bab 2 tinjauan pustaka 2.1 nyeri 2.1.1 fisiologi...

29
10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyeri Nyeri menurut International Association for the Study of Pain adalah pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan sehubungan dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial. 22 Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang cultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya dan tes laboratorium mengarahkan kita pada kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien dengan resiko tinggi seperti orangtua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi. 23 Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang artinya harm atau injury dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata ini digunakan untuk menggambarkan respon neural hanya pada traumatik atau stimulus noksius. Banyak pasien merasakan nyeri meskipun tidak ada stimulus noksius. 24 Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi dari nosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius. Berdasarkan lamanya nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri karena stimulus noksius karena ada kerusakan jaringan, proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau organ dalam (viscera). Biasanya bersifat nosiseptif. Merupakan bentuk nyeri yang paling sering yang dihasilkan dari pasca trauma, paska operasi dan nyeri obstetrik seperti halnya nyeri yang diasosiasikan dengan kondisi medis kritis yang akut seperti miokard infark, pancreatitis dan calculi renal. Kebanyakan nyeri akut bersifat terbatas atau akan sembuh dalam beberapa hari atau minggu. Apabila nyeri gagal untuk sembuh karena atau akibat abnormal penyembuhannya atau karena pengobatan yang tidak adekuat, nyeri menjadi kronis. Nyeri kronis adalah nyeri yang menetap dialami lebih 3 bulan atau 6 bulan dari sejak mulai dari dirasakan nyeri. Dapat bersifat nosiseptiv atau neuropatik ataupun gabungan keduanya. 25 Sedangkan tipe nyeri dapat dibagi menjadi nyeri somatik, nyeri visceral, dan nyeri neuropatik. Nyeri somatik dideskripsikan sebagai sakit, menggerogoti, dan tajam dalam hal kualitas. Secara umum dapat dilokalisasi dan diinisiasi oleh aktivasi nosiseptor di jaringan kulit

Upload: dangkhuong

Post on 02-Feb-2018

227 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

10

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 NYERI

2.1.1 Fisiologi Nyeri

Nyeri menurut International Association for the Study of Pain adalah pengalaman

sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan sehubungan dengan kerusakan jaringan baik

aktual maupun potensial.22 Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan

yang dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar belakang

cultural, umur dan jenis kelamin. Kegagalan dalam menilai faktor kompleks nyeri dan

bergantung pada pemeriksaan fisik sepenuhnya dan tes laboratorium mengarahkan kita pada

kesalahpahaman dan terapi yang tidak adekuat terhadap nyeri, terutama pada pasien-pasien

dengan resiko tinggi seperti orangtua, anak-anak dan pasien dengan gangguan komunikasi.23

Kata nosisepsi berasal dari kata “noci” dari bahasa Latin yang artinya harm atau injury

dalam bahasa Inggris atau luka atau trauma. Kata ini digunakan untuk menggambarkan respon

neural hanya pada traumatik atau stimulus noksius. Banyak pasien merasakan nyeri meskipun

tidak ada stimulus noksius.24 Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi ataupun sensitisasi dari

nosiseptor perifer, reseptor khusus yang mentransduksi stimulus noksius.

Berdasarkan lamanya nyeri dapat dibedakan menjadi nyeri akut dan nyeri kronik. Nyeri

akut dapat didefinisikan sebagai nyeri karena stimulus noksius karena ada kerusakan jaringan,

proses penyakit ataupun fungsi abnormal dari otot atau organ dalam (viscera). Biasanya bersifat

nosiseptif. Merupakan bentuk nyeri yang paling sering yang dihasilkan dari pasca trauma, paska

operasi dan nyeri obstetrik seperti halnya nyeri yang diasosiasikan dengan kondisi medis kritis

yang akut seperti miokard infark, pancreatitis dan calculi renal. Kebanyakan nyeri akut bersifat

terbatas atau akan sembuh dalam beberapa hari atau minggu. Apabila nyeri gagal untuk sembuh

karena atau akibat abnormal penyembuhannya atau karena pengobatan yang tidak adekuat, nyeri

menjadi kronis. Nyeri kronis adalah nyeri yang menetap dialami lebih 3 bulan atau 6 bulan dari

sejak mulai dari dirasakan nyeri. Dapat bersifat nosiseptiv atau neuropatik ataupun gabungan

keduanya.25 Sedangkan tipe nyeri dapat dibagi menjadi nyeri somatik, nyeri visceral, dan nyeri

neuropatik. Nyeri somatik dideskripsikan sebagai sakit, menggerogoti, dan tajam dalam hal

kualitas. Secara umum dapat dilokalisasi dan diinisiasi oleh aktivasi nosiseptor di jaringan kulit

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

11

dan jaringan dalam. Contoh nyeri somatic termasuk nyeri akut pasca operasi dan patah tulang.

Nyeri visceral juga diasosiasikan dengan kerusakan jaringan, khususnya infiltrasi, kompresi dan

distensi dari organ dalam. Biasanya dideskripsikan sebagai nyeri yang tumpul dan sukar

dilokalisasi dan bisa menyebar ke tempat lain. Misalnya nyeri perut yang disebabkan oleh

konstipasi. Sedangkan nyeri neuropati dihasilkan dari kerusakan terhadap sistem saraf baik pusat

maupun periferl. Tertembak, sengatan listrik, ataupun luka bakar sering bersamaan dengan latar

belakang timbulnya sensasi nyeri dan terbakar. Contohnya, neuropati diabetik dan neuralgia post

herpetic.26

2.1.2 Mekanisme Nyeri

A. Respon Terhadap Stimulus Nyeri Akut

Secara klinis nyeri dapat diberi label “nosiseptif” jika melibatkan nyeri yang berdasarkan

aktivasi dari sistem nosiseptif karena kerusakan jaringan. Meskipun perubahan neuroplastik (

seperti hal-hal yang mempengaruhi sensistisasi jaringan) dengan jelas terjadi, nyeri nosiseptif

terjadi sebagai hasil dari aktivasi normal sistem sensorik oleh stimulus noksius, sebuah proses

yang melibatkan transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi.27

Nyeri karena pembedahan mengalami sedikitnya dua perubahan, pertama karena

pembedahan itu sendiri, menyebabkan rangsang nosiseptif, kedua setelah pembedahan karena

terjadinya respon inflamasi pada daerah sekitar operasi dimana terjadi pelepasan zat-zat kimia

oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi. Zat-zat kimia tersebut antara lain adalah

prostaglandin, histamine, serotonin, bradikinin, substansi P, leukotrien; dimana zat-zat tadi akan

ditransduksi oleh nosiseptor dan ditransmisikan oleh serabut saraf A delta dan C ke neuroaksis.

Transmisi lebih lanjut ditentukan oleh modulasi kompleks yang mempengaruhi di medula

spinalis. Beberapa impuls diteruskan ke anterior dan anterolateral dorsal horn untuk memulai

respon refleks segmental. Impuls lain ditransmisikan ke sentral yang lebih tinggi melalui tract

spinotalamik dan spinoretikular, dimana akan dihasilkan respon suprasegmental dan kortikal.

Respon refeks segmental diasosiasikan dengan operasi termasuk peningkatan tonus otot lurik dan

spasme yang diasosiasikan dengan peningkatan konsumsi oksigen dan produksi asam laktat.

Stimulasi dari saraf simpatis menyebabkan takikardi, peningkatan curah jantung sekuncup, kerja

jantung, dan konsumsi oksigen miokard. Tonus otot menurun di saluran cerna dan kemih.

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

12

Respon refleks suprasegmental menghasilkan peningkatan tonus simpatis dan stimulasi

hipotalamus. Konsumsi dan metabolisme oksigen selanjutnya akan meningkat.28

Gambar 1 Mekanisme Nyeri

B. Sensitisasi Perifer

Sensitivitas daripada terminal nosiseptor perifer tidaklah tetap, dan aktivasinya dapat

dilakukan baik melalui stimulasi perifer berulang atau melalui perubahan komposisi kimia dari

terminal dapat mensensitisasi neuron sensor primer. Fenomena ini dikatakan sebagai sensitisasi

perifer.29

C. Sensitisasi Sentral dan Modulasi

Sebagai akibat perubahan pada sensitivitas terminal nosiseptor perifer, penambahan

sinaps transmisi nosiseptif di dorsal horn dari medulla spinalis terjadi. Dan ini berkontribusi

untuk meningkatkan sensitivitas terhadap nyeri, yang dikenal sebagai sensitisasi sentral. Input

yang intensif dari nosiseptor ke medula spinalis memicu sensasi segera dari nyeri yang berakhir

selama waktu stimulus noksius dan merefleksikan aktivasi langsung dari hasil potensial aksi dari

saraf yang diproyeksikan. Beberapa input, bagaimanapun juga menginduksi aktivitas yang

bergantung kepada modulasi proses sensori di dorsal horn yang menghasilkan hipersensitivitas

terhadap nyeri.

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

13

D. Nosiseptor 26

Nosiseptor adalah reseptor ujung saraf bebas yang ada di kulit, otot, persendian, viseral

dan vascular. Nosiseptor-nosiseptor ini bertanggung jawab pada kehadiran stimulus noxious

yang berasal dari kimia, suhu (panas, dingin), atau perubahan mekanikal. Pada jaringan normal,

nosiseptor tidakb aktif sampai adanya stimulus yang memiliki energi yang cukup untuk

melampaui ambang batas stimulus (resting). Nosiseptor mencegah perambatan sinyal acak

(skrining fungsi) ke CNS untuk interpretasi nyeri.

Saraf nosiseptor bersinap di dorsal horn dari spinal cord dengan lokal interneuron dan

saraf projeksi yang membawa informasi nosiseptif ke pusat yang lebih tinggi pada batang otak

dan thalamus. Berbeda dengan reseptor sensorik lainnya, reseptor nyeri tidak bisa beradaptasi.

Kegagalan reseptor nyeri beradaptasi adalah untuk proteksi karena hal tersebut bisa

menyebabkan individu untuk tetap awas pada kerusakan jaringan yang berkelanjutan. Setelah

kerusakan terjadi, nyeri biasanya menimal. Mula datang nyeri pada jaringan karena iskemi akut

berhubungan dengan kecepatan metabolisme. Sebagai contoh, nyeri terjadi pada saat beraktifitas

kerena iskemia otot skeletal pada 15 sampai 20 detik tapi pada iskemi kulit 20 sampai 30 menit.

Tipe nosiseptor spesifik bereaksi pada tipe stimulus yang berbeda. Nosiseptor C tertentu

dan nosiseptor A-delta bereaksi hanya pada stimulus panas atau dingin, dimana yang lainnya

bereaksi pada stimulus yang banyak (kimia, panas, dingin). Beberapa reseptor A-beta

mempunyai aktivitas nociceptor-like. Serat –serat sensorik mekanoreseptor bisa diikutkan untuk

transmisi sinyal yang akan menginterpretasi nyeri ketika daerah sekitar terjadi inflamasi dan

produk-produknya. Allodynia mekanikal (nyeri atau sensasi terbakar karena sentuhan ringan)

dihasilkan mekanoreseptor A-beta.

Nosiseptor viseral, tidak seperti nosiseptor kutaneus, tidak didisain hanya sebagai

reseptor nyeri karena organ interj,gnal jarang terpapar pada keadaan yang merusak. Banyak

stimulus yang merusak (memotong, membakar, kepitan) tidak menghasilkan nyeri bila dilakukan

pada struktur viseralis. Selain itu, inflamasi, iskemia, regangan mesenterik, dilatasi, atau spasme

viseralis bisa menyebabkan spasme berat. Stimulus ini biasanya dihubungkan dengan proses

patologis, dan nyeri yang dicetuskan untuk mempertahankan fungsi.

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

14

E. Perjalanan Nyeri 30

Ada empat proses yang terjadi pada perjalanan nyeri yaitu transduksi, transmisi,

modulasi, dan persepsi.

1. Transduksi merupakan proses perubahan rangsang nyeri menjadi suatu aktifitas listrik

yang akan diterima ujung-ujung saraf. Rangsang ini dapat berupa stimulasi fisik, kimia,

ataupun panas. Dan dapat terjadi di seluruh jalur nyeri.

2. Transmisi adalah proses penyaluran impuls listrik yang dihasilkan oleh proses transduksi

sepanjang jalur nyeri, dimana molekul molekul di celah sinaptik mentransmisi informasi

dari satu neuron ke neuron berikutnya

3. Modulasi adalah proses modifikasi terhadap rangsang. Modifikasi ini dapat terjadi pada

sepanjang titik dari sejak transmisi pertama sampai ke korteks serebri. Modifikasi ini

dapat berupa augmentasi (peningkatan) ataupun inhibisi (penghambatan).

4. Persepsi adalah proses terakhir saat stimulasi tersebut sudah mencapai korteks sehingga

mencapai tingkat kesadaran, selanjutnya diterjemahkan dan ditindaklanjuti berupa

tanggapan terhadap nyeri tlersebut.

Gambar 2 Perjalanan Nyeri

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

15

F. Analgesia Preemptif

Pemberian analgesik sebelum dan saat dilakukan pemberian rangsang nyeri yang

bertujuan untuk mencegah berkembangnya status hipersensitifitas terhadap nyeri 27.Usaha ini

diantaranya dapat berupa memberikan lokal anestesi, blokade neural sentral, ataupun pemberian

opioid, obat anti inflamsi non steroid, ataupun ketamin. Uji eksperimental menunjukkan bahwa

preemptif analgesia dapat secara efektif menghalau sensitisasi perifer maupun sentral terhadap

nyeri 27.

G. Analgesia Preventif

Konsep daripada preventif analgesia sebenarnya adalah mencegah terjadinya nyeri paska

operasi, dimana nyeri kronik yang persisten bisa terjadi pada 10-50% kasus yang tidak mendapat

adekuat analgetik setelah operasi.31 Sehingga preventif analgesia ini berdasarkan pada asumsi

bahwa satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya sensitisasi sentral adalah dengan secara

lengkap memblokade sinyal nyeri apapun dari luka operasi, mulai dari saat insisi hingga

penyembuhan luka sempurna. Diharapkan melalui pemberian analgetik secara menyeluruh

sebelum nyeri timbul dan sesudah operasi, maka dapat mengurangi intensitas dan durasi nyeri

pada nyeri akut paska operasi, yang pada akhirnya mencegah timbulnya nyeri persisten.32

2.1.3 Pengukuran Intensitas Nyeri

Nyeri dinilai berdasarkan tingkah laku manusia, yang secara kultur mempengaruhi,

sehingga latar belakang mempengaruhi ekspresi dan pemahaman terhadap nyeri. Nyeri

merupakan respon fisiologis terhadap kerusakan jaringan dan juga mempengaruhi respon

emosional dan tingkah laku berdasarkan pengalaman nyeri seseorang dimasa lalu dan persepsi

terhadap nyeri. Definisi nyeri sendiri dalam asuhan keperawatan adalah ketika seseorang

merasakan nyeri dan menyatakannya. Perhatian harus diberikan kepada pasien yang tidak

mampu berkomunikasi secara verbal. Persepsi dan interpretasi terhadap input nosiseptif, respon

emosional terhadap persepsi (misal, depresi, takut, cemas, dan menderita), dan tingkah laku

sebagai respon terhadap emosi dan persepsi yang menuntun observer untuk yakin bahwa

seseorang sedang merasakan nyeri (misal, mengeluhkan nyeri, meringis). Persepsi nyeri

kelihatannya sama pada berbagai suku akan tetapi batas ambang nyeri berbeda antara suku atau

ras. Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki kemampuan verbal dan dapat

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

16

melaporkan sendiri rasa sakitnya (self reported) dan pasien dengan ketidakmampuan verbal baik

karena terganggu kognitifnya, dalam keadaan tersedasi, ataupun berada dalam mesin ventilator.33

A. Skala Nyeri Verbal (Self Reported)

Ada beberapa skala nyeri yang dapat digunakan. Pada umumnya skala ini dibagi atas

skala kategorik (tidak sakit,sakit ringan, sakit sedang, dan sakit berat). Ataupun penggunaan

skala yang digambarkan sebagai garis horizontal atau vertical yang ujung-ujungnya diberi nilai

“0” menandakan tidak ada nyeri dan “10” menandakan nyeri yang hebat.

Verbal Rating Scale. 33

Verbal Rating Scale terdiri dari beberapa nomor yang menggambarkan tingkat nyeri pada

pasien. Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri yang dirasakannya. Peneliti memilih nomor

dari skor tingkat nyeri tersebut dari apa yang dirasakan pasien. Skor tersebut terdiri dari empat

poin yaitu :

• 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya

• 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya

• 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya

• 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan tangan, wajah merintih

atau menangis

Keempat poin ini secara luas digunakan oleh klinisi untuk menentukan tingkat kebenaran dan

keandalan. Untuk pasien yang memiliki gangguan kognitif, skala nyeri verbal ini sulit

digunakan.

Visual Analogue Scale

Cara lain untuk menilai intensitas nyeri yaitu dengan menggunakan Visual Analog Scale (VAS). 34 Skala berupa suatu garis lurus yang panjangnya biasaya 10 cm (atau 100 mm), dengan

penggambaran verbal pada masing-masing ujungnya, seperti angka 0 (tanpa nyeri) sampai angka

10 (nyeri terberat). Nilai VAS 0 - <4 = nyeri ringan, 4 - <7 = nyeri sedang dan 7-10 = nyeri

berat.

Gambar 3 Skala Visual Analog

Gambar 3 Visual Analogue Scale

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

17

Wong Baker Faces Pain Scale 35

Banyak digunakan pada pasien pediatrik dengan kesulitan atau keterbatasan verbal. Dijelaskan

kepada pasien mengenai perubahan mimik wajah sesuai rasa nyeri dan pasien memilih sesuai

rasa nyeri yang dirasakannya.

Gambar 4 Wong Baker Faces Pain Scale

B. Skala Nyeri Non Verbal

Biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami limitasi verbal baik karena usia,

kognitif, maupun karena berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di dalam mesin ventilator.

Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan AHCPR tahun 1992 menyatakan penggunaan baik

fisiologis dan respon tingkah laku terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian ketika self-report

tidak bisa dilakukan.36

Skala FLACC 37

Skala ini merupakan skala perilaku yang telah dicoba pada anak usia 3-7 tahun. Setiap

kategori (Faces, Legs,Activity, Cry, dan Consolability) diberi nilai 0-2 dan dijumlahkan untuk

mendapatkan total 0-10

Gambar 4 Wong Baker Faces Pain Scale

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

18

Tabel 1. Skala FLACC

Behavioral Pain Scale 38

Penggunaan indikator tingkah laku dan fisiologis untuk menilai nyeri pada pasien dewasa

yang tidak responsive, tidak komunikatif telah dikemukakan oleh Payen pada tahun 2001. Payen

membandingkan prospektif 30 pasien yang berada dalam mekanikal ventilator yang mendapat

sedasi dan analgesi. BPS digunakan untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur

yang menyakitkan seperti tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. Skala ini sudah

divalidasi. BPS terdiri dari tiga penilaian, yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan

komplians dengan mesin ventilator. Setiap subskala diskoring dari 1 (tidak ada respon) hingga 4

(respon penuh). Karena itu skor berkisar dari 3 (tidak nyeri) hingga 12 (nyeri maksimal). Skor

BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang tidak dapat diterima

(unacceptable pain).

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

19

Tabel 2 The Behavioral Pain Scale

Item Description Score

Facial expression Relaxed 1

Partially tightened 2

Fully tightened 3

Grimacing 4

Upper Limbs No movement 1

Partially bent 2

Fully bent with finger flexion 3

Permanently retracted 4

Compliance with ventilation Tolerating movement 1

Coughing but tolerating

ventilation for most of the

time

2

Fighting ventilator 3

Unable to control ventilation 4

Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS)

CBNPS dikembangkan dari skala BPS oleh Salmore tahun 2002 untuk menilai nyeri pada

pasien yang tersedasi yang menjalani pemeriksaan saluran cerna, baik endoskopi maupun

kolonoskopi. Rasa nyeri pasien dinilai dengan skala yang lebih mudah, tanpa harus

menggunakan ekspresi verbal.Skala CBNPS dibentuk berdasarkan keadaan yang dinilai sesuai

dengan penilaian nyeri oleh Agency of Health Care (USA) tahun 1992.39 CBNPS menilai

tingkah laku yang dideskripsikan dengan skala 0-5, yang berkorelasi dengan peningkatan nyeri.

Pada penelitian Salmore juga dikemukakan persamaan skor dalam numerik, dengan nilai 0 tidak

ada nyeri hingga 5 yaitu nyeri hebat.40

Tabel 3 Colorado Behavioral Numerical Pain Scale

Skor Tingkah Laku

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

20

0 Rileks, tidak ada ekspresi wajah

1 Mengeluh, mengerutkan dahi, gelisah/tidak tenang

2 Wajah meringis, memproteksi posisi tubuh

3 Menangis, Resistif

4 Menjerit, melempar sesuatu

5 Melawan

2.2 Mekanisme Kerja Obat Analgetik

Obat analgetik pada dasarnya terbagi dua, yaitu yang bekerja di perifer dan yang bekerja

di sentral. Golongan obat AINS (anti inflamasi non steroid) berkerja di perifer dengan cara

menghambat pelepasan mediator sehingga aktivitas enzim siklooksigenase terhambat dan sintesa

prostaglandin tidak terjadi.25 Pada golongan opioid, bekerja di sentral dengan cara menempati

reseptor di kornu dorsalis medulla spinalis sehingga terjadi penghambatan pelepasan transmitter

dan perangsangan ke saraf spinal tidak terjadi.30

2.2.1 Mekanisme kerja AINS

Enzim siklooksigenase (COX) adalah enzim yang mengkatalisa sintesa prostaglandin dari

asam arakhidonat. Prostaglandin memediasi sejumlah proses ditubuh termasuk proteksi lambung

dari sekresi yang dirangsang inflamasi dan nyeri, mempertahankan perfusi ginjal dan agregasi

trombosit. Obat AINS menghambat produksi dari enzim COX yang selanjutnya menurunkan

induksi prostaglandin. Hasilnya ada dua yaitu, positif (analgesia, antiinflamasi) dan negative

(ulkus lambung, penurunan perfusi ginjal dan perdarahan).41

2.2.2 Mekanisme Kerja Opioid 30

Ada empat tempat yang telah diidentifikasi dimana opioid dapat bekerja untuk

menghilangkan nyeri. Ketika morfin atau jenis opioid lain diberikan kepada pasien maka terjadi :

1. Aktivasi reseptor opioid di midbrain dan “turning on” sistem desending (melalui

disinhibisi).

2. Aktivasi reseptor opioid pada transmisi sel second-order untuk mencegah transmisi

ascending dari sinyal nyeri.

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

21

3. Aktivasi reseptor opioid di sentral terminal C-fiber di medula spinalis, mencegah

pelepasan neurotranmiter nyeri

4. Aktivasi reseptor opioid di perifer untuk menghambat aktivasi dari nosiseptor yang dapat

melepaskan mediator inflamasi.

Ketamin dinyatakan dalam Stoelting tahun 2006 dapat berinteraksi dengan reseptor

opioid yaitu, mu, delta, dan kappa. Meskipun mekanisme pastinya belum sepenuhnya

dimengerti, ketamin sebagai non kompetitif antagonis reseptor NMDA (N-Methyl D-Aspartat)

berperan dalam menghambat sentisisasi sentral. Pada proses sensitisasi sentral, salah satu

neurotransmiter yang berperan adalah glutamate. Glutamat merupakan asam amino dan berperan

sebagai neurotranmiter eksitatori. Melekatnya glutamat di membran post synaps akan

menyebabkan transmisi impuls saraf dan menyebabkan saraf turun ambang nyerinya. Keadaan

ini menyebabkan timbulnya allodinia dan hiperalgesia. Ketamin akan menduduki reseptor

NMDA dan bukannya glutamat, sehingga mengurangi fase awal dari sensitisasi sentral.42

2.3 Nyeri Pada Abortus

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nekrosis jaringan

sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.

Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.

Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara

dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,

penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan

banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu

daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda

kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola

kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.43

Kesemua proses memicu uterus berkontraksi dan menghasilkan nyeri. Disamping itu

kerusakan atau luka pada jaringan akan menyebabkan pelepasan dari mediator inflamasi,

sehingga nosiseptor akan berekasi terhadap pelepasan mediator ini dan menghasilkan sensasi

nyeri.

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

22

2.3.1 Inervasi Uterus 44

Rasa nyeri pada alat-alat tubuh di daerah pelvis, terutama pada daerah traktus genitalia

interna disalurkan melalui susunan saraf simpatik dan untuk sebagian melalui sistem

parasimpatik. Aksi kerja saraf simpatik menyebabkan kontraksi dan vasokonstriksi. Sebaliknya

aksi kerja saraf parasimpatik mencegah kontraksi dan menyebabkan vasodilatasi. Oleh karena itu

efeknya terhadap uterus, yaitu saraf simpatik menjaga tonus uterus, sedangkan saraf

parasimpatik mencegah kontraksi uterus, jadim menghambat tonus uterus.

Pengaruh dari kedua jenis persarafan ini menyebabkan terjadinya kontraksi uterus yang

intermiten. Rangkaian susunan saraf simpatik daerah pelvic terdiri dari tiga rangkaian, yaitu

rantai sakralis, pleksus hipogastrika superior, dan pleksus hipogastrika inferior.

Sistem saraf simpatik masuk ke rongga panggul sebagai pleksus hipogastrika superior

(nervus presakralis) dan melalui promontorium terus kebawah sebagai nervus hipogastrika

inferior (pleksus hipogastrika inferior) dan pleksus frankenhauser (pleksus uterovaginalis).

Rasa sakit yang disalurkan melalui pleksus hipogastrika superior diteruskan melalui

rantai torakal bagian bawah dan rantai lumbal, untuk kemudian disalurkan melalui saraf spinalis

ke otak. Pleksus hipogastrika superior menerima sebagaian besar saluran rasa sakit dari traktus

genitalia interna, terutama uterus dan serviks.

2.3.2 Kuretase

Prosedur ini adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat pada dinding

kavum uteri. Salah satu cara dengan dilatasi serviks dengan busi hegar dan pelepasan jaringan

dengan sendok kuret yang dimasukkan ke dalam kavum uteri. Sendok kuret akan melepaskan

jaringan tersebut dengan teknik pengerokan secara sistematik. Prosedur kuretase bisa

mengakibatkan komplikasi seperti perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, dan infeksi.7

Selain rasa nyeri akibat kontraksi uterus pada abortus, rasa nyeri juga timbul pada saat proses

dilatasi dan kuretase. Terutama adanya sharp pain pada saat pengerokan dengan sendok kuret

tajam.

Disamping rasa tidak nyaman dan cemas. Berbagai usaha dilakukan untuk mengurangi

ini termasuk dengan memberikan anestesi total intravena.

2.4 Anestesi Total Intravena (TIVA)

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

23

Anestesi total intravena adalah teknik anestesi dimana induksi dan rumatan anestesi

dicapai melalui obat-obatan yang diberikan lewat jalur intravena saja; menghindari pemakaian

agen volatile ataupun N2O. Pada teknik ini pasien dibiarkan bernafas spontan atau diberikan

ventilasi dengan campuran oksigen dan air.45 TIVA sendiri pertama kali muncul pada awal tahun

1900 dan mulai popular digunakan di seluruh dunia sejak akhir abad 20, sekitar tahun 1990an.46

Konsep TIVA sendiri telah mengalami perkembangan dari induksi untuk anestesi umum

menuju TIVA modern dimana sudah lebih dipahami farmakokinetik dan farmakodinamik obat-

obatan yang digunakan, dimana obat dapat secara akurat dititrasi dan diberikan lewat jalur

intravena.

Kriteria Obat Untuk TIVA :18

1. Larut di dalam air sehingga penggunaan pelarut/solvent dapat dihindari

2. Obat tetap stabil meskipun terlarut dan terpapar cahahaya matahari

3. Tidak adsorpsi terhadap bahan-bahan plastik seperti infuse set

4. Tidak iritan terhadap vena (baik nyeri pada penyuntikan, vena phlebitis atau thrombosis)

atau merusak jaringan ketika diberikan intravena maupun intraarterial

5. Menghasilkan hipnotik/tertidur dalam one arm circulation time

6. Mula kerja obat cepat dan diinaktifkan oleh metabolisme baik hati, darah maupun

jaringan lain

7. Minimal efek terhadap kardiovascular dan respirasi

Dari pemaparan diatas, jelas bahwa belum ada satu obat pun yang mampu memenuhi semua

kriteria diatas.

Indikasi Anestesi Total Intravena :

1. Sebagai alternative agen volatil.

2. Untuk situasi dimana anestesi konvensional sulit untuk dikerjakan, misalnya pada operasi

di medan perang, ataupun pada setting daerah yang kurang peralatan anestesi dan obat -

obat anestesi

3. Pada keadaan dimana gas N2O tidak diperbolehkan atau kontraindikasi relatif, misalnya

pada operasi yang membutuhkan konsentrasi inspirasi O2 yang tinggi, middle ear surgery

Keuntungan TIVA :

1. O2 konsentrasi tinggi dapat diberikan

2. Menghindari penggunaan N2O

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

24

3. Bermanfaat pada kondisi setting terbatas

4. Menghindari efek tidak diinginkan dari anestesi volatile

5. Mengurangi polusi udara

6. Sedikit efek yang mencetus terjadinya hipertermi maligna

7. Day care surgeries, cepat pulit sadar

Kesulitan dan keterbatasan TIVA :

1. Untuk menghasilkan konsentrasi obat dalam darah secara cepat dan mempertahankan

jumlah yang diinginkan terkadang dibutuhkan peralatan yang lebih kompleks seperti zero

order infusion

2. Tidak terprediksinya hubungan antara dosis dan respons pasien yang bervariasi terhadap

obat, premedikasi dan bolus.

3. Tidak terprediksinya pulih dari anesthesia dan efek samping pasca anestesi berdasarkan

variasi distribusi, eliminasi dan farmakokinetik obat, usia, jenis kelamin, dan lain-lain.

4. Akumulasi obat-obat TIVA yang berakibat pada pemanjangan waktu pulih

5. Interaksi obat

6. Definisi yang tidak tegas tentang berakhirnya masa anestesi

7. Ada kemungkinan tidak bisa mengontrol kedalaman anestesi

8. Kebutuhan untuk menciptakan jalur intravena terpisah

Beberapa obat anestesi intravena yang sering digunakan dalam praktek sehari-hari adalah

propofol, ketamin, midazolam, dan dikombinasi dengan golongan opioid maupun ketamin dosis

rendah.

2.4.1 Propofol

Propofol (2,6-diisopropylophenol) pertama kali diperkenalkan pada tahun 1977,

dilarutkan dalam kremofor karena sifatnya yang tidak larut dalam air. Kemudian propofol ini

ditarik dari peredaran karena pernah dilaporkan terjadinya insiden reaksi anafilaktik pada saat

penyuntikan. Pelarut yang adekuat untuk propofol ditemukan berdasarkan penelitian klinis pada

tahun 1983 dan dipakai diseluruh dunia sampai saat ini.10

Propofol menjadi obat pilihan induksi anesthesia, khususnya ketika bangun yang cepat

dan sempurna diperlukan. Kecepatan onset sama dengan barbiturate intravena, masa pemulihan

lebih cepat dan pasien dapat pulang berobat jalan lebih cepat setelah pemberian propofol.

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

25

Kelebihan lainnya, pasien merasa lebih nyaman pada periode paska bedah disbanding anestesi

intravena lainnya. Mual dan muntah paska bedah lebih jarang karena propofol mempunyai efek

anti muntah.10,47,48,49

A. Struktur Kimia

Propofol mengandung satu cincin fenol dengan dua ikatan grup isoprofil dengan berat

moleku 178 Da. Panjang ikatan alkilfenol ini mempengaruhi potensi, induksi, dan karakteristik

pemulihan. Propofol tidak larut dalam air, tetapi 1% larutan air (10mg/mL) dapat digunakan

sebagai obat intravena dalam larutan emulsi minyak dalam air yang mengandung 10% minyak

kedelai, 2,25 % gliserol dan 1.2% lesitin telur.43 Riwayat alergi telur tidak langsung dijadikan

kontraindikasi penggunaan propofol karena kebanyakan alergi telur melibatkan reaksi dengan

putih telur (contoh albumin) sedangkan lesitin diekstraksi dari kuning telur.

Formula ini menyebabkan nyeri pada saat penyuntikan yang dapat dikurangi dengan

penyuntikan pada vena besar dan dengan pemberian injeksi lidokain 0,1 mg/kgBB sebelum

penyuntikan propofol atau dengan mencampurkan 2 mL lidokain 1% dengan 18 mL propofol

dapat menurunkan pH dari 8 menjadi 6,3. Propofol adalah obat yang tidak larut dan

membutuhkan lemak untuk emulsifikasi. Formulasi propofol saat ini menggunakan minyak

kedelai sebagai fase minyak dan lesiti telur sebagai zat emulsifikasi yang terdiri dari trigliserida

cincin panjang. Formulasi ini mendukung pertumbuhan bacterial dan meningkatkan konsentrasi

trigliserida plasma khususnya ketika penggunaan infuse intravena yang lama.10,45,47

Gambar 5 Rumus Bangun Propofol

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

26

B. Mekanisme Kerja

Propofol adalah modulator selektif dari reseptor gamaa amino butyric acid (GABAA) dan

tidak terlihat memodulasi saluran ion ligand lainnya pada kosentrasi yang relevan secara klinis.

Propofol memberikan efek sedative hipnotik melalui intraksi reseptor GABAA. Resepor ini

adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat. Ketika reseptor GABAA

diaktifkan, maka konduksi klorida transmembran akan meningkat, mengakibatkan

hiperpolarisasi membrane sel postsinap dan hambatan fungsional dari neuron postsinap. Interaksi

propofol dengan komponen spesifik reseptor GABAA terlihat mampu meningkatkan laju

disosiasi dari penghambat neurotransmiter, dan juga mampu meningkatkan lama waktu dari

pembukaan klorida yang diaktifkan oleh GABA dengan menghasilkan hiperpolarisasi dari

membrane sel.45,48

C. Farmakokinetik

Pemberian propofol 1.5-2.5 mg/kg IV (setara dengan thiopental 4-5 mg/kg IV atau

metoheksital 1,5 mg/kg (IV) sebagai injeksi IV (< 15 detik), mengakibatkan ketidaksadaran

dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mulai masa

kerjanya sama cepatnya dengan thiopental (satu siklus sirkulasi dari lengan ke otak) konsentrasi

puncak di otak diperoleh dalam 30 detik. Sifat kelarutannya yang tinggi dalam lemak

menyebabkan mulai masa kerjanya sama cepatnya dengan thiopental (satu siklus sirkulasi dari

lengan ke otak) konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum

diperoleh dalam 1 menit. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat disebabkan waktu paruh

distribusinya (2-8) menit. Lebih cepat bangun atau sadar penuh setelah induksi anestesi

disbanding semua obat lain yang digunakan untuk induksi anestesi IV yang cepat. Pengembalian

kesadaran yang lebih cepat dengan residu minimal dari system saraf pusat (CNS) adalah salah

satu keuntungan yang penting dari propofol dibandingkan dengan obat alternatif lain yang

diberikan untuk tujuan yang sama.10,45,48

Rasa sakit karena injeksi terjadi pada sebagian besar pasien ketika propofol diinjeksikan

ke dalam vena tangan yang kecil. Ketidaknyamanan ini dapat dikurangi dengan memilih vena

yang lebih besar atau dengan pemberian 1% lidokain (menggunakan lokal injeksi yang sama

seperti propofol) atau opioid kerja jangka pendek.

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

27

Klirens propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan bahwa ambilan

jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan metabolisme oksidatif hepatik oleh

sitokrom P-450, dan ini penting dalam mengeluarkan obat ini dari plasma. Dalam hal ini,

metabolisme propofol pada manusia dianggap bersifat hepatic dan ekstrahepatik. Metabolisme

hepatik cepat dan luas, menghasilkan sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit

asam glukoronik yang diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh

sitokrom P-450 membentuk 4-hidroksipropofol yang kemudian di glukoronidasi atau sulfat.

Meskipun glukoronida dan konjugasi sulfat dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi,

4-hidroksipropofol memiliki sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0,3% dari

dosis yang diekskresikan tidak berubah dalam urine.10,48

Induksi Anestesi

Dengan kadar darah 2-6 µg/mL yang menghasilkan ketidaksadaran tergantung pada

pengobatan dan pada usia pasien. Onset hypnosis propofol sangat cepat (one arm-brain

circulation) dengan durasi hypnosis 5-10 menit. Seperti halnya dengan barbiturate, anak

membutuhkan dosis induksi dari propofol yang lebih tinggi per kilogram badan, kemungkinan

berhubungan dengan volume distribusi sentral lebih besar dan juga angka bersihan yang tinggi.

Pasien lansia membutuhkan dosis induksi yang lebih rendah (25% hingga 50% terjadi

penurunan) akibat penurunan volume distribusi sentral dan juga penurunan laju bersihan. Pasien

sadar biasanya terjadi pada konsentrasi propofol plasma 1,0 hingga 1,5 µg/mL.48

Rumatan Anestesi

Dosis khusus dari propofol untuk pemeliharaan anestesia adalah 100-300 µg/kgBB/menit

IV, seringkali dikombinasikan dengan opioid kerja jangka pendek. Anestesia umum

menggunakan propofol mempunyai efek mual dan muntah paska operasi yang minimal dan

kesadaran yang lebih cepat dengan efek residual yang minimal.10

D. Farmakodinamik

Sistem Saraf Pusat

Propofol mengurangi laju metabolik otak untuk oksigen (CMRO2), aliran darah ke otak

(CBF), dan tekanan intracranial (ICP). Pemberian propofol untuk menghasilkan sedasi pada

pasien dengan SOL (space occupying lesion) intracranial tidak meningkatkan ICP. Dosis yang

besar dari propofol ini dapat mengurangi tekanan darah sistemik dan juga mengurangi tekanan

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

28

perfusi otak (CPP). Pada level sedasi yang sama, propofol menghasilkan gangguan memori pada

derajat yang sama seperti midazolam. Peningkatan toleransi terhadap obat dalam menekan

system saraf pusat sering terjadi pada pasien yang sering menggunakan opioid, obat hipnotik

sedatif, ketamin dan nitrous oksida.48

Sistem Kardiovaskular

Propofol menghasilkan penurunan tekanan darah sistemik yang lebih besar dibandingkan

dosis thiopental pada saat induksi. Pada keadaan dimana tidak ada gangguan kardiovaskuler,

dosis induksi 2-2,5 mg/kgBB menyebabkan penurunan tekanan darah sistolik sebesar 25-40%.

Perubahan yang sama terlihat juga terhadap tekanan arteri rerata (MAP) dan tekanan darah

diastolic. Penurunan tekanan darah ini mengikuti penurunan curah jantung sebesar 15% dan

penurunan resistensi vascular sistemik sebesar 15-25%. Relaksasi otot polos vascular dihasilkan

oleh propofol adalah terutama berkaitan dengan hambatan aktivitas saraf simpatik. Menurut

Dhungana Y, propofol menyebabkan hipotensi akibat vasodilatasi perifer yang diakibatkan oleh

peningkatan produksi endothelial dan lepasnya nitric oxide.47,49

Efek inotropik negative dari propofol dapat dihasilkan dari penurunan kalsium

intraselular akibat hambatan influks kalsium trans sarkolema. Efek tekanan darah akibat propofol

dapat diperburuk pada pasien hipovolemi, pasien lanjut usia, dan pasien dengan gangguan fungsi

ventrikel kiri yang berkaitan dengan penyakit arteri koroner 10,48

Disamping penurunan tekanan darah sistemik, peningkatan denyut jantung seringkali

tidak berubah secara nyata. Bradikardi dan asistol juga telah diamati setelah induksi anestesi

dengan propofol, yang menghasilkan rekomendasi dimana obat antikolinergik diberikan ketika

stimulasi vagal terjadi berkaitan dengan pemberian propofol. Propofol dapat mengurangi

aktivitas sistem saraf simpatik pada cakupan yang lebih besar dibandingkan dengan aktivitas

sistem saraf parasimpatik, dengan menghasilkan dominasi aktivitas parasimpatik. Refleks

baroreseptor yang mengontrol denyut jantung juga didepresi oleh propofol sehingga mengurangi

refleks takikardi yang selalu mengikuti hipotensi. 48

Sistem Respirasi

Propofol menghasilkan depresi ventilasi tergantung pada dosis, kecepatan pemberian dan

premedikasi, dengan apnu yang berlangsung pada 25% hingga 35% pasien setelah induksi

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

29

dengan propofol. Pemberian opioid pada pengobatan preoperative dapat meningkatkan efek

depresi ventilasi. Pemakaian infus rumatan propofol akan mengurangi volum tidal dan frekuensi

pernafasan. Propofol mengurangi respon ventilasi pada karbon dioksida dan juga hipoksemia.

Propofol dapat mengakibatkan bronkodilatasi dan menurunkan insidensi sesak pada pasien asma.

Konsentrasi sedasi dari propofol akan menekan respon ventilasi terhadap hiperkapnia disebabkan

efek dari kemoreseptor sentral. Berbeda dengan anestesi inhalasi dosis rendah, respon

kemorefleks perifer pada karbondioksida masih tetap ada ketika dirangsang oleh karbondioksida

dengan adaanya propofol.48

Efek-efek Lain

Propofol tidak mempengaruhi fungsi ginjal atau hepar sebagaimana dinyatakan oleh

konsentrasi enzim transaminase liver atau kreatinin. Propofol tidak mempengaruhi sintesis

kortikosteroid atau mempengaruhi respon normal terhadap stimulasi ACTH. Propofol dalam

formula emulsi tidak mempengaruhi fungsi hematologi atau fibrinolisis.

Propofol juga mempunyai efek antiemetic yang signifikan pada dosis subhipnotik (10

mg) dan telah digunakan untuk mengatasi mual muntah paska operasi (PONV). Peningkatan

tekanan bola mata dicegah setelah pemberian propofol. Oleh sebab itu propofol ideal digunakan

pada operasi mata.48

Sindroma Infus Propofol

Sindroma infus propofol adalah kejadian yang jarang terjadi dan merupakan suatu

keadaan yang kritis pada pasien dengan penggunaan propofol yang lama (lebih dari 48 jam) dan

dosis yang tinggi (lebih dari 5 mg/kgBB/jam). Biasanya terjadi pada pasien yang mendapat

sedasi di unit perawatan intensif.

Sindroma ini ditandai dengan terjadinya kegagalan jantung, rhabdomiolisis, asidosis

metabolik, dan gagal ginjal. Penanganannya adalah oksigenasi yang adekuat, stabilisasi

hemodinamik, pemberian dekstrosa, dan hemodialisa.51

2.4.2 Fentanil

Fentanil adalah suatu agonis opioid sintetik derivatif-phenylpiperidine yang secara

struktural terkait dengan meperidin. Sebagai analgesik, fentanil 75-125 kali lebih kuat dari

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

30

morfin.Opioid agonis menghasilkan analgesia melalui ikatannya dengan reseptor spesifik yang

terdapat di otak dan medula spinalis dan terlibat dalam transmisidan modulasi nyeri. Terdapat

beberapa kategori reseptor opioid antara lain reseptor mu (µ), delta (𝛿) dan kappa (κ).52,53

Gambar 6 Rumus Bangun Fentanil

A. Farmakokinetik 54

Fentanil yang diberikan dosis tunggal intravena memiliki onset yang lebih cepat dan

masa kerja obat yang lebih pendek daripada morfin. Meskipun secara klinis fentanil mempunyai

onset yang cepat, terdapat perbedaan waktu antara puncak konsentrasi fentanil di plasma dan

puncak penurunan gelombang pada EEG. Efek fentanil yang diberikan via darah terhadap otak

membutuhkan waktu sekitar 6,4 menit. Potensi yang lebih besar dan onset yang lebih cepat

merupakan wujud kelarutan lemak yang lebih besar dari fentanil terhadap morfin, dalam hal

fasilitasi hantaran obat melewati barier sawar darah otak. Demikian juga, lama kerja obat yang

singkat dari pemberian fenta nil dosis tunggal merefleksikan redistribusi yang cepat pada

jaringan tempat obat ini tidak aktif seperti pada jaringan lemak dan otot-otot rangka. Hal ini

berhubungan degan penurunan konsentrasi obat di plasma.

Pada paru juga merupakan tempat penyimpanan obat inaktif sekitar 75% dari fentanil

yang diberikan sebagai akibat ambilan first pass jaringan paru;

Ketika pemberian fentanil intravena secara multiple atau saat pemberian obat melalui

infuse kontinyu dapat terjadi penurunan konsentrasi obat inaktif pada jaringan paru. Singkatnya,

konsentrasi fentanil di plasma tidak akan menurun dengan cepat dan kerjanya sebagai analgetik

sama halnya dengan depresi dari ventilasi yang dapat terjadi lebih lama. Pada operasi bypass

jantung dapat menyebabkan efek fentanil yang menurun yang disebabkan oleh hemodilusi,

hipotermi dan aliran darah yang tidak fisiologis, serta respon inflamasi sistemik oleh batang otak

didaerah nucleus solitaries, nucleus dorsal vagal, nuckleus ambigus, dan nucleus parabrachial,

terutama reseptor mu, sehingga bila diberikan agonis akan menyebabkan hipotensi dan

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

31

bradikardi. Selain itu juga terdapat mekanisme analgesia yang dimiliki oleh daerah ventrolateral

periaqueductal gray. Reseptor yang terdapat pada jalur hipotalamus-pituitary-adrenal yang

dimodulasi oleh opioid juga berperan pada stess response.

B. Metabolisme

Fentanil kebanyakan dimetabolisme oleh N-demethylation yang menghasilkan

norfentanil, hidroxyproprionil-fentanil dan hidroxyproprionil-norfentanil. Norfentanil secara

struktur sama dengan normoperidin dan prinsip metaboliknya sama pada manusia. Fentanil

diekskresikan oleh ginjal dan didapati pada urin dalam waktu 72 jam setelah pemberian fentanil

intravena dosis tunggal. Sekitar 10% fentanil yang tidak termetabolisme diekskresikan melalui

urin. Fentanil berikatan dengan enzim hati P-450 dan interaksi obat yang terjadi berhubungan

dengan aktivitas enzim ini.

C. Waktu Paruh

Meskipun masa kerja fentanil singkat, waktu paruhnya lebih lama dari morfin. Waktu

paruh yang lebih lama ini menunjukkan volume distribusi fentanil lebih besar. Besarnya volume

distribusi ini berhubungan dengan besarnya kelarutannya dalam lemak. Setelah pemberian bolus

intravena, fentanil akan terdistribusi dengan cepat dari plasma ke jaringan-jaringan yang kaya

akan pembuluh darah, seperti : otak, jantung, dan paru. Lebih dari 80% obat yang masuk ke

intravascular akan tinggal di plasma dalam kurang dari 5 menit. Konsentrasi plasma dari fentanil

akan dipertahankan oleh ambilan obat dari jaringan inaktif secara perlahan dimana jumlah efek

obat yang menetap sesuai dengan perpanjangan waktu paruh.

Lamanya waktu paruh pada orangtua berhubungan dengan clearance dari opioid. Hal ini

disebabkan oleh volume distribusi obat ini tidak berubah dibandingkan dengan golongan dewasa

muda. Perubahan ini juga menunjukkan factor umur dapat menurunkan aliran darah hepatik,

aktivitas enzim mikrosomal ataupun produksi albumin, sementara fentanil berikatan kuat pada

protein sekitar 79-87%.

D. Penggunaan Klinis

Fentanil secara klinis dapat digunakan dengan rentang dosis yang besar, sebagai contoh

pemberian fentanil dosis rendah 1-2 µg/kgBB intravena memberi efek analgetik. Fentanil dosis

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

32

2-20 µg/kgBB intravena dapat menumpulkan respon simpatetik, contohnya pada tindakan

laringoskopi untuk intubasi trakea ataupun pada stimulasi akibat pembedahan. Waktu yang

dibutuhkan oleh penyuntikan fentanil intravena dan pencegahan berhubungan dengan waktu

yang dibutuhkan saat tercapainya obat ke target organ hingga memberi efek. Penyuntikan

fentanil 1,5-3 µg/kgBB intravena 5 menit sebelum induksi anestesi akan menurunkan kebutuhan

gas inhalasi anestesi serta respon simpatetik akibat stimulasi pembedahan. Pemberian dosis besar

fentanil 50-150 µg/kgBB intravena dapat digunakan secara tunggal untuk anestesia pembedahan.

Keuntungan pemberian dosis besar fentanil bagi anestesi, antara lain : efek depresi miokard,

yang langsung lebih sedikit, pengeluaran histamine tidak dijumpai dan stress respon pembedahan

dapat ditekan. Kerugian penggunaan fentanil sebagai anestesi tunggal, antara lain : kegagalan

pencegahan respons simpatetik terhadap stimulasi pembedahan, khususnya pada pasien dengan

fungsi ventrikel kiri yang baik kemungkinan pasien bangun dan penurunan fungsi ventilasi paska

operatif.

E. Efek Samping

Efek samping fentanil menyerupai opioid morfin. Depresi ventilasi yang menetap atau

berulang merupakan masalah pascaoperatif yang potensial. Kosentrasi puncak sekunder fentanil

di plasma dapat berhubungan dengan sisa fentanil yang ada pada cairan asam lambung (ion

trapping). Sisa fentanil akan diabsorbsi sehingga konsentrasi opioid di plasma akan meningkat.

Sisa fentanil akan diabsorbsi sehingga konsentrasi opioid di plasma akan meningkat.

Perbandingan morfin dengan fentanil pada dosis besar adalah tidak terjadinya pengeluaran

histamin. Hipotensi yang diakibatkan oleh dilatasi dari venous capacitanta akibat pemberian

morfin tidak terjadi pada pemberian fentanil. Fentanil yang diberikan 10 µg/kgBB intravena pada

neonates akan menyebabkan terangsangnya refleks baroreseptor di sinus carotid yang dapat

secara nyata menurunkan laju jantung. Bradikardi adalah efek fentanil yang dapat menimbulkan

penurunan tekanan darah dan cardiac output. Reaksi alergi sangat jarang terjadi pada pemberian

fentanil.

Pemberian fentanil pada pasien trauma kepala akan meningkatkan tekanan intracranial 6-

9 mmHg dan tidak terdapat perubahan PaCO2. Peningkatan tekanan intracranial biasanya

berhubungan dengan penurunan tekanan arteri rata-rata (MAP) serta tekanan perfusi otak (CVP).

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

33

Peningkatan tekanan intracranial yang dipicu oleh pemakaian opioid dapat mengganggu

autoregulasi serebral biasanya akibat terjadinya vasodilatasi.

2.4.3 Ketamin

Ketamin, 2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamino)-cyclohexanonehydro-chloride, suatu

arylcycloalkylamine yang secara struktural berhubungan dengan phencyclidine (PCP) dan

cyclohexamine. Ketamin adalah obat yang menghasilkan anestesi disosiasi, yang kemudian

ditandai dengan disosiasi diantara talamikortikal dan sistem limbik. Anestesi disosiasi meyerupai

kondisi kataleptik dimana mata masih tetap terbuka dan adanya nistagmus yang lambat. Pasien

tidak dapat berkomunikasi, meskipun dia tampak sadar. Refleks-refleks masih dipertahankan

seperti refleks kornea, refleks batuk dan refleks menelan, namun semua refleks ini tidak boleh

dianggap sebagai suatu proteksi terhadap jalan nafas. Variasi tingkat hipertonus dan gerakan otot

rangka tertentu seringkali terjadi dan tidak tergantung dari stimulasi bedah. Ketamin mempunyai

efek sedatif dan analgetik yang kuat. Pada dosis subanestesi ketamin menghasilkan efek

analgetik yang memuaskan.48

Gambar 7 Rumus Bangun Ketamin

A. Mekanisme Aksi

Ketamin berikatan secara non kompetitif terhadap tempat terikatnya phencyclidine pada

reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA), suatu subtype dari reseptor glutamate, yang berlokasi

di saluran ion.Ketamin menghambat aliran ion transmembran. Reseptor NMDA adalah suatu

resptor saluran kalsium. Agonis endogen dari reseptor ini adalah neurotransmiter eksitatori

seperti asam glutamate, asam aspartat, dan glisin. Pengaktifan dari reseptor mengakibatkan

terbukanya saluran ion dan depolarisasi neuron. Reseptor NMDA ini terlibat dalam input

sensoris pada level spinal, talamik, limbik, dan kortikal. Ketamin menghambat atau

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

34

menginterferensi input sensoris ke sentral yang lebih tinggi dari sistem saraf pusat, dimana

terdapat respon emosional terhadap stimulus dan pada tempat untuk proses belajar dan memori.

Ketamin menghambat pengaktifan dari reseptor NMDA oleh glutamate, mengurangi pelepasan

glutamate di presinaps dan meningkatkan efek dari neurotransmiter inhibisi GABA.10,48,49

Ketamin juga berinteraksi dengan reseptor mu, delta, dan kappa opioid. Efek analgesi

ketamin mungkin disebabkan oleh pengaktifan reseptor ini di sentral dan spinal.

Beberapa efek ketamin dapat disebabkan karena kerjanya pada sistem katekolamin,

dengan meningkatkan aktivitas dopamin. Efek dopaminergik ini mungkin berhubungan dengan

efek euphoria, adiksi dan psikomimetik dari ketamin. Kerja dari ketamin ini juga disebabkan

oleh efek agonis pada reseptor adrenergik α dan β, efek antagonis pada reseptor muskarinik di

sistem saraf pusat, efek agonis pada reseptor 𝜎.48

B. Farmakokinetik 48,55

Absorpsi

Ketamin dapat diberikan melalui oral, rectal, intranasal, intramuscular, ataupun intravena.

Untuk operasi dan dan manajemen nyeri paska bedah ketamin dapat diberikan secara intratekal

dan epidural. Konsentrasi puncak biasanya dicapai dalam waktu 1 menit setelah penyuntikan

intravena dan dalam lima menit setelah penyuntikan intramuscular.

Distribusi

Ketamin tidak secara signifikan berikatan dengan plasma protein dan meninggalkan

plasma darah secara cepat dan terdistribusi ke jaringan. Awalnya, ketamin didistribusikan kepada

daerah yang high perfusion seperti otak, dimana konsentrasi puncak mencapai 4-5 kali daripada

di plasma. Kelarutan ketamin yang tinggi dalam lemak menjadikannya cepat berpindah melewati

sawar darah otak. Lebih lanjut lagi ketamin menginduce peningkatan aliran darah otak dan

kardiak output, dan juga cepat masa kerjanya sehubungan dengan redistribusi obat dari daerah

yang high perfusion ke kompartemen lain yang low perfusion.

Metabolisme

Ketamin dimetabolisme di hepar menjadi beberapa metabolit, beberapa diantaranya

norketamin yang dapat memperpanjang masa kerja ketamin (sebagai analgesik), terutama pada

pemberian secara kontinyu intravena ataupun dosis berulang. Ketamin dimetabolisme oleh enzim

sitokrom P-450 yang menghasilkan norketamin. Norketamin akhirnya dihidroksilasi dan

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

35

berkonjugasi untuk membentuk ikatan yang lebih larut air dan menghasilkan metabolit

glukoronida yang inaktif dan dikresikan melalui ginjal. Ambilan ketamin yang besar di hepar dan

dimetabolisme di sana menjelaskan waktu paruh yang singkat pada ketamin (sekitar 2 jam).

Ekskresi

Setelah pemberian intravena, kurang dari 4% dosis ketamin yang diberikan dapat

dikeluarkan dari urine dalam bentuk utuh. Ekskresi melalui feses sekitar 5% dari dosis yang

diberikan.

C. Farmakodinamik 48,55

Susunan Saraf Pusat

Ketamin menghasilkan stadium anetesi yang disebut anestesi disosiasi. Karakteristik pada

EEG ditandai dengann disosiasi antara thalamokortikal dan sitem limbik. Disosiatif anestesi

menghasilkan status kataleptikus dimana mata tetap terbuka dengan lambat dan nistagmus.

Ketamin menyebabkan reaksi psikis yaitu emergence reaction. Manifestasi dari reaksi ini

bervariasi tingkat keparahannya, berupa mimpi buruk, perasaan melayang, ilusi yang bisa

tampak dalam bentuk hysteria, bingung, euphoria, dan rasa takut. Mimpi dan halusinasi ini dapat

terjadi sampai 24 jam setelah pemberian. Mekanisme delirium emergence kemungkinan terjadi

sebagai sekunder dari ketamin meng-induce depresi terhadap kolikulus inferior dan nucleus

medial genikulat yang menyebabkan misinterpretasi dari rangsang suara dan visual. Insidennya

adalah 5-30% pada orang dewasa pada pemberian ketamin sebagai obat tunggal anestesi. Faktor

yang mempengaruhi adalah umur, dosis, jenis kelamin, dan status psikis. Wanita dan pemimpi

lebih mudah mengalaminya. Golongan benzodiazepin terbukti paling efektif dalam mencegah

emergence reaction ini, dengan midazolam lebih efektif dari diazepam.

Sistem Kardiovaskular

Berbeda dengan agen anestetik lainnya, ketamin meningkatkan tekanan darah, laju

jantung, dan kardiak output. Hal ini tidak terjadi secara langsung pada kardiovaskular melainkan

karena stimulasi sentral terhadap sistem saraf simpatis dan inhibisi reuptake terhadap

norepinefrin. Bersamaan dengan perubahan ini adalah peningkatan tekanan arteri pulmonal dan

kerja miokard. Untuk itulah ketamin harus dihindari pada pasien dengan penyakit jantung

koroner, hipertensi tak terkontrol, penyakit jantung kongestif, dan aneurisma arteri. Efek dosis

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

36

besar ketamin berakibat depresi langsung terhadap miokard mungkin disebabkan karena inhibisi

sementara kalsium tidak tertutupi, mungkin karena simpatis blockade atau exhaustion dari

pelepasan katekolamin. Disisi lain, efek stimulasi tidak langsung ketamin sering menguntungkan

pada pasien dengan akut syok hipovolemik.

Respirasi

Mekanisme ventilasi biasanya minimal dipengaruhi oleh dosis induksi ketamin, meskipun

begitu penyuntikan bolus intravena yang cepat ataupun pretereatment dengan opioid sebelumnya

walaupun jarang dapat menyebabkan apnu. Ketamin adalah bronkodilator poten, menjadikannya

agen anestetik pada pasien asma. Meskipun refleks jalan nafas atas sebagaian besar tetap ada,

pasien dengan peningkatan resiko aspirasi pneumonia tetap harus diintubasi. Peningkatan

produksi air ludah sehubungan dengan ketamin dapat dihindari dengan pemberian premedikasi

dengan antikolinergik.

Interaksi 48

Obat pelumpuh otot nondepolarisasi dipotensiasi oleh ketamin. Durasi henti nafas setelah

pemberian suksinil kolin dapat memanjang, kemungkinan karena inhibisi aktivitas plasma

kolinesterase oleh ketamin. Kejang dilaporkan terjadi pasien asma setelah pemberian aminofilin

diikuti pemberian ketamin.

Kontraindikasi 48

Ketamin dikontraindikasikan pada keadaan-keadaan seperti pasien dengan peningkatan

tekanan intracranial, operasi mata, ataupun pasien yang diduga cenderung mengalami delirium

paska operasi atau riwayat ganguan psikiatri.

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

37

2.5 KERANGKA TEORI

Keterangan :

R. NMDA : Reseptor N-methyl-D-aspartate

CBNPS : Colorado Behavioral Numerical Pain Scale

KURETASE

Merangsang nosiseptor dan inflamasi

Lepas prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin

NOSISEPTOR A 𝛿 dan C DORSAL HORN

MEDULA SPINALIS

R. NMDA

KETAMIN

DORSAL HORN

MEDULA SPINALIS

BRAINSTEM

OPIOID FENTANIL

BRAINSTEM

THALAMUS, HIGHER BRAIN AREA

THALAMUS, HIGHER BRAIN AREA

OPIOID FENTANIL

NYERI

NILAI CBNPS

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 NYERI 2.1.1 Fisiologi Nyerirepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31956/4/Chapter II.pdf · Penilaian skala nyeri dapat dibagi atas pasien yang memiliki

38

2.6 KERANGKA KONSEP

Keterangan :

CBNPS : Colorado Behavioral Numerical Pain Scale

KURETASE

CBNPS

PROPOFOL + FENTANIL PROPOFOL + KETAMIN NYERI DAN TIDAK

NYAMAN