bab 3 metodologi penelitian 3.1 alat yang digunakan

9
20 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan software optisystem untuk simulasi dan software MATLAB R2016a untuk membuat grafik. 3.2 ALUR PENELITIAN Tidak Ya Gambar 3.1 Flowchart Alur penelitian Mulai Menentukan titik labuh landing station Menentukan Parameter- parameter sesuai standar ITU-T Apakah sudah sesuai Standar nilai BER Parameter performansi Q- Factor, BER, Power Receive Selesai Melakukan simulasi pada optysistem Melakukan analisis hasil simulasi

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

13 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

20

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu menggunakan software

optisystem untuk simulasi dan software MATLAB R2016a untuk membuat grafik.

3.2 ALUR PENELITIAN

Tidak

Ya

Gambar 3.1 Flowchart Alur penelitian

Mulai

Menentukan titik

labuh landing station

Menentukan Parameter-

parameter sesuai standar ITU-T

Apakah

sudah sesuai

Standar nilai

BER

Parameter performansi Q-

Factor, BER, Power Receive

Selesai

Melakukan simulasi pada

optysistem

Melakukan analisis hasil

simulasi

Page 2: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

21

Proses penelitian pada gambar 3.1 dimulai dengan menentukan titik labuh

landing station. pada penelitian ini landing station yang digunakan yaitu dari Jawa

(Rungkut) sampai Bali (Kali asem). Untuk jarak bisa dilakukan dengan

menggunakan Google earth (Maps) dan bisa menggunakan data dari PT.Telkom

bila sudah ada datanya.

Selanjutnya menentukan parameter-parameter yang sesuai dengan standar

ITU-T untuk melakukan simulasi pada optisystem dan menggunakan sebagian

data dari lapangan.

Melakukan simulasi pada software optisystem setelah melakukan titik labuh,

jarak dan parameter-parameter yang digunakan. Pada perancangan ini

menggunakan penguat EDFA sesuai dengan yang dilapangan dan menggunakan

beberapa alokasi frekuensi, wavelength yang berbeda-beda bissa dilihat pada tabel

3.2.

Setelah melakukan simulasi selesai kemudian menentukan nilai standar BER

yang berlaku yaitu 10-9

setelah melakukan simulasi selanjutnya menganalisis hasil

simulasi seperti BER, Q-Factor, dan daya terima serta menarik kesimpulan dari

hasil analisis yang didapat pada simulasi optisystem.

3.3 MODEL SISTEM KOMUNIKASI KABEL LAUT

Gambar 3.2 Sistem model komunikasi kabel laut.

Perencanaan sistem komunikasi kabel laut pada penyusunan tugas akhir

terdapat beberapa sebagian data dari lapangan untuk mendukung melakukan

simulasi memakai software optisystem. Terdapat beberapa blok yaitu blok

pengirim/blok transmitter terminal station (TS), kemudian ke dua blok transmisi

untuk menghubungkan dari landing station A ke landing station B.

Menggunakan sebanyak 10 panjang gelombang dan frekuensi yang berbeda-

beda sesuai dengan parameter-parameter yang berlaku dari Indonesia Global

Page 3: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

22

Gateway serta sesuai dengan standar ITU-T untuk melakukan simulasi pada

software optisystem.

Pada penelitian ini media transmisi menghubungkan Jawa (surabaya) dan

Bali, ketiga blok brancing unit (BU) digunakan untuk menghubungkan lebih dari

tiga titik pendaratan (tiga stasiun terminal) dengan hanya satu kabel bawah laut,

untuk membagi kebutuhan bandwidth ke landing station berbeda, dan mencakup

dua landing station atau lebih, yang ke empat blok penerima atau blok receiver

terminal station (TS).

3.3.1 Parameter Pengirim (Transmitter)

Tabel 3.1 Parameter Pengirim (Transmitter) [1]

NO Parameter Nilai

1 Agregated bitrate 8 Tbps

2 Bitrate per channel 100 Gbps

3 Transmisi power (mux output min/max) -40 dBm/5 dBm

4 Line codes NRZ

5 Channel spacing 40 GHz

6 Number of channel 10

Pada tabel diatas merupakan parameter-parameter pada blok pengirim

(transmitter) yang sesuai dengan spesifikasi dari Indonesia Global Gateway

(IGG). Untuk spesifikasi-spesifikasi panjang gelombang yang digunakan untuk

sistem kabel laut yang menghubungkan Surabaya (Rungkut) dan Bali (Kali Asem)

bisa dilihat pada tabel 3.2 terdapat 10 wavelength (wl) yang berbeda-beda nilainya

dan juga terdapat 10 frekuensi yang berbeda-beda untuk setiap wavelength-nya.

3.2 Alokasi frekuensi [12].

NO Frequency (THz)

RKT-KLM

(10 wl)

1 195.74 1531.59 nm

2 195.70 1531.90 nm

3 195.66 1532.21 nm

4 195.62 1532.52 nm

5 195.58 1532.84 nm

6 195.54 1533.15 nm

Page 4: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

23

7 195.50 1533.47 nm

8 195.46 1533.78 nm

9 195.42 1534.09 nm

10 195.38 1534.41 nm

3.3.2 Parameter Transmisi

Tabel 3.3 Parameter media Transmisi [1].

Attribute Detail Value

Attenuation Coefficient wavelength 1550 nm

1550 nm 0,16 db/km

1625 nm To be determined

Typical Chromatic Dispersion Parameters D1.550 16 ps/nm.km

S1.550 0.06 ps/nm.km

Pada umumnya parameter-parameter media transmisi pada sistem

komunikasi kabel laut sama halnya seperti parameter-parameter yang terdapat

pada jaringan fiber optik darat atau terestrial.

Sturktur kabel fiber optik didarat maupun dilaut hampir sama, yang

membedakan kabel terestrial dan kabel laut yaitu dari strukturnya. Kabel laut

mempunya struktur kabel laut lebih tebal gunanya untuk untuk melindungi kabel

dari tekanan hidrostatik dasar laut, perlindungan terhadap kehidupan laut, gigitan

ikan, abrasi, dan untuk menghindari agresi dan kegiatan kapal, untuk lebih

jelasnya bisa dilihat pada gambar 2.7, gambar 2.8, gambar 2.9, gambar 2.10,

gambar 2.11, gambar 2.12.

Attenuation coefficient ditentukan dengan nilai maksimum pada satu atau

lebih panjang gelombang (wavelength) di wilayah 1310 nm dan 1550 nm.

Koefisien atenuasi dapat dihitung melintasi spektrum pajang gelombang,

berdasarkan pada pengukuran (3 sampai 4) panjang gelombang predikto, dan

merupakan rekomendasi dari ITU-T G.650.1.

Dispersi kromatik merupakan penyebaran pulsa cahaya dalam serat optik

yang disebabkan oleh kecepatan yang berbeda atau panjang gelombang yang

berbeda. Dispersi kromatik disebakan karena dua hal yaitu dispersi material dan

dispersi pandu gelombang (waveguide dispersion).

Page 5: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

24

Dispersi material yaitu terjadi karena indeks bias silica (karena kecepatan

group) berubah dengan frekuensi optik (panjang gelombang). dispersi pandu

gelombang (waveguide dispersion) terjadi karena karakteristik perambatan mode

sebagai fungsi perbandingan dari jari-jari inti dan perbedaan indeks atau

wavelength [5].

Untuk mengatasi dispersi kromatik yaitu dengan membiarkan satu mode

tunggal merambat pada serat optik dengan cara memperkecil garis tengah inti

hingga mencapai nilai tertentu.

3.3.3 Parameter Receiver (Penerima)

Tabel 3.4 Parameter Receiver (Penerima) [1].

NO Parameter Nilai

1 Penguatan detektor 3

2 Responsivitas detektor 1 A/W

3 Receiver electrical bandwidth 20 GHz

4 suhu 298 K

5 Hambatan Dalam 50 Ohm

Pada tabel diatas merupakan parameter sisi penerima dengan setiap

parameter mempunyai nilai masing-masing parameter tersebut digunakan untuk

menghitung nilai Signal to Noise Ratio. Responsivitas detektor (R), penguat

detektor (M), Receiver electrical bandwidth (Be), Suhu (T), Hambatan (RL)

dengan satuan yang berbeda-beda.

3.4 MODEL SKKL LINK JAWA-BALI

Gambar 3.3 Sistem Komunikasi Kabel Laut Link Rungkut - Kali Asem [13].

Pada penelitian ini mengambil link sistem komunikasi kabel laut untuk

landing station daerah surabaya (Rungkut) – Bali (Kali Asem) menggunakan

Page 6: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

25

sistem multiplexing dan demultiplexing menggunakan penguat EDFA (erbium

Doped Fiber Amplifier) dengan parameter-parameter yang berlaku. Parameter-

parameter output yang diteliti sepert BER (Bit Error Rate), Q-Factor serta power

receive atau daya terima.

BU 3 BU 4

Gambar 3.4 Link Surabaya – Bali.

Pada gambar diatas link Surabaya – Bali terdapat dua Brancing Unit (BU 3

dan BU 4). sebagai penghubung dengan dua kabel satu sebagai uplink dan satu

sebagai downlink. Panjang kabel antar Brancing unit bisa dilihat pada tabel 3.5.

Tabel 3.5 Panjang Kabel BU 3-BU4 [13].

NO

Connection Point DA

cable

SA

Cable

LWP

Cable LW

Total

Cable

Length

1 RKT (BU3) – BU4 (KLM) 0,00 442,04 0,00 0,00 442,04

Koneksi antara Brancing Unit 3 dan Brancing Unit 4 panjang cable Double

Armoured (DA) 0,00 km, single Armoured Cable (SA) sepanjang 442,04,

Lightweight Protected cable (LWP Cable) 0,00 km, dan Lightweight 0,00 km

dengan total keseluruhan 442,04.

3.5 MODEL RANCANGAN PENELITIAN

Model rancangan penelitian Link Jawa-Bali terdiri dari beberapa blok yaitu

blok transmitter (Pengirim), blok transmisi, dan blok receiver (Penerima)

dijelaskan seperti berikut ini :

3.5.1 Blok Transmitter

Blok transmitter terdiri dari konfigurasi daya, frekuensi, pengkodean kanal

serta bit rate yang digunakan. Rancangan blok pengirim kanal yang digunakan

Rungkut

TLS

Kali Asem

TLS

Page 7: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

26

sebanyak 10, dan menggunakan spasi kanal 40 GHz bisa dilihat pada tabel 3.2,

dengan variasi daya yang digunakan 0, 2, 4, 6, dan 8 dBm.

Gambar 3.5 Blok Transmitter.

Gambar 3.5 blok transmitter dengan perangkat-perangkatnya yaitu CW

Laser merupakan sumber optik untuk menstransmisikan sinyal ke dalam fiber

optik/serat potik, PRBS (Pseudo Random Bit Sequence) perangkat ini berfungsi

sebagai pembagkit sinyal informasi yang berupa sinyal digital, NRZ Pulse

Generator, NRZ (Non Return to Zero) berfungsi sebagai encoding, dan Mach-

Zehnder Modulator berfungsi untuk modulasi sinyal optik sebelum ditransmisikan

ke dalam serat optik. Untuk parameter transmitter bisa dilihat pada tabel 3.1.

3.5.2 Blok Transmisi

Gambar 3.6 Blok Transmisi

Pada gambar 3.6 Blok transmisi terdiri dari fiber optik SMF (Single Mode

Fiber) yang berfungsi sebagai media transmisi, penguat/amplifier yang digunakan

EDFA (Erbium Doped Fiber Amplifier). DCF (Dispersion Compensating Fiber)

berfungsi untuk mengatasi dispersi yang ditimbulkan oleh SMF (Single Mode

Page 8: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

27

Fiber) yang bernilai minus (-), sehingga pada saat melewati DCF nilainya akan

menjadi 0 (Nol), dan Loop Control befungsi untuk melakukan perulangan pada

sistem transmisi, Parameter-parameter yang digunakan seperti wavelength,

dispersion dan dispersion slope bisa dilihat pada tabel 3.3.

3.5.3 Blok Brancing Unit

Gambar 3.7 Blok Brancing Unit

Pada gambar 3.7 blok diagram Brancing Unit perangkat yang digunakan

WDM drop sebanyak 10, Digital switch sebanyak 10, dan WDM add sebanyak

10, sesuai dengan kanal yang digunakan yaitu 10 kanal. Blok Brancing Unit

menggunakan konfigurasi OADM (Optical Add/drop Mltiplexing) yang fungsinya

untuk melepas atau menambahkan wavelength yang akan dilewatkan melalui serat

optik.

Page 9: BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 ALAT YANG DIGUNAKAN

28

3.5.4 Blok Receiver

Gambar 3.8 Blok Receiver.

Pada gambar 3.8 blok receiver terdiri dari perangkat WDM demultiplexer,

Butterworth Optical Filter berfungsi utuk meloloskan sinyal pada frekuensi

tertentu dan memblok sinyal pada frekuensi lain. Optical Receiver merupakan

penerima atau sebagai tujuan suatu jaringan, pada sisi RX detektor yang

digunakan APD (Avalance Photo Diode) karena mempunyai daya sensitivitas

yang sangat tinggi dan responsitivitas cahaya laser yang tinggi. BER (Bit Error

Rate) Analizer digunakan untuk mengnalisis nilai dari BER, Q-Factor, Eye

Diagram, Optical Power Meter digunakan untuk mengukur daya loss, dan

Electrical Carrier Analizer berfungsi untuk mengukur nilai dari SNR (Signal to

Noise Ratio).