bab i pendahuluan 1.1 latar belakang...

24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perdagangan manusia (human trafficking) dewasa ini merupakan bentuk perbudakan modern yang memprihatinkan. Kejahatan ini termasuk ke dalam isu keamanan yang serius karena mengancam kehidupan manusia, dimana manusia di jadikan sebagai komoditi perdagangan, khususnya perempuan dan anak ( women and children trafficking). Persoalan ini merupakan isu global yang serius dan kompleks, karena banyaknya aktor serta negara yang terkait, baik sebagai negara asal, tujun maupun transit 1 . Oleh sebab itu, upaya memerangi perdagangan manusia ini harus melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, buruh migran itu sendiri, para penegak hukum, masyarakat sipil, media, serta negara transit dan negara tujuan migran. 2 Pihak yang memberi perhatian kepada fenomena perdagangan manusia semakin berkembang saat ini, karena seyogyanya perdagangan manusia tidak hanya menjadi bahasan dan tanggung jawab negara sebagai aktor tunggal. Hal ini akan 1 Sukawarsini Djelantik, 2010, Globalisasi, migrasi tenaga kerja, kejahatan lintas negara dan perdagangan perempuan dan anak-anak, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Volume 6 No.2. Di Akses dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/621098116_1693-556X.pdf (diakses 5 mei 2012) 2 Upaya Memerangi Perdagangan Manusia Harus Libatkan Banyak Pihak. Di akses dalam http://www.unpad.ac.id/prof-denny-indrayana-upaya-memerangi-perdagangan- manusia-harus-libatkan-banyak-pihak/ (Diakses tanggal 5 oktober 2012)

Upload: dangnga

Post on 07-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Perdagangan manusia (human trafficking) dewasa ini merupakan bentuk

perbudakan modern yang memprihatinkan. Kejahatan ini termasuk ke dalam isu

keamanan yang serius karena mengancam kehidupan manusia, dimana manusia di

jadikan sebagai komoditi perdagangan, khususnya perempuan dan anak (women and

children trafficking). Persoalan ini merupakan isu global yang serius dan kompleks,

karena banyaknya aktor serta negara yang terkait, baik sebagai negara asal, tujun

maupun transit1. Oleh sebab itu, upaya memerangi perdagangan manusia ini harus

melibatkan banyak pihak, termasuk pemerintah, buruh migran itu sendiri, para

penegak hukum, masyarakat sipil, media, serta negara transit dan negara tujuan

migran.2

Pihak yang memberi perhatian kepada fenomena perdagangan manusia

semakin berkembang saat ini, karena seyogyanya perdagangan manusia tidak hanya

menjadi bahasan dan tanggung jawab negara sebagai aktor tunggal. Hal ini akan

1 Sukawarsini Djelantik, 2010, Globalisasi, migrasi tenaga kerja, kejahatan lintas negara dan

perdagangan perempuan dan anak-anak, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Volume 6 No.2. Di

Akses dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/621098116_1693-556X.pdf (diakses 5 mei

2012) 2 Upaya Memerangi Perdagangan Manusia Harus Libatkan Banyak Pihak.

Di akses dalam http://www.unpad.ac.id/prof-denny-indrayana-upaya-memerangi-perdagangan-

manusia-harus-libatkan-banyak-pihak/ (Diakses tanggal 5 oktober 2012)

2

memperkuat kebutuhan untuk memperhatikan aktor-aktor non negara3. Urgensi peran

non state actor, terutama yang bersifat transnasional perlu diperhatikan karena

permasalahan ini terjadi hampir di seluruh negara di dunia. Salah satu organisasi

besar yang juga turut memberi perhatian pada masalah ini adalah ICMC

(International Catholic Migration Commission) yang berdiri pada tahun 1951.

ICMC4 merupakan salah satu badan donor Internasional yang membantu

Indonesia dalam upaya penanggulangan Trafficking. ICMC bermarkas besar di

Jenewa, Swiss. ICMC mempunyai kantor perwakilan di lebih dari 100 negara seperti

di Kawasan Asia dan Timur Tengah, Indonesia, Timor Timur, Thailand, India,

Pakistan dan Libanon5. ICMC bersama arganisasi lainnya

6 yang bergerak di bidang

perdagangan perempuan dan anak lainnya, memulai proyek penanggulangan

trafficking yang berjangka waktu dua tahun. Proyek ini di namai Creating an

Enabling Environment to Overcome Trafficking of Women and Children in Indonesia

(Menciptakan Lingkungan yang Kondusif untuk Mengatasi Perdagangan Perempuan

dan Anak di Indonesia). ICMC mengembangkan pendekatan multiaspek dalam

memberikan bantuan teknis keahlian, pelatihan dan bantuan finansial kepada lembaga

3 Yulius P Hermawan. 2007. Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional; Aktor Isu dan

Metodologi, Graha Ilmu, Yogyakarta, Hal 14. 4 ICMC didirikan pada tahun 1951 untuk membantu dan memberikan pelayanan kepada pengungsi

eksternal, pengungsi internal (IDP), korban perdagangan, dan buruh migran dengan mencari solusi

yang adil, bermartabat, dan berkelanjutan. Dari antara kelompok-kelompok penduduk ini, ICMC

memprioritaskan terutama mereka yang paling rentan dan marginal, tanpa memandang kepercayaan, etnik, ras atau keyakinan politik.

Dapat di akses di ICMC;who we are, dalam http://icmc.net/who-we-are (diakses pada tanggal 3 mei

2012) 5Ibid 6 Organisasi yang yang turut mendukung proyek ini adalah ACILS, USAID, dll.

3

pemerintah, LSM dan serikat buruh / serikat pekerja untuk program-program dan

kebijakan-kebijakan penanggulangan perdagangan.7

Dalam skala domestik, ICMC membantu pemerintah Indonesia dalam usaha

untuk membangun jaringan dan koordinasi dengan sejumlah provinsi di Indonesia,

khusunya provinsi-provinsi di perbatasan yang dianggap lebih rentan dengan kegiatan

trafficking, terutama perdagangan perempuan dan anak. Sedangkan dalam kasus

perdagangan perempuan dan anak berskala internasional, ICMC mengupayakan

jaringan dan koordinasi dengan negara-negara lain di Asia Tenggara, salah satunya

adalah membangun jarigan dengan Malaysia melalui Archdiocesan Human

Development Committee (AHDC), mengingat Malaysia merupakan tujuan utama

perdagangan perempuan dan anak dari Indonesia. ICMC juga melibatkan civil society

di negara tersebut dalam upaya ini.

Indonesia disorot oleh dunia Internasional akibat keberadaannya sebagai salah

satu negara sumber terjadinya aktivitas perdagangan manusia. Berdasarkan Annual

Trafficking in Person Report dari US Departement of State kepada Kongress

sebagaimana diamanatkan dalam The Trafficking Victims Protection Act of 2000,

untuk periode April 2001-maret 2002, Indonesia masuk dalam kelompok negara

7 Ruth Rosenberg (ed), 2003, Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia. Jakarta: ICMC dan

ACILS hal.307

http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&sqi=2&ved=0CB

wQFjAA&url=http%3A%2F%2Fpdf.usaid.gov%2Fpdf_docs%2FPNACU645.pdf&ei=29iAUKTQJY

vMrQeSp4HoCA&usg=AFQjCNGxesacfSHESCQZSR6gFwx2Ai63kA (diakses tanggal 4 mei 2012)

4

dengan kategori Tier-38, Klasifikasi Tier yang ditentukan dalam Annual Report ini

adalah sebagai berikut :

TIER 1 merupakan negara yang pemerintahannya sepenuhnya mematuhi

Standart Minimum Perlindungan Korban Trafficking .

TIER 2 merupakan negara yang pemerintahannya tidak sepenuhnya

memenuhi standar minimum TVPA, tetapi membuat upaya yang signifikan

untuk menjadi sesuai dengan standar tersebut.

TIER 2 Watch List merupakan negara yang pemerintahannya tidak

sepenuhnya memenuhi standar minimum TVPA, tetapi membuat upaya yang

signifikan untuk sesuai dengan standar-standar, serta:

a) Jumlah absolut dari korban perdagangan sangat signifikan atau secara

signifikan meningkat;

b) Ada kegagalan untuk memberikan bukti meningkatkan upaya untuk

memerangi perdagangan orang dari tahun sebelumnya, atau

c) Penentuan bahwa suatu negara membuat upaya yang signifikan untuk

membawa dirinya menjadi sesuai dengan standar minimum didasarkan pada

komitmen oleh negara untuk mengambil langkah-langkah tambahan di masa

depan.

8 Tier adalah ukuran/ standard untuk menilai tingkat keberhasilan/ upaya yang dilakukan oleh suatu

negara dalam memerangi perdagangan manusia.

5

TIER 3 merupakan negara yang pemerintahannya tidak sepenuhnya

memenuhi standar minimum dan tidak melakukan upaya signifikan untuk

melakukannya.9

Indonesia maerupakan negara yang sama sekali tidak memenuhi standar

minimum dalam memerangi perdagangan manusia (trafficking in person), oleh

karena itu, Indonesia masih masuk kedalam katagori negara Tier-310

. Disamping itu,

Indonesia diindikasikan sebagai negara asal perdagangan perempuan dan anak, selain

negara transit dan negara tujuan11

. UNICEF memperkirakan bahwa sebanyak 100ribu

perempuan dan anak diperdagangkan setiap tahun untuk dipekerjakan sebagai Pekerja

Seks Komersil di Indonesia maupun diluar negeri. Dari angka itu, 30% diantaranya

berusia 18tahun, dan sebanyak 40-70 ribu anak Indonesia merupakan korban

eksploitasi seksual.

9Tier Placement , dapat diakses dalam http://www.state.gov/j/tip/rls/tiprpt/2013/210548.htm

(diakses tanggal 11 juli 2013) 10 Hal yang menyebabkan Indonesia masuk kedalam katagori Tier-3 adalah :Indonesia merupakan

sumber trafficking, tidak memenuhi standar minimum dalam penghapusan trafficking, belum ada usaha

yang signifikan untuk memberantasnya, belum ada hukum yang mengatur mengenai trafficking, belum

adanya usaha membantu para korban, lemahnya pengawasan perbatasan Indonesia, belum adanya

proteksi/perlindungan terhadap para korban, perlindungan minimal kepada korban dari negara asing

dalam arti mereka tidak dipenjara atau langsung dideportasi, belum adanya usaha pencegahan,

misalnya pendidikan mengenai trafficking, masih kurangnya investigasi dan penuntutan terhadap

pelaku trafficking yang hukumannya masih kurang di bandingkan pelaku pemerkosaan. Dapat dilihat

dalam :

Zaky Alkazar Nasution, 2008, Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan dan Anak Korban

Perdagangan Manusia. Thesis. UNDIP, Semarang. Hal.14 Dapat diakses di http://eprints.undip.ac.id/17904/1/Zaky_Alkazar_Nasution.pdf (diakses tanggal 5 mei

2012) 11 Pada tahun 2004 terjadi 76 kasus, tahun 2005 terjadi 71 kasus, tahun 2006 tercatat 84 kasus, tahun

2007 terdapat 177 kasus, dan tahun 2008 tercatat 199 kasus

Ibid. hal 14

6

Para korban sering dijadikan buruh migran, pembantu rumah tangga, pekerja

seks komersial, perbudakan berkedok pernikahan dan pengantin pesanan, dan bentuk-

bentuk eksploitasi lainnya. Para korban ini sering dikirim ke negara-negara di Asia

Tenggara, Timur Tengah, Jepang, Australia, dan Amerika Utara12

. Isu trafficking

perempuan dan anak ini kemudian berkembang menjadi ancaman keamanan non-

tradisional bagi Indonesia. Hal inilah yang mendasari munculnya kepedulian

pemerintah Indonesia yang ditandai oleh lahirnya Keputusan Presiden No.88 Tahun

2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan

Anak (RAN P3A). RAN P3A merupakan landasan dan pedoman bagi pemerintah dan

masyarakat dalam melaksanakan penghapusan perdagangan perempuan dan anak.

RAN P3A tersebut dirancang untuk dapat dilaksanakan dalam program lima

tahunan yang akan ditinjau dan disempurnakan kembali setiap lima tahun. Pada

Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tahun 2001, para wakil

rakyat menugaskan Presiden Megawati Soekarnoputri untuk menyusun kebijakan dan

program untuk memerangi perdagangan perempuan dan anak Indonesia. Program ini

ditindak lanjuti oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan (KPP) sebagai lembaga

pemerintah yang akan memimpin penyusunan kebijakan dan implementasi program

penanggulangan trafficking. KPP membentuk suatu gugus tugas (yang kemudian

disebut sebagai “Tim Kecil”) untuk membantu membuat dan mengumpulkan

masukan bagi draf RAN. Tim Kecil terdiri dari berbagai elemen msyarakat,

12 Widayatun, 2008, Trafficking di Perbatasan, Jurnal Masyarakat dan Budaya Volume 10. Hal 4

Dapat di akses dalam http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1010881102.pdf (diakses 3 mei

2012)

7

diantaranya perwakilan berbagai departemen dan masyarakat sipil13

. KPP juga

mengumpulkan komentar dari para ahli internasional mengenai kesesuaian RAN

dengan standar internasional penanggulangan perdagangan. Salah satu badan

Internasional yang terlibat didalamnya adalah ICMC. Sejak saat itulah ICMC mulai

berkoordinasi dengan pemerintah, sekaligus mampu menjadi penyeimbang

kebijakan penanganan kasus perdagangan perempuan dan anak di Indonesia.

Peningkatan perhatian pemerintah Indonesia atas kasus-kasus perdagangan

manusia dari tahun ke tahun bersama dengan ICMC dan pihak-pihak yang terkait,

mendapatkan hasil dengan dikelompokkannya negara Indonesia dalam Tier-2

berdasarkan Annual Trafficking in Person Report dari US Departement of State pada

periode juni 200714

. Momen ini merupakan peningkatan hasil upaya mereka dalam

memerangi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia. Hal inilah yang menjadi

ketertarikan penulis untuk meneliti strategi dan peran ICMC dalam proyek

penanggulangan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, terutama yang

bersifat transnasional.

1.2 RUMUSAN MASALAH

13 Ruth Rosenberg (ed), Op. Cit., hal 267 14Menurut Annual Traficking In Person Report, hal yang menyebabkan Indonesia masuk ke dalam

Tier-2 adalah bahwa pemerintah Indonesia telah mensahkan hukum tentang perdagangan manusia,

hukum anti-trafficking inu merupakan alat untuk mengadili dan menghukum para pedagang agar

mereka mendapat hukuman penjara dan denda. Undang-undang baru menggabungkan semua unsur

penting yang diusulkan masyarakat sipil dan masyarakat internasional, termasuk definisi kerja ijon,

eksploitasi tenaga kerja, eksploitasi seksual, dan perdagangan transnasional dan internal. Bisa dilihat dalam Zaky Alkazar Nasution,SH, Op. Cit., hal.15

(diakses 5 mei 2012)

8

Berdasarkan gambaran latar belakang diatas, maka rumusan permasalahannya

adalah “bagaimana peranan ICMC dalam upaya penanggulangan perdagangan

perempuan dan anak lintas negara dari Indonesia?”

1.3 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan ICMC dalam

memerangi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia yang bersifat

transnasional. Serta strategi ICMC sebagai Global Civil Society yang dapat

berpengaruh terhadap kebijakan pemerintah Indonesia dalam kasus ini.

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat akademis

Secara teoritis, penelitian ini berguna bagi pengembangan ilmu hubungan

internasional, khususnya kajian tentang perdagangan manusia sebagai bentuk

ancaman keamanan kontemporer yang serius. Selain itu, penelitian ini

menggambarkan signifikansi peran Global Civil Society sebagai aktor non-negara

yang juga turut merespon pemerintah dalam rangka penanggulangan perdagangan

perempuan dan anak.

1.3.2.2 Manfaat Praktik

Secara praktik, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu sumber

informasi bagi para praktisi di bidang perlindungan perempuan dan anak untuk

mengetahui kondisi factual perlindungan perempuan dan anak di Indonesia, Di

9

samping itu, penelitian ini menjadi ajang kampanye bagi penulis agar semua lapisan

masyarakat lebih responsif serta membantu merumuskan langkah-langkah kongkrit

dalam upaya penanggulangan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia

1.4 PENELITIAN TERDAHULU

Sebagai dasar untuk melengkapi tinjauan pustaka, maka disajikan penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian ini. Penelitian pertama sebagai

pembanding adalah skripsi yang ditulis oleh Ika Farida Septyani15

. Skripsi yang

berjudul “peran hukum internasional terhadap tindak pidana perdagangan manusia

(human trafficking) di Indonesia” ini, menjelaskan tentang konvensi internasional di

ratifikasi oleh pemerintah Indonesia. Selain itu, menjelaskan berbagai kebijakan di

era SBY mengenai human trafficking. Persamaan penelitian ini dengan penulis,

adalah menjelaskan tentang fenomena human trafficking di Indonesia, namun

perbedaannya Ika Farida Septyani menganalisa tentang peran Hukum Internasional

sedangkan penulis disini menganalisa tentang peran ICMC dalam upaya

menanggulangi perdagangan perempuan dan anak di Indonesia. Penulis menganggap

bahwa hasil penelitian ika farida septyani ini tentang semua hukum internasional

yang telah di ratifikasi oleh pemerintah mengenai perdagangan perempuan dan anak,

akan stagnan begitu saja jika tidak di imbangi dengan aplikasi di lapangan yang

maksimal. Kebutuhan untuk melibatkan aktor non-pemerintah dalam hal ini tidak bisa

15 Ika Farida Septyani, 2012, Peran Hukum Internasional Terhadap Tindak Pidana Perdagangan

Manusia (human trafficking) di Indonesia, skripsi,Jurusan Hubungan Internasional, Universitas

Muhammadiyah Malang.

10

dipungkiri, terutama yang bersifat transnasional. Mengingat fenomena ini merupakan

isu transnasional dan global, maka dari itu peneliti menganalisa tentang peran ICMC

menggunakan alat analisa Global Civil Society.

Penelitian kedua adalah penelitian yang berjudul Globalisasi, migrasi tenaga

kerja, kejahatan lintas negara dan perdagangan perempuan dan anak16

. Penelitian

yang ditulis oleh Sukawarsini Djelantik menjelaskan bahwa lemahnya penegakan

hukum dan birokrasi pemerintah merupakan kendala dalam upaya memerangi

perdaangan perempuan dan anak di Indonesia. Oleh karena itu,. rekomendasi yang

ditawarkan oleh oleh Sukawarsini Djelantik meliputi, Pertama, pemeritah Indonesia

perlu meningkatkan kerjasama dengan organisasi-organisasi non-pemerntah dan

organisasi-organisasi internasional untuk membuat program-program peningkatan

kesadaran masyarakat. Kedua, pemerintah perlu mendirikan lembaga perekrutan

pekerja dan sistem penempatan yang melibatkan upaya perlindungan terhadap

pekerja. Ketiga, pemerintah perlu meningkatkan kerjasama internasional. Keempat,

pemerintah harus lebih meningkatkan kerjasama antar instansi yang terkait dengan

masalah perdagangan manusia. Komunikasi antar instansi perlu di efektifkan dan

tidak bersifat insidentil.

Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian penulis disini, yaitu

menganalisa perdagangan perempuan dan anak. Namun perbedaannya adalah, penulis

16 Sukawarsini Djelantik, 2010, Globalisasi, migrasi tenaga kerja, kejahatan lintas negara dan

perdagangan perempuan dan anak-anak, Jurnal Ilmiah Hubungan Internasional Volume 6 No.2. Di

Akses dalam http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/621098116_1693-556X.pdf (diakses 5 mei

2012)

11

disini tidak menggunakan pendekatan globalisasi dan tidak menjelaskan tentang

hubungan antara migrasi dan maraknya perdagangan perempuan dan anak di

Indonesia. Penulis hanya menjelaskan peran global civil society dalam upaya

penanggulangan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia, dalam hal ini ICMC.

Penelitian ketiga adalah skripsi yang berjudul peran UNICEF dalam

mengatasi perdagangan anak (child trafficking) di Indonesia17

. Penelitian yang di tulis

oleh Tika Ifrida Takayasa ini menjelaskan tentang bagaimana UNICEF melakukan

peranan sesuai fungsi Organisasi Internasional dalam fenomena perdagangan anak di

Indonesia. UNICEF sebagai badan internasional yang di concern terhadap

perlindungan anak, melakukan beberapa peranan utnutk membantu pemerintah

Indonesia dalam menanggulangi perdagangan anak di Indonesia. Peranan UNICEF

ini di klasifikasikan mulai dari fungsi normatif, fungsi pengawasan dan pelaksanaan

peraturan, fungsi operasional, sampai pada fungsi informasi.

Penelitian ini di gunakan penulis untuk mengetahui pola penelitian yang di

lakukan oleh Tika Ifrida Takaya, karena menganalisa peranan Organisasi

Internasional dalam menanggulangi perdagangan manusia di Indonesia. Perbedaan

penelitian ini adalah penulis berkonsentrasi pada perdagangan perempuan dan anak

(women and children trafficking), sementara Tika Ifrida Takayasa berkonsentrasi

pada fenomena perdagangan anak (child trafficking).

TABEL 1.1 POSISI PENELITIAN

17 Tika Ifrida Takayasa, 2011, Peran UNICEF dalam mengatasi perdagangan anak (child trafficking)

di Indonesia, skripsi, Universitas Muhammadyah Yogyakarta, Jurusan Hubungan Internasional.

12

NO

JUDUL DAN NAMA PENELITI

JENIS

PENELITIAN

DAN ALAT

ANALISA

HASIL

1 Skripsi: Peran Hukum Internasional

Terhadap Tindak Pidana

Perdagangan Manusia (human

trafficking) di Indonesia

Oleh: Ika Farida Septyani

Deskriptif

Pendekatan:

Hukum

nasional,

Human

Security

Konvensi internasional yang

di ratifikasi oleh pemerintah

Indonesia. Serta, kebijakan

pemerintah Indonesia era

SBY dalam memberantas

tindak pidana perdagangan

manusia.

2 Jurnal: Globalisasi, migrasi tenaga

kerja, kejahatan lintas negara dan

perdagangan perempuan dan anak-

anak.

Oleh: Sukawarsini Djelantik

Deskriptif

Pendekatan:

Globalisasi,

kejahatan

transnasional

Hubungan antara migrasi dan

maraknya perdagangan

perempuan dan anak di

Indonesia ditengah arus

globalisasi. Serta rekomendasi

bagi pemerintah Indonesia untuk

merumuskan langkah yang lebih

efisien dalam menanggulangi

perdagangan perempuan dan

anak.

3 Skripsi: Peran UNICEF dalam

mengatasi perdagangan anak (child

trafficking) di Indonesia

Oleh: Tika Ifrida Takayasa

Deskriptif.

Pendekatan:

Fungsi

organisasi

internasional

UNICEF melakukan fungsi

organisasi Internasional mulai

dari fungsi normatif, fungsi

pengawasan dan pelaksanaan

peraturan, fungsi operasional,

sampai pada fungsi informasi.

4 Peranan ICMC dalam upaya

memerangi perdagangan perempuan

dan anak lintas negara dari Indonesia.

Oleh: Putri Adenin

Deskriptif

Pendekatan:

Peranan

Organisasi

internasional,

Global Civil

Society

Peran dan strategi ICMC sebagai

global civil society dalam upaya

menanggulangi perdagangan

perempuan dan anak lintas

negara di Indonesia.

13

1.5 LANDASAN KONSEP DAN TEORI

1.5.1 Role Theory

Peranan (role) berasal dari kata peran. Peranan ini lebih menunjuk

pada fungsi penyesuaian diri dan sebagai suatu proses. Dengan peranan

tersebut, sang pelaku peran baik itu individu maupun organisasi akan berprilaku

sesuai dengan harapan orang atau lingkungannya.

Peranan menurut K.J Holsti yang diterjemahkan Wawan Juanda dalam

bukunya yang berjudul “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis” yaitu:

“Konsep peranan bisa dianggap sebagai definisi yang

dikemukakan oleh para pengambil keputusan terhadap bentuk-

bentuk umum, keputusan, aturan, dan fungsi Negara dalam suatu

atau beberapa masalah internasional. Peranan juga merefleksikan

kecenderungan pokok, kekhawatiran, serta sikap terhadap

lingkungan eksternal dan variable sistematik geografi dan

ekonomi”

Peranan dapat diartikan sebagai orientasi atau konsepsi dari bagian yang

dimainkan oleh suatu pihak dalam posisi sosialnya. Peran sendiri merupakan

seperangkat prilaku yang dapat terwujud sebagai perorangan sampai dengan

kelompok, baik kecil maupun besar, yang kesemuanya menjalankan berbagai

peranan. Baik prilaku yang bersifat individual maupun jamak dapat dinyatakan

sebagai struktur.

1.5.2 Peranan Organisasi Internasional

Peranan organisasi internasional dapat digambarkan sebagai individu yang

berada dalam lingkungan masyarakat internasional. Sebagai anggota masyarakat

14

internasional, organisasi internasional harus tunduk pada peraturan-peraturan yang

telah disepakati bersama. Selain itu, melalui tindakan anggotannya, setiap anggota

tersebut melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuannya.

A. LeRoy Bennett menjelaskan mengenai peranan organisasi internasional, yaitu

:

1. Menyediakan sarana kerjasama diantara negara-negara dalam berbagai

bidang, dimana kerjasama tersebut memberikan keuntungan bagi

sebagian besar ataupun keseluruhan anggotannya. Selain sebagai

tempat dimana keputusan tentang kerjasama dibuat serta memastikan

agar keputusan tersebut menjadi sebuah tindakan.

2. Menyediakan berbagai jalur komunikasi antar pemerintah negara-negara,

sehingga dapat dieksplorasi dan akan mempermudah aksesnya apabila

timbul masalah.18

Semua organisasi internasional memiliki struktur organisasi untuk mencapai

tujuannya. Apabila struktur-struktur tersebut telah menjalankan fungsinya, maka

organisasi tersebut telah menjalankan peranan tertentu. Dengan demikian, peranan

dapat dianggap sebagai fungsi baru dalam rangka pengejaran tujuan-tujuan

kemasyarakatan.

Dari penjelasan di atas, maka ICMC melakukan peranan sebagai INGO yang

menyediakan sarana kerjasama diantara negara-negara yang terkait dalam kejahatan

18 A.LeRoy Bennett, 1995, International Organization: Principles and Issues, Prentice Hall, New

Jersey. Hal 3

15

perdagangan perempuan dan anak. ICMC mencoba menyediakan berbagai jalur

komunikasi untuk menjembatani antar pemerintah sekaligus antar NGO dalam dua

negara atau lebih. Khususnya dalam hal ini antara NGO di Indonesia dengan NGO di

negara lain yang terkait dengan perdagangan perempuan dan anak di Indonesia.

1.5.3 Organisasi Internasional

1.5.3.1 Definisi dan klasifikasi Organisasi Internasional

Organisasi internasional dapat didefinisikan sebagai sebuah struktur

formal yang berkesinambungan, yang pembentukannya didasarkan pada

perjanjian antar anggota-anggotanya dari dua atau lebih negara berdaulat untuk

mencapai tujuan bersama dari para anggotannya19

.

Menurut Clive Archer, organisasi internasional dapat diklasifikasikan

berdasarkan keanggotaan, tujuan, aktivitas dan strukturnya. Organisasi

internasional bila dilihat dari keanggotaannya dapat dibagi lagi berdasarkan tipe

keanggotaan dan jangkauan keanggotaan (extend of membership). Bila

menyangkut tipe keanggotaan, organisasi internasional dapat dibedakan menjadi

organisasi internasional dengan wakil pemerintahan negara-negara sebagai

anggota atau Intergovermental Organizations (IGO), serta organisasi

internasional yang anggotanya bukan mewakili pemerintah atau International

Non-Govermental Organizations (INGO). Archer juga menyebutkan bahwa

19 Clive, Archer, 1983, International Organizations: second edition, Routledge, New York. hal

35

16

dalam hal jangkauan keanggotaan, organisasi internasional ada yang

keanggotaannya terbatas dalam wilayah tertentu saja, dan satu jenis lagi dimana

keanggotaannya mencakup seluruh wilayah di dunia20

.

INGO terdiri atas anggota-anggota yang bukan merupakan perwakilan

atau delegasi dari pemerintah suatu negara, namun, kelompok-kelompok,

asosiasi-asosiasi, organisasi-organisasi ataupun individu-individu dari suatu

negara. Definisi tersebut lebih dikenal dengan aktor-aktor non-negara pada

tingkat internasional, dimana aktivitas mereka mengakibatkan meningkatnya

interaksi-interaksi internasional.21

INGO ini mampu menjadi jembatan

penghubung antara NGO dua negara bahkan lebih.

ICMC dapat dikatagorikan sebagai INGO dalam hal ini, karena

anggotanya yang bukan delegasi dari pemerintah. Selain itu, ICMC berupaya

menjadi jembatan antara civil society lokal di Indonesia dengan civil society

lokal di negara lain, misalnya Malaysia sebagai negara yang menjadi tujuan

utama perdagangan perempuan dan anak dari Indonesia. Serta dalam hal

jangkauan keanggotaan, ICMC juga memiliki keanggotaan yang mencakup

hampir seluruh dunia.

1.5.4 Global Civil Society

20 ibid. 21 Ibid, hal 40

17

Pergeseran persepsi keamanan menjadi people-centered berdampak pada

kebutuhan untuk merubah persepsi bahwa negara adalah pihak yang paling

bertanggung jawab atas keamanan, namun juga ditentukan pula oleh kerjasama

transnasional antara aktor-aktor non negara (civil society). Masalah civil society baru

hangat dibicarakan tahun 1990-an di Indonesia. Konsep ini awalnya lebih ditekankan

pada keadaan masyarakat yang mengalami pemerintahan terbatas, kebebasan,

ekonomi pasar dan timbulnya asosiasi-asosiasi masyarakat mandiri, dimana satu sama

lainnya saling menopang. Dengan demikian, civil society merupakan satu space atau

ruang yang terletak diantara negara di satu pihak, dan masyarakat dipihak lain.

Asosiasi tersebut bisa dalam berbagai macam bentuk seperti koperasi, ikatan gereja,

ikatan profesi, LSM dan lain sebagainya.22

Civil society merupakan satu bentuk hubungan antara negara dengan sejumlah

kelompok sosial, misalnya keluarga, kalangan bisnis, asosiasi masyarakat dan

gerakan-gerakan sosial dalam negara, namun sifatnya independen dengan negara.

Civil society mengacu pada organisasi-organisasi diantara lembaga-lembaga negara

disatu pihak dan kehidupan perorangan dan komunitas-komunitas dipihak lain.

Global civil society tidak ada hubungannya dengan negara, dimana tidak ada batas

untuk melakukan hubungan dengan negara lain serta memiliki kekuatan untuk

menuntut dilaksanakannya nilai-nilai seperti hak-hak azasi manusia dan lain-lain.

Kekuatan mereka berasal dari kemampuannya untuk memanfaatkan arus globalisasi.

22 Dalam Michael Walker. 1995. toward a global society, provide RY, bergham books, hal 16

Diambil dari Sinta Yuningtias, Op. Cit., hal.

18

Konsepsi global civil society tidaklah hendak meminimalisasi peran negara. Akan

tetapi mereka bertujuan untuk mengadvokasinya, agar daya responsif dari institusi

politik bernama „negara‟ menguat untuk menjalankan perannya dalam memajukan

kesejahteraan bersama warganya di tengah proses globalisasi.

Konsep global civil society ini digunakan penulis untuk membantu

menjelaskan peran ICMC sebagai global civil society dalam upaya penanggulangan

perdagangan perempuan dan anak di Indonesia. ICMC dapat digolongkan dalam

global civil society karena ICMC independen dari pemerintah serta memprioritaskan

program pada mereka yang paling rentan dan marginal, tanpa memandang

kepercayaan, etnik, ras atau keyakinan politik. Selain itu ICMC juga mampu menjadi

“jembatan” antara pemerintah Indonesia dengan civil society lokal sekaligus dengan

pemerintah dan civil society negara lain yang terkait dalam upaya pemberantasan

perdangan perempuan dan anak.

1.5.5 Transnational Organized Crime

Secara konsep, transnational crime merupakan tindak pidana atau kejahatan

yang melintasi batas negara. Konsep ini diperkenalkan pertama kali secara

internasional pada era tahun 1990-an dalam pertemuan Perserikatan Bangsa-Bangsa

(PBB) yang membahas pencegahan kejahatan. Pada tahun 1995, PBB

mengidentifikasi 18 jenis kejahatan transnasional yaitu

19

“..money laundering, terrorism, theft of art and cultural

objects, theft of intellectual property, illicit arms trafficking,

aircraft hijacking, sea piracy, insurance fraud, computer

crime, environmental crime, trafficking in persons, trade in

human body parts, illicit drug trafficking, fraudulent

bankruptcy, infiltration of legal business, corruption and

bribery of public or party officials..”23

.

PBB telah mensahkan UN Convention Against Transnational Organized

Crime (UNCATOC) atau yang dikenal dengan sebutan Palermo Convention pada

plenary meeting ke-62 tanggal 15 November 2000. Konvensi ini memiliki empat

protokol yaitu:

1. United Nations Convention against Transnational Organized Crime.

2. Protocol against the Smuggling of Migrants by Land Air and Sea,

supplementing the United Nations Convention against Transnational

Organized Crime.

3. Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Especially

Women and Children, supplementing the United Nations Convention against

Transnational Organized Crime.

4. Protocol against the Illicit Manufacturing of and Trafficking in Firearms,

Their Parts and Components and Ammunition, supplementing United Nations

Convention against Transnational Organized Crime24

.

23 Allan Castle, 1997, Transnational Organized Crime and International Security, Institute of

International Relations. The University of British Columbia 24

20

Substansi dan struktur UNCATOC ini meliputi beberapa hal, diantaranya,

definisi dan terminologi standar, persyaratan agar setiap negara memiliki specific

crime, langkah-langkah khusus untuk memonitor korupsi, money laundering, dsb,

perampasan hasil kejahatan (proceeds of crime), kerjasama internasional (yang

mencakup antara lain ekstradisi, mutual legal assistance, penyelidikan/penyidikan dan

bentuk lainnya), pelatihan dan penelitian langkah pencegahan, penandatanganan,

ratifikasi, dsb.

Dalam konvensi ini telah ditetapkan bahwa yang karakteristik

“Transnational” adalah dilakukan di lebih dari satu negara, persiapan, perencanaan,

pengarahan dan pengawasan dilakukan di negara lain, melibatkan organized criminal

group dimana kejahatan dilakukan di lebih satu negara, Berdampak serius pada

negara lain. Disamping itu, Organized criminal group juga telah ditetapkan dalam

beberapa karakteristik yaitu, memiliki sturktur grup, terdiri dari 3 orang atau lebih,

dibentuk untuk jangka waktu tertentu, tujuan dari kejahatan adalah melakukan

kejahatan serius atau kejahatan yang diatur dalam konvensi, bertujuan mendapatkan

uang atau keuntungan materil lainnya25

. Kejahatan yang dilakukan oleh para pelaku

dapat di golongkan kedalam kejahatan serius, dengan dua ketetapan, yaitu ditentukan

oleh negara yang bersangkutan sebagai kejahatan (serius), dan diancam pidana

penjara minimal 4 tahun26

.

25Dapat dilihat dalam United Nation Conventio Against Transnational Organized Crime, article 2. 26 Ibid.

21

Konsep ini penulis gunakan untuk menjelaskan bahwa perdagangan manusia,

khususnya perempuan dan anak, tergolong kejahatan transnasional yang terorganisir.

Hal ini terbukti dengan banyaknya negara yang terlibat, baik sebagai negara asal,

negara tujuan, maupun negara transit. Selain itu telah terbukti bahwa kejahatan ini

juga melibatkan kelompok kriminal yang terorganisir rapi dimana mereka membuat

jaringan diberbagai negara sehingga berdampak serius pada negara lain. Tujuan para

criminal ini adalah mencari keuntungan dari perempuan dan anak yang mereka

perdagangkan.

Melihat realita bahwa perdagangan perempuan dan anak yang saat ini telah

berkembang menjadi kejahatan lintas negara, maka dibutuhkan peranan yang

signifikan dari organisasi internasional, terutama organisasi internasional yang

berbasis masyarakat. Dalam hal ini INGO sangat dibutuhkan perannya karena INGO

pada dasarnya membangun jaringan antar dua negara sampai pada level masyarakat.

Hal ini penting untuk mencapai penanggulangan yang komprehensif.

1.6 METODELOGI

1.6.1 Metode Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah model kajian

kepustakaan (library research) dengan menggunakan metode deskriptif. Data

diperoleh dari buku-buku, literatur yang berkaitan dengan permasalahn, dokumen-

dokumen dan jurnal-jurnal,serta dilengkapi dengan informasi yang didapatkan dari

media cetak dan elektronik.

22

1.6.2 Teknik pengumpulan data

Peneliti menggunakan penelitian studi pustaka, yaitu mengumpulkan data

yang berasal dari bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan judul yang

dibahas oleh peneliti, kemudian data akan dianalisa berdasarkan pokok bahasan

penelitian.

1.6.3 Teknik analisa data

Data yang dikumpulkan disusun secara sistematis dan digunakan sebagai

bahan analisa atas permasalahan yang dibahas. Analisa data ditempuh setelah data

yang diperlukan ditemukan dalam penelitian untuk dipaparkan, kemudian

dianalisa.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.4.1 Batasan materi

Batasan materi dalam penelitian ini adalah membahas peranan yang

dilakukan ICMC dalam upaya memerangi perdagangan perempuan

dan anak lintas negara dari Indonesia.

1.6.4.2 Batasan waktu

Peneliti membatasi penelitian, dengan menggunakan periode laporan

tahun 2002-2012. Pertimbangannya adalah tahun 2002 telah disahkan

Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan

Anak (RAN) Keputusan Presiden No. 88 Tahun 2002, sebagai

pertanda mulai masuknya ICMC kedalam gugus tugas RAN-P3A.

Selain itu, dalam skala Internasional juga tercatat tahun 2012

23

Indonesia masuk ke dalam katagori negara Tier-2, yang menjadi

pertanda perkembangan upaya pemerintah dalam penanggulangan

perdagangan perempuan dan anak di mata dunia internasional.

1.7 ARGUMEN DASAR

Berdasarkan latar belakang dan konsep yang telah dipaparkan diatas,

argumentasi dasar penulis dalam penelitian ini adalah, ICMC berperan sebagai

Global Civil Society dalam memerangi perdagangan perempuan dan anak lintas

negara di Indonesia. Program kerja dan bantuan ICMC melibatkan civil society lokal

terkait serta tetap meminta dukungan dari pemerintah untuk perancangan dan

pengkajian legislasi. Selain itu, dalam skala Internasional ICMC sebagai INGO

membantu pemerintah Indonesia dalam usaha untuk membangun jaringan dan

koordinasi dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Namun disisi lain, peran

ICMC ini juga akan menghadapi beberapa kendala yang dapat menjadi tantangan

bagi ICMC dalam membantu upaya pemerintah untuk menanggulangi perdagangan

perempuan dan anak di Indonesia, khususnya yang bersifat transnasional.

1.8 SISTEMATIKA PENULISAN

Hasil penelitian akan disusun dengan sistematika sebagai berikut:

BAB 1

Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah

1.2 Rumusan Masalah

24

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

1.3.2 Manfaat Penelitian

1.3.2.1 Manfaat Akademis

1.3.2.2 Manfaat Praktis

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Landasan Konsep dan Teori

1.5.1 Role Theory

1.5.2 Organisasi Internasional

1.5.3 Global civil Society

1.5.4 Transnational Organized Crime

1.6 Metodelogi

1.6.1 Metode Penelitian

1.6.2 Teknik Pengumpulan Data

1.6.3 Teknik Analisa Data

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.4.1 Batasan materi

1.6.4.2 Batasan waktu

1.7 Argumentasi Dasar

1.8 Sistematika Penulisan

BAB II

Perdagangan Perempuan

dan Anak sebagai Isu

Global

2.1 Isu Perdagangan Perempuan dan Anak

2.2 Perkembangan fenomena perdagangan perempuan dan anak di

Indonesia

2.3 Peran civil society lokal dalam menanggulangi perdagangan

perempuan dan anak di Indonesia

BAB III

Peranan ICMC dalam

memerangi Perdagangan

perempuan dan anak

Lintas Negara dari

Indonesia

3.1 Peranan ICMC dalam menanggulangi perdagangan perempuan

dan anak di Indonesia

3.2 Strategi ICMC dalam menanggulangi perdagangan perempuan

dan anak di Indonesia

BAB IV

Penutup 4.1 Kesimpulan