bab i pendahuluanrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · para penyalahguna napza...

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) atau narkoba merupakan ancaman serius terhadap kelangsungan proses pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia yang menuntut perhatian dan solusi yang lebih baik. Kenyataannya berbagai upaya, program dan kegiatan yang telah dilakukan untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan NAPZA, belum mampu mengurangi angka penyalahguna NAPZA yang dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Pada tahun 1992 data populasi penyalahguna hanya sebesar 0,05% dari jumlah penduduk Indonesia (Irwanto, 1999). Dalam kurun waktu 10 tahun yakni sampai dengan tahun 2002 penduduk Indonesia yang menyalahgunakan NAPZA telah mencapai 1% atau 2,2 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia (BNN,2002). Pada tahun 2005 jumlah penyalahguna mencapai 1,5% dari jumlah penduduk atau sekitar 3,2 juta jiwa dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta orang terdiri dari 69% kelompok pemakai teratur dan 31% kelompok pecandu (BNN, 2007). Jika kita menganut pandangan bahwa fenomena penyalahgunaan NAPZA bagaikan fenomena gunung es yang menurut Pandita (2011) “12% gunung es nampak dipermukaan dan 88% tersembunyi dibawah permukaan laut”, maka apabila di satu lokasi ditemukan satu orang penyalahguna NAPZA berarti terdapat 9 orang lainnya, maka diperkirakan penyalahguna NAPZA dewasa ini mencapai 28 juta orang.

Upload: phamkiet

Post on 15-Mar-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Masalah penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

(NAPZA) atau narkoba merupakan ancaman serius terhadap kelangsungan proses

pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia yang menuntut perhatian

dan solusi yang lebih baik. Kenyataannya berbagai upaya, program dan kegiatan

yang telah dilakukan untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan NAPZA,

belum mampu mengurangi angka penyalahguna NAPZA yang dari tahun ke tahun

cenderung meningkat.

Pada tahun 1992 data populasi penyalahguna hanya sebesar 0,05% dari

jumlah penduduk Indonesia (Irwanto, 1999). Dalam kurun waktu 10 tahun yakni

sampai dengan tahun 2002 penduduk Indonesia yang menyalahgunakan NAPZA

telah mencapai 1% atau 2,2 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia

(BNN,2002). Pada tahun 2005 jumlah penyalahguna mencapai 1,5% dari jumlah

penduduk atau sekitar 3,2 juta jiwa dengan kisaran 2,9 sampai 3,6 juta orang

terdiri dari 69% kelompok pemakai teratur dan 31% kelompok pecandu (BNN,

2007). Jika kita menganut pandangan bahwa fenomena penyalahgunaan NAPZA

bagaikan fenomena gunung es yang menurut Pandita (2011) “12% gunung es

nampak dipermukaan dan 88% tersembunyi dibawah permukaan laut”, maka

apabila di satu lokasi ditemukan satu orang penyalahguna NAPZA berarti terdapat

9 orang lainnya, maka diperkirakan penyalahguna NAPZA dewasa ini mencapai

28 juta orang.

Page 2: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

2

Berbagai kasus yang terungkap oleh Mabes POLRI sepanjang tahun 2002

sampai dengan Juni 2007, menunjukkan bahwa penyalahgunaan NAPZA telah

dilakukan oleh kalangan pelajar dan mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan,

baik yang berusia anak-anak dibawah 15 tahun sampai dengan usia dewasa.

Secara lebih luas penyalahgunaan NAPZA telah dilakukan banyak pihak seperti

pegawai swasta, pegawai negeri sipil, petani, buruh, POLRI, TNI, bahkan para

penganggur; mulai dari yang berpendidikan SD, SLTP, SLTA sampai dengan

perguruan tinggi.

Penyalahgunaan NAPZA selain berdampak pada kematian yang mencapai

1,5% pertahun (15 ribu orang mati pertahun) atau 40 orang perhari, juga telah

berdampak pada meningkatnya kegagalan dalam studi pengguna yang ditandai

dengan penurunan prestasi sekolah sebesar 96% (BNN, 2007) karena kelainan

fungsi intelektual seperti penyimpangan pola pikir, menurunnya daya pikir dan

kreatifitas, melemahnya konsentrasi belajar, juga melemahnya motivasi belajar

dan hilangnya atau kurangnya tanggungjawab pengguna NAPZA. Tidak sedikit

para penyalahguna NAPZA terpaksa harus dikeluarkan (drop out) dari lembaga

pendidikan dan menjadi anak putus sekolah serta mengalami kesulitan untuk

melanjutkan sekolahnya karena fungsi intelektualnya tidak kembali normal seperti

sediakala dan karena stigma sosial. Para penyalahguna NAPZA yang drop out

tersebut kemudian akan mempengaruhi teman sebayanya dan berbagai lapisan

masyarakat lainnya sehingga jumlah penyalahguna NAPZA semakin banyak.

Masalah semakin berat manakala penyalahgunaan NAPZA oleh anggota keluarga

memperburuk kondisi keluarga karena meningkatnya pembiayaan untuk membeli

Page 3: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

3

NAPZA atau untuk penyembuhan pengguna mengurangi kesempatan pendidikan

bagi anggota keluarga lainnya. Berbagai permasalahan tersebut merupakan

persoalan serius yang dapat menghambat keberhasilan penuntasan program Wajib

Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Lebih jauh penyalahgunaan NAPZA

dapat menghambat pencapaian salah satu misi pendidikan nasional yakni

meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju,

berdaya saing, berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dalam rangka

memberdayakan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional. (Albab,

2005).

Kebijakan penanggulangan penyalahgunaan NAPZA sebenarnya telah

dicanangkan sejak dibentuknya Badan Koordinasi Pelaksanaan Instruksi Presiden

(Bakolak Inpres) 1971. Pada tahun 1976 telah diterbitkan Undang-Undang Nomor

9 tahun 1976 tentang Narkotika, kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang

Nomor 22 tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 5 tahun

1997 tentang Psikotropika. Sebagai pengganti keduanya, terakhir kali, pada

tanggal 12 Oktober 2009 diberlakukan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009

tentang Narkotika. Berbagai Undang-Undang tersebut adalah produk hukum yang

mendasari berbagai program dan kegiatan yang dijalankan oleh lembaga-lembaga

Pemerintah dan Pemerintah Daerah serta lembaga-lembaga swadaya masyarakat

(LSM).

Berbagai program dan kegiatan yang dilaksanakan untuk menanggulangi

masalah penyalahgunaan NAPZA pada dasarnya dapat digolongkan berdasarkan

sifatnya. Pertama, program dan kegiatan yang bersifat represif yakni penegakan

Page 4: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

4

hukum terutama dilakukan oleh lembaga penegak hukum dengan cara

menangkap, mengadili dan menghukum para produsen, pengedar dan pengguna.

Kedua, adalah program dan kegiatan yang bersifat kuratif-rehabilitatif dengan

cara mengobati dan memulihkan serta mengembangkan kemampuan fisik,

emosional dan sosial para penyalahguna NAPZA sehingga dapat kembali

melaksanakan fungsi sosialnya dalam kehidupan masyarakat. Ketiga, adalah

program dan kegiatan yang bersifat pencegahan (preventif) yang “ mengandung

makna mencegah terhadap kemungkinan terjadinya penyalahgunaan NAPZA serta

menghambat tumbuh dan berkembangnya masalah penyalahgunaan NAPZA di

dalam masyarakat” (Supiadi, 2006 : 44). Berbagai program tersebut ternyata

belum mampu mengurangi atau menuntaskan masalah penyalahgunaan NAPZA.

Program dan kegiatan yang bersifat represif seakan tidak membuat jera

para pelaku, bahkan banyak kasus yang menunjukkan bahwa para pelaku

melanjutkan penyalahgunaan dan peredaran gelap NAPZA didalam lembaga

pemasyarakatan. Sedangkan program dan kegiatan yang bersifat kuratif-

rehabilitatif merupakan upaya yang sulit, lama dan membutuhkan biaya yang

tidak sedikit. Upaya ini dihadapkan pada kenyataan bahwa angka kekambuhan

(relapse) pada penyalahguna yang telah direhabilitasi cukup tinggi hingga

mencapai sekitar 70%. Belum lagi stigma di masyarakat juga masih sangat kuat.

Stigma ini selain berdampak negatif secara psikologis pada eks klien juga

menimbulkan terhambatnya pengalokasian sumber-sumber masyarakat yang

dibutuhkan untuk mengatasi masalah ketergantungan NAPZA. Sementara itu,

program dan kegiatan yang bersifat pencegahan, yang dipandang lebih mudah

Page 5: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

5

dibandingkan dengan yang bersifat kuratif-rehabilitatif, ternyata mengalami

keterbatasan dalam hal jumlah sasaran yang dapat dijangkau dibandingkan dengan

yang seharusnya dijangkau. Disamping itu, program dan kegiatan yang bersifat

pencegahan belum mengoptimalkan peranserta masyarakat didalam mencegah

penyalahgunaan NAPZA.

Masalah penyalahgunaan NAPZA yang terus meningkat sesungguhnya

menunjukkan tingginya permintaan (demand) masyarakat untuk mengkonsumsi

NAPZA atau lemahnya daya tahan masyarakat terhadap godaan untuk

menyalahgunakan NAPZA. Dengan kata lain masyarakat rentan terhadap

penawaran atau peredaran gelap NAPZA di masyarakat. Rentannya masyarakat

terhadap godaan untuk menyalahgunakan NAPZA antara lain disebabkan karena

kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan NAPZA serta

lemahnya kemampuan masyarakat untuk menangkal tingginya penawaran

NAPZA. Hal ini berarti bahwa upaya-upaya yang bersifat pencegahan perlu

ditingkatkan dengan melibatkan sebanyak mungkin komponen masyarakat

melalui pendidikan yang menyiapkan masyarakat sebagai subjek pencegahan.

Pelibatan komponen masyarakat didasari oleh anggapan bahwa

masyarakat selain memiliki kerentanan, juga memiliki potensi dan sumber yang

dapat digunakan untuk mencegah penyalahgunaan NAPZA. Potensi dan sumber

masyarakat ini harus digali dan dibangun atau diberi penguatan dengan

pendekatan dan metoda yang tepat sehingga mampu bersinergi dengan upaya-

upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang dilakukan oleh pemerintah dan

pemerintah daerah.

Page 6: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

6

Pencegahan penyalahgunaan NAPZA seharusnya ditempatkan sebagai

bagian dari pembangunan yakni proses pengurangan kerentanan dan peningkatan

kapasitas, sebagaimana Eade (1997 : 13) menyatakan, “Development is the

process by which vulnerabilities are reduced and capacities are increased”.

Proses pengurangan kerentanan dan peningkatan kapasitas (pembangunan) pada

dasarnya merupakan perubahan sosial berencana untuk menempatkan masyarakat

sebagai subjek pembangunannya sendiri. Pendekatan pembangunan yang

menempatkan masyarakat sebagai subjek adalah pembangunan yang berpusat

pada masyarakat atau rakyat ((people centered development), suatu paradigma

pembangunan yang menyadari pentingnya kapasitas masyarakat, pemberdayaan

masyarakat, partisipasi dan kontrol masyarakat, serta kemandirian masyarakat

(Korten, 1990; Cox, 1992; Friedman, 1992). Dasar pertimbangan penggunaan

pendekatan ini adalah: pertama, menjamin adanya perubahan nyata didalam

masyarakat yang membawa dampak positip terhadap lingkungan lokal

masyarakat. Kedua, dengan menggunakan strategi pemberdayaan masyarakat

memungkinkan orang-orang yang terlibat didalamnya mendapatkan kepercayaan

diri dan keterampilan pemecahan masalah yang melandasinya untuk berpartisipasi

memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA yang ada dilingkungannya.

Ketiga, pola penanggulangan/pencegahan yang dibangun dari otoritas lokal,

didasarkan pada suatu anggapan bahwa otoritas mengetahui apa keinginan orang-

orang di dalamnya; suatu kemungkinan yang lebih besar bahwa kebutuhan mereka

dapat terpenuhi dengan kontrol mereka sendiri. Keempat, membangun

kemandirian masyarakat sejalan dengan terbatasnya sumber yang dimiliki oleh

Page 7: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

7

pemerintah dalam melaksanakan program-program pencegahan penyalahgunaan

NAPZA untuk keseluruhan penduduk.

Pendekatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat perlu didukung

dengan metoda yang sesuai. Pendidikan orang dewasa (adult education) serta

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat (community organizing and

development) adalah metoda-metoda yang cocok dengan pendekatan

pembangunan berpusat pada masyarakat. Pendidikan orang dewasa yang

dimaksudkan disini adalah pendidikan bagi orang dewasa diluar sistem

pendidikan formal atau pendidikan luar sekolah bagi orang dewasa yang

dimaksudkan untuk membantu masyarakat belajar memahami masalah

penyalahgunaan NAPZA terkait dengan kerentanan masyarakat, memahami

potensi mereka untuk mengatasinya, dan mengembangkan keterampilan yang

ditujukan untuk pemecahan masalah penyalahgunaan NAPZA dilingkungannya.

Pendidikan orang dewasa tersebut merupakan metoda inti untuk mengubah

kondisi kerentanan masyarakat menjadi suatu kondisi yang lebih baik, hal ini

didukung dengan penggunaan metoda pengorganisasian masyarakat pada tahap

awal. Kemudian setelah masyarakat terorganisir, metoda pendidikan orang

dewasa berlanjut didalam pengembangan masyarakat melalui proses

pendampingan yang pada hakikatnya merupakan upaya bimbingan dan konsultasi

didalam pelaksanaan pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh masyarakat.

Penggabungan metoda pendidikan orang dewasa non formal dengan

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat merupakan paradigma yang

sangat penting yang diduga efektif untuk memecahkan masalah penyalahgunaan

Page 8: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

8

NAPZA khususnya yang bersifat pencegahan. Penggabungan metoda ini

diprediksi akan mampu menghasilkan perubahan perilaku masyarakat dalam

tataran pengetahuan, sikap dan keterampilan, serta perubahan sosial pada tingkat

lokal yang mencakup perubahan struktur relasi masyarakat yang terwadahi dalam

organisasi spesifik yang terbentuk, yang berdampak pada tercegahnya masyarakat

dari penyalahgunaan NAPZA. Pemikiran tersebut sejalan dengan perkembangan

pemikiran dibidang pendidikan luar sekolah saat ini. Hasan (2008 :1) dalam

makalahnya yang berjudul “Reoptimalisasi Manajemen Pendidikan Luar Sekolah

dalam Konstalasi Teoritis dan Praktis” menyatakan bahwa :

Pendidikan dan pengembangan sosial sebagai kunci pembangunan perlu reorientasi keterpaduan sistem, karena pendidikan sebagai upaya meningkatkan kualitas SDM dan pengembangan sosial sebagai proses perubahan sosial yang berencana dan bertujuan untuk meningkatkan kehidupan masyarakat adalah saling terkait tidak terpisahkan.

Pernyataan Hasan tersebut mengandung arti bahwa keberhasilan pembangunan

yakni meningkatnya kehidupan masyarakat ditentukan oleh pendidikan dan

pengembangan sosial yangmana keduanya tidak terpisahkan. Sejalan dengan

Hasan, Hamilton (1992) juga menekankan pentingnya pendidikan orang dewasa

didalam pengembangan masyarakat. Didalam bukunya yang berjudul “Adult

Education for Community Development”, Hamilton (1992 : xiv – xv) menegaskan

bahwa :

Adult Education for Community Development as an important strategy for initiating social change at the micro level of neighborhood improvement...A synergistic framework is espouse which stresses the primacy of adult education as an enabling process in community development work that makes the motivations and aspirations of citizens its focal point... therefore, has created its own learning situations that are related to social change at the local level.

Page 9: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

9

(Pendidikan orang dewasa untuk pengembangan masyarakat merupakan strategi

penting untuk memulai perubahan sosial pada tingkat mikro dari perbaikan

ketetanggaan..Suatu kerangka kerja sinergis adalah dukungan yang menekankan

keutamaan pendidikan orang dewasa sebagai suatu proses pemampuan didalam

pekerjaan pengembangan masyarakat yang menghasilkan motivasi dan aspirasi

warga masyarakat sebagai poin pentingnya...karenanya, harus diciptakan situasi

belajar yang berkaitan dengan perubahan sosial pada tingkat lokal).

Pernyataan Hamilton tersebut menyatakan pentingnya pendidikan orang

dewasa dalam tahap awal perubahan sosial lokal dalam pengembangan

masyarakat. Mengenai pentingnya pendidikan (pembelajaran) orang dewasa dan

pengorganisasian masyarakat digambarkan dalam penelitian George Mason

(2002) tentang proses pembelajaran dan pengorganisasian masyarakat. Mason

menunjukkan bahwa pembelajaran masyarakat merupakan proses sosial maupun

proses individual dalam mengembangkan gagasan, minat dan memfasilitasi orang

lain untuk berpartisipasi dan saling tukar informasi antar warga. Sedangkan dalam

pengorganisasian masyarakat ada pemilihan warga yang memiliki kemauan dan

minat, pelatihan mengenai masalah dan cara mengatasinya, dan adanya kerjasama

dalam memecahkan masalah atau kegiatan bersama.

Pandangan Hasan, Hamilton dan Mason semakin memperkuat pentingnya

kombinasi antara metoda pendidikan orang dewasa, pengorganisasian dan

pengembangan masyarakat didalam mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA

pada tingkat masyarakat lokal. Suatu kerangka kerja yang menggabungkan

ketiganya dalam konteks makro tercermin dalam konsep capacacity building yang

Page 10: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

10

dipopulerkan Bank Dunia pada tahun 1989. O’Shaunessy, et.al. (1999)

menyatakan bahwa capacity building tersebut mengandung tiga elemen yakni

pembangunan manusia (human development), penataan ulang (restructuring)

berbagai institusi untuk menghasilkan suatu konteks dimana pekerja terampil

dapat berfungsi secara efektif, dan kepemimpinan politik ( political leadership)

yang menunjukkan pentingnya memelihara secara terus menerus institusi yang

terbentuk. Konsep capacity building tersebut diterapkan dalam konteks

pembangunan masyarakat pada level makro suatu negara, namun prinsip-

prinsipnya sesuai dengan kombinasi metoda pendidikan orang dewasa,

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, karenanya dalam konteks

pencegahan penyalahgunaan NAPZA pada level masyarakat lokal capacity

building terdiri atas komponen pelatihan, penataan tim kerja dan

pendampingan.

Capacity building sebagai perpaduan metoda pendidikan orang dewasa,

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam konteks pencegahan

penyalahgunaan NAPZA pada tingkat masyarakat lokal perlu dikembangkan,

sebab kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa penggunaan secara terpisah dari

ketiga metoda tersebut tidak menghasilkan efektivitas pencegahan

penyalahgunaan NAPZA yang berkelanjutan. Pendidikan orang dewasa non

formal sering digunakan oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pemerintah

daerah yang berfungsi menanggulangi masalah penyalahgunaan NAPZA dalam

bentuk penyuluhan, dan pelatihan/ pembekalan tentang bahaya penyalahgunaan

NAPZA kepada para pegawai pemerintah, tokoh-tokoh masyarakat, pelajar dan

Page 11: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

11

mahasiswa. Namun berdasarkan hasil wawancara dan observasi penulis, kegiatan-

kegiatan tersebut memiliki banyak keterbatasan atau kelemahan antara lain : (1)

daya jangkau kegiatan tidak sebanding dengan jumlah populasi sasaran yang

seharusnya dijadikan sasaran kegiatan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa frekuensi

kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah setiap

tahunnya sangat terbatas dengan sasaran yang terbatas pula, sehingga untuk dapat

menjangkau seluruh penduduk akan diperlukan waktu yang sangat lama. Apabila

dijumlahkan, maka frekwensi kumulatif kegiatan yang sudah dilaksanakan

diprediksi tidak sebanding dengan jumlah populasi sasaran kegiatan yang sangat

banyak yakni penduduk yang belum menyalahgunakan NAPZA yang mencapai

98,5% dari jumlah penduduk Indonesia saat ini; (2) kegiatan-kegiatan

pelatihan/pembekalan dan penyuluhan lebih “berorientasi tugas dibandingkan

proses” yang ditunjukkan dengan pelaksanaannya yakni umumnya hanya sekali

untuk setiap sasaran, dan pada kesempatan lain kegiatan-kegiatan tersebut

dilaksanakan untuk sasaran yang lain lagi. Hal ini kurang dapat memberikan

pembelajaran secara berjenjang kepada peserta, dan pelaksanaan kegiatan terkesan

“hit and run”; (3) umumnya penyelenggara kegiatan mengharapkan peserta dapat

mengaplikasikan pengetahuan serta keterampilan yang diperolehnya, namun tidak

ada upaya penyelenggara yang dapat menjamin tercapainya harapan tersebut,

seperti monitoring dan pendampingan terhadap aplikasi pengetahuan dan

keterampilan yang telah dilatihkan, juga tidak disediakan wadah yang kondusif

untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan yang sudah diperoleh; (4)

umumnya penyelenggara kegiatan tidak melakukan evaluasi keberhasilan secara

Page 12: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

12

memadai seperti melakukan pretest dan posttest terhadap peserta. Sementara

evaluasi yang biasa dilakukan adalah evaluasi proses dengan mengamati proses

kegiatan. Pada kegiatan yang menggunakan evaluasi prestest dan posttest,

keberhasilannya terbatas hanya menunjukkan output kegiatan yakni peningkatan

pengetahuan peserta dari keadaan sebelum kegiatan kepada keadaan sesaat setelah

kegiatan dilaksanakan. Umumnya kegiatan tidak berupaya untuk mengukur

outcomes yakni keberhasilan ketika pengetahuan dan keterampilan yang diberikan

diaplikasikan dalam kehidupan nyata di masyarakat. Akibatnya kegiatan

pelatihan/pembekalan terhadap tokoh masyarakat, pelajar maupun mahasiswa

hanya sampai pada manfaat individual peserta pelatihan/pembekalan bersangkutan

dan tidak berdampak pada terjadinya pemecahan masalah berkelanjutan di

masyarakat.

Gambaran mengenai berbagai kelemahan dari upaya-upaya pencegahan

penyalahgunaan NAPZA dalam bentuk penyuluhan dan pelatihan/pembekalan

tersebut, pada dasarnya menunjukkan bahwa peserta lebih ditempatkan sebagai

objek program pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Kegiatan-kegiatan yang

dilaksanakan tidak mencerminkan pembangunan yang berpusat pada masyarakat,

dimana peserta meskipun berasal dari masyarakat namun tidak membawa aspirasi

kebutuhan masyarakat. Pelaksanaan kegiatan semata-mata mencerminkan

kebutuhan penyelenggara untuk melaksanakan kegiatan, dengan mekanisme

penyelenggaraan yang bersifat “top-down”. Disamping itu, kelemahan

penyelenggaraan kegiatan penyuluhan dan pelatihan/pembekalan menunjukkan

lemahnya pendidikan orang dewasa non formal oleh lembaga-lembaga non

Page 13: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

13

pendidikan dari pemerintah dan pemerintah daerah, juga kelemahan metoda

tunggal pendidikan orang dewasa non formal didalam mengantisipasi besarnya

ancaman bahaya NAPZA. Pendidikan orang dewasa non formal bagaimanapun

akan efektif membendung masalah penyalahgunaan NAPZA di masyarakat jika

dirangkai dengan metoda pemecahan masalah lainnya yakni pengorganisasian dan

pengembangan masyarakat dan ditempatkan sebagai bagian dari pembangunan

berpusat pada masyarakat. Seharusnya proses pendidikan orang dewasa non

formal dalam konteks mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA dilanjutkan

didalam proses pengorganisasian masyarakat dan pengembangan masyarakat

sehingga berdampak luas bagi tercegahnya masyarakat dari penyalahgunaan

NAPZA.

Pengembangan model konseptual capacity building dalam konteks

pencegahan penyalahgunaan NAPZA di masyarakat pada dasarnya merupakan

kebutuhan yang mendesak, karena jika tidak dilakukan maka dikhawatirkan

program-program pencegahan penyalahgunaan NAPZA akan tetap menunjukkan

kinerja yang tidak efektif mengurangi angka penyalahgunaan NAPZA di

masyarakat. Hal ini berarti pula membiarkan tindakan pemborosan uang negara

dalam memecahkan masalah yang tidak terpecahkan.

Pengembangan model capacity building dalam konteks pencegahan

penyalahgunaan NAPZA akan mencapai keefektipan apabila dilakukan sungguh-

sungguh dengan memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat dan dengan

memperhatikan kenyataan bahwa semua upaya penanggulangan masalah yang

telah dilakukan masih lebih kecil dibandingkan dengan besar dan kuatnya jaringan

Page 14: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

14

sindikat produksi dan peredaran gelap NAPZA serta tingginya kerentanan

masyarakat untuk mengkonsumsi NAPZA.

Salah satu potensi penting masyarakat adalah keberadaan organisasi-

organisasi masyarakat lokal yang salah satu jenisnya dikenal sebagai lembaga-

lembaga kemasyarakatan yang ada ditingkat kelurahan dan desa seperti Lembaga

Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

(PKK), Karang Taruna dan lain-lain yang dibentuk sesuai kebutuhan dalam upaya

memberdayakan masyarakat. Mereka potensial bila dikembangkan melalui

capacity building untuk pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Dikatakan

potensial karena jumlahnya cukup banyak dan ada pada setiap kelurahan dan desa,

serta dapat berhadapan langsung dengan warga masyarakat sasaran pencegahan

penyalahgunaan NAPZA.

Capacity building organisasi masyarakat lokal karenanya menjadi sangat

penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja program pencegahan

penyalahgunaan NAPZA di masyarakat sehingga dimasa depan masalah

penyalahgunaan NAPZA tidak lagi merupakan masalah yang besar yang dihadapi

bangsa Indonesia. Hal ini dapat tercapai jika capacity building sudah dilakukan

pada setiap masyarakat kelurahan/desa hingga melahirkan ketahanan masyarakat

akan bahaya NAPZA atau terjadinya pengurangan permintaan (demand reduction)

dari masyarakat untuk mengkonsumsi NAPZA. Guna mendukung hal ini peneliti

tertarik untuk melakukan studi yang dapat menghasilkan model capacity building

organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA yang

bisa dijadikan pedoman bagi pemerintah dan pemerintah daerah maupun pihak-

Page 15: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

15

pihak lain yang berkepentingan didalam penanggulangan masalah

penyalahgunaan NAPZA.

Studi tentang model capacity building tersebut memiliki relevansi dengan

bidang studi pendidikan luar sekolah karena beberapa alasan : (1) konsep capacity

building menyatukan unsur pelatihan dengan pengorganisasian tindakan hasil

pelatihan yang dapat menjamin keberlanjutan program yang berbasis masyarakat;

(2) konsep capacity building bersumber dari teori pengembangan masyarakat/

pendidikan masyarakat (community development) sehingga merupakan bentuk

fasilitasi pembelajaran bagi terciptanya masyarakat belajar (learning society)

untuk mengetahui (learning to know) dan untuk melakukan (learning to do)

upaya-upaya pencegahan penyalahgunaan NAPZA.

Upaya mewujudkan masyarakat belajar adalah sangat penting. Donald

Schon (1963, 1967, 1973), menyatakan bahwa masyarakat dan semua institusi

berada didalam proses transformasi yang terus-menerus, sehingga tidak ada suatu

keadaan yang stabil. Kita harus belajar memahami, membimbing, mempengaruhi

dan mengelola transformasi ini. Kita harus membangun kapasitas untuk

membuatnya menyatu dengan diri kita dan institusi-institusi kita.

B. IDENTIFIKASI DAN RUMUSAN MASALAH

1. Identifikasi Masalah

Kelemahan pemerintah dan pemerintah daerah dalam melaksanakan

program pencegahan penyalahgunaan NAPZA terletak pada pandangan yang

tidak proporsional yakni hanya memandang masyarakat sebagai objek kegiatan

yang rentan, tanpa memandang bahwa didalam masyarakat terdapat banyak

Page 16: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

16

potensi dan sumber yang bisa didayagunakan untuk memecahkan masalah

penyalahgunaan NAPZA. Karenanya pemerintah dan pemerintah daerah kurang

melibatkan komponen potensial masyarakat sebagai subjek kolektif dalam

mengatasi masalah penyalahgunaan NAPZA di wilayahnya sendiri.

Model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah

penyalahgunaan NAPZA pada dasarnya merupakan model alternatif pendidikan

luar sekolah yang memadukan metoda pendidikan orang dewasa dengan

pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam rangka mencegah

penyalahgunaan NAPZA pada suatu masyarakat lokal. Pendidikan orang dewasa

dalam konteks capacity building memainkan peran penting, tidak hanya pada

upaya mempersiapkan kemampuan masyarakat agar bisa melakukan pencegahan

penyalahgunaan NAPZA, melainkan juga berlanjut pada upaya yang bersifat

pendidikan ketika pengembangan masyarakat berlangsung pasca pengorganisasian

masyarakat.

Sebagai model pendidikan luar sekolah, model capacity building

organisasi masyarakat lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA, dapat

diidentifikasi tidak hanya sebagai proses, melainkan juga memiliki komponen

input, output dan outcomes. Memperhatikan pendapat O’Shaughnessy, et.al

(1999) dan World Bank, capacity building organisasi masyarakat lokal dalam

mencegah penyalahgunaan NAPZA idealnya memiliki komponen proses yang

terdiri atas 3 (tiga) elemen yaitu (1) pengembangan manusia (human development)

menjadi tenaga-tenaga terampil dibidang pencegahan penyalahgunaan NAPZA

yang dilaksanakan melalui pelatihan dan pengembangan keterampilan; (2)

Page 17: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

17

penataan ulang (restucturing) institusi/ organisasi masyarakat lokal sehingga

terbentuk tim kerja yang memiliki struktur dan fungsi yang sesuai dan

memudahkan bagi tenaga terampil didalam melaksanakan tugasnya; dan (3) untuk

pemeliharaan organisasi secara terus menerus melalui pendampingan sebagai

bentuk pendidikan didalam pengembangan masyarakat.

Model capacity building organisasi masyarakat lokal dalam mencegah

penyalahgunaan NAPZA ketika diimplementasikan perlu memperhatikan kualitas

komponen masukan mentah (raw input), tidak hanya untuk kepentingan pelatihan,

melainkan juga untuk penataan tim kerja dan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan NAPZA. Agar proses capacity building berkelanjutan, maka

penentuan kriteria calon peserta capacity building serta proses seleksinya

merupakan bagian penting yang akan mempengaruhi capacity building secara

keseluruhan. Idealnya yang direkrut menjadi peserta adalah orang-orang yang

merupakan unsur-unsur masyarakat terseleksi sebagai wakil atau utusan institusi

atau organisasi lokal yang ada pada masyarakat bersangkutan.

Komponen instrumental input yang penting diidentifikasi adalah (1) materi

pelatihan untuk mempersiapkan peserta sehingga mampu melakukan upaya-upaya

pencegahan penyalahgunaan NAPZA secara garis besar mencakup pengetahuan

dasar (basic knowledge) tentang masalah penyalahgunaan NAPZA, kebijakan dan

program pencegahan, dan dasar-dasar organisasi, pengetahuan tentang

keterampilan manajemen (managerial skills) mulai dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian organisasi maupun program

organisasi, dan keterampilan teknis (technical skills) didalam melakukan

Page 18: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

18

pencegahan penyalahgunaan NAPZA; (2) Penyelenggara capacity building yang

mencakup kepanitiaan formal dibawah suatu instansi yang bertanggungjawab dan

mendanai implementasi model capacity building; (3) Fasilitator pelatihan yang

idealnya adalah orang yang memiliki karakteristik disukai oleh peserta, memiliki

kompetensi yang bisa diandalkan dalam bidang pelatihan, penataan organisasi dan

pendampingan; (4) Metoda/teknik pelatihan seperti ceramah, tanya jawab, diskusi,

simulasi, dan lain-lain, serta metoda/teknik pendampingan seperti supervisi dan

konsultasi; (5) Sarana pelatihan dan pendampingan seperti peralatan visual, audio

visual, alat tulis, media cetak.

Komponen enviromental input yang perlu diidentifikasi berkaitan dengan

waktu dan tempat pelaksanaan capacity building. Waktu selain perlu disesuaikan

dengan materi pelatihan, kewenangan dan kemampuan penyelenggara, dalam

konteks lingkungan juga perlu disesuaikan dengan kebiasaan aktivitas warga

setempat yang menjadi peserta capacity building. Demikian juga tempat yang

dipilih meskipun seharusnya memiliki kriteria yang ideal seperti pengaturan

tempat duduk, arsitektur dan suhu ruangan, namun perlu menyesuaikan dengan

keadaan sumber daya setempat.

Komponen lainnya yang diidentifikasi sebagai masalah penelitian adalah

output sebagai bentuk tujuan antara dan outcomes sebagai tujuan akhir dari model

capacity building. Sebagai suatu model pendidikan luar sekolah dalam

memecahkan masalah penyalahgunaan NAPZA, maka idealnya output capacity

building mencakup (1) penguasaan kompetensi dalam mencegah penyalahgunaan

NAPZA dan, (2) terbentuknya tim kerja pencegahan penyalahgunaan NAPZA

Page 19: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

19

yang dilengkapi dengan aspek kelembagaan, ketatalaksanaan,

penataan/penempatan sumber daya manusia sesuai minat dan kemampuannya,

program kerja/rencana aksi, pembiayaan dan prasarana serta sarana kerja.

Sedangkan outcomes capacity building mencakup berjalannya kegiatan

pencegahan penyalahgunaan NAPZA oleh tim kerja dan tercegahnya masyarakat

dari penyalahgunaan NAPZA.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, ditemukan bahwa

tokoh-tokoh organisasi masyarakat lokal mantan peserta kegiatan pelatihan/

pembekalan pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang diselenggarakan

pemerintah daerah tidak berfungsi melaksanakan kegiatan pencegahan

penyalahgunaan NAPZA di masyarakat. Hal ini disebabkan karena diakhir

pelatihan mereka tidak ditata dalam bentuk tim kerja dan tidak diberikan

pendampingan ketika mereka kembali ke masyarakat.

Berdasarkan hal diatas, maka permasalahan umum penelitian ini adalah

bagaimanakah model capacity building organisasi masyarakat lokal yang efektif

mencegah penyalahgunaan NAPZA di masyarakat?

Permasalahan umum tersebut, dirumuskan beberapa permasalahan khusus yaitu :

1) Bagaimanakah kondisi awal masalah penyalahgunaan NAPZA dan potensi

organisasi masyarakat lokal didalam pencegahan masalah penyalahgunaan

NAPZA?

2) Bagaimanakah rumusan model konseptual capacity building organisasi

masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA?

Page 20: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

20

3) Bagaimanakah implementasi model capacity building organisasi masyarakat

local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA?

4) Bagaimanakah efektivitas model capacity building organisasi masyarakat

local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan Umum dari penelitian ini adalah menghasilkan model capacity

building organisasi masyarakat lokal yang efektif mencegah penyalahgunaan

NAPZA. Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat beberapa tujuan khusus yang

mencakup :

1) Mengetahui masalah penyalahgunaan NAPZA, potensi dan peran organisasi

masyarakat lokal didalam pencegahan masalah penyalahgunaan NAPZA.

2) Merumuskan model konseptual capacity building organisasi masyarakat local

dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

3) Mengimplementasikan model capacity building organisasi masyarakat local

dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

4) Mengetahui efektivitas model capacity building organisasi masyarakat local

dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi

kepentingan praktis maupun kepentingan teoritis atau konseptual.

Page 21: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

21

1. Manfaat Praktis.

Hasil penelitian ini diharapkan akan berfungsi sebagai bahan belajar bagi

berbagai pihak didalam memperbaiki kinerja organisasi masyarakat lokal dalam

mencegah penyalahgunaan NAPZA.

Bagi organisasi masyarakat lokal pelaksana pencegahan penyalahgunaan

NAPZA, hasil penelitian diharapkan akan menjadi sumber belajar guna

memperdalam pemahaman personil tentang kemampuan dan kinerja mereka

secara aktual berdasarkan perspektif profesional peneliti, juga menjadi pendorong

bagi upaya peningkatan kemampuan dan kinerja di masa yang akan datang. Model

yang dihasilkan diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai konsep yang

ideal tentang berbagai komponen organisasi yang dibutuhkan, baik dilihat dari

bagan struktur organisasi, tugas pokok dan fungsi, uraian tugas, karakteristik

SDM, serta teknologi program/kegiatan.

Jika model yang direkomendasikan dapat diadop oleh banyak lembaga

yang berwenang, maka diprediksi bahwa penanggulangan masalah

penyalahgunaan NAPZA di Indonesia akan menjadi semakin baik. Dengan

demikian, maka diharapkan kedepan masalah penyalahgunaan NAPZA akan

dapat diatasi dengan baik.

2. Manfaat Teoritis.

Untuk kepentingan teoritik, hasil penelitian ini dapat memberikan

sumbangan bagi pengembangan kajian pendidikan luar sekolah (PLS) khususnya

tentang capacity building organisasi masyarakat lokal. Konsep-konsep tentang

pelatihan dan pengembangan yang telah ada, melalui penelitian ini dapat

Page 22: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

22

diperkuat dan dikembangkan dengan konsep pengorganisasian dan pengembangan

masyarakat.

Temuan-temuan penelitian serta model capacity building yang dihasilkan

akan menambah wacana atau bahan belajar bagi para mahasiswa jurusan PLS

yang menekuni bidang pelatihan dan pengembangan.

Pada bidang yang lebih luas, hasil penelitian ini juga akan berkontribusi

pada pengembangan ilmu tentang pengembangan masyarakat (community

development), khususnya tentang pengorganisasian masyarakat dan aksi

masyarakat (community action). Kontribusi ini selanjutnya dapat mempengaruhi

materi atau kurikulum PLS yang juga mengajarkan tentang pengembangan

masyarakat dalam hal penataan organisasi, dan pemeliharaan organisasi.

E. KERANGKA BERPIKIR PENELITIAN

Menurut Suriasumantri (1986) dalam Sugiyono (2007 : 92), “kerangka

berfikir merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi

objek permasalahan”. Sedangkan Uma Sekaran (1992) dalam Sugiyono (2007 :

91) menyatakan “kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang

bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi

sebagai masalah yang penting”.

Masalah penyalahgunaan NAPZA yang terus meningkat pada suatu

masyarakat menunjukkan rentannya masyarakat terhadap pengaruh peredaran

gelap NAPZA dan kurangnya kapasitas organisasi masyarakat lokal didalam

melaksanakan fungsi sosialisasi, kontrol sosial dan partisipasi sosial (Netting,

et.al, 1993) dalam konteks pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Hal ini berarti

Page 23: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

23

diperlukan upaya “pembangunan yakni proses pengurangan kerentanan dan

peningkatan kapasitas” (Eade, 1997) yang merupakan perubahan sosial berencana

untuk menempatkan masyarakat sebagai subjek pembangunannya sendiri (people

centered development), yaitu :”...pentingnya kapasitas masyarakat, pemberdayaan

masyarakat, partisipasi dan kontrol masyarakat, serta kemandirian masyarakat”.

(Korten, 1990; Cox, 1992; Friedman, 1992), sebagai kajian konsep yang

melandasi munculnya model capacity building.

Model konseptual capacity building organisasi masyarakat lokal

menawarkan strategi untuk mencapai peningkatan kapasitas melalui proses belajar

dan bertindak dengan memadukan pendidikan orang dewasa, pengorganisasian

dan pengembangan masyarakat. Model ini disusun dan dikembangkan melalui

proses validasi dan ujicoba untuk menemukan model hipotetik, yang selanjutnya

model tersebut diimpelementasikan dalam bentuk pelatihan dan pengembangan

SDM, penataan tim kerja, penyusunan rencana kegiatan dan pendampingan.

Efektivitas model konseptual capacity building dapat diukur dari

ketercapaian tujuan berupa output yaitu meningkatnya kompetensi SDM,

terbentuknya tim kerja dan tersusunnya rencana kegiatan, yang melahirkan

outcome berupa kegiatan pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang

berkelanjutan dan efektif.

Kerangka berfikir penelitian sebagaimana diuraikan diatas dapat

digambarkan dalam bentuk bagan berikut ini.

Page 24: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

24

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir Penelitian

Model Konseptual Capacity Building

Organisasi Masyarakat Lokal

Kondisi Awal Rumusan Model

• Peningkatan kompetensi SDM

• Terbentuknya Tim Kerja

• Tersusunnya rencana aksi pencegahan penyalahgunaan NAPZA

• Pelatihan & pengembangan SDM

• Penataan Tim Kerja • Penyusunan rencana

kegiatan

• Pendampingan

Pencegahan penyalahgunaan NAPZA yang

berkelanjutan dan efektif

Kajian konseptual Kurang beroperasinya fungsi sosialisasi, kontrol

sosial dan partisipasi sosial masyarakat

Lemahnya organisasi masyarakat lokal sebagai

pelaksana fungsi masyarakat

Pencegahan masalah penyalahgunaan NAPZA

oleh organisasi masyarakat lokal lemah, tidak terpadu dan tidak berkelanjutan

Masyarakat rentan menyalahgunakan NAPZA

Masalah penyalahgunaan NAPZA terus meningkat

Implementasi Model Efektivitas Model

Validasi Ahli dan Praktisi

Uji coba Model secara Terbatas

Model Hipotetik Capacity Building

Organisasi Masyarakat Lokal

Page 25: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

25

F. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan

(Research and Development) atau disingkat R&D, yang bertujuan untuk

menemukan/ merumuskan, mengembangkan dan memvalidasi suatu produk

sehingga benar-benar produk tersebut efektif, berkualitas dan memenuhi

standar. Produk tersebut adalah model capacity building organisasi

masyarakat local dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA, suatu model

prosedur pendidikan massa atau pendidikan luar sekolah yang secara

konseptual dikembangkan dari teori pendidikan orang dewasa dan intervensi

makro (pengorganisasian dan pengembangan masyarakat).

G. LOKASI PENELITIAN

Gagasan tentang studi model capacity building organisasi masyarakat

lokal dalam mencegah penyalahgunaan NAPZA mendapatkan dukungan dari

LPM STKS, Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat dan Direktorat Pelayanan dan

Rehabilitasi Sosial Korban NAPZA Departemen Sosial. Selanjutnya dipilih

lokasi penelitian di Jawa Barat mengingat informasi dari Pemerintah Provinsi

Jawa Barat bahwa Jawa Barat menduduki ranking ke-4 dari 10 provinsi rawan

narkoba dan HIV/ AIDS. Pemilihan lokasi kelurahan di Jawa Barat didasarkan

pada hasil analisis Kepala Seksi Anak Nakal dan Korban Narkotika (ANKN)

Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat terhadap proposal kegiatan penanggulangan

penyalahgunaan NAPZA yang diajukan Dinas/Kantor Sosial Kabupaten/Kota.

Dari analisis tersebut kemudian dihasilkan tiga calon lokasi yang representatif

Page 26: BAB I PENDAHULUANrepository.upi.edu/7515/2/d_pls_0603815_chapter1.pdf · Para penyalahguna NAPZA yang drop out ... (preventif ) yang “ mengandung ... belum mampu mengurangi atau

26

dilihat dari kerawanan masalah penyalahgunaan NAPZA, yakni dua lokasi di

Kabupaten Cianjur dan satu lokasi di Kota Bandung.

Akhirnya Kelurahan Meleber Kecamatan Andir Kota Bandung

ditetapkan menjadi lokasi penelitian dengan beberapa pertimbangan : (1)

lokasi kelurahan Maleber mudah dijangkau oleh kebanyakan pihak yang akan

dilibatkan dalam penelitian; (2) adanya penerimaan pemerintah kelurahan

terhadap rencana studi yang akan dilakukan; (3) adanya kelompok masyarakat

pengguna NAPZA yang menimbulkan kontroversi di masyarakat.