bab 2 tinjauan pustaka 2.1. kecacingan 2.1.1. definisi...

41
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi Kecacingan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung arti menderita atau mengalami kejadian, dengan demikian kata kecacingan berarti seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur (2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa cacing) ke dalam tubuh manusia (Ginting, 2008). Kecacingan adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan sebagai akibat adanya cacing parasit di dalam tubuh. Penyebab cacingan yang populer yaitu : cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Oxyuriasis vermicularis), cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) dan cacing tambang (Trichuris trichiura)( FK-UI 2010). 2.1.2. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan. Secara epidemiologik, ada beberapa faktor yang memengaruhi kejadian kecacingan atau disebut dengan segitiga epidemiologi, yaitu faktor host, agent dan environment. Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan konsep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu Universitas Sumatera Utara

Upload: duongque

Post on 01-Feb-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecacingan

2.1.1. Definisi Kecacingan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) dengan memberi imbuhan ke

dan akhiran an terhadap suatu kata benda maka terhadap kata tersebut mengandung

arti menderita atau mengalami kejadian, dengan demikian kata kecacingan berarti

seseorang yang mengalami kecacingan. Sedangkan Menurut Dinkes Jawa Timur

(2003) Kecacingan ialah penyakit yang disebabkan karena masuknya parasit (berupa

cacing) ke dalam tubuh manusia (Ginting, 2008).

Kecacingan adalah kumpulan gejala gangguan kesehatan sebagai akibat

adanya cacing parasit di dalam tubuh. Penyebab cacingan yang populer yaitu : cacing

gelang (Ascaris lumbricoides), cacing kremi (Oxyuriasis vermicularis), cacing

tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) dan cacing tambang

(Trichuris trichiura)( FK-UI 2010).

2.1.2. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kecacingan.

Secara epidemiologik, ada beberapa faktor yang memengaruhi kejadian

kecacingan atau disebut dengan segitiga epidemiologi, yaitu faktor host, agent dan

environment. Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam

menjelasakan konsep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya

adalah terjainya penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

penyakit. Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan

interaksi ke tiganya.

Segitiga epidemiologi cacingan sendiri sebagai berikut.

a. Host

Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga

menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan

satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur

infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa

dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al,1990).

b. Agent

Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun

tidak hidup. Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.

c. Environment

Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya

penyakit cacingan. Hal ini karena faktor ini datangnya dari luar atau biasa

disebut dengan faktor ekstrinsik.

Menurut Soedarto,(1991) ada beberapa faktor yang memengaruhi kejadian

kecacingan yaitu, faktor sanitasi lingkungan dan faktor manusia dijelaskan sebagai

berikut :

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

a. Faktor Sanitasi Lingkungan

Mawardi (1990) dalam Riyadi (1994) menyatakan bahwa lingkungan adalah

sesuatu yang berada disekitar manusia secara lebih teperinci dapat dikatagorikan

dalam beberapa kelompok :

1. Lingkungan Fisik, yang termasuk dalam kelompok ini adalah tanah dan udara

serta interaksi satu sama lainnya diantara faktor-faktor tersebut.

2. Lingkungan biologis, yang termasuk dalam hal ini adalah semua organisme

hidup baik binatang, tumbuhan maupun mikroorganisme kecuali manusia

sendiri.

3. Lingkungan sosial yaitu termasuk semua interaksi antara manusia dari mahluk

sesamanya yang meliputi faktor sosial, ekonomi, kebudayaan dan psikososial.

Berdasarkan kategori diatas diartikan pula bahwa lingkungan adalah

kumpulan dari semua kondisi atau kekuatan dari luar yang memengaruhi kehidupan

dan perkembangan dari suatu organisme hidup (manusia).

Kesehatan lingkungan merupakan salah satu disiplin ilmu kesehatan

masyarakat dan merupakan perluasan dari prinsip-prinsip higiene dan sanitasi.

Kesehatan lingkungan adalah hubungan timbal balik antara manusia dan

lingkungannya yang berakibat atau memengaruhi derajat kesehatannya, WHO

mendefinisikan bahwa kesehatan lingkungan adalah suatu keseimbangan ekologi

yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat

dari manusia, keadaan sehat mencakup manusia seutuhnya dan tidak hanya sehat fisik

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

saja tetapi juga sehat mental dan hubungan sosial yang optimal di dalam

lingkungannya (Mawardi, 1992).

Dalam penanggulangan kecacingan, pengawasan sanitasi air dan makanan

sangat penting, karena penularan cacing terjadi melalui air dan makanan yang

terkontaminasi oleh telur dan larva cacing (Riyadi, 1994).

Paragdima Blum tentang kesehatan dari lima faktor dimana lingkungan

mempunyai pengaruh dominan. Faktor lingkungan yang memengaruhi status

kesehatan seseorang itu dapat berasal dari lingkungan pemukiman, lingkungan sosial,

lingkungan rekreasi, lingkungan kerja.

1. Lingkungan Rumah

Darmayanti (2000), dalam Hidayat (2002) menunjukan adanya hubungan

yang erat antara faktor lingkungan tempat tinggal dengan prevalensi cacing pada anak

sekolah dasar. Tinggi angka prevalensi A.lumbricoides pada anak sekolah dasar di

desa dibandingkan dengan di kota menunjukan adanya perbedaan higiene dan sanitasi

lingkungan. Penelitian tersebut juga menggambarkan bahwa adanya infeksi ganda

A.lumbricoides di desa lebih tinggi dibandingkan di kota. Hal ini menunjukan bahwa

lingkungan pedesaan merupakan faktor predisposisi untuk anak-anak sekolah dasar di

desa.

2. Lingkungan Sekolah

Di samping lingkungan rumah tempat tinggal, lingkungan sekolah secara

tidak langsung mempunyai sumbangan terhadap terjadinya penularan penyakit infeksi

cacingan. Sebagian besar waktu anak sekolah dasar dihabiskan dengan bermain baik

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

dirumah maupun di sekolah sehingga anak sekolah dasar mempunyai potensial untuk

terjangkit penyakit infeksi kecacingan (Poespoprodjo dan Sadjimin, 2002).

b. Faktor Manusia

1. Higiene Perorangan

Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh

kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit

karena pengaruh lingkungan kesehatan tersebut, serta membuat kondisi lingkungan

sedemikian rupa sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan (Azwar, 1993).

Entjang (2001) usaha kesehatan pribadi (Higiene perorangan) adalah upaya

dari seseorang untuk memelihara dan mempertinggi derajat kesehatannya sendiri

meliputi:

a. Memelihara kebersihan

b. Makanan yang sehat

c. Cara hidup yang teratur

d. Meningkatkan daya tahan tubuh dan kesehatan jasmani

e. Menghindari terjadinya penyakit

f. Meningkatkan taraf kecerdasan dan rohaniah

g. Melengkapi rumah dengan fasilitas-fasilitas yang menjamin hidup sehat

h. Pemeriksaan kesehatan

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya adalah

dengan pemutusan rantai penularan, yang antara lain dilakukan dengan pengobatan

masal, perbaikan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan serta pendidikan

kesehatan (Soedarto, 1991).

Azwar (1993) pada prakteknya upaya higiene antara lain meminum air yang

sudah direbus sampai mendidih dengan suhu 100°C selama 5 menit, mandi dua kali

sehari agar badan selalu bersih dan segar, mencuci tangan dengan sabun sebelum

memegang makanan, mengambil makanan dengan memakai alat seperti sendok atau

penjepit dan menjaga kebersihan kuku serta memotongnya apabila panjang.

Onggowaluyo (2002) kuku yang terawat dan bersih juga merupakan cerminan

kepribadian seseorang, kuku yang panjang dan tidak terawat akan menjadi tempat

melekatnya berbagai kotoran yang mengandung berbagai bahan dan mikro organisme

diantaranya bakteri dan telur cacing. Penularan kecacingan diantaranya melalui

tangan yang kotor, kuku yang kotor yang kemungkinan terselip telur cacing akan

tertelan ketika makan, hal ini diperparah lagi apabila tidak terbiasa mencuci tangan

memakai sabun sebelum makan.

Higiene perorangan sangat berhubungan dengan sanitasi lingkungan, artinya

apabila melakukan higiene perorangan harus diikuti atau didukung oleh sanitasi

lingkungan yang baik, kaitan keduanya dapat dilihat misalnya pada saat mencuci

tangan sebelum makan dibutuhkan air bersih, yang harus memenuhi syarat kesehatan.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

2. Perilaku

Notoatmodjo (2003) menyatakan perilaku manusia dapat dilihat dari 3 (tiga)

aspek, yaitu aspek fisik, psikis dan sosial yang secara rinci merupakan refleksi dari

gejolak kejiwaan seperti : pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagian yang

ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor-faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik

dan sosial budaya masyarakat.

Perilaku dapat diukur dengan cara mengukur unsur-unsur perilaku dimana

salah satu adalah pengetahuan, dengan cara memperoleh data atau informasi tentang

indikator-indikator pengetahuan tersebut. Untuk dapat menentukan tingkat

pengetahuan terhadap sanitasi lingkungan dilakukan melalui wawancara

(Notoatmodjo, 2003).

Perilaku sehat pada dasarnya adalah respon seseorang terhadap stimulus yang

berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta

lingkungan (Notoatmodjo, 2003). Sebagai contoh perilaku yang berkaitan dengan

lingkungan misalnya perilaku seseorang berhubugan dengan pembuangan air kotor

yang menyangkut segi-segi higiene, pemeliharaan teknik dan penggunaannya.

Menurut Azwar (1993) perilaku sehat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti :

a) Latar belakang seseorang yang meliputi norma-norma yang ada, kebiasaan,

nilai budaya dan keadaan sosial ekonomi yang berlaku dimasyarakat.

b) Kepercayaan meliputi manfaat yang didapat, hambatan yang ada, kerugian

dan kepercayaan bahwa seseorang dapat terserang penyakit.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

c) Sarana merupakan tersedia atau tidaknya fasilitas yang dapat dimanfaatkan

oleh masyarakat.

Salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya penularan infeksi kecacingan

adalah kurangnya pengetahuan tentang infeksi kecacingan. Wachidanijah (2002)

menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan makin tinggi pengetahuan seseorang

semakin baik perilaku dalam hubungan dengan penyakit kecacingan. Perilaku

masyarakat untuk buang air besar di sembarang tempat dan kebiasaan tidak memakai

alas kaki mempunyai intensitas infeksi cacing tambang pada penduduk di Desa

Jagapati Bali, dengan pola transmisi infeksi cacing tersebut pada umumnya terjadi

disekitar rumah (Bakta, 1995). Kebiasaan buang air besar di sungai secara menetap

ternyata menyebabkan tinggi infeksi oleh ”Soil-Transmited Helminths” pada

masyarakat.

Faktor-faktor yang memengaruhi perilaku L.Green (1991) mengidentifikasi

tiga faktor yang memengaruhi perilaku individu atau kelompok, mencakup

organization actions dalam hubungan dengan lingkungan, dimana masing-masing

mempunyai tipe yang berbeda dalam memengaruhi perilaku, yaitu faktor predisposisi

(predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan faktor penguat

(reinforcing factor).

A. Faktor Predisposisi (Predisposing Factor)

Faktor Predisposisi adalah faktor-faktor yang mendahului perilaku, dimana

faktor tersebut memberikan alasan atau motivasi untuk terjadinya suatu perilaku.

Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan, sikap, tradisi dan kepercayaan, sistem nilai

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

yang dianut, kepercayaan pada diri sendiri, dan persepsi terhadap kebutuhan dan

kemampuan yang berhubungan dengan motivasi individu atau kelompok untuk

berperilaku. Faktor predisposisi mencakup dimensi kognitif dan efektif dari knowing,

feeling, believing, valuing dan having self confidence atau self efficacy. Faktor-faktor

yang berkaitan dengan variasi demografi, seperti status sosial ekonomi, umur, jenis

kelamin, dan jumlah keluarga juga termasuk faktor predisposisi. Faktor ini digunakan

untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai kecenderungan

berbeda dalam kondisi sehat dan sakit.

Untuk berperilaku sehat, misalnya dalam upaya pemberantasan penyakit

kecacingan dilakukan pemeriksaan tinja, diperlukan pengetahuan dan kesadaran

individu dan keluarga tentang manfaat pemeriksaan tinja, baik untuk kesehatan anak

maupun anggota keluarga. Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan

sistem nilai masyarakata juga dapat mendorong atau menghambat individu untuk

melakukan inovasi yang ditawarkan. Misalnya, pemikiran orang-orang di sekitar yang

mengatakan “tinja tidak perlu di periksa-periksa, mengkonsumsi obat cacing tidak

merupakan kebutuhan”.

B. Faktor Pemungkin (Enabling Factor)

Faktor Pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang

memfasilitasi terjadinya sebuah perilaku. Faktor pemungkin digambarkan sebagai

faktor-faktor yang memungkinkan (membuat lebih mudah) individu untuk merubah

perilaku atau lingkungan mereka. Faktor pemungkin meliputi ketersediaan,

keterjangkauan, dan kemampuan, fasilitas pelayanan kesehatan serta sumber daya

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

yang tersedia di masyarakat, kondisi kehidupan, dukungan sosial, dan keterampilan-

keterampilan yang memudahkan untuk terjadinya suatu perilaku.

Untuk berperilaku sehat, anak SD memerlukan sarana dan prasarana

pendukung, misalnya untuk meyakinkan kelompok sasaran (anak SD) agar mau di

periksa tinjanya guna pencegahan dan pengobatan penyakit kecacingan tidak cukup

dengan kelompok sasaran tersebut tahu dan sadar manfaat dari pemeriksaan tinja saja,

melainkan kelompok sasaran tersebut harus dengan mudah menjangkau sarana dan

prasarana yang mendukung upaya pencegahan infeksi cacing, misalnya tersedianya

jamban sehat, obat cacing, air bersih, sandal dan hal lain yang mendukung perilaku

hidup sehat.

C. Faktor Penguat (Reinforcing Factor)

Faktor penguat adalah konsekuensi dari perilaku yang ditentukan apakah

pelaku menerima umpan balik positif (atau negatif) dan mendapatkan dukungan

sosial setelah perilaku dilakukan. Faktor penguat mencakup dukungan sosial,

pengaruh sebaya, serta advise dan umpan balik dari tenaga kesehatan. Faktor penguat

juga mencakup akibat secara fisik dari perilaku yang dilakukan seperti perasaan

bugar, tidak mengantuk di bangku sekolah dan nafsu makan meningkat setelah

minum obat cacing. Keuntungan sosial (seperti penghargaan), keuntungan fisik

(seperti kenyamanan, kebugaran, bebas dari gatal-gatal di dubur), keuntungan

ekonomi (tidak mengeluarkan biaya bila terjadi diare) dan imagine atau vicarious

(seperti peningkatan penampilan dan harga diri), semuanya akan memperkuat

perilaku.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

2.1.3. Infeksi Cacing yang ditularkan melalui tanah (Soil-Transmited Helminths)

Pencemaran tanah dengan tinja manusia merupakan penyebab transmisi telur

A.lumbricoides dan T.trichiura dari tanah kepada manusia melalui tangan dan kuku

yang tercemar telur cacing, lalu masuk kemulut melalui makanan (Mahfuddin, 1994).

Agustina (2000) mendapatkan bahwa ada hubungan yang erat antara tanah dan kuku

yang tercemar telur A.lumbricoides dan kejadian askariasis pada anak balita di

Kecamatan Paseh Jawa Barat.

Selain melalui tangan, transmisi telur cacing ini dapat juga melalui makanan

dan minuman, terutama makanan jajanan yang tidak dikemas dan tidak tertutup rapat.

Telur cacing yang ada di tanah atau debu akan sampai pada makanan tersebut, jika

diterbangkan oleh angin, atau dapat juga melalui lalat (media perantara) yang

sebelumnya hinggap di tanah/selokan/air limbah sehingga kaki-kakinya membawa

telur cacing tersebut (Helmy, 2000).

Transmisi melalui sayuran yang dimakan mentah (tidak dimasak) dan proses

membersihkannya tidak sempurna juga dapat terjadi, terlebih jika sayuran tersebut

diberi pupuk dengan tinja segar. Di beberapa negara penggunaan tinja sebagai pupuk

harus diolah dahulu dengan bahan kimia tertentu berupa disinfektan (Brown, 1979).

1. Cacing Gelang (Ascaris lumbricoides)

Manusia merupakan satu-satunya hospes cacing ini. Cacing jantan berukuran

10-30 cm, sedangkan cacing betina 22-35 cm, pada stadium dewasa hidup di rongga

usus halus, cacing betina dapat bertelur sampai 100.000-200.000 butir sehari, terdiri

dari telur yang dibuahi dan telur yang tidak dibuahi. Dalam lingkungan yang sesuai,

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

telur yang dibuahi tumbuh menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3

minggu. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia akan menetas menjadi larva di usus

halus.

2. Trichuris trichiura (Cacing Cambuk)

Manusia adalah hospes utama cacing Trichuris trichiura. Cara infeksi adalah

langsung, tidak diperlukan hospes perantara. Bila telur yang telah berisi embrio

tertelan manusia, larva yang menjadi aktif akan keluar di usus halus masuk ke usus

besar dan menjadi dewasa dan menetap. Cacing ini dapat hidup beberapa tahun di

usus besar hospes. Telur yang infektif bila tertelan manusia menetes menjadi larva di

usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran

limpa kemudian terbawa oleh darah sampai ke jantung menuju paru-paru

(Onggowaluyo, 2002).

Kelainan patologis yang disebabkan oleh cacing dewasa terutama terjadi

karena kerusakan mekanik di bagian mukosa usus dan respons alergi. Keadaan ini

erat hubungannya dengan jumlah cacing, lama infeksi, umur dan status kesehatan

umum dari hospes (penderita). Gejala yang ditimbulkan oleh cacing cambuk biasanya

tanpa gejala pada infeksi ringan. Pada infeksi menahun dapat menimbulkan anemia,

diare, sakit perut, mual dan berat badan turun (Onggowaluyo, 2002).

Penyebaran geografis T.trichuira sama A. lumbricoides sehingga seringkali

kedua cacing ini ditemukan bersama-sama dalam satu hospes. Frekuensinya di

Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan, frekuensinya antara 30% - 90 %.

Angka infeksi tertinggi ditemukan pada anak–anak. Faktor terpenting dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

penyebaran trikuriasis adalah kontaminasi tanah dengan tinja yang mengandung telur.

Telur berkembang baik pada tanah liat, lembab dan teduh (Onggowaluyo, 2002).

Di Daerah endemik, laju infeksi dapat dicegah dengan pengobatan, pembuatan

MCK (mandi, cuci dan kakus) yang sehat dan teratur, penyuluhan, pendidikan

tentang higienis dan sanitasi pada masyarakat (Onggowaluyo, 2002).

3. Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus (Cacing Tambang)

Cacing dewasa hidup di dalam usus halus manusia, Cacing melekat pada

mukosa usus dengan bagian mulutnya yang berkembang dengan baik. Infeksi pada

manusia dapat terjadi melalui penetrasi kulit oleh larva filariorm yang ada di tanah.

Cacing betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur sehari. Cacing betina

mempunyai panjang sekitar 1 cm, cacing jantan kira-kira 0,8 cm, cacing dewasa

berbentuk seperti huruf S atau C dan di dalam mulutnya ada sepasang gigi. Daur

hidup cacing tambang dimulai dari keluarnya telur cacing bersama feses, setelah

1-1,5 hari dalam tanah, telur tersebut menetas menjadi larva rhabditiform. Dalam

waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus

kulit dan dapat bertahan hidup 7-8 minggu di tanah. Setelah menembus kulit, larva

ikut aliran darah ke jantung terus ke paru-paru. Di paru-paru menembus pembuluh

darah masuk ke bronchus lalu ke trachea dan larynk. Dari larynk, larva ikut tertelan

dan masuk ke dalam usus halus dan menjadi cacing dewasa. Infeksi terjadi bila larva

filariform menembus kulit atau ikut tertelan bersama makanan (Gandahusada dkk,

2004).

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

2.1.4. Dampak Infeksi Kecacingan pada Anak

Kecacingan jarang sekali menyebabkan kematian secara langsung, namun

sangat memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Infeksi cacing gelang yang berat

akan menyebabkan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada

anak-anak. Infeksi cacing tambang (Ancylostoma duodenale dan Necator

americanus) mengakibatkan anemia defesiensi besi, sedangkan Trichuris trichiura

menimbulkan morbiditas yang tinggi (Soedarto, 1999).

Berbagai penelitian membuktikan bahwa sebagian kalori yang dikonsumsi

manusia tidak dimanfaatkan badan karena adanya parasit dalam tubuh. Pada infeksi

ringan akan menyebabkan gangguan penyerapan nutrien lebih kurang 3% dari kalori

yang dicerna, pada infeksi berat 25% dari kalori yang dicerna tidak dapat

dimanfaatkan oleh badan. Infeksi Ascaris lumbricoides yang berkepanjangan dapat

menyebabkan kekurangan kalori protein dan diduga dapat mengakibatkan defisiensi

vitamin A (Hidayat, 2002).

Pada infeksi Trichuris trichiura berat sering dijumpai diare darah, turunnya

berat badan dan anemia. Diare pada umumnya berat sedangkan eritrosit di bawah 2,5

juta dan hemoglobin 30% di bawah normal. Anemia berat ini dapat terjadi karena

infeksi Trichuris trichiura mampu menghisap darah sekitar 0,005 ml/hari/cacing

(Gandahusada dkk, 2004).

Infeksi cacing tambang umumnya berlangsung secara menahun, cacing

tambang ini sudah dikenal sebagai penghisap darah. Seekor cacing tambang mampu

menghisap darah 0,2 ml per hari. Apabila terjadi infeksi berat, maka penderita akan

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

kehilangan darah secara perlahan dan dapat menyebabkan anemia berat

(Gandahusada dkk, 2004).

2.1.5. Pencegahan dan Pemberantasan Infeksi Kecacingan

Secara Nasional di Indonesia upaya pencegahan dan pemberantasan infeksi

kecacingan sudah dilakukan sejak tahun 1975 dengan kebijakan pemberantasan

terbatas pada daerah tertentu karena biaya yang tersedia terbatas. Pada Pelita V dan

VI Program pemberantasan penyakit kecacingan meningkat kembali karena pada

periode ini lebih memperhatikan pada peningkatan perkembangan dan kualitas hidup

anak (Dirjen P2M & PL, 1998).

Pencegahan dan pemberantasan penyakit kecacingan pada umumnya adalah

dengan pemutusan rantai penularan, yang antara lain dilakukan dengan pengobatan

masal, perbaikan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan serta pendidikan

kesehatan (Soedarto, 1991).

Hal-hal yang perlu dibiasakan agar tercegah dari penyakit kecacingan adalah

sebagai berikut (Nadesul, 1997).

1. Biasakan mencuci tangan sebelum makan atau memegang makanan, gunakan

sabun dan bersihkan bagian kuku yang kotor.

2. Biasakan menggunting kuku secara teratur seminggu sekali.

3. Tidak membiasakan diri menggigit kuku jemari tangan atau menghisap

jempol.

4. Tidak membiasakan bayi dan anak-anak bermain-main di tanah.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

5. Tidak membuang kotoran di kebun, parit, sungai atau danau dan biasakan

buang kotoran di jamban.

6. Biasakan membasuh tangan dengan sabun sehabis dari jamban

7. Biasakan tidak jajan makanan yang tidak tertutup atau terpegang-pegang

tangan.

8. Di wilayah yang banyak terjangkit penyakit kecacingan, periksakan diri ke

puskesmas terlebih ada tanda gejala kecacingan.

9. Segera mengobati penyakit cacing sampai tuntas.

10. Penyakit cacing berasal dari telur cacing yang tertelan dan kurangnya

kebersihan diri dan lingkungan yang tidak baik.

11. Biasakan makan daging yang sudah benar-benar matang dan bukan yang

mentah atau setengah matang.

12. Biasakan berjalan kaki kemana-mana dengan memakai alas kaki.

13. Obat cacing hanya diberikan kepada orang yang benar-benar mengidap

penyakit kecacingan

14. Biasakan makan lalap mentah yang sudah dicuci dengan air bersih yang

mengalir.

Menurut Sasongko (2007) kunci pemberantasan cacingan adalah

memperbaiki higiene dan sanitasi lingkungan. Misalnya, tidak menyiram jalanan

dengan air got. Sebaiknya, bilas sayur mentah dengan air mengalir atau

mencelupkannya beberapa detik ke dalam air mendidih. Juga tidak jajan di

sembarang tempat, apalagi jajanan yang terbuka. Biasakan pula mencuci tangan

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

sebelum makan, bukan hanya sesudah makan. Dengan begitu, rantai penularan

cacingan bisa diputus. Pada saat bersamaan, anak-anak yang menderita cacingan

harus segera diobati. Namun, meski semua anak sudah minum obat cacing, tak berarti

masalah cacingan akan selesai saat itu juga. Pemberantasan kecacingan adalah kerja

gotong royong yang butuh waktu bertahun-tahun. Negara maju seperti Jepang pun

pernah dibuat sibuk oleh ulah para cacing perut ini. Setelah kalah oleh Sekutu saat

Perang Dunia II, Jepang jatuh menjadi negara miskin. Karena miskin, mereka

menggunakan kotoran manusia sebagai pupuk pertanian. Akibatnya, penularan cacing

menjadi tak terkendali, sampai menyerang 80% penduduk. Butuh waktu 10 tahun

untuk menurunkan angka kecacingan hingga di bawah 10%. Pada kasus cacingan

ringan sampai sedang, gejalanya sulit dikenali. Untuk memastikan, anak-anak harus

diperiksa tinjanya dengan mikroskop. Jika terbukti mengandung telur cacing, ia harus

segera diobati.

2.2. Sosio Budaya

Sosio-Budaya atau lebih sering disebut Antropologi Budaya berhubungan

dengan apa yang sering disebut dengan Etnologi. Ilmu ini mempelajari tingkah-laku

manusia, baik itu tingkah-laku individu atau tingkah-laku kelompok. Tingkah-laku

yang dipelajari disini bukan hanya kegiatan yang bisa diamati dengan mata saja,

tetapi juga apa yang ada dalam pikiran mereka. Pada manusia, tingkah-laku ini

tergantung pada proses pembelajaran. Apa yang mereka lakukan adalah hasil dari

proses belajar yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya disadari atau tidak.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Mereka mempelajari bagaimana bertingkah-laku ini dengan cara mencontoh atau

belajar dari generasi diatasnya dan juga dari lingkungan alam dan sosial yang ada

disekelilingnya. Inilah yang oleh para ahli Antropologi disebut dengan kebudayaan.

Kebudayaan dari kelompok-kelompok manusia, baik itu kelompok kecil maupun

kelompok yang sangat besar.

Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian,

nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,

dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi

ciri khas suatu masyarakat. Menurut Edward B. Tylor (1871) dalam Tumanggor, dkk,

(2010), kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya

terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan

kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

Kebudayaan dapat diartikan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan akal.

Kebudayaan adalah keseluruhan dari hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tata

kelakuan yang harus di dapat dengan belajar, yang semuanya tersusun dalam

kehidupan masyarakat. Tidak ada kebudayaan tanpa masyarakat, dan tidak ada

masyarakat tanpa kebudayaan.

Menurut Tumanggor, dkk (2010) sosio budaya adalah konsep, keyakinan,

nilai, dan norma yang dianut masyarakat yang memengaruhi perilaku mereka dalam

upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

2.2.1. Konsep Kebudayaan

Kata Kebudayaan atau budaya adalah kata yang sering dikaitkan dengan

Antropologi. Ralph Linton mendefinisi Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan

dari masyarakat dan tidak hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang

dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan. Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai

aspek kehidupan. Istilah ini meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan

sikap-sikap, dan juga hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat

atau kelompok penduduk tertentu.

1. Kebudayaan Diperoleh dari Belajar

Kebudayaan yang dimiliki oleh manusia juga dimiliki dengan cara belajar.

kebudayaan tidak diturunkan secara bilogis atau pewarisan melalui unsur genetis. Hal

ini perlu ditegaskan untuk membedakan perilaku manusia yang digerakan oleh

kebudayaan dengan perilaku mahluk lain yang tingkahlakunya digerakan oleh insting.

Ketika baru dilahirkan, semua tingkah laku manusia yang baru lahir tersebut

digerakkan olen insting dan naluri. Insting atau naluri ini tidak termasuk dalam

kebudayaan, tetapi mempengaruhi kebudayaan. Contohnya adalah kebutuhan akan

makan. Makan adalah kebutuhan dasar yang tidak termasuk dalam kebudayaan.

Tetapi bagaimana kebutuhan itu dipenuhi; apa yang dimakan, bagaimana cara

memakan adalah bagian dari kebudayaan. Semua manusia perlu makan, tetapi

kebudayaan yang berbeda dari kelompok-kelompoknya menyebabkan manusia

melakukan kegiatan dasar itu dengan cara yang berbeda. Contohnya adalah cara

makan yang berlaku sekarang. Pada masa dulu orang makan hanya dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

menggunakan tangannya saja, langsung menyuapkan makanan kedalam mulutnya,

tetapi cara tersebut perlahan lahan berubah, manusia mulai menggunakan alat yang

sederhana dari kayu untuk menyendok dan menyuapkan makanannya dan sekarang

alat tersebut dibuat dari banyak bahan. Begitu juga tempat dimana manusia itu

makan. Dulu manusia makan disembarang tempat, tetapi sekarang ada tempat-tempat

khusus dimana makanan itu dimakan. Hal ini semua terjadi karena manusia

mempelajari atau mencontoh sesuatu yang dilakukan oleh generasi sebelumya atau

lingkungan disekitarnya yang dianggap baik dan berguna dalam hidupnya.

Sebaliknya kelakuan yang didorong oleh insting tidak dipelajari. Semut-semut yang

dikatakan bersifat sosial tidak dikatakan memiliki kebudayaan, walaupun mereka

mempunyai tingkah-laku yang teratur. Mereka membagi pekerjaannya, membuat

sarang dan mempunyai pasukan penyerbu yang semuanya dilakukan tanpa pernah

diajari atau tanpa pernah meniru dari semut yang lain. Pola kelakuan seperti ini

diwarisi secara genetis.

1. Kebudayaan Milik Bersama

Agar dapat dikatakan sebagai suatu kebudayaan, kebiasaan-kebiasaan seorang

individu harus dimiliki bersama oleh suatu kelompok manusia. Para ahli Antropologi

membatasi diri untuk berpendapat suatu kelompok mempunyai kebudayaan jika para

warganya memiliki secara bersama sejumlah pola-pola berpikir dan berkelakuan yang

sama yang didapat melalui proses belajar.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Suatu kebudayaan dapat dirumuskan sebagai seperangkat kepercayaan, nilai-

nilai dan cara berlaku atau kebiasaan yang dipelajari dan yang dimiliki bersama oleh

para warga dari suatu kelompok masyarakat. Pengertian masyarakat sendiri dalam

Antropologi adalah sekelompok orang yang tinggal di suatu wilayah dan yang

memakai suatu bahasa yang biasanya tidak dimengerti oleh penduduk tetangganya.

2. Kebudayaan sebagai Pola

Dalam setiap masyarakat, oleh para anggotanya dikembangkan sejumlah pola-

pola budaya yang ideal dan pola-pola ini cenderung diperkuat dengan adanya

pembatasan-pembatasan kebudayaan. Pola-pola kebudayaan yang ideal itu memuat

hal-hal yang oleh sebagian besar dari masyarakat tersebut diakui sebagai kewajiban

yang harus dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu. Pola-pola inilah yang sering

disebut dengan norma-norma, Walaupun kita semua tahu bahwa tidak semua orang

dalam kebudayaannya selalu berbuat seperti apa yang telah mereka patokkan bersama

sebagai hal yang ideal tersebut. Sebab bila para warga masyarakat selalu mematuhi

dan mengikuti norma-norma yang ada pada masyarakatnya maka tidak akan ada apa

yang disebut dengan pembatasan-pembatasan kebudayaan. Sebagian dari pola-pola

yang ideal tersebut dalam kenyataannya berbeda dengan perilaku sebenarnya karena

pola-pola tersebut telah dikesampingkan oleh cara-cara yang dibiasakan oleh

masyarakat. Pembatasan kebudayaan itu sendiri biasanya tidak selalu dirasakan oleh

para pendukung suatu kebudayaan. Hal ini terjadi karena individu-individu

pendukungnya selalu mengikuti cara-cara berlaku dan cara berpikir yang telah

dituntut oleh kebudayaan itu.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Pembatasan-pembatasan kebudayaan baru terasa kekuatannya ketika dia

ditentang atau dilawan. Pembatasan kebudayaan terbagi kedalam 2 jenis yaitu

pembatasan kebudayaan yang langsung dan pembatasan kebudayaan yang tidak

langsung. Pembatasan langsung terjadi ketika kita mencoba melakukan suatu hal

yang menurut kebiasaan dalam kebudayaan kita merupakan hal yang tidak lazim atau

bahkan hal yang dianggap melanggar tata kesopanan atau yang ada. Akan ada

sindiran atau ejekan yang dialamatkan kepada sipelanggar kalau hal yang

dilakukannya masih dianggap tidak terlalu berlawanan dengan kebiasaan yang ada,

akan tetapi apabila hal yang dilakukannya tersebut sudah dianggap melanggar tata-

tertib yang berlaku dimasyarakatnya, maka dia mungkin akan dihukum dengan

aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakatnya.

Pembatasan-pembatasan kebudayaan tidak berarti menghilangkan kepribadian

seseorang dalam kebudayaannya. Memang kadang-kadang pembatasan kebudayaaan

tersebut menjadi tekanan-tekanan sosial yang mengatur tata-kehidupan yang berjalan

dalam suatu kebudayaan, tetapi bukan berarti tekanan-tekanan sosial tersebut

menghalangi individu-individu yang mempunyai pendirian bebas. Mereka yang

mempunyai pendirian seperti ini akan tetap mempertahankan pendapat-pendapat

mereka, sekalipun mereka mendapat tentangan dari pendapat yang mayoritas.

Kenyataan bahwa banyak kebudayaan dapat bertahan dan berkembang

menunjukkan bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dikembangkan oleh masyarakat

pendukungnya disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan tertentu dari lingkungannya.

Ini terjadi sebagai suatu strategi dari kebudayaan untuk dapat terus bertahan, karena

Universitas Sumatera Utara

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

kalau sifat-sifat budaya tidak disesuaikan kepada beberapa keadaan tertentu,

kemungkinan masyarakat untuk bertahan akan berkurang. Setiap adat yang

meningkatkan ketahanan suatu masyarakat dalam lingkungan tertentu biasanya

merupakan adat yang dapat disesuaikan, tetapi ini bukan berarti setiap ada mode yang

baru atau sistim yang baru langsung diadopsi dan adat menyesuaikan diri dengan

pembaruan itu. Karena dalam adat-istiadat itu ada konsep yang dikenal dengan sistim

nilai budaya yang merupakan konsep-konsep mengenai apa yang hidup dalam alam

pikiran sebagian besar dari warga suatu kebudayaan tentang apa yang mereka anggap

bernilai, berharga, dan penting dalam hidup, sehingga ia memberi pedoman, arah

serta orientasi kepada kehidupan warga masyarakat pendukung kebudayaan tersebut.

3. Kebudayaan Bersifat Dinamis dan Adaptif

Pada umumnya kebudayaan itu dikatakan bersifat adaptif, karena kebudayaan

melengkapi manusia dengan cara-cara penyesuaian diri pada kebutuhan-kebutuhan

fisiologis dari badan mereka, dan penyesuaian pada lingkungan yang bersifat fisik-

geografis maupun pada lingkungan sosialnya. Banyak cara yang wajar dalam

hubungan tertentu pada suatu kelompok masyarakat memberi kesan janggal pada

kelompok masyarakat yang lain, tetapi jika dipandang dari hubungan masyarakat

tersebut dengan lingkungannya, baru hubungan tersebut bisa dipahami. Misalnya,

orang akan heran kenapa ada pantangan-pantangan pergaulan seks pada masyarakat

tertentu pada kaum ibu sesudah melahirkan anaknya sampai anak tersebut mencapai

usia tertentu. Bagi orang di luar kebudayaan tersebut, pantangan tersebut susah

dimengerti, tetapi bagi masyarakat pendukung kebudayaan yang melakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

pantangan-pantangan seperti itu, hal tersebut mungkin suatu cara menyesuaikan diri

pada lingkungan fisik dimana mereka berada. Mungkin daerah dimana mereka tinggal

tidak terlalu mudah memenuhi kebutuhan makan mereka, sehingga sebagai strategi

memberikan gizi yang cukup bagi anak bayi dibuatlah pantangan-pantangan tersebut.

Hal ini nampaknya merupakan hal yang sepele tetapi sebenarnya merupakan suatu

pencapaian luar biasa dari kelompok masyarakat tersebut untuk memahami

lingkungannya dan berinteraksi dengan cara melakukan pantangan-pantangan

tersebut. Pemahaman akan lingkungan seperti ini dan penyesuaian yang dilakukan

oleh kebudayaan tersebut membutuhkan suatu pengamatan yang seksama dan

dilakukan oleh beberapa generasi untuk sampai pada suatu kebijakan yaitu

melakukan pantangan tadi. Begitu juga dengan penyesuaian kepada lingkungan sosial

suatu masyarakat; bagi orang awam mungkin akan merasa adalah suatu hal yang

tidak perlu untuk membangun kampung jauh diatas bukit atau kampung di atas air

dan sebagainya, karena akan banyak sekali kesulitan-kesulitan praktis dalam memilih

tempat-tempat seperti itu. Tetapi bila kita melihat mungkin pada hubungan-hubungan

sosial yang terjadi di daerah itu, akan didapat sejumlah alasan mengapa pilihan

tersebut harus dilakukan. Mungkin mereka mendapat tekanan-tekanan sosial dari

kelompok-kelompok masyarakat disekitarnya dalam bentuk yang ekstrim sehingga

mereka harus mempertahankan diri dan salah satu cara terbaik dalam pilihan mereka

adalah membangun kampung di puncak bukit.

Kebiasaan-kebiasaan yang ada dalam masyarakat tertentu merupakan cara

penyesuaian masyarakat itu terhadap lingkungannya, akan tetapi cara penyesuaian

Universitas Sumatera Utara

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

tidak akan selalu sama. Kelompok masyarakat yang berlainan mungkin saja akan

memilih cara-cara yang berbeda terhadap keadaan yang sama. Alasan mengapa

masyarakat tersebut mengembangkan suatu jawaban terhadap suatu masalah dan

bukan jawaban yang lain yang dapat dipilih tentu mempunyai sejumlah alasan dan

argumen. Alasan–alasan ini sangat banyak dan bervariasi dan ini memerlukan suatu

penelitian untuk menjelaskannya. Tetapi harus diingat juga bahwa masyarakat itu

tidak harus selalu menyesuaikan diri pada suatu keadaan yang khusus. Sebab

walaupun pada umumnya orang akan mengubah tingkah-laku mereka sebagai

jawaban atau penyesuaian atas suatu keadaan yang baru sejalan dengan perkiraan hal

itu akan berguna bagi mereka, hal itu tidak selalu terjadi. Malahan ada masyarakat

yang dengan mengembangkan nilai budaya tertentu untuk menyesuaikan diri mereka

malah mengurangi ketahanan masyarakatnya sendiri. Banyak kebudayaan yang punah

karena hal-hal seperti ini. Mereka memakai kebiasaan-kebiasaan baru sebagai bentuk

penyesuaian terhadap keadaan-keadaan baru yang masuk kedalam atau dihadapi

kebudayaannya tetapi mereka tidak sadar bahwa kebiasaan-kebiasaan yang baru yang

dibuat sebagai penyesuaian terhadap unsur-unsur baru yang masuk dari luar

kebudayaannya malah merugikan mereka sendiri. Disinilah pentingnya filter atau

penyaring budaya dalam suatu kelompok masyarakat. Karena sekian banyak aturan,

norma atau adat istiadat yang ada dan berlaku pada suatu kebudayaan bukanlah suatu

hal yang baru saja dibuat atau dibuat dalam satu dua hari saja. Kebudayaan dengan

sejumlah normanya itu merupakan suatu akumulasi dari hasil pengamatan, hasil

belajar dari pendukung kebudayaan tersebut terhadap lingkungannya selama beratus-

Universitas Sumatera Utara

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

ratus tahun dan dijalankan hingga sekarang karena terbukti telah dapat

mempertahankan kehidupan masyarakat tersebut.

Siapa saja dalam masyakarat yang melakukan filterasi atau penyaringan ini

tergantung dari masyarakat itu sendiri. Kesadaran akan melakukan penyaringan ini

juga tidak selalu sama pada setiap masyarakat dan hasilnya juga berbeda pada setiap

masyarakat. Akan terjadi pro-kontra antara berbagai elemen dalam masyarakat,

perbedaan persepsi antara generasi tua dan muda, terpelajar dan yang kolot dan

banyak lagi lainnya.

2.2.2. Subtansi Utama Budaya

Substansi utama kebudayaan merupakan wujud abstrak dari segala macam ide

dan gagasan manusia yang bermunculan di dalam masyarakat yang memberi jiwa

kepada masyarakat itu sendiri, baik dalam bentuk atau sistem pengetahuan, nilai,

pandangan hidup, kepercayaan, persepsi dan etos kebudayaan.

a. Sistem Pengetahuan

Sistem pengetahuan yang dimiliki manusia sebagai mahluk sosial merupakan

suatu akumulasi dari perjalanan hidupnya dalam hal berusaha memahami lingkungan.

Untuk memperoleh pengetahuan manusia melakukan tiga cara, yaitu:

1. Melalui pengalaman dalam kehidupan sosial. Pengetahuan melalui

pengalaman langsung ini akan membentuk kerangka pikir individu untuk

bersikap dan bertindak sesuai dengan aturan yang dijadikan pedomannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

2. Berdasarkan pengalaman yang diperoleh melalui pendidikan formal atau

resmi (di sekolah) maupun dari pendidikan non-formal (tidak resmi), seperti

kursus, penataran dan ceramah.

3. Melalui petunjuk-petunjuk yang bersifat simbolis yang sering disebut sebagai

komunikasi simbolik.

b. Nilai

Nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu diinginkan, dicita-citakan dan

dianggap penting oleh seluruh manusia sebagai anggota masyarakat. Karena itu,

sesuatu dikatakan memiliki nilai apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran),

indah (nilai estetika), baik (nilai-moral atau etis), religius (nilai agama).

C. Kluchohn mengemukakan, bahwa yang menentukan orientasi nilai budaya

manusia di dunia adalah lima dasar yang bersifat universal, yaitu:

1. Hakikat hidup manusia

2. Hakikat karya manusia

3. Hakikat waktu manusia

4. Hakikat alam manusia

5. Hakikat hubungan antar manusia

c. Pandangan Hidup

Pandangan hidup merupakan pedoman bagi suatu bangsa atau masyarakat

dalam menjawab atau mengatasi masalah yang dihadapi. Di dalamnya terkandung

konsep nilai kehidupan yang dicita-citakan oleh suatu masyarakat. Oleh sebab itu,

Universitas Sumatera Utara

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

pandangan hidup merupakan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dengan

dipilih secara selektif oleh individu, kelompok, atau bangsa.

d. Kepercayaan

Kepercayaan mengandung arti yang lebih luas daripada agama dan

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pada dasarnya, manusia yang memiliki

naluri menghambakan diri kepada yang mahatinggi, yaitu dimensi lain di luar diri dan

lingkungannya, yang dianggap mampu mengendalikan hidup manusia. Dorongan ini

sebagai akibat atau refleksi ketidakmampuan manusia dalam menghadapi tantangan-

tantangan hidup, dan hanya yang mahatinggi saja yang mampu memberikan kekuatan

dalam mencari jalan keluar dari permasalahan hidup dan kehidupan.

e. Persepsi

Persepsi atau sudut pandang ialah suatu titik tolak pemikiran yang tersusun

dari seperangkat kata-kata yang digunakan untuk memahami kejadian atau gejala

dalam kehidupan.

f. Etos Kebudayaan

Etos sering tampak pada gaya perilaku warga atau masyarakat misalnya,

kegemaran-kegemaran warga masyarakat, serta berbagai benda budaya hasil karya

mereka, dilihat dari luar oleh orang asing.

2.2.3. Sifat-Sifat Budaya

Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu tidak sama,

seperti di indonesia yang terdiri dari berbagai macam suku bangsa berbeda, tetapi

setiap kebudayaan mempunyai ciri atau sifat yang sama. Sifat tersebut bukan

Universitas Sumatera Utara

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal, dimana sifat-sifat budaya itu

akan memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanpa

membedakan faktor ras, lingkungan atau pendidikan, yaitu sifat hakiki yang berlaku

umum bagi semua budaya di mana pun.

Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain:

1. Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia.

2. Budaya telah ada terlebih dahulu daripada lahirnya suatu generasi tertentu dan

tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.

3. Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkan dalam tingkah lakunya

4. Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-kewajiban,

tindakan-tindakan yang diterima dan ditolak, tindakan-tindakan yang dilarang,

dan tindakan-tindakan yang diizinkan.

2.2.4. Sistem Budaya

Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayan yang bersifat abstrak

dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep, serta keyakinan dengan sistem

kebudayaan merupakan bagian dari kebudayaan yang dalam bahasa Indoneisa lazim

disebut sebagai adat istiadat. Dalam adat istiadat terdapat juga sistem norma dan

disitulah salah satu fungsi sistem budaya adalah menata serta menetapkan tindakan-

tindakan dan tingkah laku manusia.

Dalam sistem budaya terbentuk unsur-unsur yang saling berkaitan satu sama

lainnya. Sehingga tercipta tata kelakuan manusia yang terwujud dalam unsur

kebudayaan sebagai satu kesatuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Sistem kebudayaan suatu daerah akan menghasilkan jenis-jenis kebudayaan

yang berbeda. Jenis kebudayaan ini dapat dikelompokkan menjadi:

1. Kebudayaan material antara lain hasil cipta, karsa, yang berwujud benda,

barang alat pengolahan alam, jalan rumah dan sebagainya.

2. Kebudayaan non-material, merupakan hasil cipta, karsa, yang berwujud

kebiasaan, adat istiadat, ilmu pengetahuan dan sebagaianya. Non-material

antaralain: volkways (norma kelaziman) , mores (norma kesusilaan), norma

hukum dan mode (fashion).

Kebudayaan dapat dilihat dari dimensi wujudnya adalah:

1. Sistem budaya, kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, peraturan dan

sebagainya.

2. Sistem sosial, merupakan kompleks dari aktivitas serta berpola dari manusia

dalam organisasi dan masyarakat.

3. Sistem kebendaan, wujud kebudayaan fisik atau alat-alat yang diciptakan

manusia untuk kemudahan hidupnya (Setiadi, dkk, 2009).

2.2.5. Sosio Budaya (Antropologi) Kesehatan dan Ekologi

1. Konsep-konsep Penting dalam Antropologi Kesehatan dan Ekologi

A. Sistem adalah Agregasi atau pengelompokan objek-objek yang dipersatukan

oleh beberapa bentuk interaksi yang tetap atau saling tergantung, sekelompok

unit yang berbeda, yang dikombinasikan sedemikian rupa oleh alam atau oleh

seni sehingga membentuk suatu keseluruhan yang integral dan berfungsi,

beroperasi atau bergerak dalam satu kesatuan.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

B. Sistem Sosial-Budaya atau Kebudayaan adalah keseluruhan yang integral

dalam interaksi antar manusia.

C. Ekosistem adalah suatu interaksi antar kelompok tanaman dan satwa dengan

lingkungan nonhidup mereka (Hardesty 1977)

2. Hubungan Antropologi Kesehatan dengan Ekologi

Hubungan manusia dengan lingkungan, dengan tingkahlakunya, dengan

penyakitnya dan cara-cara dimana tingkahlakunya dan penyakitnya mempengaruhi

evolusi dan kebudayaannya selalu melalui proses umpanbalik. Pendekatan ekologis

merupakan dasar bagi studi tentang masalah-masalah epidemiologi, cara-cara dimana

tingkahlaku individu dan kelompok menentukan derajat kesehatan dan timbulnya

penyakit yang berbeda-beda dalam populasi yang berbeda-beda. Sebagai contoh pada

penyakit malaria ditemukan pada daerah beriklim tropis dan subtropis sedangkan

pada daerah beriklim dingin tidak ditemukan penyakit ini, juga pada daerah diatas

1700 meter diatas permukaan laut malaria tidak bias berkembang. Contoh lain,

semakin maju suatu bangsa, penyakit yang dideritapun berbeda dengan bangsa yang

baru berkembang. Penyakit-penyakit infeksi seperti malaria, demam berdarah, TBC,

dll pada umumnya terdapat pada negara-negara berkembang.

2.2.6. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kesehatan Ditinjau dari Aspek Sosial Budaya

1. Faktor sosial ekonomi: meliputi pekerjaan, pendapatan dan kondisi

perumahan. Kondisi sosial ekonomi yang rendah lebih memungkinkan

Universitas Sumatera Utara

Page 32: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

terjadinya penularan penyakit yang cepat, ini disebabkan nutrisi yang buruk

dan tempat tinggal yang kumuh dan padat.

2. Faktor pendidikan: Rendahnya pendidikan dan pengetahuan berpengaruh pada

tingkat kesadaran dan kesehatan, pencegahan penyakit.

3. Perilaku hidup tidak sehat seperti buang air besar di saluran terbuka atau

tanah, makan tanpa mencuci tangan, mandi dikali, perokok dan sebagainya.

4. Sanitasi lingkungan yang jelek: Lingkungan yang padat kumuh, rumah tanpa

ventilasi yang baik.

5. Status gizi yang baik: Malnutrisi mempercepat resiko terkena penyakit,

tingkat sosial ekonomi berpengaruh pada status gizi sesorang.

6. Faktor perilaku yang bersifat budaya: Tradisi yang ada dimasyarakat seperti

pandangan budaya mengenai kesakitan, kematian di tiap-tiap daerah berbeda

sesuai kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku (Syafrudin, 2009).

2.3. Dukungan Keluarga

Menurut Sarwono dalam Yusuf (2007), dukungan adalah suatu upaya yang

diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang

tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Sistem dukungan untuk mempromosikan

perubahan perilaku ada 3, yaitu : (1) dukungan material adalah menyediakan fasilitas

latihan, (2) dukungan informasi adalah memberikan contoh nyata keberhasilan

seseorang dalam melakukan diet dan latihan, dan (3) dukungan emosional atau

semangat adalah memberi pujian atas keberhasilan proses latihan.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Bailon dan Maglaya dalam Sudiharto (2007) menyatakan, bahwa keluarga

adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan

atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama

lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu

budaya. Keluarga adalah suatu kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang

di rekat oleh ikatan darah, perkawinan, atau adopsi serta tinggal bersama (Sugarda,

2001).

Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan

penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang

bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan

bantuan jika diperlukan.

Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga

antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan

kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling

menerima dan mendukung. Menurut Friedman (2003) dukungan keluarga merupakan

bagian integral dari dukungan sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah

meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam

kehidupan.

Studi tentang dukungan keluarga telah mengkonseptualisasi dukungan sosial

sebagai koping keluarga. Menurut Sheridan dan Radmacher (1992), Sarafino serta

(1998) serta Taylor (1999), Keluarga memiliki beberapa dukungan, yaitu : (1)

Universitas Sumatera Utara

Page 34: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

dukungan instrumental (tangible assisstence), (2) dukungan informasional, (3)

dukungan emosional, (4) dukungan harga diri.

2.3.1. Bentuk Dukungan Keluarga

1. Dukungan Instrumental (Tangible Assisstence)

Bentuk dukungan ini merupakan penyediaan materi yang dapat memberikan

pertolongan langsung, seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan dan

pelayanan. Bentuk dukungan ini dapat mengurangi stress karena individu dapat

langsung memecahkan masalah yang berhubungan dengan materi. Dukungan

instrumental sangat diperlukan terutama dalam mengatasi masalah yang di anggap

dapat diatasi.

2. Dukungan Informasional

Bentuk dukungan ini melibatkan pemberian informasi, saran dan umpan balik

tentang situasi dan keadaan individu. Jenis informasi seperti ini dapat menolong

individu untuk mengenali dan mengatasi masalah dengan lebih mudah.

3. Dukungan Emosional

Bentuk dukungan ini membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin

diperlukan untuk dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat

menghadapi masalah dengan lebih baik. Dukungan ini sangat penting dalam

menghadapi keadaan yang dianggap tidak dapat diatasi.

4. Dukungan Harga Diri

Bentuk dukungan ini berupa penghargaan tinggi pada individu, pemberian

semangat, persetujuan dengan pendapat individu, perbandingan yang positif dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 35: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri

dan kompetensi.

Dengan demikian seseorang yang menghadapi persoalan merasa tidak

menanggung beban sendiri tetapi masih ada orang lain yang memperhatikan, mau

mendengar segala keluhannya, bersimpati dan empati terhadap persoalan yang

dihadapinya, bahkan mau membantu memecahkan masalah yang dihadapinya.

Efek dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan berfungsi

bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti

berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit, fungsi

kognitif, fisik dan kesehatan emosi. Di samping itu, pengaruh positif dari dukungan

sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang

penuh dangan stress (Setiadi, 2008).

2.3.2. Fungsi Keluarga

Menurut Effendy (1998), ada tiga fungsi keluarga terhadap anggota keluarga

yaitu :

1. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman, kehangatan

kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan

berkembang sesuai usia kebutuhan mereka.

2. Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar

kesehatannya selalu terpelihara sehingga diharapkan menjadikan mereka

anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial maupun spiritual.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

3. Asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan anak, sehingga siap menjadi

manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depan.

Menurut Friedman (1998) setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar

fisik, pribadi dan sosial. Keluarga juga berfungsi sebagai perantara bagi tuntutan-

tuntutan dan harapan-harapan dari semua individu yang ada dalam unit tersebut.

Keluarga juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Bagi anak-

anak keluarga memberikan perawatan fisik dan perhatian emosional, dan seiring

dengan itu, keluarga juga mengarahkan perkembangan kepribadian.

Friedman (1981), dalam Effendi, (1998) membagi lima tugas kesehatan

keluarga yang harus dilakukan oleh keluarga yaitu (1) Mengenal gangguan

perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga,(2) Mengambil keputusan untuk

melakukan tindakan yang tepat, (3) Memberikan keperawatan kepada anggota

keluarganya yang sakit, (4) Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan

kesehatan perkembangan kepribadian anggota keluarga dan (5) Mempertahankan

hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga–lembaga kesehatan, yang

menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas kesehatan yang ada.

2.3.3. Faktor yang Memengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), terdapat bukti

kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil

secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-

anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian dari pada

Universitas Sumatera Utara

Page 37: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua

(khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia.

Menurut Friedman (1998), ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak

bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris

dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua.

Faktor-faktor yang memengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas

sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan

atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah,

suatu hubungan lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga

kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua

dengan kelas sosial menengah mempunya tingkat dukungan, efeksi dan keterlibatan

yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

2.4. Landasan Teori

Modifikasi konsep teori Lawrence Green (1991) dan Caplan (1964, dalam

mendiagnosis perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:

,

Gambar 2.1. Hubungan Status Kesehatan dan Perilaku

Faktor Predisposisi (Predisposing Factor) Pengetahuan Sikap Adat istiadat Kepercayaan Sistem nilai

yang dianut

Faktor Penguat (Reinforcing Factor) Dukungan

keluarga

Faktor Pemungkin (Enabling Factor) Ketersediaan

sarana dan prasarana

Perilaku Kesehatan

Status Kesehatan

Dukungan Keluarga - Dukungan Informasional - Dukungan Penilaian - Dukungan Instrumental - Dukungan Emosional

Theory Caplan (1964)

Universitas Sumatera Utara

Page 39: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Dari kerangka teori di atas dapat dijelas bahwa perilaku kesehatan dalam

upaya pencegahan penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut teori

Lawrence Green (1991), perilaku kesehatan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu (1)

faktor predisposisi (predisposing factor), (2) faktor pemungkin (enabling factor)dan

(3) faktor penguat (reinforcing factor). Pada penelitian ini faktor yang akan

digunakan adalah faktor predisposisi (predisposing factor ) dan faktor penguat

(reinforcing factor).

Faktor predisposisi (predisposing factor) yang mencakup pengetahuan, adat

istiadat dan kepercayaan, kemudian faktor penguat (reinforcing faktor) yaitu

dukungan yang bersumber dari keluarga. Menurut Caplan (1964) dukungan keluarga

terdiri dari:

a. Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar)

informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi

yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini

adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan

dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam

dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi.

b. Dukungan penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan

menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota

keluarga di antaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

c. Dukungan instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, di

antaranya: kesehatan penderita dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat,

terhindarnya penderita dari kelelahan.

d. Dukungan emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan

serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional

meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan,

perhatian, mendengarkan dan didengarkan.

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada landasan teori di atas, maka pada penelitian ini dirumuskan

kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Sosio Budaya - Adat istiadat - Pengetahuan - Kepercayaan

Pencegahan Infeksi Kecacingan

Dukungan Keluarga - Dukungan Informasional - Dukungan Penilaian - Dukungan Instrumental - Dukungan Emosional

Universitas Sumatera Utara

Page 41: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kecacingan 2.1.1. Definisi ...repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31990/3/Chapter II.pdf · arti menderita atau mengalami kejadian, dengan ... (2003)

Kerangka konsep menggambarkan bahwa variabel independen yaitu sosio

budaya (adat istiadat, pengetahuan, kepercayaan) dan dukungan keluarga (dukungan

informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dukungan emosional).

Variabel dependen adalah pencegahan infeksi kecacingan.

Universitas Sumatera Utara