bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/65692/3/bab 2.pdf · ekstrapulmonal yang dilapisi oleh...
TRANSCRIPT
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trakea
2.1.1 Anatomi trakea manusia
Trakea merupakan tabung berongga sekitar 11-14 cm, menghubungkan dari
tulang rawan krikoid yang ada di laring ke bronkus primer. Diameter penampang
pada manusia dewasa adalah 1,3-2,5 cm bidang sagital dan pada bidang koronal
adalah 1,3-2,7 cm, dimana pada wanita memiliki ukuran yag sedikit lebih kecil
dibanding pria. Perbedaan penampang bidang sagital dan koronal dikarenakan pada
sisi anterior terdapan cincin kartilaginosa berbentuk C dan pada sisi posterior
dibenuk oleh pita datar otot serta jaringan ikat. Terdapat 16-20 cincin trakea yang
menahan struktur trakea serta memberikan fleksibilitas (Tu, et al., 2013).
Trakea akan terbagi menjadi dua bronkus utama di carina, yaitu bronkus
kanan dan kiri. Pada setiap bronkus akan mengarah ke masing-masing sisi paru-
paru, bronkus kanan akan menjadi tiga lobus dan bronkus kiri akan menjadi dua
lobus. Setiap bronkus terdapat cabang-cabang yang ukurannya semakin kecil serta
perubahan struktur diantaranya cincin tulang rawan semakin menghilang,
perubahan epitel menjadi tidak ada sel silia, serta jumlah otot polos meningkat (Tu,
et al., 2013).
2.1.2 Histologi trakea manusia
Sistem pernapasan terdiri atas paru dan banyak saluran udara dengan berbagai
ukuran yang masuk dan keluar dari masing-masing paru. Selain itu, sistem
terdiriatas bagian konduksi dan bagian respirasi. Bagian konduksi terdiri atas
ekstrapulmonal dan intrapulmonal. Bagian respiratorik terdiri dari saluran
7
pernapasan di dalam paru. Trakea merupakan salah satu saluran pernapasan
ekstrapulmonal yang dilapisi oleh epitel bertingkat semu bersilia yang mengandung
banyak sel goblet (Eroschenko, 2010).
Dinding trakea terdiri dari mukosa, submukosa, tulang rawan hialin, dan
adventisia. Trakea dijaga tetap tebuka oleh cincin tulang rawan hialin bentuk-C.
Tulang rawan hialin dikelilingi oleh jaringan ikat padat perikondrium, yang
menyatu dengan submukosa disatu sisi dan adventisia disisi yang lain. Banyak
saraf, pembuluh darah, dan jaringan adipose terletak di adventisia. Lumen trakea
dilapisi oleh epitel bertingkat semu bersilia dengan sel goblet (Eroschenko, 2010).
Secara histologi traktus trakeobronkial terdiri dari tiga lapisan, yaitu
1. Lapisan epitel
Susunan utama dari lapisan epitel merupakan epitel kolumnar bersilia
berlapis semu dan diselingi oleh kelenjar submukosa. Lapisan epitel memiliki
fungsi untuk menjaga fungsi normal respirasi, pertahanan, sistem mukosiliar, serta
menghasilkan zat-zat salah satunya mukus. Sel epitel terdiri dari sel bersilia, sel
serous, sel goblet, sel clara, sel basal, cell brush, dan pulmonary neuroendocrine
cells (Paramita & Juniati, 2016).
2. Lamina propria
Lapisan epitel dipisahkan dengan lamina propria oleh membrane basalis.
Lamina propria merupakan jaringan ikat yang mendasari epitel (Paramita & Juniati,
2016).
8
3. Lapisan kartilago
Setelah lamina propria terdapat lapisan kartilago, diama pada lapisan ini
terdapat cincin tulang rawan hialin berbentuk C yang memperkuat dinding serta
mempertahankan lumen trakea tetap membuka (Mescher, 2018).
(Paramita & Juniati, 2016)
Gambar 2. 1
Lapisan Traktus Trakeobronkial
2.1.3 Fisiologi trakea manusia
Fungsi fisiologis tercermin pada perubahan epitel yang ada pada saluran
nafas. Pada cabang awal dimana terdapat epitel kolumnar bersilia memungkinkan
untuk pemanasan udara, pengkondisian serta penyaringan melalui aktivitas
mukosiliar. Pada cabang-cabang distal terjadi perubahan epitel menjadi kuboid
yang memungkinkan untuk pertukaran gas. Pada jaringan alveolar-kapiler terjadi
pertukaran gas melalui difusi. Oksigen dibawa ke dalam tubuh kemudian ditukar
dengan karbon dioksida yang merupakan hasil dari metabolisme sel (Tu, et al.,
2013).
9
2.1.4 Sistem mukosiliar & silia
Sistem mukosiliar adalah suatu sistem pertahanan aktif pada rongga hidung
terhadap bakteri, virus, jamur, ataupun partikel bahaya lain yang terhirup bersama
dengan udara. Mukosiliar sebagai pertahanan mekanis, dimana partikel ditangkap
pada permukaan epitel jalan napas kemudian dibersihkan dari traktus
trakeobronkial melalui pergerakan silia. Efektivitas dari sistem ini dipengaruhi oleh
silia serta palut lendir yang dihasilkan oleh sel goblet yang ada pada epitel dan
kelenjar seromusinosa submukosa. (Soepardi, et al., 2007). Komponen penting dari
sistem mukosiliar, yaitu lapisan mucus berfungsi menangkap partikel inhalasi dan
pergerakan dari silia akan mengeluarkannya dari saluran pernapasan, serta PCL
(periciliary layer) yang menyediakan lingkungan yang baik untuk silia bergerak
(Paramita & Juniati, 2016).
Silia merupakan struktur apikal panjang yang sangat motil, ukurannya lebih
besar dibandingkan mikrovili, serta mengandung rangkaian internal mikrotubul,
bukan mikrofilamen (Mescher, 2018). Silia memiliki struktur silinder dengan
panjang ± 7µm serta diameter ± 200 nm. Pada saluran pernapasan jumlah silia
berkisar 109 silia per cm2. Silia terdapat pada sel kolumnar bersilia dimana setiap
sel memiliki ± 200 silia dengan kerapatan ± 8 silia/µm2. Pada satu sel silia jarak
antara silia dengan silia sel tetangga berkisar 200 nm (Paramita & Juniati, 2016).
2.2 Asap Rokok dan Radikal Bebas
2.2.1 Definisi dan kandungan dalam asap rokok
Rokok merupakan salah satu dari produk tembakau, yang ditujukan untuk
dibakar serta dihisap dan/atau menghirup asapnya, termasuk rokok putih, rokok
kretek, cerutu, atau bentuk lain yang dihasilkan dari tanaman nicotiana rustica,
10
nicotiana tobacum, serta spesies lain atau sintesisnya yang asapnya memiliki
kandungan tar dan nikotin dan atau tanpa bahan tambahan. Rokok biasanya
memiliki bentuk silindris terbuat dari kertas dengan panjang bervariasi sekitar 70-
120 mm serta diameter kurang lebih 10 mm yang didalamnya terdapat daun
tembakau yang dicacah (KEMENKES RI, 2015).
Asap rokok terdiri atas campuran bahan kimia yang kompleks dari produk-
produk non-spesifik dari pembakaran bahan organik (seperti asetaldehida &
formaldehida) serta bahan kimia yang khusus untuk pembakaran tembakau serta
komponen lain dari rokok (mis. Nitrosamin khusus tembakau). Terdapat lebih dari
4000 kandungan kima yang diperkirakan terdapat dalam asap tembakau (Fowles &
Bates, 2000).
Berikut adalah beberapa komponen yang terdapat dalam asap rokok :
1. Karsinogen
Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC) terdapat 36
bahan kimia yang dapat menyebabkan kanker pada manusia dan 10 diantaranya
terdapat dalam asap rokok (Fowles & Bates, 2000).
2. Tar
Tar didefinisikan nikotin bebas, kering, serta partikel asap tembakau. Tar
yang tersimpan dalam saluran pernapasan akan dapat mengubah jaringan, struktur
serta fungsi dari paru ataupun saluran pernapasan. Terjadi hiperplasi dan hipertrofi
sel mukosa serta peningkatan sel radang yang dapat memicu pembentukan sel
kanker (Tristanti, 2016).
11
3. Nikotin
Nikotin dalam tubuh dapat meningkatkan sistem simpatis, yang akan
menimbulkan dampak peningkatan nadi, tekanan darah, kebutuhan oksigen dan
gangguan irama jatung. Selain itu, dapat beresiko terjadi penggumpalan pada
pembuluh darah (Tristanti, 2016).
4. Gas
Karbon monoksida merupakan bahan kimia gas yang paling banyak
ditemukan dalam asap rokok. Toksisitas dari karbon monoksida dapat membentuk
karboksihemoglobin, yang merupakan senyawa yang stabil bila berikatan dengan
hemoglobin yang dapat menurunkan fungsi hemoglobin sebagai pengangkut
oksigen keseluruh jaringan. Kaitannya dengan nyeri angina pada pasien
kardiovaskular serta dapat menyebabkan iskemia jantung dan menurunnyanya
aliran darah ke jantung, apabila konsentrasi dari karboksihemoglobin pada
hemoglobin lebih dari 2% atau lebih. Bahan kimia lainnya dalam bentuk gas yang
terdapat dalam asap rokok adalah benzene (Fowles & Bates, 2000).
5. Nitrosamin
Nitrosamin terdapat dalam tembakau dan asap dari tembakau serta beberapa
dari hasil pembakaran bahan lain dengan konsentrasi nitrat tinggi. Banyak studi
yang telah membuktikan bahwa nitrosamine menyebabkan penambahan dan mutasi
DNA (Fowles & Bates, 2000).
6. Polynuclear aromatic hydrocarbons (PAHs)
PAHs dapat menyebabkan resiko kanker. Benzo(a)pyrene (BaP) merupakan
salah satu komponen yang paling toksik dari senyawa ini (Fowles & Bates, 2000).
12
2.2.2 Asap rokok sebagai sumber radikal bebas
Berdasarkan asal sumber radikal bebas bisa melalui eksogenus dan
endongenus. Metabolisme obat-obatan, reaksi reduksi oksidasi normal pada
mitokondria, detoksifikasi senyawa senobiotik, serta peroksisom merupakan
sumber radikal bebas yang endogenus. Sumber radikal eksogenus yaitu berasal dari
asap rokok, inflamasi, karsinogen, olahraga berlebihan, serta radiasi (Fitria, et al.,
2013).
Beberapa radikal bebas adalah benda-benda terkecil yang pernah ada. Salah
satu di antaranya terdiri atas satu atom tunggal, beberapa lainnya adalah dua atom
yang saling berkaitan. Beberapa radikal bebas berukuran lebih besar. Radikal bebas
oksigen seperti radikal hidroksil (-OH) dan radikal superoksida yang terdiri atas
ikatan dua atom oksigen dengan satu electron yang tidak berpasangan. Radikal
bebas oksigen tersebut bisa menyerang dan merusak molekul yang ada didalam
tubuh. Radikal tersebut sangat aktif sehingga begitu terbentuk, hanya sepersekian
detik radikal ini telah menggabungkan diri dengan yang lainnya (Youngson, 2005).
Terdapat tiga cara kerusakan sel yang disebabkan oleh radikal bebas, yaitu :
1. Peroksidasi komponan lipid, dari membran sel serta sitosol
2. Kerusakan DNA, menyebabkan mutasi DNA sampai kematian sel
3. Membentuk cross linking protein yang mengakibatkan modifikasi protein
teroksidasi (Sayuti & Yenrina, 2015).
2.2.3 Pengaruh radikal bebas dari asap rokok terhadap silia
Reactive oxygen species (ROS) merupakan hasil dari metabolisme sel normal,
yang menguntungkan bagi tubuh untuk fungsi fisiologis dalam proses
penyembuhan apabila dalam kadar yang sedang. Asap rokok merupakan salah satu
13
faktor yang berasal dari eksogenus yang mempengaruhi keseimbangan dari ROS.
Apabila keseimbangan ROS terganggu akan dapat menimbulkan stress oksidatif
yang mengakibatkan kerusakan sel epitel (Bhattacharyya, et al., 2014).
Stress oksidatif yang muncul karena asap rokok menyebabkan inflamasi serta
kerusakan sel pada silia. Silia tersebut mengalami perubahan struktur histologi,
terjadi pemendekan silia pada epitel pseudokomplek bersilia. Partikel debu yang
berasal dari asap rokok yang masuk ke dalam saluran pernapasan menempel dan
mengendap di silia dan kemudian difagosit oleh makrofag. Partikel-partikel yang
berasal dari asap rokok juga dapat merusak struktur dari silia, silia yang rusak
nantinya juga akan difagosit oleh makrofag (Kristiawan, et al., 2017).
Salah satu cara kerusakan sel akibat radikal bebas adalah dengan peroksidasi
lipid yang dipicu oleh stress oksidatif sehingga menimbulkan inflamasi karena
pengeluaran mediator sel radang yaitu IL-8. Inflamasi mempengaruhi proses
pembentukan serta regenerasi silia atau yang disebut ciliogenesis yang apabila
terjadi secara berkelanjutan akan mempengaruhi tinggi dari silia pada epitel
pernapasan. Proses ini diduga terjadi melalui cara hambat 6 cilia-related genes. Gen
yang juga dikenal sebagai cenexin terdiri dari dynein berperan untuk pergerakan
dari silia, ezrin serta OFD2 berguna untuk pertumbuhan badan basal silia (Sutyarso,
et al., 2014).
14
2.3 Hylocereus polyrhizus
2.3.1 Epidemiologi
Buah naga termasuk dalam jenis tanaman kaktus yang berasal dari Meksiko,
Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian utara (Colombia). Buah naga ini
lebih dikenal sebagai buah yang berasal dari Asia karena lebih banyak
dikembangkan di Asia. Pada awalnya Indonesia mendapat pasokan buah naga dari
Thailand, karena permintaan pasar yang semakin tinggi buah ini mulai
dibudidayakan di Indonesia. Buah naga mulai dikembangkan di Jawa Timur dan
meluas seiring waktu ke daerah Jawa Barat, Kalimantan, hingga Papua. Hal ini juga
dikarenakan budi daya buah naga relatif mudah serta didukung dengan iklim tropis
yang sangat cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman ini
(Hardjadinata, 2011).
2.3.2 Taksonomi
Buah naga, termasuk jenis super red, merupakan kelompok tanaman kaktus
atau famili Cactaceae (subfamily Hylocereanea). Buah ini termasuk genus
Hylocereus yang terdiri dari beberapa spesies, diantaranya adalah buah naga yang
biasa dibudidayakan dan bernilai komersial tinggi (Hardjadinata, 2011).
15
(Hardjadinata, 2011)
Gambar 2. 2
Buah Naga Merah
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Subfamili : Hylocereanea
Genus : Hylocereus
Spesies :
- Hylocereus undatus
- Hylocereus polyrhizus
- Hylocereus costaricensis
- Selenicereus megalanthus
(Hardjadinata, 2011).
16
2.3.3 Kandungan
Buah naga memiliki beberapa kandungan seperti vitamin, mineral, dan juga
kaya akan serat. Aktivitas antioksidan yang tinggi akan didukung dengan
banyaknya senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak tersebut. Senyawa
bioaktif yang berpotensi sebagai antioksidan pada daging buah naga merah antara
lain vitamin C, karotenoid, vitamin E, vitamin B, flavonoid, dan polifenol
(Widianingsih, 2016). Pada ekstrak kental H. polyrhizus terdapat senyawa
betasianin yang merupakan senyawa dengan aktivitas antioksidan yang kuat
(Sinaga, et al., 2015).
Tabel 2. 1 Komposisi Gizi Buah Naga
Zat Gizi Kandungan
Air (g) 82.5 – 83,0
Protein (g) 0.16 – 0.23
Lemak (g) 0.21 – 0.61
Serat/dietary fiber (g) 0.7 – 0.9
Betakaroten (mg) 0.005 – 0.012
Kalsium (mg) 6.3 – 8.8
Fosfor (mg) 30.2 – 36.1
Besi (mg) 0.55 – 0.65
Vitamin B1 (mg) 0.28 – 0.30
Vitamin B2 (mg) 0.043 – 0.045
Vitamin C (mg) 8 – 9
Niasin (mg) 1.297 – 1.300 (Hardjadinata, 2011)
Tabel 2. 2 Kandungan Kulit Buah Naga Merah
Kandungan Kulit buah kering/100g
Asam galat 39.7 ± 5.39 mg
Flanoid 8.33 ± 0.11 mg
Betasianin 13.8 ± 0.85 mg
Aktivitas antioksidan berdasarkan DPPH
method at EC50
118 ± 4.12 µmol
Pendekatan ABTS untuk vitamin C 175 ± 15.7 µmol (Santoso & Fibrianto, 2017)
17
Antioksidan pada kulit buah naga lebih tinggi dibandingkan daging
buah naga. Kulit buah naga merah kandungan antioksidannya lebih tinggi
dibandingkan kulit buah naga putih. IC50 dari kulit buah naga merah (H.
polyrhizus) adalah (0,30 ± 0,01 mg/mL) dan IC50 dari kulit buah naga putih
(H. undatus) adalah (0,40 ±0,01 mg/mL), dimana IC50 dari bagian buah dari
keduanya lebih dari 1,0 mg/mL (Nurliyana, et al., 2010). Dimana hal ini
dilihat dari perbandingan nilai dari IC50, apabila nilai dari IC50 semakin
rendah maka aktivitas antioksidannya akan semakin baik (Filbert, et al.,
2014).
Tabel 2. 3 Perbandingan Kandungan Antioksidan Daging dan Kulit
Buah Naga
Kandungan Daging buah/100g Kulit buah/100g
Asam galat 42.4 ± 0.04 mg 39.7 ± 5.39 mg
Flanoid 7.21 ± 0.02 mg 8.33 ± 0.11 mg
Betasianin 10.3 ± 0.22 mg 13.8 ± 0.85 mg
Aktivitas antioksidan
berdasarkan DPPH
method at EC50
22.4 ± 0.29 mol 118 ± 4.12 mol
Pendekatan ABTS
untuk vitamin C
28.3 ± 0.83 mol 175 ± 15.7 mol
(Baharsyah, 2017)
2.3.4 Kulit buah naga
Kulit buah naga merah megandung beberapa senyawa seperti vitamin
B1, vitamin B2, vitamin B3 dan vitamin C, protein lemak, karbohidrat, serat
kasar, flavonoid, tiamin, niasin, pyridoxine, kobalamin, glukosa, fenolik,
betasianin, polifenol, karoten, fosfor, besi, dan fitoalbumin (Jaafar, et al.,
2009). Namun senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan yaitu betasianin,
flafonoid, dan fenol. Senyawa betasianin merupakan pigmen alami yang
berguna sebagai pertahanan terhadap stress oksidatif. Senyawa betasianin
18
bekerja dengan menginhibisi peroksidasi lipid pada membrane sel. Senyawa
fenolik akan mengikat radikal bebas. Radikal bebas yang dihasilkan dari asap
rokok salah satunya adalah NO, senyawa fenolik merupakan salah satu faktor
penting untuk NO supresan. Flavonoid juga merupakan salah satu antioksidan
dalam kulit buah naga merah, efektif sebagai supresor NO dan ROS pada saat
terjadi peroksidasi lipid (Taira, et al., 2014).
2.4 Antioksidan
2.4.1 Definisi
Antioksidan merupakan suatu senyawa kimia dimana pada kadar ataupun
jumlah tertentu dapat menghambat kerusakan karena proses oksidasi. Warna, rasa,
serta aroma yang terdapat pada tanaman merupakan zat alami senyawa fitokimia
yang memiliki fungsi salah satunya sebagai antioksidan (Sayuti & Yenrina, 2015).
Antioksidan adalah bahan yang menghambat atau mencegah keruntuhan, kerusakan
atau kehancuran akibat oksidasi (Youngson, 2005).
Cara kerja antioksidan yaitu dengan satu elektronnya didonorkan pada
senyawa bersifat oksidan sehingga aktivitasnya dapat dihambat. Fungsi imunitas
dari tubuh sangat berkaitan dengan keseimbangan antara oksidan dan antioksidan.
Terdapat antioksidan internal serta eksternal, antioksidan internal dihasilkan oleh
tubuh namun memiliki keterbatasan dan dipengaruhi dengan usia (Sayuti &
Yenrina, 2015).
Mekanisme kerja antioksidan primer yaitu dengan menghambat oembentukan
senyawa radikal bebas yang baru atau menjadikan radikal bebas yang sudah
terbentuk menjadi kurang reaktif dengan memutus reaksi berantai atau polimerisasi
atau yang dikenal sebagai chain-breaking-antioxidant. Mekanisme kerja
19
antioksidan sekunder yaitu dengan cara reaksi oksidasi berantai radikal bebas
dipotong atau radikal bebas ditangkap atau free radical scavenger (Sayuti &
Yenrina, 2015).
2.4.2 Penggolongan antioksidan
1. Antioksidan enzimatis & antioksidan non enzimatis
a. Antioksidan enzimatis : Glutation peroksidase, katalase, dan
SOD/enzim superoksida dismutase
b. Antioksidan non enzimatis
- Larut lemak : flavonoid, bilirubin, tokokferol, quinon, dan
karotenoid
- Larut air : asam askorbat
2. Berdasakan mekanisme fungsi & kerjanya : antioksidan primer,
sekunder, dan tersier
a. Antioksidan primer
Antioksidan yang memiliki sifat sebagai pemutus reaksi berantai atau
chain-breaking antioxidant, yang dapat bereaksi dengan radikal lipid
kemudian diubah menjadi lebih stabil. Contoh dari antioksidan primer
yaitu GPx (Glutation Peroksidase), SOD (Superoksida Dismutase),
protein pengikat logam, dan katalase (Sayuti & Yenrina, 2015).
20
b. Antioksidan sekunder
Cara kerja antioksidan sekunder yaitu dengan mengkelat logam yang
berperan sebagai pro-oksidan, menangkap radikal, serta mencegah
reaksi berantai terjadi. Contoh dari antioksidan sekunder yaitu,
vitamin C, vitamin E, beta-caroten, bilirubin, albumin, serta isoflavon
(Sayuti & Yenrina, 2015).
c. Antioksidan tersier
Mekanisme kerja dari antioksidan tersier adalah dengan memperbaiki
biomolekul yang rusak akibat dari radikal bebas. Contohnya adalah
enzim yang memperbaiki DNA serta metionin sulfide reduktase
(Sayuti & Yenrina, 2015).
3. Antioksidan alami
- Antosianin
Antosianin merupakan pigmen yang menberi warna merah keunguan
pada bunga, sayuran dan buah yang juga merupakan senyawa
flavonoid yang dapat melindungi sel dari paparan sinar ultraviolet.
Pada tanaman biasanya antosianin juga disertai pigmen alami lainnya
seperti flavonoid, betasianin, karotenoid, dan anthaxanthin.
Selain member pigmen warna antosianin memiliki manfaat sebagiai
antioksidan yang dapat melindungi sel-sel pada tubuh dari pengaruh
radikal bebas akibat polusi, nikotin, dan bahan kimia lainnya (Sayuti
& Yenrina, 2015).
21
- Isoflavon
Isoflavon juga merupakan salah satu dari golongan flavonoid, yang
memiliki manfaat sebagai pencegahan dan perlindungan dari penyakit
karidiovaskular, osteoporosis, dan kanker. Kacang-kacangan
contohnya seperti kedelai banyak mengandung senyawa ini, dimana
kadar kandungannya tergantung dari kualitas tanamannya serta
pengolahannya (Sayuti & Yenrina, 2015).
- Vitamin C
Vitamin C merupakan salah satu antioksidan alami yang terdapat pada
buah dan sayuran. Sistem pertahanan tubuh memiliki kaitan dengan
senyawa ini, dimana dalam keadaan tertentu seperti saat stress maka
kebutuhan tubuh terhadap vitamin C akan meningkat serta apabila
dalam tubuh kadarnya optimal maka sistem pertahanan akan baik
pula. Mekanisme vitamin C sebagai antioksidan terhadap radikal
bebas yaitu dengan cara menangkap radikal bebas serta mencegah
reaksi berantai (Sayuti & Yenrina, 2015).
- Vitamin E
Vitamin E merupakan antioksidan senyawa fenolik yang dapat
menangkap radikal bebas. Mekanisme dari antioksidan ini hamper
sama dengan mekanisme antioksidan pada vitamin C. Memiliki
berbagai manfaat sebagai fungsi pertahanan tubuh, melindungi sel
dari radikal bebas, serta banyak ditemukan pada produk kecantikan
yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan kulit (Sayuti &
Yenrina, 2015).
22
4. Antioksidan sintetik
Beberapa contoh antioksidan sinteteik yang banyak digunakan adalah
BHA, butylhydroquinone tersier, BHT, serta ester dari asam galat seperti
gallate propel. Terdapat batas penggunaan dari senyawa antioksidan
sintetik ini yaitu 0,02 % dari kandungan minyak atau lemak (Sayuti &
Yenrina, 2015).
2.5 Tikus Putih
Selama ini tikus sering digunakan dalam berbagai penilitian medis, karena
tikus mudah dalam berkembang biak, mudah dan murah dalam mendapatkannya
serta karakteristik genetik yang unik (Adiyati, 2011). R. norvegicus juga merupakan
tikus yang dapat bertahan diberbagai habitat dan iklim.
Tikus merupakan spesies yang ideal untuk uji laboratorium karena lebih
mudah dipegang, dikendalikan, atau dapat diambil darahnya dalam jumlah yang
relatif besar, demikian pula organ-organ tubuhnya relatif lebih besar. Materi dapat
diberikan dengan mudah melalui beberapa rute (Kusumawati, 2003). Berbeda
dengan hewan laboratorium lainnya, tikus tidak pernah muntah. Studi pada hewan,
jelas untuk mencari bukti nilai teraupetik dan keamanan obat-obatan serta efek
samping yang terjadi. Secara umum prosedur penelitian medis meliputi penentuan
hewan coba, jumlah hewan coba, jumlah hewan coba, jalur pemberian dan
frekuensi pemberian, peringkat dosis, saat lama pemberian dan pengamatan dan
evaluasi hasil (Kusumawati, 2003).
23
(Suarez, et al., 2012)
Gambar 2. 3
Histologis Trakea Tikus
Klasifikasi tikus putih sebagai hewan percobaan dalam taksonomi sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Sciurognathi
Familia : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus (Adiyati, 2011)
24
(M. Koolhaas, 2010)
Gambar 2. 4
Rattus norvegicus
R. norvegicus atau nama lainnya Norwey rat, merupakan hewan mamalia
dengan ekor panjang. Ciri pada galur ini memiliki tubuh yang panjang dan kepala
lebih sempit. Tikus ini memiliki telinga yang pendek serta tebal dan terdapat rambut
halus. Mata pada tikus putih berwarna merah. Ekornya yang panjang merupakan
ciri yang paling terlihat. Pada tikus jantan usia dua belas minggu memiliki berat
badan mencapai 240 gram, dan pada betina bobotnya mencapai 200 gram. Tikus ini
dapat betahan hingga usia 4-5 tahun dengan bobot antara 267-500 gram pada tikus
jantan dan 225-325 gram pada tikus betinanya (Adiyati, 2011).
25
Tabel 2. 4 Perbandingan Sistem Respirasi
Tikus Manusia
Makroskopis Lobus 4 kanan, 1
kiri
3 kanan, 2 kiri
Pola percabangan
jalan napas
Monopodial Dikotomis
Diameter,
bronkus utama
(mm)
1 10-15
Sel epitel saluran
napas
Epitel trakea
Ketebalan (µm) 11-14 50-100
Sel bersilia (%) 39 49
Sel clara (%) 49
Sel goblet (%) <1 9
Sel serosa (%) <1 <1
Sel basal (%) 10 33
Lainnya (%) 1 (Treuting & Dintzis, 2012)
Trakea pada tikus putih (Rattus norvegicus) berbentuk tabung yang
menghubungkan dari laring sampai bronkus primer dan terdapat beberapa cincin
kartilago hialin yang tidak lengkap yang bagian ujungnya bergabung dengan otot
polos. Bagian dinding trakea terdiri dari, epitel pernafasan, jaringan penghubung
lamina fibrosa, dan pada ujung anterior trakea terdapat kelenjar, tulang rawan hialin
yang di tutupi oleh perikondrium dan dihubungkan oleh otot polos, dan penghubung
Jaringan adventitia. Epitel pernafasan adalah epitel kolumnar bersilia
pseudostratified disertai sel goblet. Jaringan penghubung adventisia mengikat
trakea ke struktur yang berdekatan (Texas Histopages, 2004).