bab 4 analisa dan pembahasan 4.1 analisa proses tata...
TRANSCRIPT
96
BAB 4
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Proses Tata Kelola Sistem Call Center 123
Untuk mewujudkan dan mencapai target yang telah ditetapkan pada Bab 3
dengan maksimal, PT. PLN (Persero) Distribusi Jaya dan Tangerang harus dapat
mewujudkan kriteria – kriteria maturity level level 5. Tetapi untuk mencapai target
tersebut tidak semua kriteria yang ada dapat dipenuhi dan diimplementasikan pada
PT PLN (Persero) Distribusi Jaya dan Tangerang. Hal ini terjadi karena adanya
pertimbangan mengenai kesesuaian kriteria tersebut dengan sifat serta kondisi
perusahaan dan Call Center 123.
4.1.1 Define and Manage Service level (DS1)
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan pada Bab 3 dapat diketahui
bahwa tata kelola sistem Call Center 123 dalam proses ini memperoleh nilai
sebesar 4,206. Kriteria yang terdapat pada level 4 tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut ini:
Service level ditetapkan pada waktu fase penentuan kebutuhan
sistem, dan disatukan dengan desain aplikasi dan operasional
sistem;
Kepuasan pelanggan secara rutin diukur dan dinilai;
Pengukuran kinerja mewakili kebutuhan pelanggan daripada
sasaran TI;
97
Penilaian service level sudah dibakukan dan mencerminkan
norma – norma perusahaan;
Service level ditentukan berdasarkan pertimbangan mengenai
kondisi perusahaan, ketersediaan dan keandalan sistem, kinerja
sistem, kapasitas pertumbuhan, pengguna, continuity planning,
dan keamanan sistem;
Selalu melakukan analisa penyebab masalah ketika service
level tidak dapat tercapai;
Laporan service level dibuat dengan menggunakan otomatis
sistem;
Adanya penetapan mengenai risiko yang terkait dengan
keuangan dan operasional, yang mungkin dapat terjadi ketika
service level yang sudah disepakati tidak tercapai;
Pengukuran KPI dan KGI dilakukan dan dipelihara secara
formal.
Nilai yang diperoleh untuk proses define and manage service level
sudah mencapai level 4, sehingga dapat kita lihat bahwa hampir semua proses
di level 4 sudah terpenuhi walaupun tidak semua dilakukan dengan sempurna.
Misalnya, kriteria mengenai fase penetapan service level. Untuk menentukan
bagaimana sistem yang dibutuhkan, perusahaan selalu menetapkan service
level yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Setelah service level telah
ditetapkan, gambaran aplikasi dan infrastruktur disesuaikan kemudian.
98
Pengukuran kinerja yang dilakukan oleh perusahaan sama dengan
pengukuran service level yang telah dilakukan tiap bulannya. Pengukuran
service level yang dijalankan sangat memperhatikan dan mengutamakan
kebutuhan pelanggan, meskipun pengukuran service level yang berkaitan
dengan sisi teknologi juga dilaksanakan. Pengukuran dan penilaian service
level ini wajib untuk dilakukan setiap bulan karena telah ditentukan di dalam
kontrak dan berkaitan erat dengan pembayaran sewa yang akan dibayarkan.
Aspek – aspek yang perlu dipertimbangkan ketika menetapkan service
level yang terdapat pada kriteria ke-5 sudah dipenuhi oleh perusahaan.
Misalnya, pertimbangan mengenai kapasitas pertumbuhan. Perusahaan
menyadari bahwa seiring dengan bertambahnya waktu, pelanggan yang
dimiliki oleh perusahaan juga semakin banyak.
Untuk mengantisipasi pertumbuhan tersebut, maka diperlukan
kesiapan agar dapat mencapai service level yang diharapkan meskipun jumlah
pelanggan terus bertambah. Jika mengambil contoh dari sisi infrastruktur,
maka kapasitas pertumbuhan pelanggan yang makin banyak dapat diantisipasi
dengan menambah line yang sudah ada sehingga dapat menampung lebih
banyak panggilan dari pelanggan.
Sedangkan untuk kriteria ke-6 yang menyinggung mengenai analisa
masalah ketika service level tidak tercapai, perusahaan sudah melaksanakan
kirteria ini tetapi masih belum dilaksanakan maksimal. Pembahasan mengenai
mengapa kegagalan pencapaian service level terjadi terkadang masih
99
dilakukan dengan tidak formal dan tidak ada dokumentasi yang merekam
hasil analisa dan pembahasan tersebut.
Laporan yang memuat tentang service level yang telah dicapai telah
disusun dengan menggunakan sistem terotomatisasi. Laporan service level
yang berkaitan dengan aplikasi dan infrastruktur disusun berdasarkan catatan
ketersediaan sistem yang otomatis dilakukan oleh aplikasi tersebut sehingga
tidak dapat direkayasa.
Adanya dokumen Kajian Kelayakan Finansial (KKF) dan Kajian
Kelayakan Operasional (KKO) menandakan bahwa kriteria ke-7 sudah
dilakukan oleh perusahaan. Kajian tersebut dilakukan untuk menentukan
apakah outsourcing layak untuk dilakukan atau tidak.
Pengukuran KPI dan KGI yang telah ada selalu dilakukan oleh
perusahaan secara teratur tiap bulannya. Dengan adanya aktivitas ini,
menandakan bahwa kriteria ke-8 dari DS1 sudah terdapat dalam perusahaan.
KPI dan KGI yang berkaitan dengan kinerja SDM dan sistem sangat
diperhatikan oleh perusahaan. Pengukuran KPI dan KGI ini dilakukan oleh
perusahaan pihak ketiga dan dituangkan dalam sebuah laporan. Laporan
tersebut nantinya diberikan kepada pihak manajemen PT. PLN (Persero)
Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang.
Untuk melengkapi dan mencapai target level 5 seperti yang telah
ditentukan sebelumnya, PT PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan
Tangerang harus mengupayakan untuk memenuhi kriteria maturity level
sebagai berikut:
100
Manfaat dari teknologi yang dipakai sudah dirasakan dan
service level dievaluasi terus menerus untuk memastikan
kesesuaian antara tujuan perusahaan dan tujuan IT;
Proses pengelolaan service level dikembangkan terus menerus;
Tingkat kepuasan pelanggan selalu dipantau dan dikelola;
Service level yang diharapkan mencerminkan tujuan dari unit
perusahaan tersebut dan dievaluasi berdasarkan aturan – aturan
yang ada di perusahaan;
Sumber daya TI yang digunakan untuk memenuhi service level
dan pertanggungjawaban sumber daya tersebut sudah tersedia,
serta adanya pemberian kompensasi yang dapat mendorong
pencapaian target service level;
Manajemen mengawasi KPI dan KGI sebagai bagian dari
proses pengembangan pengelolaan service level;
Dari kriteria – kriteria di atas, dapat terlihat bahwa terdapat beberapa
kriteria level 5 sudah dilaksanakan tetapi masih belum sempurna atau belum
dilaksanakan oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jaya dan Tangerang. Kriteria
– kriteria yang sudah dilaksanakan tersebut adalah:
Service level dievaluasi terus menerus untuk memastikan
kesesuaian tujuan perusahaan dan tujuan TI, serta manfaat dari
penggunaan TI sudah ditinjau dengan menggunakan analisa
cost - benefit dan sudah dirasakan hasilnya.
101
Laporan mengenai hasil service level yang telah dicapai
selalu disusun setiap bulannya. Laporan tersebut kemudian
dievaluasi oleh Supervisor Call Center 123.
Sedangkan analisa mengenai risiko, biaya, dan manfaat
yang akan muncul selama proyek dijalankan dituangkan dalam
Kajian Kelayakan Operasional (KKO) dan Kajian Kelayakan
Finansial (KKF). Secara garis besar, manfaat akan adanya Call
Center 123 sudah dirasakan oleh perusahaan meskipun
pengelolaannya masih harus disempurnakan sehingga pada
akhirnya dapat mencapai manfaat yang maksimal;
Pengelolaan terhadap service level dilakukan secara
berkesinambungan.
Pengelolaan terhadap service level selalu dilakukan oleh
perusahaan. Pengelolaan ini bertujuan untuk menghasilkan
service level yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan
biaya yang sudah dikeluarkan;
Tingkat kepuasan pelanggan selalu dipantau dan dikelola
Pengawasan dan pengelolaan kepuasan pelanggan
selama ini dilakukan secara tidak langsung, yaitu melalui
analisa laporan service level yang diberikan oleh pihak ketiga.
Apabila laporan tersebut menunjukkan hasil yang baik,
diasumsikan bahwa kepuasan pelanggan telah tercapai;
102
Service level yang ada mencerminkan tujuan dari unit
perusahaan dan dievaluasi berdasarkan norma yang ada di
perusahaan
Service level dievaluasi berdasarkan norma – norma
yang ada. Norma – norma yang terkait dengan pencapaian
service level tersebut tertulis dalam surat perjanjian kerja sama
dengan pihak ketiga.
Terdapat sumber daya TI dan pertanggungjawabannya, serta
adanya pemberian kompensasi yang dapat mendorong
pencapaian target service level
Semua sumber daya yang terkait dengan Call Center
123 seperti aplikasi, informasi, infrastruktur dan SDM sudah
terdapat pada Call Center 123. Pertanggungjawaban akan
semua sumber daya tersebut diberikan kepada pihak
manajemen PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan
Tangerang. Pertanggungjawaban tersebut berupa laporan
service level dan diberikan setiap bulannya.
Sedangkan kompensasi yang akan diberikan jika service
level tidak dapat tercapai juga telah ditetapkan dan tercantum
di dalam kontrak yang sudah disetujui;
Manajemen mengawasi KPI dan KGI sebagai bagian dari
proses pengembangan pengelolaan service level secara
berkesinambungan
103
PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan
Tangerang mengawasi pemenuhan KPI dan KGI melalui
laporan service level yang diberikan oleh pihak ketiga. Proses
pengembangan service level yang diterapkan oleh perusahaan
dilakukan secara progresif, artinya apabila service level yang
sudah ditentukan dapat dilaksanakan dengan optimal, maka
akan dilakukan pengembangan berikutnya. Keputusan untuk
mengubah atau mengembangkan service level yang ada dibuat
berdasarkan kebutuhan perusahaan.
4.1.2 Manage Third Party Services (DS2)
Berdasarkan pengolahan data pada Bab 3, pengelolaan proses manage
third party services berada di level 3, dengan hasil akhir 3,459. Dengan
demikian sudah seharusnya PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan
Tangerang sudah memenuhi kriteria level 3 berikut ini:
Adanya dokumentasi mengenai proses penyidikan dan
negosiasi dengan pihak ketiga;
Ketika kesepakatan mengenai jasa sudah dibuat, hubungan
perusahaan dengan pihak ketiga hanya sebatas perjanjian saja;
Kontrak mencakup jasa yang akan diberikan, hukum,
operasional, dan kebutuhan pengendalian yang digambarkan
secara detail;
104
Pertanggungjawaban yang diberikan pihak ketiga atas gagalnya
jasa yang harus diberikan, sudah ditetapkan;
Syarat - syarat yang ada dalam kontrak berdasarkan draft yang
sudah dibakukan;
Risiko perusahaan terkait dengan jasa dari pihak ketiga sudah
dinilai dan dilaporkan.
Dilihat dari kriteria – kriteria yang ada pada level 3 di atas, hampir
seluruhnya sudah dilaksanakan oleh Call Center 123. Dokumen – dokumen
mengenai proses penyidikan sampai dengan negosiasi dengan pihak ketiga
dijadikan satu rangkap dengan perjanjian kerja sama. Surat perjanjian kerja
sama yang ada juga sudah meliputi jasa yang akan diberikan, hukum,
operasional, pengendalian, serta sanksi yang akan diberikan kepada pihak
ketiga jika gagal memenuhi perjanjian. Persyaratan – persyaratan yang ada
dalam perjanjian tersebut sama dengan draft surat perjanjian yang dibuat oleh
Tim Supervisi Outsourcing.
Sedangkan risiko – risiko yang terkait dengan jasa yang diberikan oleh
pihak ketiga juga sudah dibuat dan dilaporkan kepada manajemen. Proses
tersebut dilakukan pada waktu sebelum proyek dimulai dan dituangkan dalam
bentuk Kajian Kelayakan Operasional (KKO) dan Kajian Kelayakan Finansial
(KKF).
Untuk lebih menyempurnakan proses pengelolaan yang sudah ada,
perusahaan mempunyai target untuk mencapai level 5. Kriteria – kriteria yang
harus dilaksanakan untuk pencapaian level tersebut adalah:
105
Kontrak yang sudah ditandatangani di-review kembali secara
periodik;
Adanya penetapan tanggung jawab untuk mengelola pihak
ketiga dan jasa yang diberikan;
Dokumen atau bukti lain yang menunjukkan pemenuhan
kontrak terhadap operasional, UU dan pengendalian selalu
diawasi dan dilakukan tindakan korektif yang diperlukan;
Pihak ketiga patuh terhadap review yang dilakukan secara
periodik sehingga membawa pengaruh terhadap kinerja dan
jasa yang diberikan;
Pengukuran kinerja jasa dapat berubah sesuai dengan
perubahan kondisi perusahaan;
Pengukuran kinerja jasa dapat mendeteksi masalah yang terkait
dengan jasa yang diberikan pihak ketiga;
Laporan mengenai service level yang dicapai berhubungan
dengan kompensasi;
Pihak manajemen melakukan pengadaan dan pengawasan jasa
pihak ketiga berdasarkan hasil KPI dan KGI;
Terdapat beberapa kriteria dari level 5 yang sudah ada di perusahaan,
salah satunya adalah tanggung jawab terhadap pengelolaan pihak ketiga dan
jasa yang dihasilkan diberikan kepada Manajer Bidang Niaga dibantu oleh
Distribusi Manajer Bidang Niaga dan Supervisor Call Center 123.
106
Dokumen atau bukti lain yang menunjukkan pelaksanaan kontrak,
terutama di bagian operasional, Undang – Undang atau hukum, dan
pengendalian sudah diawasi. Perusahaan juga sudah berusaha untuk
melakukan tindakan korektif yang diperlukan untuk memperbaiki pelaksanaan
operasional, UU, atau pengendalian yang masih kurang sempurna. Misalnya,
pihak manajemen perusahaan melakukan mistery call ke Call Center 123 atau
mengambil sampling untuk melakukan evaluasi terhadap rekaman aktivitas
sambungan panggilan yang masuk ke sistem Call Center 123. Jika diketahui
terdapat penyimpangan, maka pihak manajemen akan memberikan teguran
kepada pihak ketiga.
Seperti telah dibahas pada DS1 bahwa pengembangan service level
dilakukan secara progresif. Jika perubahan atau pengembangan service level
dilakukan, maka pengukuran kinerja jasa juga akan berubah sesuai dengan
perubahan atau perkembangan yang ditetapkan. Pengukuran kinerja tersebut
sama dengan pengukuran service level yang selalu dilakukan setiap bulannya.
Kriteria mengenai laporan service level mempunyai kaitan dengan
kompensasi yang diberikan kepada pihak ketiga juga sudah terdapat dalam
perusahaan. Hal ini dibuktikan dengan adanya keharusan melampirkan
laporan service level ketika pihak ketiga memberikan surat penagihan sewa
jasa. Di dalam laporan service level ini tercantum hasil perhitungan persentase
keberhasilan dan kegagalan pihak ketiga dalam mencapai service level. Hasil
yang diberikan tersebut nantinya berpengaruh pada perhitungan sanksi atau
biaya sewa yang harus dibayarkan.
107
4.1.3 Ensure Continuous Services (DS4)
Proses untuk memastikan bahwa jasa yang dihasilkan sudah
berkesinambungan memperoleh hasil akhir sebesar 3,48 yang artinya bahwa
proses pengelolaannya hanya mencapai level 3. Kriteria – kriteria yang
terdapat di dalam level ini mencakup:
Pertanggungjawaban yang diberikan kepada pihak manajemen
mengenai kesinambungan jasa sudah jelas;
Tanggung jawab akan pelaksanaan perencanaan dan pengujian
kesinambungan jasa sudah secara jelas ditetapkan;
IT continuity plan sudah terdokumentasi dan dibuat dengan
mempertimbangkan kegentingan sistem dan dampak terhadap
perusahaan;
Laporan mengenai pengujian kesinambungan layanan
dilakukan secara periodik;
Inisiatif untuk mengikuti standar dan pelatihan mengenai
penanganan apabila terjadi insiden, diambil oleh individu;
Manajemen mengkomunikasikan kebutuhan - kebutuhannya
secara konsisten, agar dapat dibuat perencanaan yang berkaitan
dengan kesinambungan jasa;
Inventarisir terhadap komponen dan sistem sudah dilakukan
dengan baik, tetapi cenderung berlebih;
Inventarisir terhadap sistem dan komponen yang vital
dipelihara dan dipertahankan.
108
Dengan hasil sebesar 3,48 dapat terlihat bahwa cukup banyak kriteria
– kriteria yang sudah dilakukan oleh perusahaan seperti penetapan tanggung
jawab terhadap pelaksanaan perencanaan kesinambungan jasa, penyusunan TI
continuity plan yang terdokumentasi, penyampaian kebutuhan manajemen
kepada pihak – pihak yang terlibat dalam pengoperasian Call Center 123,
serta dilakukannya inventarisir komponen – komponen sistem. Kriteria –
kriteria yang telah disebutkan telah dipenuhi oleh PT. PLN (Persero)
Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang meskipun masih belum sempurna.
Untuk menyempurnakan pengelolaan call center sehingga dapat
mencapai level 5, maka perusahaan harus memenuhi kriteria – kriteria di
bawah ini:
Adanya call center pembanding yang dapat dijadikan acuan
kesinambungan jasa;
IT continuity plan dimasukkan ke dalam rencana
kesinambungan perusahaan dan dipelihara secara rutin;
Adanya jaminan dari vendor untuk kesinambungan jasa;
Dilakukan pengujian terhadap pelaksanaan IT continuity plan
secara menyeluruh; dan hasil dari pengujian tersebut menjadi
bahan masukan untuk memperbaharui IT continuity plan
tersebut;
Pengumpulan dan analisa data inventarisir digunakan untuk
meningkatkan proses kesinambungan jasa TI;
109
Pelaksanaan ketersediaan dan perencanaan kesinambungan jasa
sudah sesuai sepenuhnya;
Manajemen memastikan bahwa tidak akan terjadi kegagalan
yang diakibatkan oleh ada kesalahan atau bencana yang terjadi;
Pelaksanaan kesinambungan sudah dipahami dan dijalankan
secara menyeluruh;
KPI dan KGI mengenai pencapaian kesinambungan jasa TI
diukur secara sistematis;
KPI & KGI digunakan manajemen untuk menyesuaikan atau
mengembangkan perencanaan kesinambungan jasa.
Dalam level 5 ini ada beberapa kriteria yang sudah dilakukan oleh
perusahaan tetapi masih harus disempurnakan demi mencapai target yang
ditentukan. Kriteria – kriteria tersebut adalah:
IT continuity plan dimasukkan ke dalam rencana
kesinambungan perusahaan dan dipelihara secara rutin
Sebelum melaksanakan proyek pengadaan, PT PLN
(Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang melakukan
perencanaan mengenai kesinambungan TI yang dituangkan
dalam Kajian Kelayakan Finansial dan Kajian Kelayakan
Operasional. Dalam kajian tersebut salah satunya menjelaskan
mengenai alternatif perencanaan yang harus dilakukan pada
saat sistem terganggu. IT continuity plan tersebut akan
mengalami perubahan ketika kondisi perusahaan berubah;
110
Adanya jaminan dari penyedia jasa untuk memastikan jasa
yang diberikan dapat berkesinambungan
Di dalam surat perjanjian kerja sama yang sudah
ditandatangani oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya
dan Tangerang dengan pihak ketiga, disebutkan bahwa pihak
ketiga menjamin dapat memberikan jasa selama 24 jam dalam
1 hari dan 7 hari dalam 1 minggu secara terus menerus dan
tanpa terputus kecuali bila ada keadaan mendesak. Sehingga
dapat dikatakan bahwa pihak ketiga akan mengupayakan
segala usaha untuk memastikan bahwa jasa yang diberikan
dapat berkesinambungan;
Pelaksanaan kesinambungan jasa yang ada sudah sesuai
dengan perencanaan
Rencana yang telah disusun mengenai kesinambungan
jasa dan ketersediaannya sehari – hari secara umum sudah
sesuai. Tetapi ada kalanya terjadi hambatan – hambatan yang
dapat mengakibatkan kesinambungan jasa masih belum
tercapai dengan sempurna;
Manajemen menjamin bahwa tidak akan terjadi kegagalan
yang diakibatkan oleh ada kesalahan atau bencana yang terjadi
Kegagalan akan kesinambungan yang terjadi akibat
gangguan atau kesalahan teknis mungkin saja terjadi, tetapi
perusahaan dan pihak ketiga tidak dapat menghindari
111
kegagalan yang diakibatkan oleh hal – hal yang mendesak dan
di luar kendali;
Pelaksanaan kesinambungan semua sumber daya yang terlibat
dalam Call Center 123 sudah dipahami dan dijalankan secara
menyeluruh
Kebutuhan akan kesinambungan Call Center 123
diubah menjadi kewajiban dalam perjanjian kerja sama
perusahaan dengan pihak ketiga. Sehingga semua pihak yang
terlibat sudah memahami dan mengupayakan agar
kesinambungan Call Center 123 dapat terwujud.
KPI dan KGI mengenai pencapaian kesinambungan jasa TI
diukur secara sistematis
Pengukuran KPI dan KGI yang berkaitan dengan
sumber daya manusia diukur secara sistematis. Pengukuran
kinerja agen dimulai dari pengukuran kinerja per individu,
kelompok shift, sampai dengan keseluruhan agen yang ada.
Sedangkan pengukuran kesinambungan mengenai infrastruktur
dan aplikasi berdasarkan waktu yang otomatis tercatat oleh
sistem ketika sedang beroperasi. Catatan ketersediaan sistem
ini tidak dapat dimanipulasi karena otomatis dilakukan oleh
sistem;
KPI & KGI digunakan manajemen untuk menyesuaikan atau
mengembangkan perencanaan kesinambungan jasa
112
Perusahaan mengembangkan KPI dan KGI yang sudah
ada berdasarkan pencapaian kesuksesan KPI dan KGI tersebut.
Pengembangan tersebut dilakukan secara progresif dan sesuai
dengan kebutuhan perusahaan.
4.1.4 Educate and Train Users (DS7)
Proses pendidikan dan pendidikan yang ada dalam Call Center 123
disebut sebagai program pembinaan dan pengembangan tenaga kerja. Program
pembinaan dan pengembangan yang ada pada Call Center 123 dilakukan
dengan 4 cara, yaitu Empowerment Programme, breafing, pembinaan
kegiatan berbasis kompetensi, dan konseling. Kecuali konseling, semua
kegiatan tersebut dilakukan secara rutin dan wajib untuk diikuti. Sedangkan
konseling tidak rutin dan tidak wajib karena berdasarkan permintaan dan
kebutuhan dari agen Call Center 123.
Dari hasil yang diberikan pada Bab 3, terlihat bahwa nilai untuk
proses ini adalah 3,152. Kriteria – kriteria yang terdapat pada level ini adalah:
Program pelatihan dan pendidikan sudah dikomunikasikan, dan
pegawai & manager mengetahui dan mendokumentasikan
kebutuhan pelatihan;
Proses pelatihan dan pendidikan sudah dibakukan dan
didokumentasikan;
Anggaran, sumber daya, fasilitas dan peserta pelatihan sudah
ditentukan;
113
Terdapat kelas yang memberikan pelatihan kepada pegawai
mengenai masalah etika, kepedulian serta pelaksanaan
keamanan sistem;
Sebagian besar pelatihan dan pendidikan sudah dipantau, tetapi
tidak semua penyimpangan yang terjadi dapat terdeteksi oleh
manajemen;
Analisa terhadap masalah yang terjadi pada pelatihan dan
pendidikan hanya sesekali dilaksanakan.
Kriteria – kriteria yang ada pada level 3 di atas sudah sesuai dengan
yang dilakukan oleh perusahaan dan masih harus dilakukan penyempurnaan
kembali agar pelaksanaan pengelolaan dapat mengacu pada best practice.
Oleh karena itu, kriteria – kriteria yang harus dipenuhi agar mencapai hal
tersebut adalah:
Hasil dari pelatihan dan pendidikan membawa pengaruh dalam
kinerja individu;
Pelatihan dan pendidikan merupakan bagian yang penting
dalam jenjang karir karyawan;
Anggaran yang cukup, sumber daya, fasilitas dan instruktur
sudah disediakan;
Program pendidikan dan pelatihan selalu disempurnakan dan
dikembangkan, serta mendapat manfaat dari perbandingan
dengan call center di perusahaan lain;
114
Dilakukan analisa terhadap masalah dan penyimpangan yang
terjadi, serta tindakan yang tepat sudah diidentifikasi dan
dilaksanakan;
Terdapat perilaku positif akibat pengaruh dari pelatihan
mengenai etika dan keamanan sistem;
Program pendidikan dan pelatihan sudah dilakukan dengan
menggunakan TI; di mana TI tersebut sudah digunakan secara
luas, terpadu dan optimal;
Adanya tenaga ahli pelatihan dari luar perusahaan serta
pembanding call center lain yang digunakan untuk dijadikan
panduan.
Beberapa kriteria yang ada pada level 5 sudah ada dalam perusahaan,
seperti adanya proses penyempurnaan yang dilakukan terhadap program
pembinaan dan pengembangan tenaga kerja sehingga dampak positif juga
dirasakan berpengaruh terhadap kinerja dan perilaku tenaga kerja yang
bersangkutan.
4.2 Pencapaian Target Maturity Level
4.2.1 Ensure and Manage Service level
Kriteria pertama yang harus dipenuhi untuk melakukan pengelolaan
yang mengacu pada best practice adalah manfaat dari penggunaan TI sudah
dirasakan oleh perusahaan dan service level yang dicapai selalu dievaluasi
kesesuaiannya dengan sasaran perusahaan. Manfaat yang dirasakan tersebut
115
haruslah mengacu pada analisa cost – benefit yang seharusnya dilakukan
sebelum kegiatan outsourcing diputuskan.
Diperkirakan sebanyak 80% perusahaan yang menyerahkan
pengelolaan call center-nya (termasuk teknologi yang digunakan) kepada
pihak ketiga akan mengalami kegagalan dalam mencapai target yang
diinginkan. Hal ini disebabkan karena perusahaan – perusahan tersebut tidak
menggunakan pendekatan analisa cost – benefit, terlalu fokus pada service
level yang tidak tepat dan tidak dapat diukur hasil pencapaiannya, serta terikat
pada kontrak yang jangka waktunya terlampau panjang (Huber, 2005).
PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta dan Tangerang sudah melakukan
analisa cost – benefit sebelum memutuskan untuk melakukan outsourcing.
Untuk melengkapi apa yang telah dilakukan perusahaan pada analisa cost –
benefit, perusahaan dapat menambahkan aspek – aspek yang perlu
dipertimbangkan. Artikel yang berjudul Journal of Accountancy mengatakan
bahwa hal – hal yang harus dipertimbangkan ketika melakukan analisa cost -
benefit sebelum melakukan outsourcing adalah:
Manfaat yang akan diperoleh oleh bagian - bagian yang terlibat
dalam outsourcing;
Biaya dan risiko yang mungkin dapat terjadi;
Periode kontrak;
Biaya – biaya yang tidak dapat terukur dan tersembunyi,
seperti biaya yang dikeluarkan untuk mengkoordinir dan
menyusun kontrak;
116
Biaya yang terkait dengan perjanjian dan hukum, biaya yang
dikeluarkan dalam pembuatan kontrak, negosiasi kembali
dengan perusahaan penyedia jasa, dan biaya yang dikeluarkan
ketika terjadi perselisihan dengan perusahaan penyedia jasa;
Biaya yang harus dibayarkan kepada penyedia jasa tiap
tahunnya selama masa kontrak berlaku. Perusahaan juga harus
mempertimbangkan kemungkinan penyedia jasa memberikan
tanggung jawabnya kepada pihak lain;
Menghitung pengurangan pengeluaran dana yang terjadi ketika
penyedia jasa mengambil alih semua kewajiban untuk
pemeliharaan hardware, software, pengadaan pelatihan;
Melihat manfaat lebih yang akan diberikan oleh penyedia jasa
dan kemampuan penyedia jasa tersebut untuk melayani
pelanggan perusahaan dengan lebih baik;
Pembatalan kontrak. Berapa biaya yang akan dikeluarkan
apabila terjadi pembatalan kontrak, termasuk biaya yang
diperlukan untuk melakukan negosiasi ulang dengan penyedia
jasa yang baru atau menggantikan hardware atau software
penyedia jasa;
Mempertimbangkan apakah keputusan mengenai outsourcing
ini dapat merugikan harga saham.
Dengan analisa cost – benefit di atas, perusahaan dapat mengetahui
bahwa kegiatan outsourcing tidak selalu menguntungkan perusahaan. Bisa
117
saja hasil dari analisa tersebut mengatakan bahwa melakukan outsourcing
lebih mahal biayanya daripada pekerjaan tersebut dilakukan sendiri. Seperti
contohnya Avon Product, Inc. memutuskan untuk tidak melakukan
outsourcing karena diperkirakan biaya-nya lebih mahal 5% dari biaya yang
dikeluarkan jika pekerjaan tersebut dilakukan oleh pihak internal perusahaan.
Pada kriteria berikutnya, PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya
dan Tangerang dianjurkan untuk melakukan pengukuran, pengelolaan dan
pemantauan terhadap kepuasan pelanggan yang menghubungi Call Center
123. Selama ini, perusahaan melakukan pemantauan dan pengelolaan
kepuasan pelanggan dengan menganalisa laporan service level yang diberikan
oleh pihak ketiga. Pengukuran seperti ini memiliki kekurangan karena tidak
mewakili kepuasan pelanggan yang sebenarnya.
Oleh karena itu, perusahaan membutuhkan proses pengelolaan dan
pemantauan kepuasan pelanggan yang lebih baik lagi. Misalnya di tiap akhir
panggilan agen menanyakan apakah pelayanan yang diberikan sudah
memuaskan atau belum. Pengukuran bisa juga dilakukan dengan membentuk
bagian khusus yang ditugaskan untuk menghubungi pelanggan yang pernah
melakukan panggilan ke Call Center 123.
Pertanyaan yang diajukan untuk men-survey kepuasan pelanggan telah
dibakukan dan disepakati sebelumnya oleh manajemen PT. PLN (Persero)
Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang dan pihak ketiga. Aspek yang dapat
ditinjau adalah kepuasan pelanggan terhadap sikap dan tata cara agent dalam
menanggapi panggilan pelanggan, meliputi penyebutan nama pelanggan,
118
penyebutan salam, pemakaian intonasi dan nada suara, dan pemilihan kata.
Selain itu, pelanggan juga dapat diminta untuk menilai agent berdasarkan
kemampuan yang dimiliki, seperti kemampuan dalam menganalisa dan
menyelesaikan masalah yang disampaikan oleh pelanggan.
Untuk mencegah kecurangan yang dapat dilakukan, maka selama
panggilan berlangsung proses perekaman haruslah dilakukan. Bagian
tambahan ini juga membutuhkan aplikasi yang khusus dibuat untuk
mendukung pengukuran kepuasan pelanggan. Aplikasi ini juga
memungkinkan untuk menampung keluhan atau informasi tambahan yang
disampaikan oleh pelanggan.
Pelanggan yang dihubungi oleh bagian ini telah dipilih oleh aplikasi
secara random dan / atau melakukan panggilan kepada pelanggan yang paling
banyak menghubungi Call Center 123. Hal ini disebabkan karena pelanggan
yang sering menghubungi Call Center 123 adalah pelanggan yang sering
berinteraksi dengan Call Center 123, sehingga diharapkan bahwa penilaian
kepuasan dapat lebih objektif.
4.2.2 Manage Third Party Services
Untuk mencapai level 5 yang ditargetkan, kriteria pertama yang harus
dipenuhi adalah melakukan review terhadap kontrak – kontrak yang sudah
ada. Perusahaan harus melakukan review secara teratur untuk memastikan
bahwa perjanjian yang terdapat dalam kontrak sudah dijalankan, up-to-date,
119
dan juga memperkirakan kebutuhan – kebutuhan yang mungkin berubah
sesuai dengan kondisi perusahaan.
PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang sebaiknya
melakukan review terhadap kinerja pihak ketiga. Hasil dari review ini
diberikan kepada pihak ketiga sebagai bahan evaluasi. Melalui evaluasi ini
diharapkan perusahaan outsourcing dapat meningkatkan performa mereka
dalam menjalankan kewajibannya.
Analisa mengenai masalah yang berpotensi terjadi dilakukan sekaligus
dengan analisa cost – benefit seperti yang telah dibahas pada DS1. Dalam
analisa tersebut, perusahaan diajak untuk mempertimbangkan mengenai risiko
– risiko yang berkaitan dengan pihak ketiga. Misalnya, adanya pelanggaran
perjanjian sehingga menyebabkan pemutusan kontrak, dll.
Sebelum melakukan perpanjangan perjanjian kerja sama dengan pihak
ketiga, sebaiknya PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang
mempertimbangkan kinerja pihak ketiga selama masa kontrak berlaku.
Kinerja pihak ketiga tersebut dapat terlihat dari pencapaian KPI dan KGI.
Apabila hasil pencapaian dapat memuaskan perusahaan, maka perjanjian kerja
sama tersebut layak untuk dilanjutkan. Sebaliknya, jika pencapaian KPI dan
KGI tidak dapat ditoleransi lagi, maka sebaiknya perusahaan mencari
penyedia jasa baru yang dapat memberikan hasil kinerja yang lebih baik.
4.2.3 Ensure Continuous Services
120
Agar supaya proses pengelolaan sistem Call Center 123 mengacu pada
best practice, masih dibutuhkan beberapa kriteria yang harus dilakukan.
Kriteria pertama termasuk salah satunya. Pada kriteria pertama ini, dibutuhkan
call center perusahaan lain yang memiliki pengelolaan lebih bagus untuk
dijadikan pembanding. Tujuan adanya pembanding adalah supaya dapat
membandingkan jasa yang diberikan dan / atau harga yang dibebankan
dengan jasa sejenis yang diberikan dan / atau harga sejenis yang dibebankan
kepada pelanggan atau kelompok industri tertentu (Halvey, 2000).
Untuk perusahaan negara yang bergerak dalam bidang pelayanan jasa,
PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang sudah seharusnya
melakukan perbandingan dengan call center di perusahaan negara yang
bergerak di bidang sejenis. Menurut buku yang berjudul Business Process
Outsourcing, kedua pihak, baik pihak perusahaan dan pihak ketiga, harus
memilih apa yang ingin dibandingkan. Misalnya, membandingkan dari segi
biaya, metodologi, teknologi yang dipakai, dan / atau service level.
Dalam buku tersebut juga menuliskan perusahaan – perusahaan yang
dapat dijadikan pembanding adalah:
Perusahaan yang berada pada industri yang sejenis;
Perusahaan pesaing;
Perusahaan yang berada di industri yang sejenis dan meng-
outsource jasa yang sama;
Klien dari pihak ketiga yang dipakai perusahaan;
121
Klien dari pihak ketiga yang dipakai perusahaan, di mana klien
tersebut berada di industri yang sama dengan perusahaan;
Perusahaan – perusahaan yang melakukan outsourcing;
Perusahaan yang melakukan outsourcing dan berada pada
industri sejenis serta terletak pada lokasi tertentu. Misal: semua
perusahaan negara yang berada di Jakarta;
Semua perusahaan di seluruh dunia yang melakukan
outsourcing.
Kriteria ke-4 dari level 5 yang harus dilaksanakan oleh perusahaan
adalah melakukan pengujian / percobaan terhadap IT continuity plan. Menurut
Russel Smith dalam tulisannya yang berjudul Business Continuity planning
and Service level Agreement bahwa tidak ada perjanjian dan perencanaan
yang dapat dijamin keberhasilannya, kecuali yang melakukan perjanjian dan
perencanaan tersebut tahu apa, kapan dan bagaimana melakukannya.
Sayang dalam pelaksanaan prakteknya, tersebut tetap saja tidak dapat
dilakukan dengan sempurna. Tetapi setidaknya dengan adanya perjanjian dan
perencanaan mengenai kesinambungan dapat membuat seseorang mengetahui,
siap, percaya, dan lebih nyaman dengan lingkungan kerjanya. Russel Smith
juga menekankan bahwa kunci emas untuk mengoptimalkan dan mencapai
keberhasilan continuity plan adalah dengan melakukan pengujian / percobaan.
Sama hal-nya dengan IT continuity plan. pengujian / percobaan perlu
dilakukan terhadap perencanaan – perencanaan tersebut. Hasil yang
didapatkan melalui pengujian / percobaan IT continuity plan tersebut dapat
122
digunakan sebagai masukan dan juga untuk memperbaharui IT continuity plan
yang telah ada di perusahaan.
Kriteria kelima pada level ini menyinggung mengenai inventarisir
sistem dan komponennya. Aplikasi dan infrastruktur yang mendukung Call
Center 123 merupakan kepunyaan dari pihak ketiga. Fasilitas pendukung
kerja yang dimiliki oleh PT. PLN (Persero) Distribusi Jakarta Raya dan
Tangerang hanyalah perangkat komputer yang digunakan oleh para pegawai.
Perangkat – perangkat komputer tersebut termasuk aset perusahaan
sehingga harus dijaga dan dipelihara. Yang perlu dilakukan untuk menjaga
keutuhan dan fungsi dari aset tersebut adalah melakukan pencatatan /
inventarisir terhadap semua aset yang dimiliki. Pencatatan aset sebaiknya
dilakukan dengan mendetail, seperti tercatatnya data mengenai merek, tipe,
tanggal beli / keluar aset, dll. Dalam inventarisir tersebut juga dapat diisikan
mengenai risiko yang dapat terjadi pada aset dan apa yang harus dilakukan
untuk mencegah atau mengatasi apabila risiko tersebut benar – benar terjadi.
4.2.4 Educate and Train User
Pengaruh pelatihan dan pendidikan terhadap jenjang karir karyawan
merupakan karakter pertama dari level 5. Tetapi kriteria ini masih belum
terlaksana dalam perusahaan. Perusahaan pihak ketiga yang memegang hak
pengoperasian Call Center 123 dalam bidang SDM sudah menyadari akan
pentingnya hal ini. Akan tetapi karena kontrak kerja antara karyawan dengan
123
baru saja dilaksanakan, maka pelaksanaan jenjang karir masih belum
terealisasi.
Jenjang karir merupakan hal yang penting karena dapat
memperlihatkan ke mana arah tujuan karyawan dalam berkarir dan bagaimana
cara mencapainya (Wiley, 2007). Para karyawan yang berpendidikan tinggi,
mempunyai motivasi tinggi dan cerdas menginginkan lebih dari sekedar janji.
Mereka juga ingin tahu apakah mereka mempunyai masa depan yang baik jika
terus bergabung dengan perusahaan. Oleh karena itu, jenjang karir yang sudah
direncanakan sebaiknya mulai untuk diterapkan agar supaya karyawan yang
terlibat dalam pengoperasian Call Center 123 dapat termotivasi untuk bekerja
dengan lebih baik.
Ruth King juga berpendapat bahwa perusahaan sebaiknya
mengkomunikasikan mengenai jenjang karir yang ada pada perusahaan ketika
sedang merekrut karyawan dengan begitu mereka akan mengetahui apa yang
harus dilakukan apabila ingin mendapatkan kenaikan gaji, mendapatkan
promosi, dan bahkan jika ingin tetap bekerja di perusahaan tersebut.
Perusahaan juga dianjurkan untuk melakukan review terhadap perkembangan
karyawan tersebut setidaknya dalam kurun waktu 1 tahun. Review tersebut
setidaknya menyatakan bahwa dalam hal apa saja karyawan tersebut unggul
dan apa saja yang perlu diperbaiki.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa ketersediaan kriteria
kedua yang ada pada level 5 DS7 sudah terpenuhi. Hanya saja belum
semuanya dimanfaatkan dengan baik, khususnya anggaran. Anggaran sudah
124
disediakan oleh perusahaan tetapi pemanfaatannya masih baru akan
direalisasikan di masa mendatang.
Menurut Library Technology Reports, dana yang dianggarkan
merupakan salah satu komponen yang diperlukan untuk menyukseskan
program pelatihan. Dana merupakan hal yang paling penting karena dana
digunakan untuk membayar peralatan, pengajar di pelatihan, koordinator
pelatihan, dan sebagainya. Oleh karena itu, anggaran yang telah disediakan
harus digunakan dengan sebaik – baiknya guna mendukung pendidikan dan
pelatihan. Karena dengan suksesnya pendidikan dan pelatihan yang diadakan,
sama saja dengan mengeluarkan sejumlah dana untuk memberikan manfaat
bagi perusahaan sendiri (Bill Canon, 2006). Manfaat yang didapatkan oleh
perusahaan berasal dari kinerja karyawan yang makin baik setelah
pengetahuan dan keterampilan mereka bertambah karena mengikuti program
pendidikan dan pelatihan.
Kriteria ke-empat mengharuskan adanya call center perusahaan lain
yang dapat dijadikan pembanding. Untuk memenuhi kriteria ini, rekomendasi
yang diberikan kepada perusahaan sama dengan rekomendasi yang telah
diberikan pada DS4. Pada proses di atas direkomendasikan bahwa perusahaan
dapat melakukan pembanding terhadap perusahaan lain dalam segi biaya,
metodologi, teknologi, dan / atau service level.
Program pelatihan dan pendidikan mempunyai siklus seperti yang
digambarkan pada gambar 4.1. Tahapan impement training meliputi kegiatan
pengawasan dan pengendalian terhadap proses pembelajaran dan pelatihan
125
yang dilaksanakan. Untuk melakukan pengawasan dan pengendalian ini,
harus diketahui apa yang ingin dicapai, bagaimana cara mengevaluasinya, dan
hal – hal apa saja yang dibutuhkan untuk memeriksa pelatihan tersebut
sekaligus perkembangannya (Faulkner, 2000).
Dilanjutkan dengan tahap ke-4 di mana dilakukan pengukuran ke-
efektifan pelatihan. Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengetahui apakah
pelatihan yang telah diadakan mencapai tujuan yang ingin dicapai dan
mencari tahu apakah pelatihan yang dilakukan tersebut merupakan upaya
yang terbaik yang bisa dilakukan atau tidak (Faulkner, 2000).
Gambar 4.1
Sumber: How To Ensure the Success of Your Training Event –
Try to Evaluating It First (2000)
Dengan melakukan siklus di atas, diharapkan bahwa perusahaan
mengetahui masalah dan penyimpangan yang terjadi serta melaksanakan
tindakan koreksi yang diperlukan. Sehingga apabila hal – hal di atas sudah
terpenuhi maka kriteria ke-5 dari DS7 dapat terpenuhi.
Kriteria ke-7 mensyaratkan untuk melakukan program pendidikan dan
pelatihan dengan menggunakan TI. Kriteria ini tidak dapat dipenuhi oleh
126
perusahaan karena sebagian besar materi pendidikan dan pelatihan
menyangkut masalah etika. Hal ini menyebabkan tidak digunakannya TI
secara menyeluruh dalam program pendidikan dan pelatihan yang diadakan.
Pendidikan dan pelatihan yang menggunakan TI hanya digunakan
pada saat diberikan materi mengenai sistem beserta keamanannya. Materi ini
hanya diberikan sebagai pengenalan pada saat awal masa kerja pengguna
sistem. Ketika sistem di-upgrade sesuai dengan perkembangan kebutuhan
perusahaan, maka sebaiknya diadakan pelatihan kembali dengan tujuan
pengenalan terhadap sistem yang baru atau sistem yang di-upgrade tersebut.
Sedangkan kriteria ke-8 yang ada pada DS7 menyarankan adanya
tenaga ahli dari luar perusahaan yang diundang sebagai narasumber pelatihan
dan pendidikan yang diadakan. Tenaga ahli yang dijadikan narasumber
tersebut sebaiknya merupakan tenaga ahli dalam bidang call center, pada
umumnya. Sedangkan untuk materi mengenai etika, dapat dikhususkan
kepada narasumber yang merupakan tenaga ahli dalam bidang psikologi dan
komunikasi.