bab 2 tinjauan pustaka 2.1 khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/chapter...

7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeast) Khamir merupakan jamur mikroskopis, eukariotik dan uniseluler. Ukuran sel khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir memiliki dua mekanisme reproduksi yaitu reproduksi seksual dan aseksual. Semua khamir dapat berkembang biak secara aseksual, tetapi tidak semua khamir dapat melakukan reproduksi seksual. Khamir yang hanya dapat bereproduksi secara aseksual masuk dalam kelas Deuteromycetes atau jamur imperfecti (Volk et al., 1971). Khamir melakukan reproduksi aseksual dengan cara bertunas (budding), pembelahan langsung atau dengan hifa. Sebagian besar khamir melakukan reproduksi seksual dengan membentuk asci, yang mengandung askospora haploid dengan jumlah bervariasi antara satu hingga delapan askospora. Askospora dapat menyatu dengan nukleus dan membelah seiring dengan pembelahan vegetatif, tetapi beberapa khamir memiliki askospora yang menyatu dengan askospora lain (Schneiter, 2004). Khamir dapat ditemukan pada berbagai tempat di lingkungan terutama substrat yang kaya gula. Khamir telah berhasil diisolasi dari daun, bunga, buah- buahan, biji-bijian, serangga, kotoran hewan dan tanah (Spencer and Spencer, 1997). Khamir dari kelompok Saccharomycetales terdapat pada kulit kayu pohon tertentu dan juga pada buah-buahan serta lingkungan dengan kadar gula yang tinggi seperti nektar dan nira (Sampaio et al., 2008). Khamir memiliki manfaat yang penting dalam perkembangan bioteknologi. Isolasi dan identifikasi dari total perkiraan keanekaragaman khamir di dunia baru dilakukan sekitar 1%. Diantara 89 genera khamir yang pernah terdaftar dalam monograf khamir, sebanyak 37 genera atau 42% ditemukan di Indonesia. Hal ini mengindikasikan eksplorasi khamir masih sangat jarang dilakukan, sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya keanekaragaman khamirnya (Kurtzman et al., 2006). Universitas Sumatera Utara

Upload: phamnhu

Post on 06-Feb-2018

225 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/Chapter II.pdf · khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Khamir (yeast)

Khamir merupakan jamur mikroskopis, eukariotik dan uniseluler. Ukuran sel

khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

memiliki dua mekanisme reproduksi yaitu reproduksi seksual dan aseksual.

Semua khamir dapat berkembang biak secara aseksual, tetapi tidak semua khamir

dapat melakukan reproduksi seksual. Khamir yang hanya dapat bereproduksi

secara aseksual masuk dalam kelas Deuteromycetes atau jamur imperfecti (Volk

et al., 1971).

Khamir melakukan reproduksi aseksual dengan cara bertunas (budding),

pembelahan langsung atau dengan hifa. Sebagian besar khamir melakukan

reproduksi seksual dengan membentuk asci, yang mengandung askospora haploid

dengan jumlah bervariasi antara satu hingga delapan askospora. Askospora dapat

menyatu dengan nukleus dan membelah seiring dengan pembelahan vegetatif,

tetapi beberapa khamir memiliki askospora yang menyatu dengan askospora lain

(Schneiter, 2004).

Khamir dapat ditemukan pada berbagai tempat di lingkungan terutama

substrat yang kaya gula. Khamir telah berhasil diisolasi dari daun, bunga, buah-

buahan, biji-bijian, serangga, kotoran hewan dan tanah (Spencer and Spencer,

1997). Khamir dari kelompok Saccharomycetales terdapat pada kulit kayu pohon

tertentu dan juga pada buah-buahan serta lingkungan dengan kadar gula yang

tinggi seperti nektar dan nira (Sampaio et al., 2008).

Khamir memiliki manfaat yang penting dalam perkembangan

bioteknologi. Isolasi dan identifikasi dari total perkiraan keanekaragaman khamir

di dunia baru dilakukan sekitar 1%. Diantara 89 genera khamir yang pernah

terdaftar dalam monograf khamir, sebanyak 37 genera atau 42% ditemukan di

Indonesia. Hal ini mengindikasikan eksplorasi khamir masih sangat jarang

dilakukan, sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat kaya

keanekaragaman khamirnya (Kurtzman et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/Chapter II.pdf · khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

5

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu jenis khamir yang telah

dikenal secara luas dan banyak dimanfaatkan terutama dalam proses fermentasi.

Organisme ini sudah sejak lama digunakan memfermentasikan gula dari beras,

gandum, gerst dan jagung untuk memproduksi minuman beralkohol dan juga

digunakan oleh industri makanan sebagai pengembang adonan roti. Proses

fermentasi yang dilakukan khamir menghasilkan gas karbondioksida dan etanol.

Karbondioksida terperangkap di dalam gelembung-gelembung kecil sehingga roti

dapat mengembang. Khamir sering diolah menjadi suplemen vitamin karena

khamir mengandung 50% protein serta merupakan sumber vitamin B, niacin dan

asam folat yang sangat baik (Schneiter, 2004).

Saccharomyces cerevisiae merupakan khamir yang sangat penting dalam

bioindustri. Toleransinya terhadap etanol merupakan karakter yang menentukan

sehingga mikroorganisme ini dapat digunakan sebagai sumber biofermentasi.

Toleransi yang tinggi terhadap etanol disebabkan komposisi lipid yang unik dari

membran plasmanya yang menyintesis lebih banyak ergosterol dibandingkan

dengan kolesterol dan fosfolipid. Kolesterol dan fosfolipid mengandung residu

asam lemak tidak jenuh dalam proporsi yang sangat tinggi (Ingram et al., 1984).

2.2 Nira

Nira adalah cairan manis yang diperoleh dari air batang atau getah tandan bunga

tanaman seperti tebu, bit, sorgum, mapel, siwalan, bunga dahlia dan tanaman dari

keluarga palma seperti aren, kelapa, nipah, sagu, kurma dan sebagainya. Produk-

produk nira dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang tidak mengalami

proses fermentasi dan yang mengalami fermentasi (Barlina dan Lay, 1994). Nira

yang masih segar dapat langsung diminum dan digunakan untuk obat sariawan,

TBC, disentri, wasir dan untuk memperlancar buang air besar. Nira yang telah

mengalami fermentasi (peragian) berubah menjadi tuak (Ismanto et al., 1995).

Beberapa daerah di Indonesia mengolah nira menjadi minuman fermentasi

beralkohol yang disebut tuak. Tuak (tuo mbanua) adalah minuman penting di

Kepulauan Nias diminum saat santai, pesta pernikahan dan musyawarah adat.

Pesta pernikahan di Pulau Nias yang masih menjunjung tinggi adat-istiadat, selalu

menyuguhkan tuak bagi tamu pria. Tuak mempunyai arti yang khusus bagi suku

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/Chapter II.pdf · khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

6

Nias karena tuak dapat digunakan sebagai sarana keakraban, sebagai

pengungkapan rasa terima kasih dan juga minuman persahabatan (Laoli et al.,

1995).

2.1.1 Nira Kelapa

Nira merupakan cairan bening, terdapat dalam tandan bunga kelapa yang

belum terbuka (Dyanti, 2002). Rasa manis pada nira kelapa disebabkan

kandungan sukrosanya yang cukup tinggi. Xia et al (2011) mendapatkan

kandungan sukrosa sebesar 14% pada nira kelapa segar yang baru disadap,

sedangkan Barh dan Mazumdar (2008) mendapatkan kandungan gula 9,3 gr/100

ml nira kelapa segar. Komposisi kimia nira kelapa disajikan pada tabel berikut :

Komposisi Kimia Nira Kelapa

No Komposisi Kimia Kandungan

1 Total Gula (g) 9,30

2 Total Protein (mg) 13,30

3 Total lipids (g) 0,03

4 Calcum (mg) 1,62

5 Magnesium (mg) 2,15

6 Iron (mg) 1,20

7 Sodium (mg) 6,95

8 Potassium (mg) 3,16

9 Cu (mg) 0,03

10 Zinc (mg) 0,03

11 P (mg) 1,55

12 Niacin (mg) 0,02

13 Thiamine (mg) 0,02

14 Riboflavin (mg) 0,03

15 Ascorbic acid (mg) 2,93

16 Vitamin A (IU) 43,0

17 Ethanol (%) (v/v) 0,0

18 pH (keasaman) 7,4

Sumber: Barh dan Mazumdar, 2008

2.2.2 Nira Aren

Nira aren mengandung sukrosa sebesar 10-15%. Sukrosa sebagai komponen kimia

utama nira, akan segera mengalami perubahan dengan adanya mikroorganisme.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/Chapter II.pdf · khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

7

Ragi dan bakteri merupakan mikroorganisme utama yang mengubah komposisi

karbohidrat dalam nira. Kecepatan perubahan oleh mikroorganisme ini sangat

tergantung pada konsentrasi kontaminasi awal. Dengan keadaan di lapangan, yaitu

penyadapan dengan kondisi terbuka di atas pohon, dapat dikatakan bahwa tingkat

kontaminasi cukup tinggi tetapi masih bervariasi pula dari setiap perlakuan

penyadapan (Pontoh, 2012).

Dalam keadaan segar nira berasa manis, berbau khas nira dan tidak

berwarna. Nira aren mengandung beberapa zat gizi antara lain karbohidrat,

protein, lemak dan mineral. Rasa manis pada nira disebabkan kandungan

karbohidratnya mencapai 11,28%. Nira yang baru menetes dari tandan bunga

mempunyai pH sekitar 7 (pH netral), akan tetapi pengaruh keadaan sekitarnya

menyebabkan nira aren terkontaminasi dan mengalami fermentasi sehingga rasa

manis pada nira aren cepat berubah menjadi asam (pH menurun) (Lempang,

2000).

2.3 Laru

Laru merupakan sebutan untuk kelompok jenis kulit kayu yang ditambahkan pada

nira dengan tujuan meningkatkan cita rasa dan kadar alkohol minuman tuak.

(Ikegami, 1997). Penelitian Erika (2005), menyebutkan bahwa kulit kayu dari

tumbuhan meranti (Shorea faguetiana Heim) dapat digunakan sebagai laru.

Penelitian Pasaribu (2007), menemukan bahwa salah satu jenis laru yang berasal

dari Kabupaten Tapanuli Tengah diidentifikasi sebagai giam (Cotylelobium

melanoxylon Pierre). Lebih lanjut disebutkan bahwa jenis ini memiliki komponen

kimia kayu berturut-turut adalah sebagai berikut: hemiselulosa 29,26%,

alphaselulosa 37,35%, lignin 22,26% dan pentosan 17,31 %. Selanjutnya kadar

ekstraktif kayu laru yang larut dalam air dingin 3,19%, air panas 9,08%, alkohol

benzena 1,76%, NaOH (1%) 19,27%. Masyarakat Tapanuli Tengah juga

menggunakan resak (Vatica pauciflora Blume) sebagai laru untuk campuran

dalam minuman tuak (Ikegami, 1997).

Masyarakat Pulau Nias menggunakan kulit kayu tumbuhan tertentu

sebagai laru. Laru diyakini dapat mengawetkan dan meningkatkan kadar alkohol

dari nira yang dikonsumsi sebagai minuman tradisional. Masyarakat di Pulau Nias

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/Chapter II.pdf · khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

8

biasa menggunakan kulit kayu pohon durian, kulit kayu pohon langsat, kulit kayu

pohon golikhe dan berbagai macam kulit kayu tumbuhan lain sebagai laru.

Menurut masyarakat setempat, kulit kayu dikeringkan di bawah sinar matahari

kemudian disimpan di tempat yang kering. Sebelum digunakan laru diremukkan

dan dibakar ujungnya untuk memberikan aroma yang khas pada tuak.

2.4 Fermentasi

Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dibawah kondisi anaerobik

menghasilkan bentuk yang stabil dari produk-produk fermentasi yaitu senyawa

organik yang menjadi penerima elektron terakhir dalam proses ini (Volk et al.,

1971). Ketika glukosa difermentasi menjadi etanol akan terjadi reaksi :

Glukosa (C6H12O6) 2 Etanol (C2H5OH) + 2CO2

Proses ini dilakukan oleh khamir dan merupakan proses penting dan bernilai

ekonomi tinggi karena berhubungan dengan produksi alkohol yang merupakan

unsur penting pembuatan bir, wine, whiskey dan lain sebagainya. Fermentasi yang

sama terjadi pada pembuatan roti, tetapi unsur pokok yang penting adalah CO2

yang dihasilkan sehingga roti dapat mengembang. Ketika khamir memfermentasi

glukosa dalam kondisi aerobik, produk akhirnya adalah karbondioksida dan air

Glukosa (C6H12O6) + 6O2 6CO2 + 6 H2O

karena pada reaksi ini keseluruhan karbon dari glukosa diubah menjadi CO2, lebih

banyak energi yang dilepas (Brock and Brock, 1978).

Dengan menggunakan khamir, proses fermentasi akan mengubah gula

menjadi etanol, karbondioksida dan beberapa produk sampingan. Brazil dan USA

merupakan produsen bioetanol terbesar di dunia, kira-kira 62% dari produksi

dunia (Maris et al., 2006). Berhasil atau tidaknya produksi bioetanol melalui

proses fermentasi menggunakan khamir, ditentukan oleh tingkat toleransi khamir

terhadap kadar gula dan etanol yang tinggi di lingkungan. Karakteristik seluler ini

sangat penting dalam proses fermentasi. Biasanya pada industri etanol,

peningkatan konsentrasi gula, akan terjadi pada pada awal proses fermentasi, dan

konsentrasi etanol yang tinggi terjadi di akhir dari proses fermentasi (Hansel et

al., 1998).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/Chapter II.pdf · khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

9

Ada beberapa karakteristik mikroorganisme yang digunakan untuk

fermentasi antara lain mempunyai kemampuan tumbuh dan berkembang biak

dengan cepat dalam substrat yang sesuai, dapat menghasilkan enzim dengan cepat

untuk mengubah glukosa menjadi alkohol, mempunyai daya fermentasi yang

tinggi terhadap glukosa, fruktosa, galaktosa dan maltosa, mempunyai daya tahan

dalam lingkungan dengan kadar alkohol yang relatif tinggi, serta tahan terhadap

mikroorganisme lain (Minier dan Goma, 1982).

2.5 Bioetanol

Bioetanol merupakan cairan hasil proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat

(pati) menggunakan bantuan mikroorganisme. Bioetanol adalah cairan tak

berwarna dengan karakteristik antara lain mudah menguap, mudah terbakar, larut

dalam air, tidak karsinogenik dan jika terjadi pencemaran tidak memberikan

dampak lingkungan yang signifikan. (Seftian et al., 2012). Bioetanol adalah salah

satu bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui, ramah lingkungan, dan

menghasilkan gas emisi karbon yang rendah dibandingkan dengan bensin atau

sejenisnya. Beberapa negara maju telah lebih dahulu mengembangkan bioetanol

sebagai biofuel, Indonesia tidak mau tertinggal untuk turut serta mengembangkan

etanol sebagai bahan bakar alternatif (Khairani, 2007).

Pada saat ini, pengembangan produksi bioetanol di Indonesia sedang

berkembang pesat. Penggunaan bioenergi secara luas dikenal ramah lingkungan

dan dapat meningkatkan performa dari kendaraan. Produksi bioetanol juga dapat

secara langsung bermanfaat pada sektor pertanian karena produksi bioetanol dapat

memanfaatkan beberapa produk pertanian seperti singkong, jagung, kentang,

sagu, dan talas (Sondari et al., 2006).

Bahan baku untuk proses produksi bioetanol diklasifikasikan menjadi tiga

kelompok, yaitu gula, pati, dan selulosa. Sumber gula berasal dari gula tebu, gula

bit, molase dan buah-buahan, dapat langsung dikonversi menjadi etanol. Sumber

dari bahan berpati seperti jagung, singkong, kentang dan akar tanaman harus

dihidrolisis terlebih dahulu menjadi gula. Sumber lainnya yaitu selulosa berasal

dari kayu, limbah pertanian, limbah pabrik pulp dan kertas, semuanya harus

dikonversi menjadi gula. Namun sumber gula dan bahan berpati dapat

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Khamir (yeastrepository.usu.ac.id/bitstream/123456789/64113/4/Chapter II.pdf · khamir pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan sel bakteri. Khamir

10

menimbulkan permasalahan baru jika dikonversi terus menerus menjadi bioetanol

karena bahan-bahan tersebut berpotensi juga sebagai bahan pangan (Lin et al.,

2006).

2.6 Pemanfaatan Limbah Untuk Produksi Bioetanol

Limbah pertanian yang keberadaannnya sangat berlimpah di Indonesia dapat

menjadi bahan baku pembuatan bioetanol. Pengembangan limbah pertanian untuk

produksi bioetanol tidak akan mengganggu ketahanan pangan nasional. Selain itu,

hal ini dapat mengurangi dampak negatif pencemaran lingkungan. Bioetanol dapat

dibuat dari bahan-bahan bergula, berpati (karbohidrat), ataupun berserat, seperti

limbah kulit singkong, limbah kulit kentang dan limbah kulit talas (Irfan, 2013).

Umbi singkong (Manihot utilissima) sebanyak 10 miliar ton, dapat

menghasilkan limbah 0,3 miliar ton tetapi pemanfaatannya hanya mencapai 0,1

milliar ton (Sriroth, 2008). Setiap singkong yang dikupas dapat menghasilkan 15-

20% kulit umbi dengan kandungan karbohidrat berkisar antara 68-85% dari berat

keseluruhan kulit umbi singkong, sehingga memiliki potensi yang cukup besar

untuk digunakan sebagai bahan baku produksi bioetanol (Cuzin et al., 1991).

Limbah kulit kentang (Solanum tuberosum) adalah salah satu contoh

limbah organik yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan bioetanol.

Selama ini kupasan kentang umumnya digunakan sebagai makanan ternak, pupuk

organik, dan terkadang hanya dibuang begitu saja menjadi sampah. Kandungan

kimia yang terdapat dalam kupasan kentang belum diketahui secara spesifik,

namun dari penelitian yang telah dilakukan oleh Tima, (2011) kandungan

karbohidrat yang terdapat dalam kupasan kentang cukup tinggi.

Pemanfaatan talas sebagai bahan pangan telah dikenal secara luas. Di

Indonesia, talas sebagai bahan makanan cukup populer dan produksinya cukup

tinggi terutama di daerah Papua dan Jawa. Pengolahan talas saat ini kebanyakan

memanfaatkan umbi segar yang dijadikan berbagai hasil olahan, diantaranya yang

paling populer adalah keripik talas. Hingga saat ini pemanfaatan limbah kupasan

talas sebagai bahan baku pembuatan bioetanol masih jarang dilakukan sehingga

kandungan pati dalam limbah belum diketahui, tetapi kandungan pati pada umbi

talas mencapai 80% (Rahmawaty et al., 2012).

Universitas Sumatera Utara