bab i pendahuluan 1.1. latar belakang masalah i.pdfproses jual beli mobil ini tidak hanya dapat...
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan sehari-hari manusia tak lepas dari bermacam-macam
kebutuhan. Manusia harus berusaha dengan cara bekerja untuk memenuhi semua
kebutuhan tersebut. Di zaman yang modern ini, kendaraan juga merupakan salah
satu kebutuhan manusia, salah satunya adalah mobil. Dalam usaha bisnis jual beli
mobil yang dilakukan para wiraswasta, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen dengan memperhatikan kemampuan konsumen untuk
membeli kendaraan roda empat. Kebutuhan dan keinginan masyarakat inilah yang
mengakibatkan munculnya lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan
bank yang mana lembaga tersebut menjadi tujuan dari masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan khususnya pembiayaan, baik itu pembiayaan dalam bentuk
penyediaan dana maupun barang modal.
Dalam hukum pembiayaan di Indoensia terdapat bermacam-macam bentuk
lembaga pembiayaan, salah satunya adalah lembaga pembiayaan konsumen. Yang
dimaksud dengan pembiayaan konsumen, adalah kegiatan pembiayaan untuk
pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan sistem angsuran atau
kredit, yang bertujuan untuk membantu perorangan ataupun perusahaan dalam
pemenuhan kebutuhan dan permodalan mereka, khususnya untuk pembelian
kendaraan bermotor seperti mobil. Salah satu bentuk alternatif baru untuk
memenuhi kekurangan modal yang dengan terbentuknya lembaga baru yaitu
lembaga pembiayaan konsumen, yang menawarkan bentuk baru terhadap
pemberian dana atau pembiayaan. Perusahaan pembiayaan menyediakan jasa
kepada nasabah dalam bentuk pembayaran harga barang secara tunai kepada
pemasok (supplier).
Dalam transaksi pembiayaan konsumen ada tiga pihak yang terlibat, yaitu:
1. Pihak Perusahaan Pembiayaan Konsumen (Pemberi dana Pembiayaan atau
Kreditor)
2. Pihak Konsumen (Penerima dana pembiayaan atau Debitor)
3. Pihak Supplier (Penjual atau Penyedia Barang)1
Antara perusahaan pembiayaan dan konsumen harus ada lebih dahulu
perjanjian pembiayaan yang sifatnya pemberian kredit. Dalam perjanjian tersebut,
perusahaan pembiayaan wajib menyediakan kredit sejumlah uang kepada
konsumen sebagai harga barang yang dibelinya dari pemasok, sedangkan pihak
konsumen wajib membayar kembali kredit secara angsuran kepada perusahaan
pembiayaan tersebut. Sebagai contoh adalah dalam proses pembelian mobil bekas
secara angsuran.
Proses jual beli mobil ini tidak hanya dapat dilakukan dengan pembayaran
secara lunas atau membayar secara keseluruhan, namun dapat juga dilakukan
dengan cara angsuran atau kredit melalui lembaga pembiayaan konsumen.
Lembaga jual-beli secara angsuran merupakan salah satu cara bagi masyarakat
(konsumen atau perusahaan) untuk dapat memperoleh barang (barang konsumsi
1 Chidir Muhammad, 1993, Pengertian-pengertian Elementer Hukum Perjanjian Perdata,
CV. Mandar Maju, Bandung, h.166
atau barang untuk kebutuhan produksi) tanpa harus membayar keseluruhan harga
barang. Harga barang kemudian dicicil secara angsuran dalam jangka waktu
tertentu dengan memperhitungkan biaya lain seperti biaya administrasi dan beban
bunga. Fasilitas kredit ini biasanya diberikan oleh lembaga pembiayaan konsumen
yang berdiri dalam bentuk perusahaan, bekerja sama dengan penjual barang atau
supplier mobil. Lembaga jual-beli secara angsuran disini, pengguna barang
berlaku sebagai pemilik menurut titel jual-beli. Hanya saja, pembayarannya
dilakukan secara mencicil atau secara angsuran.
Adanya hubungan jual beli tersebut diawali dengan pembuatan kesepakatan
antara penjual dan pembeli yang dituangkan dalam bentuk perjanjian. Suatu
perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal.2
Perjanjian batasannya diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang berbunyi suatu
persetujuan adalah suatu perbuatan dengan nama satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pembelian mobil secara angsuran tersebut tertuang dalam suatu perjanjian
pembiayaan. Dalam perjanjian pembiayaan dimana bentuk, syarat atau isi yang
dituangkan dalam klausul-klausul telah dibuat secara baku (standard contrac-
standard contrac) dimana hal ini mengakibatkan penerimaan fasilitas kredit tidak
mempunyai kekuatan menawar (bargaining power).
Agar suatu perjanjian sah menurut hukum diperlukan 4 (empat) persyaratan
sebagai mana tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu:
2 Subekti R., 2002, Hukum Perjanjian, PT. Intermasa, Jakarta (selanjutnya disingkat
Subekti I), h. 1
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya,
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3. Suatu pokok persoalan tertentu,
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Di kota Denpasar, sebagai pusat perekonomian terdapat lembaga keuangan
non bank antara lain perusahaan pembiayaan konsumen seperti PT. Adira Finance
Denpasar. Dengan adanya perusahaan lembaga pembiayaan konsumen ini, dapat
membantu jalannya proses pengkreditan dalam pembayaran jual beli mobil bekas
secara angsuran tersebut. Tetapi dalam praktek hubungan perjanjian jual beli
secara angsuran mobil bekas ini tidak tertutup kemungkinan terjadinya faktor-
faktor yang disebabkan oleh tidak terwujudnya atau tidak sesuai dengan isi
perjanjian yang telah mereka sepakati bersama, misalnya terjadi karena debitur
atau nasabah mengingkari kewajibannya yaitu melakukan pembayaran secara
angsuran setiap bulannya pada tanggal jatuh tempo pembayaran yang telah
disepakati dalam perjanjian yang menimbulkan kerugian bagi kreditur
(perusahaan pembiayaan konsumen) yang disebut dengan wanprestasi. Kerugian
yang terjadi ini dapat dituntut karena apa yang telah disepakati kedua belah pihak
mengikat sebagai undang-undang.
Wanprestasi adalah pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada waktunya
atau dilakukan tidak menurut selayaknya.3 Menurut Wirjono Projodikoro, dalam
wanprestasi terdapat tiga bentuk atau kriteria, yaitu: “pihak yang berwajib sama
sekali tidak melaksanakan, pihak yang berwajib terlambat melaksanakan
3Yahya Harahap, M., 1982, Segi-segi Hukum Perjanjian, PT. Alumni, Bandung, h. 60.
kewajibannya, serta melaksanakan kewajiban tetapi tidak semestinya atau sebaik-
baiknya.”4
Berdasarkan latar belakang diatas mendorong penulis untuk melakukan
penelitian hukum yang dituangkan dalam sebuah skripsi yang berjudul :
“PENYELESAIAN WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN JUAL BELI
SECARA ANGSURAN MOBIL BEKAS MELALUI LEMBAGA
PEMBIAYAAN KONSUMEN DI PT. ADIRA FINANCE DENPASAR”.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam
perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui perusahaan
pembiayaan konsumen pada PT. Adira Finance di Denpasar?
2. Bagaimana upaya penyelesaian terjadinya wanprestasi dalam
perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui perusahaan
pembiayaan konsumen pada PT. Adira Finance di Denpasar?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Mengingat begitu luasnya permasalahan yang dapat diangkat, maka
dipandang perlu adanya pembatasan mengenai ruang lingkup masalah yang akan
dibahas nanti. Adapun permasalahan pertama dibatasi pada faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran
mobil bekas pada perusahaan pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance
4Wirjono Projodikoro, 1985, Asas-asas Hukum Perjanjian, PT. Bale, Bandung, (selanjutnya
disingkat Wirjono Projodikoro I) h. 45.
Denpasar. Sedangkan permasalahan yang kedua dibatasi pada upaya penyelesaian
terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas
pada perusahaan pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance Denpasar.
1.4. Orisinalitas
Dalam rangka menumbuhkan semangat anti plagiat didalam dunia
pendidikan di Indoensia, maka mahasiswa diwajibkan untuk mampu
menunjukkan orisinalitas dari penelitian yang tengah dibuat dengan menampilkan,
beberapa judul penelitian skripsi terdahulu sebagai pembanding. Adapun dalam
penelitian kali ini, peneliti akan menampilkan beberapa skripsi terdahulu yang
pembahasannya berkaitan dengan “Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian
Jual Beli Secara Angsuran Mobil Bekas Melalui Lembaga Pembiayaan Kosumen
di PT. Adira Finance Denpasar”
Tabel 1.1. Daftar Penelitian Sejenis
No. Judul Skripsi Penulis Rumusan Masalah
1. Wanprestasi Dalam
Perjanjian Jual Beli
Sepeda Motor Second
Hand Dengan Sistem
Sewa Beli
(Studi di PT. Malang
Indah Motor)
Nurul Winarsih
(Mahasiswa
Departemen
Pendidikan
Nasional
Universitas
Brawijaya
Fakultas Hukum
Malang)
Tahun 2007
1. Bagaimana Pembeli
Sewa Dinyatakan
Wanprestasi Dalam
Perjanjian Sewa Beli
Sepeda Motor Second
Hand oleh PT. Malang
Indah Motor?
2. Bagaimana Hambatan
Dan Upaya Penyelesaian
Yang Dilakukan oleh
PT. Malang Indah Motor
Dalam Hal Wanprestasi
Oleh Pembeli Sewa?
2. Pelaksanaan Wanprestasi
Dan Akibat Hukum
Dalam Perjanjian Jual
Beli Mobil (Studi Kasus
di Pengadilan Negeri
Denpasar)
I Ketut Maha
Wiranatha
(Mahasiswa
Fakultas Hukum
Program Ekstensi
Universitas
Udayana) Tahun
2007
1. Bagaimanakan
pelaksanaan persyaratan
wanprestasi dalam kasus
jual beli mobil dalam
praktek pengadilan?
2. Bagaimanakah akibat
hukum dari wanprestasi
dalam perjanjian jual
beli mobil pada praktek
pengadilan?
Berdasarkan penelusuran dari skripsi dengan judul dan pokok permasalahan
seperti yang dijelaskan diatas, menunjukkan bahwa penelitian dengan judul
Penyelesaian Wanprestasi Dalam Perjanjian Jual Beli Secara Angsuran Mobil
Bekas Melalui Lembaga Pembiayaan Kosumen Di PT. Adira Finance Denpasar
belum ada yang membahasnya, sehingga skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah orisinalitas atau keasliannya.
1.5. Tujuan Penelitian
1.5.1. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui lembaga pembiayaan konsumen itu sebagai
suatu pembiayaan alternatif selain bank;
2. Untuk memahami mekanisme pada perjanjian jual beli secara
angsuran melalui pembiayaan konsumen.
1.5.2. Tujuan Khusus
1. Untuk memahami lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran
mobil bekas melalui perusahaan pembiayaan konsumen di PT.
Adira Finance Denpasar;
2. Untuk memahami lebih dalam upaya penyelesaian terjadinya
wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas
melalui perusahaan pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance
Denpasar.
1.6. Manfaat Penelitian
1.6.1. Manfaat Teoritis
1. Secara teoritis hasil penelitian akan dapat menambah wawasan pada
ilmu pengetahuan mengenai ilmu hukum pada umumnya dan
khususnya yang berkenaan dengan studi hukum perjanjian dan hukum
pembiayaan;
2. Menambah referensi bagi para pihak yang sedang mengalami
wanprestasi dalam perjajian dalam jual beli secara angsuran mobil
bekas melalui lembaga pembiayaan konsumen baik pihak perusahaan
pembiayaan maupun pihak nasabah.
1.6.2. Manfaat Praktis
1. Dapat menambah pengalaman dan kemampuan peneliti dalam
melakukan penelitian hukum.
2. Untuk memberikan masukan dalam penyelesaian yang terjadi
dalam praktek perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas.
1.7. Landasan Teoritis
Landasan teoritis merupakan dukungan teori, konsep, asas, dan pendapat-
pendapat hukum dalam membangun atau memperkuat kebenaran dari
permasalahan analisis.5 Dalam menyelesaikan masalah diatas digunakan teori-
teori dan konsep-konsep ini karena antara debitur dengan kreditur mengadakan
suatu perjanjian kredit.
Menurut ketentuan Pasal 1313 KUHPerdata perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana suatu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih. Rumusan tersebut memberikan konsekuensi hukum bahwa
dalam suatu perjanjian akan selalu ada dua pihak, dimana satu pihak adalah pihak
yang wajib berprestasi (debitur) dan pihak lainnya adalah pihak yang berhak atas
prestasi tersebut (kreditur).6
Perjanjian adalah perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum. Adapun unsur-unsur perjanjian menurut teori
perjanjian adalah adanya perbuatan hukum, penyesuaian kehendak dari beberapa
orang, persesuaian kehendak harus dinyatakan, perbuatan hukum terjadi karena
kerja sama antara dua orang atau lebih pernyataan kehendak yang sesuai harus
saling bergantungan satu sama lain, kehendak ditujukan untuk menimbulkan
akibat hukum, akibat hukum itu untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain
5 Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung,
h. 141 6 Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, 2000, Jaminan Fidusia, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.31
atau timbal balik, dan persesuaian kehendak harus dengan mengingat peraturan
perundang-undangan.7
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada seseorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksankan suatu hal.8
Dalam membuat suatu perjanjian harus memperhatikan ketentuan Pasal
1320 KUHPerdata yaitu:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu pokok persoalan tertentu;
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dalam Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata dijelaskan bahwa perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Artinya, perjanjian yang dibuat oleh para pihak ditentukan isinya oleh para pihak
dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban
umum dan kesusilaan. Penjelasan tersebut juga berlaku pada perjanjian yang
dilakukan oleh seseorang yang ingin melakukan perjanjian dengan lembaga
pembiayaan konsumen.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2009 tentang Lembaga
Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam
bentuk penyediaan dana atau barang modal. Kegiatan usaha Perusahaan
7 Salim H.S., 2010, Hukum Kontak Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika,
Jakarta, h. 25 8 R. Subekti,1976, Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, (selanjutnya disingkat Subekti II)
h. 45
Pembiayaan meliputi sewa guna usaha, anjak piutang, usaha kartu kredit, dan
pembiayaan konsumen.
Pembiayaan konsumen (Consumer Finance) adalah kegiatan pembiayaan
untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran
secara angsuran. Sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden No. 9 Tahun
2009 pasal 9 lembaga pembiayaan dilarang menarik dana secara langsung dari
masyarakat baik dalam bentuk giro, deposito, maupun tabungan.
Pada setiap kegiatan usaha pembiayaan, termasuk juga Pembiayaan
Konsumen, inisiatif mengadakan hubungan kontraktual berasal dari para pihak
terutama Konsumen. Dengan demikian, kehendak para pihak pula menjadi
sumber hukumnya. Kehendak para pihak tersebut dituangkan dalam bentuk
tertulis berupa rumusan perjanjian yang menetapkan hak dan kewajiban para
pihak dalam hubungan kontrak Pembiayaan Konsumen. Dalam perundang-
undangan juga diatur mengenai hak dan kewajiban para pihak dan hanya berlaku
sepanjang para pihak tidak menentukan lain secara khusus dalam kontrak yang
dibuat. Ada dua sumber Hukum Perdata yang mendasari Pembiayaan Konsumen,
yaitu asas kebebasan berkontrak dan perundang-undangan bidang hukum
perdata.9
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan hukum perjanjian dapat diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis
yaitu asas kebebasan berjanji dalam arti yang luas (lisan dan tulisan) dan asas
kebebasan berkontrak dalam arti yang sempit (hanya secara tertulis). Dalam
9 Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, h. 98
hubungan hukum Pembiayaan Konsumen, perjanjian selalu dibuat tertulis sebagai
dokumen hukum yang menjadi dasar kepastian hukum (legal certainty).
Perjanjian Pembiayaan Konsumen dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak,
memuat rumusan kehendak berupa hak dan kewajiban Perusahaan Pembiayaan
Konsumen sebagai pihak penyedia dana (fund lender) dan Konsumen sebagai
pihak pengguna dana (fund user).
2. Undang-Undang Bidang Hukum Perdata
Perjanjian Pembiayaan Konsumen adalah salah satu bentuk perjanjian khusus
yang tunduk pada ketentuan Buku III KUHPerdata diantaranya Pasal 1313, 1320,
1338 yang membahas mengenai perjanjian secara umum, pasal 1754 sampai 1773
mengenai perjanjian pinjam pakai habis, pasal 1765 mengenai perjanjian
peminjaman dengan bunga, dan pasal 1457 sampai 1518 mengenai perjanjian jual
beli bersyarat.
Kemudian aspek hukum perdata dalam pembiayaan konsumen selain asas
kebebasan berkontrak dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata juga terdapat
pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Menurut Khotibul Umam, Consumer Financing atau sering disebut dengan
Pembiayaan Konsumen adalah suatu pinjaman atau kredit atau kredit yang
diberikan oleh suatu perusahaan kepada debitur untuk pembelian barang atau jasa
yang akan langsung dikonsumsi oleh konsumen, dan bukan untuk tujuan produksi
ataupun distribusi.
Pada pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006
tentang Perusahaan Pembiayaan disebutkan bahwa kegiatan Pembiayaan
Konsumen dilakukan dalam bentuk penyediaan dana untuk pengadaan barang
berdasarkan kebutuhan konsumen dengan pembayaran secara angsuran.
Kebutuhan konsumen antara lain meliputi:
a. Pembiayaan kendaraan bermotor;
b. Pembiayaan alat-alat rumah tangga;
c. Pembiayaan barang-barang elektronik;
d. Pembiayaan perumahan.
Perjanjian pembiayaan dapat terlaksana dengan baik apabila para pihak
telah memenuhi prestasinya masing-masing seperti yang telah diperjanjikan tanpa
ada pihak yang dirugikan, tetapi ada kalanya perjanjian kredit tersebut tidak
terlaksana dengan baik karena adanya wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu
pihak atau debitur.
Kata wanprestasi berasal dari Bahasa Belanda yang berarti prestasi buruk.10
Seseorang yang telah terikat dalam suatu perjanjian dapat dikatakan wanprestasi
apabila tidak melaksanakan apa yang telah diperjanjikan, atau apabila
alpa/lalai/ingkar janji.
Menurut Munir Fuady, yang dimaksud wanprestasi adalah tidak
dilaksanakannya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
10 Subekti, 1995, Aneka Perjanjian, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya
disingkat Subekti III) h. 45.
oleh kontrak kepada pihak-pihak tertantu seperti yang disebutkan dalam kontrak
yang bersangkutan.11
Wanprestasi yang dilakukan debitur dapat berupa empat macam :
1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan,
2. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat,
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.12
Adapun jalur penyelesaian wanprestasi dapat dilakukan melalui dua cara
yakni, malalui jalur litigasi dan non litigasi. Pihak perusahaan pembiayaan dalam
menyelesaikan wanprestasi yang terjadi seminimal mungkin untuk tidak
mengambil jalur peradilan umum atau jalur litigasi, karena dalam penyelesaian
perkara akan menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang cukup mahal,
sehingga tidak dapat sesuai dengan prinsip bisnis yang mencari keuntungan
sebesar-besarnya. Selain itu jalur litigasi dirasakan tidak efisien oleh perusahaan
pembiayaan yang berkembang saat ini. Mereka berinisiatif untuk menyelesaikan
suatu perkara melalui jalur non litigasi atau penyelesaian di luar pengadilan,
mengkaji penyelesaian wanprestasi dengan Alternatif Dispute Resolution.13
Sedangkan dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai Alternatif
Penyelesaian Senngketa. Sesungguhnya Alternatif Penyelesaian Sengketa
11 Munir Fuady, 2001, Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung, h. 105 12 Subekti III, loc.cit. 13 Sayud Margono, 2004, ADR & Arbitrase Proses Pelembagaan Dan Aspek Hukum,
Cetakan Kedua, Ghalia Indonesia, Bandung, h. 13
merupakan penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dilakukan secara
damai.
Menurut Takdir Rahmadi alternatif penyelesaian sengketa adalah sebuah
konsep yang mencakup berbagai bentuk penyelesaian sengketa selain dari proses
peradilan, melalui cara-cara yang sah menurut hakim, baik berdasarkan
pendekatan konsensus maupun tidak berdasarkan konsensus.
Sedangkan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam Undang-Undang No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah
lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang
disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli. Dengan demikian,
yang dimaksud dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa dalam perspektif
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 adalah suatu pranata penyelesaian
sengketa di luar pengadilan berdasarkan kesepakatan par pihak dengan
mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan.
Alternative penyelesaian sengketa merupakan implementasi dari nilai luhur
masyarakat Indonesia yaitu musyawarah mufakat. Hal ini sesuai dengan pendapat
dari Daniel S. Lev, yang menyatakan bahwa budaya hukum Indonesia dalam
penyelesaian sengketa mempunyai karakteristik tersendiri yang disebabkan oleh
nilai-nilai tertentu. 14
14 Ade Maman Suherman, 2004, Perbandingan Sistem Hukum, RajaGrafindo Persada,
Jakarta, h. 16.
1.8. Metode Penelitian
1.8.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
dengan menggunakan metode yuridis empiris. metode yuridis yaitu suatu
metode penulisan hukum yang berdasarkan pada teori-teori hukum,
literatur-literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
masyarakat. Sedangkan metode empiris yaitu suatu metode dengan
melakukan observasi atau penelitian secara langsung ke lapangan guna
mendapatkan kebenaran yang akurat dalam proses penyempurnaan
penulisan skripsi ini. Jadi Metode yuridis empiris dipergunakan dalam usaha
melakukan penelitian langsung ke lapangan dan mengkaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam masyarakat.
1.8.2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif (Penggambaran). Penelitian ini
bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan,
gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu
gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala
dengan gejala lain dalam masyarakat. Penelitian ini menggambarkan
wanprestasi dalam perjanjian jual beli secara angsuran mobil bekas melalui
lembaga pembiayaan konsumen di PT. Adira Finance Denpasar.
1.8.3. Jenis Pendekatan
Penelitian ini mempergunakan Pendekatan Perundang-undangan (The
Statute Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach) dan Pendekatan
Fakta (The Fact Approach). Pendekatan Perundang-undangan dipergunakan
untuk mengkaji beberapa aturan hukum yang ada, untuk mengetahui
pengaturan hukum yang berlaku bagi pelaksanaan dalam perjanjian jual beli
secara angsuran mobil bekas melalui lembaga pembiayaan konsumen.
Pendekatan analisa kasus (Case Approach), pendekatan ini dipergunakan
untuk mengetahui kasus-kasus wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian
jual beli secara angsuran mobil bekas melalui lembaga pembiayaan
konsumen. Pendekatan fakta adalah menjelaskan fakta-fakta yang terjadi
dilapangan.
1.8.4. Data dan Sumber Data
1.8.4.1. Data Primer
Data primer yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini
bersumber atau diperoleh dari penelitian di lapangan yang dilakukan dengan
cara mengadakan penelitian pada perusahaan pembiayaan di PT. Adira
Finance Denpasar. Adapun sumber data primer merupakan sumber data
yang diperoleh dari narasumber yang paling utama, dalam hal ini adalah
pelaku usaha dalam perjanjian jual beli secara angsuran.
1.8.4.2. Data Sekunder
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan
hukum tersier. Adapun bahan-bahan hukum sebagaimana dimaksud adalah
sebagai berikut:
1. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang bersifat autoritatif atau
mempunyai otoritas atau memiliki kekuatan mengikat, yaitu:
a. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
b. Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 9 Tahun 2009 tentang
Lembaga Pembiayaan;
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang
Perusahaan Pembiayaan.
2. Badan hukum sekunder, yaitu badan hukum yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, yaitu buku-buku, literatur, makalah, tesis,
skripsi, dan bahan-bahan hukum tertulis lainnya yang berhubunngan
dengan permasalahan penelitian,15
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder,yaitu berupa kamus, yang terdiri dari:
a. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Penerbit Balai Pustaka, Jakarta;
b. Kamus Hukum.
15 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Cetakan ke-IV, Kencana, Jakarta, h.
141
1.8.5. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumentasi.
Bahan hukum yang diperolehnya, diinfentarisasi dan diidentifikasi serta
kemudian dilakukan pengklasifikasian bahan-bahan sejenis, mencatat dan
mengolahnya secara sistematis sesuai dengan tujuan dan kebutuhan
penelitian. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari
konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-pendapat, penemuan-penemuan
yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.
1. Teknik studi dokumentasi
Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam
melakukan penelitian ini dengan cara mengumpulkan data
berdasarkan pada benda-benda berbentuk tulisan, dilakukan dengan
cara mencari, membaca, mempelajari, dan memahami data-data
sekunder yang berhubungan dengan hukum sesuai dengan
permasalahan yang dikaji yang berupa buku-buku, majalah, literatur,
dokumen, peraturan yang ada relevansinya dengan masalah yang
diteliti.
2. Teknik wawancara
Metode wawancara adalah metode untuk mengumpulkan data dengan
cara tanya jawab. Dalam penelitian ini wawancara yang merupakan
teknik untuk memperoleh data dilapangan dipergunakan untuk
menunjang dari data-data yang diperoleh melalui studi dokumen.
Dimana peneliti sebagai penanya dan sumber informan sebagai obyek
yang akan dimintai keterangan dan informasi terkait peelitian tersebut.
Pedoman daftar pertanyaan dibuat secara terstuktur. Penelitian yang
dilakukan dengan wawancara kepada narasumber sebagai pelaku
usaha pada perusahaan pembiayaan yang melakukan perjanjian jual
beli secara angsuran yaitu di PT. Adira Finance. Narasumber
diberikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan topik
skripsi yang dibuat.
1.8.6. Teknik Pengumpulan Sampel Penelitian
Adapun lokasi penelitian dalam penyusunan penelitian ini pada PT.
Adira Finance di Denpasar. Terpilihnya lokasi tersebut sebagai lokasi
penelitian dikarenakan ditemukan kasus wanprestasi dalam perjanjian
pembiayaan pada perusahaan pembiayaan tersebut.
Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah sampel
secara Non Random Sampling, yaitu suatu cara menentukan sampel dimana
peneliti telah menentukan atau menunjuk sendiri sampel penelitiannya.
Sesuai dengan judul dalam penulisan skripsi ini maka dalam penelitian ini
sampel yang digunakan yaitu PT. Adira Finance di Denpasar.
Penentuan responden atau informan dilakukan dengan menggunakan
teknik Snowball Sampling yang dipilih berdasarkan penunjukan atau
rekomendasi dari sampel sebelumnya. Sampel pertama yang diteliti
ditentukan sendiri oleh peneliti yaitu dengan mencari responden kunci
maupun informan kunci, kemudian responden maupun informan berikutnya
yang akan dijadikan sampel tergantung rekomendasi responden maupun
informan kunci.
1.8.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Dalam penelitian ini, metode analisis data yang digunakan adalah
analisis kualitatif. Artinya pengumpulan data menggunakan pedoman studi
dokumen, dan wawancara. Penelitian dengan teknik analisis kualitatif ini
keseluruhan data yang terkumpul baik dari data primer maupun sekunder,
akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis,
digolongkan dalam pola dan tema, dikategorisasikan dan diklasifikasikan,
dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan dengan
interpretasi untuk memahami makna data, dan dilakukan penafsiran dari
perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan kualitas data. Proses
analisis tersebut dilakukan secara terus menerus sejak pencarian data di
lapangan dan berlanjut terus hingga pada tahap analisis. Setelah dilakukan
analisis secara kualitatif kemudian data akan disajikan secara deskriptif
kualitatif dan sistematis.