bab 2 teori dasar - · pdf fileteori dasar 2.1. tio2 ... mulai protein dan virus (biologi),...
TRANSCRIPT
BAB 2
TEORI DASAR 2.1. TiO2 (Titanium Dioxide)
TiO2 (Titanium dioxide/titania) adalah material semikonduktor yang termasuk
kedalam keluarga oksida metal. Umumnya TiO2 digunakan sebagai pigmen putih
pada cat (51% dari produksi total), plastik (19%), dan kertas (17%), yang
menggambarkan aplikasi TiO2 pada sektor habis pakai[7]. Aplikasi ini
dikarenakan TiO2 mempunyai indeks bias yang tinggi (n = 2,4) dan juga tahan
terhadap degradasi warna akibat sinar matahari. Selain aplikasi sebagai pigmen,
karakteristik fotokatalis dan semikonduktor dari TiO2 juga membuat material ini
banyak digunakan sebagai pendekomposisi bahan organik dengan proses oksidasi,
sel surya, dan juga sensor gas. Aplikasi-aplikasi dari TiO2 ini ditunjukkan pada
Gambar 2.1.
FotokatalisSel Surya Sensor gas
Degradasi Polutan Produksi Hidrogen
dengan Dekomposisi Air
Super- Hydrophilic
TiO2
Gambar 2.1. Aplikasi TiO2
Di alam umumnya TiO2 mempunyai tiga fasa yaitu rutile, anatase, dan brookite
seperti ditunjukkan struktur kristalnya pada Gambar 2.2. Fasa rutile dari TiO2
adalah fasa yang umum dan merupakan fasa yang disintesis dari mineral ilmenite
melalui proses Becher. Pada proses Becher, oksida besi yang terkandung dalam
ilmenite dipisahkan dengan temperatur tinggi dan juga dengan bantuan gas sulfat
atau klor sehingga menghasilkan TiO2 rutile dengan kemurnian 91-93%. Titania
pada fasa anatase umumnya stabil pada ukuran partikel kurang dari 11 nm, fasa
6
brookite pad ukuran partikel 11 – 35 nm, dan fasa rutile diatas 35 nm[8].
Karakteristik dari fasa-fasa titania ini ditunjukkan pada Tabel 1.1..
a. Rutile b. Anatase c. Brookite
Gambar 2.2. Struktur Kristal TiO2
Tabel 1.1. Karakteristik dari fasa-fasa TiO2
Karakteristik Rutile Anatase Brookite
Bentuk kristal tetragonal tetragonal orthogonal
Massa jenis (g/cm3) 4,27 3,90 4,13
Indeks bias 2,72 2,52 2,63
Band gap (eV) 3,05 3,26 -
Konstanta kisi c/a (nm) 0,644 2,51 0,944
Titik leleh (oC) 1825 Transformasi ke
rutile
Transformasi ke
rutile
Dalam aplikasinya pada fotokatalis dan sel surya, umunya digunakan TiO2 pada
fasa anatase karena mempunyai kemapuan fotokatalitik yang tinggi. Selain itu
untuk meningkatkan kinerja sistem, struktur nanokristal dan juga luas permukaan
yang tinggi dari TiO2 adalah faktor yang penting untuk meningkatkan densitas
dan transfer elektron[9].
2.2. Material mesopori
2.2.1. Pendahuluan
7
Material mesopori merupakan material solid berpori yang mempunyai diameter
pori antara 2 nm sampai 50 nm. Definisi ini berasal dari IUPAC[10], yang
membagi material solid berpori menjadi tiga kategori berdasarkan ukuran
diameter porinya (d), yaitu mikropori (d < 2 nm), mesopori (2 nm < d < 50 nm),
dan makropori (d > 50 nm). Riset mengenai material mesopori muncul karena
kebutuhan akan material yang mempunyai sistem pori yang bisa dikontrol
sehingga mempunyai aplikasi luas untuk penetrasi molekul yang berukuran antara
sub-nanometer sampai nanometer.
2.2.2. Metoda Sintesa Material Mesopori
Material mesopori disintesa dengan menggunakan kombinasi antara sifat self-
assembly dari surfaktan sebagai template, dengan metoda sol-gel untuk
membentuk material inorganik disekitar template. Surfaktan, organik molekul
yang terdiri dari dua bagian dengan polaritas yang berbeda yaitu bagian non-polar
atau hidrofobik dan bagian polar atau hidrophilic, ketika dilarutkan pada suatu
pelarut maka energi permukaan larutan tersebut akan berkurang sejalan dengan
peningkatan konsentrasi dari surfaktan. Namun, pengurangan energi permukaan
tersebut akan terhenti ketika suatu konsentrasi kritis tercapai, dan energi
permukaan akan cenderung konstan dengan penambahan konsentrasi surfaktan.
Konsentrasi kritis ini disebut Critical Micellar Concentration (CMC). Pada
konsentrasi ini surfaktan-surfaktan akan membentuk kumpulan surfaktan yang
disebut micelle.
Micelle umumnya terdiri dari 15 – 20 monomer surfaktan atau lebih.
Pembentukan micelle dikarenakan dari efek hidrofobik dari interaksi surfaktan
denga pelarut, karena sifat ini maka surfaktan dapat membentuk supramolecular
array pada pelarut. Tergantung dari konsentrasi surfaktan pada pelarut, terdapat
beberapa fasa yang berhubungan dengan molekul surfaktan pada pelarut untuk
membentuk struktur template seperti di ilustrasikan pada Gambar 2.3. Proses
pembentukan ini biasa disebut dengan Liquid Crystal Templating.
8
(b)(a)
(d) (c)
Gambar 2.3. Ilustrasi Pembentukan Template (Liquid Crystal Templating)[11]
(a) Monomer (konsentrasi surfaktan rendah)
(b) Micelle (konsentrasi surfaktan = CMC 1)
(c) Fasa Cylinder (konsentrasi surfaktan (CMC 2) > CMC 1)
(d) Fasa Hexagonal (konsentrasi surfaktan > CMC 2)
Bentuk dari micelle tergantung dari struktur molekul surfaktan. Menurut Huo[12],
perbedaan ini dapat dijelaskan dengan suatu parameter yang disebut parameter g,
yang dirumuskan sebagai berikut.
ocalvg = (2.1)
Pengaruh dari rantai hidrofobik diberikan pada rasio v / , dimana v adalah
volume rantai dan l adalah panjang rantai. Untuk bagian polar pada surfaktan
(hidrophilic), kontribusinya diberikan oleh permukaan optimal efektif, . Untuk
memastikan fluiditas dari rantai, l harus pada kondisi l < , dimana merupakan
panjang rantai maksimal. Untuk sistem silika, peningkatan nilai g mengakibatkan
terjadinya transisi fasa yaitu kubik hexagonal kubik bikontinu
lamellar[13][14] yang strukturnya ditunjukkan pada Gambar 2.4.
l
oa
cl cl
9
Hexagonal Lamellar Kubik
Gambar 2.4. Struktur Micellar
Secara umum pembentukan mesopori oksida dibagi kedalam dua proses utama
yang diilustrasikan pada Gambar 2.5. yaitu :
a. Pembentukan struktur yang terorganisasi dikarenakan karakteristik self-
assembly dari template. Proses ini menghasilkan pemisahan fasa secara mikro
dalam dua domain yaitu hidrofobik dan hidrophilic.
b. Pembentukan struktur inorganik. Material inorganik akan terbentuk disekitar
template melalui proses kondensasi pada reaksi sol-gel.
Gambar 2.5. Ilustrasi Pembentukan Material Mesopori[4]
Untuk menghasilkan struktur mesopori, terdapat tiga interaksi yang menentukan
hasil akhir dari material : surfaktan – surfaktan, inorganik – inorganik, dan
10
surfaktan – inorganik. Interaksi ini terjadi pada interface antara inorganik –
template. Pelarut juga memegang peranan dalam pembentukan struktur meso.
Aspek termodinamika dari pembentukan struktur meso dijelaskan oleh Huo
melalui yang menyatakan energi bebas pembentukan struktur meso[15]. msGΔ
solorginorgerms GGGGG Δ+Δ+Δ+Δ=Δ int (2.2)
msGΔ dipengaruhi oleh empat faktor yaitu kontribusi interface antara inorganik –
organik ( ), material inorganik (erGintΔ inorgGΔ ), self-assembly dari molekul organik
( ), dan kontribusi dari larutan (orgGΔ solGΔ ).
2.2.3 Metoda Karakterisasi Material Mesopori
Berbagai kombinasi metoda karakterisasi bisa dilakukan untuk menganalisa
struktur mesopori suatu material. Umumnya metoda yang paling sering digunakan
yaitu SAXS/SANS (Small-angle X-Ray/Neutron Scattering), adsorpsi gas, dan
TEM (Transmission Electron Microscope)[16]. Dengan penggunaan metoda-
metoda ini, ukuran pori, distribusi pori, dan keteraturan pori dapat dianalisa.
2.2.3.1. Metoda adsorpsi Gas N2
Metoda adsorpsi gas banyak digunakan untuk menganalisa luas permukaan
spesifik, ukuran pori, dan distribusi ukuran pori material solid. Gas yang
digunakan yaitu yang bersifat hanya teradsorp secara fisik pada permukaan
material solid dan dapat di-deadsorpsi dengan menurunkan tekanan gas pada
temperatur yang sama, oleh karena itu umunya digunakan gas nitrogen (N2) atau
untuk material dengan luas permukaan spesifik yang kecil (< 1 m2/g) digunakan
gas krypton. Gas ini umunya disebut dengan adsorbat.
Sebelum gas dimasukan, sampel terlebih dahulu dipanaskan dalam keadaan
vakum untuk menghilangkan kontaminan seperti air dan minyak. Kemudian gas
dimasukkan secara bertahap dan gas tersebut akan membentuk lapisan
(monolayer) diseluruh permukaan material solid pada rentang P/P0 antara 0,05-
0,30 dengan P adalah tekanan gas dan P0 adalah tekanan saturasi gas. Dengan
11
menggunakan teori Brauneur-Emmet-Teller (BET) bisa diketahui jumlah molekul
adsorbat yang membentuk monolayer sesuai dengan persamaan,
00
0 11)/1(
/PP
cnc
cnPPnPP
mm
−+=
− (2.3)
dengan n adalah jumlah adsorbat pada tekanan relatif , adalah kapasitas
monolayer, dan c adalah konstanta. Selanjutnya untuk memperoleh luas
permukaan spesifik digunakan persamaan,
0/ PP mn
LanA mm= (2.4)
dan
mAa /= (2.5)
dengan adalah luas area material solid yang dilingkupi oleh satu molekul
adsorbat, adalah massa sampel dan A dan berturut-turut adalah luas
permukaan total dan luas permukaan spesifik.
ma
m a
Gambar 2.6. Ilustrasi Metoda Adsorpsi Gas Nitrogen (Metoda BET) (P/Po = 0-1)
2.2.3.2. Small-angle Neutron Scattering (SANS)
Small-angle Neutron Scattering (SANS) adalah teknik untuk mendeteksi
hamburan neutron pada sudut dibawah 5°[17]. Metoda berdasarakan fenomena
hamburan ini sangat berguna untuk mempelajari material yang heterogen dalam
skala nano khususnya untuk material yang mempunyai struktur nanopori[18].
Seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7. SANS dapat mempelajari struktur material
pada skala sepuluh sampai beberapa ratus Angstrom. Pada kisaran ukuran ini
12
terdapat berbagai material yang dapat dipelajari pada berbagai bidang studi yaitu,
mulai protein dan virus (biologi), emulsi dan mikroemulsi (polimer dan ilmu
material), sampai fraktal (fisika, geologi, dan metalurgi).
Gambar 2.7. Teknik Karakterisasi dan Kisaran Ukurannya.[20]
Konsep dari eksperimen hamburan adalah sederhana. Seperti terlihat pada
Gambar 2.8. , sinar monokromatik diarahkan kepada sampel. Intensitas dari
radiasi hamburan diukur sebagai fungsi dari sudut hamburan yang mempunyai
simbol θ . Namun umumnya variabel yang penting yaitu vektor hamburan, Q ,
yang nilainya berhubungan dengan sudut hamburan dan panjang gelombang :
λθπ 2/sin4
=Q (2.6)
13
Gambar 2.8. Skema Diagram dari Eksperimen Hamburan.[19]
Jarak yang terukur dari eksperimen adalah berbanding terbalik dengan Q (jarak ~
2π / ). Artinya untuk struktur dengan ukuran besar (contoh 100 AQ o atau 10 nm)
dibutuhkan yang kecil (contoh ~ 0,06AQ Q o –1). Untuk mendapatkan nilai Q
kecil pada eksperimen hamburan dibutuhkan kombinasi antara panjang
gelombang yang besar dan sudut hamburan yang kecil. Untuk hamburan cahaya,
panjang gelombang yang sesuai dengan atau lebih besar dari ukuran partikel
hamburan umunya dipakai. Untuk hamburan x-ray dan neutron, umunya
digunakan hamburan pada sudut kecil.
Untuk studi material berpori, SANS adalah teknik yang penting karena dapat
menunjukkan informasi detail dari mikrostruktur pori dalam kisaran ukuran 1 -
>100nm. Dengan menganalisa berbagai bagian dari kurva hamburan yang
didapatkan maka bisa didapatkan informasi mengenai ukuran pori, bentuk, dan
luas permukaan.
Hamburan neutron timbul dari variasi scattering length density, ρb, yang terjadi
pada jarak melebihi jarak interatomik dan juga terjadi apabila material solid
mengandung pori. Informasi detail mengenai porositas dan luas permukaan
didapatkan dari pengukuran distribusi angular intensitas hamburan (Gambar 2.9).
14
Gambar 2.9. Diagram Skematik dari Sistem SANS.[21]
Analisis hamburan pada kisaran 0,1 1≤≤ Qd , dengan d adalah ukuran pori,
memberikan detail mengenai ukuran dan bentuk objek hamburan (pori) sedangkan
informasi mengenai luas dan karakteristik permukaan didapatkan pada sudut lebih
besar seperti dtunjukkan Gambar 2.10. )1( >>Qd
Gambar 2.10. Ilustrasi Kurva SANS untuk Objek, contohnya Pori, dengan
dimensi . d
Hamburan koheren neutron berasal dari nuklei dan mempunyai distribusi spatial,
yang merupakan fungsi distribusi dari nuklei tersebut. Hamburan ini ditunjukkan
dalam persamaan,
NII
dd Scoh
0
)(Ω=
Ωσ
(2.7)
15
dimana adalah intensitas hamburan (neutron sSI -1) pada sudut Ω , adalah flux
datang (neutron s
0I-1 cm-2) dan N adalah jumlah nuklei hamburan yang terkena
sinar.
Menurut Porod, untuk kasus dimana terdapat sistem dua fasa dimana terdapat
batas yang jelas antara keduanya dan densitas hamburan untuk satu fasa, 1ρ ,
adalah konstan dan yang lainnya nol, maka dihasilkan persamaan,
421 ...2 −
∞→
=⎟⎠⎞
⎜⎝⎛
ΩQ
NS
dd
Q
ρπσ (2.8)
dengan merupakan total permukaan antara fasa. S
Persamaan ini memprediksikan bahwa pada sudut besar dari kurva hamburan,
intensitas berkurang dengan asimtot . Selain itu intensitas absolut hamburan
pada area ini bergantung hanya pada dua parameter pada sistem yaitu perbedaan
densitas panjang hamburan (scattering length density) antara kedua fasa, dan S
total area interface antara kedua fasa.
4−Q
Secara umum hamburan untuk banyak sistem material berpori, persamaan
hamburannya secara singkat diilustrasikan dengan,
)().(.)()( 22 QSQPnVQI sppp ρρ −= (2.9)
dengan adalah volume pori, densitas pori, pV pn pρ dan sρ berturut-turut adalah
densitas panjang hamburan dari pori dan fasa solid kontinu, dan adalah
faktor bentuk dari pori. adalah faktor struktur, yang ditentukan oleh
keteraturan dari struktur pori (ordering). Khusus untuk material dengan struktur
pori teratur (contohnya nanoporous material), salah satu karakteristik pola
hamburannya yaitu adanya puncak interferensi yang menandakan ordering pada
struktur pori.
)(QP
)(QS
2.3. Proses Sol-Gel
Pada proses sol-gel, prekursor molekular dirubah menjadi partikel berukuran nano
untuk membentuk suspensi koloid atau sol. Nanopartikel koloid ini kemudian
16
berikatan satu dengan yang lain melalui proses polimerisasi untuk membentuk gel.
Polimerisasi membuat proses difusi kimia terus meningkat kemudian gel tersebut
dikeringkan dan dikalsinasi untuk menghasilkan bubuk. Proses polimerisasi dari
sol menjadi gel ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11. Transformasi Sol ke Gel (pembentukan gel point)
Sebagai contoh pada proses pembuatan oksida metal, proses hidrolisis alkoxide
sebagai prekursor metal dilakukan dalam larutan alkohol, sehingga menghasilkan
metal hidroksida.
(2.10)
Pada reaksi ini terjadi pertukaran ion dari grup OHδ- yang bermuatan negatif ke
metal grup bermuatan positif (Mδ+). Kemudian terjadi transfer proton kepada grup
alkoxy bersamaan dengan eliminasi ROH.
17
(2.11)
Kondensasi dari molekul hidroksida dengan proses eliminasi air membentuk
terjadinya struktur gel dari metal hidroksida dengan reaksi,
(2.12)
Dengan perlakuan termal kepada gel metal hidroksida maka bubuk oksida metal
dapat dihasillkan. Karena proses ini dimulai dari koloid yang terdiri dari partikel-
partikel berukuran nano, maka material yang dihasilkan juga berskala nano. Alur
proses pembuatan metal oksida ini diilustrasikan pada Gambar 2.12.
Gambar 2.12. Alur Proses Sol-Gel pada Pembentukan Bubuk Oksida Metal[22]
18
Kuallitas dari bubuk menggunakan proses sol-gel sangat berkaitan dengan
kecepatan proses hidrolisis dan kondensasi. Proses hidrolisis yang lebih lambat
dan terkontrol umunya menghasilkan ukuran partikel yang lebih kecil dan
karakteristik yang lebih unik. Oleh karena itu parameter-parameter yang perlu
dikontrol yaitu
- konsentrasi air/alkohol/prekursor
- pH larutan
- temperatur proses
- pemilihan prekursor (struktur molekul, karakteristik ikatan)
2.4. Dye-sensitized Solar Cell
Dye Sensitized Solar Cell (DSSC), sejak pertama kali ditemukan oleh Professor
Michael Gratzel pada tahun 1991, telah menjadi salah satu topik penelitian yang
dilakukan intensif oleh peneliti di seluruh dunia. DSSC bahan disebut juga
terobosan pertama dalam teknologi sel surya sejak sel surya silikon[23].
Berbeda dengan sel surya konvensional, DSSC adalah sel surya fotoelektrokimia
sehingga menggunakan elektrolit sebagai medium transport muatan. Selain
elektrolit, DSSC terbagi menjadi beberapa bagian yang terdiri dari nanokristal
pori TiO2, molekul dye yang teradsorpsi di permukaan TiO2, dan katalis yang
semuanya dideposisi diantara dua kaca konduktif, seperti terlihat pada Gambar
2.13.
Gambar 2.13. Struktur Dye-sensitized Solar Cell[24]
Pada bagian atas dan alas sel surya merupakan glass yang sudah dilapisi oleh
TCO (Transparent Conducting Oxide) bianya SnO2, yang berfungsi sebagai
19
elektroda dan counter-elektroda. Pada TCO counter-elektroda dilapisi katalis
untuk mempercepar reaksi redoks dengan elektrolit. Pasangan redoks yang
umumnya dipakai yaitu I-/I3- (iodide/triiodide).
Pada permukaan elektroda dilapisi oleh nanokristal pori TiO2 yang mana dye
teradsorpsi di TiO2. Jumlah pori yang lebih banyak dengan pengaturannya dalam
struktur nano, memungkinkan dye yang teradsorpsi lebih banyak menghasilkan
proses absorbsi cahaya yang lebih efisien. Dye yang umumnya digunakan yaitu
jenis ruthenium complex.
Skema kerja dari DSSC ditunjukkan pada Gambar 2.14. Pada dasarnya prinsip
kerja dari DSSC merupakan reaksi dari transfer elektron. Proses pertama dimulai
dengan terjadinya eksitasi elektron pada molekul dye akibat absorbsi foton.
Elektron tereksitasi dari ground state (D) ke excited state (D*).
D + e- D* (2.13)
Elektron dari excited state kemudian langsung terinjeksi menuju conduction band
(ECB) titania sehingga molekul dye teroksidasi (D+). Dengan adanya donor
elektron oelh elektrolit (I-) maka molekul dye kembali ke keadaan awalnya
(ground state) dan mencegah penangkapan kembali elektron oleh dye yang
teroksidasi.
2D+ + 3e- I3- + 2D (2.14)
Gambar 2.14. Skema Kerja dari DSSC[24]
20
Setelah mencapai elektroda TCO, elektron mengalir menuju counter-elektroda
melalui rangkaian eksternal. Dengan adanya katalis pada counter-elektroda,
elektron diterima oleh elektrolit sehingga hole yang terbentuk pada elektrolit (I3-),
akibat donor elektron pada proses sebelumnya, berekombinasi dengan elektron
membentuk iodide (I-).
I3- + 2e- 3I- (2.15)
Iodide ini digunakan untuk mendonor elektron kepada dye yang teroksidasi,
sehingga terbentuk suatu siklus transport elektron. Dengan siklus ini terjadi
konversi langsung dari cahaya matahari menjadi listrik.
21