bab i pendahuluan 1.1 latar belakang masalah i.pdf · 4 aksi ini semakin marak terjadi. tercatat...

27
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang semakin maju atau yang lebih kita kenal dengan era globalisasi seperti sekarang ini ternyata mampu mengubah kehidupan manusia. Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat nampaknya telah menghipnotis sebagian besar penduduk di muka bumi ini. Mereka dengan mudah mendapatkan berbagai informasi yang diinginkan dengan cepat tanpa membutuhkan waktu yang lama. Untuk berkomunikasi pun dengan mudahnya mereka lakukan walaupun berada dalam tempat yang jauh. Kecanggihan alat informasi dan komunikasi setidaknya dapat mempermudah pekerjaan manusia. Banyak teknologi baru dengan berbagai inovasi bermunculan dengan harga yang semakin murah dan mudah didapatkan masyarakat seperti ponsel pintar, laptop, tablet yang semakin memudahkan masyarakat untuk saling berkomunikasi. Perkembangan teknologi saat ini menyebabkan manusia sangat membutuhkan segala jenis pelayanan teknologi tertutama dalam bidang telekomunikasi untuk mempermudah setiap orang untuk bertelekomunikasi. Namun seringkali teknologi tersebut disalahgunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan persoalan yang rumit. 1 . 1 Maskun, 2013,Kejahatan Siber Cybercrime : Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, h.17

Upload: lyhuong

Post on 18-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman yang semakin maju atau yang lebih kita kenal dengan

era globalisasi seperti sekarang ini ternyata mampu mengubah kehidupan manusia.

Dilihat dari berkembangnya ilmu teknologi dan informasi yang semakin pesat

nampaknya telah menghipnotis sebagian besar penduduk di muka bumi ini. Mereka

dengan mudah mendapatkan berbagai informasi yang diinginkan dengan cepat tanpa

membutuhkan waktu yang lama. Untuk berkomunikasi pun dengan mudahnya

mereka lakukan walaupun berada dalam tempat yang jauh. Kecanggihan alat

informasi dan komunikasi setidaknya dapat mempermudah pekerjaan manusia.

Banyak teknologi baru dengan berbagai inovasi bermunculan dengan harga yang

semakin murah dan mudah didapatkan masyarakat seperti ponsel pintar, laptop, tablet

yang semakin memudahkan masyarakat untuk saling berkomunikasi.

Perkembangan teknologi saat ini menyebabkan manusia sangat membutuhkan

segala jenis pelayanan teknologi tertutama dalam bidang telekomunikasi untuk

mempermudah setiap orang untuk bertelekomunikasi. Namun seringkali teknologi

tersebut disalahgunakan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menimbulkan

persoalan yang rumit.1.

1 Maskun, 2013,Kejahatan Siber Cybercrime : Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta, h.17

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

2

Akibat dari perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi dan

informatika ini memberikan pelayanan dalam bentuk media baru dengan berbagai

kemudahan yang diberikan. Mulai dari hal yang kecil seperti tidak perlu lagi membeli

koran dipagi hari untuk membaca berita terkini, melalui media internet hal-hal terkini

yang ada didunia yang ingin diketahui cukup hanya sekali sentuhan ditambah lagi

tidak ada ruang batasan mengenai tempat dan waktu internet bias diakses dimana saja

tanpa perlu menghabiskan biaya yang banyak mulai dari kalangan masyarakat kelas

sosial atas hingga masyarakat kelas bawah dapat menikmati kemudahan yang

diberikan media internet ini.

Negara Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang sedang mengalami

perkembangan. Salah satu ciri perkembangan ini adalah dengan banyaknya program

pembangunan di berbagai bidang kehidupan berbangsa, bernegara, dan

bermasyarakat. Perkembangan tersebut diatas misalnya dapat dilihat dari

perkembangan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi atau yang kita kenal dengan

istilah IPTEK, serta perkembangan di bidang informasi dan komunikasi yang sangat

pesat dan tidak terbendung, dewasa ini yang sudah tentu berdampak pada seluruh

aspek atau seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakatnya. Dengan demikian, tidaklah

berlebihan apabila dikatakan bahwa perkembangan yang salah satunya dicirikan

dengan banyaknya pembangunan senantiasa akan menimbulkan perubahan.2

2 Kristian dan Yopi Gunawan, 2013, Penyadapan Dalam Hukum Positif di Indonesia, Bandung,

h.1

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

3

Fenomena ini menunjukan bahwa kebutuhan manusia sebagai makhluk sosial

yang membutuhkan satu sama lain dimana informasi inilah yang menjadi jembatan

penghubung antara satu dan lainnya yang memiliki keterkaitan seperti hubungan

keluarga, persahabatan hingga koneksi kerja dimana informasi berbentuk internet

yang memberikan banyak kemudahan. Maka manusia bergantung pada kemampuan

internet ,sehingga perkembangan teknologi informatika menjadi kebutuhan yang

setara dengan kebutuhan pokok manusia di era globalisasi saat ini.

Perkembangan dan kemajuan teknologi komputer dan telekomunikasi berupa

media internet sebagai salah satu penyebaran informasi dalam kehidupan sehari-hari

membawa dampak buruk berupa penyalahgunaan media internet sebagai salah satu

sarana untuk melakukan perbuatan memperoleh data identitas diri seperti user id dan

password dengan menggunakan teknik phising.

Phising atau Identity theft adalah tindakan memperoleh informasi pribadi

seperti User ID, PIN, nomor rekening, nomor kartu kredit Anda secara tidak sah

melalui e-mail palsu kepada seseorang atau suatu perusahaan atau suatu organisasi

dengan menyatakan bahwa pengirim adalah suatu entitas bisnis yang sah.3 Informasi

ini kemudian akan dimanfaatkan oleh pihak phiser untuk mengakses rekening,

melakukan penipuan kartu kredit atau memandu nasabah untuk melakukan transfer ke

rekening tertentu dengan iming-iming hadiah.

3 Sutan Remy Syahdeini, 2009, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Grafiti, Jakarta, h. 63-64

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

4

Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan

bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari bulan sebelumnya. Anti-

Phishing Working Group (APWG) dalam laporan bulanannya, mencatat ada 12.845 e-

mail baru dan unik serta 2.560 situs palsu dan Selama tahun 2014 Anti-Phishing

Working Group (APWG) dalam laporannya, mencatat ada 123.972 e-mail baru dan

unik serta 95.321 situs palsu yang digunakan sebagai sarana phishing dan diketahui

27.253 situs palsu diyakini dibuat oleh phiser.4 Selain terjadi peningkatan kuantitas,

kualitas seranganpun juga mengalami kenaikan. Artinya, situs-situs palsu itu

ditempatkan pada server yang tidak menggunakan protokol standar sehingga

terhindar dari pendeteksian. Teknik ini bisa saja dilakukan melalui vuln xss dengan

membuat halaman fake login atau login palsu.5

Kehadiran website palsu sebuah bank nasional pernah menjadi berita yang

cukup menjadi perhatian masyarakat karena telah banyak memakan korban. Kasus

phising yang pernah menjadi pembicaraaan itu adalah Klikbca.com tetapi situs ini

sekarang sudah tidak aktif, pada saat ramai terjadinya phising klikbca ini, Jika anda

masuk ke lima situs ( wwwklikbca.com, kilkbca.com, clikbca.com, klickbca.com dan

klikbac.com.), anda akan mendapatkan situs internet yang sama persis dengan situs

klikbca.com. Hanya saja saat melakukan login, anda tidak akan masuk ke fasilitas

internet banking BCA, namun akan tertera pesan "The page cannot be displayed".

4 antiphising.org, (cited 30 December 2015), Available from URL :

http://www.antiphishing.org/apwg-news-center/

5 Kiddo, 2010, Hacking Website, Media Kita, Jakarta, h.81

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

5

Fatalnya, dengan melakukan login di situs-situs itu, username dan PIN internet anda

akan terkirim pada sang pemilik situs. Jebakan website palsu menjadi penghambat

bank untuk memberikan fasilitas yang semakin baik kepada nasabahnya. Di satu sisi

bank memberikan kemudahan transaksi bagi nasabahnya cukup dengan internet

banking namun di sisi lainnya terdapat pihak jahat yang memanfaatkan kelengahan

nasabah untuk mengambil informasi penting nasabah seperti nomor pin rekening

tabungan di bank dengan menggunakan website palsu yang memiliki tampilan sama

persis dengan website bank yang aslinya.

Satu lagi contoh yang pernah terjadi dalam sebuah situs web game online

yaitu milik Gemscool.com yaitu untuk mendapatkan id atau user serta password

pemain game online lainnya dengan tujuan untuk mengambil item dalam game

tersebut maka beberapa oknum menggunakan teknik phising untuk menjerat korban

ke dalam web palsu tersebut. Berikut adalah contoh tampilan web asli Gemscool.com

dan web palsu nya :

Gambar 1. 1 Web Gemscool.com yang asli

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

6

Gambar 1. 2 Web Gemscool Palsu

Dalam negara-negara berkembang khususnya kepolisian sangat susah untuk

menanggulangi dan menangkal karena terbatasnya sumber daya manusia, sarana dan

prasarana teknologi yang dimiliki. Saat ini pemerintah belum menganggap kejahatan

komputer belum sebagai prioritas utama dalam penegakan kebijakan hukum

dibandingkan terorisme dan korupsi padahal pada dasarnya terorisme pun bisa

dimulai hanya cukup diam didepan komputer.

Kejahatan-kejahatan cyber seperti phising cukup meresahkan masyarakat pada

umumnya, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah mengatur hubungan-

hubungan hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer yang

berkembang menjadai cyber crime atau dalam bahasa Indonesia disebut kejahatan

mayantara atau kejahatan dunia siber. Akan tetapi di Indonesia tidak ada peraturan

atau undang-undang yang mengatur tentang phising.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

7

Di Indonesia sendiri setidaknya sudah terdapat UU No.11 Tahun 2008 tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Ketentuan hukum yang mengatur tentang

phising (pencurian identitas) sampai saat ini belum diatur, akan tetapi beberapa

unsur-unsur perbuatan phising tersebut terdapat dalam beberapa pasal dalam beberapa

pasal dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) No. 11 Tahun 2008,

yaitu Pasal 28 ayat 1 yaitu setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan

berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam

Transaksi Elektronik, dan Pasal 35 yang berbunyi setiap orang dengan sengaja dan

tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,

penghilangan, pengerusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut

dianggap seolah-olah data yang otentik.

Jika dilihat dari uraian diatas maka perbuatan phising ini dalam dimasukan

dalam kategori kekosongan norma. Kekosongan norma dapat diartikan sebagai “suatu

keadaan kosong atau ketiadaan peraturan perundang-undangan (hukum) yang

mengatur tata tertib (tertentu) dalam masyarakat”, sehingga kekosongan hukum

dalam hukum positif lebih tepat dikatakan sebagai “kekosongan undang-

undang/peraturan Perundang-undangan”. Akibat yang ditimbulkan dengan adanya

kekosongan hukum, terhadap hal-hal atau keadaan yang tidak atau belum diatur itu

dapat terjadi ketidakpastian hukum atau ketidakpastian peraturan perundang-

undangan di masyarakat yang lebih jauh lagi akan berakibat pada kekacauan hukum

(rechtsverwarring), dalam arti bahwa selama tidak diatur berarti boleh, selama belum

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

8

ada tata cara yang jelas dan diatur berarti bukan tidak boleh. Hal inilah yang

menyebabkan kebingungan (kekacauan) dalam masyarakat mengenai aturan apa yang

harus dipakai atau diterapkan.

Dalam masyarakat menjadi tidak ada kepastian aturan yang diterapkan untuk

mengatur hal-hal atau keadaan yang terjadi. Maka daripada itu perbuatan

mendapatkan data identitas diri menggunakan teknik phising perlu dikriminalisasi.

Melihat dari permasalahan di atas tentang tindak pidana phising, hal inilah

yang menjadi dasar pemikiran untuk mengangakat Skripsi dengan judul

“KRIMINALISASI TERHADAP PERBUATAN MEMPEROLEH DATA

IDENTITAS DIRI DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PHISING”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka dalam skripsi ini

akan ditulis beberapa permasalahan yang dianggap perlu diketemukan

penyelesaiannya. Adapun permasalahannya adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Hukum Positif di Indonesia mengatur perbuatan

memperoleh data identitas diri dengan menggunakan teknik phising?

2. Bagaimanakah sebaiknya pengaturan perbuatan memperoleh data identitas

diri dengan menggunakan teknik phising kedepannya dalam hukum positif

di Indonesia?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar tidak terjadi suatu pembahasan yang berlebihan dan agar pembahasan

sesuai dengan rumusan masalah yang dibuat, maka perlu untuk memberikan batasan-

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

9

batasan terhadap permasalahan tersebut di atas. Terhadap permasalahan pertama akan

dibahas mengenai Hukum positif di Indonesia mengatur perbuatan memperoleh data

identitas diri dengan menggunakan tekning phising.

Dengan melihat rumusan permasalahan yang di angkat sebelumnya, maka

penulis menaruh suatu objek kajian dalam penulisan karya tulis ini yaitu akan

membahas bagaimana kriminalisasi tentang perbuatan memperoleh data identitas diri

dengan menggunakan tekning phising. Dimana kita ketahui tidak ada peraturan

khusus yang mengatur tentang perbuatan memperoleh data identitas diri

menggunakan phising tersebut.

1.4. Orisinalitas

Skripsi ini merupakan karya tulis asli penulis, sehingga skripsi ini dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah dan penulis sangat terbuka atas

saran dan kririk yang membangun bagi penyempurnaannya. Untuk memperlihatkan

orisinalitas dari skripsi ini, maka dapat dibandingkan dengan skripsi-skripsi yang

pernah ada sebelumnya. Adapun skripsi-skripsi sebelumnya yang menyangkut

tentang kebijakan hukum pidana dan/atau kejahatan terhadap data identitas diri

adalah sebagai berikut.

1. Skripsi dengan judul “PENENTUAN TEMPUS DAN LOCUS DELICTI

DALAM KEJAHATAN CYBER CRIME (Studi Kasus Reskrimsus Polda

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

10

Jateng)”, ditulis oleh Martini Puji Astuti tahun 2013 dari Universitas Negeri

Semarang, dengan rumusan masalahnya adalah :

1) Bagaimanakah penentuan tempus dan locus delicti dalam kejahatan

cyber crime?

2) Bagaimanakah pengaturan kewenangan pengadilan yang berhak

mengadili kasus cyber crime?

2. Skripsi dengan judul “KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE

(CRACKING) DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 11

TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK” ditulis oleh Alberth M. Rumahorbo tahun 2010 dari

Universitas Sumatera Utara, dengan rumusan masalahnya adalah :

1) Bagaimana kejahatan pembobolan website sebagai bentuk kejahatan di

bidang informasi dan transaksi elektronik?

2) Apa faktor penyebab dan modus kejahatan pembobolan website?

Bertolak dari beberapa skripsi diatas, maka dapat dibandingkan dengan

penelitian yang dilakukan oleh penulis. Penulis menekankan kepada kekosongan

norma sehingga perbuatan pencurian identitas harus diatur kedepannya dalam hukum

positif di Indonesia (Ius Constituendum).

Sehingga dapat dilihat dan dibandingkan, bahwa 2 skripsi yang disebutkan diatas

berbeda penulisannya dari karya tulis yang dibuat oleh penulis (baik dilihat dari

judul, fokus penelitian, dan rumusan masalah).

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

11

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini ada 2 (dua) tujuan yaitu tujuan umum dan

tujuan khusus.

1.5.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah yakni untuk mengetahui

perkembangan hukum di Indonesia dan menambah pengetahuan hukum pidana

mengenai kriminalisasi perbuatan yang memperoleh data sensitif menggunakan

teknik phising dalam RUU KUHP Pidana.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan terhadap pencurian identitas diri

menggunakan teknik phising dalam hukum positif di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana sebaiknya kedepannya pengaturan perbuatan

memperoleh data identitas diri dengan menggunakan teknik phising dalam

hukum positif di Indonesia.

1.6 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yang terdiri dari manfaat teoritis dan manfaat

praktis, yaitu:

1.6.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

ilmiah bagi pengembangan ilmu hukum di bidang hukum pidana, khususnya

pemahaman teoritis mengenai konsep perumusan tentang perbuatan memperoleh data

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

12

identitas diri menggunakan teknik phising dalam RUU-KUHP. Adapun manfaat

teoritis dari penelitian ini adalah penulis dapat memperoleh pencerahan mengenai

permasalahan yang penulis hadapi sehingga menjadi dasar pemikiran yang teoritis

bahwa suatu RUU-KUHP perlu dikaji dalam perumusan konsepnya agar penerapan

tersebut nantinya bisa memberikan kemanfaatan, keadilan dan kepastian hukum.

1.6.2 Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dan sumbangan pemikiran bagi pembentuk undang-undang khususnya

DPR (Dewan Perwakilan Rakyat), sebagai badan legislatif pembuat undang-undang

di Indonesia terkait dengan RUU-KUHP mengenai perbuatan memperoleh data

identitas diri menggunakan teknik phising yang merupakan suatu hal yang baru

sebagai perbuatan pidana.

1.7 Landasan Teoritis

Pembahasan ini akan menjelaskan suatu landasan teoritis yang menjadi

landasan berpikir dan yang menjadi pokok permasalahan yang akan dibahas

mengenai kriminalisasi perbuatan memperoleh data identitas diri dengan

menggunakan tekning phising.

Ungkapan klasik “ ubi societas ibi ius’’ hingga sekarang masih relevan untuk

menggambarkan hukum yang tidak sslepas dari kehidupan manusia. Bahwa

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

13

manusia hidup bermasyarakat membutuhkan peraturan-peraturan yang disebut

hukum, yaitu suatu norma yang mengatur perilaku hidup manusia.6

Indonesia adalah Negara hukum, hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat

(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945(selanjutnya

disebut UUD NRI Tahun 1945) merupakan suatu pedoman dasar yang menjadikan

hukum sebagai kaidah dalam berperilaku di masyarakat.

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa hukum berlaku sebagai kaidah yang

merupakan patokan berprilaku atau sikap yang sepantasnya bagi masyarakat. Patokan

hukum tersebut memberikan pedoman, bagaimana seharusnya manusia

berperikelakuan atau bersikap tindak dalam kehidupan bermasyarakat sehingga

terciptanya suatu keselarasan kehidupan dan kedamaian di dalam kehidupan

bermasyarakat.7 Berdasarkan penjelasan Soerjono Soekanto tersebut, maka dapat

diartikan bahwa Soerjono Soekanto memberikan pemahaman bahwa hukum di dalam

masyarakat memiliki tujuan yang jelas.

Hukum pidana dihubungkan dengan negara hukum berarti berbicara mengenai

asas legalitas, asas legalitas menjelaskan haruslah ada suatu perumusan undang-

undang yang tegas mengenai tindak pidana dan perbuatan pidana, yang menurut para

ahli terbentuk dari terjemahan kata “strafbarfeit”, dan setelah adanya perumusan

undang-undang yang tegas terhadap suatu tindak pidana, maka perlulah dipahami

6 Roni Wiyanto,2012, Asas-Asas Hukum Pidana Indonesia, Mandar Maju, Surakarta, h.1

7 Soerjono Soekanto, 1983, Pengantar Sejarah Hukum, Alumni, Bandung, h.40

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

14

mengenai asas “lex spesialis derogat legi generalis”yang artinya apabila suatu negara

di dalam suatu sengketa atau masalah memiliki dua undang-undang yang dapat

diterapkan, maka yang harus diterapkan adalah undang-undang yang secara khusus

mengatur perkara tersebut.8

Berikut beberapa teori yang akan digunakan untuk membahas rumusan masalah

diatas:

a. Teori Negara Hukum

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum

(rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Djokosutomo

mengatakan, bahwa negara hukum menurut UUD 1945 adalah berdasarkan pada

kedaulatan hukum.9 Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 bahwa

“Negara Indonesia adalah negara hukum.” Oleh karena itu, negara tidak boleh

melaksanakan aktivitasnya atas dasar kekuasaan belaka,tetapi harus berdasarkan

pada hukum.

Secara teori, negara hukum (rechstaat) adalah negara bertujuan untuk

menyelenggarakan ketertiban hukum, yakni tata tertib yang umumnya berdasarkan

8 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat

Peter Mahmud Marzuki I), h.260.

9 C.S.T Kansil dan Christine S.T., 2008, Hukum Tata Negara Republik Indonesia (Pengertian

Hukum Tata Negara dan Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945

Hingga Kini), cetakan I, PT Rineka Cipta, Jakarta, h. 86.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

15

hukum yang terdapat pada rakyat. Negara hukum menjaga ketertiban hukum

supaya jangan terganggu, dan agar semua berjalan menurut hukum.10

Seiring dengan perkembangan negara hukum itu sendiri, kini suatu

negara dapat dikategorikan sebagai negara hukum asalkan memenuhi dua belas

prinsip, yakni:

1. Supremasi Hukum (supremacy of law);

2. Persamaan dalam Hukum (equality before The Law);

3. Asas legalitas (due process of law);

4. Pembatasan kekuasaan;

5. Organ-organ eksekutif independen;

6. Peradilan bebas dan tidak memihak;

7. Peradilan tata usaha negara;

8. Peradilan tata negara;

9. Perlindungan hak asasi manusia;

10. Bersifat demokratis (democratische rechtstaat);

11. Berfungsi sebagai sarana mewujudkan tujuan bernegara (welfare

rechtstaat);

12. Transparansi dan kontrol sosial.11

10 Hans Kelsen, 2006, Teori Tentang Hukum dan Negara, cetakan I, Penerbit Nusamedia dan

Penerbit Nuansa, Bandung, h. 382.

11 Jimly Assiddhiqie, 2004, Konstitusi dan Konstitualisme, Mahkamah Konstitusi dan Pusat Studi

Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, h.124.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

16

Utrecht dan Rachmat Soemitro memberikan dua macam asas yang

merupakan ciri negara hukum, yaitu asas legalitas dan asas perlindungan terhadap

kebebasan setiap orang dan terhadap hak-hak asasi manusia lainnya.12

Philipus M. Hadjon memberikan ciri-ciri negara hukum sebagai berikut:

1. Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat;

2. Hubungan fungsional yang proposional di antara kekuasaan negara;

3. Penyelesaian sengketa melalui musyawarah, peradilan sarana

terakhir;

4. Keseimbangan antara hak dan kewajiban.13

Sejarah kelahiran, perkembangan, maupun pelaksanaannya di berbagai

negara, konsep negara hukum sangat dipengaruhi dan tidak dapat dipisahkan dari

asas kedaulatan rakyat, asas demokrasi, serta asas konstitusional.14 Hukum yang

hendak ditegakkan dalam negara hukum agar hak-hak asasi warganya benar-benar

terlindungi hendaklah hukum yang benar dan adil, yaitu hukum yang bersumber

dari aspirasi rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat melalui wakil-wakilnya yang

dibuat secara konstitusional tertentu. Dengan demikian, elemen-elemen yang

penting dari sebuah negara hukum, yang merupakan ciri khas dan merupakan

syarat mutlak adalah:

12 E. Utrecht, 1966, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan IX, Penerbit Universitas

Indonesia, Jakarta, h. 305.

13 Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan

Pemerintahan Yang Bersih, Surabaya, h. 45.

14 Murtir Jeddawi, 2012, Hukum Administrasi Negara, cetakan I, Penerbit Total Media,

Yogyakarta h. 44.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

17

1. Asas pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia;

2. Asas legalitas;

3. Asas pembagian kekuasaan negara;

4. Asas peradilan yang bebas dan tidak memihak.15

5. Asas kedaulatan rakyat

6. Asas demokrasi, dan

7. Asas konstitusionalitas

Teori negara hukum menggambarkan bahwasanya Negara Hukum adalah

adanya kegiatan-kegiatan ketatanegaraan yang bertumpu pada keadilan.

b. Teori Kebijakan Kriminal (Criminal Policy)

Kebijakan penanggulan kejahatan atau politik kriminal (criminal policy)

merupakan bagian dari politik penegakan hukum dalam arti luas yang seluruhnya

merupakan bagian dari politik sosial, yaitu suatu usaha dari masyarakat atau

negara untuk meningkatkan kesejahteraan warganya.16

Upaya atau kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan

kejahatan termasuk bidang “kebijakan kriminal” (criminal policy). Kebijakan

kriminal ini pun tidak terlepas dari kebijakan yang lebih luas, yaitu “kebijakan

sosial” (social policy) yang terdiri dari kebijakan/upaya-upaya untuk kesejahteraan

sosial dan kebijakan/upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat.17 Sudarto

pernah mengemukakan tiga arti mengenai kebijakan kriminal, yaitu :

15 Ibid.

16 Muladi dan Barda Nawawi Arief, 2010, Bunga Rampai Hukum Pidana, Alumni, Bandung,

(selanjutnya disingkat Muladi dan Barda Nawawi Arief I), h. 1.

17 Barda Nawawi Arief, 2008, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam

Penanggulangan Kejahatan, Prenada Media Group, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi

Arief I), h. 77.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

18

a) Dalam arti sempit, ialah keseluruhan asas dan metode

yang menjadi dasar darireaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.

b) Dalam arti luas, ialah keseluruhan fungsi dari aparatur penegak

hukum, termasuk didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi.

c) Dalam arti paling luas (yang beliau ambil dari Jorgen Jepsen) ialah

keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-undangan dan badan-

badan resmi, yang bertujuan untuk menegakan norma-norma sentral dalam

masyarakat.

Menutut G. Peter Hoefnagels dalam bukunya Barda Nawawi Arief yang

berjudul “Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan Penyusunan

Konsep KUHP Baru)” mendefinisikan kebijakan kriminal yakni :

1. Kebijakan kriminal adalah ilmu tanggapan (Criminal policy is the

science of responses);

2. Kebijakan kriminal adalah ilmu pencegahan kejahatan (Criminal

policy is the science of crime prevention);

3. Kebijakan kriminal adalah kebijakan menunjuk perilaku manusia

sebagai kejahatan (Criminal policy is a policy of designating human

behavior as crime);

4. Kebijakan kriminal adalah total rasional tanggapan terhadap kejahatan

(Criminal policy is a rational total of the responses to crime).18

dalam arti:

a. Ada keterpaduan (integralitas) antara politik kriminal dan politik

sosial;

b. Ada keterpaduan (integralitas) antara upaya penanggulangan kejahatan

dengan “penal” dan “non penal”.19

Pelaksanaan kebijakan kriminal dengan demikian harus menunjang tujuan

kesejahteraan masyarakat dan perlindungan masyarakat, serta harus dilakukan

18 Barda Nawawi Arief, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana (Perkembangan

Penyusunan Konsep KUHP Baru), Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief II),

h. 4

19Ibid, h.5-6

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

19

dengan pendekatan integral melalui keseimbangan sarana penal dan non penal

untuk mencegah dan menanggulangi kejahatan.

c. Teori Kebijakan Hukum Pidana (Penal Policy)

Kebijakan hukum pidana merupakan bagian daripada politik kriminal

(criminal policy). Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana

yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan

kejahatan. Dilihat dari sudut politik kriminal, maka politik hukum pidana identik

dengan pengertian “kebijakan penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana”.

Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga

merupakan bagian dari usaha penegakan hukum (khususnya penegakan hukum

pidana). Oleh karena itu, sering pula dikatakan bahwa politik atau kebijakan

hukum pidana merupakan bagian pula dari kebijakan penegakan hukum (law

enforcement policy).20

Kebijakan Hukum Pidana (politik hukum pidana/penal policy) dikaji

konteks bagian dari politik hukum yang dilihat sebagai alat untuk mencapai tujuan

dan fungsi hukum dalam masyarakat. Politik hukum ini ditempatkan sebagai alat

yang bekerja dalam sistem sosial dan sistem hukum tertentu untuk mencapai suatu

tujuan masyarakat atau negara,21

20 Ibid, h.24.

21 Sunaryati Hartono, 1991, Politik Hukum:Menuju Suatu Sistem Hukum Nasional, ( Alumni,

Bandung ), h. 1-2

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

20

Politik hukum pidana atau kebijakan hukum pidana adalah bagaimana

mengusahakan atau membuat atau merumuskan suatu perundang-undangan pidana

yang baik. Maka melaksanakan politik hukum pidana berarti mengadakan

pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang paling baik,

dalam artian memenuhi syarat keadilan dan daya guna.22

Menurut A. Mulder dalam bukunya Barda Nawawi Arief “Bunga

Rampai Kebijakan Hukum Pidana”, strafrechtspolitiek atau kebijakan hukum

pidana ialah garis kebijakan untuk menentukan:

a. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah

atau diperbarui;

b. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana;

c. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan

pidana harus dilaksanakan.23

Kebijakan hukum pidana jika dilihat dari kedua pengertian diatas pada

dasarnya adalah suatu usaha dalam penanggulangan kejahatan dengan

merumuskan suatu perundang-undangan pidana yang baik atau memperbaharui

undang-undang yang telah ada agar dapat mencegah terjadinya tidak pidana yang

terjadi dalam masyarakat. Pencegahan dan penanggulangan kejahatan dengan

sarana penal dapat dilakukan dengan cara yang fungsionalisasi atau

operasionalisasinya melalui beberapa tahap, yaitu :

1) Tahap formulasi (kebijakan legislatif);

22 Sudarto, 2007, Hukum dan Hukum Pidana, Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat Sudarto

II), h. 153.

23 Barda Nawawi Arief II, op.cit.,h.23.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

21

2) Tahap aplikasi (kebijakan yudikatif/yudisial);

3) Tahap eksekusi (kebijakan eksekutif/administratif).24

Tahap Formulasi merupakan upaya dalam pencegahan dan

penanggulangan kejahatan yang bukan hanya tugas dari aparatur penegak hukum,

tetapi juga tugas dari aparatur pembuat hukum yakni badan legislatif sebagai

badan untuk kebijakan dalam bentuk perundang-undangan yang nantinya jika ada

kelemahan dapat menjadi penghambat dalam penangulangan tahap aplikasi dan

eksekusi.

d. Teori Pembaharuan Hukum Pidana (Penal Reform)

Pembaruan hukum pidana merupakan bagian dari kebijakan hukum pidana.

Makna dan hakikat pembaruan hukum pidana berkaitan erat dengan latar belakang

dan urgensi diadakannya pembaruan hukum pidana itu sendiri. Pada hakikatnya

pembaruan hukum pidana merupakan suatu upaya untuk melakukan reorientasi

dan reformasi hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik,

sosiofilosofis, dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan

sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.25 Makna

dan hakikat pembaruan hukum pidana adalah :

a. Dilihat dari sudut pendekatan-kebijakan

- Sebagai bagian dari kebijakan sosial, pembaruan hukum pidana pada

hakikatnya merupakan bagian dari upaya untuk mengatasi masalah-

24 Barda Nawawi Arief, 2001, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan

Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Barda Nawawi Arief III),hal. 75

25Barda Nawawi Arief II, op.cit., h. 25

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

22

masalah sosial dalam rangka mencapai/menunjang tujuan nasional

(kesejahteraan masyarakat dan sebagainya).

- Sebagai bagian dari kebijakan kriminal, pembaruan hukum pidana pada

hakikatnya merupakan bagian dari upaya perlindungan masyarakat

(khususnya upaya penanggulangan kejahatan).

- Sebagai bagian dari dari kebijakan penegakan hukum, pembaruan

hukum pidana pada hakikatnya merupakan bagian dari upaya

memperbaharui substansi hukum (legal substance) dalam rangka

mengefektifkan penegakan hukum.

b. Dilihat dari sudut pendekatan-nilai

Pembaruan hukum pidana pada hakikatnya merupakan upaya melakukan

peninjauan kembali (reorientasi dan re-evaluasi) nilai-nilai sosiopolitik,

sosiofilosofis dan sosiokultural yang melandasi dan memberi isi terhadap

muatan normatif dan substantif hukum pidana yang dicita-citakan.

Bukanlah pembaruan (“reformasi”) hukum pidana, apabila orientasi nilai

dari hukum pidana yang dicita-citakan (misalnya KUHP Baru) sama saja

dengan orientasi nilai dari hukum pidana lama warisan penjajah (KUHP

Lama atau WvS).26

e. Konsep Tindak Pidana

Istilah tindak pidana hakekatnya merupakan istilah yang berasal dari

terjemahan kata strafbaarfeit dalam bahasa Belanda. Beberapa perkataan yang

digunakan menerjemahkan kata strafbaarfeit oleh sarjana-sarjana Indonesia antara

lain yaitu tindak pidana, delict, dan perbuatan pidana. Sementara dalam berbagai

perundang-undangan digunakan berbagai istilah, antara lain: peristiwa pidana,

perbuatan pidana, perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum, hal yang diancam

dengan hukum, dan tindak pidana.27

Pengertian sederhana dari tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh

suatu aturan hukum, larangan dimana disertai ancaman (sanksi) yang berupa

26Barda Nawawi Arief II, op.cit., h. 26

27 Ismu Gunadi W. dan Jonaedi Efendi, 2011, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana,

Prestasi Pustaka Publisher, Jakarta, h. 40-41.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

23

pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.28 Unsur-unsur

tindak pidana dalam rumusan pasal peraturan perundang-undangan terdiri atas

unsur subjektif dan unsur objektif. Lamintang dalam bukunya Leden Marpaung

yang berjudul “Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana” mengemukakan bahwa:

Yang dimaksud dengan unsur subjektif adalah unsur yang melekat pada diri si

pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk di

dalamnya segala sesuatu yang terkandung di dalam hatinya. Adapun yang

dimaksud dengan unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan

keadaan-keadaan, yaitu dalam keadaan ketika tindakan-tindakan dari si pelaku

harus dilakukan.29

Menurut teori monistis, unsur-unsur strafbaar feit itu meliputi baik unsur

perbuatan yang lazim disebut unsur objektif, maupun unsur pembuat yang

lazimnya dinamakan unsur subjektif. Teori dualistis sebaliknya ingin memisahkan

(mengeluarkan) schuld itu dari pengertian tindak pidana.30 Teori dualistis itu

sendiri adalah teori yang memisahkan tindak pidana dari pertanggungjawaban

pidana.

1.8 Metode Penelitian

Didalam melakukan penelitian ilmiah, tentunya menggunakan metode-metode

ilmiah dalam penelitiannya. Demikian pula pada penelitian dan penulisan skripsi ini

dilakukan dengan metode ilmiah, yaitu:

28 Ibid.

29 Ledeng Marpaung, op.cit, h. 11.

30 Chairul Huda, 2011, Dari ‘Tiada Pidana Tanpa Kesalahan’ Menuju Kepada ‘Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan’: Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak

Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, h. 9

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

24

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah jenis

penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan, kaidah-

kaidah atau norma-norma sebagai patokan berperilaku manusia yang dianggap

pantas.31 Penelitian terhadap asas-asas hukum merupakan suatu penelitian hukum

yang bertujuan untuk menemukan asas hukum atau doktrin hukum piositif yang

berlaku.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Penelitian ini digunakan jenis pendekatan perundang-undangan (the statue

approach), pendekatan analisis konsep hukum (analitical &conseptual approach)

dan pendekatan perbandingkan (comparative approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti ketentuan-

ketentuan yang mengatur tentang phising dan ada atau tidaknya norma yang mengatur

tindak pidana phising. Pendekatan analisis konsep hukum digunakan untuk

memahami konsep-konsep aturan tentang dibuatnya perbuatan phising dalam RUU

KUHP.

Pendekatan perbandingan digunakan untuk kedalaman pengkajian dengan

membandingkan RUU KUHP di Indonesia dengan Undang-Undang di Amerika

31 H. Zainudin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.24

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

25

Serikat yaitu “Identity Theft Penalty Enchancement Act” karena Amerika serikat

yang mengatur perbuatan phising secara jelas.

1.8.3 Sumber Bahan Hukum

Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari :

1. Bahan hukum primer

Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang bersifat

mengikat yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan. Sumber

bahan hukum primer yang digunakan yakni :

- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

- RUU-KUHP Nasional Tahun 2013

- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi

Elektronik

- Identity Theft Penalty Enchancement Act

2. Bahan hukum sekunder

Sumber bahan hukum sekunder yakni bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan

adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literatur-

literatur hukum yang berupa buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang

berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, maupun literatur non hukum

dan artikel atau berita yang diperoleh via internet.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

26

3. Sumber bahan hukum tertier

Bahan hukum tertier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadan bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa

Indonesia dan kamus hukum.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum yang diperlukan

dalam penelitian ini adalah teknik kepustakaan (library research). Telaah

kepustakaan dilakukan dengan sistem kartu (card system) yaitu dengan cara

mengumpulkan beberapa buku-buku yang terkait dengan penelitian ini kemudian

mencatat dan memahami isi dari masing-masing informasi yang diperoleh dari bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang relevan,

kemudian dikelompokkan secara sistematis sesuai dengan permasalahan yang dibahas

dalam penulisan skripsi ini.

1.8.5 Teknik Analisis Bahan Hukum

Menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat digunakan

berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik deskripsi, teknik evaluasi, teknik argumentasi dan teknik sistematisasi. Teknik

deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya,

deskripsi berarti uraian apa adanya terhadap suatu kondisi atau posisi dari proposisi-

proposisi hukum atau non-hukum. Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau

tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah I.pdf · 4 Aksi ini semakin marak terjadi. Tercatat secara global, jumlah penipuan bermodus phising selama Januari 2005 melonjak 42% dari

27

terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik

yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder.

Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena

penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.

Pembahasan permsalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan

kedalaman penalaran hukum.Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari

kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan

perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat.