bab 2 tinjauan pustaka 2.1 sejarah sabunrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30838/4/chapter...

46
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Sabun Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa. Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya, adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual Universitas Sumatera Utara

Upload: phunghanh

Post on 21-May-2018

228 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Sabun

Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala

di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari

lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang

dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa.

Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun

sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai

masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras.

Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali.

Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih,

seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II. Tahun 700-an di Italia membuat sabun

mulai dianggap sebagai seni.

Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di

Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan

Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya

minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc,

kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun

pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang.

Di Amerika Utara industri sabun lahir pada tahun 1800-an. Pengusahanya

mengumpulkan sisa-sisa lemak yang lalu dimasak dalam panci besi besar. Selanjutnya,

adonan dituang dalam cetakan kayu. Setelah mengeras, sabun dipotong-potong, dan dijual

Universitas Sumatera Utara

dari rumah ke rumah. Begitupun, baru abad XIX sabun menjadi barang biasa, bukan lagi

barang mewah.(http://docs.google.com/viewerocw.usu.ac.id/course/download/-teknologi-

oleokimia/tkk-322_handout_sabun.pdf)

Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah

tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil

satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi kuno. Nama

Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di

mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang

tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada

masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang

berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci pakaian di sungai Tiber

mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah

asal usul sabun dimulai. (http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisi-

saponifikasi-dan-sejarah-singkat-pembuatan-sabun/)

2.2 Saponifikasi

Saponifikasi adalah reaksi yang terjadi ketika minyak atau lemak dicampur dengan

larutan alkali. Dengan kata lain saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang

berlangsung dengan mereaksikan asam lemak dengan alkali yang menghasilkan sintesa

dan air serta garam karbonil (sejenis sabun). Sabun merupakan salah satu bahan yang

digunakan untuk mencuci baik pakaian maupun alat-alat lain. Alkali yang biasanya

digunakan adalah NaOH dan Na2CO3 maupun KOH dan K2CO3. Ada dua produk yang

dihasilkan dalam proses ini, yaitu sabun dan gliserin. Secara teknik, sabun adalah hasil

reaksi kimia antara fatty acid dan alkali. Fatty acid adalah lemak yang diperoleh dari

lemak hewan dan nabati. Ada beberapa jenis minyak yang dipakai dalam pembuatan

sabun, anatara lain : minyak zaitun (olive oil), minyak kelapa (coconut oil), minyak sawit

(palm oil), minyak kedelai (soybean oil) dan lain-lain. Masing-masing mempunyai

karakter dan fungsi yang berlainan. (Wikipedia, 2007)

Universitas Sumatera Utara

2.3 Sabun

Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun

mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat

dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang

mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol

digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat

melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan

air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam

air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif)

seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu

dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan.

Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion.

Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar.

Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai

hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam

air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni

segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-

ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.1 Sifat – sifat Sabun

1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis

parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + OH-

2. Jika larutan sabun dalam air diaduk, maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak

akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-

garam Mg atau Ca dalam air mengendap.

CH3(CH2)16COONa + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2

Universitas Sumatera Utara

3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun

(garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar

maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun

mempunyai rantai hidrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat

hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa+ sebagai

kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16

(larut dalam minyak, hidrofobik dan juga memisahkan kotoran non polar). Polar :

COONa+ (larut dalam air, hidrofilik dan juga memisahkan kotoran polar).

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.2 Kegunaan Sabun

Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang

dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun :

1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut

dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak.

2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion

molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena

tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling

bergabung tetapi tersuspensi. (Ralph J. Fessenden, 1992)

2.3.3 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilang Kotoran

Kebanyakan kotoran pada pakaian atau kulit melekat sebagai lapisan tipis minyak. Jika

lapisan minyak ini disingkirkan, berarti partikel kotoran dapat dicuci. Molekul sabun

terdiri atas rantai seperti hidrokarbon yang panjang, terdiri atas atom karbon dengan

gugus yang sangat polar atau ionik pada satu ujungnya. Bila sabun dikocok dengan air

akan membentuk dispersi koloid, bukannya larutan sejati, larutan sabun ini mengandung

agregat molekul sabun yang disebut misel (micelle). Rantai karbon nonpolar, atau

lipofilik, mengarah kebagian pusat misel. Ujung molekul yang polar, atau hidrofilik

membentuk permukaan misel yang berhadapan dengan air. Pada sabun biasa, bagian luar

Universitas Sumatera Utara

dari setiap misel bermuatan negatif, dan ion natrium yang positif berkumpul di dekat

keliling setiap misel.

Dalam kerjanya untuk menyingkirkan kotoran, molekul sabun mengelilingi dan

mengemulsi butiran minyak atau lemak. Ekor lipofilik dari molekul sabun melarutkan

minyak. Ujung hidrofilik dari butiran minyak menjulur ke arah air. Dengan cara ini,

butiran minyak terstabilkan dalam larutan air sebab muatan permukaan yang negatif dari

butiran minyak mencegah penggabungan (koalesensi). (Hard Harold, 1984). Secara

singkat cara kerja sabun sebagai penghilang kotoran dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan

permukaan sehingga kain menjadi bersih dan meresap lebih cepat kepermukaan kain.

2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat

molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan

molekul sabun membentuk suatu emulsi.

3. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan

menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih.

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.4 Jenis-jenis Sabun

Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat

dengan beberapa cara. Sabun batangan yang ada di pasaran terdidri dari sabun mandi

kecantikan, sabun kesehatan atau sabun anti bakteri, sabun cair, dan sabun untuk air

sadah. Beberapa persamaan terjadi karena sabun kesehatan batangan kesehatan

mempunyai bahan dasar lemak yang sama. Sabun mandi biasanya dibuat dari campuran

lemak (stearine) dan minyak kelapa (coconut natural oil atau CNO) dengan perbandingan

80/20 atau 90/10, dan sabun yang mempunyai lemak yang berlebih mempunyai

perbandingan 50/50 atau 60/40 dan ada yang 7 sampai 10% ditambahkan asam lemak

bebas juga. Sabun kesehatan mengandung bahan seperti Triclosan dan Tri Chloro Carban

(TCC) yang merupakan dua senyawa yang banyak digunakan sebagai antimicrobial.

Universitas Sumatera Utara

Penggunaanya secara khas yaitu 0,3-1,0% untuk triclosan, dan 1,0-1,5% triclorocarban.

Keduanya termasuk kedalam amulgator dan dan dapat terdispersi atau terlarut dalam

pelarut yang sesuai, seperti parfum.

Pada umumnya sabun yang akan diperdagangkan mengandung 10 sampai 30%

air, dan jika sabun kekurangan air maka akan sulit larut. Hampir semua sabun memiliki

parfum. Hal ini untuk menghilangkan aroma sabun yang asli. Sabun mandi dibuat dengan

bahan pilihan yang mengandung 10-15% pelembab.

Jenis sabun batangan lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi

kecantikan adalah suatu produk sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh

dengan formulasi yang sesuai untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang

sangat diperlukan kulit dan membantu memelihara kulit dengan mempertahankan

kelembaban kulit serta membantu pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel

kulit. Pada sabun kecantikan busa harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis

Spitz, 1996).

2.3.5 Metode - metode Pembuatan Sabun

Pada proses pembuatan sabun ini digunakan metode-metode untuk menghasilkan sabun

yang berkualitas dan bagus. Untuk menghasilkan sabun itu digunakanlah metode-metode,

yang mana metode-metode ini memiliki kelebihan dan kekurangannya masing masing.

2.3.5.1 Metode Batch

Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH)

berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan

untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan

alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun

gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air

dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air

secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan

yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih

Universitas Sumatera Utara

lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan,

seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan

diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat,

sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di

dalamnya). (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.5.2 Metode Kontiniu

Metoda kontiniu biasa dilakukan pada zaman sekarang, lemak atau minyak hidrolisis

dengan air pada suhu dan tekanan tinggi. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontiniu

dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan

dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam ini kemudian

dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. (http://www.scribd.com/doc/ 23977749/

pembuatan-sabun)

Proses ini dilakukan dengan jalan mereaksikan trigliserida (lemak/minyak) dengan

kaustik soda secara langsung untuk menghasilkan sabun. Proses saponifikasi ini hampir

sama dengan proses menggunakan ketel, hanya saja proses ini dilakukan secara kontiniu

sementara proses dengan ketel memakai sistem batch.

Langkah pertama dari proses saponifikasi adalah pembentukan sabun dimana

trigliserida (lemak/minyak), kaustik soda, larutan elektrolit berupa garam natrium dan

alkali dari natrium hiroksida (NaOH) di dalam autoklaf, dipanaskan dan diaduk pada suhu

1200C dan tekanan 2 Atm. Lebih dari 99.5% lemak berhasil disaponifikasi pada proses

ini. Hasil reaksi kemudian dimasukkan dalam sebuah pendingin berpengaduk dengan

suhu 85-900C. Disini hasil saponifikasi disempurnakan sehingga terbentuk 2 fase

produknya yaitu sabun dan lye.

Sebanyak 1,2-1,4% NaCl ditambahkan kedalam sabun untuk mengontrol

viskositas larutan. Larutan garam NaCl adalah elektrolit yang biasa digunakan untuk

mempertahankan agar viskositas sabun tetap rendah. Kemudian komponen ini diumpan

ke turbidisper.

Universitas Sumatera Utara

Turbidisper, mikser, pompa untuk sirkulasi dan tangki netralisai merupakan

bagian terpenting pada proses ini. Asam lemak dan kaustik soda dicampur dalam

turbidisper yang dilengkapi dengan pengaduk. Dari turbidisper, campuran sabun, asam

lemak, dan kaustik soda dialirkan dalam mixer yang dilengkapi dengan jeket pendingin

melalui bagian bawah mixer. Hasil pencampuran berupa asam lemak dan kaustik soda

yang tidak bereaksi akan dikeluarkan lagi dari saluran dibagian samping mixer untuk

diumpan kembali ke turbidisper dengan bantuan pompa sirkulasi. Sabun yang masuk ke

mixer diteruskan ke holding mixer kemudian sabun yang telah terbentuk dikeringkan.

Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada

sabun butiran atau lempengan.

Dalam pembuatan sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat

pewarna, parfum dan zat aditif lainnya dalam mixer. Campuran sabun ini kemudian

diteruskan untuk dimixing untuk mengolah campuran tersebut menjadi suatu produk yang

homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat

pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan

terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan

ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan

sabun tersebut merupakan tahap terakhir penyelesaian pembuatan sabun. (Luiz Spitz,

1996)

2.3.5.3 Metode Neat Soap

Dalam metode ini turunan trigliserida murni dipanaskan pada mixer dengan jacket panas.

Separuh dari jumlah total alkali yang digunakan diumpankan secara perlahan-lahan

dengan laju alir volume sekitar 200 ml/15-20 menit. Sisanya kemudian ditambahkan

bersamaan dengan EDTA (ethylene diamine tetra acetat) dan natrium klorida. Natrium

klorida ditambahkan untuk mengurangi viskositas dari neat soap. EDTA digunakan

sebagai zat anti oksidan dan juga sebagai pencegah kontaminasi logam dalam neat soap.

Dalam reaksi netralisasi asam lemak untuk menghasilkan sabun, ada beberapa faktor yang

mempengaruhinya yaitu :

Universitas Sumatera Utara

1. Suhu Operasi. Suhu yang tinggi akan mempercepat terjadinya reaksi tetapi

dengan pengadukan yang lambat. Selain itu, juga dapat meningkatkan selektivitas.

Biasanya, suhu operasi antara 80-950C.

2. Tekanan Operasi. Peningkatan tekanan akan meningkatkan kinetika reaksi

tetapi menurunkan selektivitas.

3. Pengadukan. Meningkatkan kecepatan pengadukan akan dapat meningkatkan

kecepatan reaksi dan penurunan selektivitas yang besar.

4. Katalis. Penambahan katalis dapat meningkatkan kinetika reaksi dan sedikit

memperkecil selektivitas.

Neat soap yang dihasilkan mengandung 60% total fatty matter (TFM), diperoleh melalui

beberapa tahapan proses sebagai berikut :

1. Pengeringan. Neat soap dikeringkan untuk mengurangi kandungan airnya

sebesar 10-15 %. Jika kandungan air terlalu tinggi maka proses terlalu padat sehingga

proses berjalan lambat.

2. Pemurnian . Sabun Neat soap yang sudah dikeringkan akan dimurnikan dengan

menggunakan roll mill, plodder atau kombinasi keduanya. Dalam tahapan ini, neat soap

dimanipulasi kedalam bentuk yang diinginkan, dihomogenkan agar terbentuk struktur

sabun yang kristal. Kemudian sabun dipadatkan dengan plodder.

3. Pemotongan dan pembungkusan. Proses selanjutnya adalah pemotongan sabun

kedalam bentuk noodle-noodle soap untuk selanjutnya dibungkus atau diolah ke tahapan

berikutnya.

4. Pengolahan Noodle Soap. Perusahaan sabun biasanya membeli bahan baku

sabun dalam bentuk noodle soap dan kemudian diolah oleh perusahaan tersebut ke

tahapan pengolahan berikutnya, seperti pemberian warna, pengharum, dan komponen lain

yang dapat menjadikan sabun sebagai merk dagang. Yang pertama dilakukan dalam

memproduksi noodle soap untuk memenuhi kebutuhan perusahaan sabun adalah sabun

dipadatkan dan dibuat berbentuk silinder padat dan kemudian dibungkus. Spesifikasi

Universitas Sumatera Utara

noodle soap yang diproduksi biasanya berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan perusahaan

sabun yang akan menggunakannya sebagai bahan baku, bentuknya pun dibuat sedemikian

rupa agar kelihatan bagus seperti toilet soap, laundry soap, translucent soap dan lain-lain.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29146/4/Chapter%20II.pdf)

Gambar 1. Contoh Soap Noodle

2.3.6 Tahap-tahap Pembuatan Sabun dalam Industri

2.3.6.1 Saponifikasi (Penyabunan Minyak atau Lemak)

Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor

pada suhu ± 1250C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan NaOH

dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak setimbang

sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama 10 menit

dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor.

Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan)

diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan

larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit sehingga

hasil reaksi antara minyak dan NaOH mudah dipisahkan pada proses selanjutnya.

Universitas Sumatera Utara

Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan

%b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil, palm

stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan

formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi. Setelah reaksi

sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan antara sabun

dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi ini yang dijadikan sebagai

bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut dengan spent lye dengan

kemurnian gliserin 20-30%.

Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian

dilanjutkan atau dimasukkan ke washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk

memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang terkandung di

dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh lye

(larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn ini

terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem and

Soap Industri, 2010)

Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak

mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada

kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua

reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

RCOOCH2

CH2OH

reaksi eksotermik

RCOOCH + 3 NaOH

3 RCOONa + CHOH

RCOOCH2

CH2OH

Minyak/

Natrium

Sabun

Gliserol

Lemak

Hidroksida

(Garam Natrium)

Universitas Sumatera Utara

Reaksi saponifikasi dari Tallow, yang diwakili oleh asam stearat, dan palm

stearine yang diwakili oleh asam palmitat, seperti halnya hasil teori dari sabun dan

gliserol dapat dengan baik dijelaskan dengan persamaan kimia di bawah ini :

CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH

CHOOC -(CH2)16-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)16COONa

CH2OOC-(CH2)16-CH3 CH2OH

Tristearine Natrium Gliserol Natrium Hidroksida 10.33% Stearat

CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH

CHOOC -(CH2)14-CH3 + 3 NaOH CH2OH + 3CH3-(CH2)14COONa

CH2OOC-(CH2)14-CH3 CH2OH

Tripalmitin Natrium Gliserol Natrium Hidroksida 11.41% Palmitate

Asam palmitat hasil gliserol nya lebih tinggi ( 11.41% ) dibandingkan dengan

asam stearat ( 10.33%). Oleh karena itu, palm sterine akan menghasilkan jumlah gliserol

lebih tinggi daripada tallow, karena kandungan asam stearat yang lebih tinggi dalam

molekulnya.

Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan sabun

seperti laju penyabunan, jumlah alkali yang dibutuhkan untuk saponifikasi dan kekuatan

Universitas Sumatera Utara

elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun setengah jadi dan

gliserin yang bervariasi. (Iftikhar Ahmad, 1980)

2.3.6.2 Netralisasi Neat Soap (Sabun Hasil Saponifikasi)

Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn selanjutnya dimasukkan ke

Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat

soapnya. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing coloumn sedangkan

sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur adalah

Palm Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO ditambahkan

dengan tujuan untuk memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat soap sebesar

0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke Crutcher. Didalam crutcher ini neat soap

masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian diaduk agar homogen

kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

2.3.6.3 Pengeringan Sabun

Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying)

dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat Exchanger (HE) dengan

speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan tekanan 1,5 bar. Disetting

secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka saatnya

diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar jangan

sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding

ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang

mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian disimpan dalam

suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem &

Soap Industri, 2010)

Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang

umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi

dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis

jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat

Universitas Sumatera Utara

digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vakum spray dryer sistem

tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun

dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Dryer dengan mulai

memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada

dryer sistem tunggal.

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.6.4 Penyempurnaan Sabun

Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat

pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya kedalam mixer (analgamator). Campuran sabun

ini klemudian diteruskan untuk dimixing untuk mengubah campuran tersebur menjadi

suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap

pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi

potongan potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun

batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan,

pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir.

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.3.7 Flow Chart Pembuatan Sabun (Soap Noodle) dalam Industri

Universitas Sumatera Utara

2.3.8 Flow Chart Pembuatan Sabun Secara Umum

Dibawah ini adalah proses saponifikasi yang biasanya digunakan untuk pembuatan sabun:

( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Minyak atau lemak tumbuhan /hewan Fuller's Earth Pemurnian ( Perlakuan awal ) Caustic Soda

Proses

Penyabunan Natrium Chlorida Pemisahan Sabun Dadih Glycerine Mentah Fitting Pemurnian Neat Soap Glycerine Murni

Pengeringan, Pemotongan

Aditif /Pengisi Powdered Laundry Soap Sabun Cuci Sabun Mandi

Universitas Sumatera Utara

2.4 Bahan Pembuatan Sabun

2.4.1 Bahan Baku

2.4.1.1 Minyak atau Lemak

Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari

gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah

minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud

keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (±

28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.

Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida.

Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam

lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang

rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai

karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air.

Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu

banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga

sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik

lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap,

sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada

temperatur tinggi. (http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.1.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak

Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi

karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak

mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis

minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya :

Universitas Sumatera Utara

1. Tallow ( Lemak Sapi )

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging

sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur

solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan

iodine. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi

dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan

stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari

tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow

dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari

tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam

miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%.

2. Lard ( Lemak Babi )

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh

seperti asam oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35 ~ 40%). Jika

digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu

untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih

dan mudah berbusa.

3. Palm Oil ( Minyak Sawit )

Minyak umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak sawit dapat diperoleh

dari pemasakan buah sawit. Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya

kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku

pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100%

minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan

sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan

lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%,

asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan

asam miristat 0,5-1%.

Universitas Sumatera Utara

4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa )

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri

pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi

daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak

jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan

terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki

kandungan asam lemak miristat 13-19%, asam palmitat 8-11%, asam kaprat 6-10%, asam

kaprilat 5-9%, asam oleat 5-8%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit )

Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan

asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai

pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh

lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 40-52%,

asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam

kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%.

6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin )

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari

minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam

minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat

asam linoleat 6,6-8,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,1-

0,4%.

7. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan

asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi

parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

Universitas Sumatera Utara

8. Castor Oil ( Minyak Jarak )

Biji tanaman jarak terdiri dari 75% daging biji, dan 25% kulit. Daging biji jarak ini bisa

memberikan rendemen 54% minyak. Minyak yang dihasilkan dari biji tanaman jarak

dikenal sebagai minyak jarak. Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan

sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai

massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan

176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai

senyawa ester. Gliserida tersebut tersusun dari asam lemak dan gliserol. Asam lemak

yang terdapat pada gliserida maupun asam lemak bebas bisa dibuat menjadi sabun bila

direaksikan dengan kaustik dan reaksi tersebut dikenal dengan saponifikasi. Komposisi

asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%,

asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (G. Brown,

1973)

9. Olive Oil ( Minyak Zaitun )

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi

memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang

keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak

tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga

mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak

jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen

dari total asam lemak dalam minyak zaitun.

(http://albahar.wordpress.com/2007/06/13/keistimewaan-minyak-zaitun)

10. Campuran Minyak dan Lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak

dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki

sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan

miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan

Universitas Sumatera Utara

stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/ .

Tabel 2.1. Sumber Asam Lemak dan Sifat Garam Natrium

SIFAT GARAM NATRIUM

Jenis Rumus Sumber Utama Kekerasan Kelarutan Kinerja Daya Daya Membersihkan

Asam Lemak Molekul Sabun dalam air dalam air keras Busa Air

Dingin Air

Hangat Air

Panas

ASAM LEMAK JENUH :

Lauric C11H23COOH Minyak kelapa, PKO √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√ √√√

Miristat C13H23COOH Minyak kelapa, PKO √√√ √√√ √√ √√ √√ √ √

Palmitat C15H31COOH Palm Stearin, Palm Oil, √√√ √√ √√ √ √ √ √√

Tallow, Rice Bran Oil,

Cottonseed Oil

Stearat C17H35COOH Tallow √√√ √√ √ x x √ √√√

ASAM LEMAK TAK JENUH :

Oleat C17H33COOH Semua minyak sayur, √ √√ √√ - - - -

Palm Stearin, Palm Oil,

Tallow dan teaseed oil

Linoleat C17H31COOH Cottonseed, Jagung, x √√√ - - - - -

kacang, ricebran, rubber-

seed, safflower, kedelai

minyak bunga matahari

Linolenat C17H30COOH Kedelai, ricebran, x √√ - - - - -

cottonseed, minyak-

bunga matahari

Ricinoleat C17H32(OH)COOH Castor Oil √√ √√ - √ √ √ √

Keterangan : √√√ : Sangat Baik

√√ : Baik

√ : Cukup

(Iftikhar Ahmad, 1981)

Tabel 2.2 menunjukkan titik leleh dari daftar asam lemak yang pada umumnya ditemukan

dalam bentuk asam karboksilat dan gliserol dalam lemak dan minyak. Komponen asam

lemak yang umumnya ditemukan pada hewan dan tumbuh-tumbuhan merupakan

trigliserida yang mengandung atom karbon dengan jumlah yang sama dalam rantai

Universitas Sumatera Utara

hidrokarbon yang tidak mempunyai cabang. Rantai hidrokarbon yang panjang dari asam

lemak mungkin dalam bentuk jenuh atau mengandung satu atau lebih karbon-karbon

ikatan rangkap. (Ralph J. Fessenden, 1982)

Tabel 2.2. Titik Leleh dari Beberapa Asam Lemak

Jenis Asam Lemak Jumlah Atom C

Formula Titik Leleh

(oC)

Asam Lemak Jenuh :

Laurat 12 CH3(CH2)10COOH 44

Myristat 14 CH3(CH2)12COOH 58

Palmitat 16 CH3(CH2)14COOH 63

Stearat 18 CH3(CH2)16COOH 70

Arachidat 20 CH3(CH2)18COOH 75 Asam Lemak Tidak Jenuh :

Palmitoleat 16 CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH 32

Oleat 18 CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH 7

Linoleat 18 CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7COOH -5

Linolenat 18 CH3(CH2)CH=CH-CH2CH=CHCH2-CH=CH(CH2)7-COOH -11

Arachidonat 20 CH3(CH2)4(CH=CHCH2)4CH2CH2COOH -50

2.4.1.3 Alkali

Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH,

Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2-Aminoethanol, monoethanolamine,

dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang

biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling

banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam

pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu

soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam

lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut

dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat

mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air. Sabun

Universitas Sumatera Utara

yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa

tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan

sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh

industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.2 Bahan Pendukung

Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil

saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk

yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.

(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.2.1 Garam ( NaCl )

NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada

produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun

dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam

(brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan

gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang

tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan

magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

2.4.2.2 Bahan Aditif

Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan

untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan

aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum.

(http://majarimagazine.com/2009/07/bahan-pembuatan-sabun/)

Universitas Sumatera Utara

2.4.2.2.1 Builders (Bahan Pembentuk/Penguat)

Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral

yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak

dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga

membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat

berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran

yang telah lepas. Umumnya yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa

senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

(http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.4.2.2.2 Filler ( Bahan Pengisi )

Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filler) untuk menekan biaya supaya lebih

murah. Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik

berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk memperoleh sabun yang

memperoleh sabun yang , berwarna putih, gravity spesifik 4,17, tidak larut dalam air

panas dan dingin. TiO2 ada dalam tiga kristal : anatase, brookit, dan rutile. Biasanya

diperoleh secara sintetik.

Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara

luas sebagai monokristal yang transparan. Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit,

plastic dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil terhadap

perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian ole hidrogen

dan karbon monoksida. Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang

dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium oksida antara lain dalam vitreus

enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih

yang dominan di usaha karena mempunyai sifat : indeks refraksi tinggi dan non toksik.

(Supena, 2007)

Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan

baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.

Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek

Universitas Sumatera Utara

ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan

lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan

sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam

air. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.4.2.2.3 Bahan Antioksidan

EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk

kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi

oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih

pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus,

selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode

titriametil. (Supena, 2007)

Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau

tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui

dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang

sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid

Kurnia, 2009)

2.4.2.2.4 Bahan Pewarna (Coloring Agent)

Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar

memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli

sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna

merah, putih, hijau maupun orange. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-

sabun)

2.4.2.2.5 Bahan Pewangi (fragrances)

Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar

dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas

sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal

Universitas Sumatera Utara

dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan

dengan berat jenis 0,9 g/ml. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat

dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1 ml. Pada dasarnya, jenis

parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum

ekslusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat

seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan

jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada

produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan

harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang

digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring

flower. (http://www.scribd.com/doc/23977749/pembuatan-sabun)

2.5 Kriteria Pemilihan Lemak dan Minyak dalam Pembuatan Sabun

Sabun adalah garam natrium asam lemak. Asam lemak (fatty acid) yang digunakan untuk

membuat sabun diperoleh dari minyak dan lemak yang berasal dari sayuran atau hewan.

Biaya produksi dan sifat karakteristik dari sabun sebagian besar tergantung pada jenis dan

sifat dari berbagai minyak dan lemak yang digunakan. Karena konstituennya lebih dari

90% dari bahan baku ini.

Pertimbangan ketika memilih suatu campuran lemak untuk pembuatan sabun,

bahwa harus mengandung perbandingan asam lemak jenuh dan tak jenuh yang tepat,

panjang dan pendeknya rantai asam lemak untuk memberikan kualitas yang diharapkan

seperti stabilitas, daya larut, mudah berbusa, kekerasan, dan kemampuan atau daya

membersihkan setelah menjadi produk jadi. Lemak yang biasa digunakan dalam

pembuatan sabun adalah coconut oil, palm kernel oil (minyak inti sawit), tallow, palm

stearine atau palm oil. Grade kedua yaitu sabun cuci, dimana lemak atau minyak yang

biasa digunakan yaitu acid oil, rosin, dan soft oil juga dapat digunakan. Persentase

tertinggi dari lemak mengandung asam laurat (lauric acid) dan asam miristat (myristic

acid) membuat sabun mempunyai sifat mudah larut dalam air dingin dan mempunyai sifat

pembusaan yang baik. Sabun yang terbuat dari lemak lunak (soft fats) dan yang

mengandung persentase tertinggi asam lemak tak jenuh membuat sabun menjadi sangat

Universitas Sumatera Utara

larut dalam air. Sedangkan lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung

persentase tertinggi asam lemak jenuh rantai panjang memberikan kekerasan sabun.

Dengan mencampurkan lemak-lemak berbeda memungkinkan untuk memperoleh

sabun jadi dengan sifat-sifat optimum untuk kegunaan yang diharapkan. Faktor-faktor

teknis-ekonomis di bawah perlu diperhatikan oleh pembuat sabun ketika memilih

komposisinya.

a. Ketersediaan mengenai lemak atau minyak dan biayanya.

b. Stabilitas dan perlakuan awal yang dibutuhkan.

c. Karakteristik teknis analisis, contohnya bilangan penyabunan, faktor INS (Iodine

Number and Saponification) empiris, titer point (titik beku) dan perbandingan

kelarutan.

d. Kualitas dari sabun yang diinginkan dalam hal warna sabun, kemampuan

membusa, kekerasan dan daya pembersihan. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.5.1 Ketersediaan Bahan Baku

Produksi sabun tahunan dunia adalah lebih dari 6 juta ton. Jika dirata-ratakan 60% asam

lemak diasumsikan dalam pembuatan sabun. Di bawah ini adalah jumlah asam lemak

yang dibutuhkan :

C16 dan C18 rantai panjang = 3.009.600 ton

Asam laurat = 752.000 ton

Total asam lemak = 3.761.600 ton

Sumber utama asam lemak C16 dan C18 yang murah dan tersedia adalah tallow dan

palm stearine. Saat ini Malaysia mengekspor lebih dari 40.000 ton palm stearine tiap

bulan dan jumlah eksport ini diharapkan meningkat pada tahun ini.

Universitas Sumatera Utara

Keberadaan palm stearine juga digunakan sebagai shortening (minyak sayur) dan

campuran dalam produk lain. Tetapi sebagian besar akan digunakan dalam pembuatan

sabun.

Perbandingan Harga dari Palm Stearine

Mengenai faktor biaya, palm stearin lebih murah dibandingkan palm oil, dan harganya

rendah dibandingkan dengan edible tallow. Ketersediaan palm stearine dan biaya yang

lebih rendah, tidak sulit untuk menyatakan bahwa palm stearine akan memainkan

peranan penting dalam pasar bahan baku sabun yang akan datang. Tabel 2.3 menjelaskan

perbandingan harga palm stearine dan edible tallow. (Iftikhar Ahmad, 1981)

Tabel 2.3. Perbandingan harga Palm Stearine dan Tallow (USD)

Periode Palm Stearine Tallow

Harga Per Ton (Malaysia) Harga per Ton (Australia)

Januari 1980 486 500

Februari 1980 489 520

Maret 1980 511 525

2.5.2 Stabilitas dan Perlakuan Awal

Mengenai stabilitas dan perlakuan awal, pada stearine mengandung sedikit asam lemak

tak jenuh seperti asam oleic ( oleat ) daripada tallow dan bebas dari zat lemas. Oleh sebab

itu perlakuan awal yang dibutuhkan sederhana. Palm stearine juga bebas dari bau tidak

sedap.

2.5.3 Karakteristik Teknis Analisis

Di bawah ini adalah parameter analisis yang digunakan oleh pembuatan sabun dalam

memilih minyak dan lemak.

- Bilangan Penyabunan (Saponification Value, SV)

Universitas Sumatera Utara

Bilangan penyabunan adalah jumlah alkali ( basa ) yang dibutuhkan untuk

menyabunkan tiap gram lemak atau minyak.

- Bilangan Iodine (Iodine Value, IV)

Bilangan iodine menyatakan ukuran keberadaan ketidakjenuhan, terutama asam

oleat dan linoleat. Asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang lebih lembut

dan lebih larut. Sedangkan minyak laurat mengandung asam lemak rantai pendek,

membuat sabun keras dan mudah larut.

Pada tujuan praktiknya, sebuah unit dikombinasikan dengan menggunakan faktor

I.N.S (Iodine Number and Saponification). Yaitu ditentukan dengan cara bilangan

penyabunan dikurang dengan bilangan iodine. Dengan meningkatnya faktor I.N.S,

maka diperoleh :

1. Sabun lebih keras

2. Mengurangi kelarutan sabun *

3. Lebih berbusa *

4. Kemampuan untuk mengurangi pemakaian bahan ( material ) pengisi

5. Mengurangi ketengikan sabun setelah beberapa lama

Dalam hal memberikan sifat sabun yang optimum, faktor I.N.S biasanya berada

diantara 130 – 165. Dengan mencampur minyak yang mempunyai faktor I.N.S

yang tinggi seperti coconut oil ataupun palm kernel oil (minyak inti sawit),

dengan palm stearine atau tallow dan dengan minyak yang faktor I.N.S nya rendah

seperti kacang tanah. Minyak seperti palm stearine atau tallow dianjurkan cocok

sebagai dasar pembuatan sabun laundry ( sabun cuci ).

‘* Asam laurat ( lauric acid ) seperti minyak kelapa ( coconut oil ) dan minyak

inti sawit adalah pengecualian.

- Titik Beku (Titer Point)

Universitas Sumatera Utara

Beberapa pembuat sabun menggunakan parameter titer point untuk mengontrol

kekerasan sabun dari beberapa bahan pengisi minyak atau lemak. Angka titer

untuk sabun laundry adalah 38 – 40, dan untuk sabun mandi diantara 40 – 44.

- Perbandingan Daya Larut (Solubility Ratio, SR)

Perbandingan daya larut terutama digunakan untuk mengatur jumlah palm stearine atau

tallow dalam komposisi minyak atau lemak. Perbandingan daya larut campuran minyak

atau lemak dihitung dengan membagi faktor I.N.S dari pengisi minyak dengan jumlah

faktor I.N.S dari beberapa minyak yang ada dalam campuran yang mempunyai faktor

I.N.S lebih tinggi dari 130 ( diluar minyak inti sawit dan coconut oil ). Jika sangat larut,

kecepatan membusa sabun dibutuhkan jumlah palm stearine atau tallow yang sedikit, jika

tidak dibutuhkan jumlah yang tinggi. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.5.4 Kualitas Sabun yang Diinginkan

Sebelum proses pembuatan sabun, kualitas dari sabun yang dibuat harus secara jelas

ditentukan atau diputuskan. Dengan mencampur minyak – minyak atau lemak yang

berbeda memungkinkan untuk memperoleh sebuah sabun akhir dengan kualitas yang

diharapkan. Parameter mutu yang biasanya diperhatikan adalah : Tampilan umum

(meliputi kepadatan sabun/compact, bercahaya, kesat), kelarutan yang baik, pembusaan

yang baik dan stabil, daya membersihkan tinggi, berbuih, tahan terhadap ketengikan, baik

dalam air lunak, stabilitas baik (berhubungan dengan warna) Perbedaan minyak dan

lemak menghasilkan sabun dengan mutu yang berbeda pula, misalnya warna, konsistensi

pembusaan dan daya membersihkan. Tabel 2.4 menunjukkan karakterisasi sabun yang

dihasilkan dari beberapa minyak dan lemak yang penting.

Untuk penggunaan yang spesifik, mutu dievaluasi dan lemak-lemak dipilih secara

sesuai. Sebagaimana yang dianjurkan pada tabel 2.4, sabun yang terbuat dari palm

stearine dan tallow mempunyai persamaan dan kedua komponen-komponennya dapat

ditukar dalam bahan pengisi lemak. Satu alasan hasil sabunnya mempunyai sifat yang

sama yaitu sifat kimianya. Seperti yang kita lihat dari tabel 2.5 keduanya hanya

mempunyai asam lemak rantai pendek . Meskipun persentase asam palmitat dan asam

Universitas Sumatera Utara

stearat bervariasi diantara palm stearine dan tallow, jumlah asam lemak jenuh dan asam

lemak tak jenuh rantai panjang adalah sama.

Tabel 2.4. Sifat Sabun yang Dibuat dari Minyak dan Lemak yang Berbeda

No. Lemak dan

Minyak

Warna dan Hasil Konsistensi Daya Sifat Pengaruh Kegunaan

Sabun Sabun Membusa Membersihkan pada Kulit

1 Palm Kernel Oil Putih ke kuning

pucat Sangat Keras

Cepat, tetapi busa

Sangat Bagus Sedikit Sabun Cuci dan

tidak tahan lama Sabun Rumah Tangga

2 Coconut Oil Putih ke kuning

pucat Sangat Keras

Cepat, tetapi busa

Sangat Bagus Sedikit

1. Sabun Cuci dan Mandi

tidak tahan lama 2. Sabun Cukur

3 Palm Stearine Kuning Pucat Cukup Keras Lambat,

Cukup Tidak ada Sabun Cuci dan

tapi tahan lama Sabun Rumah Tangga

4 RBD Palm Stearine

Putih Cukup Keras Lambat,

Cukup Tidak ada

Sabun Mandi dan Sabun

tapi tahan lama Cuci bermutu baik

5 Tallow Kekuning - kuningan

Cukup Keras Lambat,

Cukup Tidak ada

Sabun Mandi dan Sabun

tapi tahan lama Cuci bermutu baik

6

Minyak Biji Kapas dan Kekuning -

kuningan Agak Lembut

Cepat, agak Bagus Tidak ada

Sabun Rumah Tangga Minyak Kacang Tanah Berbusa dan Sabun Cuci

7 Rosin ( Damar ) Coklat Lembut dan

Lengket Lemah dan

Sedang Tidak ada Sabun Rumah Tangga

Berminyak dan Sabun Mandi

(Iftikhar Ahmad, 1981)

Tabel 2.5. Persentase Komposisi Kimia dari Minyak dan Lemak yang Umumnya Digunakan dalam Sabun

Asam Lemak Coconut Palm Kernel Palm Tallow Oil Oil Stearine

Asam Kaprilat 5 – 9 3 - 5 - - Asam Kaprat 6 – 10 3 - 7 - - Asam Laurat 44 – 52 40 - 52 0.1 - 0.4 0.2 Asam Miristat 13 – 19 14 - 18 1.2 - 1.3 2 - 8 Asam Palmitat 8 – 11 7 - 9 52 - 58 24 - 37 Asam Stearat 1 – 3 1 - 3 4.8 - 5.3 14 - 19 Asam Oleat 5 - 8 11 - 19 27 - 32 40 - 45 Asam Linoleat 2 2 6.6 - 8.2 3 - 4

( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Universitas Sumatera Utara

2.6 Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci ( Laundry ) dan Sabun Mandi

Sejauh ini kekerasan sabun sangat dikaitkan, secara ilmiah memungkinkan untuk

mengontrolnya dengan penggunaan faktor I.N.S dan titer point (titik beku). Sifat dari

kelarutan dan kekuatan penyabunan (pembusaan) dikontrol dengan perbandingan

kelarutan (Solubility Ratio, S.R). Dengan tingginya S.R mengindikasikan pembusaan dan

daya larut yang baik.

Penggunaan I.N.S, titer, dan S.R memungkinkan sipembuat sabun untuk menjaga

keseragaman produk nya dengan mencampur dengan lemak-lemak yang berbeda. Untuk

sabun cuci, S.R 1,5 – 2,5 pada umumnya direkomenndasikan, sementara untuk sabun

mandi S.R 2,0 – 3,0 dan faktor I.N.S 150 – 179 adalah dianjurkan. ( Lihat Tabel 2.6 ).

Walaupun pengisi lemak/minyak berbeda, namun I.N.S, titer point (titik beku),

dan nilai S.R berada dalam cakupan spesifik, di semua hal sabun yang dihasilkan akan

sama kualitasnya. Apapun lemak yang digunakan, asalkan konstanta seperti I.N.S, titer

point (titik beku), dan nilai S.R berada dalam cakupan spesifik, maka sabun dihasilkan

akan dapat diterima mutunya. ( Iftikhar Ahmad, 1981 )

Tabel 2.6. Formula yang Dianjurkan Untuk Sabun Cuci dan Sabun Mandi

No. Pengisi Lemak

A - Sabun Cuci B - Sabun Cuci C - Sabun Cuci D - Sabun Mandi

Jumlah Angka I.N.S

Nilai Rata-rata Jumlah

Angka I.N.S

Nilai Rata-rata Jumlah

Angka I.N.S

Nilai Rata-rata Jumlah

Angka I.N.S

Nilai Rata-rata

1 Palm Kernel/ 15% 240 20% 240 15% 240 15% 240

Coconut Oil

I.N.S = 159

I.N.S = 163

I.N.S = 161

I.N.S = 169

2 Palm Stearine 35% 166 30% 166 65% 166 75% 166

S.R = 1.91

S.R = 2.02

S.R = 2.95

( RBD )

S.R = 2.95

3 Inedible 40% 150 35% 150 - - - -

Tallow Titer = 39.0

Titer = 38.3

Titer = 39.6

Titer = 41.1

4 Minyak - - 15% 85 20% 85 10% 85

Lunak

5 Damar 10% 50 - - - - - -

(Iftikhar Ahmad, 1981)

Universitas Sumatera Utara

2.7 Parameter Kunci Dalam Penentuan Kualitas Sabun

2.7.1 Bilangan Penyabunan

Bilangan penyabunan adalah jumlah milligram alkali (potassium hidroksida) yang

dibutuhkan untuk menyabunkan tiap gram lemak atau minyak. Suatu ukuran berat

molekul rata-rata dari asam lemak yang ada. Bilangan penyabunan ini dapat digunakan

untuk semua minyak dan lemak. (AOCS Official Methods Cd 3-25)

Tabel 2.7. Bilangan Penyabunan dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak Palm Oil Palm

Stearine Tallow Palm Kernel

Oil Coconut

Natural Oil Minyak Minyak ( PO ) ( PS ) ( PKO ) ( CNO ) Dedak Padi Jarak

Bil. Penyabunan 190 – 202 193 - 206 192 - 202 240 - 255 250 - 264 184 - 195 176 - 187

2.7.2 Bilangan Iodine ( Iodine Value, IV )

Bilangan iodine menyatakan ukuran keberadaan ketidakjenuhan, terutama asam oleat dan

linoleat. Asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang lebih lembut dan lebih larut.

Sedangkan minyak laurat mengandung asam lemak rantai pendek, me mbuat sabun keras

dan mudah larut.

Tabel 2.8. Bilangan Iodine dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak Palm Oil Palm Stearine Tallow

Palm Kernel Oil

Coconut Natural Oil Minyak Minyak

( PO ) ( PS ) ( PKO ) ( CNO ) Dedak Padi Jarak

Bil. Iodine 51 - 55 22 – 48 40 - 56 16 – 20 7 - 12 92 - 120 81 - 98

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.9. Pengaruh Panjang Rantai dan Ketidakjenuhan pada Sifat Sabun

Sifat Sabun

Panjang Rantai antara C12 dan C18 Tidak Jenuh

Panjang Pendek 2 Ikatan

Rangkap atau lebih

1. Kelarutan Sedikit Baik - 2. Daya Membersihkan Baik Kurang Kurang 3. Busa Lambat, stabil Cepat, tidak stabil Medium, Stabil 4. Air Lunak Kurang Baik - 5. Kekerasan Kecil Besar Lunak 6. Stabilitas Terhadap Oksidasi Baik Baik Kurang

Sabun yang dibuat dari asam miristat ( C14 asam lemak jenuh ) mempunyai sifat

optimum. Karena tidak ada minyak alam tunggal yang mengandung banyak C14. Lemak

harus diblending atau dicampur menurut mutu akhir produk yang diharapkan. Sabun yang

banyak mengandung asam lemak laurat mempunyai sifat keras, cepat berbusa, dan cepat

larut dalam air. Sabun dari lemak dengan rantai karbon panjang dan ketidakjenuhan yang

tinggi adalah lebih lunak, tetapi mempunyai daya membersihkan yang baik dalam air

hangat. Lemak seperti tallow dan palm stearine yang mengandung persentase tertinggi

asam lemak jenuh menghasilkan sabun yang teksturnya keras, kurang larut, dan sedikit

berbusa.

Alkali tanah digunakan untuk penyabunan juga sangat penting dalam pembuatan

sabun. Seperti sabun yang berasal dari garam natrium, biasanya lebih keras daripada

sabun yang berasal dari garam kalium. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.7.2.1 Titrasi Iodometri

Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I-

(iodide) untuk menghasilkan I2. I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan

larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan

sebagai titrasi kembali. Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi

jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini

Universitas Sumatera Utara

disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat

dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat

baik untuk titrasi yang melibatkan iodida. Senyawaan iodida umumnya KI ditambahkan

secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah

equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan

menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3)

dengan indikator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum I2

sampai warna ini tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan

iodat adalah sebagai berikut :

IO3- + 5 I- + 6H+ 3I2 + H2O

I2 + 2S2O32- 2I- + S4O6

2-

Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat

bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O3

2-)

sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O3

2-. Kita menitrasi

langsung antara tiosulfat dengan analit, alasannya adalah karena analit yang bersifat

sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan

oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri.

Alasan kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion

logam seperti Besi(II). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi

Iodometri adalah sebagai berikut :

Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal

ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat

akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi

sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum

ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada

media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Titrasi harus

dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara

bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk

menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat

Universitas Sumatera Utara

dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang.

Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi

bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).

S2O32- + 2H+ H2SO3 + S

Pastikan jumlah iodida yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit

tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodida tidak akan

mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera

maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2. ( http://kimiaanalisa.web.id/115)

2.7.2.2 Standarisasi Larutan Tiosulfat

Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan menggunakan

senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7,

KIO3, KBrO3, atau senyawaan tembaga(II). (http://kimiaanalisa.web.id/115/)

Sejumlah zat padat digunakan sebagai standar primer untuk larutan tiosulfat.

Iodium murni merupakan standard yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena

kesukaran dalam penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi

oksidasi yang kuat yang membebaskan iodium dari iodida.

Kalium Dikromat. Senyawa ini dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang

tinggi. Bobot ekuivalennya cukup tinggi, tak-higroskopis, dan zat padat serta larutannya

sangat stabil. Reaksi dengan iodida dilaksanakan dalam asam sekitar 0,2 - 0,4 M.

didiamkan 5 sampai 10 menit :

Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Bobot ekuivalen kalium dikromat adalah seperenam bobot molekularnya atau

49,03g/mol, pada konsentrasi asam lebih tinggi dari 0,4M, oksidasi kalium iodida oleh

udara. Agar diperoleh hasil sebaik-baiknya, sedikit natrium bikarbonat atau karbon

Universitas Sumatera Utara

berbentuk padat ditambahkan dalam labu titrasi. Karbon dioksidasi yang dihasilkan akan

mengusir setelah itu campuran dibiarkan sampai reaksi sempurna.(A.L. Underwood,1986)

2.7.2.3 Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung

Terdapat banyak penerapan proses iodometri dalam kimia analitik. Beberapa dipaparkan

dalam tabel. Penerapan iodometri tembaga digunakan dengan meluas baik untuk bijih

maupun aliase. Metode itu memberikan hasil yang baik sekali dan lebih cepat daripada

penetapan tembaga secara elektrolisis. Biasanya bijih tembaga mengandung besi, arsen

dan stibium. Unsur-unsur ini dalam keadaan oksidasi mereka yang tinggi (biasanya

demikian dari proses pelarutannya) akan mengoksidasi iodida dan dengan demikian

mengganggu.

Tabel 2.10. Penetapan Dengan Titrasi Iod Tak-Langsung

Analit Reaksi

Arsen(V) AsO43- + 2I- + 2H+ AsO33- + I2 + H2O

Brom Br2 + 2I- 2Br- + I2

Bromat BrO3- + 6I- + 6H+ Br- + 3I2 + 3H2O

Klor Cl2 + 2I- + 2H+ 2Cl- + I2

Klorat ClO3- + 6I- + 6H+ Cl- + 3I2 + 3H2O

Tembaga(II) 2Cu2+ + 4I- 2CuI(s) + I2

Dikromat Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Hidrogen Peroksida H2O2 + 2I- + 2H+ I2 + 2H2O

Iodat IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O

Nitrit 2HNO2 + 2I- + 2H+ 2NO + I2 + 2H2O

Oksigen O2 + 4Mn(OH)2 + 2H2O 4Mn(OH)3

Ozon O3 + 2I- + 2H+ O2 + I2 + H2O

Periodat IO4- + 7I- + 8H+ 4I2 + 4H2O

Permanganat 2MnO4- + 10I- + 16H+ 2Mn2+ + 5I2 + 8H2O

(A.L. Underwood, 1986)

Universitas Sumatera Utara

Gangguan besi dapat dicegah dengan penambahan amonium bifluorida, NH4HF2,

yang mengubah ion besi(III) menjadi kompleks FeF63- yang stabil. Seperti disebut di atas,

stibium dan arsen tidak akan mengoksidasi ion iodida kecuali dalam larutan berkeasaman

tinggi. Dengan menyesuaikan pH menjadi sekitar 3,5 dengan suhu buffer, gangguan dari

kedua unsur ini dapat dihilangkan. Park menyarankan penggunaan buffer ftalat untuk

maksud ini. Tetapi, penyelidikan lebih baru, menunjukkan bahwa suatu larutan ion

bifluorida, HF-, yang ditambahkan kepada besi kompleks, memberikan suatu bufer yang

kira-kira ber-pH seperti diinginkan sehingga tak diperlukan buffer tambahan. (A.L.

Underwood, 1986)

2.7.2.4 Indikator Kanji (Amilum)

Warna larutan iod 0,1 N cukup kuat sehingga iodium dapat bertindak sebagai indikator

sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada

pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan kadang-kadang hal ini

digunakan untuk mengetahui titik akhir reaksi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu

larutan (dispersi koloid) kanji, dari warna biru tua kompleks pati-iodium berperan sebagai

uji kepekaan terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan sedikit sekali asam

daripada dalam larutan netral dan lebih adanya ion iodida.

Mekanisme yang tepat dari pembentukan kompleks itu belum diketahui. Tetapi

diduga bahwa molekul iodium diikat pada permukaan β-amilosa, suatu konstituen-

konstituen kanji lain, α-amilosa, atau amilopektin, membentuk kompleks kemerahan

dimana warna mana tak-mudah dihilangkan. Oleh karena itu, kanji yang mengandung

amilopektin sebaiknya tak digunakan. Produk komersial, “kanji larut” terdiri terutama β -

amilosa.

Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat

dengan jalan sterilisasi atau dengan penambahan suatu zat pengawet. Hasil peruraiannya

memakai iodium dan berubah menjadi kemerahan-merahan. Merkurium(II) iodida, asam

borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan

hidrolisis atau koagulasi kanji hendaklah dihindari. Kepekaan indikator berkurang dengan

Universitas Sumatera Utara

naiknya temperatur dan oleh beberapa zat organik, seperti metil dan etil alkohol. (A.L.

Underwood, 1986)

2.7.2.5 Natrium Tiosulfat

Larutan standard yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium

tiosulfat. Lazimnya garam ini dibeli sebagai pentahidrat, Na2S2O3.5H2O. Larutan tak

boleh distandarisasikan berdasarkan penimbangan langsung, melainkan harus

distandarisasikan terhadap standard primer.

Larutan Natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakai

belerang akhirnya masuk ke larutan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan

pembentukan SO32-, SO4

2- dan belerang koloidal. Belerang ini akan menyebabkan

kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan

untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril, dan sering ditambahkan boraks

atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi tiosulfat oleh udara berlangsung

lambat. Tetapi runutan tembaga sering kadang-kadang terdapat dalam air suling akan

mengkatalisis oksidasi oleh udara. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan

membentuk belerang sebagai endapan mirip susu. (A.L. Underwood, 1986).

S2O32- + 2H+ H2S2O3 H2S2O3 + S(s)

Tetapi reaksi lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan ke dalam larutan iod

yang asam, jika larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfat jauh lebih

cepat daripada reaksi penguraian.

Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :

4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO4

2- + 10H+

Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa, oksidasi menjadi sulfat itu tidak

terjadi, jika digunakan iod sebagai titran. Banyak zat pengoksid kuat, seperti pereaksi

Universitas Sumatera Utara

dichromat, permanganat dan garam serium(IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat,

namun reaksinya tidak kuantitatif. (A.L. Underwood, 1986)

2.7.2.6 Kalium Dikromat

Senyawa ini dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi. Bobot ekuivalennya

cukup tinggi, tak-higroskopis, dan zat padat serta larutannya sangat stabil. Reaksi dengan

iodida dilaksanakan dalam asam sekitar 0,2 - 0,4 M. didiamkan 5 sampai 10 menit :

Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

Bobot ekuivalen kalium dikromat adalah seperenam bobot molekularnya atau

49,03g/mol, pada konsentrasi asam lebih tinggi dari 0,4M, oksidasi kalium iodida oleh

udara. Agar diperoleh hasil sebaik-baiknya, sedikit natrium bikarbonat atau karbon

berbentuk padat ditambahkan dalam labu titrasi. Karbon dioksidasi yang dihasilkan akan

mengusir setelah itu campuran dibiarkan sampai reaksi sempurna. (A.L. Underwood,

1986)

2.7.3 Faktor I.N.S (Iodine Number and Saponification)

Pada tujuan praktiknya, sebuah unit dikombinasikan dengan menggunakan faktor I.N.S.

Yaitu ditentukan dengan cara bilangan penyabunan dikurang dengan bilangan iodine.

Dengan meningkatnya faktor I.N.S, maka diperoleh :

1. Sabun lebih keras

2. Mengurangi kelarutan sabun *

3. Lebih berbusa *

4. Kemampuan untuk mengurangi pemakaian bahan ( material ) pengisi

5. Mengurangi ketengikan sabun setelah beberapa lama

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.11. Nilai I.N.S dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak Palm Oil Palm Stearine Tallow

Palm Kernel Oil

Coconut Oil Minyak Minyak

( PO ) ( PS ) ( PKO ) ( CNO ) Dedak Padi Jarak

Nilai I.N.S 139 - 147 171 - 160 152 - 146 224 – 235

243 - 252 92 - 75 91 - 100

Dalam hal memberikan sifat sabun yang optimum, faktor I.N.S biasanya berada diantara

130 – 165. Dengan mencampur minyak yang mempunyai faktor I.N.S yang tinggi seperti

coconut oil ataupun palm kernel oil ( minyak inti sawit , dengan palm stearine atau tallow

dan dengan minyak yang faktor I.N.S nya rendah seperti kacang tanah. Minyak seperti

palm stearine atau tallow dianjurkan cocok sebagai dasar pembuatan sabun laundry

(sabun cuci ). (Iftikhar Ahmad, 1981)

Keterangan‘* Asam laurat ( lauric acid ) seperti minyak kelapa ( coconut oil ) dan minyak inti sawit adalah

pengecualian.

2.7.4 Titer Point ( Titik Beku )

Metode ini digunakan untuk menentukan titik beku dari asam lemak. Berlaku untuk

minyak dan lemak dari hewan dan lemak dan minyak sayuran. Prinsip nya yaitu

membekukan cairan fatty acid yang tadinya diperoleh melalui saponifikasi minyak atau

lemak, lalu didinginkan dalam sebuah aparatus khusus dan sementara itu temperature

diamati. Ketika sampel mulai membeku, pengadukan dihentikan dan kenaikan sedikit

temperatur diamati. Temperatur tertinggi yang dicapai sebelum suhunya kembali turun

adalah yang dicatat. (American Oil Chemist Standarization (AOCS) Official Methods Da

13-48)

Beberapa pembuat sabun menggunakan parameter titer point untuk mengontrol

kekerasan sabun dari beberapa bahan pengisi minyak atau lemak. Angka titer point untuk

sabun laundry adalah 38 – 40, dan untuk sabun mandi diantara 40 – 44.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.12. Titer Point dari Berbagai Jenis Minyak

Asam Lemak Palm Oil Palm Stearine Tallow

Palm Kernel

Oil Coconut

Oil Minyak Minyak

( PO ) ( PS ) ( PKO ) ( CNO ) Dedak Padi Jarak

Titer 0C 40 - 42 46 - 54 40 - 47 20 – 28 20 - 24 26 - 30 1 - 4

Tabel 2.13. Range Titer Point Untuk Berbagai Jenis Sabun

Jenis Sabun Titer dari Bahan Baku Material

Sabun Cuci Sabun Temperatur Rendah 300C - 370C Sabun Temperatur Sedang 370C - 390C Sabun Temperatur Tinggi 390C - 410C

Sabun Mandi Sabun Mandi 390C - 400C

2.7.5 Perbandingan Kelarutan ( Solubility Ratio, SR )

Perbandingan daya larut terutama digunakan untuk mengatur jumlah palm stearine atau

tallow dalam komposisi minyak atau lemak. Perbandingan daya larut campuran minyak

atau lemak dihitung dengan membagi faktor I.N.S dari pengisi minyak dengan jumlah

faktor I.N.S dari beberapa minyak yang ada dalam campuran yang mempunyai faktor

I.N.S lebih tinggi dari 130 ( diluar minyak inti sawit dan coconut oil ). Jika sangat larut,

kecepatan membusa sabun dibutuhkan jumlah palm stearine atau tallow yang sedikit, jika

tidak dibutuhkan jumlah yang tinggi.

2.7.6 Asam Lemak Bebas ( Free Fatty Acid, FFA )

Asam lemak bebas adalah hasil samping dari pengolahan minyak kelapa sawit. Dalam

pembuatan lilin, asam lemak bebas digunakan sebagai pengganti lemak lilin. Asam lemak

bebas dapat juga digunakan dengan menggunakan sebagai bahan baku pembuatan

detergent, industri kosmetik, cat, tekstil dan lain-lain.

Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya

bergabung dengan lemak netral pada konsentrasi sampai 15 persen belum menghasilkan

Universitas Sumatera Utara

faktor yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar asam lemak bebas dari 1 persen, jika

dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik.

Namun intensitasnya bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas.

Walaupun asam lemak bebas dalam jumlah kecil dapat mengakibatkan rasa yang tidak

enak. Dan dapat menghasilkan bau tengik. Asam lemak bebas juga dapat mengakibatkan

karat dan warna gelap jika lemak dipanaskan dalam wajan besi. (S. Ketaren, 1986)

2.7.7 Jumlah Asam Lemak ( Total Fatty Acid, TFA )

Jumlah asam lemak pada sabun menunjukkan total jumlah asam lemak yang tersabunkan

dan asam lemak bebas yang terkandung pada sabun. Menurut SNI (1994), jumlah asam

lemak minimal sebesar 71%. Dalam suatu formulasi, asam lemak berperan sebagai

pengatur konsistensi. Asam lemak diperoleh secara alami melalui hidrolisis

trigliserida.(William dan Schmitt, 2002). Ditambahkan pula oleh Spitz (1996), bahwa

asam lemak memiliki kemampuan terbatas untuk larut dalam air. Hal ini akan membuat

sabun menjadi lebih tahan lama pada kondisi setelah digunakan.

2.7.8 Kadar Air ( Moisture Content )

Kadar air menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat dalam suatu bahan.

Menurut SNI (1994), kadar air dalam sabun maksimum sebesar 15%. Faktor konsentrasi

gel lidah buaya dan bee pollen berpengaruh nyata terhadap kadar air sabun opaque.

2.7.9 Kadar Alkali Bebas yang Dihitung Sebagai NaOH ( Free Alkali as NaOH )

Kelebihan alkali dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada proses

pembuatan sabun. Alkali bebas yang melebihi standar dapat menyebabkan kerusakan

kulit dan iritasi kulit lainnya. Kadar alkali bebas pada sabun maksimum sebesar 0,05%.

Alkali juga dapat merusak kulit dibandingkan dengan menghilangkan bahan berminyak

dari kulit. Sungguhpun demikian dalam penggunaan sabun dengan air akan terjadi proses

hidrolisis sehingga mendapatkan sabun yang baik maka diukur sifat alkalisnya yakni pH

5,8-10,5. (Erik, 2007)

Universitas Sumatera Utara

Pada kulit yang kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak, beberapa penyakit

kulit sensitif terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian cairan sabun merupakan

kontra indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun pH menjadi 9,

walaupun kulit cepat bertukar kembali menjadi normal mungkin perubahan ini tidak

diinginkan pada penyakit kulit tertentu. (Lely Sari, 2003)

2.7.10 Garam Dapur (NaCl)

Garam dapur adalah sejenis mineral yang lazim dimakan manusia. Bentuknya kristal

putih, dihasilkan dari air laut. Biasanya garam dapur yang tersedia secara umum adalah

natrium chloride (NaCl). Senyawa natrium adalah penting dalam perindustrian kimia,

kaca, logam, kertas, petroleum, sabun, dan tekstil. Sabun pada umumnya merupakan

garam natrium dengan beberapa jenis asam lemak.

Natrium dalam bentuk logam merupakan wujud penting dalam pembuatan ester

dan dalam perkilangan senyawa organic. Logam alkali ini adalah juga merupakan wujud

dalam natrium chloride (NaCl). (Wikipedia, 2007)

2.7.11 Keretakan (Cracking Phenomena)

Palm Oil (PO) adalah minyak semipadat yang berasal dari mesocarpium buah sawit,

Elaesis guineensis. Palm Stearine (PS) adalah fraksi dari PO dan salah satu sumber yang

paling murah asam lemak C16 – C18 yang digunakan dalam pembuatan sabun.

Bagaimanapun, PO mempunyai beberapa pembatasan ukuran ketika digabungkan ke

dalam formulasi sabun mandi. Sabun keras yang dihasilkan cenderung menjadi retak pada

kondisi kering ataupun basah.

Kekerasan (hardness) dan peristiwa keretakan (cracking phenomena) adalah dua

sifat-sifat penting sabun padat. Kedua sifat ini adalah saling berhubungan. Kekerasan

sabun tergantung pada bilangan iodine dari minyak atau lemak, yang mana menunjukkan

derajat kejenuhan dan ketidakjenuhan. Bilangan iodine yang rendah menunjukkan bahwa

minyak atau lemak mempunyai tingkat kejenuhan yang tinggi, dan sabun yang dihasilkan

umumnya padat. Keberadaan tingkat ketidakjenuhan dalam lemak mengurangi kekerasan

Universitas Sumatera Utara

sabun. Palm Stearine mempunyai bilangan iodine yang rendah, dan ini adalah satu sebab

untuk kekerasan sabun.

Keretakan dapat disebabkan sejumlah faktor seperti bentuk batangan (sabun),

tingkat distorsi (penyimpangan) kekosongan selama pencetakan (stamping), komposisi

jumlah bahan pewangi (fragrance) dan bahan-bahan aditif. Ada dua jenis cracking,

dinamakan kering dan basah (dry cracking dan wet cracking). Cracking kering

dikarenakan celah yang disebabkan oleh udara yang masuk ke dalam sabun selama

tekanan akhir. Ini disebabkan sedikitnya vakum atau ketidakefisienan plodding. Cracking

basah terjadi pada batangan sabun selama penggunaan untuk mencuci dan biasanya

menimbulkan garis-garis keretakan pada batangan sabun. (Iftikhar Ahmad, 1981)

2.8. Energi Disosiasi Ikatan

Energi disosiasi ikatan merupakan energi yang diperlukan untuk memutuskan salah satu

ikatan 1 mol suatu molekul menjadi gugus-gugus molekul. Energi disosiasi ikatan

disimbolkan dengan huruf D.

(http://kimia.upi.edu/utama/bahanajar/kuliahweb/2009/0706593/energidisosiasimolekul.htm)

Bila atom saling terikat membentuk molekul, energi dilepaskan (biasanya sebagai

kalor atau cahaya). Jadi molekul agar terdisosiasi menjadi atom-atomnya, harus diberikan

energi. Ada dua cara agar ikatan terdisosiasi. Satu cara adalah karena pemaksapisahan

heterolitik (heterolytic cleavage) (Yunani, hetero, “berbeda”), dalam mana kedua elektron

ikatan dipertahankan pada satu atom. Hasil pembelahan heterolitik adalah sepasang ion.

(http://sanglazuardi.com/belajar-kimia/energidisosiasiikatan)

2.8.1 Pemaksapisahan heterolitik :

H H H+ + H:-

H Cl H+ + :Cl:-

Universitas Sumatera Utara

Suatu panah lengkung ( ) digunakan dalam persamaan-persamaan ini untuk

menunjukkan arah ke mana pasangan elektron bergerak selama pemutusan ikatan. Dalam

pemaksapisahan heterolitik dari HCl atau H2O, elektron ikatan dipindahkan ke Cl atau O

yang lebih elektronegatif. (Ralph J. Fessenden, 1992)

Proses lain yang memungkinkan suatu ikatan terdisosiasi adalah pemaksapisahan

homolitik (Yunani, homo, “sama”). Dalam hal ini setiap atom yang turut dalam ikatan

kovalen menerima satu elektron dari pasangan yang saling dibagi yang asli. Yang

dihasilkan adalah atom yang secara listrik netral atau gugus atom.

(http://sanglazuardi.com/belajar-kimia/energidisosiasiikatan)

2.8.2 Pembelahan homolitik :

H H H. + H.

H Cl H. + .Cl

Panah lengkung dalam persamaan-persamaan ini hanya mempunyai separuh dari

kepala panahnya. Jenis panah separuh seperti ini, disebut kait-ikatan, dan digunakan

untuk menunjukkan arah pergeseran dari satu elektron, sedangkan panah lengkung

dengan kepala lengkap digunakan untuk menunjukkan arah pergeseran sepasang elektron.

(Ralph J. Fessenden, 1992)

Pemaksapisahan homolitik lebih berguna daripada pemaksapisahan heterolitik

dalam penentuan energi yang diperlukan untuk disosiasi ikatan karena perhitungan tak

disulitkan oleh tarikan ionik antara hasilnya. Dari penentuan komponen gas yang

terdisosiasi pada suhu tinggi, perubahan entalpi ∆H (perubahan kadar kalor, atau energi)

telah dihitung untuk sejumlah besar disosiasi ikatan. Untuk reaksi CH4 CH3. + H. , ∆H

sama dengan 104 kkal/mol. Dengan perkataan lain, untuk pemaksapisahan satu atom

hidrogen dari setiap atom karbon dalam satu mol CH4 memerlukan 104 kkal. Nilai ini

(104 kkal/mol) adalah energi disosiasi ikatan untuk ikatan H3C-H.

Universitas Sumatera Utara

Energi disosiasi ikatan untuk beberapa jenis ikatan disusun dalam tabel 2.14.

Untuk memecah ikatan yang lebih stabil memerlukan energi yang lebih besar. Misalnya,

pemaksapisahan dari HF menjadi H. dan F. (135 kkal/mol) adalah sukar dibandingkan

dengan pemaksapisahan ikatan O-O dalam hidrogen peroksida, HOOH (35 kkal/mol).

Dalam tabel 2.15, bahwa atom yang dihubungkan oleh ikatan ganda memerlukan

energi lebih banyak untuk disosiasi daripada atom yang sama dihubungkan oleh ikatan

tunggal (CH≡CH, 230 kkal/mol, terhadap CH3-CH3, 88 kkal/mol). Selain itu pula bahwa

bagian lain dari molekul dapat mempengaruhi energi disosiasi ikatan :

H3C – H + 104 kkal/mol H3C. + H. (lebih sukar)

(CH3)3C-H + 91 kkal/mol (CH3)3C. + H. (lebih mudah)

Tabel 2.14 Energi Disosiasi Ikatan yang terpilih (dalam kkal/mol)

Ikatan E. Disosiasi Ikatan C-H E. Disosiasi Ikatan C-Xa(halogen) E. Disosiasi

Ikatan C-C E. Disosiasi

H-H 104 CH3-H 104 CH3-Cl 83.5 CH3-CH3 88

N≡N 226 CH3-CH2-H 98 CH3CH2-Cl 81.5 CH2=CH2 163

F-F 37 (CH3)2CH-H 94.5 (CH3)2CH-Cl 81 CH≡CH 230

Cl-Cl 58 (CH3)3C-H 91 (CH3)3C-Cl 78.5

Br-Br 46 CH2=CH-H 108 CH2=CH-Cl 84

I-I 36 CH3-Br 70

H-F 135 CH3CH2-Br 68

H-Cl 103 (CH3)2CH-Br 68

H-Br 87 (CH3)3C-Br 67

H-I 71

HO-OH 35

(Ralph J. Fessenden, 1982)

Universitas Sumatera Utara