bab 2 tinjauan pustaka 2.1 pendahuluan - unisba

50
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan Sebelum melakukan pembahasan mengenai permasalahan dalam skripsi, dalam bab ini akan dijelaskan beberapa teori penunjang yang dapat membantu dalam penulisan skripsi. Teori penunjang tersebut antara lain : Analisis deret waktu (time series), stasioner dan non-stasioner, Pengujian kestasioneran data deret waktu, differencing, Autocorrelation Function/Fungsi Autokorealsi (ACF), Partial Autocorrelation Function/Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF), proses White Noise, uji normalitas, model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA), proses Pemodelan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan Artificial Neural Network (ANN). 2.2 Analisis Deret Waktu (Time Series) Time series atau runtun waktu adalah himpunan observasi data terurut dalam waktu (Hanke&Winchern, 2005). Metode time series adalah metode peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan antara variabel yang akan dipekirakan dengan variabel waktu. Peramalan suatu data time series perlu memperhatikan tipe atau pola data. Secara umum terdapat empat macam pola data time series, yaitu horizontal, trend, musiman, dan siklis (Hanke dan Wichren, 2005). Pola horizontal merupakan kejadian yang tidak terduga dan bersifat acak, tetapi kemunculannya dapat mempengaruhi fluktuasi data time series. Pola trend merupakan kecenderungan arah data dalam jangka panjang, dapat berupa repository.unisba.ac.id

Upload: others

Post on 06-Nov-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Sebelum melakukan pembahasan mengenai permasalahan dalam skripsi,

dalam bab ini akan dijelaskan beberapa teori penunjang yang dapat membantu

dalam penulisan skripsi. Teori penunjang tersebut antara lain : Analisis deret

waktu (time series), stasioner dan non-stasioner, Pengujian kestasioneran data

deret waktu, differencing, Autocorrelation Function/Fungsi Autokorealsi (ACF),

Partial Autocorrelation Function/Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF), proses

White Noise, uji normalitas, model Autoregressive Integrated Moving Average

(ARIMA), proses Pemodelan Autoregressive Integrated Moving Average

(ARIMA) dan Artificial Neural Network (ANN).

2.2 Analisis Deret Waktu (Time Series)

Time series atau runtun waktu adalah himpunan observasi data terurut

dalam waktu (Hanke&Winchern, 2005). Metode time series adalah metode

peramalan dengan menggunakan analisa pola hubungan antara variabel yang akan

dipekirakan dengan variabel waktu. Peramalan suatu data time series perlu

memperhatikan tipe atau pola data. Secara umum terdapat empat macam pola data

time series, yaitu horizontal, trend, musiman, dan siklis (Hanke dan Wichren,

2005).

Pola horizontal merupakan kejadian yang tidak terduga dan bersifat acak,

tetapi kemunculannya dapat mempengaruhi fluktuasi data time series. Pola trend

merupakan kecenderungan arah data dalam jangka panjang, dapat berupa

repository.unisba.ac.id

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

9

kenaikan maupun penurunan. Pola musiman merupakan fluktuasi dari data yang

terjadi secara periodik dalam kurun waktu satu tahun, seperti triwulan, kuartalan,

bulanan, mingguan, atau harian. Sedangkan pola siklis merupakan fluktuasi dari

data untuk waktu yang lebih dari satu tahun.

Time series adalah catatan dari nilai-nilai yang diamati dari sebuah proses

atau fenomena yang diambil secara berturut-turut dari waktu ke waktu. Nilai-nilai

yang diamati tersebut dapat bersifat deterministik (dapat dijelaskan secara

eksplisit dengan rumus matematika) ataupun non-deterministik (tidak dapat

dinyatakan dengan rumus matematika) atau data acak. Proses-proses yang sifatnya

non-deterministik disebut sebagai stokastik dimana nilai-nilai yang diamati,

dimodelkan sebagai urutan variabel-variabel acak. secara formal :

Proses stokastik adalah sekumpulan variabel acak dimana T

adalah indeks yang ditetapkan untuk semua variabel acak ,

didefenisikan pada sampel yang sama. Apabila indeks yang ditepakan T

menunjukan waktu, maka proses stokastik disebut sebagai time series.

Time series pada umumnya dapat diklasifikasi menjadi dua yaitu stasioner

dan non-stasioner. Secara sederhana, suatu deret pengamatan dikatakan stasioner

apabila proses tidak berubah seiring dengan adanya perubahan time series. Jika

suatu time series Xt stasioner maka nilai tengah (mean), varian dan kovarian deret

tersebut tidak dipengaruhi oleh berubahnya waktu pengamatan, sehingga proses

berada dalam keseimbangan statistik (Soejoeti, 1987). Sebaliknya, untuk time

series non-stasioner rata-rata, variansi atau keduanya akan berubah pada lintasan

time series tersebut. Time series stasioner memiliki keunggulan dari representasi

repository.unisba.ac.id

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

10

oleh model-model analitis terhadap ralaman-ramalan yang dihasilkan. Model-

model non-stasioner melalui proses defferencing dapat diubah menjadi time series

stasioner dengan demikian analisis yang diterapkan sebagai proses stasioner.

2.3 Stasioner dan Non-stasioner

Time series stasioner terkait dengan konsistensi pergerakan data time

series. Suatu data time series dikatakan non-stasioner bila nilai rata-rata dan

variansinya bervariasi sepanjang waktu atau dengan kata lain data dikatakan

stasioner bila data bergerak stabil dan konvergen sekitar nilai rata-ratanya tanpa

mengalami fluktuasi pergerakan trend positif maupun negatif. Kestasioneran data

haruslah memenuhi asumsi homoskedastis dan tidak adanya autokorelasi. Properti

data stasioner adalah sebagai berikut :

1. Mean : (konstan)

2. Varians :

3. Kovarians : (tidak tergantung t)

4. Distribusi bersama X adalah identik dengan

{X untuk setiap .

Stasioneritas berarti tidak terjadinya pertumbuhan dan penurunan data.

Suatu data dapat dikatakan stasioner apabila pola data tersebut berada pada

kesetimbangan disekitar nilai rata-rata yang konstan dan variansi disekitar rata-

rata tersebut konstan selama waktu tertentu (Makridakis, 1999). Time series

dikatakan stasioner apabila tidak ada unsur trend dalam data dan tidak ada unsur

musiman atau rata-rata dan variannya tetap, seperti pada Gambar 2.1.

repository.unisba.ac.id

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

11

Gambar 2.1. Plot time series data stasioner dalam rata-rata dan variansi

2.4 Pengujian Kestasioneran Data Deret Waktu

2.4.1 Secara Visual

Untuk menelaah ketidak-stasioneran data secara visual, tahap pertama

dapat dilakukan pada peta data atas waktu, karena biasanya “mudah”, dan jika

belum mendapatkan kejelasan, maka tahap berikutnya ditelaah pada gambar ACF

dan PACF.

1. Analisis Grafik

Data deret waktu diplot, dimana sumbuh datar adalah waktu dan sumbuh

tegak nilai dari data. Jika plot data untuk setiap periode waktu meningkat dan

menurun membentuk suatu trend maka data deret tersebut non-stasioner.

repository.unisba.ac.id

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

12

Gambar 2.2 Plot data tidak stasioner

Pada gambar 2.2 di atas pola dapat memperlihatkan peningkatan setiap

periodenya atau terdapat trend naik, menunjukan terdapat perubahan dalam rata-

rata, sehingga pola dikatakan non-stasioner. Sedangkan pada gambar 2.1 di atas,

pola setiap periode memberikan rata-rata yang tidak berbeda memperlihatkan pola

yang stasioner.

2. Korelogram Nilai-nilai Autokorelasi

Menurut (Yanti, 2010), salah satu test kestasioneran yang sederhana

didasarkan pada autocorrelation function (ACF). ACF lag ke-k dinotasikan ρk,

yaitu :

...(2.1)

dimana

...(2.2)

nilai ditaksir oleh rk

repository.unisba.ac.id

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

13

Telaahan pada gambar ACF adalah :

a. Jika data stasioner maka gambarnya akan membangun pola yaitu nilai-

nilai autokorelasi pada correlogram akan turun sampai nol mulai time-lag

kedua atau ketiga.

b. Jika data tidak stasioner maka gambar dari ACF akan membangun pola,

Menurun secara perlahan, jika data tidak stasioner dalam rata-rata

hitung (trend naik atau turun). Data yang tidak stasioner maka

nilai-nilai autokorelasi tersebut berbeda signifikan dari nol.

Gambar 2.3 Plot ACF non-stasioner dalam rata-rata

Alternating, jika data tidak stasioner dalam varians

Gelombang, jika data tidak stasioner dalam rata-rata dan varians.

Terlihat pada gambar

repository.unisba.ac.id

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

14

Gambar 2.4 Plot ACF non-stasioner dalam Rata-rata dan Varians

2.4.2 ADF Test

Perilaku data stasioner mengindikasikan bahwa data tersebut memiliki

rata-rata, varians dan kovarians setiap saat sama, tidak menjadi persoalan di titik

yang mana mereka diukurnya (Yanti, 2010), artinya data tersebut stabil atau

mencapai keseimbangan dalam jangka panjang sehingga dari model yang

digunakan untuk meramalkan periode yang akan datang menjadi sahih. Uji

stasioner yang akan digunakan adalah Uji Akar Unit.

(Yanti, 2010) Uji Akar Unit merupakan salah satu konsep yang akhir-akhir

ini makin populer dipakai untuk menguji kestasioneran data time series. Uji ini

dikembangkan oleh Dickey dan Fuller, dengan menggunakan Augmented Dickey

Fuller Test (ADF). Terdapat tiga kemungkinan dimana ADF test ditaksir dari tiga

bentuk persamaan yang berbeda, yaitu :

repository.unisba.ac.id

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

15

Data level

: tanpa Intersep ...(2.3)

: Intersep ...(2.4)

: Intersep dan trend ...(2.5)

Langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut :

1) Menguji variabel dengan ADF test

Hipotesis yang digunakan adalah :

H0 : δ = 0 (non stasioner), melawan H1 : δ < 0 (stasioner)

Statistik uji yang digunakan adalah

Tolak H0 jika τ hasil perhitungan lebih besar dari τ tabel atau jika

probabilitas hasil perhitungan lebih kecil dari derajat kepercayaan

yang kita inginkan. Perhitungan prosedur di atas menggunakan

perangkat software Eviews

2) Bila variabel yang kita uji ternyata tidak stasioner maka data dilakukan

differencing atau pembedaan, kemudian dilakukan pengujian terhadap data

tersebut seperti langkah 1).

2.5 Metode Pembedaan (Differencing)

Differencing (pembedaan) dilakukan untuk menstasionerkan data non-

stasioner. Operator shift mundur (backward shift) sangat tepat untuk

menggambarkan proses differencing (Makridakis, 1999). Notasi yang sangat

bermanfaat dalam metode pembedaan adalah operator shift mundur (backward

shift) disimbolkan dengan B sebagai berikut :

repository.unisba.ac.id

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

16

...(2.6)

Dengan : nilai variabel X pada waktu t

: nilai variabel X pada waktu t-1

B : backward shift

Pada persamaan (2.6) diatas, notasi B yang dipasang pada memiliki

efek menggeser data satu periode ke belakang. Sedangkan dua aplikasi dari B

terhadap akan menggeser data tersebut dua periode ke belakang, sebagai

berikut :

...(2.7)

Apabila suatu time series non-stasioner, maka data tersebut dapat dibuat

lebih mendekati stasioner dengan melakukan pembedaan pertama. Operator ini

memedahkan proses diferensiasi. Deffersiasi pertama/turunan tingkat satu dapat

dituliskan sebagai berikut :

= ...(2.8)

Menggunakan operator shift mundur, persamaan (2.8) dapat ditulis

kembali menjadi (Makridakis, 1995) :

= ...(2.9)

Pembedaan pertama dinyatakan oleh (1-B) sama halnya apabila perbedaan

orde kedua (yaitu perbedaan pertama dari perbedaan pertama sebelumnya) harus

dihitung, maka pembedaan orde kedua :

repository.unisba.ac.id

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

17

... (2.10)

Pembedaan orde kedua diberi notasi (1-B)2. Pembedaan orde kedua tidak

sama dengan pembedaan kedua yang diberi notasi 1-B2. Sedangkan pembedaan

pertama (1-B) sama dengan pembedaan orde pertama (1-B).

Pembedaan kedua

Tujuan dari menghitung pembedaan adalah mencapai stasioneritas dan

secara umum apabila terdapat pembedaan orde ke-d untuk mencapai stasioneritas,

ditulias sebagai berikut :

Pembedaan orde ke-d

...(2.11)

2.6 Autocorrelation Function/Fungsi Autokorealsi (ACF)

Pada proses stasioner suatu data time series diperoleh dan

variansi , yang konstan dan kovariansi

, fungsinya hanya pada pembedaan waktu . Oleh karena

itu, hasil tersebut dapat ditulis sebagai kovariansi antara dan sebagai

berikut (Wei, 1989) :

...(2.12)

...(2.13)

Autokorelasi merupakan korelasi atau hubungan antar data pengamatan

suatu data time series. Menurut Wei (2006), koefisien autokorelasi untuk lag–k

dari data runtun waktu dinyatakan sebagai berikut:

repository.unisba.ac.id

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

18

...(2.14)

Dengan :

= rata-rata

= autokovariansi pada lag-k

= autokorelasi pada lag-k

t = waktu pengamatan, t = 1,2,3,...

Dimana notasi . Sebagai fungsi k, maka

disebut fungsi autokorelasi dan menggambarkan kovariansi (ACF), dalam

analisis time series, dan menggambarkan kovarian dan korelasi antara

dan dari proses yang sama, hanya dipisahkan oleh lag ke-k.

Dengan menggunakan asumsi-asumsi diatas, maka taksiran parameter

diatas dapat disederhanakan menjadi :

...(2.15)

Dengan :

= koefisien autokorelasi pada lag-k

k = selisih waktu

n = jumlah observasi

= rata-rata dari pengamatan

= pengamatan pada waktu ke-t

= pengamatan pada waktu ke t+k, k=1,2,3,...

repository.unisba.ac.id

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

19

Untuk mengetahui apakah koefisien autokorelasi signifikan atau tidak,

perlu dilakukan uji. Pengujian dapat dilakukan hipotesis :

H0: = 0 (koefisien autokorelasi tidak signifikan)

H1 : ≠ 0 (koefisien autokorelasi signifikan)

Statistik uji yang digunakan adalah :

dengan .

Kriteria uji keputusan H0 ditolak jika .

2.7 Partial Autocorrelation Function/Fungsi Autokorelasi Parsial (PACF)

Autokorelasi parsial merupakan korelasi antara dan dengan

mengabaikan ketidakbebasan . Autokorelasi parsial

digunakan untuk mengukur derajat asosiasi antara dan , ketika efek dari

rentang/jangka waktu (time lag) 1,2,3,...,k-1 dianggap terpisah. Ada beberapa

prosedur untuk menentukan bentuk PACF yang salah satunya akan dijelaskan

sebagai berikut. Menurut (Wei, 1989) fungsi autokorelasi parsial dapat

dinotasikan dengan :

... (2.16)

Misalkan adalah proses yang stasioner dengan , selanjutnya

dapat dinyatakan sebagai proses linier :

...(2.17)

Dengan adalah parameter regresi ke-i dan adalah nilai kesalahan

yang tidak berkorelasi dengan untuk j=1,2,...,k. Dengan mengalikan

repository.unisba.ac.id

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

20

pada kedua ruas persaman (2.18) dan menghitung nilai nol harapannya

(expected value), diperoleh :

...(2.18)

dan

untuk j=1,2,...k, diperoleh sistem persamaan berikut :

dengan menggunakan aturan Cramer, berturut–turut k=1,2,...,n diperoleh

repository.unisba.ac.id

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

21

Karena merupakan fungsi atas k, maka disebut fungsi

autokorelasi parsial. Hipotesis untuk menguji koefisien autokorelasi parsial

sebagai berikut :

H0 : = 0

H1 : 0

Statistik uji yang digunakan : dengan . Kriteria

uji : tolak H0 jika , dengan derajat bebas df=n-1, n adalah

banyaknya data (Wei, 2006).

2.8 Proses White Noise

Suatu proses {εt} disebut white noise jika merupakan barisan variabel acak

yang tidak berkorelasi dengan rata-rata E(εt) = 0, varians konstan Var(εt) =

Oleh karena itu, suatu proses white noise {εt} adalah stasioner dengan fungsi

autokovariansi (Wei, 2006).

Proses white noise dengan fungsi autokorelasi sebagai berikut :

repository.unisba.ac.id

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

22

Sedangkan, proses white noise dengan fungsi autokorelasi parsial sebagai berikut :

Langkah-langka pengujian white noise :

0 (residu memenuhi proses white noise)

(residu tidak memenuhi proses white noise)

Statistik uji yang digunakan yaitu uji Ljung Box-pierce. Rumus uji Ljung-Box atau

Box-pierce (Wei,2006) :

...(2.19)

dengan

n = banyaknya observasi dalam runtun waktu

k = banyaknya lag yang diuji

= nilai koefisien autokorelasi pada lag-k

Kriteria uji : H0 ditolak jika Q > tabel dengan derajat bebas (db) = k - p atau p-

value < dengan p adalah banyaknya parameter.

Selain itu, autokorelasi residual dapat dilihat dari plot ACF residual.

Apabila tidak ada lag yang keluar dari garis signifikansi, maka dapat dikatakan

bahwa tidak ada autokorelasi.

2.9 Uji Normalitas Residu

Uji normalitas residu dilakukan untuk mengetahui apakah galat

berdistribusi normal atau tidak. Pengujian dapat dilakukan dengan analisis grafik

normal probability plot. Jika residu berada di sekitar garis diagonal maka galat

repository.unisba.ac.id

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

23

berdistribusi normal. Sebaliknya, jika residu tidak berdistribusi normal, maka

residu akan menyebar seperti pada gambar berikut ini.

Gambar 2.5 Grafik normal probability plot

2.10 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) merupakan

model ARMA non-stasioner yang telah di differencing sehingga menjadi model

stasioner. Ada beberapa model ARIMA yang dapat digunakan pada data time

series, yaitu:

2.10.1 Model Autoregressive (AR)

Autoregressive adalah suatu bentuk regresi tetapi bukan yang

menghubungkan variabel tak bebas, melainkan menghubungkan nilai-nilai

sebelumnya pada time lag (selang waktu) yang bermacam-macam. Jadi suatu

model Autoregressive akan menyatakan suatu ramalan sebagai fungsi nilai-nilai

sebelumnya dari time series tertentu (Makridakis, 1995).

repository.unisba.ac.id

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

24

Model Autogressive (AR) dengan order p dinotasikan dengan AR (p).

Bentuk umum model AR(p) adalah:

...(2.20)

Dengan :

= nilai variabel pada waktu ke-t

= nilai masa lalu dari time series yang

bersangkutan pada waktu t.

= koefisien regresi

= nilai error pada waktu ke-t

p = orde AR

Persamaan (2.21) dapat ditulis dengan menggunakan operator B (back

shift) :

...(2.21)

dengan mengalikan kedua ruas pada persamaan (2.16) dengan dan

berdasarkan rumus (2.13) maka diperoleh :

...(2.22)

karena, = dan = , maka k=0 diperoleh dari :

...(2.23)

yang merupakan variansi dari autoregressive.

Proses AR (p) terjadi jika terdapat parameter yang bernilai

tidak nol berbeda secara signifikan dengan nol, sedangkan (tidak berbeda

secara nyata dengan nol) untuk k > p.

repository.unisba.ac.id

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

25

Orde AR yang sering digunakan dalam analisis time series adalah p=1

atau p=2, yaitu model AR(1) dan AR(2).

a. Model AR(1)

Bentuk umum model AR(1) adalah :

...(2.24)

Karena independen dengan , maka variansinya adalah :

Atau ( dan supaya berhingga dan tidak negatif, maka

haruslah . Ketidaksamaan inilah yang merupakan syarat agar runtun

waktunya stasioner.

Dengan mengambil nilai harapan dari persamaan umum AR(1) diatas

maka diperoleh :

...(2.25)

Fungsi autokorelasinya adalah yang menjamin bahwa

dan independen. Persamaan tersebut merupakan persamaan differensi

derajat satu yang mempunyai penyelesaian dan untuk maka

Fungsi autokorelasi parsial dari AR(1) adalah untuk k=1

dan untuk k > 1, maka Persamaan (2.23) dapat ditulis dengan operator

back shift (B), menjadi :

...(2.26)

repository.unisba.ac.id

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

26

b. Model AR(2)

Bentuk umum model Autoregressive orde 2 atau AR(2), yaitu :

...(2.27)

Dengan mengambil ekspektasi dari persamaan (2.28), maka diperoleh :

Untuk stasioneritas dapat disimpulkan bahwa . Dengan mengalikan

persamaan (2.28) dengan dan mengambil ekspektasinya diperoleh untuk k =

0.

atau , dan untuk , maka

atau yang merupakan persamaan

differensi derajat dua yang dapat diselesaikan. Tetapi dalam praktiknya akan lebih

mudah jika dimulai dengan :

...(2.28)

...(2.29)

Dengan menstabilkan persamaan (2.30) pada persamaan variansinya, maka

diperoleh :

agar faktor dalam penyebut positif, maka haruslah

repository.unisba.ac.id

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

27

persamaan (2.30) dapat ditulis dengan operator back shift (B), menjadi :

...(2.30)

2.10.2 Model Moving Average (MA)

Moving Average (MA) merupakan nilai time series pada waktu t yang

dipengaruhi oleh unsur kesalahan pada saat ini dan unsur kesalahan terbobot pada

masa lalu (Makridakis, 1999).

Model Moving Average (MA) order q, dinotasikan menjadi MA(q). Secara

umum, model MA(q) adalah:

...(2.31)

Dengan :

= nilai variabel pada waktu ke-t

= nilai-nilai pada error pada waktu t, t-1,t-2,...,t-q

dan diasumsikan white noise dan normal.

= koefisien regresi, i=1,2,3,...,q

= nilai error pada waktu ke-t

q = orde MA

Persamaan (2.32) dapat ditulis menggunakan operator back shift (B),

menjadi :

dengan merupakan operator

MA(q). Fungsi autokovariansi dari proses moving average orde q

repository.unisba.ac.id

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

28

Oleh karena itu, variansi dari proses ini adalah :

.

dan

...(2.32)

Jadi fungsi autokorelasinya dari proses MA(q) adalah :

...(2.33)

Karena , proses moving average berhingga

selalu stasioner. Proses moving average invertible jika akar-akar dari

berada diluar lingkaran satuan.

Secara umum, orde MA yang sering digunakan dalam analisis time series

adalah q=1 atau q=2. yaitu MA(1) dan MA(2).

Sehingga model Moving Average MA(1) adalah :

...(2.34)

Persamaan (2.35) dapat ditulis dengan operator B (back shift), menjadi :

Rata-rata ( adalah dan untuk semua k.

Variansi ( ,

repository.unisba.ac.id

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

29

Sedangkan model Moving Average orde 2, MA(2) adalah :

...(2.35)

Persamaan (2.36) dapat ditulis dengan operator B (back shift), menjadi :

Sebagai model moving average orde berhingga, proses MA(2) selalu stasioner.

2.10.3 Model Campuran AR(p) dan MA(q) / ARMA(p,q)

Unsur dasar dari model AR dan MA dapat dikombinasikan untuk

menghasilkan berbagai macam model yang merupakan gabungan kedua model

Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA). Bentuk umum dari

Autoregressive (AR) dengan Moving Average (MA) yang dinotasikan ARMA

(p,q) adalah sebagai berikut:

...(2.36)

Dengan :

= nilai variabel pada wakyu ke-t

= koefisien autoregressive ke-i, i=1,2,3,...,p

p = orde AR

q = orde MA

= parameter model MA ke-i, i= 1,2,3,...,q

= nilai galat pada waktu ke-t

Model ini dapat ditulis dalam bentuk : untuk

stasioneritas memerlukan akar-akar terletak diluar lingkaran satuan

sedangkan untuk invertibilitas memerlukan akar-akar terletak diluar

repository.unisba.ac.id

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

30

lingkaran. Dengan mengambil ekspektasi persamaan diatas, diperoleh

karena

2.10.4 Model Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Hasil modifikasi model ARMA (p,q) dengan memasukkan operator

differencing menghasilkan persamaan model ARIMA, adanya unsur differencing

karena merupakan syarat untuk menstasionerkan data, dalam notasi operator shift

mundur, differencing dapat ditulis , dimana merupakan data

hasil differencing sebanyak d kali dan operator differencing. Yang

dinotasikan dengan model ARIMA (p,d,q) :

Dimana :

Dengan

p = orde dari AR

q = orde dari MA

= koefisien orde p

= koefisien orde q

B = backward shift

repository.unisba.ac.id

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

31

= orde differencing non musiman

= besarnya pengamatan (kejadian) pada waktu ke-t

= suatu proses white noise atau galat pada waktu ke-t yang

diasumsikan mempunyai mean 0 dan variansi konstan

2.11 Proses Pemodelan Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)

Metode ARIMA berbeda dengan metode peramalan lain karena metode ini

tidak menyaratkan suatu pola data tertentu, sehingga model dapat dipakai untuk

semua tipe pola data. Metode ARIMA akan bekerja dengan baik jika data dalam

time series yang digunakan bersifat dependen atau berhubungan satu sama lain

secara statistik. Secara umum model ARIMA ditulis dengan ARIMA (p,d,q) yang

artinya model ARIMA dengan derajat AR(p), derejat pembeda d, dan derajat

MA(q). Langkah-langkah pembentukan model secara iteratif adalah sebagai

berikut :

1. Identifikasi Model

Langkah pertama dalam pembentukan model Autoregressive Integrated

Moving Average (ARIMA) adalah pembentukan plot data time series. Pembuatan

plot data time series bertujuan untuk mendeteksi stasioneritas data time series.

Data dikatakan stasioner jika pola data tersebut berada disekitar nilai rata-rata dan

variansi yang konstan selama waktu tertentu. Selain itu, stasioneritas dapat dilihat

dari plot Autocorrelation Function (ACF) data tersebut (Gambar 2.2).

Kestasioneran suatu time series dapat dilihat dari plot ACF yaitu koefisien

autokorelasinya menurun menuju nol dengan cepat, biasanya setelah lag ke-2 atau

ke-3. Bila data tidak statsioner maka dapat dilakukan pembedaan atau

repository.unisba.ac.id

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

32

differencing, orde pembedaan sampai deret menjadi stasioner dapat digunakan

untuk menentukan nilai d pada ARIMA (p,d,q)

2. Menentukan Orde Autoregressive (AR) dan Moving Average (MA)

Model AR dan MA dari suatu time series dapat dilakukan dengan melihat

grafik ACF dan PACF.

a. Jika terdapat lag autokorelasi sebanyak q yang berbeda dari nol secara

signifikan maka prosesnya adalah MA (q).

b. Jika terdapat lag autokorelasi parsial sebanyak p yang berbeda dari nol

secara signifikan maka prosesnya adalah AR (p). Secara umum jika terdapat

lag autokorelasi sebanyak q yang berbeda dari nol secara signifikan dan d

pembedaan maka prosesnya adala ARIMA (p,d,q)

c. Jika terdapat lag PACF sebanyak p, lag ACF sebanyak q yang berbeda dari

nol secara signifikan maka prosesnya adalah ARMA (p,q), dan d sebagai

pembedaan maka prosesnya adalah ARIMA (p,d,q)

3. Estimasi Parameter

Ada dua cara yang mendasar untuk mendapatkan parameter-parameter

tersebut :

a. Dengan cara mencoba-coba (trial and error), menguji beberapa nilai yang

berbeda dan memilih satu nilai tersebut (atau sekumpulan nilai, apabila

terdapat lebih dari satu parameter yang akan ditaksir) yang

meminimumkan jumlah kuadrat nilai sisa (sum of squared residual).

repository.unisba.ac.id

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

33

b. Perbaikan secara iteratif, memilih taksiran awal dan kemudian

membiarkan program komputer memperhalus penaksiran tersebut secara

iteratif.

Metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter autoregressive

yaitu metode kuadrat terkecil (least squared method). Model AR (p) dinyatakan

dalam bentuk:

...(2.37)

Dari n observasi parameter dapat diestimasi dengan

meminimumkan jumlah kuadrat residual Sum Squared Error (SSE)

...(2.38)

Sebagai contoh, diketahui model AR(1)

...(2.39)

Sehingga di peroleh galat

untuk mengestimasi parameter dengan meminimumkan jumlah kuadrat

residual

...(2.40)

-

Estimator untuk parameter dinyatakan sebagai

...(2.41)

repository.unisba.ac.id

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

34

4. Pemeriksaan Diagnostik

Setelah berhasil mengestimasi nilai-nilai parameter dari model ARIMA

yang ditetapkan sementara, selanjutnya perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik

untuk membuktikan bahwa model tersebut cukup memadai dan menentukan

model mana yang terbaik digunakan untuk peramalan (Makridakis, 1999).

Pemeriksaan diagnostik ini dapat dilakukan dengan mengamati apakah

residual dari model terestimasi merupakan proses white noise atau tidak. Model

dikatakan baik jika nilai error bersifat random, artinya sudah tidak mempunyai

pola tertentu lagi. Dengan kata lain model yang diperoleh dapat menangkap

dengan baik pola data yang ada. Statistika uji Q Box- Pierce dapat digunakan

untuk menguji kelayakan model, yaitu dengan menguji apakah sekumpulan

korelasi diri untuk nilai sisa tersebut tidak nol. Statistik uji Q Box-Pierce

menyebar mengikuti sebaran dengan derajat bebas (m – p - q), dimana m

adalah maksimum yang diamati, p adalah ordo AR, dan q adalah ordo MA. Jika

nilai Q lebih besar dari nilai untuk tingkat kepercayaan tertentu

atau nilai peluang statistik Q lebih kecil dari taraf nyata , maka dapat

disimpulkan bahwa model tidak layak. persamaan statistik uji Box dan Pierce

menurut (Makridakis, 1995) adalah :

...(2.42)

Dengan :

= nilai korelasi diri pada lag ke-k

n = banyaknya amatan pada data awal

d = ordo pembedaan

repository.unisba.ac.id

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

35

m = lag maksimal

5. Kriteria Pemilihan Model Terbaik

Salah satu kriteria pemilihan model yang dapat digunakan untuk model

terbaik adalah berdasarkan kesalahan peramalan, semakin kecil nilai MSE maka

semakin baik model itu untuk dipilih yaitu :

...(2.43)

Dengan :

n = Jumlah sampel

= Nilai aktual harga open emas

= Nilai Prediksi harga open emas

Pada pemilihan metode terbaik (metode yang paling sesuai) yang

digunakan untuk meramalkan suatu data dapat dipertimbangkan dengan

meminimumkan kesalahan (error) yang mempunyai ukuran kesalahan model

terkecil.

6. Peramalan dengan Model ARIMA

Notasi yang digunakan dalam ARIMA adalah notasi yang mudah dan

umum. Misalkan model ARIMA (0,1,1)(0,1,1)12 dijabarkan sebagai berikut :

...(2.44)

Tetapi untuk menggunakannya dalam peramalan mengharuskan dilakukan

sesuatu penjabaran dari persamaan tersebut dan menjadikannya sebuah persamaan

regresi yang lebih umum. untuk model diatas bentuknya adalah :

...(2.45)

repository.unisba.ac.id

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

36

Untuk meramalkan satu periode ke depan, yaitu maka seperti pada

persamaan berikut :

...(2.46)

Nilai tidak akan diketahui, karena nilai yang diharapkan untuk

kesalahan random pada masa yang akan datang harus ditetapkan sama dengan nol.

Akan tetapi dari model yang disesuaikan (fitted model) kita boleh mengganti nilai

dengan nilai-nilai yang ditetapkan secara empiris (seperti yang

diperoleh setelah iterasi terakhir algoritma Marquardt). Tentu saja bila kita

meramalkan jauh ke depan, tidak akan kita peroleh nilai empiris untuk “ ”

sesudah beberapa waktu, dan oleh sebab itu nilai harapan mereka akan seluruhnya

nol.

Untuk nilai X, pada awal proses peramalan, kita akan mengetahui

nilai . Akan tetapi sesudah beberapa saat, nilai X akan berupa nilai

ramalan (forecasted value), bukan nilai-nilai masa lalu yang telah diketahui.

2.12 Artificial Neural Network (ANN)

Artificial neural network atau juga disebut dengan jaringan syaraf tiruan

(JST) adalah sistem pemroses informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan

jaringan syaraf biologi. Neural network telah diaplikasikan dalam berbagai bidang

diantaranya pattern recognition, medical diagnostic, signal processing, dan

peramalan. Meskipun banyak aplikasi menjanjikan yang dapat dilakukan oleh

neural network, namun neural network juga memiliki beberapa keterbatasan

umum, yaitu ketidak akuratan hasil yang diperoleh. Neural network bekerja

berdasarkan pola yang terbentuk pada inputnya.

repository.unisba.ac.id

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

37

Neural network terdiri atas elemen-elemen untuk pemrosesan informasi

yang disebut dengan neuron, unit, sel atau node (Fausset , 1994). Setiap neuron

dihubungkan dengan neuron lainnya dengan suatu connection link, yang

direpresentasikan dengan weight/bobot. Metode untuk menentukan nilai weight

disebut dengan training, learning atau algoritma. Setiap neuron menggunakan

fungsi aktivasi pada net input untuk menentukan prediksi output.

Neuron-neuron dalam neural network disusun dalam grup, yang disebut

dengan layer (lapis) . Susunan neuron-neuron dalam lapis dan pola koneksi di

dalam dan antar lapis disebut dengan arsitektur jaringan. Arsitektur ini merupakan

salah satu karakteristik penting yang membedakan neural network. Secara umum

ada tiga lapis yang membentuk neural network :

1. Lapis input

Unit-unit di lapisan input disebut unit-unit input. Unit-unit input tersebut

menerima pola inputan dari luar yang menggambarkan suatu

permasalahan. banyak node atau neuron dalam lapis input tergantung pada

banyaknya input dalam model dan setiap input menentukan satu neuron.

2. Lapis tersembunyi (hidden layer)

Unit-unit dalam lapisan tersembunyi disebut unit-unit tersembunyi, dimana

outputnya tidak dapat diamati secara langsung. Lapis tersembunyi terletak

di antara lapis input dan lapis output, yang dapat terdiri atas beberapa lapis

tersembunyi.

repository.unisba.ac.id

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

38

3. Lapis output

Unit-unit dalam lapisan output disebut unit-unit output. Output dari lapisan

ini merupakan solusi neural network terhadap suatu permasalahan. Setelah

melalui proses training, network merespon input baru untuk menghasilkan

output yang merupakan hasil peramalan.

2.12.1 Arsitektur Neural Network

Pengaturan neuron ke dalam lapisan, pola hubungan dalam lapisan, dan

diantara lapisan disebut arsitektur neural network (Fausset, 1994). Arsitektur

jaringan neural network diilustrasikan dalam Gambar 2.6 yang terdiri dari unit

input, unit output, dan satu unit tersembunyi. Neural network sering

diklasifikasikan sebagai single layer dan multilayer

Gambar 2.6 Arsitektur jaringan neural network sederhana

a. Single layer

Sebuah jaringan single layer memiliki satu lapisan bobot koneksi (Fausset,

1994). Ciri khas dari single layer terlihat dalam Gambar 2.6, dimana unit input

yang menerima sinyal dari dunia luar terhubung ke unit output tetapi tidak

repository.unisba.ac.id

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

39

terhubung ke unit input lain, dan unit-unit output yang terhubung ke unit output

lainnya.

Gambar 2.7 Arsitektur jaringan neural network single layer

b. Multilayer

Jaringan multilayer adalah jaringan dengan satu atau lebih lapisan

tersembunyi antara unit input dan unit output (Fausset, 1994). Biasanya, ada

lapisan bobot antara dua tingkat yang berdekatan unit (input, tersembunyi, atau

output). Jaringan multilayer yang di illustrasikan pada Gambar 2.8 memecahkan

masalah yang lebih rumit dari pada jaring single layer, dan juga pelatihannya

mungkin lebih sulit.

Gambar 2.8 Arsitektur jaringan neural network multilayer

repository.unisba.ac.id

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

40

2.12.2 Metode Pelatihan

Selain arsitektur, metode pengaturan nilai bobot (training) merupakan

karakteristik yang penting dalam jaringan neural network (Fausset, 1994). Metode

pelatihan pada neural network dibagi menjadi dua jenis, yaitu :

a. Pelatihan Terawasi

Pelatihan ini dilakukan dengan adanya urutan vektor pelatihan, atau pola

yang masing-masing terkait dengan vektor target output. Bobot kemudian

disesuaikan untuk algoritma pembelajaran. Proses ini dikenal sebagai pelatihan

terawasi.

b. Pelatihan tak Terawasi

Pada pelatihan ini jaring saraf mengatur segala kinerja dirinya sendiri,

mulai dari masukan vektor hingga menggunakan data training untuk melakukan

pembelajaran.

2.12.3 Fungsi Aktivasi

Fungsi aktivasi yang akan menentukan apakah sinyal dari input neuron

akan diteruskan atau tidak. Ada beberapa fungsi aktivasi yang sering digunakan

dalam neural network, antara lain:

a. Fungsi undak biner (Threshold)

Fungsi undak biner dengan menggunakan nilai ambang sering juga disebut

dengan fungsi nilai ambang (Threshold) atau fungsi Heaviside.

repository.unisba.ac.id

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

41

Gambar 2.9 fungsi aktivasi undak biner (threshold)

Fungsi undak biner (dengna nilai ambar θ) dirumuskan sebagai :

b. Fungsi Linear (Identitas)

Fungsi linear memiliki nilai output yang sama dengan nilai inputnya. Fungsi ini

dirumuskan sebagai :

=

Gambar 2.10 fungsi aktivasi linear (identitas)

repository.unisba.ac.id

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

42

c. Fungsi Sigmoid Biner

Fungsi ini digunakan untuk jaringan syaraf yang dilatih dengan

menggunakan metode backpropagation. Fungsi sigmoid biner memiliki nilai pada

range 0 sampai 1. Oleh karena itu, fungsi ini sering digunakan untuk jaringan

syaraf yang membutuhkan nilai output yang terletak pada interval 0 sampai 1.

Namun, fungsi ini bisa juga digunakan oleh jaringan syaraf yang nilai outputnya 0

atau 1. Fungsi sigmoid biner dirumuskan sebagai :

...(2.47)

dengan :

...(2.48)

d. Fungsi Sigmoid Bipolar

Fungsi sigmoid bipolar hampir sama dengan fungsi sigmoid biner, hanya

saja output dari fungsi ini memiliki range antara 1 sampai -1. Fungsi sigmoid

bipolar dirumuskan sebagai :

...(2.49)

dengan :

...(2.50)

Fungsi ini sangat dekat dengan fungsi hyperbolic tangent. Keduanya

memiliki range antara -1 sampai 1. Untuk fungsi hyperbolic tangent, dirumuskan

sebagai :

...(2.51)

atau :

repository.unisba.ac.id

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

43

...(2.52)

dengan :

...(2.53)

2.12.4 Model Feedforward Neural Network dengan Algoritma

backpropagation

Secara umum, proses bekerjanya jaringan neural network menyerupai cara

otak manusia memproses data input sensorik, diterima sebagai neuron input.

Selanjutnya neuron saling berhubungan dengan sinapsis (node), dan sinyal dari

neuron bekerja secara paralel digabungkan untuk menghasilkan informasi maupun

reaksi. Feedforward Neural Network (FFNN) merupakan salah satu model neural

network yang banyak dipakai dalam berbagai bidang. Arsitektur model FFNN

terdiri atas satu lapis input, satu atau lebih lapis tersembunyi, dan satu lapis

output. Dalam model ini, perhitungan respon atau output dilakukan dengan

memproses input x mengalir dari satu lapis maju ke lapis berikutnya secara

berurutan. Single layer feedforward dengan satu neuron pada lapisan tersembunyi

adalah jaringan saraf yang paling dasar dan umum digunakan dalam ekonomi dan

aplikasi keuangan. Kompleksitas dari arsitektur FFNN tergantung pada jumlah

lapis tersembunyi dan jumlah neuron pada masing-masing lapis. Gambar 2.11

adalah arsitektur feedforward neural network dengan n buah masukan (ditambah

sebuah bias), sebuah lapisan tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah

sebuah bias), serta m buah unit keluaran.

repository.unisba.ac.id

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

44

Gambar 2.11 Arsitektur Feedforward Neural Network

1. Algoritma Backpropagtion

Algoritma pelatihan Backpropagation (BP) adalah salah satu algoritma

dengan multilayer percepton yang pertama kali dirumuskan oleh Werbos dan

dipopulerkan oleh Rumelhart dan McClelland untuk dipakai pada neural network.

Backpropagation neural network merupakan tipe jaringan saraf tiruan yang

menggunakan metode pembelajaran terawasi .

Algoritma BP juga banyak dipakai pada aplikasi pengaturan karena proses

pelatihannya didasarkan pada hubungan yang sederhana, yaitu jika keluaran

memberikan hasil yang salah, maka penimbang dikoreksi supaya errornya dapat

diperkecil dan respon jaringan selanjutnya diharapkan akan lebih mendekati harga

yang benar. BP juga berkemampuan untuk memperbaiki penimbang pada lapisan

tersembunyi (hidden layer).

Algoritma Backpropagation disebut sebagai propagasi balik karena ketika

jaringan diberikan pola masukan sebagai pola pelatihan maka pola tersebut

menuju ke unit-unit pada lapisan tersembunyi untuk diteruskan ke unit-unit.

lapisan keluaran. Selanjutnya, unit-unit lapisan keluaran memberikan tanggapan

repository.unisba.ac.id

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

45

yang disebut sebagai keluaran jaringan. Saat keluaran jaringan tidak sama dengan

keluaran yang diharapkan maka keluaran akan menyebar mundur (backward)

pada lapisan tersembunyi diteruskan ke unit pada lapisan masukan. Oleh

karenanya mekanisme pelatihan tersebut dinamakan backpropagation.

Tahap pelatihan ini merupakan langkah bagaimana suatu jaringan saraf itu

berlatih, yaitu dengan cara melakukan perubahan penimbang (sambungan antar

lapisan yang membentuk jaringan melalui masing-masing unitnya). Sedangkan

pemecahan masalah baru akan dilakukan jika proses pelatihan tersebut selesai,

fase tersebut adalah fase mapping atau proses pengujian/testing. Algoritma

Pelatihan Backpropagation terdiri dari dua proses, feedforward dan

backpropagation dari errornya. Algoritmanya sebagai berikut (Fausset, 1994):

Terdapat tiga fase dalam pelatihan backpropagation yaitu :

1. Fase 1, yaitu Feedforward atau propagasi maju

Dalam propagasi maju, setiap sinyal masukan dipropagasi (dihitung maju)

ke layar tersembunyi hingga layar keluaran dengan menggunakan fungsi

aktivasi yang ditentukan.

2. Fase 2, yaitu backpropagation atau propagasi mundur

Kesalahan (selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan)

yang terjadi dipropagasi mundur mulai dari garis yang berhubungan

langsung dengan unit-unit di layar keluaran.

repository.unisba.ac.id

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

46

3. Fase 3, yaitu perubahan bobot

Pada fase ini dilakukan modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan

yang terjadi. Ketiga fase tersebut diulang-ulang terus hingga kondisi

penghentian dipenuhi.

Algoritma pelatihan untuk jaringan dengan satu layar tersembunyi (dengan

fungsi aktivasi sigmoid biner) adalah sebagai berikut :

Langkah 1 : Inisialisasi semua bobot dengan bilangan acak kecil.

Langkah 2 : Jika kondisi penghentian belum terpenuhi, lakukan langkah 2

sampai langkah 9.

Langkah 3 : Untuk setiap pasang data pelatihan lakukan langkah 3 sampai

langkah 8.

Fase I : Feedforward

Langkah 4 : Tiap unit masukan menerima sinyal dan

meneruskannya ke unit tersembunyi diatasnya.

Langkah 5 : Hitung semua keluaran di unit tersembunyi

.

...(2.54)

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :

...(2.55)

dan kirimkan sinyal tersebut ke semua unit lapisan atasnya (unit-unit output).

Langkah ini dilakukan sebanyak jumlah lapisan tersebunyi.

Langkag 6 :Hitung semua keluaran jaringan unit

...(2.56)

repository.unisba.ac.id

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

47

gunakan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal outputnya :

...(2.57)

Fase II : Backpropagation

Langkah 7 : Hitung faktor δ unit keluaran berdasarkan kesalahan disetiap unit

keluaran

...(2.58)

merupakan unit kesalahan yang akan diperbaiki dalam perubahan bobot layar

dibawahnya (langkah 7). kemudian hitung suku perubahan bobot (yang akan

dipakai nanti untuk merubah bobot ) dengan laju percepatan

...(2.59)

kemudian hitung suku perubahan bias (yang akan dipakai nanti untuk

memperbaiki )

...(2.60)

Langkah 8 : Hitung faktor unit δ tersembunyi berdasarkan kesalahan di setiap

unit tersembunyi

...(2.61)

Faktor unit tersembunyi :

...(2.62)

Hitung suku perubahan bobot (yang akan dipakai nanti untuk merubah bobot

)

...(2.63)

repository.unisba.ac.id

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

48

kemudian hitung suku perubahan bias (yang akan dipakai nanti untuk merubah

bobot )

...(2.64)

Fase III : Perubahan bobot

Langkah 9 : Tiap-tiap unit output memperbaiki

bobotnya

...(2.65)

Perubahan bobot garis yang menuju unit tersembunyi :

...(2.66)

Langkah 10 : Setelah diperoleh bobot yang baru dari hasil perubahan bobot,

fase pertama dilakukan kembali kemudian dibandingkan hasil

keluaran dengan target apabila hasil keluaran telah sama dengan

target dan toleransi error maka proses dihentikan.

Model FFNN algoritma backpropagation secara sistematis dapat dituliskan

sebagai berikut :

...(2.67)

2.12.5 Membangun Jaringan Feedforward Neural Network dengan algoritma

backpropagation

Membangun jaringan feedforward neural network dengan algoritma

backpropagation memerlukan beberapa langkah. Penulis membagi langkah-

langkah tersebut kedalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut :

repository.unisba.ac.id

Page 42: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

49

a. Menentukan input Jaringan

Dalam menentukan input jaringan dari data open emas, yang menjadi

variabel input yaitu harga open emas hari kemarin sebagai x1, dan harga open

emas berupa data hari sekarang sebagai x2. Sedangkan data target adalah data hari

esok. Data input yang telah dipilih dinormalisasi dengan perintah prestd dalam

MATLAB. Fungsi aktivasi yang digunakan pada lapis tersembunyi yaitu sigmoid

biner (tansig), sedangkan pada lapis output menggunakan fungsi aktivasi linier

(purelin). Pembelajaran backpropagation dilakukan dengan menentukan

banyaknya neuron pada lapis tersembunyi.

b. Pembagian data

Data yang ada dibagi menjadi 2 yaitu training dan data testing. Beberapa

komposisi data training dan testing yang sering digunakan adalah 80% untuk

training dan 20% untuk data testing, 75% untuk data training dan 25% untuk data

testing, atau 50% data training dan 50% untuk data testing. Komposisi ini bersifat

bebas.

c. Normalisasi data

Sebelum melakukan pembelajaran maka data perlu dinormalisasikan.

Normalisasi data dilakukan karena normalisasi sangat dibutuhkan pada jaringan

syaraf tiruan yang menggunakan fungsi aktifasi sigmoid. Hal ini dapat dilakukan

dengan meletakkan data-data input dan target pada range tertentu. Proses

normalisasi dapat dilakukan dengan bantuan mean dan standar deviasi.

Perhitungan nilai rata-rata

...(2.68)

repository.unisba.ac.id

Page 43: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

50

Perhitungan nilai variansi

...(2.69)

Perhitungan normalisasi

...(2.70)

dengan :

n = Banyaknya data

= rata-rata data

= pengamatan pada waktu t

= variansi

s = simpangan baku

Proses normalisasi data dengan bantuan mean dan standar deviasi

menggunakan perintah prestd pada MATLAB yang akan membawa data ke dalam

bentuk normal. Berikut perintahnya:

[pn, meanp, stdp, tn, meant, stdt] = prestd (P,T)

dengan

P = matriks input

T = matriks target

Fungsi pada matlab akan menghasilkan:

Pn = matriks input yang ternormalisasi (mean = 0, deviasi standar = 1)

tn = matriks target yang ternormalisasi (mean=0,deviasi standar = 1)

meanp = mean pada matriks input asli (p)

stdp = deviasi standar pada matriks input asli (p)

meant = mean pada matriks target asli (t)

repository.unisba.ac.id

Page 44: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

51

stdt = deviasi standar pada matriks target asli (t)

d. Menentukan Model FFNN yang Optimal dengan Algorit backpropagation

Sebuah jaringan harus dibentuk dengan menentukan input dari jaringan

tersebut. Input diketahui dari plot ACF dan PACF yang telah dijelaskan

sebelumnya. Jika input sudah diketahui, maka neuron pada lapis tersembunyi

harus ditentukan. Penentuan neuron pada lapis tersembunyi dengan cara

mengestimasi. Arsitektur jaringan yang sering digunakan oleh algoritma

backpropagation adalah jaringan feedforward dengan banyak lapisan. Untuk

membangun suatu jaringan feedforward digunakan perintah newff pada

MATLAB, yaitu

net = newff(PR,[S1 S2 ... SN1],{TF1 TF2 ...

TFN1},BTF,BLF,PF)

dengan :

PR = matriks berukuran Rx2 yang berisi nilai minimum dan

maksimum, dengan R adalah jumlah variabel input

Si = jumlah neuron pada lapisan ke-i, dengan = 1,2, . . . , 1

TFi = fungsi aktivasi pada lapisan ke-i, dengan = 1,2, . . . , 1

BTF = fungsi pelatihan jaringan (default :trainlm)

BLF = fungsi pelatihan untuk bobot (default : learngdm)

PF = fungsi kinerja (default: mse)

Fungsi aktivasi TFi harus merupakan fungsi yang dapat dideferensialkan,

seperti tansig, logsig atau purelin. Fungsi pelatihan BTF dapat digunakan fungsi-

repository.unisba.ac.id

Page 45: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

52

fungsi pelatihan untuk backpropagation, seperti trainlm, trainbfg, trainrp atau

traind.

Proses membangun jaringan feedforward neural network dengan algoritma

backpropagation terdiri atas :

1) Menentukan banyaknya neuron pada lapis tersembunyi

Jaringan yang dibangun akan dinilai keakuratannya dengan menentukan

neuron terbaik pada lapisan tersembunyi. Indikator pemilihan penilaian yang

digunakan adalah MAPE, MSE dan MAD. Berdasarkan nilai indikator yang

terendah dari proses pembelajaran, maka diperoleh jaringan yang terbaik. Dalam

skripsi ini, penulis menggunakan MSE sebagai indikatornya. Rumus MSE bisa

dilihat pada persamaan (2.44)

2) Menentukan input yang optimal

Jaringan yang akan dibangun seharusnya berdasarkan input yang sederhana

namun optimal, untuk itu perlu dilalukan pengecekan terhadap input jaringan.

Untuk mendapatkan input yang optimal perlu dilakukan pengeliminasian terhadap

input. Indikator dari optimalnya dilihat dari MSE yang diperoleh setelah

melakukan pelatihan. Input yang optimal yaitu ketika MSE yang diperoleh sangat

kecil atau paling kecil.

3) Menentukan bobot model

Penentuan bobot model bergantung pada pemilihan parameter

pembelajaran.Pemilihan parameter pembelajaran adalah proses yang penting

ketika melakukan pembelajaran. Dalam membentuk suatu jaringan, model yang

kurang baik dapat diperbaiki dengan paramerer-parameter secara trial and error

repository.unisba.ac.id

Page 46: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

53

untuk mendapatkan nilai bobot optimum supaya MSE jaringan dapat diperbarui.

Adapun untuk parameter-parameter yang perlu diatur ketika melakukan

pembelajaran traingdx adalah (Sri Kusumadewi, 2004) :

a) Maksimum epoh

Maksimum epoh adalah jumlah epoh maksimum yang boleh dilakukan

selama proses pelatihan. Iterasi akan terhenti apabila nilai epoh melebihi

maksimum epoh.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.epochs = MaxEpoh

Nilai default untuk maksimum epoh adalah 10

b) Kinerja tujuan

Kinerja tujuan adalah target nilai fungsi kinerja. Iterasi akan dihentikan

apabila nilai fungsi kinerja kurang dari atau sama dengan kinerja tujuan.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.goal = TargetError

Nilai default untuk kinerja tujuan adalah 0.

c) Learning rate

Learning rate adalah laju pembelajaran. Semakin besar learning rate akan

berimplikasi pada semakin besar langkah pembelajaran.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.Ir = LearningRate.

Nilai default untuk learning rate adalah 0,01.

d) Rasio untuk menaikkan learning rate

Rasio yang berguna sebagai faktor pengali untuk menaikkan learning rate

apabila learning rate yang ada terlalu rendah atau mencapai kekonvergenan.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.Ir_inc =IncLearningRate

repository.unisba.ac.id

Page 47: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

54

Nilai default untuk rasio menaikkan learning rate adalah 1,05.

e) Rasio untuk menurunkan learning rate

Rasio yang berguna sebagai faktor pengali untuk menurunkan learning

rate apabila learning rate yang ada terlalu tinggi atau menuju ke ketidakstabilan.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.Ir_decc =DecLearningRate

Nilai default untuk rasio penurunan learning rate adalah 0,7.

f) Maksimum kegagalan

Maksimum kegagalan diperlukan apabila pada algoritma disertai dengan

validitas (optional). Maksimum kegagalan adalah ketidakvalitan terbesar yang

diperbolehkan. Apabila gradient pada iterasi ke-k lebih besar daripada gradien

iterasi ke-(k-1), maka kegagalannya akan bertambah 1. Iterasi akan dihentikan

apabila jumlah kegagalan lebih dari maksimum kegagalan.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.max_fail =MaxFaile

Nilai default untuk maksimum kegagalan adalah 5.

g) Maksimum kenaikan kerja

Maksimum kenaikan kerja adalah nilai maksimum kenaikan error yang

diijinkan, antara error saat ini dan error sebelumnya.

PerintahdiMATLAB : net.trainParam.max_perf_inc =MaxPerfInc

Nilai default untuk maksimum kenaikan kinerja adalah 1,04.

h) Gradien minimum

Gradien minumum adalah akar dari jumlah kuadrat semua gradien (bobot

input, bobot lapisan, bobot bias) terkecil yang diperbolehkan. Iterasi akan

repository.unisba.ac.id

Page 48: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

55

dihentikan apabila nilai akar kuadrat semua gradien ini kurang dari gradien

minimum.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.min_grad =MinGradien

Nilai default untuk gradien minimum adalah 10-10.

i) Momentum

Momentum adalah perubahan bobot yang baru dengan dasar bobot

sebelumnya. Besarnya momentum antara 0 sampai 1. Apabila besarnya

momentum = 0 maka perubahan bobot hanya akan dipengaruhi oleh gradiennya.

Sedangkan, apabila besarnya momentum = 1 maka perubahan bobot akan sama

dengan perubahan bobot sebelumnya.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.mc =Momentum

Nilai default untuk momentum adalah 0,9.

j) Jumlah epoh yang akan ditunjukkan kemajuannya

Parameter ini menunjukkan berapa jumlah epoh yang berselang yang akan

ditunjukkan kemajuannya.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.show =EpohShow

Nilai default untuk jumlah epoh yang akan ditunjukkan adalah 25.

k) Waktu maksimum untuk pelatihan

Parameter ini menunjukkan waktu maksimum yang diijinkan untuk

melakukan pelatihan. Iterasi akan dihentikan apabila waktu pelatihan melebihi

waktu maksimum.

Perintah di MATLAB : net.trainParam.time =MaxTime

Nilai default untuk waktu maksimum adalah tak terbatas (inf).

repository.unisba.ac.id

Page 49: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

56

Algoritma pelatihan dilakukan untuk pengaturan bobot, sehingga pada

akhir pelatihan mendapatkan bobot-bobot yang baik. Selama proses pelatihan,

bobot diatur secara iteratif untuk meminimumkan fungsi kinerja jaringan. Fungsi

kinerja jaringan yang sering digunakan dalam backpropagation adalah mean

square error (MSE), fungsi ini akan mengambil rata-rata kuadrat error yang

terjadi antara output jaringan dengan target. Algoritma pelatihan yang dasar ada 2

macam (Sri Kusumadewi, 2004), yaitu:

a. Incremental Mode

Dalam MATLAB, perintah Incremental Mode ada 2 yaitu learngd dan

learngdm.

b. Batch Mode

Dalam MATLAB, perintah Batch Mode ada 2 yaitu traingd dan traingdm.

Dari kedua algoritma tersebut, algoritma pelatihan dasar Batch Mode yang sering

digunakan. Pelatihan sederhana dengan Batch Mode menggunakan fungsi train

dalam matlab sebagai berikut:

net = train (net,P,T)

e. Denormalisasi

Setelah proses pelatihan selesai, maka data yang telah dinormalisasi

dikembalikan seperti semula yang disebut denormalisasi data. Data akan di

denormalisasi dengan fungsi poststd pada matlab, dengan perintah sebagai berikut

: [P,T]= poststd (pn, meanp, stdp, tn, meant, stdt).

repository.unisba.ac.id

Page 50: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendahuluan - Unisba

57

f. Uji kesesuaian model

Untuk mengecek error pada struktur jaringan yang telah dibentuk dengan

uji white noise. Pengujian ini dilihat dari plot ACF dan PACF dari error training

apakah bersifat random atau tidak. Jika error bersifat random maka proses white

noise terpenuhi sehingga jaringan layak digunakan untuk peramalan. Model

backpropagation dengan p neuron tersembunyi dan input xi, secara sistematis

dapat ditulis sebagai berikut :

...(2.71)

repository.unisba.ac.id