bab i pendahuluan 1.1 latar belakang - sinta.unud.ac.id i.pdf · tata bahasa (kata dan kalimat),...
TRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Setiap bangsa tentunya memiliki bahasa sebagai identitas, seperti Indonesia
memiliki bahasa Indonesia sebagai identitas kebangsaannya. Bahasa Indonesia tidak
hanya berfungsi sebagai identitas suatu bangsa, tetapi juga berfungsi sebagai alat
komunikasi yang menghubungkan antarbudaya di Indonesia. Bahasa Indonesia adalah
bahasa persatuan kawasan Republik Indonesia. Pentingnya peranan bahasa Indonesia
bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi “Kami poetra dan
poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia” dan pada
Undang-Undang Dasar 1945, pasal 36 dinyatakan bahwa “bahasa negara adalah
bahasa Indonesia.”
Menurut Sugono (2009:3), di dalam keputusan seminar Politik Bahasa
Nasional 1999 dinyatakan bahwa sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia
berfungsi sebagai (1) lambang kebanggaan nasional, (2) lambang identitas nasional,
(3) alat pemersatu berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial
budaya dan bahasanya, serta (4) alat perhubungan antarbudaya dan antardaerah.
Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi
kenegaraan, (2) bahasa pengantar resmi di lembaga-lembaga pendidikan, (3) bahasa
resmi di dalam perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan
2
dan pelaksanaan pembangunan serta pemerintahan, dan (4) bahasa resmi dalam
pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi
modern.
Jumlah penutur bahasa Indonesia akan terus bertambah. Hal tersebut
disebabkan oleh arus urbanisasi, perkawinan antarsuku, dan semakin besarnya warga
negara asing yang tidak lagi merasa perlu menguasai bahasa ibunya (Chaer, 2003:3).
Bahasa di suatu negara tidak hanya dipelajari dan digunakan oleh penduduk asli
negara tersebut, tetapi juga dipelajari dan digunakan oleh penduduk negara lain.
Seperti bahasa Indonesia saat ini mulai diminati oleh warga negara asing sehingga
mereka belajar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Berdasarkan
data di Pusat Bahasa (2009), terdapat sekitar 58 negara menyelenggarakan pengajaran
BIPA. Data tersebut merujuk pada penyelenggaraan BIPA secara normal
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/pembelajaran).
Sudah banyak lembaga kursus BIPA atau beberapa perguruan tinggi yang
menyediakan program pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA). Salah
satu perguruan tinggi yang menyediakan program pengajaran BIPA adalah
Universitas Udayana. Pengajaran BIPA di Universitas Udayana terbagi atas tiga
level, yaitu level 1, level 2, dan level 3.
Menurut Nababan (1984:38), fungsi utama bahasa adalah sebagai alat
komunikasi atau alat interaksi yang hanya dimiliki oleh manusia. Setiap manusia
tentu memiliki bahasa dan kemampuan berbahasa, baik secara verbal maupun
3
nonverbal. Fungsi bahasa terbagi atas empat fungsi, yaitu fungsi kebudayaan, fungsi
kemasyarakatan, fungsi perorangan, dan fungsi pendidikan.
Ciri-ciri yang merupakan hakikat bahasa, antara lain bahasa adalah sebuah
sistem lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam, dan
manusiawi (Chaer, 2010:11). Pembelajaran bahasa terbagi atas empat bagian, yakni
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Tiap-tiap keterampilan tersebut saling
berkaitan satu sama lain sehingga keempat keterampilan tersebut harus diajarkan
secara runtut dan sistematis.
Dalam keterampilan menulis harus diperhatikan kaidah tata tulis, di antaranya
ejaan dan tata bahasa. Ejaan dan tata bahasa termasuk ragam bahasa tulis baku.
Ragam bahasa baku bercirikan tiga sifat, yaitu memiliki kemantapan dinamis, yang
berupa kaidah dan aturan yang tetap; bersifat kecendekiaan; dan penyeragaman
kaidah (Muslich, 2010:6). Bahasa baku mendukung tiga fungsi yang bersifat
pelambang (simbolis), yaitu fungsi pemersatu, fungsi pemberi kekhasan, fungsi
pembawa kewibawaan; dan satu fungsi yang bersifat objektif, yaitu fungsi sebagai
kerangka acuan (Muslich, 2010:7).
Bahasa memiliki ragam. Ragam bahasa diturut dari sasarannya dibagi atas
ragam lisan atau ujaran dan ragam tulis (Muslich, 2010:3). Ragam lisan mencakup
aspek lafal, tata bahasa (bentuk kata dan susunan kalimat), dan kosakata (Sugono,
2009:17). Dalam ragam tulis dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa, baik
bentuk kata maupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, dan ketepatan
4
penerapan kaidah ejaan, serta pungtuasi (tanda baca) untuk membantu kejelasan
pengungkapan diri ke dalam bentuk ragam bahasa tulis (Sugono, 2009:18—19).
Ragam bahasa tulis itu memenuhi kriteria (1) jelas (bertalian dengan makna
yang terkait dengan unsur-unsur gramatikal, seperti subjek, predikat, dan
objek/keterangan), (2) tegas (bertalian dengan interpretasi, tidak rancu), (3) tepat
(bertalian dengan pilihan kata/istilah), dan (4) lugas (tidak bermajas dan tidak
berpanjang-panjang) (Sugono, 2009:20).
Dalam berbahasa hendaknya digunakan bahasa yang baik dan benar.
Pemakaian atau penulisan bahasa yang mengikuti kaidah yang dibakukan melahirkan
bahasa yang benar. Kriteria yang digunakan untuk melihat penggunaan bahasa yang
benar adalah kaidah bahasa. Kaidah itu meliputi aspek (1) tata bunyi (fonologi), (2)
tata bahasa (kata dan kalimat), (3) kosakata (termasuk istilah), (4) ejaan, dan (5)
makna (Sugono, 2009:22).
Seperti yang diketahui bahwa pada dasarnya dalam berbahasa tidak lepas dari
kosakata dan tata bahasa yang membentuk kalimat. Baik ragam lisan maupun ragam
tulis tentu menggunakan kalimat. Kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi
oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun (Putrayasa,
2010:20). Minimal kalimat terdiri atas unsur subjek dan predikat. Kedua unsur
kalimat itu merupakan unsur yang kehadirannya selalu wajib (Suparman dalam
Putrayasa, 2010:21).
Kalimat memiliki beragam jenis yang dibedakan atas klasifikasi tertentu.
Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1)
5
kalimat tunggal dan (2) kalimat majemuk (Djajasudarma dalam Putrayasa, 2010:26).
Kalimat tunggal terdiri atas satu klausa, yaitu satu unsur S dan P sebagai
konstituennya.
Unsur-unsur kalimat dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama,
berupa unsur segmental atau bentuk dan unsur kedua, yaitu unsur suprasegmental
atau intonasi, lagu kalimat, dan jeda (Markhamah, 2009:16).
Penggunaan kalimat tunggal dan kalimat majemuk, baik dalam ragam bahasa
lisan maupun ragam bahasa tulis tidak dapat dihindari karena dalam kenyataannya
tidak mungkin kalimat yang digunakan terdiri atas kalimat tunggal atau kalimat
majemuk saja. Ragam bahasa lisan dan tulisan perlu mempertimbangkan makna suatu
kalimat. Jika suatu ujaran menyatakan makna lengkap atau menyampaikan suatu
pikiran lengkap, ujaran itu dapat dikatakan sebagai suatu kalimat. Di samping itu,
dalam bahasa tulis kalimat telah ditandai dengan beberapa cirri, seperti penggunaan
huruf kapital, penggunaan tanda baca, dan penggunaan ruang kosong.
Salah satu komponen penting dalam suatu wacana atau teks adalah kalimat.
Kalimat adalah pembangun wacana (Muslich, 2010:123). Tanpa adanya kalimat tentu
tidak akan pernah terbentuk wacana. Letak kalimat-kalimat itu berurutan dan
berdasarkan kaidah kewacanaan tertentu. Bagian awal pembuka wacana ataupun teks
pasti berupa kalimat.
Suatu wacana atau teks terdiri atas beberapa kalimat. Kalimat yang digunakan
tentunya memiliki pola yang bervariasi. Berdasarkan pola yang ada, akan diketahui
jenis-jenis kalimat yang digunakan. Pola kalimat yang salah akan menimbulkan suatu
6
kalimat yang tidak gramatikal dan baku sehingga hal tersebut sangat perlu untuk
diperhatikan. Pola kalimat berhubungan erat dengan struktur sintaksis yang terdiri
atas unsur subjek (S), predikat (P), objek (O), dan keterangan (K). Tiap-tiap unsur
tersebut akan diisi oleh kategori sintaksis, seperti nomina, verba, adjektiva, dan
adverbia.
Contoh:
(1) Adik berkunjung ke rumah nenek.
Kalimat tersebut memiliki pola KB + KK + frasa preposisional dengan unsur,
yaitu S, P, dan K. Kata adik menduduki unsur subjek (nomina), berkunjung
menduduki unsur predikat (verba), dan frasa preposisi ke rumah nenek menduduki
unsur keterangan tempat (frasa preposisional). Berdasarkan analisis tersebut, maka
diketahui bahwa kalimat di atas adalah jenis kalimat tunggal, terdiri atas satu klausa,
berpredikat verba, dan berstruktur S, P, dan K.
(2) Erika sedang belajar dan adiknya sedang menjahit.
Kalimat tersebut terdiri atas dua klausa, yaitu klausa pertama Erika sedang
belajar dan klausa kedua adiknya sedang menjahit. Antara klausa pertama dan kedua
dihubungkan dengan kata penghubung (konjungsi koordinatif), yaitu dan. Klausa
pertama terdiri atas dua unsur, yaitu kata Erika menduduki unsur S (nomina) dan
sedang belajar menduduki unsur P (frasa verba). Di pihak lain klausa kedua terdiri
atas dua unsur pula, yaitu kata adiknya menduduki unsur S (nomina) dan sedang
menjahit menduduki unsur P (frasa verba). Dari analisis tersebut, maka dapat
7
diketahui bahwa kalimat tersebut merupakan jenis kalimat majemuk karena terdiri
atas dua klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung.
Penelitian yang berkaitan dengan BIPA telah banyak dilakukan, bahkan
beberapa di antaranya memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan ini. Akan
tetapi, penelitian mengenai pola kalimat yang digunakan oleh mahasiswa BIPA
secara khusus belum ditemukan. Selain itu, mahasiswa BIPA adalah mahasiswa yang
berasal dari berbagai Negara, seperti China, Korea, Jepang, dan Jerman yang
memiliki latar belakang bahasa berbeda dengan bahasa Indonesia, baik secara
gramatikal maupun leksikal. Pemakaian atau penggunaan bahasa Indonesia oleh
orang asing atau mahasiswa BIPA masih dipengaruhi oleh bahasa ibunya. Hal ini
sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut terkait dengan pola kalimat yang digunakan
oleh mereka.
Data penelitian dikaji dengan teori psikolinguistik dan teori tata bahasa baku
bahasa Indonesia, yaitu kalimat. Teori psikolinguistik digunakan berkaitan dengan
pembelajaran bahasa, sedangkan teori tata bahasa baku bahasa Indonesia: kalimat
digunakan untuk menganalisis kalimat. Analisis dilakukan pada tulisan mahasiswa
level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana
karena pada level tersebut mahasiswa BIPA sudah dapat menulis dengan kosakata
yang dikuasai dan dipelajari. Penelitian yang dilakukan ini ditekankan pada pola
kalimat yang digunakan pada tulisan mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana.
8
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka rumusan
masalah yang diteliti dipaparkan sebagai berikut.
1) Pola kalimat apa sajakah yang digunakan pada tulisan mahasiswa level 1,
level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana?
2) Jenis kesalahan kalimat apa sajakah yang terdapat pada tulisan mahasiswa
level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana?
3) Kendala-kendala apa sajakah yang dialami oleh mahasiswa level 1, level 2,
dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana dalam
belajar kalimat bahasa Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian dirumuskan menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan
khusus. Kedua tujuan tersebut dipaparkan sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
memberikan sumbangan pemikiran pada ilmu linguistik. Selain itu, juga memberikan
informasi tambahan yang berkaitan dengan penerapan materi yang telah diajarkan
pada mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Hasil
penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menyusun
9
materi pembelajaran BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Tujuan
lainya adalah menambah wawasan masyarakat agar dapat menggunakan bahasa
Indonesia dengan baik dan benar. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan
sebagai kajian tambahan dalam ilmu sintaksis.
1.3.2 Tujuan Khusus
Terdapat beberapa tujuan khusus berdasarkan rumusan masalah yang
dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui pola-pola kalimat yang digunakan pada tulisan mahasiswa
level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana.
2) Untuk mengetahui jenis kesalahan kalimat pada tulisan mahasiswa BIPA level
1, level 2, dan level 3 Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana.
3) Untuk mengetahui kendala-kendala pembelajaran yang dialami oleh
mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya,
Universitas Udayana dalam belajar kalimat bahasa Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dibedakan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat
praktis. Manfaat yang diharapkan dipaparkan sebagai berikut.
10
1.4.1 Manfaat Teoretis
Secara teoretis hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk memperkaya kajian keilmuan dalam bidang linguistik khususnya
mikrolinguistik morfologi dan sintaksis. Hal ini diharapkan dapat menunjang
pengembangan penelitian sejenis pada masa mendatang.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi pengajar dan pembelajar bahasa Indonesia agar mampu
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar terutama dalam bahasa tulisan
sebagai ragam formal. Selain itu, penelitian ini juga dapat bermanfaat dalam
penggunaan tata bahasa yang baik dan benar pada karangan atau tulisan. Dengan
demikian, pelajar diharapkan dapat memahami penulisan kalimat yang benar sesuai
dengan tata bahasa baku bahasa Indonesia.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian yang dilakukan ini terbatas pada kalimat bahasa Indonesia yang
diajarkan di kelas, jenis kalimat yang sering digunakan, variasi bentuk pola kalimat
yang terdapat pada tulisan yang meliputi ketepatan penempatan unsur sintaksis pada
kalimat, kesalahan penggunaan kalimat, serta kendala-kendala yang dihadapi oleh
mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana dalam belajar kalimat. Penelitian ini difokuskan pada tulisan mahasiswa
11
level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra, Universitas Udayana periode
September 2014—Desember 2015.
1.6 Kajian Pustaka
Penelitian yang berkaitan dengan analisis pola kalimat yang digunakan oleh
mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana hingga saat ini
belum ditemukan. Penelitian-penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan
penelitian ini diuraikan sebagai berikut.
Penelitian Ni Putu Veny Narlianti (2013) berjudul “Analisis Afiks dalam
Pembelajaran BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana”. Penelitian
tersebut menggunakan teori psikolinguistik dan teori tata bahasa mengenai
penggunaan afiks. Di pihak lain metode dan teknik penelitian yang digunakan adalah
metode dan teknik pengumpulan data berupa metode simak dan metode cakap dengan
teknik pancing. Metode dan teknik pengolahan data menggunakan metode agih
dengan teknik dasar. Metode dan teknik penyajian hasil pengolahan data
menggunakan metode formal dan informal. Penelitian yang telah dilakukan oleh Ni
Putu Veny relevan dengan penelitian ini karena sama-sama melakukan penelitian
terhadap mahasiswa asing yang belajar bahasa Indonesia.
Penelitian tersebut menganalisis penggunaan afiks pada karangan mahasiswa
BIPA. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan, yaitu dalam
penelitian tersebut belum diteliti hal yang berkaitan dengan penggunaan kalimat
sesuai dengan kaidah ejaan baku bahasa Indonesia sehingga perlu dilakukan
12
penelitian secara khusus terhadap penggunaan kalimat dari segi sintaksis. Penelitiaan
yang dilakukan Ni Putu Veny berkontribusi dalam penyusunan materi pembelajaran
BIPA dan hasil penelitian tersebut menjadi data tambahan dalam ilmu morfologi dan
sintaksis.
Penelitian Maherani (2012) berjudul “Bentukan Kata dalam Karangan Bahasa
Indonesia yang Ditulis Pelajar Thailand Program Darmasiswa CIS-BIPA Tahun
2010--2011”. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode
deskriptif kualitatif dengan menggunakan teori psikolinguistik. Penelitian yang
dilakukan oleh Maherani relevan dengan penelitian ini karena sama-sama meneliti
penggunaan bahasa Indonesia oleh penutur asing. Penelitian Maherani mengakji hal
berkaitan dengan bentukan kata dan afiks yang digunakan mahasiswaa BIPA
Thailand, belum dikaji secara lengkap mengenai penggunaan kalimat beserta struktur
fungsinya. Jadi, perlu dilakukan penelitian lanjutan khususnya dalam bidang
sintaksis, yaitu kalimat. Penelitian yang dilakukan oleh Maherani berkontribusi
terhadap penyusunan materi pengajaran BIPA.
1.7 Konsep Penelitian
Konsep-konsep yang dijelaskan dalam penelitian ini, di antaranya pengertian
kalimat, kalimat tunggal, kalimat majemuk, pola kalimat, pembelajaran, gramatikal,
dan karangan. Hal-hal tersebut diuraikan sebagai berikut.
1) Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang
mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan (Moeliono,
13
1988:254). Minimal kalimat terdiri atas unsur subjek dan predikat.
Kedua unsur tersebut merupakan unsur yang kehadirannya selalu
wajib (Suparman dalam Putrayasa, 2010:21). Berdasarkan jumlah
klausanya, kalimat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu (1) kalimat
tunggal dan (2) kalimat majemuk (Djajasudarma dalam Putrayasa,
2010:26).
2) Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu
berarti bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat seperti subjek dan
predikat hanyalah satu atau merupakan satu kesatuan (Moeliono,
1988:268).
3) Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau
lebih (Putrayasa, 2010:55). Artinya, di dalam kalimat kajemuk
sekurang-kurangnya terdapat dua pola.
4) Pola kalimat adalah kategori fungsi yang mengisi unsur-unsur
kalimat. Menurut Putrayasa (2010:25), dalam bahasa Indonesia
terdapat lima struktur (pola) kalimat dasar, yaitu:
(i) KB +KB (Kata Benda + Kata Benda);
(ii) KB + KK (Kata Benda + Kata Kerja);
(iii) KB + KS (Kata Benda + Kata Sifat);
(iv) KB + KBil (Kata Benda + Kata Bilangan); dan
(v) KB + KDep (Kata Benda + Kata Depan).
14
Pada pola tersebut, kata benda pertama menunjukkan subjek,
sedangkan kata benda kedua, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, dan kata
depan sebagai predikat kalimat.
5) Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik
dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses
pemerolehan ilmu pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat,
serta pembentukan sikap dan kepercayaan diri pada peserta didik
(http://id.m.wikipedia.org/wiki/pembelajaran diakses pada 5 Oktober
2014).
6) Gramatikal adalah (1) diterima oleh bahasawan sebagai bentuk atau
susunan yang mungkin ada dalam bahasa; (2) sesuai dengan kaidah-
kaidah gramatika suatu bahasa; (3) bersangkutan dengan gramatika
suatu bahasa (Kridalaksana, 2008:75).
1.8 Landasan teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori psikolinguistik dan
tata bahasa baku bahasa Indonesia, yaitu kalimat. Dalam penelitian ini digunakan
teori psikolinguistik untuk mengkaji bidang pembelajaran bahasa oleh mahasiswa
BIPA. Dari teori psikolinguistik diambil teori yang berkaitan dengan pemerolehan
dan belajar bahasa kedua. Hal ini dimaksudkan agar penulis dapat melihat serta
15
mengamati penggunaan bahasa kedua dan faktor yang memengaruhi keberhasilan
belajar bahasa kedua oleh mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana. Selain itu, juga digunakan tata bahasa baku bahasa Indonesia, yaitu kalimat
untuk menganalisis kalimat.
1.8.1 Teori Psikolinguistik: Pemerolehan dan Belajar Bahasa Kedua
Teori psikolinguistik dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis hal
yang berkaitan dengan kendala-kendala mahasiswa BIPA dalam belajar bahasa
Indonesia di Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Psikolinguistik
merupakan importasi yang mendasari pemakaian bahasa, termasuk di dalamnya
produksi bahasa, persepsi bahasa, dan pemerolehan/belajar bahasa (Dharmowijono,
2009:3). Pertama-tama harus ditentukan apa yang dimaksudkan dengan bahasa
pertama dan bahasa kedua.
Bahasa pertama (B1) adalah bahasa yang pertama-tama diperoleh seorang
anak (bahasa ibu). Bahasa kedua (B2) adalah bahasa yang diperoleh sesudah bahasa
pertama. Istilah pemerolehan bahasa kedua dipakai apabila seseorang memperoleh B2
melalui perkembangan yang “alamiah”, sedangkan proses kedua terjadi apabila
seseorang memperoleh B2 melalui perkembangan yang “diatur”. Lingkungan bahasa
yang sangat menguntungkan adalah tempat bahasa digunakan secara wajar untuk
berkomunikasi (Dharmowijono, 2009:93).
16
1.8.1.1 Tori Monitor
Menurut Dulay, Burt, dan Krashen (dalam Chaer, 1982:260) sumber-sumber
penyaringan, yaitu sikap dan motivasi, termasuk minat dan keinginan untuk
mengidentifikasikan diri dengan anak-anak seusia, membentuk apa yang mereka
sebut “filter efektif” atau “filter” (penyaringan) saja. Penyaringan berfungsi sebagai
pengontrol “pintu masuk” ke pengolahan mental selanjutnya.
Sesudah melewati penyaringan, bahasa yang masuk mencapai dua pengolahan
lain, yaitu organizer atau “pengatur”, dan monitor. Sambil mulai memasukkan
sebagian dari B2 itu. Monitor, proses intern yang ketiga, adalah semacam
pengendalian diri, di mana orang-orang yang sangat memikirkan penampilan bahasa
menggunakan kaidah-kaidah sadar untuk menghasilkan kalimat. Ketiga pengolahan
ini dipengaruhi oleh ciri-ciri kepribadian dan usia pelajar yang menghambat atau
mempercepat kemajuan mereka (Dharmowijono, 2009:96).
1.8.2 Teori Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia: Kalimat
Teori tata bahasa baku bahasa Indonesia khususnya kalimat digunakan untuk
menganalisis hal yang berkaitan dengan pola kalimat yang digunakan dan jenis
kesalahan kalimat dalam tulisan mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Dalam pembahasan sintaksis yang
biasa dibicarakan adalah (1) struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori,
dan peran sintaksis, serta alat-alat yang digunakan dalam membangun struktur itu; (2)
17
satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana; dan (3)
hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis, seperti masalah modus, aspek, dan
sebagainya (Chaer, 2007:206).
Menurut Chaer (2007:207), dalam pembicaraan struktur sintaksis pertama-
tama harus dibicarakan masalah fungsi sintaksis, kategori sintaksis, dan peran
sintaksis. Kelompok istilah pertama, yaitu subjek , predikat, objek, dan keterangan
adalah peristilahan yang berkenaan dengan fungsi sintaksis. Kelompok kesua, yaitu
istilah nomina, ajektiva, dan numeralia adalah peristilahan yang berkenaan dengan
kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ketiga, yaitu istilah pelaku, penderita, dan
penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis.
Ditinjau dari segi bentuknya, kalimat terbagi atas dua bentuk yaitu kalimat
tunggal dan kalimat majemuk. Berdasarkan macam predikatnya, kalimat tunggal
dapat dibagi lagi menjadi kalimat yang berpredikat (1) nomina atau frasa nominal, (2)
adjektiva atau frasa adjektiva, (3) verba atau frasa verbal, dan (4) kata-kata lain
seperti sepuluh, hujan, dan sebagainya (Moeliono, 1988:267).
1.8.2.1 Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang terdiri atas satu klausa. Hal itu berarti
bahwa konstituen untuk tiap unsur kalimat seperti subjek dan predikat hanyalah satu
atau merupakan satu kesatuan (Moeliono, 1988:268).
Contoh:
(3) Dia akan pergi.
18
(4) Kami mahasiswa Atma Jaya.
(5) Mereka akan membentuk kelompok belajar.
(6) Guru matematika kami akan dikirim ke luar negeri.
(7) Pekerjaan dia mengawasi semua narapidana di sini.
Kata atau frasa yang digarisbawahi, yaitu pada kalimat (3—5)
(dia, kami, dan mereka) adalah subjek (nomina), sedangkan pada kalimat (6) dan (7)
(guru matematika kami dan pekerjaan dia) adalah subjek (frasa nominal).
1.8.2.1.1 Kalimat Tunggal Berpredikat Nomina
Kalimat yang berpredikat nomina adalah kalimat yang predikatnya terdiri atas
nomina, biasanya disebut dengan kalimat persamaan atau kalimat ekuatif. Dengan
demikian, dua nomina yang dijejerkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk
subjek dan predikatnya terpenuhi. Kalimat persamaan terdiri atas subjek dan predikat
(Moeliono, 1988:268).
Contoh:
(8) Dia guru saya.
(9) Orang itu pencurinya.
(10) Dialah guru saya.
(11) Orang itulah pencurinya.
Pada (8) dan (9) subjeknya masing-masing adalah (dia) dan (orang itu). Hal
yang terjadi pada (10) dan (11) justru sebaliknya, (guru saya) dan (pencurinya)
19
menduduki fungsi subjek. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa dalam struktur
bahasa Indonesia partikel –lah umumnya menandai predikat.
1.8.2.1.2 Kalimat Tunggal Berpredikat Adjektiva
Kalimat yang berpredikat adjektiva disebut kalimat statif (Moeliono,
1988:269).
Contoh:
(12) Ayahnya sakit.
(13) Pernyataan orang itu benar.
(14) Alasan para pengunjuk rasa agak aneh.
Pada ketiga kalimat di atas (12—14) kata (sakit), (benar), dan frasa adverbia
(agak aneh) mengisi fungsi predikat, sedangkan subjek kalimat (12—14) tersebut
adalah (ayanhnya), (pernyataan orang itu), dan (agak aneh).
1.8.2.1.3 Kalimat Tunggal Berpredikat Verba
Kalimat tunggal berpredikat verba ialah kalimat yang predikatnya verba (kata
kerja). Berdasarkan penggolongan verba, kalimat yang berpredikat verba yang bukan
pasif dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu (1) kalimat intransitif, (2) kalimat
ekatransitif, (3) kalimat dwitransitif, dan (4) kalimat semitransitif. Di samping itu,
tentu saja terdapat kalimat dengan verba pasif atau disebut juga kalimat pasif
(Moeliono, 1988:271).
20
1.8.2.1.4 Kalimat yang Predikatnya Frasa Lain (Numeral)
Kalimat yang berpredikat frasa lain maksudnya adalah kalimat yang
berpredikat kata bilangan atau frasa nominal (Moeliono, 1988:284).
Contoh:
(15) Anaknya banyak.
(16) Mulainya pukul sembilan.
1.8.2.1.5 Kalimat Tunggal Berpredikat Frasa Preposisional
Kalimat berpredikat frasa preposisional adalah kalimat yang predikatnya frasa
kata depan. Semua frasa preposisional dapat menjadi predikat (Moeliono, 1988:283).
Contoh:
(17) Dia ke IKIP pada pagi hari itu.
(18) Tinggalnya di Ujungpandang.
(19) Foto itu dari kakaknya.
1.8.2.2 Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas dua klausa atau lebih
(Verhaar dalam Putrayasa, 2010:55). Kalimat majemuk dibedakan atas tiga bagian
besar, yaitu (1) kalimat majemuk setara (KMS), (2) kalimat majemuk rapatan (KMR),
dan (3) kalimat majemuk bertingkat (KMB) (Putrayasa, 2010:55).
21
1.8.2.2.1 Kalimat Majemuk Setara
Kalimat majemuk setara adalah gabungan beberapa kalimat tunggal menjadi
sebuah kalimat yang lebih besar dan tiap-tiap kalimat tunggal yang digabungkan itu
tidak kehilangan unsur-unsurnya (Putrayasa, 2012:39). Pada dasarnya kalimat
majemuk setara dibagi menjadi tiga, yaitu (1) KMS sejalan, (2) KMS berlawanan,
dan (3) KMS penunjukan.
Contoh:
(20) Ibu bangun pagi, ayah melaksanakan kewajibanya, dan anak-anak
berangkat ke sekolah.
(21) Matahari terbit di ufuk timur, margasatwa mulai terbagun dari
tidurnya, dan petani-petani berangkat ke ladang.
Kalimat (20) memiliki tiga klausa terdiri atas tiga subjek dan tiga predikat.
Subjek dan predikat pada kalimat (20), yaitu (ibu, ayah, dan anak-anak), dan (bangun
pagi, melaksanakan kewajibanya, dan berangkat ke sekolah). Di pihak lain kalimat
(21) memiliki tiga klausa terdiri atas masing-masing tiga subjek (matahari,
margasatwa, dan petani-petani), tiga predikat (terbit, mulai terbangun, dan
berangkat), dan tiga keterangan (di ufuk timur, dari tidurnya, dan ke ladang).
Kalimat-kalimat tersebut setara karena sama derajatnya dan tiap-tiap kalimat mampu
mempunyai subjek dan predikat.
1.8.2.2.2 Kalimat Majemuk Rapatan
Kalimat majemuk rapatan adalah gabungan beberapa kalimat tunggal
22
yang unsur-unsurnya sama dirapatkan atau ditulis satu kali saja unsur-unsur yang
sama tersebut (Putrayasa, 2012:57). Kalimat majemuk rapatan terdiri atas empat
macam, yaitu (1) KMR sama S, artinya subjek-subjek dirapatkan, (2) KMR sama P,
artinya predikat-predikat dirapatkan, (3) KMR sama O, artinya objek-objek
dirapatkan, dan (4) KMR sama A, artinya adverbia-adverbia dirapatkan (Putrayasa,
2012:57).
Contoh:
(22) Revina menyanyi dan menari
(23) Clara dan rina sedang memasak
(24) Arik menyapu kamar dan halaman
(25) Lilik pergi kek kantor dan perpustakaan
Kalimat (22) merupakan kalimat majemuk rapatan sama P, yaitu (revina
menyanyi dan revina menari). Unsur predikat pada kalimat (22) yaitu (menyanyi dan
menari). Di pihak lain kalimat (23) merupakan kalimat majemuk rapatan sama S,
yaitu (clara sedang memasak dan rina sedang memasak). Kedua unsur subjeknya
dirapatkan. Pada kalimat (24) meruakan kalimat majemuk rapatan sama O, yaitu (arik
menyapu kamar dan arik menyapu halaman). Pada kalimat (25) merupakan kalimat
majemuk rapatan sama A, yaitu (lilik pergi ke kantor dan lilik pergi ke perpustakaan).
1.8.2.2.3 Kalimat Majemuk Bertingkat
Kalimat majemuk bertingkat adalah kalimat yang hubungan pola-polanya
tidak sederajat. Bagian yang lebih tinggi kedudukanya disebut induk kalimat,
23
sedangkan bagian yang lebih rendah kedudukanya disebut anak kalimat. Dalam tata
bahasa tradisional, klausa bebas dalam kalimat majemuk bertingkat disebut induk
kalimat, sedangkan klausa tidak bebas disebut anak kalimat. Klausa yang tidak bebas
atau yang disebut anak kalimat biasanya didahului oleh kata penghubung (Putrayasa,
2012:63).
Contoh:
(26) Kalimat tunggal : Kedatanganya disambut oleh rakyat pada sore hari.
(27) Induk kalimat : Kedatangannya disambut oleh rakyat.
(28) Anak kalimat : Ketika matahari mulai condong ke barat.
Kalimat (26) merupakan kalimat tunggal. kalimat tersebut kemudian diperluas
menjadi kalimat majemuk bertingkat yang memiliki dua klausa, yaitu klausa bebas
atau yang biasa disebut induk kalimat (27) dan klausa tidak bebas yang disebut juga
dengan anak kalimat (28). Gabungan kedua klausa (27) dan (28) di atas adalah
sebagai berikut.
Kedatangannya disambut oleh rakyat ketika matahari mulai condong ke barat.
1.9 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulisan mahasiswa
level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana,
wawancara kepada mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan
Budaya, Universitas Udayana serta data tambahan oleh Prof. Suparwa berupa
karangan tulisan mahasiswa level 1 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
24
Udayana dalam pelajaran menulis. Penelitian terhadap tulisan mahasiswa level 1,
level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana tersebut
dibuat dalam pelajaran menulis dan materi ajar BIPA Fakultas Sastra dan Budaya,
Universitas Udayana pada periode September 2014—Januari 2015.
Jumlah tulisan yang ditulis oleh mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan
Budaya, Universitas Udayana adalah 21 tulisan. Tulisan tersebut terdiri atas tujuh
tulisan mahasiswa level 1 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana,
sepuluh buah tulisan mahasiswa level 2 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya,
Universitas Udayana, dan empat buah tulisan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan
Budaya, Universitas Udayana. Di pihak lain, jumlah karangan mahasiswa level 1
BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana dalam pelajaran menulis
oleh Prof. Suparwa adalah 19 karangan
Dari 41 mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan
Budaya, Universitas Udayana yang terdaftar, hanya 21 mahasiswa yang
mengumpulkan tulisannya. Hal ini terjadi karena banyaknya mahasiswa yang tidak
hadir pada saat angket disebarkan dan beberapa mahasiswa tidak mau mengumpulkan
dan mengisi angket yang telah disebarkan .
Sumber data wawancara dalam penelitian ini adalah mahasiswa level 1, level
2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Wawancara
pada mahasiswa level 1 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana
berjumlah (3 orang), sedangkan wawancara pada mahasiswa level 2 BIPA Fakultas
Sastra dan Budaya, Universitas Udayana berjumlah (2 orang). Di pihak lain
25
wawancara pada mahasiswa level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana berjumlah (1 orang). Hal ini terjadi, karena banyak mahasiswa BIPA
Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana tidak mau diwawancarai dengan
alasan sibuk dengan kegiatan di luar jam belajar dan hanya datang saat jam belajar
berlangsung dan pulang saat jam belajar berakhir.
1.10 Metode dan Teknik Penelitian
Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara
melaksanakan metode (Sudaryanto dalam Narlianti, 2013:17). Metode dan teknik
yang digunakan untuk penelitian ini ada tiga, yaitu metode dan teknik pengumpulan
data, metode dan teknik analisis data, dan metode dan teknik penyajian data. Ketiga
metode dan teknik tersebut dijelaskan sebagai berikut.
1.10.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah
metode simak (observasi) dan metode cakap (wawancara). Penggunaan metode
tersebut dijabarkan sebagai berikut.
1.10.1.1 Metode Simak (Observasi)
Metode simak digunakan untuk memperoleh data dengan cara menyimak
penggunaan bahasa, baik secara lisan maupun tulisan (Mahsun, 2011:92). Adapun
teknik yang digunakan, yaitu teknik simak bebas libat cakap dengan berperan sebagai
26
pengamat penggunaan bahasa oleh para informan dan teknik catat sebagai teknik
lanjutan setelah menerapkan metode simak.
Penerapan metode dan teknik tersebut dilakukan dengan menyimak dan
mengamati dengan cermat tulisan yang dibuat oleh mahasiswa level 1, level 2, dan
level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana. Setelah itu dicatat
hal-hal yang penting dan relevan dengan penelitian yang dilakukan. Metode ini
digunakan untuk menjawab rumusan masalah yang berkaitan dengan pola kalimat
dan jenis kesalahan yang digunakan oleh mahasiswa level 1, level 2, dan level 3
BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana di dalam tulisannya.
1.10.1.2 Metode Cakap (Wawancara)
Metode cakap (wawancara) adalah metode pengumpulan data berupa
percakapan antara peneliti dengan informan. Adanya percakapan antara peneliti dan
informan mengandung arti terdapat kontak antarmereka (Mahsun, 2011:95).
Metode cakap dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengetahuan
mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas Udayana terhadap
penggunaan atau penulisan kalimat dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini
menggunakan teknik cakap semuka. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kendala-
kendala yang dialami oleh mahasiswa BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana dalam belajar bahasa Indonesia.
27
1.10.2 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
deskriptif kualitatif. Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan tulisan
mahasiswa level 1, level 2, dan level 3 BIPA Fakultas Sastra dan Budaya, Universitas
Udayana, kemudian dianalisis. Selain itu, digunakan juga metode agih untuk
mengolah data.
Metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya justru bagian
dari bahasa itu. Alat penentu dalam rangka kerja metode agih itu selalu berupa bagian
atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata ingkar,
preposisi, adverbia), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat), klausa, silabel kata,
titinada, dan yang lain (Sudaryanto, 1993:15--16). Teknik yang digunakan untuk
menganalisis data, yaitu teknik dasar, dengan membagi satuan lingual data menjadi
beberapa bagian atau unsur dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai
bagian yang membentuk satuan lingual yang dimaksud
(sastra33.blogspot.com/2012/04/metode-penelitian-bahasa-metode-agih.htnl?=1
diakses pada 6 Oktober 2014).
1.10.3 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Metode penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode formal dan metode informal. Metode formal adalah perumusan dengan
tanda dan lambang, seperti tanda tambah, tanda panah, tanda kurung biasa, singkatan
dan sebagainya (Sudaryanto, 1993:145). Metode informal adalah perumusan hasil