penggunaan ruang kosong.

Salah satu komponen penting dalam suatu wacana atau teks adalah kalimat.

Kalimat adalah pembangun wacana (Muslich, 2010:123). Tanpa adanya kalimat tentu

tidak akan pernah terbentuk wacana. Letak kalimat-kalimat itu berurutan dan

berdasarkan kaidah kewacanaan tertentu. Bagian awal pembuka wacana ataupun teks

pasti berupa kalimat.

Suatu wacana atau teks terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat yang digunakan

tentunya memiliki pola yang bervariasi. Berdasarkan pola yang ada, akan diketahui

jenis-jenis kalimat yang digunakan. Pola kalimat yang salah akan menimbulkan suatu

6

kalimat yang tidak gramatikal dan baku sehingga hal tersebut sangat perlu untuk

diperhatikan. Pola kalimat berhubungan erat dengan struktur sintaksis yang terdiri

atas unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K). Tiap-tiap unsur

tersebut akan diisi oleh kategori sintaksis, seperti nomina, verba, adjektiva, dan

adverbia.

Contoh:

(1) Adik berkunjung ke rumah nenek.

Kalimat tersebut memiliki pola KB + KK + frasa preposisional dengan unsur,

yaitu S, P, dan K. Kata adik menduduki unsur subjek (nomina), berkunjung

menduduki unsur predikat (verba), dan frasa preposisi ke rumah nenek menduduki

unsur keterangan tempat (frasa preposisional). Berdasarkan analisis tersebut, maka

diketahui bahwa kalimat di atas adalah jenis kalimat tunggal, terdiri atas satu klausa,

berpredikat verba, dan berstruktur S, P, dan K.

(2) Erika sedang belajar dan adiknya sedang menjahit.

Kalimat tersebut terdiri atas dua klausa, yaitu klausa pertama Erika sedang

belajar dan klausa kedua adiknya sedang menjahit. Antara klausa pertama dan kedua

dihubungkan dengan kata penghubung (konjungsi koordinatif), yaitu dan. Klausa

pertama terdiri atas dua unsur, yaitu kata Erika menduduki unsur S (nomina) dan

sedang belajar menduduki unsur P (frasa verba). Di pihak lain klausa kedua terdiri

atas dua unsur pula, yaitu kata adiknya menduduki unsur S (nomina) dan sedang

menjahit menduduki unsur P (frasa verba). Dari analisis tersebut, maka dapat

7

diketahui bahwa kalimat tersebut merupakan jenis kalimat majemuk karena terdiri

atas dua klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung.

Penelitian yang berkaitan dengan BIPA telah banyak dilakukan, bahkan

beberapa di antaranya memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan ini. Akan

tetapi, penelitian mengenai pola kalimat yang digunakan oleh mahasiswa BIPA

secara khusus belum ditemukan. Selain itu, mahasiswa BIPA adalah mahasiswa yang

berasal dari berbagai Negara, seperti China, Korea, Jepang, dan Jerman yang

memiliki latar belakang bahasa berbeda dengan bahasa Indonesia, baik secara

gramatikal maupun leksikal. Pemakaian atau penggunaan bahasa Indonesia oleh

orang asing atau mahasiswa BIPA masih dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Hal ini

sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut terkait dengan pola kalimat yang digunakan

oleh mereka.

Data penelitian dikaji dengan teori psikolinguistik dan teori tata bahasa baku

bahasa Indonesia, yaitu kalimat. Teori psikolinguistik digunakan berkaitan dengan

pembelajaran bahasa, sedangkan teori tata bahasa baku bahasa Indonesia: kalimat

digunakan untuk menganalisis kalimat. Analisis dilakukan pada tulisan mahasiswa

level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

karena pada level tersebut mahasiswa BIPA sudah dapat menulis dengan kosakata

yang dikuasai dan dipelajari. Penelitian yang dilakukan ini ditekankan pada pola

kalimat yang digunakan pada tulisan mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA

Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana.

8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan

masalah yang diteliti dipaparkan sebagai berikut.

1) Pola kalimat apa sajakah yang digunakan pada tulisan mahasiswa level 1,

level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana?

2) Jenis kesalahan kalimat apa sajakah yang terdapat pada tulisan mahasiswa

level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

Udayana?

3) Kendala-kendala apa sajakah yang dialami oleh mahasiswa level 1, level 2,

dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana dalam

belajar kalimat bahasa Indonesia?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan

khusus. Kedua tujuan tersebut dipaparkan sebagai berikut.

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu linguistik. Selain itu, juga memberikan

informasi tambahan yang berkaitan dengan penerapan materi yang telah diajarkan

pada mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Hasil

penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menyusun

9

materi pembelajaran BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Tujuan

lainya adalah menambah wawasan masyarakat agar dapat menggunakan bahasa

Indonesia dengan baik dan benar. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan

sebagai kajian tambahan dalam ilmu sintaksis.

1.3.2 Tujuan Khusus

Terdapat beberapa tujuan khusus berdasarkan rumusan masalah yang

dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

1) Untuk mengetahui pola-pola kalimat yang digunakan pada tulisan mahasiswa

level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

Udayana.

2) Untuk mengetahui jenis kesalahan kalimat pada tulisan mahasiswa BIPA level

1, level 2, dan level 3 Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana.

3) Untuk mengetahui kendala-kendala pembelajaran yang dialami oleh

mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya,

Universitas Udayana dalam belajar kalimat bahasa Indonesia.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat

praktis. Manfaat yang diharapkan dipaparkan sebagai berikut.

10

1.4.1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat

bermanfaat untuk memperkaya kajian keilmuan dalam bidang linguistik khususnya

mikrolinguistik morfologi dan sintaksis. Hal ini diharapkan dapat menunjang

pengembangan penelitian sejenis pada masa mendatang.

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat

bermanfaat bagi pengajar dan pembelajar bahasa Indonesia agar mampu

menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar terutama dalam bahasa tulisan

sebagai ragam formal. Selain itu, penelitian ini juga dapat bermanfaat dalam

penggunaan tata bahasa yang baik dan benar pada karangan atau tulisan. Dengan

demikian, pelajar diharapkan dapat memahami penulisan kalimat yang benar sesuai

dengan tata bahasa baku bahasa Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian yang dilakukan ini terbatas pada kalimat bahasa Indonesia yang

diajarkan di kelas, jenis kalimat yang sering digunakan, variasi bentuk pola kalimat

yang terdapat pada tulisan yang meliputi ketepatan penempatan unsur sintaksis pada

kalimat, kesalahan penggunaan kalimat, serta kendala-kendala yang dihadapi oleh

mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

Udayana dalam belajar kalimat. Penelitian ini difokuskan pada tulisan mahasiswa

11

level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra, Universitas Udayana periode

September 2014—Desember 2015.

1.6 Kajian Pustaka

Penelitian yang berkaitan dengan analisis pola kalimat yang digunakan oleh

mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana hingga saat ini

belum ditemukan. Penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan

penelitian ini diuraikan sebagai berikut.

Penelitian Ni Putu Veny Narlianti (2013) berjudul “Analisis Afiks dalam

Pembelajaran BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana”. Penelitian

tersebut menggunakan teori psikolinguistik dan teori tata bahasa mengenai

penggunaan afiks. Di pihak lain metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah

metode dan teknik pengumpulan data berupa metode simak dan metode cakap dengan

teknik pancing. Metode dan teknik pengolahan data menggunakan metode agih

dengan teknik dasar. Metode dan teknik penyajian hasil pengolahan data

menggunakan metode formal dan informal. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ni

Putu Veny relevan dengan penelitian ini karena sama-sama melakukan penelitian

terhadap mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia.

Penelitian tersebut menganalisis penggunaan afiks pada karangan mahasiswa

BIPA. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan, yaitu dalam

penelitian tersebut belum diteliti hal yang berkaitan dengan penggunaan kalimat

sesuai dengan kaidah ejaan baku bahasa Indonesia sehingga perlu dilakukan

12

penelitian secara khusus terhadap penggunaan kalimat dari segi sintaksis. Penelitiaan

yang dilakukan Ni Putu Veny berkontribusi dalam penyusunan materi pembelajaran

BIPA dan hasil penelitian tersebut menjadi data tambahan dalam ilmu morfologi dan

sintaksis.

Penelitian Maherani (2012) berjudul “Bentukan Kata dalam Karangan Bahasa

Indonesia yang Ditulis Pelajar Thailand Program Darmasiswa CIS-BIPA Tahun

2010--2011”. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode

deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori psikolinguistik. Penelitian yang

dilakukan oleh Maherani relevan dengan penelitian ini karena sama-sama meneliti

penggunaan bahasa Indonesia oleh penutur asing. Penelitian Maherani mengakji hal

berkaitan dengan bentukan kata dan afiks yang digunakan mahasiswaa BIPA

Thailand, belum dikaji secara lengkap mengenai penggunaan kalimat beserta struktur

fungsinya. Jadi, perlu dilakukan penelitian lanjutan khususnya dalam bidang

sintaksis, yaitu kalimat. Penelitian yang dilakukan oleh Maherani berkontribusi

terhadap penyusunan materi pengajaran BIPA.

1.7 Konsep Penelitian

Konsep-konsep yang dijelaskan dalam penelitian ini, di antaranya pengertian

kalimat, kalimat tunggal, kalimat majemuk, pola kalimat, pembelajaran, gramatikal,

dan karangan. Hal-hal tersebut diuraikan sebagai berikut.

1) Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang

mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan (Moeliono,

13

1988:254). Minimal kalimat terdiri atas unsur subjek dan predikat.

Kedua unsur tersebut merupakan unsur yang kehadirannya selalu

wajib (Suparman dalam Putrayasa, 2010:21). Berdasarkan jumlah

klausanya, kalimat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) kalimat

tunggal dan (2) kalimat majemuk (Djajasudarma dalam Putrayasa,

2010:26).

2) Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu

berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat seperti subjek dan

predikat hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan (Moeliono,

1988:268).

3) Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau

lebih (Putrayasa, 2010:55). Artinya, di dalam kalimat kajemuk

sekurang-kurangnya terdapat dua pola.

4) Pola kalimat adalah kategori fungsi yang mengisi unsur-unsur

kalimat. Menurut Putrayasa (2010:25), dalam bahasa Indonesia

terdapat lima struktur (pola) kalimat dasar, yaitu:

(i) KB +KB (Kata Benda + Kata Benda);

(ii) KB + KK (Kata Benda + Kata Kerja);

(iii) KB + KS (Kata Benda + Kata Sifat);

(iv) KB + KBil (Kata Benda + Kata Bilangan); dan

(v) KB + KDep (Kata Benda + Kata Depan).

14

Pada pola tersebut, kata benda pertama menunjukkan subjek,

sedangkan kata benda kedua, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, dan kata

depan sebagai predikat kalimat.

5) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik

dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran

merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses

pemerolehan ilmu pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,

serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada peserta didik

(http://id.m.wikipedia.org/wiki/pembelajaran diakses pada 5 Oktober

2014).

6) Gramatikal adalah (1) diterima oleh bahasawan sebagai bentuk atau

susunan yang mungkin ada dalam bahasa; (2) sesuai dengan kaidah-

kaidah gramatika suatu bahasa; (3) bersangkutan dengan gramatika

suatu bahasa (Kridalaksana, 2008:75).

1.8 Landasan teori

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikolinguistik dan

tata bahasa baku bahasa Indonesia, yaitu kalimat. Dalam penelitian ini digunakan

teori psikolinguistik untuk mengkaji bidang pembelajaran bahasa oleh mahasiswa

BIPA. Dari teori psikolinguistik diambil teori yang berkaitan dengan pemerolehan

dan belajar bahasa kedua. Hal ini dimaksudkan agar penulis dapat melihat serta

15

mengamati penggunaan bahasa kedua dan faktor yang memengaruhi keberhasilan

belajar bahasa kedua oleh mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

Udayana. Selain itu, juga digunakan tata bahasa baku bahasa Indonesia, yaitu kalimat

untuk menganalisis kalimat.

1.8.1 Teori Psikolinguistik: Pemerolehan dan Belajar Bahasa Kedua

Teori psikolinguistik dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis hal

yang berkaitan dengan kendala-kendala mahasiswa BIPA dalam belajar bahasa

Indonesia di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Psikolinguistik

merupakan importasi yang mendasari pemakaian bahasa, termasuk di dalamnya

produksi bahasa, persepsi bahasa, dan pemerolehan/belajar bahasa (Dharmowijono,

2009:3). Pertama-tama harus ditentukan apa yang dimaksudkan dengan bahasa

pertama dan bahasa kedua.

Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama-tama diperoleh seorang

anak (bahasa ibu). Bahasa kedua (B2) adalah bahasa yang diperoleh sesudah bahasa

pertama. Istilah pemerolehan bahasa kedua dipakai apabila seseorang memperoleh B2

melalui perkembangan yang “alamiah”, sedangkan proses kedua terjadi apabila

seseorang memperoleh B2 melalui perkembangan yang “diatur”. Lingkungan bahasa

yang sangat menguntungkan adalah tempat bahasa digunakan secara wajar untuk

berkomunikasi (Dharmowijono, 2009:93).

16

1.8.1.1 Tori Monitor

Menurut Dulay, Burt, dan Krashen (dalam Chaer, 1982:260) sumber-sumber

penyaringan, yaitu sikap dan motivasi, termasuk minat dan keinginan untuk

mengidentifikasikan diri dengan anak-anak seusia, membentuk apa yang mereka

sebut “filter efektif” atau “filter” (penyaringan) saja. Penyaringan berfungsi sebagai

pengontrol “pintu masuk” ke pengolahan mental selanjutnya.

Sesudah melewati penyaringan, bahasa yang masuk mencapai dua pengolahan

lain, yaitu organizer atau “pengatur”, dan monitor. Sambil mulai memasukkan

sebagian dari B2 itu. Monitor, proses intern yang ketiga, adalah semacam

pengendalian diri, di mana orang-orang yang sangat memikirkan penampilan bahasa

menggunakan kaidah-kaidah sadar untuk menghasilkan kalimat. Ketiga pengolahan

ini dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian dan usia pelajar yang menghambat atau

mempercepat kemajuan mereka (Dharmowijono, 2009:96).

1.8.2 Teori Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Kalimat

Teori tata bahasa baku bahasa Indonesia khususnya kalimat digunakan untuk

menganalisis hal yang berkaitan dengan pola kalimat yang digunakan dan jenis

kesalahan kalimat dalam tulisan mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA

Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Dalam pembahasan sintaksis yang

biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori,

dan peran sintaksis, serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu; (2)

17

satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3)

hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dan

sebagainya (Chaer, 2007:206).

Menurut Chaer (2007:207), dalam pembicaraan struktur sintaksis pertama-

tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran

sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek , predikat, objek, dan keterangan

adalah peristilahan yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Kelompok kesua, yaitu

istilah nomina, ajektiva, dan numeralia adalah peristilahan yang berkenaan dengan

kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ketiga, yaitu istilah pelaku, penderita, dan

penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis.

Ditinjau dari segi bentuknya, kalimat terbagi atas dua bentuk yaitu kalimat

tunggal dan kalimat majemuk. Berdasarkan macam predikatnya, kalimat tunggal

dapat dibagi lagi menjadi kalimat yang berpredikat (1) nomina atau frasa nominal, (2)

adjektiva atau frasa adjektiva, (3) verba atau frasa verbal, dan (4) kata-kata lain

seperti sepuluh, hujan, dan sebagainya (Moeliono, 1988:267).

1.8.2.1 Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti

bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat seperti subjek dan predikat hanyalah satu

atau merupakan satu kesatuan (Moeliono, 1988:268).

Contoh:

(3) Dia akan pergi.

18

(4) Kami mahasiswa Atma Jaya.

(5) Mereka akan membentuk kelompok belajar.

(6) Guru matematika kami akan dikirim ke luar negeri.

(7) Pekerjaan dia mengawasi semua narapidana di sini.

Kata atau frasa yang digarisbawahi, yaitu pada kalimat (3—5)

(dia, kami, dan mereka) adalah subjek (nomina), sedangkan pada kalimat (6) dan (7)

(guru matematika kami dan pekerjaan dia) adalah subjek (frasa nominal).

1.8.2.1.1 Kalimat Tunggal Berpredikat Nomina

Kalimat yang berpredikat nomina adalah kalimat yang predikatnya terdiri atas

nomina, biasanya disebut dengan kalimat persamaan atau kalimat ekuatif. Dengan

demikian, dua nomina yang dijejerkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk

subjek dan predikatnya terpenuhi. Kalimat persamaan terdiri atas subjek dan predikat

(Moeliono, 1988:268).

Contoh:

(8) Dia guru saya.

(9) Orang itu pencurinya.

(10) Dialah guru saya.

(11) Orang itulah pencurinya.

Pada (8) dan (9) subjeknya masing-masing adalah (dia) dan (orang itu). Hal

yang terjadi pada (10) dan (11) justru sebaliknya, (guru saya) dan (pencurinya)

19

menduduki fungsi subjek. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam struktur

bahasa Indonesia partikel –lah umumnya menandai predikat.

1.8.2.1.2 Kalimat Tunggal Berpredikat Adjektiva

Kalimat yang berpredikat adjektiva disebut kalimat statif (Moeliono,

1988:269).

Contoh:

(12) Ayahnya sakit.

(13) Pernyataan orang itu benar.

(14) Alasan para pengunjuk rasa agak aneh.

Pada ketiga kalimat di atas (12—14) kata (sakit), (benar), dan frasa adverbia

(agak aneh) mengisi fungsi predikat, sedangkan subjek kalimat (12—14) tersebut

adalah (ayanhnya), (pernyataan orang itu), dan (agak aneh).

1.8.2.1.3 Kalimat Tunggal Berpredikat Verba

Kalimat tunggal berpredikat verba ialah kalimat yang predikatnya verba (kata

kerja). Berdasarkan penggolongan verba, kalimat yang berpredikat verba yang bukan

pasif dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu (1) kalimat intransitif, (2) kalimat

ekatransitif, (3) kalimat dwitransitif, dan (4) kalimat semitransitif. Di samping itu,

tentu saja terdapat kalimat dengan verba pasif atau disebut juga kalimat pasif

(Moeliono, 1988:271).

20

1.8.2.1.4 Kalimat yang Predikatnya Frasa Lain (Numeral)

Kalimat yang berpredikat frasa lain maksudnya adalah kalimat yang

berpredikat kata bilangan atau frasa nominal (Moeliono, 1988:284).

Contoh:

(15) Anaknya banyak.

(16) Mulainya pukul sembilan.

1.8.2.1.5 Kalimat Tunggal Berpredikat Frasa Preposisional

Kalimat berpredikat frasa preposisional adalah kalimat yang predikatnya frasa

kata depan. Semua frasa preposisional dapat menjadi predikat (Moeliono, 1988:283).

Contoh:

(17) Dia ke IKIP pada pagi hari itu.

(18) Tinggalnya di Ujungpandang.

(19) Foto itu dari kakaknya.

1.8.2.2 Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih

(Verhaar dalam Putrayasa, 2010:55). Kalimat majemuk dibedakan atas tiga bagian

besar, yaitu (1) kalimat majemuk setara (KMS), (2) kalimat majemuk rapatan (KMR),

dan (3) kalimat majemuk bertingkat (KMB) (Putrayasa, 2010:55).

21

1.8.2.2.1 Kalimat Majemuk Setara

Kalimat majemuk setara adalah gabungan beberapa kalimat tunggal menjadi

sebuah kalimat yang lebih besar dan tiap-tiap kalimat tunggal yang digabungkan itu

tidak kehilangan unsur-unsurnya (Putrayasa, 2012:39). Pada dasarnya kalimat

majemuk setara dibagi menjadi tiga, yaitu (1) KMS sejalan, (2) KMS berlawanan,

dan (3) KMS penunjukan.

Contoh:

(20) Ibu bangun pagi, ayah melaksanakan kewajibanya, dan anak-anak

berangkat ke sekolah.

(21) Matahari terbit di ufuk timur, margasatwa mulai terbagun dari

tidurnya, dan petani-petani berangkat ke ladang.

Kalimat (20) memiliki tiga klausa terdiri atas tiga subjek dan tiga predikat.

Subjek dan predikat pada kalimat (20), yaitu (ibu, ayah, dan anak-anak), dan (bangun

pagi, melaksanakan kewajibanya, dan berangkat ke sekolah). Di pihak lain kalimat

(21) memiliki tiga klausa terdiri atas masing-masing tiga subjek (matahari,

margasatwa, dan petani-petani), tiga predikat (terbit, mulai terbangun, dan

berangkat), dan tiga keterangan (di ufuk timur, dari tidurnya, dan ke ladang).

Kalimat-kalimat tersebut setara karena sama derajatnya dan tiap-tiap kalimat mampu

mempunyai subjek dan predikat.

1.8.2.2.2 Kalimat Majemuk Rapatan

Kalimat majemuk rapatan adalah gabungan beberapa kalimat tunggal

22

yang unsur-unsurnya sama dirapatkan atau ditulis satu kali saja unsur-unsur yang

sama tersebut (Putrayasa, 2012:57). Kalimat majemuk rapatan terdiri atas empat

macam, yaitu (1) KMR sama S, artinya subjek-subjek dirapatkan, (2) KMR sama P,

artinya predikat-predikat dirapatkan, (3) KMR sama O, artinya objek-objek

dirapatkan, dan (4) KMR sama A, artinya adverbia-adverbia dirapatkan (Putrayasa,

2012:57).

Contoh:

(22) Revina menyanyi dan menari

(23) Clara dan rina sedang memasak

(24) Arik menyapu kamar dan halaman

(25) Lilik pergi kek kantor dan perpustakaan

Kalimat (22) merupakan kalimat majemuk rapatan sama P, yaitu (revina

menyanyi dan revina menari). Unsur predikat pada kalimat (22) yaitu (menyanyi dan

menari). Di pihak lain kalimat (23) merupakan kalimat majemuk rapatan sama S,

yaitu (clara sedang memasak dan rina sedang memasak). Kedua unsur subjeknya

dirapatkan. Pada kalimat (24) meruakan kalimat majemuk rapatan sama O, yaitu (arik

menyapu kamar dan arik menyapu halaman). Pada kalimat (25) merupakan kalimat

majemuk rapatan sama A, yaitu (lilik pergi ke kantor dan lilik pergi ke perpustakaan).

1.8.2.2.3 Kalimat Majemuk Bertingkat

Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan pola-polanya

tidak sederajat. Bagian yang lebih tinggi kedudukanya disebut induk kalimat,

23

sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukanya disebut anak kalimat. Dalam tata

bahasa tradisional, klausa bebas dalam kalimat majemuk bertingkat disebut induk

kalimat, sedangkan klausa tidak bebas disebut anak kalimat. Klausa yang tidak bebas

atau yang disebut anak kalimat biasanya didahului oleh kata penghubung (Putrayasa,

2012:63).

Contoh:

(26) Kalimat tunggal : Kedatanganya disambut oleh rakyat pada sore hari.

(27) Induk kalimat : Kedatangannya disambut oleh rakyat.

(28) Anak kalimat : Ketika matahari mulai condong ke barat.

Kalimat (26) merupakan kalimat tunggal. kalimat tersebut kemudian diperluas

menjadi kalimat majemuk bertingkat yang memiliki dua klausa, yaitu klausa bebas

atau yang biasa disebut induk kalimat (27) dan klausa tidak bebas yang disebut juga

dengan anak kalimat (28). Gabungan kedua klausa (27) dan (28) di atas adalah

sebagai berikut.

Kedatangannya disambut oleh rakyat ketika matahari mulai condong ke barat.

1.9 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulisan mahasiswa

level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana,

wawancara kepada mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan

Budaya, Universitas Udayana serta data tambahan oleh Prof. Suparwa berupa

karangan tulisan mahasiswa level 1 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

24

Udayana dalam pelajaran menulis. Penelitian terhadap tulisan mahasiswa level 1,

level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana tersebut

dibuat dalam pelajaran menulis dan materi ajar BIPA Fakultas Sastra dan Budaya,

Universitas Udayana pada periode September 2014—Januari 2015.

Jumlah tulisan yang ditulis oleh mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan

Budaya, Universitas Udayana adalah 21 tulisan. Tulisan tersebut terdiri atas tujuh

tulisan mahasiswa level 1 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana,

sepuluh buah tulisan mahasiswa level 2 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya,

Universitas Udayana, dan empat buah tulisan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan

Budaya, Universitas Udayana. Di pihak lain, jumlah karangan mahasiswa level 1

BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana dalam pelajaran menulis

oleh Prof. Suparwa adalah 19 karangan

Dari 41 mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan

Budaya, Universitas Udayana yang terdaftar, hanya 21 mahasiswa yang

mengumpulkan tulisannya. Hal ini terjadi karena banyaknya mahasiswa yang tidak

hadir pada saat angket disebarkan dan beberapa mahasiswa tidak mau mengumpulkan

dan mengisi angket yang telah disebarkan .

Sumber data wawancara dalam penelitian ini adalah mahasiswa level 1, level

2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Wawancara

pada mahasiswa level 1 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana

berjumlah (3 orang), sedangkan wawancara pada mahasiswa level 2 BIPA Fakultas

Sastra dan Budaya, Universitas Udayana berjumlah (2 orang). Di pihak lain

25

wawancara pada mahasiswa level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

Udayana berjumlah (1 orang). Hal ini terjadi, karena banyak mahasiswa BIPA

Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana tidak mau diwawancarai dengan

alasan sibuk dengan kegiatan di luar jam belajar dan hanya datang saat jam belajar

berlangsung dan pulang saat jam belajar berakhir.

1.10 Metode dan Teknik Penelitian

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara

melaksanakan metode (Sudaryanto dalam Narlianti, 2013:17). Metode dan teknik

yang digunakan untuk penelitian ini ada tiga, yaitu metode dan teknik pengumpulan

data, metode dan teknik analisis data, dan metode dan teknik penyajian data. Ketiga

metode dan teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut.

1.10.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah

metode simak (observasi) dan metode cakap (wawancara). Penggunaan metode

tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1.10.1.1 Metode Simak (Observasi)

Metode simak digunakan untuk memperoleh data dengan cara menyimak

penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan (Mahsun, 2011:92). Adapun

teknik yang digunakan, yaitu teknik simak bebas libat cakap dengan berperan sebagai

26

pengamat penggunaan bahasa oleh para informan dan teknik catat sebagai teknik

lanjutan setelah menerapkan metode simak.

Penerapan metode dan teknik tersebut dilakukan dengan menyimak dan

mengamati dengan cermat tulisan yang dibuat oleh mahasiswa level 1, level 2, dan

level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Setelah itu dicatat

hal-hal yang penting dan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Metode ini

digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang berkaitan dengan pola kalimat

dan jenis kesalahan yang digunakan oleh mahasiswa level 1, level 2, dan level 3

BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana di dalam tulisannya.

1.10.1.2 Metode Cakap (Wawancara)

Metode cakap (wawancara) adalah metode pengumpulan data berupa

percakapan antara peneliti dengan informan. Adanya percakapan antara peneliti dan

informan mengandung arti terdapat kontak antarmereka (Mahsun, 2011:95).

Metode cakap dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan

mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana terhadap

penggunaan atau penulisan kalimat dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini

menggunakan teknik cakap semuka. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kendala-

kendala yang dialami oleh mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

Udayana dalam belajar bahasa Indonesia.

27

1.10.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

deskriptif kualitatif. Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan tulisan

mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas

Udayana, kemudian dianalisis. Selain itu, digunakan juga metode agih untuk

mengolah data.

Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya justru bagian

dari bahasa itu. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih itu selalu berupa bagian

atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar,

preposisi, adverbia), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat), klausa, silabel kata,

titinada, dan yang lain (Sudaryanto, 1993:15--16). Teknik yang digunakan untuk

menganalisis data, yaitu teknik dasar, dengan membagi satuan lingual data menjadi

beberapa bagian atau unsur dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai

bagian yang membentuk satuan lingual yang dimaksud

(sastra33.blogspot.com/2012/04/metode-penelitian-bahasa-metode-agih.htnl?=1

diakses pada 6 Oktober 2014).

1.10.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode formal dan metode informal. Metode formal adalah perumusan dengan

tanda dan lambang, seperti tanda tambah, tanda panah, tanda kurung biasa, singkatan

dan sebagainya (Sudaryanto, 1993:145). Metode informal adalah perumusan hasil

28

analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, termasuk penggunaan terminologi

yang bersifat teknis (Mahsun, 2011:123).