bab 2 tinjauan pustaka 2.1 pengertian manajemen sumber ... · 2.1 pengertian manajemen sumber daya...
TRANSCRIPT
9
Universitas Bhayangkara Jaya
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
A.Prabu. Mangkunegara (2013:2) Manajemen Sumber Daya Manusia
adalah suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu.
Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam
dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai.
2.1.1 Tujuan Manajemen Sumber daya Manusia
Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia, Menurut Sedarmayanti (2013:13)
untuk memastikan bahawa perusahaan mampu mencapai keberhasilan melalui
orang, sistem manajemen sumber daya manusia dapat menjadi kapabilitas. yang
memungkinkan dapat mempergunakan kesempatan untuk peluang baru.
2.2 Pengertian Pelatihan
Pelatihan adalah Satu diantara cara perusahaan untuk siap bersaing
menghadapi kompetisi era globalisasi yang terus berkembang pesat dengan
mengembangkan keahlian semua karyawan secara merata, melalui pelatihan
diharapkan karyawan dapat menerapkan dengan baik strategi organisasi, sehingga
pelatihan dengan nilai, sikap ,dan kemahiran seseorang akan meningkatkan kinerja
dan memperlihatkan pandagan pimpinan dan rekan kerjanya terhadap individu
tersebut.
Maarif Kartika (2014:13) Pelatihan adalah proses internalisasi dari sumber
daya kepada penerima dalam bentuk, pengetahuan, keahlian, karakter, sikap dan
perilaku yang bermanfaat terhadap pengembangan individu yang baik pribadi
maupun lingkungan kerja agar sesuai standar yang diharapkan.
Kaswan (2013:2) Pelatihan adalah proses meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan karyawan.
10
Universitas Bhayangkara Jaya
2.2.1 Tujuan dan Manfaat Pelatihan
Manfaat Pelatihan dan pengembangan Menurut Davis & Werther dikutip
dalam Maarif Kartika (2014:15) mengkategorikan manfaat pelatihan dan
pengembangan menjadi kategori sebagai berikut:
a. Manfaat Bagi Perusahaan;
1) Membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas kerja
2) Memperbaiki pengetahuan dan keterampilan semua tingkat di perusahaan
3) Membantu dalam memahami dan melaksanakan kebijakan perusahaan
4) Memperbaiki hubungan antara pekerja dan manajemen
5) Menciptakan iklim yang sehat untuk pertumbuhan dan komunikasi
6) Membantu menciptakan pencitraan perusahaan yang baik.
b. Manfaat Bagi Individu;
1) Membantu dalam mendorong, mencapai pengembangan dan kepercayaan
diri
2) Membantu seseorang dalam mengatasi stres, kekecewaan, dan konflik
3) Meningkatkan pemberian pengakuan dan perasaan kepuasan kerja
4) Mengembangkan minat untuk terus belajar
5) membantu mengurangi rasa takut dalam mencoba pekerjaan yang baru.
c. Manfaat Bagi Personal, Hubungan Manusia, dan Pelaksanaan Kebijakan;
1) Memperbaiki komunikasi antara kelompok atau individu
2) Membantu dalam orientasi untuk karyawan baru dan mendapatkan
pekerjaan baru melalui promosi
3) Menyediakan informasi mengenai kesempatan yang sama dan kegiatan
yang disepakati
4) Membuat kebijakan, aturan, dan regulasi perusahaan yang dapat
dilaksanakan.
5) Memperbaiki moral.
11
Universitas Bhayangkara Jaya
2.2.2 Proses Pelatihan
Robert.l.Mathis, (2011:260) Program Pelatihan harus mencakup sebuah
pengalaman belajar dan merupakan kegiatan orgnisasional yang dirancang dan
dirumuskan sebagai rancangan organisasi yang efektif terdiri dari tiga faktor
utama, yaitu tahap identifikasi, kebutuhan pelatihan, tahap pelaksanaan pelatihan
dan tahap evaluasi pelatihan. Terdapat empat tahap pada proses pelatihan yaitu;
penilaian, perancangan, penyampaian, dan evaluasi. Penggunaan dari proses
tersebut akan mengurangi terjadinya usaha-usaha pelatihan yang tidak terencana,
tidak terkoordinasi.
Gambar 2.1 Training Process
Sumber : Robert l Malthis and John H ,Jackson (2011)
Berikut penjelasan dari gambar di atas :
a. Proses Pelatihan yang pertama adalah penilaian yang terdiri dari analisis
kebutuhan pelatihan serta identifikasi tujuan dan kriteria pelatihan. Penilaian
dilakukan di awal sebelum melakukan pelatihan untuk mencari atau
mengidentifikasi kemampuan apa yang diperlukan karyawan dalam rangka
menunjang kebutuhan organisasi.
12
Universitas Bhayangkara Jaya
Setelah mengidentifikasi pelatihan apa yang diperlukan karyawan, selanjutnya
adalah menetukan tujuan dari setiap pelatihan yang akan dilakukan.
b. Setelah melakukan penilaian, proses pelatihan yang kedua adalah perancangan
yang terdiri dari pemilihan metode pelatihan dan isi pelatihan. Pada tahap ini
menentukan metode dan isi pelatihan seperti apa yang akan diadakan
dan disesuaikan dengan analisis penilaian kebutuhan.
c. Selanjutnya proses yang ketiga adalah penyampaian yang terdiri dari jadwal,
pelaksanaan dan pemantauan pelatihan. Tahap ini merupakan rangkaian
kegiatan pelaksanaan program pelatihan yang sesuai dengan hasil perancangan
dan ada pemantauan terhadap jalannya pelatihan.
d. Proses Pelatihan yang terakhir adalah evaluasi yaitu mengukur hasil pelatihan
dan membandingkan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Apakah pelatihan
berjalan dengan sukses dan sesuai tujuan yang ingin dicapai atau tidak.
2.2.3 Indikator Pelatihan
Dalam melaksanakan Pelatihan Ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan dan berperan dalam pelatihan menurut A.Prabu Mangkunegara
(2011:44) yang dijadikan penulis sebagai indikator adalah :
a. Tujuan dan sasaran pelatihan pengembangan harus jelas dan dapat diukur
b. Para pelatih harus memiliki kualifikasi yangmemadai
c. Materi pelatihan dan pengembangan harus disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai
d. Metode pelatihan dan pengembangan harus sesuai dengan tingkat
kemampuan pegawai yang menjadi peserta.
e. Peserta pelatihan dan pengembangan harus memenuhi persyaratan yang
ditentukan.
13
Universitas Bhayangkara Jaya
2.2.4 Prinsip-Prinsip Pelatihan
Pelaksanaan Pelatihan hendaknya diawali dengan mengetahui terlebih
dahulu apa sebenarnya yang menjadi prinsip dari pelatihan, Sedarmayanti
(2013:172), mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pelatihan, yaitu:
a. Individual Difference;
Perencanaan dan pelaksanaan suatu pelatihan harus tetap mengingat
adanya perbedaan perseorangan pengikut training baik dalam latar belakang
pendidikan, pengalaman maupun keinginan. Sehingga pelatihan tersebut
memberikan hasil yang memuaskan.
b. Relation to Job analysis;
Job specification untuk suatu jabatan tertentu biasanya menjelaskan
pendidikan yang harus dimiliki calon pekerja untuk dapat melaksanakan tugas
itu dengan berhasil. Oleh karena berhubungan dengan apa yang dinyatakan
dalam job specification.
c. Motivation;
Kenaikan upah atau kenaikan kedudukan adalah beberapa daya
perangsang yang dapat digunakan untuk merangsang para pengikut pelatihan.
d. Active Participation;
Para pengikut pelatihan harus aktif ambil bagian dalam pembicaraan.
Oleh karena itu pelatihan harus juga dapat memberikan kesempatan untuk
bertukar pikiran dengan pelatih. Dengan demikian pengikut pelatihan turut
aktif selama pelatihan berlangsung.
e. Selection of Trains;
Seleksi atau pemilihan calon pengikut pelatihan perlu dilakukan untuk
menjaga agar perbedaan tidak terlalu besar.
f. Selection of Trainer;
Tidak semua orang dapat menjadi pengajar yang baik. Jabatan
pengajar perlu suatu kualifikasi tersendiri, oleh karenanya orang menganggap
pula bahwa salah satu asas penting dari pelatihan adalah tersedianya tenaga
pelatih yang berminat dan mempunyai kesanggupan untuk mengajar.
14
Universitas Bhayangkara Jaya
g. Trainer Training;
Para pelatih dalam suatu pelatihan harus sudah mendapat pendidikan secara
khusus untuk menjadi tenaga pelatih. Karena itu tidak semua orang yang
menguasai dalam suatu bidang tertentu dapat mengajarkan kepandaiannya kepada
orang lain.
h. Training method;
Metode pelatihan harus cocok dengan pelatihan yang diberikan. Misalnya
metode memberikan kuliah tidak tepat untuk para mandor. Karenanya dalam
program pelatihan harus pula diperhatikan metode pendidikan yang bagaimana
yang harus dianut dalam memberikan pelatihan.
i. Principles of Learning;
Orang akan lebih mudah menangkap pelajaran apabila didukung oleh
pedoman tentang cara-cara belajar dengan cara efektif bagi para karyawan.
Prinsip-prinsip ini adalah bahwa program bersifat partisipatif,
2.2.5 Metode Pelatihan
Tahap pelaksanaan Pelatihan yang meliputi pemilihan metode, media serta
prinsip-prinsip pembelajaran. Metode pelatihan harus sesuai dengan jenis
Pelatihan yang akan dilaksanakan dan dapat dikembangkan oleh semua
perusahaan.
Maarif kartika (2014:81) membedakan metode Pelatihan menjadi dua
metode, yaitu:
a. On The job training, yaitu memberikan petunjuk-petunjuk mengenai
pekerjaan secara langsung saat bekerja untuk melatih karyawan bagaimana
melaksanakan pekerjaan mereka sekarang. Contohnya adalah instruksi,
rotasi, magang.
b. Off The job training, yaitu metode pelatihan yang dilakukan diluar jam
kerja. Contohnya adalah ceramah, video, pelatihan vestibule, permainan
peran, studi kasus, simulasi, studi mandiri, praktek laboratorium, dan
outdoor oriented program.
15
Universitas Bhayangkara Jaya
Media adalah peralatan yang digunakan untuk mengkomunikasikan
gagasan-gagasan dan konsep-konsep dalam program pelatihan. Media yang
biasa digunakan antara lain adalah videotape, films, clossed circuit television,
slide projector, OHP, flip chart, dan papan tulis.
2.2.6 Implementasi pelatihan
Schuler ,Dowling ,Smart ,dan, Huber (1992) pertimbangan-pertimbangan
utama yang harus diperhatikan dalam implementasi program pelatihan mencakup
enam perkara dikutip, Maarif dan kartika (2014 :65).
a. Siapa harus ikut sebagai partisipan dalam pelatihan;
Umumnya program pelatihan dirancang untuk memberi pembelajaran atas
kebutuhan penguasaan skills tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa program
pelatihan hanya memiliki satu jenis kelompok partisipan sebagai sasaran
pembelajaran. Sekalipun demikian terdapat berbagai macam pelatihan yang
dihadiri oleh lebih dari satu jenis kelompok partisipan. Dengan adanya beberapa
kelompok peserta dalam pelatihan secara bersama-sama akan dapat memfasilitasi
proses-proses kelompok pembelajaran seperti dalam problem solving dan decision
making, dimana keduanya merupakan elemen-elemen yang sangat berguna dalam
proyek quality circle dan kelompok kerja semi otonom.
b. Siapa yang memberi pengajaran dalam pelatihan;
Program pelatihan kemungkinan dapat menentukan dari beberapa sumber
untuk menentukan siapa yang berkompeten. Sumber-sumber tersebut secara
ederhana dapat dikategorikan menjadi dua macam yaitu : sumber internal dan
sumber ekstrnal.Dari sumber internal program pelatihan dapat menentukan
penyelia (supervisior), pekerja yang memeiliki pengalaman atau terlebih
dahulu mendapat pengalaman atau manajer-manajer yang memiliki
pengetahuan tertenttu.Sedangkan dari sumber eksternal, dapat ditentukan
pihak-pihak seperti para spesialis yang ada di berbagai organisasi,
16
Universitas Bhayangkara Jaya
konsultan, asosiasi perusahaan atau industri, serta pengajar dari
perguruan tinggi yang memiliki kompetensi di bidang tertentu.
c. Media apakah yang akan digunakan dalam proses pembelajaran;
Terdapat berbagai macam jenis media dengan apa orang dapat
menggunakannya sebagai cara dalam pelatihan. Jika pelatihan diadakan
disebuah perguruan tinggi misalnya, umumnya media yang digunakan adalah
dengan cara kuliah, kombinasi kuliah dengan diskusi, studi kasus serta
instruksi terprogram.
d. Pada tingkat pembelajaran apakah pelatihan diadakan;
Ada empat kategori level pembelajaran yang diarahkan pada jenis skils
akan diajarkan dalam pelatihan yaitu :
(a) Basic skills
(b) Basic job skills
(c) Interpersonal skills
(d) Boarder base conceptual skills.
e. Prinsip-Prinsip rancangan pelatihan apakah yang dibutuhkan;
Program pelatihan dapat dikategorikan mencapai efektifitas optimal
jika dikaitkan dengan prinsip-prinsip pembelajaran kritis sebagai acuan.
Prinsip-prinsip pembelajaran tersebut antara lain :
(a) Motivasi karyawan
(b) Pengakuan adanya perbedaan individual
(c) Peluang-peluang yang diberikan untuk praktek
(d) Penguatan (reinforcement)
(e) Umpan balik (knowledge of result atau feedback)
(f) Tujuan
(g) Kurva pembelajaran (learning curve)
(h) Transfer pembelajaran (transfer of learning)
(i) Tindak lanjut (follow up)
17
Universitas Bhayangkara Jaya
f. Dimana program akan dilakukan ;
Pertimbangan terakhir dalam implementasi program keputusan tentang
dimana pelatihan akan dilakukan dihadapkan pada setidaknya tiga pilihan
yaitu:
(a) Di unit kerja
(b) Di tempat kerja tetapi tidak di unit kerja, yaitu ruang khusus organisasi
(c) Di luar arena tempat kerja seperti di perguruan tinggi, di kantor pusat
konfrensi atau di tempat lainnya.
Jika dikaitkan dengan tingkat kemampuan yang dibutuhkan, basic
skills umumnya diajarkan di tempat kerja. Sementara beberapa kemampuan
yang mengkombinasikan interpersonal dan konseptual dilakukan di luar
arena kerja. Untuk mencapai tujuan-tujuan efektifitas diskusi dan
menjadikan program berlangsung konsisten, pelatihan sering dilakukan di
dalam organisasi yang disebut dengan on the job yang meliputi baik di unit
kerja, di tempat kerja, maupun diluar tempat kerja.
2.2.7 Analisa Kebutuhan Pelatihan ( Training need assesment )
Secara umum analisa kebutuhan pelatihan didefinisikan sebagai suatu
proses pengumpulan dan analisis data dalam rangka mengidentifikasi bidang-
bidang atau faktor-faktor apa saja yang ada di dalam perusahaan yang perlu
ditingkatkan atau diperbaiki agar kinerja pegawai dan produktivitas
perusahaan menjadi meningkat.
Robert L. mathis and John H,Jackson (2011:260) analisa kebutuhan
pelatihan adalah menentukan tahap perencanaan pelatihan “ training need
assessment is the diagnostic phase of training plan”. Sumber informasi
menentukan analisa kebutuhan pelatihan:
a. Organizational analysis adalah menentukan analisa kebutuhan pelatihan
melalui analisa hasil pelatihan dan melihat kebutuhan masa depan
pelatihan organisasi.
18
Universitas Bhayangkara Jaya
b. Job/task analysis adalah analisa kebutuhan pelatihan meninjau terlibat
didalam pekerjaan dan mengerjakan tugas pekerjaan
c. Individual analysis adalah meninjau kebutuhan pelatihan melalui fokus
terhadap individual dan bagaimana mereka melakukan pekerjaan.
Analisa kebutuhan pelatihan digunakan untuk keperluan manajemen
karena penilaian kebutuhan merupakan langkah awal dalam merancang
pelatihan, jika tidak dilakukan dengan baik bagaimanapun baiknya metode
pelatihan atau lingkungan belajar, pelatihan tidak akan mencapai hasil.
2.2.8 Evaluasi Pelatihan
Maarif dan Kartika (2014:87) evaluasi program pelatihan adalah
serangkaian aktifitas dalam mengidentifikasi efektifitas tujuan pelatihan yang
diperbandingkan dengan implementasi pelaksanaan yng diperlukan dalam
penarikan keputusan berkaitan dengan kesinambungan pelaksanaan pelatihan
peningkatan kompetensi serta metode dan kurikulum
pembelajaran.Berdasarkan definisi tersebut,maka fokus evaluasi program
pelatihan terbagi dua, yaitu:
a. Efektifitas program pelatihan, fokus ini berkaitan dengan apakah program
pelatihan telah mencapai tujuan diselenggrakannya pelatihan.
b. Nilai (value ) nilai atsa program pelatihan yang berkaitan dengan apakah
upaya (effort) dan biaya (cost) ysng telah dikeluarkan memiliki makna
yang signifikan positf antara strstegi dan evaluasi.
2.2.9 Metode Evaluasi Pelatihan
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan terutama pengembangan
sumber daya manusia dalam aspek pelatihan berkembang beberapa metode
evaluasi. Menurut Donald Kirkpatrick (1959) mengenalkan evaluasi pelatihan
yang dikenal “The five level technique for evaluating training program”
empat level dikutip oleh Maarif dan Kartika (2014:91) meliputi:
19
Universitas Bhayangkara Jaya
a. Reaksi (reaction);
bertujuan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan (peserta pelatihan)
terhadap program pelatihan.
b. Pembelajaran (learning);
bertujuan untuk mengetahui sejauh mana daya serap peserta pelatihan
pada materi pelatihan yang telah diberikan (pengetahuan, keterampilan ,
sikap) biasanya dilakukan pengujian sebelum dan sesudah pelatihan yang
dikenal pre-test dan pro-test
c. Perilaku (behavior);
bertujuan mengetahui sejauh mana peserta pelatihan mengaplikasikan
materi pelatihan yang telah dipelajari pada saat kembali ke aktivitas
pekerjaanya.
d. Hasil (result);
bertujuan untuk menguji dampak pelatihan terhadap kelompok kerja atau
organisasi secara keseluruhan.
e. Level 5 roti (return on training investment;)
dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembalian investasi yang telah
dikeluarkan untuk training dengan formulasi hitungan
2.2.10 Hubungan Pelatihan Dengan Kinerja Karyawan
Setiap perusahaan mengharapkan para karyawannya dapat
menghasilkan suatu barang dan jasa setinggi mungkin, oleh karena itu
perusahaan harus bisa melakukan cara atau metode terbaik agar para
karyawan mau bekerja secara efektif dan efisien.
Lijan Poltak Sinambela (2012:208) “Banyak perusahaan yakin
investasi pada pelatihan dapat membantu mereka dalam mencapai keunggulan
bersaing, dan meningkatkan kinerja”. Yang mencakup :
a. Meningkatkan pengetahuan para pegawai.
b. Membantu karyawan memastikan karyawan memiliki keterampilan.
c. Membantu karyawan memahami cara bekerja efektif dan efisien.
20
Universitas Bhayangkara Jaya
d. Memastikan bahwa budaya perusahaan pada inovasi ,kreativitas dan
pembelajaran.
e. Menjamin keamanan pekerjaan dengan memberikan konstribusi pada
perusahaan.
f. Mempersiapkan pegawai bekerja lebih efektif, terutama kaum
minoritas wanita.
2.3 Pengertian Gaya Kepemimpinan Situasional
Gaya kepemimpinan situasional adalah model gaya kepemimpinan yang
memfokuskan pada pengikut. Gaya kepemimpinan situasional diterapkan dengan
mengukur tingkat kesiapan dan kematangan dari para karyawan untuk
menjalankan tugas yang diberikan oleh pimpinan. Dalam gaya kepemimpinan
situasional, perilaku pemimpin berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan
hubungan atasan dengan bawahan. Pendekatan kesifatan dan perilaku belum
sepenuhnya dapat menjelaskan kepemimpinan. Di samping itu, sebagian besar
penelitian masa kini menyimpulkan bahwa tidak ada satu pun gaya kepemimpinan
yang tepat bagi setiap manajer di setiap kondisi. Pendekatan situasional-
contingency menggambarkan bahwa gaya yang digunakan adalah tergantung pada
factor-faktor seperti situasi, karyawan, tugas, organisasi, dan variabel-variabel
lingkungan lainnya. Suatu teori kepemimpinan yang kompleks dan menarik adalah
Contigency Model of Leadership Effectiveness dari Fred Fiedler. Pada dasarnya
teori ini menyatakan bahwa efektifitas suatu kelompok atau organisasi tergantung
pada interaksi antara kepribadian pemimpin dan situasi. Situasi dirumuskan
dengan cara karakteristik:
a. Derajat situasi dimana pemimpin menguasai, mengendalikan dan
mempengaruhi situasi,
b. Derajat situasi yang menghadapkan manajer dengan ketidakpastian.
Fiedler mengidentifikasikan kedua unsur dalam situasi kerja ini untuk
membantu menentukan gaya kepemimpinan mana yang akan efektif,
21
Universitas Bhayangkara Jaya
yaitu hubungan pemimpin anggota, struktur tugas, dan posisi kekuasaan pemimpin
yang didapatkan dari wewenang formal. Studi Fiedler ini tidak melibatkan variabel-
variabel situasional lainnya, seperti: motivasi dan nilai-nilai bawahan, pengalaman
pemimpin dan anggota kelompok. Situasi dinilai dalam istilah situasi yang
menguntungkan atau merugikan apabila dikombinasikan dengan gaya
kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif. Bila situasi yang menguntungkan
atau merugikan hanya moderat, tipe pemimpin hubungan manusiawi atau yang
toleran atau lunak (“lenient”) akan sangat efektif. Satu lagi teori kepemimpinan
penting yang mempergunakan pendekatan “contingency” adalah siklus kehidupan
dari Paul Hersey dan Kenneth Blanchard
Teori ini sangat dipengaruhi oleh penelitian-penelitian kepemimpinan
sebelumnya. Terutama studi Ohio State. Seperti Fiedler, Hersey dan Blanchard
mempergunakan pendekatan situasional dengan suatu perbedaan pokok. Mereka
menekankan bahwa penggunaan gaya adaptif oleh pemimpin tergantung pada
diagnosa yang mereka buat terhadap situasi. Konsep dasar teori ini adalah bahwa
strategi dan perilaku pemimpin harus situasional dan terutama didasarkan pada
kedewasaan atau ketidak dewasaan para pengikut. Definisi-definisi berikut akan
membantu untuk memahami teori ini:
a. Kedewasaan (maturity) adalah kemampuan individu atau kelompok untuk
menetapkan tujuan yang tinggi tetapi dapat tercapai, dan keinginan serta
kemampuan mereka untuk mengambil tanggung jawab.
b. Perilaku tugas adalah tingkat dimana pemimpin cenderung untuk
mengorganisasikan dan menentukan peranan-peranan para pengikut,
menjelaskan setiap kegiatan yang dilaksanakan, kapan, dimana,
danbagaimana tugas-tugas diselesaikan. Ini tergantung pola-pola perencanaan
organisasi, saluran komunikasi, dan cara-cara penyelesaian pekerjaan.
c. Perilaku hubungan, berkenaan dengan hubungan pribadi pemimpin dengan
individu atau para anggota kelompoknya. mencakup besarnya dukungan yang
disediakan oleh pemimpin dan tingkat dimana pemimpin menggunakan
komunikasi antar pribadi serta perilaku pelayanan.
22
Universitas Bhayangkara Jaya
Hamdan Dimyati (2014:65) Teori kepemimpinan situasional dari Hersey
dan Blanchard mengidentifikasi empat level kesiapan pengikut dalam notasi R1
hingga R4. Berdasarkan kriteria mampu dan mau, maka diperoleh empat tingkat
kesiapan/kematangan para pengikut sebagai berikut:
a. R1: Readiness 1 (unable and insecure) — Kesiapan tingkat 1 menunjukkan
bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab
untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki
kompetensi dan tidak percaya diri (Blanchard sebagai “The honeymoon is
over“)
b. R2: Readiness 2 (unable but willing) — Menunjukkan pengikut tidakmampu
melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat
tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk
melaksanakan tugas-tugas.
c. R3: Readiness 3 ( capable but unwilling) — Menunjukkan situasi di mana
pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk
melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-
tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.
d. R4: Readiness 4 (very capable and confident) — Menunjukkan bahwa
pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan
untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk
melaksanakannya.
Fiedler beranggapan bila pemimpin mempunyai keterbatasan dalam
kemampuan mereka dalam mengubah kepribadian dasar dan gaya
kepemimpinannya, situasi harus dirubah, atau pemimpin harus dipilih yang gayanya
cocok dengan situasi yang ada. Tetapi seharusnya pemimpin dapat mengubah-ubah
gaya-gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi. persyaratan/kebutuhan situasi
tertentu dan seharusnya mereka dapat belajar untuk menjadi pemimpin yang efektif.
Di setiap perusahaan/organisasi, di tiap-tiap pemimpin pasti memiliki gaya (style)
kepemimpinan yang berbeda-beda dengan tujuan untuk memimpin perusahaan dan
mempengaruhi bawahan.
23
Universitas Bhayangkara Jaya
Gambar 2.2 Pola Gaya kepemimpinan situasioanal
Sumber : olah data tahun 2016
Hamdan Dimyati (2014:62) Perilaku hubungan meliputi penggunaan
komunikasi dua-arah, mendengar,memotivasi, melibatkan pengikut dalam proses
pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan emosional pada mereka.
Perilaku hubungan juga diberlakukan secara berbeda di aneka situasi. Kategori dari
keseluruhan gaya kepemimpinan di atas diidentifikasikan mereka dalam empat
dimensi/bentuk yang merupakan kombinasi dari dua perilaku sebagai berikut::
a. Telling (Pemberi tahu)
Jika seorang pemimpin berperilaku memberitahukan, hal itu berarti bahwa
orientasi tugasnya dapat dikatakan tinggi dan digabung dengan hubungan atasan-
bawahan yang tidak dapat digolongkan sebagai akrab, meskipun tidak pula
digolongkan sebagai hubungan yang tidak bersahabat. Dalam praktek apa yang
terjadi ialah bahwa seorang pimpinan merumuskan peranan apa yang diharapkan
24
Universitas Bhayangkara Jaya
dimainkan oleh para bawahan dengan memberitahukan kepada mereka apa,
bagaimana, bilamana, dan dimana kegiatan-kegiatan dilaksanakan.
b. Selling (Penjual)
Jika seorang pimpinan berperilaku “menjual” berarti ia bertitik tolak dari
orientasi perumusan tugasnya secara tegas digabung dengan hubungan atasan-
bawahan yang bersifat intensif. Dengan perilaku yang demikian, bukan hanya
peranan bawahan yang jelas, akan tetapi juga pimpinan memberikan petunjuk-
petunjuk pelaksanaan dibarengi oleh dukungan yang diperlukan oleh para
bawahannya itu. Dengan demikian diharapkan tugas-tugas yang harus dilaksanakan
terselesaikan dengan baik.
c. Participating (Partisipatif)
Perilaku seorang pemimpin dalam hal demikian ialah orientasi tugas yang
rendah digabung dengan hubungan atasan awahan yang intensif. Perwujudan paling
nyata dari perilaku demikian ialah pimpinan mengajak para bawahannya untuk
berperan serta secara aktif dalam proses pengambilan keputusan. Artinya, pimpinan
hanya memainkan peranan selaku fasilitator untuk memperlancar tugas para
bawahan yang antara lain dilakukannya dengan menggunakan saluran komunikasi
yang efektif.
d. Delegating (Pendelegasian)
Seorang pimpinan dalam menghadapi situasi tertentu dapat pula
menggunakan perilaku berdasarkan orientasi tugas yang rendah pula. Dalam
praktek, dengan perilaku demikian seorang pejabat pimpinan membatasi diri pada
pemberian pengarahan kepada para bawahannya dan menyerahkan pelaksanaan
kepada para bawahannya tersebut tanpa banyak ikut campur tangan. Setelah
penjabaran oleh para ahli di atas bisa dikatakan penerapan model gaya
kepemimpinan situasional di perusahaan sangat efektif,
25
Universitas Bhayangkara Jaya
dikarenakan melihat proses awal penerapannya dimana pemimpin harus jeli
memperhatikan situasi, kesiapan para karyawannya. Kesiapan tersebut menjadi
tolak ukur kemampuan dari para karyawan untuk menjalankan tugas-tugas yang
diberikan oleh pemimpin. Dalam penerapannya, gaya kepemimpinan situasional
mampu mengukur tingkat kematangan dan kedewasaan karyawan, yang diharapkan
semakin tinggi tingkat kematangan dan kedewasaan karyawan maka akan
membentuk sifat kemandirian dan tanggung jawab para karyawan untuk lebih siap
menjalankan tugas-tugas yang diberikan oleh pimpinan.
Miftha Thoha (2011:262) mengemukakan ada beberapa gaya
kepemimpinan, diantaranya adalah gaya kepemimpinan situasional, yaitu gaya
kepemimpinan yang didasarkan pada saling berhubungannya hal-hal berikut ini:
a. Teori Sifat Kepemimpinan;
Teori ini sering disebut juga “greet man”, yang menyatakan bahwa
seorang pemimpin itu dilahirkan membawa atau tidak ciri-ciri atau sifat-sifat
yang diperlukan bagi seorang pemimpin, atau dengan kata lain, individu yang
lahir telah membawa ciri-ciri tertentu yang memungkinkan yang dapat menjadi
seorang pemimpin.
b. Teori Kelompok;
Teori ini menyatakan bahwa untuk pencapaian tujuan-tujuan kelompok
harus ada pertukaran yang positif antara pimpinan dan bawahan. Kepemimpinan
itu merupakan proses suatu pertukaran (exchange proses) antara pemimpin dan
pengikutnya, yang juga melibatkan konsep sosiologi tentang peranan yang
diharapkan kedua belah pihak,yang dipengaruhi oleh situasi lingkungan bekerja.
c. Teori Situasional (Contingency);
26
Universitas Bhayangkara Jaya
Setelah baik pendekatan sifat maupun kelompok tebukti tidak
memadai untuk mengukapkan teori kepemimpinan menyeluruh, perhatian
dialihkan pada aspek-aspek situasional kepemimpinan.
Hughes Ginnet (2012:232),”Perilaku kepemimpinan adalah tentang
kelakuan yang spesifik”menetapkan sasaran performa yang spesifik bagi
anggota tim.”
Komang,I. Wayan dan Wayan Mudiartha (2012:184) Gaya
kepemimpinan situasional adalah perilaku pimpinan dalam menghadapi
tingkat kematangan dari para bawahan, pengertian kematangan pengertian
umum tentang kedewasaan seseorang ,suatu kemampuan dan kemauan dari
para bawahan.
Paul Hersey and Blanchard 1996:64 (dikutip oleh Miftah
Thoha,(2011:317) gaya kepemimpinan situasional didasarkan pada saling
berhubungan diantaranya hal-hal berikut ini:
a. Jumlah petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan
b. Jumlah dukungan sosio-emosional yang diberikan oleh pemimpin
c. Tingkat kesiapan atau kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam
melaksanakan tugas khusus, fungsi atau tujuan tertentu.
Konseptual melengkapi pemimpin dengan pemahaman dari hubungan antara
gaya kepemimpinan yang efektif dan tingkat kematangan para pengkutnya.
Dengan demikian walaupun terdapat banyak variabel variabel situasional yang
penting lainnay misalnya: organisasi, tugas-tugas pekerjaan, pengawasan
dan waktu kerja, akan tetapi penekanan dalam gaya kepamimpinan
situasional ini hanyalah pada prilaku pemimpian dan bawahannya saja.
Perilaku pengikut atau bawahan ini amat penting atau mengetahui gaya
kepemimpinan situasional, karena bukan saja pengikut sebagai individu, ia
menerima atau menolak pemimpinnya, akan tetapi sebagai pengikut secara
kenyataannya dapat menentukan kekuatan pribadi apapun yang dipunyai
pemimpin
27
Universitas Bhayangkara Jaya
Perilaku tugas adalah suatu perilaku seorang pemimpin untuk mengatur
dan merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota kelompok atau para
pengikut. menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh masing-masing
anggota, dan bagai mana tugas-tugas tersebut harus dicapai. Perilaku hubungan
adalah perilaku seorang pemimpin yang ingin memelihara hubungan-
hubungan antara pribadi di antara dirinya dengan anggota-anggota kelompok
atau para pengikut dengan cara membuka lebar-lebar jalur komunikasi,
mendelegasikan tanggung jawab, dan memberikan kesempatan pada bawahan
untuk menggunakan potensinya.
Berdasarkan teori gaya kepemimpinan situasional dari beberapa ahli
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan situasional adalah
pola prilaku yang diperlihatkan seorang pemimpin pada saat memimpin pada saat
mempengaruhi aktivitas orang lain baik sebagai individu maupun kelompok.
Dalam hubungannya dengan perilaku pemimpin ini, ada dua hal yang
biasanya dilakukan terhadap bawahannya atau pengikutnya menurut Hersey
dan Blanchard yang dikutip oleh Miftah Thoha, ( 2011:318) yakni perilaku
mengarahkan atau perilaku mendukung.
a. Perilaku mengarahkan adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan
dalam komunikasai satu arah. Bentuk pengarahan dalam komunikasi satu
arah ini antara lain, menetapkan peranan yang seharusnya dilakukan pengikut,
memberitahukan pengikut tentang apa yang saharusnya bias dikerjakan,
dimana melakukan hal tersebut, bagaimana melakukannya dan melakukan
pengawasan secara ketat kepada pengikutnya.
b. Perilaku mendukung adalah sejauh mana seorang pemimpin melibatkan
diri dalam komunikasi dua arah, misalnya mendengar, menyediakan
dukungan dan dorongan, memudahkan interaksi, dan melibatkan pengikut
dalam pengambilan keputusan.
28
Universitas Bhayangkara Jaya
Kedua norma prilaku tersebut ditempatkan pada dua poros yang
terpisah dan berbeda seperti dibawah ini sehingga dengan demikian dapat
diketahui 4 (empat) gaya dasar kepemimpinan menurut Hersey dan
Blanchard (dikutip oleh Miftah Thoha, (2011:318) berikut pola kerangka
teori kepemimpinan
Gambar 2.3 Kerangka Teori kepemimpinan
Sumber : olah data tahun 2016
Pendekatan perilaku
Pendekatan
pembawaan
Pendekatan
situasional
Pendekatan
neokarismatik
greatman
Manajemen grid
Michigan university
Situasional theory
telling
selling
participating
delegating
Employee oriented
Production oriented
Kontigensi fedler
Transformasional
transformasional
transaksional
Path goal theory
29
Universitas Bhayangkara Jaya
Gaya kepemimpinan situasional pada saat ini sangat mempengaruhi
kinerja di era modernisasi gaya kepeimpinan situasional adalah perilaku yang
seharusnya mampu diterapkan dengan memiliki tingkat kesadaran waktu
situasional yang tepat didalam memimpin organisasi, pemimpin di era
modernisasi harus mampu mengambil keputusan yang tepat. Berdasarkan
perilaku gaya kepemimpinan situasioanal memiliki pola yang berbentuk
situasi antara pemimpin, bawahan, dan situasi yang saling berhubungan
dan saling mempengaruhi melalu pola tersebut menggambarkan gaya
kepemimpinan mampu mempengaruhi kinerja.
2.3.1 Ciri-Ciri Kepemimpinan
Stogdill, (1974), menyebutkan ciri dan syarat kepemimpinan dikutip oleh
H.A.Hamdan Dimyati (2014:32) adalah sebagai berikut :
a. Dapat beradaptasi dengan situasi
b. Siap siaga pada lingkungan social
c. Ambisi dan berorientasi pada pencapaian tujuan
d. Tegas dan berkesan sedikit sombong
e. Kooperatif
f. Optimis
g. Dapat diandalkan
h. Dominant
i. Berkeinginan untuk mempengaruhi orang lain
j. Enerjik (high activity level)
k. Keras hati
l. Gigih Percaya diri
m. Dapat mentoleransi tekanan (stress)
n. Mampu mengemban tanggung jawab
Berdasarkan ciri kemimpinan diatas seorang pemimpin mempunyai tolak
ukur yang mampu mengukur diri sendiri.
30
Universitas Bhayangkara Jaya
2.3.2 Syarat Kepemimpinan
(STOGDILL; 1974 dikutip H.A.Hamdan Dimyati (2014.p.32) )
a. Pandai
b. Memiliki kemampuan secara konseptual
c. Kreatif
d. Diplomatis
e. Bijaksana
f. Lancar berkomunikasi
g. Memiliki kemampuan tentang pendelegasian aktifitas secara kelompok
h. Dapat mengorganisasi suatu aktifitas
i. Memiliki kemampuan secara administrasi
j. Persuasif
k. Memiliki kemampuan bersosialisasi.
Hughes Ginnet (2012:232),’’Praktisi kepemimpinan perlu menyadari
bahwa mereka pada akhirnya akan dinilai dari hasil yang mereka dapatkan dan
perilaku yang mereka tunjukan, tetapi pengalaman sebelumnya, nilai dan
karakter, memainkan peran penting dalam cara seorang pemimpin membangun
tim dan mendapatkan hasil dari orang lain’’.
2.3.3 Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Situasional dengan Kinerja
Gaya kepemimpinan situasional adalah model gaya kepemimpinan yang
memfokuskan pada pengikut, pengikut yang dimaksud adalah karyawan di
dalam suatu perusahaan. Gaya kepemimpinan situasional diterapkan dengan
melihat kesiapan dan kematangan dari para karyawannya untuk menjalankan
pekerjaan yang diberikan oleh pemimpin. Kesiapan dan kematangan tersebut
diperoleh dari tingkat arahan dan bimbingan yang diberikan pimpinan serta
dukungan emosional yang diberikan pimpinan kepada para karyawan.
Terbentuknya kesiapan dan kematangan pada diri karyawan mampu
menimbulkan suatu peningkatan kinerja.
Gaya kepemimpinan situasional yang efektif dapat meningkatkan kinerja
semua karyawan dalam mencapai tujuan perusahaan. Dengan demikian, gaya
kepemimpinan situasional dapat menjadi pedoman yang baik dalam peningkatan
kinerja karyawan.
31
Universitas Bhayangkara Jaya
Peranan gaya kepemimpinan akan menjadi penting dan dibutuhkan untuk
menyelaraskan berbagai macam kebutuhan dan juga untuk menciptakan situasi
kerja yang kondusif. Di samping itu dapat mendorong para pegawai untuk
berperilaku sesuai dengan tujuan perusahaan yang ditetapkan. Dari berbagai
cara yang dilakukan oleh pemimpin dalam menggerakkan bawahannya untuk
mencapai tujuan perusahaan pada akhirnya harus dapat pula menimbulkan
kinerja dari para bawahannya. Secara tidak langsung gaya kepemimpinan dari
seorang pemimpin ikut menentukan terbentuknya kinerja karyawan. Semakin
baik gaya kepemimpinan seseorang terhadap bawahan, maka semakin tinggi
pula kinerja bawahannya.
Pemimpin merupakan asas penting didalam perusahaan sebagai otak
penggerak dalam menjalankan perusaahaan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan sesuai. Pemimpin dalam hubunganya memiliki dua hal perilaku yaitu
mengarahkan dan mendukung, perilaku mengarahkan adalah seorang pemimpin
melibatkan diri dalam komunikasi satu arah terhadap bawahannya.
Perilaku mendukung seorang pemimpinan melibatkan diri dalam
komunikasi dua arah terhadap bawahannnya. Dari kedua norma perilaku
kepemimpinan tersebut dapat diketahui empat gaya kepemimpinan contigensi.
Perkataan pemimpin/leader mempunyai macam-macam pengertian
Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara gaya kepemimpinan
situasional dan kinerja, sangat dibutuhkan dizaman modernisasi yang
menjunjung tinggi pemberdayaan manusia sehingga mampu mempengaruhi
kinerja secara efektif dan efisien.
2.4 Kinerja karyawan.
Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Suatu organisasi, baik itu
pemerintah maupun swasta, selalu digerakan oleh sekelompok orang yang
berperan aktif untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai dari organisasi tersebut.
Tujuan organisasi tentunya tidak akan tercapai jika kinerja anggota atau
pegawainya tidak maksimal. Kinerja dapat diketahui oleh individu atau
sekelompok karyawan yang mempunyai kriteria dan standar keberhasilan tolak
32
Universitas Bhayangkara Jaya
ukur yang ditetapkan oleh organisasi, oleh karena itu jika tanpa tujuan dan target
yang ditetapkan dalam pengukuran maka kinerja seseorang atau kinerja
oraganisasi tidak ada tolak ukur keberhasilannya.
Lijan Poltak Sinambela (2012:136), mengemukakakan bahwa kinerja
karyawan didefinisikan sebagai kemampuan pegawai dalam melakukan
sesuatau keahlian tertentu.
Hughes Ginnet (2012:311), Kinerja berkaitan dengan perilaku ke arah
pencapaian tujuan atau misi organisasi atau produk dan jasa yang dihasilkan
perilaku tersebut.
A.Prabu Mangkunegara (2013:67) Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pekerja dalam melaksanakan
tugasnya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2.4.1 Indikator kinerja.
Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada empat
indikator, Menurut Dale Furtwengler, (2000:1) dikutip Lijan Poltak Sinambela
(2013:115) :
a. Kecepatan;
Kecepatan sangat penting bagi keunggulan bersaing perusahaan.
Kecepatan terakit dengan unsur-unsur: tindakan karyawan
mengindikasikan pemahaman mengenai derajat kepentingan kecepatan
dalam lingkungan persaingan; karyawan melakukan pekerjaan dengan
bagus; karyawan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jadwal;
karyawan mencari cara untuk menyelesaikan pekerjaan rutin dengan lebih
cepat.
b. Kualitas;
Kualitas tidak dapat dikorbankan demi kecepatan. Mengenai
kualitas dapat dilihat beberapa unsur berikut: karyawan bangga terhadap
pekerjaannya; karyawan melakukan pekerjaannya dengan benar sejak
awal; karyawan mencari cara-cara untuk memperbaiki kualitas
pekerjaannya.
33
Universitas Bhayangkara Jaya
c. Layanan;
Manfaat kecepatan dan kualitas akan mudah berubah menjadi
layanan buruk. Hal ini dapat dilihat melalui hal-hal berikut: tindakan
karyawan dapat mengindikasikan pemahaman pentingnya melayani
kepada para pelanggan; karyawan menunjukkan keinginannya untuk
melayani orang lain dengan baik; karyawan merespon pelanggan dengan
tepat waktu; karyawan memberikan lebih daripada yang diminta oleh
pelanggan.
d. Nilai;
Pemahaman mengenai nilai sangat penting dalam keputusan
pembelian, penetapan sasaran, menyusun prioritas dan efektivitas kerja.
Sedikitnya ada dua hal yang tercakup dalam aspek nilai, yaitu: tindakan
karyawan mengindikasikan pemahaman mengenai konsep nilai; dan nilai
merupakan sesuatu yang dipertimbangkan oleh karyawan dalam
pengambilan keputusan.
2.4.2 Model Proses Kinerja
Lijan Poltak Sinambela (2012:14) Model sebagai usaha mempermudah
pemahaman mengenai sifat kinerja organisasi, terdapat tiga dimensi utama
model proses kinerja.
a. Konsep optimisasi tujuan;
Penggunaan ancangan optimasi tujuan terhadap efektifitas
organisasi memungkinkan diakuinya secara eksplisit bahawa organisasi
yang berbeda pula,dengan demikian nilai keberhasilan atau kegagalan
relative dari organisasi tertentu harus ditentukan dengan membandingkan
hasilnya dengan tujuan organisasi dan bukan engan pertimbangan pribadi.
b. Perspektif sistem;
Menekankan pentingnya arti interaksi komunikasi organisasi
lingkungan perspektif sisitem ini memusatkan perhatian pada hubungan
antara komponen komponen baik yang terdapat didalam maupun diluar
orgsnisasi.
34
Universitas Bhayangkara Jaya
c. Tekanan pada perilaku manusia dalam susunan organisasi;
Aspek terakhir dari rancangan yang perlu diperhatikan adalah
tekanan pada pengertian mengenai peranan perilaku manusia dengan
pengaruhnya pada prestasi organisasi, dalam hal ini harus memahami
perilaku pekerja efektifitas organisasi adalah hubungan anatara apa yang
diinginkan para pekerja dengan apa yang diinginkan organisasi.
2.4.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja.
A. Prabu Mangkunegara (2011:67), Faktor-faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan
faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith Davis,
(1964:484) yang merumuskan bahwa:
a. Human Performance = Ability + Motivation
b. Motivation = Attitude + Situation
c. Ability = Knowledge + Skill”
1) Faktor kemampuan
Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill).
Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120)
dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil
dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah
mencapai kinerja sesuai dengan keahliannya. (the right man in the
right places, the right man on the right job).
2) Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi ( tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental
yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja
secara maksimal.
35
Universitas Bhayangkara Jaya
2.4.4 Penilaian Kinerja.
Sedarmayanti (2013:261), penilaian kinerja adalah uraian sistematik
tentang kekuatan/kelebihan dan kelemahan yang berkaitan dengan pekerjaan
seseorang/kelompok.
Lijan Poltak Sinambela (2011:60) menggambarkan tiga tujuan
penilaian kinerja yang mempengaruhi penilaian yaitu:
a. Tujuan penilaian dapat langsung mempengaruhi penilaian.
b. Tujuan penilaian tidak langsung mempengaruhi penilaian, melalui proses
kognitif dasar, termasuk observasi.
c. Tujuan penilaian dapat mempengaruhi dimana penilai dapat memasukkan
informasi perilaku yang dinilai ketika membuat judgment tentang kinerjanya,
melalui indikator kinerja kecepatan,kualitas,layanan dan nilai
2.4.5 Evaluasi kinerja
Lijan Poltak Sinambela (2012:189) evaluasi kinerja memberikan
gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja yang berhasil
dicapai organisasi. Capaian kinerja dapat dinilai melalui skala pengukuran
tertentu. informasi capaian kinerja bisa dijadikan umpan balik dalam bentuk
penilaian untuk melihat akuntabilitas. Dalam evaluasi beberapa hal yang
harus dicermati.
a. Pertama,Umpan balik, hasil pengukuran terhadap capaian kinerja
haruslah dikomunikasikan kepada pegawai dalam bentuk umpan balik.
b. Kedua, Penilaian kemajuan organisasi ,pengukuran kinerja yang
dilaksanakan setiap periode tertentu, sangat bermanfaat untuk menilai
kemajuan yang telah dicapai organisasi.
c. Ketiga, Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas, yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan.
36
Universitas Bhayangkara Jaya
2.4.6 Penelitian Terdahulu
a. Ariza Lucky Paraditha(2013) “Pengaruh program training
(pelatihan) terhadap kualitas karayawan PT.Sucofindo cabang
samarinda berdasarkan uji f ( uni signifikan )variabel pelatihan
berpengaruh terhadap kualitas kinerja karyawan PT.Sucofindo
cabang samarinda.
b. Cahyani Mufida (2008)” Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Situiasional Terhadap Kinerja Pustakawan Perpustakaan Perguruan
Tinggi Negeri di Malang “.Hasil penelitian pada taraf nyata α = 0,05
menunjukkan bahwa variabel bebas yaitu Gaya Kepemimpinan
Situasional mempunyai pengaruh signifikan sebesar 39,7% terhadap
Kinerja Pustakawan Perpustakaan di Malang.”
c. Muhammad Ziauddin (2011) “Pengaruh gaya kepemimpinan
situasional terhadap kinerja pegawai pada PT. Telkom Indonesia
Witel Malang” yaitu Gaya Kepemimpinan Situasional mempunyai
pengaruh yang signifikan yaitu sebesar 57,7% terhadap Kinerja
Pustakawan Perpustakaan PTN di Malang.” Peneliti menggunakan
analis regresi berganda, korelasi dan determinasi.
d. Wiky Heryatno (2013) “Pengaruh Pelatihan Kerja Terhadap KInerja
Pegawai Melalui Penempatan Kerja (Studi Kasus Di Sekertariat
KPU Provinsi Jawa Barat)” pengaruh yang signifikan pelatihan kerja
terhadap kinerja ,Digunakan uji dua pihak, dengan taraf signifikansi
5% dan derajat kebebasan (dk) 35-2 = 33 didapatkan nilai ttabel
sebesar 2,03, karena thitung > ttabel (2,70 > 2,03) ada pengaruh
signifikan pelatihan kerja terhadap kinerja pegawai.
37
Universitas Bhayangkara Jaya
2.4.7 Kerangka Pemikiran
Dalam penelitian ini varible Independen adalah pelatihan dan
gaya kepemimpinan situasional, sedangkan variable Dependen kinerja.
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
H1
H3
H2
Sumber : olah data tahun 2016
2.4.8 Hipotesis
H01 : Diduga pelatihan secara parsial terdapat pengaruh terhadap kinerja
karyawan PT.ISS Indonesia Facility service RS.Awal Bros Bekasi.
H02 : Diduga Gaya kepemimpinan situasional secara parsial terdapat
pengaruh terhadap kinerja karyawan PT.ISS Indonesia Facility service
RS.Awal Bros Bekasi.
Ho3 : Diduga Pelatihan dan Gaya kepemimpinan situasional secara
simultan terdapat pengaruh terhadap kinerja karyawan PT.ISS Indonesia
Facility service RS.Awal Bros Bekasi.
Pelatihan
X1
Gaya
kepemimpinan
Situasional X2
Kinerja
Karyawan
Y