bab 3 pembahasan dan pengolahan data ... mencapai target penelitian pada tugas akhir ini, yaitu...

55
25 BAB 3 PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA 3.1 Data Pengamatan GPS Kontinyu yang Digunakan Dalam mencapai target penelitian pada tugas akhir ini, yaitu pengujian terhadap perangkat lunak RTKLIB yang nantinya akan dikembangkan menjadi sistem realtime GPS yang terintegrasi, dibutuhkan data pengamatan GPS kontinyu yang dapat mendukung suksesnya pengujian ini. Beberapa data pengamatan GPS kontinyu yang digunakan mencakup titik GPS kontinyu pada zona pantau deformasi lempeng tektonik pada saat terjadi gempa dan sebagian lainnya pada saat tidak terjadi gempa (titik pantau dalam kondisi stabil/secara historis tidak terjadi gempa). Dengan menemukan informasi pergeseran setiap titik pantau maka dapat dilakukan analisis terhadap fenomena fisis yang terjadi yang mana diasumsikan bahwa titik pantau tersebut telah dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya. Data yang digunakan dalam tugas akhir ini meliputi beberapa data pengamatan GPS kontinyu SuGAr (Sumatran GPS Array) pada saat tidak terjadi gempa dan saat terjadi Gempa Mentawai tahun 2010, beberapa data pengamatan GPS kontinyu pada jaring IGS (International GNSS Service) di jepang pada saat tidak terjadi gempa dan saat terjadi Gempa Honshu tahun 2011, dan beberapa data pengamatan GPS kontinyu di Jawa Barat saat tidak ada gempa. 3.1.1 Data Pengamatan GPS Kontinyu SuGAr SuGAr dibuat dan dioperasikan oleh anggota Penelitian Tektonik Caltech dan Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI). Data pengamatan GPS ini memiliki interval waktu pengamatan 15 detik. Data pengamatan GPS ini digunakan untuk mengetahui kestabilan hasil pengolahan data GPS serta untuk mendeteksi informasi pergeseran yang diakibatkan oleh Gempa Mentawai 2010. Berdasarkan informasi dari USGS (U.S. Geological Survey) [volcanoes.usgs.gov], Gempa Mentawai terjadi pada hari senin 25 oktober 2010 pada jam 14:42:22 UTC atau 09:42:22 PM pada waktu lokal, dengan magnitude 7.7, pada kedalaman 20.6 km, serta episenter

Upload: vuongkiet

Post on 17-Apr-2018

215 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

25

BAB 3

PEMBAHASAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Data Pengamatan GPS Kontinyu yang Digunakan

Dalam mencapai target penelitian pada tugas akhir ini, yaitu pengujian terhadap

perangkat lunak RTKLIB yang nantinya akan dikembangkan menjadi sistem

realtime GPS yang terintegrasi, dibutuhkan data pengamatan GPS kontinyu yang

dapat mendukung suksesnya pengujian ini. Beberapa data pengamatan GPS kontinyu

yang digunakan mencakup titik GPS kontinyu pada zona pantau deformasi lempeng

tektonik pada saat terjadi gempa dan sebagian lainnya pada saat tidak terjadi gempa

(titik pantau dalam kondisi stabil/secara historis tidak terjadi gempa). Dengan

menemukan informasi pergeseran setiap titik pantau maka dapat dilakukan analisis

terhadap fenomena fisis yang terjadi yang mana diasumsikan bahwa titik pantau

tersebut telah dapat merepresentasikan keadaan yang sebenarnya.

Data yang digunakan dalam tugas akhir ini meliputi beberapa data pengamatan GPS

kontinyu SuGAr (Sumatran GPS Array) pada saat tidak terjadi gempa dan saat

terjadi Gempa Mentawai tahun 2010, beberapa data pengamatan GPS kontinyu pada

jaring IGS (International GNSS Service) di jepang pada saat tidak terjadi gempa dan

saat terjadi Gempa Honshu tahun 2011, dan beberapa data pengamatan GPS

kontinyu di Jawa Barat saat tidak ada gempa.

3.1.1 Data Pengamatan GPS Kontinyu SuGAr

SuGAr dibuat dan dioperasikan oleh anggota Penelitian Tektonik Caltech dan

Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI). Data pengamatan GPS ini memiliki

interval waktu pengamatan 15 detik. Data pengamatan GPS ini digunakan untuk

mengetahui kestabilan hasil pengolahan data GPS serta untuk mendeteksi informasi

pergeseran yang diakibatkan oleh Gempa Mentawai 2010. Berdasarkan informasi

dari USGS (U.S. Geological Survey) [volcanoes.usgs.gov], Gempa Mentawai terjadi

pada hari senin 25 oktober 2010 pada jam 14:42:22 UTC atau 09:42:22 PM pada

waktu lokal, dengan magnitude 7.7, pada kedalaman 20.6 km, serta episenter

26

berlokasi di 240 km sebelah barat kota Bengkulu. Pada day of year GPS, Gempa

Mentawai terjadi pada day of year 298. Pengujian kestabilan hasil pengolahan

baseline GPS menggunakan data pengamatan GPS kontinyu pada saat tidak terjadi

gempa. Dalam hal ini digunakan data pengamatan GPS pada day of year 293. Secara

lebih terperinci, data pengamatan SuGAr yang digunakan dalam penelitian ini

sebagai berikut :

Tabel 3.1 Data Pengamatan GPS SuGAr

No Titik GPS

Kontinyu

Ketersediaan Data (Day of year)

293 298

1 KTET v v

2 MSAI v v

3 PARY v v

4 PSKI v v

Gambar 3.1 Persebaran titik-titik pengamatan GPS SuGAr dan lokasi episenter Gempa

Mentawai 2010 [Google Earth, Tahun Akses 2012]

27

Pendeteksian offset gempa pada titik-titik pantau GPS saat terjadi Gempa Mentawai

2010 dilakukan dengan pengolahan data GPS baseline per baseline. Dari beberapa

titik pengamatan GPS kontinyu di atas kemudian dipilih satu titik sebagai stasiun

referensi. Titik yang dipilih sebagai stasiun referensi pada kasus ini adalah titik PSKI

(lihat gambar 3.1). Dengan mengacu kepada metode penentuan posisi secara

diferensial, maka koordinat titik-titik pantau yang diperoleh relatif terhadap titik

referensi tersebut. Apabila titik pantau memberikan informasi pergeseran, maka

pergeseran tersebut adalah pergeseran posisinya relatif terhadap titik referensi. Titik

PSKI dipilih sebagai titik referensi dengan alasan sebagai berikut :

1. Berprinsip kepada penentuan posisi dengan GPS kinematik, maka baseline yang

memenuhi syarat pengolahan data yang optimal adalah baseline yang tidak

terlalu panjang, maka dengan dijadikannya titik PSKI sebagai titik referensi,

baseline-baseline pengamatan GPS yang terbentuk akan memiliki jarak yang

relatif tidak terlalu panjang. Semakin dekat titik referensi terhadap titik-titik

pantau maka akan diperoleh hasil dengan ketelitian yang lebih baik, akan tetapi

jarak yang dekat ini memberikan dampak lain yaitu kemungkinan titik referensi

bergerak pada saat terjadi gempa juga besar.

2. Titik PSKI cenderung lebih stabil dan kemungkinan titik tersebut mengalami

deformasi pada saat terjadinya Gempa Mentawai sangat kecil (hal ini

berdasarkan jarak yang cukup jauh dengan pusat gempa, yaitu lebih dari 300

km).

3. Dengan dugaan awal bahwa titik pantau KTET akan mengalami deformasi yang

lebih signifikan dibandingkan dengan titik pantau lainnya, maka titik PSKI lebih

tepat dijadikan sebagai titik referensi karena menghasilkan panjang baseline yang

cukup baik. Informasi deformasi pada titik KTET diketahui melalui penelitian

yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya dengan metode penentuan posisi

secara statik. Vektor pergeseran titik pantau KTET tampak seperti gambar 3.2.

28

Gambar 3.2 Vektor pergeseran titik pantau KTET [Caltech, 2010]

3.1.2 Data Pengamatan GPS Kontinyu Jaring IGS Jepang

Data pengamatan GPS ini diproses dan disimpan di SOPAC (Scripts Orbit and

Permanent Array Center) yang dikelola oleh IGPP (Institut of Geophysics and

Planetary) Universitas California dengan tujuan untuk membantu pengukuran

geodesi dan geofisika berketelitian tinggi sebagai bagian untuk mempelajari bahaya

gempa bumi, pergerakan lempeng tektonik, deformasi lempeng dan proses-proses

meteorologi. Titik-titik pengamatan GPS pada jaring IGS ini digunakan untuk

mengetahui kestabilan hasil pengolahan data GPS serta untuk mendeteksi informasi

pergeseran yang diakibatkan oleh Gempa Honshu 2011. Data pengamatan GPS ini

memiliki interval waktu pengamatan 30 detik. Berdasarkan informasi dari USGS

(U.S. Geological Survey) [volcanoes.usgs.gov], Gempa Honshu terjadi pada hari

senin 11 maret 2011 pada jam 05:46:24 UTC atau 02:46:24 PM pada waktu lokal,

dengan magnitude 9.0, pada kedalaman 30 km, serta episenter berlokasi di 129 km

sebelah timur kota Sendai. Pada day of year GPS, Gempa Honshu terjadi pada day of

year 070.

29

Pada pengolahan baseline GPS yang digunakan untuk mengetahui kestabilan hasil

pengolahan data, digunakan data pengamatan GPS pada saat tidak terjadi gempa

yaitu data pengamatan GPS Jaring IGS Jepang pada day of year 068 (tabel 3.2).

Tabel 3.2 Data Pengamatan GPS Kontinyu Pada Jaring IGS

No Titik GPS

Kontinyu

Ketersediaan Data (Day of year)

068 070

1 USUD v v

2 KGNI v v

3 MTKA v v

4 TSKB v v

5 MIZU v v

6 TSK2 v -

Pendeteksian offset gempa pada titik-titik jaring IGS saat terjadi Gempa Honshu

2011 dilakukan dengan pengolahan data GPS baseline per baseline. Dari titik-titik

pengamatan GPS kontinyu pada jaring IGS tersebut dipilih dua dari enam titik

pengamatan GPS sebagai titik referensi. Kedua titik tersebut adalah titik USUD dan

MTKA (gambar 3.3). Pada dasarnya di sini akan dilakukan pengujian terhadap

perangkat lunak RTKLIB dalam mendeteksi informasi pergeseran dari titik pantau

pada baseline yang panjang maupun pendek saat terjadi gempa. Ketika titik USUD

dijadikan sebagai referensi, maka yang menjadi titik-titik pantau adalah titik KGNI,

MTKA, TSKB, dan MIZU (DOY : 070). Sedangkan ketika titik MTKA dijadikan

sebagai titik referensi, maka titik-titik yang dijadikan titik pantau adalah titik KGNI,

TSKB, dan MIZU (DOY : 070). Titik referensi tersebut dipilih berdasarkan asumsi

kestabilan titik referensi dan panjang baseline yang dihasilkan. Berdasarkan dugaan

awal, titik pantau yang akan mengalami deformasi secara signifikan adalah titik

pantau MIZU, hal ini dikarenakan titik pantau tersebut memiliki jarak yang cukup

dekat dengan pusat gempa (walaupun memiliki jarak yang cukup jauh dari stasiun

referensi).

30

Berikut gambaran dari sebaran titik-titik pengamatan GPS pada jaring IGS Jepang :

Gambar 3.3 Persebaran titik-titik pengamatan GPS pada jaring IGS Jepang dan lokasi

episenter Gempa Honshu 2011 [Google Earth, 2012]

3.1.3 Data Pengamatan GPS Kontinyu di Jawa Barat

Dengan menggunakan data pengamatan GPS kontinyu di Jawa Barat dapat dilakukan

pengujian kestabilan hasil pengolahan data dengan perangkat lunak RTKLIB. Titik-

titik pengamatan GPS kontinyu ini relatif diam (tidak mengalami gempa atau

deformasi yang signifikan pada saat itu). Titik-titik pengamatan GPS kontinyu ini

pada dasarnya dibangun untuk keperluan riset dalam melakukan pemantauan

deformasi Sesar Lembang. Data pengamatan GPS memiliki interval pengamatan 30

detik. Titik-titik pengamatan GPS tersebut meliputi titik ITB, UPI, TNKP, serta

BAKO (salah satu titik pengamatan GPS pada jaring IGS). Jarak yang dibentuk titik-

titik pengamatan GPS seperti ITB, UPI, dan TNKP merupakan jarak yang relatif

pendek yang dalam konsep GPS kinematik panjang baseline yang dibentuk oleh

ketiga titik tersebut merupakan panjang baseline ideal untuk mencapai hasil dengan

ketelitian optimal (karena diasumsikan kesalahan dan bias dapat tereduksi dengan

baik).

31

Dilakukan pengolahan baseline antara titik-titik pengamatan GPS tersebut

(berdasarkan ketersediaan data pada tabel 3.3) di antaranya baseline ITB-UPI,

baseline UPI-TNKP, dan baseline BAKO-ITB. Pemilihan titik referensi ini

berdasarkan kepada asumsi kestabilan titik referensi dan jarak dari objek pemantauan

yang diasumsikan akan mengalami deformasi. Berikut gambaran sebaran titik-titik

pengamatan GPS kontinyu yang ada di Jawa Barat :

Gambar 3.4 Persebaran titik-titik pengamatan GPS kontinyu di Jawa Barat [Google Earth,

2012]

Tabel 3.3 Data Pengamatan GPS Kontinyu di Jawa Barat

No Titik GPS

Kontinyu

Ketersediaan Data (Day of year)

361 010

1 BAKO v -

2 ITB v -

3 UPI v v

4 TNKP - v

32

3.2 RTKLIB

RTKLIB merupakan salah satu perangkat lunak yang digunakan dalam pengolahan

data GPS. Di dalamnya terdapat berbagai macam metode penentuan posisi dengan

GPS yang dapat dimanfaatkan sesuai dengan keperluan pengamatan GPS itu sendiri.

Salah satu keunggulan yang dimiliki perangkat lunak ini adalah bahwa perangkat

lunak ini dapat digunakan dan di-download secara bebas oleh siapapun tanpa syarat

apapun. Tentunya dengan realita bahwa kebanyakan perangkat lunak pengolah data

GPS adalah perangkat lunak yang cukup mahal, maka perangkat lunak ini cukup

menjanjikan solusi yang lebih baik dari segi efisiensi biaya penelitian. Tidak hanya

dapat melakukan pengolahan data pengamatan GPS secara post-processing,

perangkat lunak RTKLIB ini juga dapat melakukan pengolahan data pengamatan

GPS secara realtime yang dikombinasikan dengan sistem komunikasi data yang

terpadu. Tujuan utama dari desain yang dimiliki oleh RTKLIB ini adalah simplicity,

portability, dan performa yang bagus. Untuk mencapai tujuan ini, dipilih ANSI C

untuk menuliskan kode-kode pemrograman pada perangkat lunak ini. Di dalam

RTKLIB, terdapat berbagai program yang disediakan sesuai dengan algorithma

positioning yang diperlukan. Beberapa program tersebut di antaranya [RTKLIB

Manual, 2011] :

Fungsi matrik dan vektor

Fungsi Waktu

Transformasi koordinat dan model geoid

Pemrosesan navigasi

Model troposfer, ionosfer, dan antena

Single Point Positioning

Penentuan posisi relatif berdasarkan data fase dan kode

On-the-fly integer ambiguity resolution

Input data raw binary dari titik pengamatan GPS base station dan rover

Positioning solution

RINEX observation data/ navigation message input/output

SP3 Precise ephemeris input

Stream data communication

33

Pada perangkat lunak RTKLIB juga disediakan APIs (Aplication Program

Interfaces) yang dapat dengan mudah digunakan untuk real-time positioning, post-

processing analysis, dan keperluan positioning lainnya. APIs pada perangkat lunak

ini terdiri dari [RTKLIB Manual, 2011] :

Real-time positioning (RTKNAVI)

Post-mission baseline analysis (RTPPOST, RNX2RTKP)

Communication utility (STRSVR)

Plot graph of solutions dan observation data (RTKPLOT)

RINEX converter dari raw data log receiver (RTKCONV, CONVBIN)

Pada tugas akhir ini, perangkat lunak ini secara khusus diperuntukkan untuk

pengolahan data GPS kontinyu dengan metode penentuan posisinya secara

kinematik. Data pengamatan GPS kontinyu diolah secara post-processing dengan

penambahan informasi pendukung lainnya sebagai input data dalam optimalisasi

penggunaan perangkat lunak RTKLIB. Output solution dari RTKLIB ini adalah

koordinat titik pantau setiap epok pengamatan GPS dan plot grafik vektor pergeseran

titik pantau.

3.3 Penentuan Ambiguitas Fase Pada RTKLIB

Dasar utama dari pengolahan data dengan RTKLIB pada tugas akhir ini adalah

penentuan posisinya secara kinematik. Maksud dari kinematik di sini adalah titik

atau objek yang akan ditentukan posisinya dalam keadaan bergerak dan koordinat

hasil dari titik yang diamati posisinya tersebut harus bisa ditentukan dalam rentang

waktu yang singkat (rentang interval waktu pengamatan) dengan data yang terbatas.

Tentunya terdapat beberapa perbedaan dengan algoritma pengolahan data yang

digunakan pada GPS statik. Salah satunya adalah dalam hal penentuan ambiguitas

fasenya.

34

Pada penentuan posisi secara kinematik dengan RTKLIB, data pengamatan GPS

yang digunakan adalah data fase pengamatan double-difference pada L1 dan L2.

Teknik pengolahan datanya menggunakan teknik diferensial / pengurangan data.

Dengan teknik ini kesalahan jam receiver dan satelit dapat tereliminasi dengan

sempurna. Kesalahan dan bias seperti kesalahan orbit, bias troposfer, dan bias

ionosfer juga dapat tereduksi (pada baseline yang relatif pendek kesalahan dan bias

dapat tereduksi dengan baik sehingga menghasilkan residu yang kecil dan dapat

diabaikan nilainya). Secara matematis data double-difference (fase) yang melibatkan

dua pengamat (i dan j) serta dua satelit (k dan l) untuk suatu frekuensi pada suatu

epok tertentu dapat dituliskan sebagai berikut [Abidin, 2006] :

(3.1)

Pada baseline yang panjang, digunakan model koreksi ionosfer dengan mengestimasi

STEC (Slant Total Electron) dan model koreksi troposfer dengan mengestimasi ZTD

(Zenit Total Delay) dan gradien. Pengestimasian STEC (Slant Total Electron

Content) dilakukan dengan mengkombinasikan antara data fase pada dua frekuensi

dan code-delay pengamatan GPS sepanjang perjalanan sinyal GPS dari satelit ke

receiver. ZTD merupakan model variasi dari refraksi indeks troposfer yang

bergantung kepada temperatur, tekanan, dan kandungan air yang ada pada troposfer.

Gradient di sini maksudnya yaitu parameter gradien horizontal, Jika ZTD adalah

pengestimasian koreksi troposfer secara vertikal, maka gradien horizontal adalah

pengestimasian koreksi troposfer secara horizontal. Hal ini dikarenakan kondisi

troposfer secara vertikal dan horizontal untuk setiap medium yang dilalui sinyal GPS

memiliki kondisi meteorologis yang berbeda-beda. Selanjutnya estimasi posisi dan

solusi ambiguitas fase dalam bentuk bilangan real dapat ditentukan dengan

persamaan double-difference tersebut. Penentuan posisi pada RTKLIB dapat

dituliskan persamaannya sebagai berikut [Abidin, 2006] :

(3.2)

35

Pada dasarnya parameter posisi rover dapat dengan tepat ditentukan jika kebulatan

nilai ambiguitas fase dapat ditentukan secara benar. Untuk mendapatkan estimasi

posisi awal titik referensi yang cukup baik, dalam menentukan posisi koordinat yang

pertama (koordinat rover) dan ambiguitas fase dalam bilangan real dengan teknik

double-difference digunakan koordinat pendekatan titik referensi sebagai input

parameter koordinat pendekatan. Koordinat pendekatan ini dapat diperoleh dari

koodinat pendekatan pada RINEX header, dengan metode single point positioning,

ataupun data ITRF network. Kemudian koordinat pendekatan tersebut digunakan

untuk mengestimasi nilai koordinat rover yang pertama. Diturunkan dari model

matematis yang sama, nilai ambiguitas fase dalam bentuk bilangan real dapat

ditentukan nilainya.

Pada penentuan ambiguitas fasenya diperlukan data fase yang teliti. Resolusi dari

ambiguitas fase sangat bergantung kepada jumlah satelit yang teramati secara

simultan. Selain itu, hal lain yang sangat berpengaruh terhadap kesuksesan

penentuan ambiguitas fase yang benar adalah geometri satelit dan multipath. Data

code yang teramati dan tersimpan dalam observation file digunakan untuk

menganalisis adanya cycle slip. Secara umum, jika tidak ada cycle slip atau satelit

yang teramati di setiap epok selalu sama akan menghasilkan nilai ambiguitas fase

yang selalu sama di setiap epoknya. Selanjutnya dicari interval waktu pengamatan

yang terbaik yang dapat menghasilkan resolusi ambiguitas yang baik. Kriteria dari

interval waktu yang terbaik ditentukan berdasarkan jumlah satelit yang teramati,

panjang interval waktu, dan nilai PDOP. Pada interval waktu yang terpilih, nilai

pendekatan awal ambiguitas fase menggunakan nilai ambiguitas fase dalam bentuk

bilangan real yang sebelumnya telah dihitung. Solusi ambiguitas yang terbaik

dibandingkan dengan solusi ambiguitas kedua terbaik. Dalam hal ini yang

dibandingkan adalah variansinya. Ketika kebulatan nilai dari ambiguitas fase berhasil

dipecahkan (dihitung dari data panjang gelombang), maka koordinat rover yang

diperoleh akan memiliki ketelitian dalam orde centimeter [Abidin, 2006].

36

3.4 Informasi Pendukung Pengolahan Data

Selain data observasi / pengamatan GPS titik referensi dan titik-titik pantau,

pengolahan data dengan menggunakan perangkat lunak RKTLIB memerlukan

beberapa data pendukung pengolahan data GPS, di antaranya :

1. GPS Navigation Data

Data ini berisikan informasi tentang koefisien koreksi jam satelit, parameter orbit,

almanak satelit, UTC, parameter koreksi ionosfer, serta informasi spesial lainnya

seperti status konstelasi dan kesehatan satelit. Data ini dapat diunduh di

http://sopac.ucsd.edu/cgi-bin/dbDataByDate.cgi, dengan format “IGSdddt.yyn.Z.”

“ddd” menunjukkan day of year GPS yang informasinya dapat dilihat di GPS

kalendar. Sedangkan “t” menunjukkan time of day dari GPS. “yy” menunjukkan

tahun dari data GPS. Data “IGSdddt.yyn.Z” selanjutnya diekstrak menjadi

“IGSdddt.yyn” yang kemudian di-input ke dalam RTKLIB.

2. Precise Orbit

Data informasi orbit dan jam yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data GPS

Precise ephemeris. Data ini dapat diunduh dari http://sopac.ucsd.edu/cgi-

bin/dbDataByDate.cgi, dengan format “IGSwwwwd.sp3.Z.” “wwww” menunjukkan

GPS week atau minggu GPS yang informasinya dapat dilihat di GPS kalendar.

Sedangkan “d” menunjukkan day of week data GPS. Data “IGSwwwwd.sp3.Z”

selanjutnya diekstrak menjadi “IGSwwwwd.sp3” yang kemudian di-input ke dalam

RTKLIB.

37

3.5 Pengolahan Data GPS Dengan RTKLIB

Gambar 3.5 Strategi pengolahan pada RTKLIB

Dalam melakukan pemrosesan data pengamatan GPS kontinyu untuk keperluan studi

deformasi, output yang diinginkan dari suatu perangkat lunak pengolah data GPS

yang digunakan adalah koordinat titik-titik pantau dengan ketelitian yang sesuai yang

diharapkan. Secara umum, data pengamatan GPS biasanya akan dipengaruhi oleh

kesalahan dan bias yang terkait dengan satelit (kesalahan orbit dan kesalahan jam

satelit), receiver (kesalahan jam receiver, kesalahan pusat antena dan noise) dan data

pengamatan (ambiguitas fase serta kesalahan dan bias lingkungan sekitar

pengamatan GPS). Pada RTKLIB, terdapat beberapa opsi yang dapat dilakukan

dalam mengolah data pengamatan GPS secara kinematik agar didapatkan hasil yang

kesalahan dan biasnya dapat tereduksi dengan baik. Untuk lebih jelasnya, berikut

tahapan-tahapan dalam melakukan pengolahan data GPS secara kinematik dengan

RTKLIB :

38

1. Tahap Input Data

Seperti yang dijelaskan pada sub bab sebelumnya (sub bab 3.4), data yang di-input

ke dalam RTKLIB meliputi data observasi GPS, Data navigasi GPS, dan precise

orbit. Peng-input-an data obsevasinya adalah baseline per baseline. Di mana data

tersebut didefinisikan sebagai rover dan base station (dapat di lihat pada gambar

3.5). Data observasi ini dapat memiliki format *.obs, *.*O, *.*D. Setelah di-input

data observasinya selanjutnya dilakukan peng-input-an data informasi pendukung

lainnya seperti data navigasi GPS dan precise orbit. Data navigasi GPS ini dapat

memiliki format *.*nav, *.*N, *.*P, *.*G, *.*H, *.*Q, sedangkan precise orbit

memiliki format *.sp3.

Gambar 3.6 Tampilan muka RTKPOST (Salah satu AP file pada RTKLIB)

Tampak pada gambar di atas salah satu contoh tampilan RTKLIB pada saat proses

input data. Setelah semua data utama dan pendukung di-input, selanjutnya diatur

output directory-nya sesuai directory yang dikehendaki. File output dari proses

pengolahan RTKLIB berformat *.pos.

39

Gambar 3.7 Time Information pada RTKLIB

Pada time information dapat dlihat hasil konversi dari GPST ke UTC, informasi GPS

week, GPS time, day of year, day of week, time of day, dan leap seconds.

2. Tahap Pengaturan Strategi Pengolahan RTKLIB

Tahap ini merupakan tahap yang paling menentukan dalam kesuksesan pengolahan

data dengan menggunakan RTKLIB. Pada tahap ini pengaturan yang diterapkan

harus tepat dan benar. Pengaturan yang diterapkan pada RTKLIB meliputi :

Gambar 3.8 Setting 1 pada RTKLIB

40

Dapat dilihat pada gambar 3.8 dipilih positoning mode kinematic. Maksud dari

kinematic di sini adalah penentuan posisi dengan GPS (data fase) secara kinematik.

Hal ini dipilih karena sesuai pada maksud dan tujuan tugas akhir yaitu analisis GPS

kinematik. base station di sini merupakan suatu titik yang dianggap diam sedangkan

rover dianggap suatu titik yang mengalami perubahan posisi dari waktu ke waktu

(meskipun perubahan itu sangat kecil dari epok yang satu ke epok selanjutnya).

Pada data pengamatan GPS kontinyu di lapangan, terlihat bahwa GPS dipasang

secara statik pada suatu titik tanpa ada upaya melakukan pergerakan agar mengalami

perubahan posisi. Oleh karena itu, terdeteksinya pergeseran pada beberapa titik

secara dominan disebabkan oleh adanya deformasi lempeng / tanah tempat berdiri

alat GPS dan noise. Frekuensi yang dipilih adalah L1+L2 karena data fase

pengamatan GPS yang digunakan adalah data fase pada kedua frekuensi tersebut.

Solution type yang dipilih adalah forward (forward filter solution) yaitu proses

filtering dilakukan beruntun dari epok pertama kemudian ke epok kedua dan

seterusnya yang berprinsip kepada metode recursive least square. Filtering ini

digunakan dalam proses pengestimasian nilai vektor pergeseran setiap epok. Nilai

estimasi parameter posisi pada epok berikutnya diperoleh sebelum data pengamatan

pada epok berikutnya tersebut diperoleh, selanjutnya ketika data pengamatan pada

epok berikutnya diperoleh maka nilai estimasi posisi di-update. Hal ini dimaksudkan

untuk prediksi nilai parameter posisi pada epok mendatang. Kemudian elevation

mask angle-nya diatur menjadi 10˚, hal ini memungkinkan perhitungan solusi

koordinat rover melibatkan relatif lebih banyak satelit pada setiap epoknya.

Kecepatan dan percepatan dari rover di sini tidak diestimasi (hal ini untuk

mengestimasi posisi rover) sehingga dapat dilihat pada gambar 3.7, rec dynamics

tidak digunakan. Pada pengaturan ini diterapkan juga koreksi pasang bumi (earth

tides correction), hal ini berfungsi untuk menghilangkan distorsi yang terkandung

pada data pengamatan GPS akibat pengaruh pasang bumi.

41

Dalam hal pengkoreksian ionosfernya digunakan pengestimasian STEC (Slant Total

Electron Content) yang melakukan pemodelan koreksi ionosfer dengan

mengkombinasikan antara data fase pada dua frekuensi dan code-delay pengamatan

GPS sepanjang perjalanan sinyal GPS dari satelit ke receiver. Untuk pengkoreksian

troposfernya digunakan estimate ZTD+Grad (Zenith Total Delay + Gradient) pada

rover dan base station. ZTD merupakan model variasi dari refraksi indeks troposfer

yang bergantung kepada temperatur, tekanan, dan kandungan air yang ada pada

troposfer. Gradient di sini maksudnya yaitu parameter gradien horizontal, Jika ZTD

adalah pengestimasian koreksi troposfer secara vertikal, maka gradien horizontal

adalah pengestimasian koreksi troposfer secara horizontal. Jadi, lapisan troposer

memiliki variasi juga secara horizontal antara tempat yang satu dengan tempat yang

lain (terkait temperatur, tekanan, dan kandungan air) [Pacione, 2002].

Selanjutnya satellite ephemeris yang digunakan pada pengolahan data GPS dengan

RTKLIB ini adalah precise ephemeris. Hal ini memungkinkan pengestimasian posisi

satelit dapat dihitung dengan lebih teliti (ketelitian hingga orde cm). Data

pengamatan GNSS (Global Navigation Satellite System) yang digunakan untuk

pengolahan data adalah dibatasi pada pengamatan satelit GPS saja.

Gambar 3.9 Setting 2 pada RTKLIB

42

Dapat dilihat pada gambar 3.9, strategi dalam penentuan resolusi integer ambiguity

yang digunakan adalah fix and hold. Dalam hal ini static integer ambiguities-nya

diestimasi dan dipecahkan, jika lolos validasi maka nilai ambiguitas menjadi nilai

ambiguitas fase yang fix. Batas validasi integer ambiguity yang digunakan untuk

ratio-test (rasio antara kuadrat residu pada vektor best-integer terhadap vektor

second-best integer) adalah 5.0. Nilai minimum lock count dan elevation angle (deg)

dari fix integer ambiguity-nya dipilih 0. Jika nilai minimum lock count dan elevation

angle-nya dipilih kurang dari 0, maka nilai ambiguitas yang dimunculkan hanya fix

integer ambiguity. Nilai minimum fix count dan elevation angle berkaitan dengan

pemilihan resolusi integer ambiguity “fix and hold”. Nilai minimum fix count-nya

dipilih 10, sedangkan elevation angle-nya adalah 0.

Outage to reset ambiguity dipilih 5 dan slip threshold dipilih 5 cm. Jika dalam

perhitungan terdapat data yang lebih besar dari nilai outage yang dipilih, maka

ambiguitas yang diestimasi di-reset ke nilai awal (initial). Slip threshold di sini

maksudnya adalah cycle-slip threshold. Nilai 5 cm merupakan batas terluar untuk

me-reset cycle-slip setiap epoknya. Nilai maximum age of differential antara rover

dan base station dipilih 30 s. Batas nilai penolakan GDOP dan innovation (pre-fit

residual) di pilih 30. Jika dipilih lebih besar dari nilai tersebut maka data pengamatan

yang digunakan pada proses estimasi dianggap sebagai outlier. Banyaknya iterasi

dalam updating data pengamatan dalam proses estimasi dipilih 1 kali. Iterasi ini

efektif dalam mengatasi kasus persamaan pengamatan yang non linier.

43

Gambar 3.10 Output pada RTKLIB

Dipilih output solution pada pengolahan dengan RTKLIB yaitu E/N/U-Baseline

(lihat gambar 3.10). E adalah Easting (vektor yang menyatakan besaran dan arah

barat-timur), N adalah Northing (vektor yang menyatakan besaran dan arah utara-

selatan), dan U adalah Up (vektor yang menyatakan besaran dan arah atas-

bawah/vertikal). Sistem koordinat ini dikenal dengan nama sistem koordinat

toposentrik. Dalam hal ini koordinat toposentrik rover ditentukan relatif terhadap

posisi base station (titik nol koordinat dari sistem koordinat toposentrik ini adalah

titik base station). Sebenarnya koordinat toposentrik ini adalah hasil transformasi

dari koordinat pada sistem koordinat geosentrik. Pada output-nya ditampilkan juga

header dan processing option yang diterapkannya.

44

Gambar 3.11 Statistics pada RTKLIB

Dapat dilihat pada gambar di atas, rasio standar deviasi antara kesalahan

pseudorange dengan kesalahan data fase adalah 100 untuk masing-masing frekuensi

(L1 dan L2). Standar deviasi dari kesalahan data fase dipilih 0.006. Standar deviasi

dari kesalahan data fase yang bergantung pada elevasi dipilih 0.006. Standar deviasi

dari kesalahan data fase yang bergantung pada panjang baseline (per 10 km) dipilih

0. Standar deviasi dari kesalahan doppler dipilih 1. Process noise standar deviasi

pada percepatan receiver (komponen vertikal dan horizontal) dipilih 0.1. Process

noise standar deviasi pada biae (ambiguitas) data fase dipilih 0.0001. Process noise

standar deviasi pada vertical ionospheric delay per 10 km dipilih 0.001. Process

noise standar deviasi pada zenith tropospheric delay dipilih 0.0001. Tingkat

kestabilan dari jam satelit dipilih 5 x 10-12. Nilai ini digunakan untuk interpolasi pada

data pengamatan base station.

45

Gambar 3.12 Positions pada RTKLIB

Dengan melihat pada gambar 3.12, posisi antena base station menggunakan X/Y/Z-

ECEF (m). Posisi tersebut merupakan posisi titik di dalam koordinat kartesian 3

dimensi (geosentrik). Koordinat antena base station tersebut diperoleh dari daftar

koordinat ITRF network yang telah ada ataupun single point positioning. Bisa juga

koordinat base station tersebut didapat dari file yang di dalamnya terdapat daftar

koordinat ITRF yaitu “stations.pos”.

Gambar 3.13 Files pada RTKLIB

46

Jika menggunakan precise orbit, maka untuk menggunakan RTKLIB ini dengan baik

harus di-input data igs08.atx (lihat gambar 3.13). File tersebut merupakan ANTEX

antenna parameters untuk koreksi antena satelit PCV (Phase Center Variation) yang

telah disediakan oleh IGS. Begitu juga dengan antena receiver, file tersebut

digunakan jika ingin menerapkan koreksi PCV dan antenna phase center offset. DCB

data file digunakan jika ingin melakukan pengkoreksian pada metode PPP dalam

code format.

Dari tahap pengaturan di atas selanjutnya pengaturan tersebut disimpan dan siap

untuk diterapkan pada proses pengolahan data GPS kontinyu dengan menggunakan

RTKLIB.

3. Tahap Pemrosesan dan Output

Setelah pengaturan tepat dan benar, maka selanjutnya pemrosesan data dilakukan.

Hasil dari pemrosesan data tersebut dapat dilihat pada contoh output file di bawah ini

:

Gambar 3.14 Output file pada RTKLIB

Dapat dilihat pada output file di atas, header dan processing option muncul bersama

dengan koordinat hasil titik rover per epok. Di dalamnya juga terdapat informasi

mengenai nilai estimasi standar deviasi dari koordinat titik rover setiap epoknya.

47

Plotting grafik dari vektor pergeseran titik rover dalam koordinat toposentrik dapat

dilihat pada gambar di bawah ini :

Gambar 3.15 Hasil plot vektor pergeseran koordinat hasil titik rover pada RTKLIB

Pada gambar di atas dapat dilihat vektor pergeseran titik rover. Grafik dengan sumbu

E-W (m) menunjukkan besaran dan arah pergeseran barat-timur, grafik dengan

sumbu N-S (m) menunjukkan besaran dan arah pergeseran utara-selatan, dan grafik

dengan sumbu U-D (m) menunjukkan besaran dan arah pergeseran atas-bawah. Hasil

ground track plot pada gambar 3.16 memberikan visualisasi posisi titik rover di

permukaan tanah untuk setiap epoknya sehingga dapat dipahami dengan mudah

visualisasi pergerakannya.

48

Gambar 3.16 Hasil ground track plot koordinat hasil titik rover pada RTKLIB

3.6 Pengolahan Data GPS Dengan TTC (Trimble Total Control)

Pada tugas akhir ini, perangkat lunak TTC digunakan sebagai pembanding terhadap

hasil pengolahan data GPS yang diperoleh dengan menggunakan RTKLIB. Dengan

menerapkan konsep GPS kinematik, perangkat lunak ini dapat dijalankan untuk

melakukan pengolahan data GPS kontinyu pada beberapa baseline pengamatan GPS

yang dipilih. TTC didesain untuk melakukan perhitungan baseline secara otomatis.

Hasil dari pengolahan data GPS dengan menggunakan TTC menghasilkan tingkat

keakurasian 1 ppm dan bahkan lebih baik dari itu tergantung keakurasian ephemeris

yang digunakan. Konsep secara umum pada pengolahan data dengan menggunakan

TTC ini dapat tergambarkan dengan melihat tahapan-tahapan yang dilakukan saat

pengolahan data GPS. Tahapan-tahapan tersebut meliputi :

1. Tahap Pra Pengolahan Data

Pada tahapan ini data observasi GPS dalam bentuk RINEX dapat di-input satu per

satu ke dalam TTC. Data berupa titik pengamatan GPS yang sudah di-input

membentuk kombinasi baseline berdasarkan hubungan ketersediaan data pengamatan

GPS pada day of year yang sama. Selanjutnya dapat di-input juga informasi

pendukung lainnya seperti data navigation message dan precise ephemeris.

49

Dari beberapa baseline hasil kombinasi yang terbentuk secara otomatis dapat dipilih

beberapa baseline yang ingin dilakukan pengolahan. Berikut ilustrasi pada TTC saat

melakukan peng-input-an data pengamatan GPS beserta informasi pendukungnya :

Gambar 3.17 Dialog window pada proses peng-input-an data dengan TTC

Data pengamatan GPS dan informasi pendukung yang di-input pada perangkat lunak

TTC merupakan data yang sama dengan data pengamatan GPS dan informasi

pendukung yang di-input pada RTKLIB. Selanjutnya data ephemeris yang digunakan

di-generate terlebih dahulu sebelum dilakukan pengolahan data sehingga tipe file

yang digunakan sesuai dengan yang direkomendasikan pada TTC (gambar 3.18).

Gambar 3.18 Generate Ephemeris

50

Koordinat pendekatan awal disetimasi dengan melakukan pemrosesan single point

position (gambar 3.19). Single point position ini disebut juga dengan absolute

position yaitu posisi suatu titik ditentukan secara langsung berdasarkan ketersediaan

data yang ada tanpa bergantung kepada titik yang lainnya.

Gambar 3.19 Single Point Position

Single Point Position tersebut menghasilkan solusi yang tunggal yang datanya dapat

juga langsung dimasukkan ke file data observasi. Berikut contoh koordinat hasil dari

single poing position :

Gambar 3.20 Koordinat hasil Single Point Position

51

2. Tahap Pemrosesan Data

Setelah seluruh data yang akan digunakan sudah siap, tahap selanjutnya adalah tahap

melakukan pemrosesan data tersebut. Mode pemrosesan (lihat gambar 3.21) yang

digunakan pada TTC untuk mengolah data GPS kontinyu yang ada adalah OTF (On-

The-Fly). Maksud OTF di sini adalah pemrosesan data dilakukan pada waktu yang

sangat singkat dan dengan jumlah data yang terbatas. Termasuk penentuan

ambiguitas fase dari data pengamatan juga dilakukan secara on-the-fly. Dengan

metode ini diharapkan dapat dicapai ketelitian hasil mencapai level centimeter.

Gambar 3.21 Dialog window processing mode

Pada prinsipnya data pengamatan GPS kontinyu diolah baseline per baseline dengan

teknik double difference. TTC memiliki kemampuan untuk melakukan pengolahan

baseline GPS secara satu per satu maupun secara serentak. Metode survei yang

digunakan adalah secara kinematik sehingga koordinat hasil dapat diperoleh setiap

interval waktu pengamatan. Koordinat hasil dari pengolahan data dengan TTC ini

diberikan dalam bentuk koordinat toposentrik.

52

3. Tahap Export data

Setelah selesai diproses, data di export ke dalam bentuk *.NGC file (gambar 3.22)

yang selanjutnya data numerik yang terdapat di dalamnya tersebut akan di plot pada

MATLAB.

Gambar 3.22 Export hasil pengolahan data dengan TTC

Berikut bentuk numerik dari koordinat hasil (dalam sistem koordinat toposentrik)

pengolahan data dengan TTC :

Gambar 3.23 Koordinat hasil pengolahan data dengan TTC (Dalam bentuk koordinat

toposentrik n,e,u beserta standar deviasi estimasinya)

53

Tabel 3.4 Perbandingan strategi pengolahan baseline GPS antara RTKLIB dengan TTC

No Parameter Pengolahan Data Dengan RTKLIB Dengan TTC

1 Recursive Least Square v -

2 Earth Tide Correction v -

3 Input Model Troposfer v -

4 Input Model Ionosfer v -

5 Input Phase Center Correction v -

6 Input DCB Correction v -

7 Input koordinat pendekatan v -

3.7 Bagan Pengolahan Baseline GPS Dengan RTKLIB dan TTC Pada Saat

Tidak Terjadi Gempa

Gambar 3.24 Bagan Pengolahan Baseline GPS dengan RTK dan TTC

Pengumpulan data pengamatan GPS Kontinyu

Pengolahan Baseline Pada saat Tidak

Terjadi Gempa Dengan RTKLIB

baseline < 5 km TSKB-TSK2 (3.8.1.1)

baseline 1-5 km ITB-UPI (3.8.2.1)

baseline 5-10 km MTKA-KGNI (3.8.3.1)

baseline 10-15 km UPI-TNKP (3.8.4.1)

baseline 15-50 km PSKI-PARY (3.8.5.1)

baseline 50-100 km MTKA-TSKB (3.8.6.1)

baseline 50-100 km BAKO-ITB (3.8.6.1)

baseline 100-150 km USUD-KGNI (3.8.6.1)

baseline 100-150 km USUD-MTKA (3.8.6.1)

baseline 100-150 km PSKI-MSAI (3.8.7.1)

baseline 100-150 km PSKI-KTET (3.8.7.1)

baseline 150-200 km USUD-TSKB (3.8.8.1)

baseline > 400 km MTKA-MIZU (3.8.9.1)

baseline > 400 km USUD-MIZU (3.8.9.1)

Pengolahan Baseline Pada saat Tidak

Terjadi Gempa Dengan TTC

baseline < 5 km TSKB-TSK2 (3.8.1.2)

baseline 1-5 km ITB-UPI (3.8.2.2)

baseline 5-10 km MTKA-KGNI (3.8.3.2)

baseline 10-15 km UPI-TNKP (3.8.4.2)

baseline 15-50 km PSKI-PARY (3.8.5.2)

baseline 50-100 km MTKA-TSKB (3.8.6.2)

baseline 50-100 km BAKO-ITB (3.8.6.2)

baseline 100-150 km USUD-KGNI (3.8.6.2)

baseline 100-150 km USUD-MTKA (3.8.6.2)

baseline 100-150 km PSKI-MSAI (3.8.7.2)

baseline 100-150 km PSKI-KTET (3.8.7.2)

baseline 150-200 km USUD-TSKB (3.8.8.2)

Hasil Pengolahan Data dan Analisis

Kesimpulan

54

3.8 Analisis Hasil Pengolahan Baseline Pengamatan GPS Pada Saat Tidak

Terjadi Gempa

Pada sub bab ini membahas mengenai hasil pengolahan data dengan menggunakan

RTKLIB maupun TTC beserta analisis kestabilan hasil pengolahan datanya. Pada

pengujian kestabilan hasil pengolahan data ini, data pengamatan GPS yang

digunakan adalah data pengamatan GPS pada beberapa stasiun pengamatan GPS

(Data GPS kontinyu SuGAr, data IGS Network Jepang, dan data GPS kontinyu Jawa

Barat) pada saat tidak terjadi gempa atau pada saat titik pengamatan GPS tidak

mengalami deformasi yang signifikan dengan berbagai variasi panjang baseline. Dari

pengolahan baseline GPS dengan RTKLIB maupun TTC dihasilkan solusi dalam

bentuk koordinat toposentrik. Dari koordinat hasil tersebut dapat dibuat timeseries-

nya serta dapat dihitung standar deviasi berdasarkan dataset tersebut. plotting

timeseries dan standar deviasi tersebut dapat digunakan dalam melakukan analisis

kestabilan pengolahan data GPS dengan RTKLIB maupun TTC. Tingkat keakurasian

dan kepresisian dari hasil pengolahan baseline dengan RTKLIB dan TTC dapat

dilihat pada kualitas sebaran data terhadap standar deviasinya.

3.8.1 Analisis Baseline < 1 km Pada Saat Tidak Terjadi Gempa

Pada variasi panjang baseline ini digunakan baseline pengamatan GPS TSKB –

TSK2 dengan panjang baseline-nya adalah 0.036 km atau 36 meter pada day of year

068 tahun 2011. Titik-titik pengamatan GPS ini terdapat di Jaring IGS Jepang.

Selanjutnya baseline tersebut diolah dengan RTKLIB dan TTC dan divisualisasikan

hasilnya melalui plotting timeseries serta standar deviasinya.

55

3.8.1.1 Analisis Baseline < 1 km Hasil Pengolahan Dengan RTKLIB Pada Saat

Tidak Terjadi Gempa

Baseline TSKB - TSK2

Gambar 3.25 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

TSKB – TSK2 dengan RTKLIB (Day of Year : 068)

Pada gambar plotting standar deviasi (n dan e) di atas tampak bahwa pada baseline

dengan panjang yang relatif sangat pendek (36 meter), dengan pengolahan baseline

menggunakan RTKLIB menghasilkan kepresisian yang sangat baik. Sedikit sekali

data hasil pengolahan baseline yang berada di luar range standar deviasi. Secara

konsisten hasil pengolahan baseline mendekati nilai mean dari dataset. Secara

konsisten juga antara hasil yang satu dengan hasil yang lainnya sebarannya saling

mendekati. Standar deviasi sample pada hasil pengolahan baseline ini yaitu ± 3 mm.

Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan data memiliki tingkat kepresisian yang

sangat baik.

Pengolahan baseline dengan RTKLIB pada variasi panjang ini memungkinkan

digunakan untuk mendeteksi pergerakan titik pengamatan GPS dengan orde

centimeter hingga milimeter.

56

Gambar 3.26 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline

TSKB – TSK2 dengan RTKLIB (Day of Year : 068), Sample Standard deviation : ± 0.0058

m ditunjukkan oleh warna magenta

Pada gambar 3.26 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya cukup bagus yaitu ± 0.0058 m atau ± 5.8 mm. Hanya beberapa hasil

pengolahan baseline saja yang berada di luar standar deviasi 3σ. Jika dibandingkan

dengan standar deviasi pada komponen horizontal, pada baseline ini standar deviasi

pada komponen horizontalnya lebih baik daripada standar deviasi pada komponen

vertikalnya.

57

Gambar 3.27 Timeseries hasil pengolahan baseline TSKB – TSK2 dengan RTKLIB (Day of

Year : 068)

Pada plotting timeseries gambar 3.27 terlihat hasil pengolahan datanya stabil (n dan

e) dari awal hingga akhir. Hanya ada beberapa data hasil pengolahan di akhir yang

kurang stabil. Salah satunya hal ini disebabkan oleh faktor di luar proses pengolahan

data seperti efek random error atau noise pada data pengamatan GPS. Hal ini

semakin diperkuat oleh visualisasi timeseries yang menunjukkan bahwa ambiguitas

di seluruh epok pengamatan (100 %) dapat terselesaikan dengan baik menggunakan

RTKLIB (warna hijau pada grafik menunjukkan bahwa ambiguitas fase yang

dihasilkan merupakan ambiguitas fase yang fix / kebulatan nilainya terselesaikan

dengan baik). Kesalahan jam receiver dan satelit telah tereliminasi serta kesalahan

dan bias seperti bias troposfer, bias ionosfer, dan kesalahan orbit dapat tereduksi

dengan baik dengan teknik double-difference. Sehingga dengan kesuksesan

pereduksian dan pengeliminasian kesalahan dan bias pada data pengamatan GPS

yang digunakan membuat solusi ambiguitas fasenya dapat diselesaikan dengan baik.

58

3.8.1.2 Analisis Baseline < 1 km Hasil Pengolahan Dengan TTC Pada Saat

Tidak Terjadi Gempa

Baseline TSKB - TSK2

Gambar 3.28 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

TSKB – TSK2 dengan TTC (Day of Year : 068)

Pada hasil pengolahan baseline TSKB – TSK2 dengan TTC diperoleh standar deviasi

± 3.4 cm (gambar 3.28). Hal ini tidak lebih baik dari hasil pengolahan baseline yang

sama dengan menggunakan RTKLIB. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan

model ionosfer, model ionosfer, dan koordinat pendekatan yang digunakan dalam

pemrosesan data. Secara visual pada gambar 3.28 dapat dilihat bahwa data hasil

pengolahan memiliki tingkat kepresisian yang kurang baik. Namun, mayoritas dari

hasil pengolahan data memiliki kecenderungan nilainya dekat dengan mean.

Berdasarkan informasi yang dihasilkan pada pengolahan baseline dengan TTC pada

variasi panjang ini memungkinkan digunakan untuk mendeteksi pergerakan titik

pengamatan GPS dengan orde centimeter.

59

Gambar 3.29 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline

TSKB – TSK2 dengan TTC (Day of Year : 068), Sample Standard deviation : ± 0.0104 m

ditunjukkan oleh warna magenta

Pada gambar 3.29 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya cukup bagus yaitu ± 0.0104 m atau ± 1.04 cm. Hanya beberapa hasil

pengolahan baseline saja yang berada di luar standar deviasi 3σ. Jika dibandingkan

dengan standar deviasi pada komponen horizontal, pada baseline ini standar deviasi

pada komponen vertikalnya lebih baik daripada standar deviasi pada komponen

horizontalnya. Seharusnya dalam hal pengamatan GPS, umumnya kualitas

komponen horizontal lebih baik daripada komponen vertikal. Dari kualitas standar

deviasi yang dihasilkan dapat diketahui bahwa residu pengolahan data lebih banyak

terdistribusi kepada komponen horizontal.

60

Gambar 3.30 Timeseries hasil pengolahan baseline TSKB – TSK2 dengan TTC (Day of Year

: 068)

Pada timeseries di atas tampak beberapa hasil pengolahan data di bagian pertengahan

dan akhir pengamatan tidak stabil. Selain hasil pengolahan data di dua bagian

tersebut secara keseluruhan hasil pengolahan datanya stabil. Hal ini disebabkan oleh

ketidakberhasilan TTC dalam memecahkan ambiguitas fase pada epok pengamatan

yang teridentifikasi hasilnya tidak stabil. Pada data numerik hasil pengolahan data

menunjukkan ambiguitas fase pada bagian tersebut tidak fix (pada informasi numerik

tertulis “DGPS”). Namun, mayoritas hasil pengolahan pada variasi baseline ini

ambiguitas fasenya dapat terselesaikan dengan baik.

3.8.2 Analisis Baseline 1 – 5 km Pada Saat Tidak Terjadi Gempa

Pada variasi panjang baseline ini digunakan baseline pengamatan GPS ITB – UPI

dengan panjang baseline-nya adalah 3.9 km pada day of year 361 tahun 2009. Titik-

titik pengamatan GPS merupakan titik pengamatan GPS kontinyu di Bandung.

Selanjutnya baseline tersebut diolah dengan RTKLIB dan TTC dan divisualisasikan

hasilnya melalui plotting timeseries serta standar deviasinya.

61

3.8.2.1 Analisis Baseline 1 – 5 km Hasil Pengolahan Dengan RTKLIB Pada Saat

Tidak Terjadi Gempa

Baseline ITB - UPI

Gambar 3.31 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

ITB - UPI dengan RTKLIB (Day of Year : 361)

Pada gambar plotting standar deviasi (n dan e) gambar 3.31 tampak bahwa dengan

pengolahan baseline menggunakan RTKLIB pada variasi baseline 3.9 km

menghasilkan kepresisian yang sangat baik. Tidak ada data hasil pengolahan

baseline yang berada di luar range standar deviasi.

Secara konsisten hasil pengolahan baseline mendekati nilai mean dari dataset. Secara

konsisten juga antara hasil yang satu dengan hasil yang lainnya sebarannya saling

mendekati. Standar deviasi sample pada hasil pengolahan baseline ini yaitu ± 7 mm.

Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan data memiliki tingkat kepresisian yang

sangat baik. Akan tetapi pada pengolahan baseline ini hanya 4% data yang terolah.

Hal ini karena kualitas jam receiver yang kurang baik serta adanya obstruksi di

sekitar titik pengamatan GPS.

62

Pengolahan baseline dengan RTKLIB pada variasi panjang ini memungkinkan

digunakan untuk mendeteksi pergerakan titik pengamatan GPS dengan orde

centimeter hingga milimeter.

Gambar 3.32 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline ITB

- UPI dengan RTKLIB (Day of Year : 361), Sample Standard deviation : ± 0.0359 m

ditunjukkan oleh warna magenta

Pada gambar 3.32 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya cukup bagus yaitu ± 0.0359 m atau ± 3.59 cm. Tidak ada hasil pengolahan

baseline yang berada di luar standar deviasi 3σ. Jika dibandingkan dengan standar

deviasi pada komponen horizontal, pada baseline ini standar deviasi pada komponen

horizontalnya jauh lebih baik daripada standar deviasi pada komponen vertikalnya.

63

Gambar 3.33 Timeseries hasil pengolahan baseline ITB - UPI dengan RTKLIB (Day of Year

: 361)

Pada plotting timeseries gambar 3.33 terlihat hasil pengolahan datanya stabil. Pada

visualisasi timeseries menunjukkan bahwa ambiguitas di seluruh epok pengamatan

(100 %) dapat terselesaikan dengan baik menggunakan RTKLIB. Kesalahan jam

receiver dan satelit telah tereliminasi serta kesalahan dan bias seperti bias troposfer,

bias ionosfer, dan kesalahan orbit dapat tereduksi dengan baik dengan teknik double-

difference. Sehingga dengan kesuksesan pereduksian dan pengeliminasian kesalahan

dan bias pada data pengamatan GPS yang digunakan membuat solusi ambiguitas

fasenya dapat diselesaikan dengan baik.

64

3.8.2.2 Analisis Baseline 1 – 5 km Hasil Pengolahan Dengan TTC Pada Saat

Tidak Terjadi Gempa

Baseline ITB – UPI

Gambar 3.34 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

ITB - UPI dengan TTC (Day of Year : 361)

Pada hasil pengolahan baseline dengan TTC diperoleh standar deviasi ± 1.3 cm

(gambar 3.34). Secara visual pada gambar 3.34 dapat dilihat bahwa data hasil

pengolahan memiliki tingkat kepresisian yang cukup baik. Mayoritas dari hasil

pengolahan data memiliki kecenderungan nilainya dekat dengan mean. Berdasarkan

informasi yang dihasilkan pada pengolahan baseline dengan TTC pada variasi

panjang ini memungkinkan digunakan untuk mendeteksi pergerakan titik

pengamatan GPS dengan orde centimeter.

65

Gambar 3.35 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline ITB

- UPI dengan TTC (Day of Year : 361), Sample Standard deviation : ± 0.0203 m ditunjukkan

oleh warna magenta

Pada gambar 3.35 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya cukup bagus yaitu ± 0.0203 m atau ± 2.03 cm. Hanya beberapa hasil

pengolahan baseline saja yang berada di luar standar deviasi 3σ. Jika dibandingkan

dengan standar deviasi pada komponen horizontal, pada baseline ini standar deviasi

pada komponen horizontalnya lebih baik daripada standar deviasi pada komponen

vertikalnya.

Pada timeseries tampak beberapa hasil pengolahan data di bagian pertengahan

pengamatan tidak stabil (lihat gambar 3.36). Selain hasil pengolahan data di bagian

tersebut secara keseluruhan hasil pengolahan datanya stabil. Mayoritas hasil

pengolahan pada variasi baseline ini ambiguitas fasenya dapat terselesaikan dengan

baik.

66

Gambar 3.36 Timeseries hasil pengolahan baseline ITB - UPI dengan TTC (Day of Year :

361)

3.8.3 Analisis Baseline 5 – 10 km Pada Saat Tidak Terjadi Gempa

Pada variasi panjang baseline ini digunakan baseline pengamatan GPS MTKA –

KGNI dengan panjang baseline-nya adalah 7.5 km pada day of year 068 tahun 2011.

Titik-titik pengamatan GPS ini terdapat di Jaring IGS Jepang. Selanjutnya baseline

tersebut diolah dengan RTKLIB dan TTC dan divisualisasikan hasilnya melalui

plotting timeseries serta standar deviasinya.

67

3.8.3.1 Analisis Baseline 5 – 10 km Hasil Pengolahan Dengan RTKLIB Pada

Saat Tidak Terjadi Gempa

Baseline MTKA - KGNI

Gambar 3.37 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

MTKA - KGNI dengan RTKLIB (Day of Year : 068)

Pada gambar plotting standar deviasi (n dan e) di atas tampak bahwa dengan

pengolahan baseline menggunakan RTKLIB pada variasi baseline 7.5 km

menghasilkan kepresisian yang cukup baik. Beberapa data hasil pengolahan baseline

ada yang berada di luar range standar deviasi, akan tetapi mayoritas hasil pengolahan

masuk di dalam range standar deviasi. Beberapa data yang dikategorikan sebagai

outlier disebabkan oleh ketidakstabilan solusi pengolahan data pada awal waktu

pengamatan. Secara konsisten hasil pengolahan baseline mendekati nilai mean dari

dataset serta hasil yang satu dengan yang lainnya sebarannya saling mendekati.

Standar deviasi sample pada hasil pengolahan baseline ini yaitu ± 3.6 cm. Hal ini

menunjukkan bahwa hasil pengolahan data memiliki tingkat kepresisian yang cukup

baik. Pengolahan baseline dengan RTKLIB pada variasi panjang ini memungkinkan

digunakan untuk mendeteksi pergerakan titik pengamatan GPS pada level

centimeter.

68

Gambar 3.38 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline

MTKA - KGNI dengan RTKLIB (Day of Year : 068), Sample Standard deviation : ± 0.0559

m ditunjukkan oleh warna magenta

Pada gambar 3.38 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya kurang baik yaitu ± 0.0559 m atau ± 5.59 cm. Tidak ada hasil pengolahan

baseline yang outlier. Jika dibandingkan dengan standar deviasi pada komponen

horizontal, pada baseline ini standar deviasi pada komponen horizontalnya lebih baik

daripada standar deviasi pada komponen vertikalnya.

69

Gambar 3.39 Timeseries hasil pengolahan baseline MTKA - KGNI dengan RTKLIB (Day of

Year : 068)

Pada plotting timeseries gambar 3.39 terlihat hasil pengolahan datanya stabil. Pada

visualisasi timeseries menunjukkan bahwa ambiguitas fase 95.7 % dapat

terselesaikan dengan baik menggunakan RTKLIB. Hasil pengolahan data GPS

nampak tidak stabil pada awal pengamatan, akan tetapi setelah setengah jam

pengamatan awal hasil pengolahan baseline menjadi sangat stabil.

70

3.8.3.2 Analisis Baseline 5 – 10 km Hasil Pengolahan Dengan TTC Pada Saat

Tidak Terjadi Gempa

Baseline MTKA - KGNI

Gambar 3.40 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

MTKA - KGNI dengan TTC (Day of Year : 068)

Pada hasil pengolahan baseline dengan TTC diperoleh standar deviasi ± 0.58 m

(gambar 3.40). Secara visual pada gambar di atas dapat dilihat bahwa data hasil

pengolahan memiliki tingkat kepresisian yang tidak baik. Hanya beberapa dari hasil

pengolahan data memiliki kecenderungan nilainya dekat dengan mean. Berdasarkan

informasi yang dihasilkan pada pengolahan baseline dengan TTC pada variasi

panjang ini kurang baik digunakan untuk mendeteksi pergerakan titik pengamatan

GPS dengan orde centimeter.

71

Gambar 3.41 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline

MTKA - KGNI dengan TTC (Day of Year : 068), Sample Standard deviation : ± 0.8861 m

ditunjukkan oleh warna magenta

Pada gambar 3.41 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya tidak baik yaitu ± 0.8861 m atau ± 88.61 cm. Beberapa hasil pengolahan

baseline berada di luar standar deviasi 3σ. Jika dibandingkan dengan standar deviasi

pada komponen horizontal, pada baseline ini standar deviasi pada komponen

horizontalnya lebih baik daripada standar deviasi pada komponen vertikalnya.

Pada timeseries gambar 3.42 tampak beberapa hasil pengolahan data di bagian

pertengahan pengamatan tidak stabil. Selain hasil pengolahan data di bagian tersebut

secara keseluruhan hasil pengolahan datanya stabil. Mayoritas hasil pengolahan pada

variasi baseline ini ambiguitas fasenya dapat terselesaikan dengan baik.

72

Gambar 3.42 Timeseries hasil pengolahan baseline MTKA - KGNI dengan TTC (Day of

Year : 068)

3.8.4 Analisis Baseline 10 – 15 km Pada Saat Tidak Terjadi Gempa

Pada variasi panjang baseline ini digunakan baseline pengamatan GPS UPI – TNKP

dengan panjang baseline-nya adalah 10.8 km pada day of year 010 tahun 2010. Titik-

titik pengamatan GPS ini merupakan titik pengamatan GPS kontinyu di Bandung.

Selanjutnya baseline tersebut diolah dengan RTKLIB dan TTC dan divisualisasikan

hasilnya melalui plotting timeseries serta standar deviasinya.

73

3.8.4.1 Analisis Baseline 10 – 15 km Hasil Pengolahan Dengan RTKLIB Pada

Saat Tidak Terjadi Gempa

Baseline UPI - TNKP

Gambar 3.43 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

UPI - TNKP dengan RTKLIB (Day of Year : 010)

Pada gambar plotting standar deviasi (n dan e) di atas tampak bahwa dengan

pengolahan baseline menggunakan RTKLIB pada variasi baseline 10.8 km

menghasilkan kepresisian yang tidak baik. Banyak data hasil pengolahan baseline

yang berada di luar range standar deviasi. Hal ini disebabkan oleh ketidaksuksesan

RTKLIB dalam melakukan pengolahan data hingga pada akhir waktu pengamatan.

Data pengamatan GPS yang terolah dengan baik hanya 4% dari total keseluruhan,

sedangkan 4% lainnya solusinya ditentukan dengan absolute positioning, dan sisanya

tidak dapat diestimasi parameter posisinya. Ada kecenderungan hasil pengolahan

baseline mendekati nilai mean dari dataset akan tetapi tidak dapat ditarik kesimpulan

secara tegas. Hasil yang satu dengan yang lainnya sebarannya tidak saling

mendekati. Standar deviasi sample pada hasil pengolahan baseline ini yaitu ± 1.767

m. Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan data memiliki tingkat kepresisian

sangat buruk.

74

Gambar 3.44 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline UPI

- TNKP dengan RTKLIB (Day of Year : 010), Sample Standard deviation : ± 4.5848 m

ditunjukkan oleh warna magenta

Pada gambar 3.44 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya buruk yaitu ± 4.5848 m. Beberapa hasil pengolahan baseline berada di luar

standar deviasi 3σ. Jika dibandingkan dengan standar deviasi pada komponen

horizontal, pada baseline ini standar deviasi pada komponen horizontalnya lebih baik

daripada standar deviasi pada komponen vertikalnya.

75

Gambar 3.45 Timeseries hasil pengolahan baseline UPI - TNKP dengan RTKLIB (Day of

Year : 010)

Pada plotting timeseries di atas terlihat hasil pengolahan datanya tidak stabil setelah

jam 01:00 UTC. Pada visualisasi timeseries menunjukkan bahwa ambiguitas fase

tidak ada yang terselesaikan dengan baik menggunakan RTKLIB. Ambiguitas hanya

menghasilkan solusi float. Hal ini sangat mempengaruhi dalam pengestimasian

parameter posisinya. Ketidaksuksesan RTKLIB dalam melakukan pengolahan data

dapat disebabkan oleh kualitas data yang tidak baik. Kualitas data tersebut

bergantung kepada kualitas jam receiver dan obstruksi yang ada di lapangan.

76

3.8.4.2 Analisis Baseline 10 – 15 km Hasil Pengolahan Dengan TTC Pada Saat

Tidak Terjadi Gempa

Baseline UPI - TNKP

Gambar 3.46 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

UPI - TNKP dengan TTC (Day of Year : 010)

Pada hasil pengolahan baseline dengan TTC diperoleh standar deviasi ± 14.2 cm

(gambar 3.46). Secara visual pada gambar di atas dapat dilihat bahwa data hasil

pengolahan memiliki tingkat kepresisian yang kurang baik untuk panjang baseline

yang relatif pendek. Mayoritas dari hasil pengolahan data memiliki kecenderungan

nilainya dekat dengan mean. Berdasarkan informasi yang dihasilkan pada

pengolahan baseline dengan TTC pada variasi panjang ini kurang baik digunakan

untuk mendeteksi pergerakan titik pengamatan GPS dalam orde centimeter.

77

Gambar 3.47 Plotting standar deviasi komponen vertikal dari hasil pengolahan baseline UPI

- TNKP dengan TTC (Day of Year : 010), Sample Standard deviation : ± 0.6266 m

ditunjukkan oleh warna magenta

Pada gambar 3.47 dapat dilihat sebaran nilai standar deviasi komponen vertikal hasil

pengolahan baseline di setiap epoknya terhadap mean. Nilai sample standar

deviasinya tidak bagus yaitu ± 0.6266 m atau ± 62.66 cm. Beberapa hasil pengolahan

baseline berada di luar standar deviasi 3σ. Jika dibandingkan dengan standar deviasi

pada komponen horizontal, pada baseline ini standar deviasi pada komponen

horizontalnya lebih baik daripada standar deviasi pada komponen vertikalnya.

Pada timeseries gambar 3.48 tampak beberapa hasil pengolahan data di bagian

pertengahan awal pengamatan tidak stabil. Selain hasil pengolahan data di bagian

tersebut secara keseluruhan hasil pengolahan datanya stabil. Mayoritas hasil

pengolahan pada variasi baseline ini ambiguitas fasenya dapat terselesaikan dengan

baik.

78

Gambar 3.48 Timeseries hasil pengolahan baseline UPI - TNKP dengan TTC (Day of Year :

010)

3.8.5 Analisis Baseline 15 – 50 km Pada Saat Tidak Terjadi Gempa

Pada variasi panjang baseline ini digunakan baseline pengamatan GPS PSKI –

PARY dengan panjang baseline-nya adalah 41.3 km pada day of year 293 tahun

2010. Titik-titik pengamatan GPS ini merupakan titik pengamatan GPS SuGAr.

Selanjutnya baseline tersebut diolah dengan RTKLIB dan TTC dan divisualisasikan

hasilnya melalui plotting timeseries serta standar deviasinya.

79

3.8.5.1 Analisis Baseline 15 – 50 km Hasil Pengolahan Dengan RTKLIB Pada

Saat Tidak Terjadi Gempa

Baseline PSKI - PARY

Gambar 3.49 Plotting standar deviasi komponen horizontal dari hasil pengolahan baseline

PSKI – PARY dengan RTKLIB (Day of Year : 293)

Pada gambar plotting standar deviasi (n dan e) di atas tampak bahwa dengan

pengolahan baseline menggunakan RTKLIB pada variasi baseline 41.3 km

menghasilkan keakurasian dan kepresisian yang cukup baik. Beberapa data hasil

pengolahan baseline ada yang berada di luar range standar deviasi, akan tetapi

mayoritas hasil pengolahan masuk di dalam range standar deviasi. Beberapa data

yang dikategorikan sebagai outlier disebabkan oleh ketidakstabilan solusi

pengolahan data pada awal waktu pengamatan. Hasil pengolahan baseline mendekati

nilai mean dari dataset serta hasil yang satu dengan yang lainnya sebarannya saling

mendekati. Standar deviasi sample pada hasil pengolahan baseline ini yaitu ± 3.0 cm.

Hal ini menunjukkan bahwa hasil pengolahan data memiliki tingkat kepresisian yang

cukup baik. Pengolahan baseline dengan RTKLIB pada variasi panjang ini

memungkinkan digunakan untuk mendeteksi pergerakan titik pengamatan GPS pada

level centimeter.