bab i hadits tarbawi

20
14 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidik merupakan komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa adanya pendidik, maka ilmu yang akan disampaikan tidak mungkin pernah sampai kepada peserta didik. Islam membebani orang-orang yang berilmu untuk menyampaikan ilmunya kepada orang banyak (orang lain). Oleh karena itu, seorang pendidik harus mempunyai jiwa pemimpin terhadap peserta didiknya dan harus bertanggung jawab dari kepemimpinannya. Agar ilmu yang akan disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik. Seorang pendidik harus memberikan nasihat yang disampaikan dengan memperhatikan komunikasi dua arah, dan bukan untuk kepentingan dari sang pemberi nasihat, akan tetapi juga yang mendengarkan nasihat itu juga, karena agama itu nasihat. Penghargaan patut kita berikan kepada orang-orang yang telah berjasa dalam mengajarkan ilmu tentang agama maupun ilmu yang lainnya, baik berupa material maupun non material. Islam juga menekankan bagi pendidik untuk menjaga, memelihara dan mengarahkan kepada jalan yang lurus, jalan yang dikehendaki oleh Allah dan sebagaimana di Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Upload: wiji-lestari

Post on 28-Jul-2015

401 views

Category:

Education


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab i hadits tarbawi

14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidik merupakan komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa

adanya pendidik, maka ilmu yang akan disampaikan tidak mungkin pernah

sampai kepada peserta didik. Islam membebani orang-orang yang berilmu untuk

menyampaikan ilmunya kepada orang banyak (orang lain). Oleh karena itu,

seorang pendidik harus mempunyai jiwa pemimpin terhadap peserta didiknya dan

harus bertanggung jawab dari kepemimpinannya. Agar ilmu yang akan

disampaikan dapat diterima dengan baik oleh peserta didik.

Seorang pendidik harus memberikan nasihat yang disampaikan dengan

memperhatikan komunikasi dua arah, dan bukan untuk kepentingan dari sang

pemberi nasihat, akan tetapi juga yang mendengarkan nasihat itu juga, karena

agama itu nasihat. Penghargaan patut kita berikan kepada orang-orang yang telah

berjasa dalam mengajarkan ilmu tentang agama maupun ilmu yang lainnya, baik

berupa material maupun non material. Islam juga menekankan bagi pendidik

untuk menjaga, memelihara dan mengarahkan kepada jalan yang lurus, jalan yang

dikehendaki oleh Allah dan sebagaimana di contohkan oleh Rasulullah, karena

pendidik laksana ayah terhadap anaknya.

Dalam makalah ini kami akan mencoba memberikan penjelasan mengenai

hadits-hadits tentang pendidik yang meliputi honor dan gaji bagi pendidik dalam

dunia pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan honor dan gaji?

1.2.2 Apa isi hadits yang menjelaskan mengenai sistem honor dan gaji dalam

dunia pendidikan?

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 2: Bab i hadits tarbawi

14

1.3 Tujuan

Dengan adanya penjelasan dari beberapa hal yang telah ditentukan pada

rumusan masalah diatas, diharapkan mahasiswa dapat memahami dan menelaah

lebih jauh tentang materi yang telah dipelajari, yaitu tentang honor dan gaji dalam

dunia pendidikan dengan berlandaskan kepada sumber hukum islam, yakni hadits.

Selain itu, mahasiswa juga diharapkan dapat mengkaji lebih dalam serta

mengaplikasikan pemahaman yang telah didapat dari materi yang berkaitan

dangan kehidupan sehari-hari.

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 3: Bab i hadits tarbawi

14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Honor dan Gaji

Gaji adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap

serta mempunyai jaminan pasti (Hasibuan: 2002), sedangkan dalam versi lain gaji

diartikan sebagai bayaran pokok yang diterima oleh seseorang, tidak termasuk

unsur-unsur variabel dan tunjangan lainnya (Amstrong dan Murlis: 1994: 7).

Tidak jauh berbeda dengan honor, merupakan arti yang sama dengan gaji

sebagaimana telah dijelaskan di atas. Hanya saja penggunaan kata honor menjadi

lebih populer karena sering digunakan dan menjadi makna yang lebih

komprehensif dibandingkan dengan gaji.

2.2 Hadits yang Menjelaskan Mengenai Sistem Honor dan Gaji dalam Dunia

Pendidikan

A. Pengajar Boleh Menerima Upah

1. Kosakata (Mufradat)

= Pada air, dimaksudkan pada suatu kaum atau desa tempat

turun air.

= Binatang yang menggigit berbisa seeperti kalajengking.

Penggunaan kata ladigh pada kalajengking secara majaj

(makna kiasan) asalnya kata ladagh ( ) digunakan pada

binatang berbisa pada ular, sedangkan binatang yang

berbisa pada ekornya disebut lasa’ ( ), yang berbisa pada

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 4: Bab i hadits tarbawi

14

giginya disebut nahis ( ), yang berbisa pada hidungnya

disebut nakaz ( ) dan yang berbisa pada suing atau

taring disebut nasyath ( ).

= Penduduk tempat turun air.

= Nama binatang berbisa di air, asal artinya yang selamat

karena ada harapan agar selamat daripadanya.

= Seseorang yang bisa ruqiyah, jampi-jampi pengobatan orang

sakit dengan membaca Al-Qur’an atau do’a-do’a dari Nabi.

= Dengan upah seekor kambing.

= Mereka benci hal itu.

= Engkau ambil, engkau terima.

2. Terjemah

“Dari Ibnu Abbas ada sekelompok sahabat Nabi berjalan melewati

sebuah kaum tempat turun air, di dalamnya ada seorang yang digigit binatang

berbisa atau disebut binatang salim. Seorang dari penghuni air itu

menawarkan kepada mereka: Apakah ada diantara kamu seorang yang bisa

mengobati (rukiyah) pada air itu? Ada seseorang yang digigit binatang

berbisa. Datanglah seorang dari mereka membacakan Al-Fatihah dengan

diberi upah seekor kambing. Seorang yang digigit binatang berbisa itu

sembuh, kemudian seekor kambing itu dibawa kepada teman-temannya, tetapi

mereka tidak suka hal itu. Mereka berkata: “Engkau ambil upah atas kitab

Allah?”, sehingga mereka datang ke Madinah, lantas bertanya: “Hai

Rasulullah, dia mengambil upah atas Kitab Allah,”, Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya sesuatu yang paling berhak kamu ambil upah adalah kitab

Allah”. (HR Al-Bukhari)

3. Penjelasan (Syarah Hadits)

Hadits di atas memberikan motivasi bolehnya menerima upah bagi

pengajar, guru, atau pendidik serta pengobatan jampi-jampi yang membacakan

ayat-ayat Al-Qur’an. Latar belakang atau asbab al-wurud hadits di atas adalah

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 5: Bab i hadits tarbawi

14

ketika sekelompok sahabat Nabi saw melewati sebuah kaum yang tinggal di

tempat turunnya air. Di situ terjadi peristiwa yang mengejutkan, ketika ada

seekor binatang berbisa (mungkin ular dan mungkin kalajengking) di dalam air

itu menggigit salah seorang di antara mereka. Lantas mereka meminta tolong

kepada salah seorang sahabat Nabi untuk mengobatinya. Di antara mereka

bertanya: Apakah ada di antara kalian yang bisa mengobati orang sakit yang

digigit binatang berbisa? Salah seorang sahabat Nabi berangkat mengobatinya

dengan dibacakan surah Al-Fatihah. Dengan izin Allah, orang yang tergigit

binatang berbisa itu dapat disembuhkan dan dikasih upah seekor domba.

Ketika menerima upah itu, para sahabat menanggapinya negatif dan

hati mereka merasa tidak berkenan menerima upah tersebut karena seolah

menjual ayat Al-Qur’an dengan harta benda, yakni seekor domba. Mereka

bertekad untuk melaporkan peristiwa ini kepada Rasulullah di Madinah.

Setelah di Madinah, mereka bertanya kepada Beliau, lantas beliau menjawab:

“Sesungguhnya sesuatu yang paling berhak kamu ambil upah adalah

Kitab Allah.”

Pada riwayat al-A’masy selain al-Turmudzi diperjelas sekelompok

sahabat tersebut sejumlah 30 orang yang diutus Nabi pada malam hari

melewati suatu kampung Arab, tidak dijelaskan kampung apa namanya, dan

konteksnya utusan ini bukan dalam jihad. Syekh ‘Athiyah Muhammad Salim

dalam Syarah Bulugh al-Maram menjelaskan: Ada sekelompok sahabat Nabi

yang melewati suatu kampung pada malam hari, mereka ingin bertamu dan itu

sudah menjadi kebiasaan orang Arab menerima dan menjamu tamu. Tetapi

penduduk kampung itu menolaknya, lantas berpindah ke kampung lain.

Kemudian di antara tokoh kampung yang menolak tamu itu tersengat

kalajengking pada malam itu juga, mereka mencari berbagai obat tetapi tidak

dapat menyembuhkan. Di antara mereka berpendapat coba kita bertanya

kepada rombongan tamu yang kita tolak itu, barangkali ada di antara mereka

yang bisa mengobatinya. Mereka pun mendatanginya dan bertanya, apakah di

antara kalian ada yang bisa mengobati pimpinan kami yang sedang kesakitan

tersengat kalajengking? Jawab mereka, ya bisa. Mereka mengundang datang ke

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 6: Bab i hadits tarbawi

14

kampungnya untuk mengobati, tetapi sahabat Nabi itu merasa enggan hadir di

kampung halamannya karena telah ditolak bertamu, kecuali dengan dibayar

dengan upah yang pasti. Kemudian terjadi kesepakatan sekitar 20 hingga 30

ekor kambing.

Sahabat Nabi itu mengunjunginya, dibacakannya Al-Qur’an surah Al-

Fatihah, dengan izin Allah pimpinan penduduk itu bisa sembuh dapat bangun

seolah terlepas dari ikatan tali. Kambing itu dibawanya dan akan dibagikan

kepada sahabat-sahabat lain dalam rombongan tersebut, tetapi para sahabat

menolaknya sebelum upah ini diperbolehkan Nabi saw. Setelah sampai di

Madinah, Nabi memperbolehkannya dan bersabda: “Ketahuilah bahwa itu

adalah ruqiyah”. Nabi tersenyum dan bersabda: “Bagi mereka dan aku satu

bagian”. Setelah dibagi, beliau menyampaikan hadits di atas.

Al-asyqalani menjelaskan bahwa ada dua kisah berkaitan dengan

rukiyah yang dilakukan oleh sahabat Nabi, yang kedua terhadap seorang yang

terkena penyakit gila kemudian dibacakan surat Al-fatihah dan dapat

disembuhkan (HR Abu Daud, al-Turmudzi, dan anNasa’i).

Al-‘Asyqalani dalam Fath al-Bariy (4) : 453 menjelaskan adanya

perbedaan pendapatpara ulama dalam sistem penggajian, honor, atau upah

dalam pendidikan atau pengajaran.

a. Jumhur ulama memperbolehkan menerima upah dalam pengajaran

berdasarkan hadits diatas.

b. Ulama Hanafiyah melarang penerimaan upah dalam pengajaran dan

memperbolehkannya dalam pengobatan atau ruqiyah saja. Alasan mereka

mengajarkan Al-Qur’an adalah ibadah pahalanya dari Allah, kebolehan

menerima upah dalam ruqiyah karena adanya hadits tersebut. Sebagian

mereka berpendapat bahwa makna kata ajran ( ) pada hadits di atas

diartikan pahala sama dengan tsawab, tetapi interpretasi ini ditolak oleh

sebagian ulama karena tidak sesuai dengan konteks asbab wurur al-hadits

seperti di atas. Sebagian ulama lagi berpendapat bahwa hadits di atas telah

di nasakh (dihapus) dengan hadits ancaman menerima upah dalam

pengajaran sebagaimana yang diriwayatkan Abu Daud. Pendapat ini pun

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 7: Bab i hadits tarbawi

14

ditolak karena permasalahan nasakh harus ada indikasi yang tegas,

sementara pada hadits di atas tidak ada indikasi tersebut.

Syekh ‘Athiyah Muhammad Salim dalam Syarah Bulugh al-Maram,

menjelaaskan bahwa berdasarkan hadits di atas hukum menerima upah atau

gaji dalam pembelajaran Al-Qur’an atau membacakannya ada beberapa

pendapat:

1. Jika pemberian upah atau gaji dari kehendak sendiri dari orang yang diajar

atau yang dibacakannya, boleh saja.

2. Jika diupahkan mengajar atau diberi upah karena membaca Al-Qur’an tidak

diperbolehkan.

Kesimpulannya, tidak ada larangan secara mutlak dan secara tegas

dalam sistem gaji, honor, dan upah dalam pendidikan dan pengajaran, tetapi

bergantung pada kondisi yang dihadapi karena memungkinkan kompromi pada

hadits-hadits shahih yang lahirnya kontra. Al-Bukhari sendiri meriwayatkan

hadits di atas dengan beberapa teks yang sama menunjukkan adanya

kecenderungan bolehnya menerima gaji atau upah dalam pengajaran Al-

Qur’an.

Abd. Al-Muhsin al-Ibad dalam syarah Abi Daud (3) : 403 pada bab

upah azan menyatakan bahwa upah atau penggajian pada tukang azan, imam

masjid, dan guru pengajar Al-Qur’an atau ibadah untuk mendekatkan diri

kepada Allah, para ulama berbeda pandanga, terdapat tigapendapat:

1. Boleh menerima upah dengan alasan hadits upah pada ruqiyah sebagaimana

hadits di atas.

2. Tidak boleh menerima upah secara mutlak. Bolehnya menerima upah

apabila berbentuk barang yang di wakafkan bagi kaum muslimin atau uang

kas dan atau amal dari dermawan.

3. Perumpamaan pengajaran al-Qur’an bagaikan wali anak yatim, jika dia

orang mampu tidak mau mengambil upah dan bila ia miskin, ambillah

dengan makruf.

Dari beberapa pendapat di atas, tidak ada yang memperbolehkan

honor dan gaji secara mutlak. Bolehnya, selalu ada catatan yang intinya

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 8: Bab i hadits tarbawi

14

profesionalisme guru agama atau Al-Qur’an, jangan tawar-menawar seperti

tukang kayu, tukang besi, atau profesi lain yang semata mencari upah, bukan

karena kewajiban dan bukan mencari pahala dari Allah swt.

4. Pelajaran yang dapat dipetik dari Hadits

a. Bolehnya menerima upah dalam pengobatan orang sakit dengan ruqiyah

atau membaca ayat-ayat Al-Qur’an atau do’a-do’a dari Nabi saw.

b. Bolehnya penggajian, honor atau upah bagi para guru, pegawai dan

karyawan dalam sistem pendidikan dan pengajaran.

c. Sunahnya menerima, menghormati, dan menjamu tamu yang datang untuk

menginap.

d. Bolehnya berobat dengan menggunakan jampi-jampi atau bacaan do’a dari

Al-Qur’an dan Hadits.

B. Larangan Pengajar Menerima Upah

1. Kosakata (Mufradat)

= Penghuni Shuffah, yakni penghunian sahabat Muhajirin

yang meninggalkan harta bendanya di Mekkah

ditampung di suatu tempat (di emper) di Masjid Al-

Nabawi.

= Busur Panah.

= Bukan harta, bukan harta yag berharga.

= Dan aku gunakan memanah.

= Hendak engkau dikalungi.

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 9: Bab i hadits tarbawi

14

2. Terjemah

“Dari Ubadah bin Shamit berkata: Aku telah mengajar orang-orang

yang membaca Al-Qur’an. Seseorang di antara mereka memberiku hadiah

sebuah busur panah (bukan harta), jadi dapat aku gunakan untuk memanah di

jalan Allah. Aku mendatangi Rasulullah saw dan menanyakan hal ini. Aku

datang dna bertanya: Wahai Rasulullah saw, seseorang telah menghadiahkan

aku sebuah busur panah dari orang-orang yang telah aku ajarkan membaca

Al-Qur’an, ia bukan harta (yang mahal) dan dapat aku gunakan memanah di

jalan Allah. Nabi bersabda: “Jika engkau senang dikalungi dengan kalung api

neraka maka terimalah.” (HR Abu Daud dan Ibnu Majah).

3. Penjelasan (Syarah Hadits)

Hadits di atas menjelaskan larangan menerima hadiah atau gaji dalam

pengajaran lawan hadits sebelumnya. Ubadah bin Shamit seorang sahabat

sebagai guru Al-Qur’an dan tulis menulis di Al-Shuffah. Ketika salah seorang

muridnya memberikan hadiah sebuah busur panah, ia melapor kepada nabi dan

bertanya tentang hal tersebut. Nabi pun menjawab dengan melarang dan

ancamannya. Yakni dikalungi neraka, maksudnya masuk neraka. Teks hadits

ini diawali dengan kata yang menyenangkan, tetapi sesungguhnya merupakan

ancaman; “Jika engkau senang dikalungi api neraka”, tentu tidak ada yang

senang.

Kitab ’Awn al-Ma’bud syarah Sunan Abi Daud disebutkan bahwa al-

khatabiy berkata bahwa para ulama berbeda pendapat dalam memahami hadits

di atas:

a. Sebagian ulama mengambil makna Hadits secara tekstual, bahwa

mengambil gaji dalam mengajarkan Al-Qur’an terlarang sebagaimana

pendapat Al-Zuhriy, Abu Hanifah, dan Ishak bin Rahawayh.

b. Sebagian mereka berpendapat tidak apa menerima upah atau gaji

dalam pengajaran Al-Qur’an selagi tidak dipersyaratkan, artinya

kehendak santri atau murid yang diajar, pendapat al-Hasan al-Bashriy,

Ibnu Sirin, dan al-Sya’biy.

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 10: Bab i hadits tarbawi

14

c. Sebagian lain memperbolehkan upah atau gaji dalam pengajaran

sebagimana pendapat Malik, Atha’, Al-Syafi’i, dan Abi Tsawr. Alasan

mereka ialah: Pertama, hadits Sahal bin Sa’ad bahwa yang

menjelaskan Rasulullah saw bersabda kepada seorang laki-laki yang

akan menikah, tetapi tidak mempunyai kemmpuan harta untuk mahar.

“Aku nikahkan engkau akan dia dengan maskawin apa yang engkau

hafal dari al-qur’an”. (HR Muttafaq ‘Alayh).

Hadits Abi Shamit di atas dipahami mereka sebagai sukarelawan dari

awal niatnya mencari pahala, bukan mencari pekerjaan, maka dilarang oleh

Rasulullah saw. Kedua, kondisi Ahl al-Shuffah orang miskin hidupnya makan

sedekah dari kaum Muslimin, seharusnya memang dibantu, bukan dipungut

biaya. Sebagian lagi berpendapat jika seorang yang mengajar Al-Qur’an itu

merupakan kewajiban ‘ain tidak boleh memungut upah atau gaji, tetapi jika

kewajiban kifayah boleh nmengambilnya.

Hasan Langulung dalam bukunya berjudul Asas-asas Pendidikan Islam

(1992:174-175), menjelaskan bahwa Ibnu Habib memberi komentar

interpretasi hadits ini adalah bahwa larangan itu pada permulaan Islam dan

ketika itu Al-Qur’an masih sedikit dihafalkan, belum tersebar dan belum

banyak dikenal orang. Jadi, mendapatkan gaji dalam mendapatkan gaji pada

masa itu serupa dengan harga Al-Qur’an. Tetapi ketika Al-Qur’an sudah

tersebar dan dikenal oleh masyarakat luas, penggajian alqur’an dipahami

sebagai penggajian kepada orang yang mengajarkannya, bukan harga Al-

Qur’an tersebut.1

Al-Ghazali yang mengharamkan gaji guru sebagaimana beberapa

alasan, yakni: bahwa hendaknya guru mengikuti pembawa syari’at, yaitu Nabi

Muhammad saw yang tidak menuntut gaji karena mengajarkan ilmu. Juga tidak

mengharap balasan dan syukur. Tetapi ia mengajar karena Allah dan ingin

1 Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2012), hlm. 197-206

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 11: Bab i hadits tarbawi

14

mendekatkan diri kepada-Nya. Diantara alasan yang melarang profesionalitas

guru ialah:

a. Al-Qur’an diajarkan karena Allah, jadi tidaklah patut digaji orang yang

mengajarkannya. Ini alasan agama yang menuntut guru-guru bekerja di

jalan Allah.

b. Pemimpin-pemimpin kaum Muslimin pada permulaan kebangkitan Islam,

semuanya memperhatikan kepentingan kaum Muslimin. Tak ada di antara

mereka yang mengkhususkan guru-guru untuk mengajar anak-anak

mereka di surau-surau (kuttab) dan menggaji guru-guru tersebut. Inilah

alasan yang berasal dari tradisi yang diwaris dan kebijakan yang

dikerjakan oleeh ulama salaf. Adapun praktik kaum Muslimin dapat

dijadikan alasan kepada orang lain dan termasuk salah satu dasar agama.2

Demikian juga Plato dan Aristoteles berpendapat bahwa motivasi

belajar harus mengangkat derajat dan pengabdian, dalam kata lain harus

diniatkan demikian pada awal pekerjaan. Kalau begitu halnya motivasi awal

yang menentukan profesi guru atau pekerjaan-pekerjaan lain berarti bukan

larangan kepada profesionalitas guru atau pengajar.3

Dalam kehidupan manusia, tidak semua orang dapat bekerja untuk

dirinya sendiri, karena ketiadaan modal kerja, sehingga harus bekerja untuk

orang lain. Pekerja untuk orang lain bukan suatu kekurangan karena Rasul pun

sebelum diangkat menjadi Rasul adalah pengembala yang menadapatkan upah

dari pekerjaannya sebagai penggembala kambing penduduk Mekah pada

waktu itu, seperti yang terdapat dalam hadis berikut:

“Dari Abu Hurairah, Rasul bersabda: Allah tidak mengutus Rasul

kecuali sebelumnya ia sebagai pengembala, sahabat bertanya Anda ya Rasul.

Rasul menjawab: Aku mengembala kambing penduduk Mekah dengan upah

beberapa qirath.”

Dari hadis di atas diketahui bahwa bekerja untuk orang lain bukan

pekerjaan yang tidak layak, bahkan Rasul sendiri sebelum bi’sah menjadi

2 Ibid., hlm. 208

3 Ibid., hlm. 209

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 12: Bab i hadits tarbawi

14

pekerja untuk orang lain. Pekerjaan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan

rizki Allah adalah dengan menggembalakan binatang ternak. Penggembala

mengerahkan tenaga dan waktunya untuk menjaga dan memenuhi kebutuhan

makan dan minum binatang yang digembalakan.4

4. Pelajaran yang Dapat Dipetik

a. Larangan memungut bayaran murid yang miskin untuk penggajian atau

upah guru yang mengajar Al-Qur’an.

b. Larangan menerima gaji bagi guru yang sejak awal berniat menjadi

sukarelawan atau pengajaran fardu’ain.

c. Bolehnya pekerjaan guru menjadi profesi dan berhak menerima gaji

sekalipun dalam mengajarkan Al-Qur’an atau ilmu agama asal tidak

matrealistis.5

4 http://cupitakyt.blogspot.com/2013/03/hadist-tarbawi-2_5.html, diakses pada: Senin, 26 Mei 2014, pkl: 14: 30 wib.

5 Op. Cit., hlm. 209

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 13: Bab i hadits tarbawi

14

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

a. Bolehnya menerima upah dalam pengobatan orang sakit dengan ruqiyah atau

membaca ayat-ayat Al-Qur’an atau do’a-do’a dari Nabi saw.

b. Bolehnya penggajian, honor atau upah bagi para guru, pegawai dan karyawan

dalam sistem pendidikan dan pengajaran.

c. Sunahnya menerima, menghormati, dan menjamu tamu yang datang untuk

menginap.

d. Bolehnya berobat dengan menggunakan jampi-jampi atau bacaan do’a dari Al-

Qur’an dan Hadits.

e. Larangan memungut bayaran murid yang miskin untuk penggajian atau upah

guru yang mengajar Al-Qur’an.

f. Larangan menerima gaji bagi guru yang sejak awal berniat menjadi

sukarelawan atau pengajaran fardu’ain.

g. Bolehnya pekerjaan guru menjadi profesi dan berhak menerima gaji sekalipun

dalam mengajarkan Al-Qur’an atau ilmu agama asal tidak matrealistis.

3.2 Saran

Setelah menerima dan memahami materi yang telah disajikan, diharapkan

para audience dapat mengkaji lebih dalam dengan mencari sumber dan referensi

yang lebih banyak guna mendapatkan kebenaran yang valid. Selain itu, tim

penyusun juga sangat berharap ada feedback setelah dilakukannya diskusi, baik

berupa kritik dan saran ataupun berupa manfaat bagi para audience, serta

penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

Honor dan Gaji dalam Pendidikan

Page 14: Bab i hadits tarbawi

14

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 1992. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar

Baru.

Faiz Almaz, Muhammad. 1991. 1001 Hadis Terpilih. Jakarta:

Gema Insani Press.

Khon, Abdul Majid. 2012. Hadis Tarbawi. Jakarta: Kencana Prenamedia Group

Masyhur, Kahar. 1992. Bulughul Maram Jilid I. Jakarta: PT. Rineka

Ciptahttp://cupitakyt.blogspot.com/2013/03/hadist-tarbawi-2_5.html, diakses

pada: Senin, 26 Mei 2014, pkl: 14: 30 wib.

Honor dan Gaji dalam Pendidikan