bab 2 sumber-sumber hukum islam 2.1. sumber- sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-pk...

60
18 BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan Garis Hukum dalam Al Qur’an dan Hadits Garis hukum adalah ketentuan yang jelas yang dirumuskan secara tersendiri dan mempunyai hubungan dengan penggolongan dari al ahkam al khamsah. Hubungan antara garis hukum dengan al ahkam al khamsah ada yang langsung ada juga yang tidak langsung. Banyak di antara garis hukum belum pasti dapat ditentukan hukumnya apakah wajib, haram, sunnah, makruh atau mubah dengan melihat pada garis hukum itu saja. Ada pula sebagian garis hukum yang di dalamnya sekaligus telah ada penegasan hukumnya sehingga hukumnya langsung bertaut dan termuat dalam garis hukum yang bersangkutan. Untuk garis hukum yang belum pasti hukumnya penerapan dan penyesuaian kepada hukum dibantu dengan bahan-bahan dan keterangan-keterangan lainnya. Cara untuk membentuk garis hukum adalah dengan mempergunakan ayat-ayat Al Qur’an , hadits Rasul dan pendapat atau ijtihad ulil-amri, ijtihad yang sangat dikenal adalah atsar sahabat Rasul begitu juga dengan ijtihad mujtahid-mujtahid Islam lainnya. Dapat diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang berbeda tentang suatu hal, lebih baik dikembalikan kepada Allah dan Rasul, tidak dikembalikan ke ulil amri, seperti yang disebutkan dalam firman Allah Surah An-Nisa:59 “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ullil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang Demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” 29 Dasar pembentukan garis hukum itu berupa ayat Al Quran, hadits Rasul, dan ijtihad ulil amri, yang mana merupakan sumber dari hukum Islam, ’dalil’ 29 Al Qur’an dan Terjemahan., Op. Cit., QS:IV:59. Universitas Indonesia Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Upload: hoangkhue

Post on 30-Jan-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

18

BAB 2

SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM

2.1. Sumber- Sumber dan Garis Hukum dalam Al Qur’an dan Hadits

Garis hukum adalah ketentuan yang jelas yang dirumuskan secara

tersendiri dan mempunyai hubungan dengan penggolongan dari al ahkam al

khamsah. Hubungan antara garis hukum dengan al ahkam al khamsah ada yang

langsung ada juga yang tidak langsung. Banyak di antara garis hukum belum pasti

dapat ditentukan hukumnya apakah wajib, haram, sunnah, makruh atau mubah

dengan melihat pada garis hukum itu saja. Ada pula sebagian garis hukum yang di

dalamnya sekaligus telah ada penegasan hukumnya sehingga hukumnya langsung

bertaut dan termuat dalam garis hukum yang bersangkutan. Untuk garis hukum

yang belum pasti hukumnya penerapan dan penyesuaian kepada hukum dibantu

dengan bahan-bahan dan keterangan-keterangan lainnya. Cara untuk membentuk

garis hukum adalah dengan mempergunakan ayat-ayat Al Qur’an , hadits Rasul

dan pendapat atau ijtihad ulil-amri, ijtihad yang sangat dikenal adalah atsar

sahabat Rasul begitu juga dengan ijtihad mujtahid-mujtahid Islam lainnya. Dapat

diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang berbeda tentang suatu

hal, lebih baik dikembalikan kepada Allah dan Rasul, tidak dikembalikan ke ulil

amri, seperti yang disebutkan dalam firman Allah Surah An-Nisa:59

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ullil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang Demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”29

Dasar pembentukan garis hukum itu berupa ayat Al Quran, hadits Rasul,

dan ijtihad ulil amri, yang mana merupakan sumber dari hukum Islam, ’dalil’

29 Al Qur’an dan Terjemahan., Op. Cit., QS:IV:59.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 2: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

19

hukum Islam, atau ’pokok’ hukum Islam, atau ’dasar’ hukum Islam30.

Berdasarkan hadits Mu’az bin Jabal, ketiga sumber hukum Islam tersebut

merupakan rangkaian kesatuan, dengan urutan keutamaan, tidak boleh dibalik.

Urutannya adalah Al Qur’an dan As Sunnah yang terdapat dalam kitab-kitab

Hadits yang biasa disebut Al Hadits merupakan sumber utama, sedangkan akal

pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berijtihad menentukan norma

benar-salahnya suatu perbuatan merupakan sumber tambahan atau sumber

pengembangan. Dari hadits Mu’az bin Jabal dapat dismpulkan hal lain di

antaranya:

”(1)Al Qur’an bukanlah kitab hukum yang memuat kaidah-kaidah hukum secara lengkap dan terperinci. Pada umumnya hanya memuat kaidah-kaidah hukum fundamental yang harus dikaji dengan teliti dan dikembangkan oleh pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk diterapkan dalam masyarakat, (2) Sunnah Nabi Muhammad dalam Al-Hadits pun sepanjang yang mengenai soal muamallah yaitu soal hubungan antara manusia dengan manusia lain dalam masyarakat, pada umumnya hanya mengandung kaidah-kaidah umum yang harus dirinci oleh orang yang memenuhi syarat untuk dapat diterapkan pada atau dalam kasus-kasus tertentu, (3) Hukum Islam yang terdapat dalam Al Qur’an dan As Sunnah atau Al Hadist itu perlu dikaji, dirinci lebih lanjut, (4) Hakim (atau penguasa) tidak boleh menolak untuk menyelesaikan suatu masalah atau sengketa dengan alasan bahwa hukumnya tidak ada. Ia wajib memecahkan masalah atau menyelesaikan sengketa yang disampaikan kepadanya dengan berijtihad, melalui berbagai jalan (metode), cara atau upaya.”

Dasar dari pembentukan garis hukum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

berupa ayat Al Qur’an, Hadits Rasul, dan ijtihad ulil amri.

a. Al Qur’an

Al Quran adalah kalam (diktum) Allah SWT yang diturunkan olehNya

dengan perantaan malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah. Juga sebagai

undang-undang yang dijadikan pedoman umat manusia dan sebagai amal 30 Ali, Op.Cit., hlm. 75-76.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 3: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

20

ibadah jika dibacanya,31 merupakan sumber hukum utama yang memuat

kaidah-kaidah fundamental (asasi) yang perlu dikaji dengan teliti dan

dikembangkan lebih lanjut. Al Qur’an adalah kitab suci yang memuat

wahyu (firman) Allah, asli seperti yang disampaikan oleh Malaikat Jibril

kepada Nabi Muhammad untuk menjadi pedoman atau petunjuk bagi umat

manusia dalam hidup dan kehidupannya mencapai kesejahteraan di dunia

dan di akhirat. Al Qur’an adalah kalam (diktum) Allah SWT yang

diturunkan oleh-Nya dengan perantaan Malaikat Jibril ke dalam hati

Rasulullah. Al Qur’an merupakan intisari dari semua pengetahuan, yang

bersifat prinsipal saja. Sesuatu yang mustahil jika manusia mencoba

mencari penjelasan ilmiah yang terinci di dalam Al-Qur’an dilakukan oleh

beberapa penafsir. Untuk menemukan maksud dari prinsip-prinsip yang

terkandung dalam Al Qur’an manusia harus menghayati arti sebenarnya

sehingga dapat diketemukan dasarnya, bukan rincian ilmu pengetahuan

dalam Al Quran.

Menurut para ahli, garis-garis besarnya Al Qur’an memuat soal-soal yang

berkenaan dengan (1)akidah, (2)syari’ah baik ibadah maupun muamallah,

(3)akhlak (4)kisah-kisah umat manusia di masa lalu, (5)berita-berita

tentang zaman yang akan datang (kehidupan akhirat), (6) benih atau

prinsip-prinsip ilmu pengetahuan, dasar-dasar hukum, yang berlaku bagi

alam semesta termasuk manusia di dalamnya.32 Dengan sempurnanya

turunnya Al Qur’an maka menjadi lengkapalah syari’at Islam.33

Hukum Muamallah dapat dirinci sebagai berikut:34

31 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam (Ilmu Ushul-Fiqh), (Jakarta: Rajawali Pers, 1985), hlm. 22.

32 Ali, Op.Cit., hlm. 83-84

33 Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh (Ushul al Fiqih), diterjemahkan oleh Saefullah MA, et.Al., cet.5 (Jakarta:Pustaka Firdaus, 1999), hlm. ix. 34 Khallaf, Op. Cit., hlm. 41-42.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 4: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

21

1. Hukum badan pribadi, yang berhubungan dengan unit keluarga

mengatur hubungan suami-isteri dan sanak kerabat, antara satu dengan

yang lainnya.

2. Hukum Perdata, yang berhubungan dengan muamallah antara

perorangan, masyarakat dan persekutuannya seperti jual beli, sewa-

menyewa, gadai-menggadai, pertanggungan, syirkah, utang piutang

dan memenuhi janji secara disiplin. Mengatur hubungan perorangan,

masyarakat yang menyangkut harta kekayaan dan memelihara hak

setiap orang bersangkutan yang mempunyai hak.

3. Hukum Pidana, yang berhubungan dengan tindak kriminal dan

masalah pidananya bagi si pelaku kriminal.

4. Hukum Acara, yang berhubungan dengan pengadilan, kesaksian dan

sumpah, merealisasikan keadilan di antara sesama ummat manusia.

5. Hukum Ketatanegaraan, yang berhubungan dengan peraturan

pemerintahan dan dasar-dasarnya, membatasi hubungan antara

penguasa dengan rakyatnya.

6. Hukum Internasional, yang berhubungan dengan masalah-masalah

hubungan antar negara-negara Islam dengan bukan negara Islam dalam

situasi damai maupun dalam keadaan perang.

7. Hukum Ekonomi dan Keuangan, yang berhubungan dengan hak orang

miskin yang meminta, dan orang miskin yang yang tidak mendapat

bagian dari harta orang yang kaya dan mengatur irrigasi serta

perbankan.35 Mengenai muammalah ini sifatnya terbuka untuk

dikembangkan melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat untuk

melakukan usaha itu karena berhubungan langsung dengan kehidupan

sosial manusia. Hal yang menarik adalah hukum Islam tidak

membedakan dengan tajam antara hukum perdata dengan hukum

publik karena menurut sistem hukum Islam pada Hukum perdata

terdapat segi-segi publik begitu juga sebaliknya, pada hukum publik

ada segi-segi perdatanya.36

35 Khallaf, Ibid. 36 Ali, Opcit., hlm. 55-56.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 5: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

22

Al Qur’an yang terdiri dari 30 juz dan 114 surat dan 6666 ayat sebagian

surat, dan ayatnya turun di Mekkah, sebanyak 86 surat dan sebagian surat

dan ayat turun di Mekkah, sebagian surat dan ayat turun di Madinah

sebanyak 28 surat.37 Dimulai dengan surah Al Fatihah dan ditutup dengan

surah An Nas. Ayat-ayat Al Qur’an yang turun di Madinah, surahnya

cenderung lebih panjang dibanding surah Makiyah karena lebih

mengandung muamalah. Ayat-ayat Al Qur’an yang turun di Madinah

mengandung hukum-hukum (syari’at) antara lain hukum pemerintahan,

hukum hubungan antara orang-orang muslim dan non muslim mengenai

perjanjian dan perdamaian.

Pada kenyataanya, saat ini kita temui bermacam-macam buku tafsir Al

Quran, perbedaan keahlian orang yang menyusun tafsir memberi corak

tersendiri kepada tafsir yang disusunnya hal itu disebakan oleh padatnya

kata-kata dalam ayat Al Quran dan mengandung makna yang tidak mudah

dipahami. Tafsir Al Quran pun berkembang terus dari massa ke massa.

Namun perlu diingat baik-baik bahwa bagaimanapun baiknya penjelasan,

tafsiran atau terjemahan Al Qur’an bukanlah Al Qur’an, karena tafsiran

atau terjemahan Al Qur’an tidak sama dan tidak boleh disamakan dengan

Al Qur’an. Menafsiri sebuah surat atau ayat dengan lafazh Al Qur’an

dengan lafazh Arab sebagai sinonim lafazh-lafazh Al Qur’an, yang bisa

memberikan makna seperti lafazzh asalnya, tidaklah kemudian lafazh-

lafazh sinonim itu termasuk Al Qur’an sekalipun penafsiran itu sudah

sesuai dengan makna yang ditafsiri karena Al Qur’an terdiri dari lafazh-

lafazh Arab yang khusus. Penafsiran/terjemahan tidak pula mendapat

ketetapan hukum-hukum Al Qur’an. Penafsiran/terjemahan hanya boleh

dianggap sebagai penjelas makna Al Qur’an.38

37 Nazar Bakry, Fiqh dan Ushul Fiqh (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996) hlm. 33 38 Khallaf, Op. Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 6: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

23

b. Hadits dan Sunnah Rasul

Hadits merupakan sumber hukum Islam setelah Al Qur’an, karena melalui

kitab-kitab hadits seorang Muslim mengenal Nabi dan isi Al Qur’an.

Tanpa Hadits atau sering juga disebut As Sunnah, sebagian besar isi Al

Qur’an akan tersembunyi dari mata manusia. Antara Al Qur’an dengan As

Sunnah tidak boleh dicerai pisahkan.

Dalam perkatan sehari-hari, hadits dan Sunnah adalah sama, namun para

ahli ada yang membedakannya. Hadits artinya kabar, berita atau baru. Jika

dihubungkan dengan nabi artinya kabar, berita mengenai sesuatu dari nabi.

Sunnah, menurut beberapa ahli hukum Islam adalah kebiasaan yang

terdapat dalam masyarakat Arab, Sunnah dalam pengertian ini disebut

Sunatut taqrir, sunnah dalam bentuk pendiaman nabi tanda menyetujui

sesuatu perbuatan atau hal. Setelah Islam berkembang, kebiasaan orang

Arab ini ada pula yang diubah Nabi dan kemudian oleh para sahabatnya.

Hadits adalah keterangan resmi yang berasal dari Nabi yang disampaikan

secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Sunnah Rasul ada yang berupa sunnah qauliyah (perkataan Rasul), sunnah

fi’liyah (perbuatan Rasul) dan Sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah

(sikap diam Rasulullah). Hadits-hadits terkumpul dalam kitab-kitab hadits,

yang terkemuka adalah al-kutub al sittah (kitab-kitab hadits yang disusun

oleh enam orang muhaddis) yaitu: Bukhari, Muslim, Abu Daud, Tarmizi,

Ibnu Majah, Nasa’i. .Hadits atau Sunnah Rasul yang terdapat dalam kitab-

kitab hadits terdiri dari dua bagian, isnad dan matn. Isnad/sanad

merupakan sandaran dari suatu hadits yaitu orang-orang yang menjadi

mata rantai penghubung yang menyampaikan hadits itu sejak dari Rasul

sampai kepada ahli hadits yang membukukannya.

Bagian yang kedua adalah bagian matn yaitu materi atau isi hadits atau

sunnah. Dalam penilaian untuk penggunaan suatu hadits sebagai alasan

menetapkan hukum, umumnya oleh ahli Hukum Islam di masa yang lalu

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 7: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

24

lebih ditekankan pada Isnad/sanad, sedangkan Matn diletakkan pada

tempat kedua. Menurut pendapat Sayuti Thalib, kedudukan Matn adalah

juga sangat penting untuk penafsiran suatu hadits, untuk itu Matn harus

mendapat penilaian sama sekuat penilaian atas Isnad/sanad suatu hadits.

Ucapan dan perbuatan Rasul yang dimaksudkan untuk membentuk hukum

syariat Islam secara umum dan sebagai tuntutan bagi ummat Islam,

haruslah diikuti. Namun ada beberapa yang bukan merupakan syariat,

yaitu dalam keadaan tertentu Rasulullah SAW, di antaranya adalah:39

1. Hal-hal yang keluar dari Rasulullah SAW yang bersifat kemanusiaan

seperti berdiri, duduk, berjalan, tidur, makan, minum. Hal tersebut bukan

syariat karena bukan bersumber kepada tugas (risalah)nya tetapi

bersumber dari naluri kemanusiaan. Perlu diperhatikan, jika perbuatan

kemanusiaan itu adalah tuntunan, maka perbuatan tersebut termasuk

hukum (syari’at) Islam.

2. Hal-hal yang keluar dari Rasulullah yang bersifat pengetahuan

kemanusiaan, kepandaian, dan beberapa eksperimen manusiawi bukan

merupakan hukum (syariat) Islam.

3. Hal-hal yang keluar dari Rasulullah dan ada dalil syar’i yang menunjukkan

atas kekhususan bagi Nabi dan bukan tuntunan, maka hal itu bukanlah

hukum (syariat) Islam.

c. Ijtihad ulil amri

Dalam kamus bahasa Arab, al Munjid, susunan Ma’luf al Yasu’i Beirut,

ijtihad diartikan adalah bersungguh-sungguh sehabis usaha. Menurut

Abdul Hamid Hakim, arti ijtihad dari segi tehnis hukum adalah

bersungguh-sungguh sekuat-kuatnya untuk mencapai hukum syari’i

dengan jalan mengambil hukum dari Al Qur’an dan Sunnah. Sedangkan

menurut kata-kata atau bahasa, menurut A. Hamid Hakim, ijtihad berarti

bersungguh-sungguh yaitu bersusah payah. Imma Syafi’i sendiri

menyamakan arti ijtihad dengan arti qiyas yaitu berijtihad berarti

39 Khallaf, Op. Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 8: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

25

menjalankan qiyas atau membandingkan suatu hukum kepada suatu

hukum yang lain, ijtihad diartikan secara sempit. Menrut M. Hasbi Ash-

Siddieqy ijtihad dalam arti luas adalah mempergunakan segala

kesanggupan untuk mengeluarkan hukum syara’ dari kitab Allah dan

hadits Rasul. Muhammad Daud Ali mengartikan ijtihad sebagai usaha atau

ikhtiar yang sungguh-sungguh dengan mengarahkan seluruh kemampuan

dilakukan oleh orang (ahli Hukum) yang memenuhi syarat untuk

merumuskan garis hukum yang belum jelas atau tidak ada ketentuannya

dalam Al Qur’an dan Sunnah. Menurut Mukhtar Yahya dan

Fatchurrahman, ijtihad adalah mencurahkan seluruh kemampuan berpikir

untuk mengeluarkan hukum syar’i dari dalil-dalil syara’ yaitu Al Qur’an

dan Sunnah.40 Menurut Satria Effendi M. Zein, arti ijtihad secara

etimologi adalah bersungguh-sungguh dalam menggunakan tenaga baik

fisik maupun pikiran, di kalangan ulama ushul fiqih, seperti yang

dikemukakan Ibnu Abd al-Syukur dari kalangan hanafiyah ijtihad adalah

pengerahan kemampuan untuk menemukan kesimpulan-kesimpulan

hukum syara’ sampai ke tingkat zanni (dugaan Keras) sehingga yang

berijtihad itu merasakan tidak lagi bisa lebih dari itu.41 Sayuti Thalib

mengartikan ijtihad sebagai usaha yang bersungguh-sungguh untuk

merumuskan garis hukum dari Al Qur’an dan Sunnah Rasul.42

Pembentukan hukum sesuatu hal biasanya tidak hanya dibahas dari segi

ijtihad saja, tapi juga dari segi taqlid. Ijtihad berada di pihak paling tinggi

berupa mengeluarkan hukum dari alasan-alasannya (orang yang berijtihad

disebut Mujtahid), sedangkan taqlid hanya mengikuti saja pendapat

mujtahid tanpa mengetahui alasan-alasannya. Orang yang bertaqlid disebut

Muqallid, tidaklah salah. Yang dapat dikatakan salah adalah Muqallid

yang tidak mau berusaha mengetahui alasan sesuatu persolan.43 Dan yang

lebih dapat dipersalahkan adalah orang yang berusaha agar orang lain yang

40 Ibid. 41 Ibid. 42 Zahra, Op. Cit.

43 Thalib, Op. Cit., hlm.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 9: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

26

bertaqlid selalu dihalang-halangi untuk mengetahui alasan yang

sebenarnya.

Ijtihad merupakan pembentukan garis hukum dilakukan oleh ulil-amri.

Dalam Surat An-Nisa ayat 59 menurut Satria Effendi M. Zein dipahami

dalam dua pengertian:

a) Ulil amri dalam pengertian umara atau penguasa. Yang dimaksud

penguasa adalah petugas-petugas kekuasaan Negara Islam.

Ketentuan hukum yang dibentuk oleh umara adalah ketentuan

hukum ketatanegaraan disebut siyasah syar’iyah. Para umara di

antaranya: Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin ’Affan, Ali

bin Abi Thalib, Mua’adz bin Jabal, dan lain-lain.

b) Ulil Amri dalam pengertian ulama atau mujtahid atau sebagai

pembina hukum (Islam). Walaupun ulama atau mujtahid tidak

memegang fungsi dalam lingkungan penguasa, mereka tetap diakui

sebagai pembina hukum dan diperintahkan mentaati dan mengikuti

hasil-hasil ijtihad mereka dalam menafsirkan Al Qur’an dan

Sunnah Rasul dan mengembangkannya. Beberapa para ahli Hukum

Islam yang terkenal di antaranya: Zaid bin Tsabit, Ibnu ’Abbas,

Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad bin

Hanbal, A. Hassan, Hazairin.

Cara mereka menetapkan hukumnya dengan meneliti Bahasa Arab,

menafsirkan kata demi kata dan mengetahui dasar Ushul Fiqih. Di

samping itu, mereka tidak terlepas daripada dapat membedakan

antara hukum adat, hukum akal dan hukum syara’. Para mujtahid

perlu mempunyai syarat sebagai berikut:44

- Benar-benar mengetahui nash-nash (ketentuan-ketentuan) Qur’an

dan Hadits yang berhubungan dengan masalah yang

diijtihadkannya.

- Benar-benar mengetahui/ mengerti Bahasa Arab yang hendak

ditafsirkan serta mengerti susunan Al qur’an sehingga ia dapat

mengambil hukum dengan teliti.

44 Ali, Op. Cit., hlm. 118

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 10: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

27

- Betul-betul tahu dengan ilmu hadits sehingga ia dapat

membedakan antara hadits yang dapat menjadi dalil dengan

hadits dila’if.

- Mengetahui tiang dan dasar utama untuk berijtihad yakni ilmu

Ush Fiqh.

Ada beberapa cara atau metode untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad yang

dilakukan sendiri-sendiri maupun dengan bersama-sama dengan orang lain.

Metode tersebut di antaranya:45

1) Ijma’, yakni persetujuan atau kesesuian pendapat para ahli mengenai

suatu masalah (hukum syariat mengenai suatu kejadian/kasus) pada

suatu tempat di suatu massa yang diperoleh dengan suatu cara di

tempat yang sama. Ijma’ dilakukan setelah Rasulullah wafat. Ijma’

yang hakiki hanya mungkin terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin.

Saat Rasulullah masih hidup, Beliau sendirilah sebagai tempat

kembali hukum syariat Islam sehingga tidak terdapat perselisihan

mengenai hukum Syariat Islam dan tidak terjadi pua kesepakatan

(ittiqaf), karena kesepakatan tersebut tidak akan terwujud kecuali

dari beberapa orang.46 Sekarang ijma’ hanya berarti persetujuan atau

kesesuaian pendapat di suatu tempat mengenai tafsiran ayat-ayat

hukum tertentu dalam Al Qur’an. Kini sulit dicari suatu cara dan

sarana yang dapat dipergunakan untuk memperoleh persetujuan

seluruh ahli mengenai suatu masalah pada suatu massa di tempat

yang berbeda karena luasnya bagian dunia yang didiami oleh umat

Islam, beragamnya sejarah, budaya dan lingkungannya.

2) Qiyas adalah menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat

ketentuannya dalam Al Qur’an dan As Sunnah dengan hal lain yang

hukumnya disebut dalam Al Qur’an dan As Sunnah karena ada

persamaan illat (penyebab atau alasan/ dasar hukumnya). Qiyas

45 Ibid., hlm.120-123. 46 Khallaf, Op. Cit., hlm. 64.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 11: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

28

adalah ukuran yang dipergunakan oleh akal budi untuk membanding

suatu hal dengan hal lain.

3) Istidal adalah menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan,

contohnya menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama

yang diwahyukan sebelum Islam.

4) Maslahat Mursalah adalah menemukan hukum sesuatu hal yang

tidak terdapat ketentuannya baik dalam Al Qur’an maupun dalam

kitab-kitab hadits, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan

masyarakat atau kepentingan umum. Artinya mendatangkan

keuntungan bagi mereka dan menolak madharat serta menghilangkan

kesulitan. Maslahat jadi baru menurut barunya keadaan ummat

manusia dan berkembang menurut perkembangan lingkungan.47

5) Istihsan menurut bahasa adalah menganggap baik48, dapat diartikan

Istihsan sebagai cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang

dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.

Metode ini merupakan cara yang unik dalam menggunakan akal

pikiran dengan mengesampingkan analogi yang ketat dan bersifat

lahiriah demi kepentingan masyarakat dan keadilan. Istihsan adalah

suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu

keadaan.49

6) Istisab adalah menetapkan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang

terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya. Dengan

kata lain, istisab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang

telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya.

7) ’Urf atau adat istiadat yang tidak bertentangan dengan hukum islam

dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang

bersangkutan. Adat istiadat berkenaan dengan soal muamalah.

Menurut kaidah hukum Islam adat dapat dikuhkan menjadi hukum

47 Ibid, hlm. 127. 48 Ibid., hlm. 120. 49 Ibid.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 12: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

29

(al-’adatu muhakammah), hukum adat tersebut dapat berlaku bagi

umat Islam.

2.2. Fiqh dan Ushul Fiqh

Fiqh dalam Islam sangat penting sekali fungsinya karena dapat menuntun

manusia kepada kebaikan dan bertakwa kepada Allah. Secara umum Fiqh dapat

diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari bermacam-macam syariat atau

Hukum Islam dan berbagai macam aturan hidup bagi manusia, baik yang bersifat

individual maupun yang berbentuk masyarakat sosial. Ilmu fiqh merupakan suatu

kumpulan ilmu yang sangat besar gelanggang pembahasannya, yang

mengumpulkan berbagai macam jenis Hukum Islam dan bermacam rupa aturan

hidup, untuk keperluan seseorang, segolongan dan semasyarakat, seumum

manusia. 50 Banyak para ulama Islam yang mengartikan Fiqh, telah disepakati

oleh para ulama-ulama Islam dari mahzab yang berbeda-beda bahwa Fiqh

merupakan segala tindakan manusia, baik berupa ucapan atau perbuatan yang ada

dalam ibadah dan muamallah, atau berupa pidana dan perdata yang terjadi dalam

soal-soal aqad (contract) atau pengelolaan (Tasharruf), dalam syariat Islam di

mana semua itu termasuk dalam lapangan hukum. Hukum-hukum tersebut

sebagian telah dijelaskan dalam Al Qur’an dan al Sunnah sedangkan sebagian

yang lain belum dijelaskan. Meski demikian, syariat Islam telah membuat dalil-

dalil dan tanda-tanda bagi hukum tersebut sehingga seorang mujtahid dengan

media dalil dan tanda-tanda yang ada dapat melahirkan ketetapan dan penjelasan

tentang hukum yang belum dijelaskan.51

Dalam bahasa Arab, perkataan fiqh artinya paham atau pengertian, dengan

kata lain ilmu fiqh adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan

norma-norma hukum dasar yang terdapat di dalam Al Qur’an dan ketentuan-

ketentuan umum yang ada dalam Sunnah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab

hadits. Ilmu fiqh adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum dalam Al

Qur’an dan Sunnah untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang sehat akalnya

dan berkewajiban melaksanakan Hukum Islam. Hasil pemahaman tentang Hukum

50 Nazar Bakry, Op. Cit., hlm. 7. 51 Khallaf, Op. Cit., hlm. 1.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 13: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

30

Islam itu disusun secara sistematis dalam kitab-kitab fiqh dan disebut sebagai

hukum fiqh.52

2.2.1. Syariat dan Fiqh Islam

Ada dua istilah yang digunakan untuk menunjukkan hukum Islam yaitu

Syariat Islam dan Fiqh Islam. Dalam praktik seringkali baik syariat islam maupun

fiqh dirangkum dalam kata hukum Islam tanpa menjelaskan apa yang dimaksud.

Hubungan keduanya memang sangat erat, dapat dibedakan namun tidak mungkin

dicerai pisahkan. Syariat adalah landasan fiqh, fiqh adalah pemahaman syariat.53

Fiqh tidak dapat menghapuskan sama sekali hukum syariat dan Fiqh tidak boleh

bertentangan dengan hukum syariat apalagi jika ketentuan hukum syariat telah

tegas jelas bunyinya, yang tidak mungkin diartikan lain dari makna yang

disebutnya. Di Indonesia, mayoritas menganut Mazhab Syafi’i yang mengartikan

syariat sebagai gabungan antara syariat dan fiqh itu sendiri. Menurut Mazhab

Syafi’i “Syariat adalah ‘peraturan-peraturan yang bersumber dari wahyu dan

‘kesimpulan-kesimpulan’ yang dapat dianalisis dari wahyu itu mengenai tingkah

laku manusia.”

Seorang ahli hukum di Indonesia harus dapat membedakan mana hukum

Islam yang disebut hukum syariat dan mana yang disebut hukum fiqh. Perbedaan

antara Syariat dan Fiqh di antaranya:54

1. Syariat adalah wahyu Allah dan Sunnah Nabi Muhammad. Sedangkan

Fiqh adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang

syariat dan hasil pemahaman itu.

2. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih

luas karena termasuk akidah dan akhlaq. Fiqh bersifat instrumental,

ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan

manusia yang biasanya disebut sebagai perbuatan hukum.

52 Ali, Op. Cit., hlm. 48-49. 53 Ibid., hlm. 49. 54 Ibid., hlm. 50-51.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 14: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

31

3. Syariat adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu

berlaku abadi, sedangkan Fiqh adalah karya manusia yang tidak

berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa.

4. Syariat hanya satu, sedang fiqh mungkin lebih dari satu seperti terlihat

aliran-aliran hukum yang disebut dengan mahzab.

5. Syariat menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedangkan fiqh

menunjukkan keragamannya.

2.2.2. Hubungan Fiqh dengan Ushul Fiqh

Fiqh adalah proses pembelajaran untuk mengetahui hukum-hukum

(syariat) Islam, Ushul Fiqh dapat diartikan sebagai kaidah-kaidah yang

dibutuhkan untuk mengeluarkan hukum dan perbuatan-perbuatan manusia yang

dikehendaki oleh Fiqh. Hubungan antar Fiqh dan Ushul Fiqh sangat erat, hingga

tidak dapat dipisahkan.55 Keduanya saling melengkapi, dalam satu tujuan untuk

menerapkan hukum Islam terhadap orang-orang mukallaf. Ilmu Fiqh merupakan

produk dari Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh berkembang karena berkembangnya ilmu

Ushul Fiqh. Ilmu Fiqh akan bertambah maju manakala ilmu Ushul Fiqh

mengalami kemajuan karena Ilmu Ushul Fiqh semacam alat yang menjelaskan

metode dan sistem penentuan hukum berdasarkan dalil-dalil naqli maupun aqli.56

Ilmu Ushul Fiqh adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam-macam

ketentuan dan kaidah sehingga diperoleh ketetapan hukum syariat yang harus

diamalkan manusia.57

Ushul Fiqh lahir lebih dulu dari Fiqh sebab Fiqh diciptakan dari Ushul

Fiqh. Peran Ushul Fiqh untuk menciptakan hukum dan dalil-dalil yang terinci dan

kuat. Kedudukan Ushul Fiqh sebagai dasar dari Fiqh Islam, artinya Ushul Fiqh

merupakan sumber-sumber/ dalil-dalil dan bagaimana cara menunjukkan dalil

tersebut kepada hukum syariat secara garis besar. Tanpa pembahasan mengenai

55 Bakry, Op. Cit., hlm. 23. 56 Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Dep. Agama R.I., Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarta, Departemen Agama, 1981), hlm. 19. 57 Loc. Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 15: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

32

Ushul Fiqh, maka Fiqh tidak dapat diciptakan karena dasar Ushul Fiqh harus

dipahami lebih dahulu.

Al Qur’an, hadits Rasul dan ijtihad adalah bahan yang diselidiki oleh ilmu

ushul fiqh, hasil penyelidikannya berupa fiqh. Ilmu khusus untuk mengolah

sumber hukum dan mencabut serta melahirkan garis hukum daripadanya yang

disebut ilmu ushul fiqh.58

2.3. Kompilasi Hukum Islam di Indonesia

Hukum Islam menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara pada masa sekarang karena umat Islam di Indonesia

merupakan kelompok mayoritas baik di Indonesia sendiri maupun kelompok

terbesar di dunia. Hukum Islam sebagai hukum yang dibuat dan berlaku terutama

bagi umat tersebut adalah merupakan hukum dengan subjek yang besar. Hukum

Islam menempati posisi yang sangat strategis bukan saja bagi umat Islam

Indonesia tapi bagi dunia Islam pada umumnya dan sekaligus juga menempati

posisi yang strategis dalam Sistem Hukum Indonesia. Jika ditelaah lebih jauh,

Indonesia bukanlah sebuah Negara Islam, tapi sebuah Negara Nasional tidak

memberi tempat hanya pada umat Islam untuk melaksanakan Hukum Islam, tapi

juga memberi tempat pada umat-umat penganut agama lain seperti Kristen

Protestan, Katolik, Hindu dan Budha, tapi negara secara formal juga tidak

sepenuhnya menutup mata dari pelaksanaan hukum Islam sehingga di samping

punya landasan dogmatik pelajaran agama, keberadaan hukum Islam juga

didukung oleh umatnya dan untuk sebagian punya landasan formal dari

Kekuasaan Negara Republik Indonesia.59

Walaupun Negara Republik Indonesia bukan merupakan Negara Islam,

Pancasila sebagai dasar Negara menjamin untuk menjalankan syariat agama

dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa-nya. Hukum Islam menempati posisi

yang sangat penting sekali, hal ini sejalan dengan ajaran tauhid yang merupakan

sendi pokok dari ajaran Islam. Hukum Islam telah memberikan landasan Idiil

58 Thalib, Op. Cit., hlm. 22. 59 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta: Akademika Pressindo, 2004), hlm. 1-3.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 16: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

33

yang cukup kokoh untuk melaksanakan ketentuan Hukum Islam dalam Negara

Hukum yang berdasarkan Pancasila. Kemudian dalam Undang-Undang Dasar

1945 ditegaskan pula bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama

dan kepercayaannya. Landasan konsitusional itulah yang menjadi jaminan formal

dari setiap muslim dan umat Islam di Indonesia untuk melaksanakan ketentuan

Hukum Islam dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat dan bangsa

Indonesia.

Bangsa Indonesia dan Negara Republik Indonesia dalam rangka kegiatan

pembangunannya telah menempatkan pembinaan Hukum Nasional sebagai salah

satu bidang garapannya. Selama beberapa abad Indonesia masih disibukkan

dengan berbagai kegiatan merancang apa dan bagaimana Hukum Nasional yang

dibentuk, di situlah peluang Hukum Islam untuk dapat menjadi salah satu bahan

Hukum Nasional. Selain dari Hukum Islam, bahan Hukum Nasional juga

mengadopsi Hukum Barat dan Hukum Adat. Jika Hukum Islam ingin

mendapatkan tempat yang lebih luas dalam kehidupan Hukum Nasional harus

dapat menunjukkan keunggulan komparatifnya dari berbagai Hukum yang

lainnya.60

Selain itu, Hukum Islam selalu menampakkan dua wajah. Hukum Islam

yang bersifat universal dengan daya jangkau untuk semua tempat dan segala

zaman, namun di sisi lainnya Hukum Islam juga dituntut untuk menempatkan diri

dengan wajahnya yang khas. Hukum Islam Indonesia masa kini yang merupakan

sebuah label yang diberikan pada ketentuan-ketentuan hukum Islam yang berlaku

di Indonesia dan sekaligus menampilkan corak khas ke-Indonesiaannya. Sistem

dan budaya Indonesia akan lebih terefleksi di dalamnya sehingga Hukum Islam

dimaksud untuk beberapa bagian tertentu seperti kaidah hukum maupun pola

pemikirannya tetap bersumberkan pada sumber yang sama yaitu Al Qur’an dan

Sunnah.61 Hukum Islam pun terus berkembang dari sejak awal mulanya Islam

masuk ke Indonesia sampai masa kini, dan hal itu sudah barang tentu diwarnai

momentum-momentum yang terjadi dalam waktu yang dilaluinya.

60 Ibid. 61 Ibid., hlm. 4

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 17: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

34

Umat Islam pun membuat Kompilasi Hukum Islam dalam rangka memberi

arti yang positif bagi kehidupan beragama dalam rangka kebangkitan umat Islam

dan berperan penting dalam pembentukan Hukum Nasional. Kompilasi Hukum

Islam sebaiknya dilihat sebagai batu loncatan untuk meraih masa depan lebih baik

yang merupakan bentuk karya besar. Kompilasi Hukum Islam harus diterima

sebagai hasil yang optimal. Walaupun demikian, kompilasi Hukum Islam tidak

bersifat mutlak sebagaimana halnya wahyu Tuhan maka kita juga punya peluang

untuk memberikan beberapa pertimbangan yang masih diperlukan untuk

menyempurnakannya lebih baik, terbuka dalam menerima usaha-usaha

penyempurnaan.

2.3.1. Latar Belakang Pembentukan Kompilasi Hukum Islam Di Indonesia

Hukum Islam baik di Indonesia maupun di dunia Islam pada umumnya

sampai hari ini adalah hukum fiqh hasil penafsiran pada abad ke dua dan beberapa

abad berikutnya. Kitab-kitab klasik di bidang fiqh masih tetap berfungsi, namun

kajian pada umumnya banyak dipusatkan pada masalah-masalah ibadat, tidak

banyak diarahkan pada fiqh muammalah. Hal ini membuat hukum Islam begitu

kaku berhadapan dengan masalah-masalah yang terjadi saat ini. Materi-materi

yang ada di dalam buku-buku fiqh tidak atau belum disistematisasikan sehingga

bisa disesuaikan dengan masa sekarang. Banyak masalah baru yang belum ada

padanannya pada masa Rasulullah dan pada masa para mujtahid di masa

madzhab-madzhab terbentuk, oleh karena itu ijtihad perlu digalakkan kembali.

Menurut H. Muhammad Daud Ali, dalam membicarakan Hukum Islam di

Indonesia, pusat perhatian akan ditujukan pada kedudukan Hukum Islam dalam

Sistem Hukum Indonesia.62 Sedangkan menurut Ichtianto, Hukum Islam sebagai

tatanan Hukum yang dipegangi /ditaati oleh mayoritas penduduk dan rakyat

Indonesia adalah hukum yang telah hidup dalam masyarakat, merupakan sebagian

dari ajaran dan keyakinan Islam dan ada dalam kehidupan Nasional dan

merupakan bahan dalam pembinaan dan pengembangannya.63 Menurut Rahmat

62 Ibid., hlm. 16 63 Ibid.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 18: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

35

Djatnika, penerapan Hukum Islam di Indonesia dalam kehidupan masyarakat

dapat dilakukan dengan penyesuaian pada budaya Indonesia yang hasilnya

kadang-kadang berbeda dengan hasil ijtihad penerapan hukum Islam di negeri-

negeri Islam lainnya.64 Penerapan hukum Islam melalui perundang-undangan

seperti Kompilasi Hukum Islam yang dijadikan pegangan dalam penerapan

hukumnya, walaupun masih sebagian kecil telah berkembang dengan

penerapannya yang menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat untuk

menjawab tantangan dan kebutuhan masyarakat untuk menuju tujuan Hukum

Islam seperti masalah monogami, masalah batas umur boleh kawin, masalah

jatuhnya thalak di hadapan sidang Pengadilan, masalah harta bersama, masalah

nadzor dan saksi pada perwakafan tanah milik, dan masalah ikrar perwakafan

harus tertulis. Penerapan hukum tersebut mengandung masalah ijtihadiyah yang

diselesaikan dengan ijtihad ulama Indonesia dengan menggunakan metode-

metode istihlah, istihsan, ‘urf dan lain sebagainya yang merupakan metode istidlal

dengan tujuan jabal mashalih wa dar’u al mafasid. Kalau ada yang tidak

sependapat dengan hasil ijtihad tersebut sedangkan hakim memutuskan dengan

ketentuan dalam perundang-undangan, maka ijtihad hakim tidak dapat dibatalkan

dengan ijtihad lain. Berbeda pendapat dengan yang dikemukakan Nasution bahwa

ijtihad bisa dilawan dengan ijtihad.

Politik hukum Nasional yang ditetapkan dalam Garis-garis Besar Haluan

Negara menurut Masrani Basran adalah kodifikasi hukum, dimungkin unifikasi

hukum. Oleh karena kebutuhan yang amat mendesak, maka Mahkamah Agung

berpendapat perlunya ditetapkan sasaran antara yaitu Kompilasi Hukum Islam.65

Kompilasi Hukum Islam pun harus segera dibentuk, Kompiliasi Hukum Islam

merupakan kumpulan pendapat-pendapat dalam masalah fiqh yang selama ini

dianut oleh umat Islam Indonesia diwujudkan dengan bentuk kitab hukum dengan

bahasa Undang-Undang. Penyusunan Kompilasi Hukum Islam di Indonesia di

ataranya dilatarbelakangi oleh beberapa hal:

1. Kesimpangsiuran putusan dan tajamnya perbedaan pendapat mengenai

masalah hukum Islam.

64 Ibid., hlm. 17 65 Ibid., hlm. 59.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 19: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

36

Menurut K.H. Hasan Basry Ketua Umum MUI, sesorang yang punya andil

besar dalam pembentukan Kompilasi Hukum Islam, Umat Islam di

Indonesia memerlukan Kompilasi Hukum Islam sebagai pedoman fiqh

yang seragam dan telah menjadi hukum positif yang wajib dipatuhi oleh

seluruh Bangsa Indonesia yang beragama Islam. Dengan ini diharapkan

tidak akan terjadi kesimpangsiuran keputusan dalam lembaga-lembaga

Peradilan Agama dan sebab-sebab khilaf yang disebabkan oleh masalah

fiqh akan diakhiri.66 Sebelum adanya Kompilasi Hukum Islam, dalam

praktik ada keputusan Peradilan Agama yang saling berbeda dan

mengakibatkan Keputusan Peradilan Agama tidak seragam padahal

kasusnya sama. Bahkan Keputusan tersebut dapat dijadikan alat politik

untuk memukul orang lain yang dianggap sepaham.

Menurut Pendapat Hakim Agung Bustanul Arifin, yang juga merupakan

tokoh berperan besar dalam pembentukan Kompilasi Hukum Islam,

Hukum Islam (fiqh) tersebar sejumlah besar kitab susunan para fuqaha

beberapa abad yang lalu. Dalam setiap masalah selalu ditemukan lebih dari

satu pendapat (qaul), hal ini menyebabkan masyarakat bertanya “Hukum

Islam yang mana?” Pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok tertentu

mungkin telah menganut paham tertentu. Bustanul Arifin tidak

mengingkari adanya perbedaan pendapat, namun jika diberlakukan di

Pengadilan suatu peraturan harus jelas dan sama bagi semua orang untuk

kepastian hukum.67

2. Masalah fiqh berbeda-beda dikhawatirkan jadi pemecah.

Sebuah perbedaan di antara fiqh-fiqh yang ada semestinya membawa

rahmat, bukanlah perpecahan. Jangan sampai fiqh yang seharusnya

membawa rahmat justru menjadi perpecahan yang nantinya mendatangkan

laknat Allah.

66 Ibid., hlm. 20.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 20: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

37

Dasar Peradilan Agama adalah kitab-kitab fiqh. Hal ini membuka peluang

bagi terjadinya pembangkangan atau setidaknya keluhan, ketika pihak

yang kalah perkara mempertanyakan pemakaian kitab/pendapat yang

memang tidak menguntungkannya, seraya menunjuk kitab/pendapat yang

menawarkan penyelesaian yang berbeda. Antara para hakim pun sering

berselisih sesama mereka tentang pemilihan kitab rujukan.

Fiqh yang kita pakai sekarang jauh sebelum lahirnya paham Kebangsaan.

Ketika itu praktik ketatanegaraan Islam masih memakai konsep umat.

Berbeda dengan paham kebangsaan, konsep umat menyatukan berbagai

kelompok masyarakat dengan tali agama. Paham kebangsaan baru lahir

setelah Perang Dunia Pertama, kemudian Negara-negara Islam pun

menganutnya, termasuk negara-negara di Dunia Arab. Dengan demikian,

kita tak lagi bisa memakai sejumlah produk dan peristilahan yang

dihasilkan sebelum lahirnya paham kebangsaan itu.68

3. Pemilihan kitab rujukan yang ada di antara hakim berbeda.

Kitab-kitab rujukan bagi Pengadilan Agama pada dasarnya sangat

beragam, akan tetapi pada tahun 1958 telah dikeluarkan Surat Edaran Biro

Peradilan Agama No. B/1/735 tanggal 18 Februari 1958 yang merupakan

tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1957 tentang

Pembentukan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syari’iyay di luar Jawa dan

Madura. Dalam huruf B Surat Edaran tersebut dijelaskan bahwa untuk

mendapatkan kesatuan hukum yang memeriksa dan memutus perkara

maka para Hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syari’iyah dianjurkan

agar mempergunakan sebagai pedoman kitab-kitab di bawah ini:69

1. Al Bajuri,

2. Fathul Muin dengan syarahnya

3. Syarqawi alat tahrir

4. Qulyubi/Muhalli

68 Ibid., hlm. 23. 69 Ibid., hlm. 22.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 21: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

38

5. Fathul Wahab dengan Syarahnya

6. Tuhfah

7. Targhibul Musytaq

8. Qawaninusy Syar’iyah lissayyid Usman bin Yahya

9. Qawaninusy Syar’iyah lissayid Shodaqoh Dakhlan

10. Syamsuri lil Fara’idl

11. Bughyatul Mustarsyidin

12. Al Fiqh ‘alal Muadzahibil Arba’ah

13. Mughnil Muhtaj

Umumnya kitab-kitab tersebut adalah kitab-kitab kuno dalam Mahzab

Syafi’i, kecuali mungkin untuk kitab Al Fiqh ‘alal Muadzahibil Arba’ah

termasuk bersifat komparatif atau perbandingan Madzhab. Hampir semua

kitab ditulis dalam bahasa Arab, kecuali kitab Qawaninusy Syar’iyah

lissayyid Usman bin Yahya yang ditulis dalam bahasa Melayu Arab.

Materi yang ada di dalam kitab-kitab rujukan tersebut masih belum

memadai dan kepastian hukum yang merupakan kebutuhan bagi pencari

keadilan masih belum terpenuhi. Di antara ke-13 kitab rujukan tersebut

pun sudah jarang menjadi rujukan para hakim Pengadilan Agama di

Indonesia.

4. Kitab kuning yang merupakan ijtihad, berisi pendapat dan pasti berbeda

antara pendapat mujtahid yang satu dengan yang lainnya

Menurut tulisan Masrani Basran, Situasi Hukum Islam di negara Indonesia

tetap tinggal dalam kitab-kitab kuning, kitab-kitab yang merupakan

karangan dan bahasan Sarjana-sarjana Hukum Islam, sebagai karangan dan

hasil pemikiran (ijtihad seseorang), maka tiap-tiap kitab kuning itu

diwarnai dengan pendapat dan pendirian masing-masing pengarangnya.

Untuk dasar pemberian fatwa-fatwa tergantung pada kemauan dan

kehendak orang-orang yang meminta fatwa tersebut.70

70 Ibid., hlm. 25.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 22: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

39

Hakim Pengadilan Agama harus mampu menentukan hukum dalam suatu

perkara/sengketa yang harus mampu mengatasinya, mencarikan

pemecahannya dan bila ia tidak mampu melakukannya akan merusak rasa

keadilan bagi pihak-pihak yang mencari keadilan. Dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara merupakan suatu masalah adanya perbedaan-

perbedaan pendapat tentang hukum, seharusnya diberikan batasan-batasan

tertentu melalui putusan-putusan Hakim inconcreto, dalam perkara secara

konkret sehingga perbedaan-perbedaan pendapat tersebut akan diarahkan

pada kesatuan pendapat, kesatuan penafsiran tentang suatu aturan hukum

yang hidup dalam masyarakat.

Selain itu, kitab kuning yang ada ditulis dalam bahasa Arab abad 8,9 dan

10 M sehingga yang bisa membacanya hanyalah orang-orang yang benar-

benar belajar khusus untuk itu, diperkirakan di Indonesia jarang yang

melakukannya dan makin hari semakin sedikit, apalagi untuk memahami

isi kitab kuning tersebut. Hal ini menyebabkan rakyat yang sebenarnya

amat berkepentingan untuk mengetahui hak dan kewajibannya hanya

mempercayakan pendapat dari ulama baik berupa nasihat maupun fatwa

ulama saja. Dengan demikian, hakim-hakim Pengadilan akan kehilangan

kewibawaannya dalam memberikan keputusan, walau benar sekali pun

tetap diragukan jika berbeda dengan pendapat fatwa. Hukum akan sulit

ditegakkan dan semakin sulit meningkatkan kesadaran hukum masyarakat

jika ada kekacaauan pengertian antara putusan Hakim (Qada) dan fatwa

(Ifta). Menurut Masrani Basran, untuk mengatasi kesulitan tersebut,

dilaksanakan proyek yurisprudensi Islam yang beruang lingkup

mengadakan Kompilasi Hukum Islam.

Selanjutnya, Yahya Harahap, salah seorang Hakim Agung yang juga

punya andil besar dalam pembentukan Kompilasi Hukum Islam

menekankan pada adanya penonjolan kecendurungan mengutamakan

fatwa atau penafsiran ulama dalam menemukan dan menerapkan hukum,

para Hakim di Peradilan Agama sudah menjadikan kitab-kitab fiqh sebagai

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 23: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

40

landasan hukum. Kitab-kitab fiqh sudah berubah fungsi dari semula

sebagai literatur pengkajian ilmu hukum Islam menjadi “Kitab Hukum”

(perundang-undangan).71 Hukum Islam yang diterapkan dan ditegakkan

seolah-olah bukan lagi berdasarkan hukum tapi sudah menjurus ke arah

penerapan menurut kitab. Pertimbangan dan putusan dijatuhkan,

berdasarkan pada kitab. Seharusnya Pengadilan harus berdasarkan hukum.

Orang tidak boleh diadili berdasarkan buku atau pendapat ahli atau ulama

manapun karena hal ini tidak dapat dipertahankan .

M. Yahya Harahap dalam tulisannya menyebutkan tujuan dari pembentukan

Kompilasi Hukum Islam, di antaranya:

a. Untuk merumuskan secara sistematis Hukum Islam di Indonesia secara

konkret.

b. Guna dijadikan sebagai landasan penerapan hukum Islam di Lingkungan

Peradilan Agama.

c. Sifat kompilasi berwawasan nasional (bersifat supra sub kultural, aliran atau

mahdzab) yang akan diperlakukan bagi seluruh masyarakat Islam Indonesia,

jika timbul sengketa di depan sidang Peradilan Agama (kalau di luar proses

peradilan, tentu bebas menentukan pilihan dari sumber fiqh yang ada).

d. Dapat terbina penegakan kepastian Hukum yang lebih seragam dalam

pergaulan lalu lintas masyarakat Islam.

Dengan demikian penyusunann Kompilasi Hukum Islam diharapkan

merupakan peeraturan-peraturan hukum Islam yang sesuai dengan kondisi

kebutuhan hukum dan kesadaran hukum umat Islam Indonesia. Gagasan ini

pernah disampaikan oleh Prof. Hasbih Ash-Shidiqi dan Prof. Hazairin S.H. akan

perlunya disusun Fiqh Indonesia.

2.3.2. Metode Perumusan Kompilasi Hukum Islam

Metode peumusan KHI adalah metode yang dilakukan dalam penyusunan

perumusan. Penyusunan rumusan dilakukan dengan metode berpikir, analisis dan

pengkajian yang telah ditentukan sebagai patokan. Patokan-patokan yang

71 Ibid., hlm. 27

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 24: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

41

ditetapkan dicari dari berbagai sumber dan pendapat yang dianggap dapat

dipertanggungjawabkan pandangan dan pemikirannya. Pandangan dan pemikiran

itu kemudian diuji pula kebenarannya dengan kenyataan sejarah serta

perkembangan hukum serta Yurisprudensi Hukum Islam dari massa ke massa.72

Secara ringkas, metode perumusan Kompilasi Hukum Islam adalah

sebagai berikut:

1. Melakukan pendekatan perumusan dengan berpijak kepada sumber utama

dari nash Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Melalui pendekatan yang

memfokuskan kepada Nash Al Qur’an dan Sunnah. Sejak semula

penyusunan perumusan dapat melepaskan diri dari ikatan pendapat

berbagai mahzab yang tertulis dalam kitab-kitab fiqh. Akan tetapi

meskipun perumusannya mengacu pada sumber Nash, Al Qur’an dan

Sunnah, namun pelaksanaannya dilakukan dengan langkah-langkah yang

luwes yang mengacu kepada beberapa pemikiran dan pengkajian dengan

memperhatikan tujuan atau jiwa dan semangat Syara’ (Maqasid Al

Syariyah).

Kitab-kitab fiqh diteliti , khususnya pada bidang hukum keluarga

(perkawinan, kewarisan, wasiat, hibah dan wakaf. Kemudian hasil

penelitiannya diolah lebih lanjut oleh tim proyek bagian pelaksana bidang

kitab dan yurisprudensi. Selain kitab-kitab fiqh, kitab-kitab kuning yang

dijadikan dasar untuk hakim dalam memutuskan sesuatu juga diteliti.

Kitab-kitab kuning yang langsung dikumpulkan dari imam-imam mazhab

dan syarah-syarahnya yang dianggap mempunyai otoritas. Hal yang dicari

adalah kaidah-kaidah hukum dari imam mahzab tersebut beserta dalil-

dalil/argumentasinya kemudian disesuaikan dengan klasifikasi bidang-

bidang hukum menurut ilmu hukum umum. 73

2. Melakukan pendekatan perumusan Kompilasi Hukum Islam dengan

mengutamakan pemecahan problema masa kini dengan mengejar 72 Daden Muslihat, “Eksistensi Kompilasi Hukum Islam bagi Peradilan Agama di Indonesia” (Skripsi Fakultas Hukum Universitas Islam As-Syafiiyah, Jakarta, 1993), hlm. 39.

73 Atik Andrian, “Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Kajian Materi Kompilasi Hukum Islam dalam Perspektif Fikih Konvensional dan Pembaharuan” (Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Pascasarjana UI, 2004), hlm. 53.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 25: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

42

ketentuan dan ketetapan kehendak yang mampu mengatur dan

memperbaiki tatanan serta ketertiban kehidupan masyarakat Islam.

3. Melakukan pendekatan perumusan KHI dengan memperhatikan prinsip

“Unity dan Variety” yaitu semacam bentuk sosiologis yang mengacu pada

kondisi yang “satu dalam keragaman.”

4. Melakukan pendekatan perumusan Kompilasi Hukum Islam dengan

pendekatan kompromi dengan hukum Adat. Pendekatan Kompromi

perumusan ini terutama untuk mengantisipasi perumusan nilai-nilai hukum

yang tidak dijumpai nashnya dalam Al Qur’an dan Sunnah, sedangkan

pada sisi lain, nilai-nilai itu sendiri telah tumbuh subur berkembang

sebagai norma adat dan kebiasaan masyarakat Indonesia. Di samping itu,

nilai-nilai adat kebiasaan yang dalam konteks ilmu hukum Islam disebut

dengan istilah ‘Urf itu nyata-nyata membawa kemaslahatan ketertiban

serta kerukunan dalam kehidupan masyarakat.

2.3.3. Landasan dan Kedudukan Kompilasi Hukum Islam

Kompilasi Hukum Islam merupakan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun

1991 tanggal 10 Juni 1991. Bagi pemeluk Islam telah ditetapkan oleh Undang-

Undang yang berlaku adalah Hukum Islam dalam bidang perkawinan, kewarisan

dan wakaf maka Kompilasi Hukum Islam yang memuat hukum materiilnya dapat

ditetapkan oleh Keputusan Presiden/Instruksi Presiden. Dasar hukum untuk

Instruksi Presiden adalah Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu

kekuasaan Presiden untuk memegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Menurut

Ismail Suny apakah dinamakan Keputusan Presiden atau Instruksi Presiden

kedudukannya sama. Menurut Tahir Azhary, dalam hubungannya dengan

Kompilasi Hukum Islam, Instruksi Presiden sebagai produk eksekutif yang

bersifat instruktif seyogyanya dilihat dari sudut pelaksanaan Hukum Islam oleh

Instansi Pemerintah dan masyarakat.74 Instruksi Presiden ini ditujukan kepada

74 Tahir Azhary, Kompilasi Hukum Islam Sebagai Alternatif: Suatu Analisis Sumber-Sumber Hukum Islam. Mimbar Hukum (No. 4 Thn.II 1991) hlm. 15.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 26: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

43

Menteri Agama isinya tunggal yaitu menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam.75

Namun Instruksi Presiden untuk menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam ini

tidak ada penegasan bahwa kompilasi merupakan lampiran dari Instruksi Presiden

sebagaimana lazimnya Instruksi yang serupa sehingga merupakan bagian yang

tidak terpisahkan dari inpres yang bersangkutan. Tidak ada penunjukan teks resmi

dari Kompilasi Hukum Islam yang harus disebarluaskan. Hanya saja dalam

konsideran Instruksi tersebut menyatakan bahwa “Kompilasi Hukum Islam oleh

instansi Pemerintah dan oleh masyarakat yang memerlukannya dapat digunakan

sebagai pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang hukum

perkawinan, hukum kewarisan, dan hukum perwakafan”. Maka kedudukan

kompilasi ini hanyalah sebagai pedoman. “Dapat digunakan sebagai pedoman”

akan dapat menumbuhkan kesan bahwa dalam masalah hukum perkawinan,

hukum kewarisan dan hukum perwakafan, kompilasi tidak mengikat sehingga

para pihak dan instansi dapat memakainya dan dapat pula tidak memakainya. Hal

ini tidak sesuai dengan latar belakang dibentuknya Kompilasi Hukum Islam untuk

dapat digunakan agar tidak ada lagi kesimpangsiuran hakim dalam memutuskan.

Dengan demikian “dapat dijadikan pedoman” harus bermakna sebagai tuntutan

atau petunjuk yang harus bermakna sebagai tuntutan atau petunjuk yang harus

dipakai baik oleh Pengadilan Agama maupun warga Masyarakat dalam

menyelesaikan sengketa mereka dalam bidang hukum perkawinan, hukum

kewarisan maupun hukum perwakafan.76

Kemudian lebih lanjut yang menjadi dasar dan landasan dari Kompilasi

Hukum Islam adalah Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia tanggal 22

Juli 1991 No. 154 tahun 1991 tentang Pelaksana Instruksi Presiden Republik

Indonesia No.1 tahun 1991 yang dalam salah satu diktumnya menyebutkan bahwa

“dalam menyelesaikan masalah-masalah di bidang hukum Perkawinan, Kewarisan

dan Perwakafan sedapat mungkin menerapkan Kompilasi Hukum Islam tersebut

di samping Peraturan perundang-undangan lainnya.” Hal yang menjadi perhatian

khusus adalah kata-kata “sedapat mungkin” yang berkaitan dengan kata “dapat

75 Koesnoe, Kedudukan Hukum Islam Dalam Sistem Hukum Nasional, Varia Peradilan No. 122 (November, 1995), hlm. 153. 76 Abdurrahman, Loc.Cit, hlm. 55.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 27: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

44

digunakan” dalam Instruksi Presiden No.1 tahun 1991 harus diartikan bukan

dalam artian kompilasi hukum islam hanya dipakai kalau keadaan

memungkinkan, tapi sebagai suatu anjuran untuk lebih menggunakan Kompilasi

Hukum Islam dalam penyelesaian sengketa-sengketa perkawinan, kewarisan dan

perwakafan yang terjadi di kalangan umat Islam.77

Dengan Instruksi Presiden dan Keputusan Menteri Agama, Kompilasi

Hukum Islam dalam hal penyebarannya didukung oleh kekuasaan resmi yaitu

Pemerintah. Penyebaran tersebut pertama-tama ditujukan kepada pemerintah

kemudian kepada masyarakat.78

Kompilasi Hukum Islam adalah rumusan tertulis Hukum Islam yang hidup

seiring dengan kondisi hukum dan masyarakat Indonesia. Kompilasi Hukum

Islam hadir dalam hukum Indonesia melalui isnstrumen hukum Instruksi Presiden

yang diantisipasi dengan Keputusan Meneteri Agama ini menunjukkan fenomena

tata hukum yang dilematis. Pada satu segi pengalaman implementasi program

legislatif nasional memperlihatkan Inpres berkemampuan mandiri untuk berlaku

efektif di samping instrumen hukum lainnya dan karenanya memiliki daya atur

dalam hukum positif Nasional. Pada segi lainnya Inpres tidak terlihat sebagai

salah satu instrumen hukum lainnya dan karenanya memiliki daya atur dalam tata

urutan peraturan perundang-undangan. Sekalipun demikian Instruksi presiden-

Kompilasi Hukum Islam termasuk makna organik Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 dan

merambat pada konvensi produk tradisi konstitusional dalam rangkaian

penyelenggaraan negara.79

Kompilasi Hukum Islam dalam Hukum Islam dapat dilihat dalam dua

kedudukan yaitu sebagai ijma’ dan sebagai peraturan perundang-undangan yang

ditetapkan oleh pemegang kekuasaan. 80 Menurut Koesnoe, Kompilasi Hukum

Islam merupakan pendapat dari sekelompok ulama dan para pakar hukum Islam

77 Abdurrahman, Loc.Cit., hlm. 57. 78 Koesnoe, Loc. Cit, hlm.151. 79 Abdul Gani Abdullah, Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia, (Jakaarta: Gema Insani Pers, 1994), hlm.62. 80 Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, cetakan kelima, (Jakarta: Bulan Bintang, 1989) hlm. 60.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 28: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

45

yang dapat dikatakan sebagai hasil ijma’ kalangan tersebut.81 Koesnoe juga

menjelaskan bahwa Kompilasi Hukum Islam dilihat sebagai peraturan perundang-

undangan dalam tata hukum Indonesia dengan adanya Instruksi Presiden dan

Keputusan Menteri Agama, Kompilasi Hukum Islam dalam hal penyebarannya

didukung oleh kekuasaan resmi yaitu Pemerintah.82 Suatu peraturan seperti

Kompilasi Hukum Islam bisa mempunyai kekuatan hukum dan mempunyai

tempat dalam sistem hukum nasional karena mengandung sistem formil dan

sistem materiil atau substansiil. Sistem formil mengukur sesuatu dari luarnya

apakah suatu aturan atau keputusan ada dasar formilnya dalam tatanan peraturan

hukum atau tidak. Sistem materiil atau substantiil menilai apakah suatu peraturan

sejiwa dan rechtside yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 atau tidak.83

Menurut pendapat Kosesnoe, dari tinjauan yuridis formal, sekalipun ada

Instruksi Presiden kepada Menteri Agama yang memerintahkan

penyebarluasannya, kedudukan Kompilasi Hukum Islam dalam sistem hukum

Nasional tetap sebagai suatu karya dari perorangan (swasta) dan bukan merupakan

peraturan resmi yang keluar dari instansi Pemerintah, lebih-lebih bukan suatu

Undang-Undang dan tidak dapat disamakan dengan Undang-Undang.84 Dengan

adanya Instruksi Presiden dan Keputusan Menteri Agama sebagai pengakuan dan

dukungannya terhdap Kompilasi Hukum Islam bukan berarti mengangkat

Kompilasi Hukum Islam sama dengan Undang-Undang atau hukum tidak tertulis.

Menurut Koesnoe, kedudukan Kompilasi Hukum Islam dapat dilihat sebagai

pandangan bersama para ahlinya (comunis opinio doctorum) sehingga dalam

lingkungan tata hukum belum dapat dikatakan sebagai hukum tidak tertulis. Untuk

dapat disebut sebagai hukum tidak tertulis pun masih ada dua tahap yang harus

dilalui oleh Kompilasi Hukum Islam, yaitu:

1. Pandangan bersama para ahlinya (Comunis opinio doctorum) perlu

ditingkatkan dann dikembangkan menjadi pandangan bersama masyarakat

81 Koesnoe, Op. Cit.,hlm.157. 82 Ibid., hlm. 151. 83 Ibid. 84 Koesnoe, Op.Cit., hlm. 154.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 29: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

46

muslim (comunis opinio), di tahap inilah letak pentingnya penyebarluasan

Kompilasi Hukum Islam.

2. Pandangan bersama masyarakat muslim (Comunis opinio) tersebut

diresapi dan berkembang menjadi kesadaran bersama atau menjadi

kesadaran normatif masyarakat muslim. Tahap ini menurut hukum

merupakan tahap comunis opinio necessitatis.

Setelah melalui kedua tahap barulah Kompilasi Hukum Islam dapat dengan

mantap dikatakan sebagai hukum tidak tertulis.85 Dalam usaha mencapai

kedudukan yang mantap tersebut, isi Kompilasi Hukum Islam harus diwujudkan

dalam keputusan-keputusan hakim melalui Yurisprudensi yang tetap. Dengan

demikian isi Kompilasi Hukum Islam benar-benar sebanding kekuatannya dengan

Undang-Undang. Dalam keadaan demikian Kompilasi Hukum Islam akan menjadi

suatu buku hukum-bukan kodifikasi yang dalam ilmu hukum disebut sebaga buku

hukum yang berpengaruh, atau dalam bahasa Inggris disebut book of authority.86

Untuk mencapai kedudukan tersebut, Kompilasi Hukum Islam masih memerlukan

penyebarluasan dan penilaian yang positif dari masyarakat, oleh karena itu,

Kompilasi Hukum Islam masih memerlukan perbaikan dan penyempurnaan baik

dari segi penyajian penulisannya maupun dari segi dipenuhinya tuntutan ilmiah

hukum.87 Walaupun Kompilasi Hukum Islam dianggap baik dan berguna

sehingga pemerintah mendukung penyebarluasannya, kedudukannya dalam sistem

hukum nasional tetap masih berada di luar tatanan hukum positif. Kompilasi

Hukum Islam masih tetap merupakan pendapat dari sekelompok ulama dan para

pakar hukum Islam yang dapat dikatakan sebagai hasil ijma’ bagi kalangan

tersebut. Namun Koesnoe mengakui bahwa bantuan Pemerintah dalam

menyebarluaskan Kompilasi Hukum Islam merupakan langkah positif bagi

diketahuinya Kompilasi Hukum Islam oleh kalangan yang berkepentingan secara

lebih luas dan lebih cepat.88

85 Ibid. 86 Ibid., hlm. 156-158. 87 Ibid., hlm. 157. 88 Ibid., hlm. 157.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 30: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

47

Presiden mempunyai beberapa kekuasaan, salah satunya kekuasaan di

bidang legislatif yang dilakukan bersama-sama dengan DPR, sehingga Presiden

tidak bisa sendirian dalam menggunakan kekuasaan di bidang legislatif seperti

halnya membuat Instruksi Presiden. Untuk itu secara yuridis formal Instruksi

Presiden adalah dua tingkat di bawah tingkat di bawah Undang-Undang.

Tahir Azhary melihat Kompilasi Hukum Islam sebagai suatu himpunan

bahan-bahan hukum Islam dalam suatu buku atau lebih tepat lagi himpunan

kaidah-kaidah hukum Islam yang disusun secara sistematis selengkap mungkin

dengan berpedoman pada rumusan kalimat atau pasal-pasal yang lazim digunakan

dalam peraturan perundang-undangan. Ia berpendapat, sebagai pedoman,

Kompilasi Hukum Islam tidak hanya harus diperhatikan tapi juga mempunyai

kekuatan mengikat bagi para Hakim Peradilan Agama.

Menurut M. Tahir Azhary, Kompilasi Hukum Islam pada hakikatnya

merupakan salah satu bentuk variasi dalam proses tasyri’ Islami. Baik melalui

ijma maupun dengan peraturan perundang-undangan perlu dibina keseragaman

hukum Islam. Beragamnya kitab fiqh yang dijadikan rujukan di Pengadilan sering

menyebabkan kasus serupa bila ditangani oleh hakim-hakim diputuskan secara

berbeda pula.89

Profesor Ismail Sunny dalam tulisannya yang dimuat dalam mimbar

Hukum No. 4 tahun II 1991 mempertanyakan dasar Hukum Islam sebagai hukum

materiil ditetapkan dalam bentuk Instruksi Presiden karena sudah jelas bahwa

dalam bidang perkawinan, kewarisan dan perwakafan bagi pemeluk-pemeluk

Islam telah ditetapkan dengan Undang-Undang yang berlaku adalah Hukum

Islam, maka Kompilasi Hukum Islam yang memuat hukum materiilnya dapat

ditetapkan oleh Keputusan Presiden/ Instruksi Presiden. Ismail Sunny dalam

disertasinya juga mengutip pendapat S. Attamimi antara lain bahwa sebagai

peraturan yang memperoleh kwenangan atribuitif langsung dari Pasal 4 ayat (1)

Undang-Undang Dasar 1945, maka selain mengenai materi muatan dan

kedudukan hierarki yang tidak sama, terhadap asas hukum umum dan asas

pembentukan peraturan perundang-undangan, posisi Keputusan Presiden

89 Koesnoe, Op. Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 31: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

48

berfungsi pengaturan yang mandiri sama dengan posisi Undang-Undang.90

Karena itu, semua asas hukum dan asas pembentukan yang berlaku bagi Undang-

undang berlaku juga bagi Keputusan Presiden. Bedanya yang mendasar adalah

apabila Undang-Undang dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat, Keputusan Presiden berfungsi pengaturan yang mandiri tidak

memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.91

Dilihat dari tata hukum nasional, Kompilasi Hukum Islam dihadapkan

pada dua pandangan. Pandangan pertama Kompilasi Hukum Islam sebagai hukum

tidak tertulis seperti yang ditunjukkan oleh penggunaan instrumen hukum berupa

Instruksi Presiden yang tidak termasuk dalam rangkaian tata urutan peraturan

perundang-undangan yang menjadi sumber hukum tertulis. Pendapat kedua adalah

Kompilasi Hukum Islam dikatagorikan sebagai hukum tertulis, menunjukkan

bahwa Kompilasi Hukum Islam berisi law dan rule yang pada gilirannya terangkat

menjadi law dengan potensi political power. Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991

dipandang sebagai salah satu produk political power yang mengalirkan Kompilasi

Hukum Islam dalam jajaran law. Pada akhirnya, masyarakat pemakai Kompilasi

Hukum Islam yang menguji keberanian pandangan ini sehingga menjadikannya

sebagai hukum tertulis. Kehadirannya secara formal melalui Instruksi Presiden

No.1 Tahun 1991 pada saatnya akan membuktikan bahwa manusia dipandang

mampu mengantisipasi kebutuhan hukumnya seperti yang dimaksud oleh the

living law daripada sekedar mengklaim adanya the ideal law tanpa akhir.92

Kehadiran Kompilasi Hukum Islam menjadi alternatif yang berpengaruh kuat

pada seleksi pengambilan sumber normatifnya. Lima sumber utama yang dipilih

untuk penyusunan Kompilasi Hukum Islam yaitu hukum produk legislatif

nasional yang telah tertuang dalam perundang-undangan dan peraturann lainnya

(seperti Undang-Undang No.1 Tahun 1974); produk yudisial pengadilan dalam

lingkungan peradilan Agama; produk eksplanasi fungsionalisasi ajaran Islam

melalui kajian hukum yang dilakukan Institut Agama Islam Negeri dengan pokok

90 Ismail Sunny, Kompilasi Hukum Islam ditinjau dari Sudut Pertumbuhan Teori Hukum Islam di Indonesia, mimbar Hukum, No: 4 tahun II, 1991, hlm. 3. 91 Ibid. 92 Abdullah, Op. Cit., hlm. 62.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 32: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

49

bahasann sesuai dengan distribusinya; rekaman pendapat hukum 20 orang di

Palembang, 16 orang di Bandung, 18 orang di Surabaya, 18 orang di Surakarta, 15

orang di Banjarmasin, 19 orang di Ujung Pandang, 20 orang di Mataram; hasil

studi perbandingan di Maroko, Turki dan Mesirserta: pendapat dan pandangan

yang hidup pada saat Musyawarah Alim Ulama Indonesia yang diadakan pada

tanggal 2-6 Februari 1989 di Jakarta dengan peserta dari seluruh Indonesia.93

Kedudukan Kompilasi Hukum Islam itu sendiri dalam hukum perkawinan

di Indonesia dapat dirinci sebagai berikut:94

1. Kompilasi Hukum Islam merupakan peraturan pelaksanaan Undang-

Undang Perkawinan bagi Pemeluk Agama Islam.

Kompilasi disusun sedemikian rupa sehingga sejalan dengan Undang-

Undang Perkawinan. Hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang

perkawinan terutama ketentuan-ketentuan yang oeh Undang-undang

perkawinan dilimpahkan dan diatur sesuai dengan aturan agama masing-

masing dalam Kompilasi Hukum Islam diatur lebih rinci, sebagaimana

Kompilasi merupakan Lex spesialisnya.

2. Kompilasi Hukum Islam merupakan unifikasi hukum Perkawinan Islam.

Hukum Perkawinan sangat beragam, begitu pula hukum perkawinan dalam

Islam. Oleh karena itu, dengan adanya Kompilasi Hukum Islam,

terwujudlah suatu unifikasi hukum perkawinan Islam yang memiliki

kepastian dan kekuatan hukum sebagai hukum positif. Kekuatan dan

kepastian hukum yang dimiliki oleh Kompilasi Hukum Islam terutama

terhadap pertimbangan-pertimbangan hukum dalam penanganan kasus-

kasus di Pengadilan Agama. Namun dengan adanya Kompilsi Hukum

Islam yang mengatur masalah perkawinan dalam Buku I tidak dapat

sepenuhnya melahirkan ketentuan-ketentuan yang dapat dianggap sebagai

kompromi bagi perbedaan-perbedaan aliran hukum Perkawinan Islam.

3. Kompilasi Hukum Islam masih membuka peluang bagi pengaruh adat dan

kebiasaan setempat.

93 Ibid. 94 Moh. Yasin, “Status Harta Kekayaan dalam Perkawinan Menurut Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam (Suatu Perbandingan Hukum),” (Depok, Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia, 2005), hlm. 49-50.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 33: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

50

Di tempat-tempat yang masyarakatnya masih memegang kuat mengenai

hukum adat, hukum Islam banyak dipengaruhi oleh hukum adat setempat

yang seringkali sudah dianggap sebagai hukum Islam yang harus ditaati.

Hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan perkara tidak boleh

mengabaikan adat dan kebiasaaan. Hal ini sesuai dengan Pasal 229

Kompilasi Hukum Islam.

Hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan.95

95 Kompilasi Hukum Islam, Op. Cit., psl 229.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 34: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

51

BAB 3

KEDUDUKAN HARTA BERSAMA

DALAM HAL PERMOHONAN SITA MARITAL (MARITALE BESLAAG)

3.1. Harta Kekayaan Pada Umumnya

Harta adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh manusia sehingga

manusia selalu didorong oleh keinginan memiliki harta sebanyak-banyaknya.

Harta yang menutup mata manusia, bagaikan dua mata pedang karena harta

silaturahmi bisa semakin dipererat, karena harta juga manusia bisa saling

menuding, bertengkar, terkam sana-sini, hingga bisa merebut harta orang lain

hanya untuk dikuasai bahkan untuk dimiliki. Oleh karena itu, harta milik yang sah

harus dipelihara dengan baik agar tidak diganggu pihak lainnya yang tidak

mematuhi aturan syariat Islam. Harta yang didapatkan atas hasil usaha adalah hak

bagi pihak yang mengusahakannya, sebagaimana Al Qur’an telah mengaturnya:

Manusia, sebagai khalifah-Nya di bumi, berhak mengurus dan memanfaatkan

milik mutlak Allah itu dengan cara-cara yang benar dan halal dan berhak

memperoleh bagian dari hasil usahanya (QS 4: 32, 14: 51).96 Dalam pemanfaatan

kekayaan atau harta miliknya tersebut, manusia tidak boleh boros, karena tidak

sesuai dengan konsumsi Islam yang mengatur penggunaaan harta yang wajar, di

mana barang/ harta yang juga dikaitkan dengan aspek nilai moral yang

manfaatnya menimbulkan perbaikan secara material, moral dan spiritual.

Konsumsi berlebih-lebihan seperti pemborosan (israf), menghaburkan uang

(tabzir) yang merupakan ciri khas masyarakat yang tidak mengenal Tuhan,

dikutuk dalam Islam. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al Isra’ (27) :

Sesungguhnya orang-orang pemboros itu adalah saudara setan dan setan itu sangat

ingkar kepada Tuhannya.97

96 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 2006), hlm. 21. 97 Al Qur’an dan Terjemahan., Op. Cit., QS: 17:27.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 35: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

52

3.1.1. Harta Kekayaan dengan Syirkah

Kedudukan harta seorang muslim/muslimah secara umum, antara harta

kekayaan seseorang dapat disatukan atau digabungkan dengan harta orang lain.

Penggabungan harta disebut juga dengan Syirkah/Syarikah. Pembahasan Syirkah

atau syarikah baik menurut Syafi’i dan pengikut-pengikutnya seperti Nawawi dan

Syarbabani maupun dalam buku-buku lain seperti dalam tulisan Ibnu Hajar al-

‘Asqalani, Muhammad Ibnu Ismail al-Syan’ani terdapat dalam kitab dagang,

bukan dalam kitab nikah. Berarti persoalan syirkah adalah mengenai pengaturan

persyarikatan atau perkongsian dalam perdagangan atau pemberian jasa kemudian

diterapkan pada soal harta bersama suami-steri dalam membicarakan hukum

perkawinan.98

Menurut pendapat Imam Syafi’i dalam kitab Jual Beli, Syirkah ada dua

macam:

1. Syirkah Mufawadhah, yaitu syirkah yang tidak terbatas, bentuk dan

penggabungan harta dan usahanya untuk mendapatkan untung meliputi

perolehan masing-masing pihak dengan cara lain seperti salah seorangnya

mendapat hibah, hadiah dan lain sebagainya. Menurut Syafi’i hukumnya

adalah batal, karena mengandung bermacam-macam ghurur (ketidak

tentuan atau penipuan).99 Namun menurut mahdzab Hanafi, Maliki dan

Hambali hukum syirkah ini boleh.100

2. Syirkah ‘Inaan, yaitu syirkah terbatas dalam bentuk penggabungan harta

dan usaha untuk mendapatkan untung meliputi perolehan masing-masing

pihak dengan cara lain seperti salah seorang mendapat hibah, hadiah dan

lain sebagainya tetap menjadi milik masing-masing yang memperolehnya.

Masing-masing pihak yang terikat dalam perkongsian punya modal dan

sama-sama bekerja menjalankan usaha dengan keuntungan dibagi sesuai

dengan perjanjian saat perkongsian dibentuk meliputi pula tanggung jawab

di antara para pihak. Menurut Syafi’i hukumnya adalah boleh, karena telah 98 Thalib, Op.Cit., hlm. 99 Ibid. 100 Ahmad Suhaeni, Harta Gono-Fini Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2006), hlm. 12.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 36: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

53

jelas harta yang dimasukkan oleh salah seorang anggota syirkah bagi

anggota yang lainnya.101 Ulama Mahdzab lainnya pun sepakat

membolehkannya.

Nawawi dan Syarbaini , Ulama Madzhab Syafi’i dalam bukunya

“Al-Minhaaj” dan “Mughni al-Muhtaaj” menguraikan lebih lanjut

pendapat Syafi’i dengan menambahkan syirkah-syirkah lainnya yaitu:

1. Syirkah Abdaan, adalah syirkah dalam bidang pemberian jasa atau

melakukan pekerjaan (perkongsian tenaga). Jasa yang diberikan

atau pekerjaan yang dilahirkan mungkin jasa dan pekerjaan yang

sama mungkin pula jasa dan pekerjaan yang berbeda. Beberapa

orang atau pekerja berkongsi melakukan pekerjaan dengan

keuntungan dibagi menurut perjanjian. Menurut Nawawi dan

Syarbaini adalah batal (tidak boleh) karena tidak ada

penggabungan harta pada syirkah tersebut. Selain itu, syirkah

tersebut mengandung ghurur (penipuan atau ketidaktahuan) karena

seorang yang satu tidak tahu apakah temannya yang satu lagi

punya usaha atau tidak.102 Namun hukum syirkah ini boleh

menurut mahdzab Hanafi, Maliki dan Hambali. Hanya bedanya

antara tiga mahdzab yang membolehkan yaitu menurut Maliki

mensyaratkan supaya pekerjaan dilakukan harus sejenis dan

setempat. Sedangkan Mahdzab Hanafi dan Hambali tidak.103

2. Syirkah Wujuuh, adalah syirkah antara dua orang atau lebih

berdasarkan kepercayaan bahwa masing-masing anggota syirkah

membeli sesuatu barang dagangan dengan dasar kepercayaan

bahwa masing-masing anggota syirkah membeli sesuatu barang

dagangan dengan dasar kepercayaan (kredit) dan menjualkannya.

Hukumnya adalah tidak boleh (batal) karena tidak adanya modal

101 Ibid., hlm. 81. 102 Ibid . 103 Suhaeni, Op. Cit., hlm. 13.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 37: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

54

dalam syirkah ini.104 Sedangkan menurut ulama mahdzab lainnya

syirkah ini dibolehkan.

2. Selain Syirkah yang telah dijelaskan di atas, ulama Madzhab Syafi’i juga

menyebutkan adanya syirkah Mudharabah yaitu syirkah laba bersama

antara seorang anggota syirkah yang memasukkan modalnya ke dalam

syirkah itu sedang anggota yang lain memasukkan tenaga serta keuntungan

bersama dengan syarat-syarat tertentu. Syirkah Mudharabah dianggap

disahkan oleh ulama pengikut Syafi’i.

Selain itu Syirkah menurut pandangan Ulama Mahdzab Hanafi, di

antaranya adalah:

1. Syirkah Milik, adalah Syirkah terhadap suatu benda atau kekayaan

dengan tidak ada sengaja mengadakan perjanjian khusus terlebih

dahulu. Contohnya syirkah antara dua orang saudara atas sebuah

rumah tempat tinggal mereka yang berasal dari orang tua mereka

kepada mereka berdua.

2. Syirkah ‘Uquud, adalah syirkah yang timbul karena adanya

perjanjian terlebih dahulu antara dua orang atau lebih mengenai

sesuatu usaha atau hal lain.

Menurut Hanafi, hukum syirkah tersebut adalah boleh. Ketentuan umum

yang diberikan oleh Hanafi adalah bahwa kekayaan diperoleh di luar syirkah tetap

menjadi milik masing-masing. Mahdzhab hanafi tidak menggolongkan syirkah

Mudharabah ke dalam golongan syirkah.

3.1.2. Harta Bersama (Syirkah) antara Suami-Isteri

Beberapa macam harta yang lazim dikenal di Indonesia antara lain:

1. Harta yang diperoleh sebelum perkawinan oleh para pihak karena

usaha mereka masing-masing, di Bali disebut Guna Kaya, Di Sumatera

Selatan disebut harta pembujang jika dihasilkan oleh gadis. Harta jenis

ini adalah hak dan dikuasai oleh masing-masing pihak (suami atau

104 Thalib, Loc. Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 38: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

55

isteri). Menurut Pasal 35 ayat (2) UU No. 1 tahun 1974, harta ini tetap

di bawah penguasaan masing-masing pihak.105

Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.106

2. Harta yang pada saat mereka menikah diberikan kepada kedua

mempelai, mungkin berupa modal usaha, perabot rumah tangga atau

mungkin rumah tempat tinggal suami isteri tersebut.

3. Harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung tetapi karena

hibah atau warisan dari orang tua mereka atau keluarga terdekat. Di

Jawa Tengah, Jawa Timur dan Yogyakarta disebut sebagai harta

Gawan, sedangkan di Jakarta disebut Barang Usaha.

4. Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan

perkawinan berlangsung atas usaha mereka berdua atau usaha salah

seorang dari mereka yang disebut sebagai harta pencaharian. Menurut

Undang-Undang No.1 tahun 1974 pasal 35 ayat (1) diatur bahwa harta

yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. “Harta

benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.”

Harta yang diperoleh selama perkawinan berlangsung, sesudah mereka

berada dalam hubungan perkawinan atas usaha mereka berdua atau usaha salah

seorang dari mereka yang disebut harta pencaharian, menurut Hukum Islam

terdapat dua versi jawaban yang dapat dikemukakan tentang harta bersama, ada

yang berpendapat bahwa tidak dikenal harta bersama dalam lembaga Islam

kecuali dengan Syirkah, dan ada pula pendapat yang menyatakan bahwa ada harta

bersama antara suami dan isteri menurut Hukum Islam. 105 Mohd. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 28.

106 Ibid.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 39: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

56

3.1.2.1. Pendapat yang Mengatakan Bahwa Tidak Dikenal Harta Bersama

dalam Lembaga Islam

Pada dasarnya menurut Hukum Islam, harta suami isteri terpisah. Masing-

masing memiliki hak untuk membelanjakan atau menggunakan hartanya dengan

sepenuhnya tanpa boleh diganggu oleh pihak lain. Baik merupakan harta

bawaannya masing-masing atau harta yang diperoleh oleh salah seorang suami

isteri atas usahanya sendiri-sendiri maupun harta yang diperoleh oleh salah

seorang mereka karena hadiah atau hibah atau warisan sesudah mereka

menikah.107

Dalam Al Qur’an tidak diatur mengenai harta bersama suami isteri dalam

perkawinan. Ketentuan tentang harta ini dapat digunakan Surat An Nisa:32 yang

artinya:

Dan Janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang telah dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allah Maha mengetahui segalanya.108

Pernyataan Hazairin mengenai Surah An Nisaa:32:

“....Qur’an tidak mengandung ketentuan tentang harta bersama dalam perkawinan. Surah An Nisa:32 hanya menegaskan bahwa perempuan dan laki-laki sama-sama berlaku atau berusaha dan untuk memperoleh rezeki dari usahanya masing-masing..... Kesimpulannya: Qur’an tidak mengatur lembaga harta bersama dalam perkawinan, yaitu bahwa setiap sesuatu yang diperoleh suami atau oleh isteri secara usaha masing-masing atau secara usaha bersama menjadi harta bersama dalam perkawinan. Segala sesuatu yang tidak diatur dalam Al Qur’an yang belum cukup jelas

107 Djubaedah, Op. Cit., hlm. 122.

108 Al Qur’an dan Terjemahannya, Op. Cit., QS. IV:32.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 40: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

57

bagi umat, otonomi menjadi hak setiap masyarakat Islam untuk mengaturnya secara Syura bainahum”109

Ayat ini dapat ditafsirkan bahwa tidak ada harta bersama antara suami dan

apa yang diterima isteri di luar pembiayaan rumah tangga, pendidikan anak serta

nafkah sewajarnya dari suami sesuai dengan kesanggupan suami seperti

kebutuhan makanan, pakaian, tempat kediaman yang menjadi hak isteri.

Pemberian di luar hak-hak yang seharusnya diterima isteri tersebut seperti

contohnya hadiah perhiasan berupa cincin, gelang dan sebagainya menjadi hak

isteri dan tidak boleh diganggu gugat lagi oleh suami. Begitu pula apa yang

diusahakan oleh suami keseluruhannya tetap menjadi hak milik suami, kecuali

dilakukan syirkah (perjanjian bahwa harta mereka bersatu).

Dengan kata lain ijtihad terhadap harta bersama harus dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut maka cukup jelaslah bahwa harta bersama memang

tidak diatur oleh Al Qur’an dan Sunnah.

Selain itu, ada alasan lain dalam Surat An Nisa:29 yang artinya:

Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh Allah Maha Penyayang kepadamu.110

Ayat ini, ditafsirkan oleh para ulama, bahwa:111

1. Islam mengakui adanya hak milik perseorangan yang berhak mendapat

perlindungan dan tidak boleh diganggu gugat.

2. Hak milik perseorangan bila banyak wajib dikeluarkan zakatnya dan

kewajiban lainnya untuk kepentingan agama, negara dan sebagainya.

109 Hazairin, Tinjauan Mengenai UU Perkawinan Nomor: 1-1974 (Jakarta: Tintamas Indonesia, 1975) hlm. 30 dan mengacu pada Surah 42: 38.

110 Al Qur’an dan Terjemahannya, Op. Cit., QS. IV: 29.

111 Ibid.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 41: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

58

3. Sekalipun seseorang mempunyai harta yang banyak dan banyak pula orang

yang memerlukannya dari golongan orang yang berhak zakatnya, tetapi

orang itu tidak boleh diambil begitu saja tanpa seizin pemiliknya atau tanpa

menurut prosedur yang sah.

Harta suami isteri yang terpisah itu, memberikan hak yang sama bagi isteri

dan suami mengatur hartanya sesuai dengan kebijaksanaannya masing-masing.

Lain halnya wanita yang bersuami menurut aturan Pasal 119 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata ”Mulai saat perkawinan dilangsungkan, demi hukum

berlakulah persatuan bulat antara harta kekayaan suami-isteri, jika tidak diatur

dalam perjanjian kawin.”. Dengan demikian, suami sendirilah yang harus

mengatur harta persatuan. Isteri tidak mempunyai kekuasaan untuk melakukan

perbuatan hukum terhadap harta persatuan dalam perkawinan walaupun harta

persatuan terdiri atas harta kekayaan isteri yang lebih banyak.112 Sebagaimana

ditentukan dalam pasal 1330 KUH Perdata yang menyatakan perempuan tidak

cakap untuk melakukan perbuatan hukum. Isteri tidak dapat bertindak sendiri

tanpa bantuan suami. Hal ini tentunya sangat tidak adil bagi kaum perempuan.

Berbeda halnya dengan pengaturan dalam Hukum Islam, baik suami

maupun isteri berhak dan berwenang atas harta kekuasaan masing-masing. Suami

tidak berhak atas harta isterinya karena kekuasaan isteri terhadap hartanya tetap

dan tidak berkurang disebabkan dengan adanya perkawinan. Hal ini menunjukkan

di bidang harta benda atau kekayaan baik suami maupun isteri mempunyai

kedudukan dan kewenangan yang sama. 113 Kedua belah pihak cakap melakukan

perbuatan hukum khususnya terhadap harta kekayaan.

Pada Keputusan Landraad Van Justitie Jakarta tanggal 28 Desember 1928

menetapkan bahwa tidak ada milik bersama antara suami isteri meskipun barang

diperoleh karena pekerjaan dan kerajinan bersama kecuali jika hal itu dengan jelas

disetujui pada perkawinan dengan diadakannya syirkah (perjanjian bahwa harta

mereka bersatu).114 Hal ini menegaskan menurut Hukum Islam antara suami isteri

tidak dikenal harta bersama kecuali para pihak setuju diadakannya syirkah.

112 Ramulyo, Op. Cit., hlm. 30. 113 Ibid., hlm. 30. 114 Ibid. hlm. 32.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 42: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

59

Pengaturan mengenai harta benda di bidang perkawinan oleh keempat

imam (Syafi’i, Hambali, Hanafi, dan Maliki) dalam kitab Bidayatul Mujtahid

(literatur fiqh di bidang hukum perkawinan) secara tegas merinci dua hal:115

1. Pengaturan mengenai permasalahan mahar; yang mengatur tentang hukum

mahar dan unsur-unsurnya, penentuan keseluruhan mahar bagi isteri, tentang

pemaruhan mahar, tentang tafwidh mahar dan hukumnya, tentang mahar yang

rusak dan hukumnya dan tentang persengketaan suami-isteri berkenaan

dengan mahar.

2. Pengaturan mengenai hak dan kewajiban suami isteri mengenai nafkah

Dari pembahasan mengenai harta dalam Bidayatul Mujtahid tidak ditemukan

pengaturan lainnya mengenai harta benda dalam perkawinan, khususnya tentang

harta bersama. Tidak tercantumnya ketentuan harta bersama memberikan dasar

untuk suatu pemikiran yaitu harta bersama memang tidak diatur dalam empat

mahzab hukum fiqh di bidang perkawinan.

Menurut Satria Effendi mengenai Harta Bersama:

“...... sepanjang yang penulis ketahui, tidak di setiap negeri Islam terjadi sengketa pembagian dalam sebuah rumah tangga, pada mulanya didasarkan atas ‘Urf atau adat istiadat dalam sebuah negeri yang tidak memisahkan antara hak milik suami-isteri. Harta bersama tidak ditemukan dan harta isteri dalam sebuah rumah tangga. Harta Pencaharian suami selama dalam perkawinan adalah harta suami, bukan dianggap harta bersama dengan isteri.”116

Menurut pendapat Mr. Haji Abdullah Siddik dalam bukunya Hukum Perkawinan

Islam, disebutkan bahwa menurut Hukum Perkawinan Islam status harta seorang

perempuan tidak berubah dengan sebab perkawinannya, tidak ada timbulnya

automatis kepunyaan bersama atas harta benda sang suami dan isteri. Menurut 115 Ibnu Rusyd, Bidayatu’l Mujtahid (Semarang: Asy Syifa, 1990) hlm. 351-664. Selain itu juga dapat dilihat pada T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, Hukum-Hukum Fiqh Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1970), hlm. 232-300. Lihat juga Muhammad Jawad Mughiyah, Fiqh 5 Mahzab (Jakarta: Lentera Basritama, 1996) hlm. 309-494. 116 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Analisis Yurisprudensi dengan pendekatan Ushuliyah (Jakarta: Prenada Media, 2004) hlm. 59.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 43: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

60

ajaran agama Islam hubungan antara pria dan wanita didasarkan pada prinsip

perimbangan hak dan tanggung jawab yang timbal balik. Baik wanita maupun pria

adalah sama di mata Tuhan. Wanita dalam Islam benar-benar merdeka dalam

urusan hak miliknya boleh menjual, menggadaikan, menghibahkan hartanya

terlepas dari kekuasaan orang lain termasuk suaminya. Harta kepunyaan isteri

tetap menjadi miliknya pribadi baik yang dibawanya di waktu kawin maupun

yang didapatinya selama dalam perkawinan dari hasil usahanya sendiri dan

sebagainya. Beliau dengan tegas mengatakan bahwa Hukum Perkawinan Islam

tidak ada harta bersama, hanya Hukum adat di Indonesialah yang mengakui harta

bersama.

Salah satu rukun dalam melakukan perkawinan menurut Islam adalah

dengan akad nikah berupa ijab dan qabul, pada prinsipnya menurut hukum islam

akad nikah tidak mempunyai akibat hukum terhadap pemilikan harta masing-

masing. Suami masih terikat dengan hak dan kewajiban atas hartanya sendiri

sesudah akad sama seperti sebelum akad nikah diadakan.117

Dapat disimpulkan pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada

harta bersama ini, harta yang menjadi hak isteri tetap menjadi milik isteri dan

tidak dapat diganggu gugat termasuk oleh suami, begitu pula apa yang diusahakan

oleh suami keseluruhannya tetap menjadi hak milik suami kecuali bila ada

syirkah, perjanjian bahwa harta suami-isteri tersebut bersatu.

3.1.2.2. Pendapat yang mengatakan bahwa ada harta bersama antara suami

dan isteri menurut Hukum Islam

Walaupun harta suami isteri terpisah, dan diberikan hak yang sama bagi

isteri dan suami mengatur hartanya sesuai dengan kebijaksanaannya masing-

masing., menurut Sajuti Thalib, ada kemungkinan syirkah atas harta kekayaan

suami isteri secara resmi dan menurut cara-cara tertentu.

Harta bersama dimungkinkan dengan adanya syirkah, di mana kekayaan

baik dari pihak suami maupun isteri bersatu seakan-akan menrupakan harta

kekayaan tambahan. Dengan perkawinan isteri menjadi syarikatur rajuli filhayati,

yaitu kongsi sekutu seorang suami dalam melayari bahtera hidup. Antara suami- 117 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Raja Grafindo, Persada, 1995), hlm. 111.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 44: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

61

isteri dapat terjadi syirkah abdan (perkongsian pekerjaan). Di mana Syirkah

Abdan ini diperbolehkan karena tidak mengandung ghurur atau penipuan. Jika

antara suami isteri melakukan usaha bersama selama perkawinan menjadi milik

bersama. Dengan demikian apabila kelak perjanjian perkawinan itu putus karena

perceraian atau thalak, maka harta syirkah tersebut dibagi antara suami isteri

menurut pertimbangan sejauh mana usaha mereka suami atau isteri ikut berusaha

dalam syirkah.

Cara terjadinya syirkah di antaranya adalah:118

1. Mengadakan perjanjian syirkah secara nyata-nyata tertulis atau diucapkan

sebelum atau sesudah langsungnya akad nikah dalam suatu perkawinan,

baik untuk harta bawaan atau harta yang diperoleh setelah perkawinan tapi

bukan atas usaha mereka ataupun dari harta pencaharian.

2. Ditetapkan dengan Undang-undang/ peraturan perundang-undangan,

bahwa harta yang diperoleh atas usaha salah seorang suami-isteri atau oleh

kedua-duanya selama masa perkawinan (dalam hubungan perkawinan)

adalah harta bersama atau harta syirkah suami isteri tersebut.

Diam-diam terjadi syirkah pada harta kekayaan yang diperoleh atas usaha

selama masa perkawinan, jika pada kenyataannya suami isteri bersatu dalam

mencari dan membiayai hidup. Cara ini khusus untuk harta bersama.

Menurut Sajuti Thalib, harta suami isteri dapat dilihat dari tiga sudut

pandang: dilihat dari sudut asalnya harta suami isteri, dilihat dari sudut

penggunaannya, dan dilihat dari sudut hubungan harta dengan perorangan dalam

masyarakat. Harta suami-isteri jika dilihat dari sudut asalnya harta suami isteri

dapat digolongkan menjadi:

1. Harta masing-masing suami isteri yang telah dimilikinya sebelum suami isteri

menikah, baik diperoleh karena mendapat warisan, hadiah, atau usaha mereka

sendiri-sendiri. Harta ini sering juga disebut sebagai harta bawaan. Masing-

masing pihak masih memiliki dann menguasai harta bersamanya, mencakup

juga atas kerugian dan keuntungan yang ditimbulkan dari harta bawaannya

tersebut. penggabungan harta bawaan tersebut diperbolehkan bahkan sangat

118 Thalib, Op. Cit., hlm. 84-85.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 45: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

62

dianjurkan yang dilakukan dengan syirkah sehingga keuntungan dan kerugian

yang timbul ditambahkan dan dibebankan pada harta syirkah tersebut.

2. Harta masing-masing suami isteri yang dimiliknya sesudah mereka berada

dalam hubungan perkawinan, diperoleh selama pernikahan, tetapi

diperolehnya bukan dari usaha mereka baik seorang-seorang atau bersama-

sama melainkan diperoleh karena warisan, wasiat ataupun hibah untuk

masing-masing.

3. Harta yang diperoleh sesudah mereka berada dalam hubungan perkawinan

atas usaha mereka berdua atau usaha salah seorang mereka. Harta jenis ini

disebut juga sebagai harta pencaharian yang merupakan harta bersama bagi

suami-isteri.

Dengan adanya syirkah, diharapkan perceraian dapat diminimalisir, harta

utuh untuk kehidupan bersama suami isteri. Berkaitan dengan harta pencaharian,

yang dapat disoroti adalah status hukum dari harta pencaharian tersebut, apakah

dapat dianggap sebagai harta bersama suami isteri. Al Qur’an dan Sunnah Rasul

tidak mengatur dengan tegas mengenai hal tersebut, meskipun antara Suami-isteri

tidak terdapat harta bersama dapat mengadakan syirkah atau percampuran harta

kekayaan yang diperoleh suami dan/atau isteri selama masa adanya perkawinan

atas usaha suami atau isteri sendiri-sendiri atau usaha mereka bersama. Harta yang

dapat disyirkahkan adalah harta yang dimiliki suami-isteri baik berupa harta

bawaan, harta yang diperoleh atas usaha masing-masing atau bersama selama

perkawinan, maupun harta yang diperoleh selama perkawinan atas dasar

pemberian warisan, wasiat, atau hibah.

Masalah syirkah atau harta bersama asal mulanya dari hukum adat

setempat. Sesuai dengan perkembangan zaman, manusia berubah, hukum pun

terus menerus berubah. Seperti halnya dengan hukum yang mengatur syirkah.

Dapat terjadi di masyarakat Indonesia karena adanya:119

a. Kesempatan si isteri mencari kekayaan dan berusaha sendiri sangat

terbatas dibanding dengan kesempatan suami. Beberapa regulasi di

Indonesia masih menerapkan perbedaan gender khususnya di bidang

119 Thalib, Op. Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 46: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

63

pekerjaan tertentu. Untuk jabatan positional tertinggi di suatu

perusahaan hanya bisa diisi oleh laki-laki.

b. Terselenggaranya dengan baik bagian pekerjaan yang dipegang oleh si

isteri dalam suatu rumah tangga yang merupakan pekerjaan yang

cukup berat, merupakan sebab langsung bagi si suami untuk dapat

menguruskan pekerjaan dan usahanya jauh dari rumah mereka dengan

perasaan tenang dan sungguh-sungguh. Isteri bekerja sebagai ibu

rumah tangga seringkali diremehkan dengan asumsi pihak isteri tidak

melakukan pekerjaan di kantor sehingga tidak pantas menerima

gaji/upah, padahal jika dihitung-hitung menjadi seorang ibu rumah

tangga lebih mempunyai resiko dan tantangan yang besar dan tidak

kalah sulitnya dengan wanita karir.

Dalam surah An Nisa: 21 disebutkan bahwa: Hak isteri seimbang dengan

kewajiban suami yang diberikan kepadanya secara baik-baik (makruf).120

Menurut pendapat Prof. Dr. Hazairin, S.H yang dikutip dari buku Hukum

Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan Zakat

Menurut Hukum Islam yang disusun oleh Mohd. Idris Ramulyo: Harta yang

diperoleh suami dan isteri karena usahanya adalah harta bersama, baik mereka

bekerja bersama-sama ataupun hanya sang suami saja yang bekerja sedangkan

isteri hanya mengurus rumah tangga beserta anak-anak saja di rumah, sekali

mereka itu terikat dalam perjanjian perkawinan sebagai suami isteri maka

semuanya menjadi bersatu baik harta maupun anak-anak tanpa perlu diringi

syirkah, sebab perkawinan dengan ijab qabul serta memenuhi persyaratan lainnya

seperti adanya wali, saksi, mahar, walimah dann ‘ilanun nikah sudah dapat

dianggap syirkah antara suami-isteri.121 Sebab perkawinan menurut hukum islam

merupakan akad yang sangat kuat.

Perkawinan menurut ajaran Islam merupakan suatu perjanjian yang

langsung antara laki-laki dan perempuan. Nikah dalam Islam adalah suatu

120 Al Quran dan Terjemahannya, Op.Cit. 121 Ramulyo, Op. Cit, hlm. 34.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 47: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

64

perjanjian suci bagi tiap-tiap orang Islam yang harus dilakukannya, merupakan

pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia, bukan saja

antara suami isteri dan turunan bahkan antara dua keluarga.122 Nikah diawali

dengan ijab-qabul yang merupakan unsur dari perikatan (akad), Menurut

pandangan Hanafi, hanya karena tidak ada ijab saja atau hanya karena qabul saja

akad tidak akan pernah terwujud sama sekali.123

Selain itu dalam kaidah ushl fiqh ada disebutkan bahwa “Tidak ada

kemudharatan dan tidak boleh memudharatkan. Hal tersebut mengisyaratkan

bahwa penyelesaian harta bersama harus dilakukan secara adil dalam pembagian

antara suami dan isteri, dalam praktik sehari-hari bila terjadi perceraian di antara

suami-isteri biasanya harta bersama dibagi dua dengan pembagian yang sama

rata.124

Ketentuan mengenai harta bersama diatur dalam pasal 85 Kompilasi

Hukum Islam, yang menyatakan dikenalnya harta bersama suami isteri.

“Adanya Harta Bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan

adanya harta milik masing-masing suami atau isteri.”

Secara detail, Yahya Harahap memberikan gambaran sejauh mana ruang

lingkup harta dikatakan sebagai harta bersama dalam kehidupan perkawinan,

menurutnya ada lima katagori yaitu:125

a. Harta yang dibeli selama perkawinan

Patokan pertama untuk menentukan apa suatu barang termasuk objek harta

bersama atau tidak, ditentukan pada saat pembelian. Setiap barang yang dibeli

selama perkawinan maka harta tersebut menjadi objek harta bersama suami

isteri, tanpa mempersoalkan:

1) Apakah isteri atau suami yang membeli

2) Apakah harta terdaftar atas nama isteri atau suami 122 Abdullah Siddik, Hukum Perkawinan Islam, (Jakarta: Tintamas, 1983), hlm. 28. 123 Kuzari, Op. Cit., hlm. 12. 124 Bahdar Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam, Kompetensi Peradilan Agama tentang Perkawinan, Waris, Hibah, Wakaf dan Shadaqah (Bandung: Mandar, 1993), hlm. 34. 125 M. Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989, (Jakarta: Pustaka Karting, 1993) cet ke-3, hlm. 302-306.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 48: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

65

3) Apakah harta itu terletak di mana hal ini telah menjadi sesuatu yang

permanen sebagaimana dikemukakan dalam putusan Mahkamah

Agung tanggal 5 Mei 1971 No. 803 K/Sip/1970.

b. Harta yang dibeli dan dibangun sesudah perceraian yang dibiayai dari harta

bersama

Patokan harta bersama berikutnya ditentukan oleh asal usul biaya

pembelian atau dibangun sesudah terjadi perceraian. Misalnya, suami isteri

selama perkawinan berlangsung mempunyai harta dan uang bersama.

Kemudian terjadi perceraian. Semua harta dan uang simpanan dikuasai oleh

suami dan belum dilakukan pembagian. Harta seperti ini dikatagorikan

sebagai harta bersama. Praktik ini sejalan dengan putusan Mahkamah Agung

Tanggal 5 Mei 1970 No. 803 K/Sip/1970.

c. Harta yang dapat dibuktikan diperoleh selama perkawinan

Pada umumnya, pada setiap harta bersama, pihak yang digugat selalu

akan memajukan bantahan bahwa harta yang digugat bukan harta bersama,

tetapi adalah milik tergugat. Hak pemilikan tergugat bisa diadili atas nama hak

pembelian, warisan, hibah dan lainnya. Namun apabila penggugat dapat

membuktikan harta-harta yang digugat benar-benar diperoleh selama

perkawinan berlangsung dan uang pembeliannya tidak berasal dari uang

pribadi, maka harta tersebut menjadi objek harta bersama.

d. Penghasilan Harta Bersama dan harta bawaan

Penghasilan yang tumbuh dari harta bersama, sudah logis akan jatuh

menambah jumlah harta bersama.

e. Segala penghasilan suami-isteri

Menurut putusan Mahkamah Agung tanggal 1971 No. 454 K/ Sip/

1970, “Segala penghasilan pribadi suami isteri baik dari keuntungan yang

diperoleh dari perdagangan masing-masing ataupun hasil dari perolehan

masing-masing pribadi sebagai pegawai jatuh menjadi harta bersama suami-

isteri”. Jadi sepanjang mengenai penghasilan pribadi suami isteri, tidak terjadi

pemisahan. Justru dengan sendirinya terjadi penggabungan ke dalam harta

bersama. Penggabungan penghasilan pribadi dengan sendirinya terjadi

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 49: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

66

menurut hukum, sepanjang suami isteri tidak menentukan lain dalam

perjanjian perkawinan.

Kompilasi Hukum Islam mengakui adanya harta bersama.

Sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 huruf f: Harta kekayaan dalam

perkawinan atau syirkah adalah harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri

maupun bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung

dan selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas

nama siapa. Pasal ini dapat diartikan adanya harta bersama seketika terjadi

setelah dilangsungkan akad nikah, tidak mempedulikan pihak mana yang

menghasilkannya sepanjang berlangsungnya suatu perkawinan, tanpa

mempermasalahkan atas nama suami atau isteri harta tersebut dikuasai atau

dimiliki, dan apakah harta tersebut diperoleh dari usaha salah satu pihak

ataupun dari kedua belah pihak.. Dari pasal ini dapat diketahui bahwa

Kompilasi Hukum Islam mengakui adanya syirkah secara langsung dengan

adanya perkawinan.

Selain itu juga ditetapkan dalam Kompilasi Hukum Islam, walaupun

mengakui adanya harta bersama dalam perkawinan, tidak menutup

kemungkinan adanya harta milik masing-masing, di mana penggunaan dan

kuasa atas harta masing-masing tersebut ada di tangan masing-masing

pihak126 dan masing-masing pihak punya hak sepenuhnya untuk melakukan

perbuatan hukum atasnya.

Atas harta, baik merupakan harta bersama yang didapat selama

berlangsungnya perkawinan ataupun harta milik pihak lainnya bahkan

miliknya sendiri wajib dijaga oleh suami dan isteri, mengakibatkan tanpa

adanya persetujuan pihak lain harta bersama tidak boleh dijual atau

dipindahkan. Suami bertanggung jawab menjaga harta bersama, harta istri

maupun hartanya sendiri.127 Istri turut bertanggung jawab menjaga harta

bersama, maupun harta suami yang ada padanya.

126 Kompilasi Hukum Islam, Op. Cit.,Psl. 85. 127 Ibid., Psl. 89.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 50: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

67

Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai harta bersama

sedemikian rupa tetap mengakui keberadaan harta bawaan masing-masing

baik yang didapat sebelum perkawinan maupun selama perkawinan dari hasil

hibah, warisan wasiat dan sebagainya. Ini dapat dikaitkan dengan kedudukan

suami atau isteri punya hak untuk menggunakan dan menguasai harta pribadi

masing-masing, menggunakan harta bersama untuk kepentingan para pihak

dengan berpegang teguh pada kewajiban untuk menggunakannya atas

persetujuan kedua belah pihak, yang bertujuan untuk tetap menjaga

keharmonisan rumah tangga dengan sifat yang saling terbuka satu sama lain.

Dari pengaturan harta tersebut, baik harta bersama maupun harta asal dan/atau

harta bawaan berdasarkan Firman Allah Surah An-Nisaa ayat 34 sebagai

berikut yang artinya :

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena atas sebagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh adalah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri di balik pembelakangan suaminya, karena Allah telah memelihara mereka.....”128

Hadits Nabi Muhammad menjelaskan mengenai pemanfaatan harta,

termasuk kewajiban suami dalam memenuhi kebutuhan biaya hidup isteri dan

anak-anaknya dan biaya lainnya yang merupakan hak isteri.129

Dari Aisyah berkata Hindun binti Utbah istri Abu Sufyan menghadap kepada Rasulullah SAW mengadu: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang yang kikir, ia tidak memberi nafkah yang cukup kepadaku dan anakku, kecuali aku mengambil sendiri hartanya tanpa sepengetahuannya, apakah aku menanggung dosa atas

128 Al, Qur’an dan Terjemahannya, QS. 4: 34.

129 Zainuddin Ali, M.A. Hukum Perdata Islam Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm. 58.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 51: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

68

perbuatanku tersebut? Beliau bersabda: “Ambil saja hartanya secara makruf, untuk mencukupi kebutuhanmu dan anak-anakmu (muttafaqun ‘alaih).

Berbeda pada zaman Rasullullah, pengertian harta kekayaan menjadi

luas jangkauannya, tidak hanya barang-barang berupa materi yang langsung

dapat menjadi bahan makanan, melainkan termasuk non materi berupa jasa

dan sebagainya, seperti yang diatur dalam pasal 91 Kompilasi Hukum Islam

Harta bersama dapat berupa benda berwujud meliputi benda tidak bergerak,

benda bergerak dan surat-surat berharga atau benda tidak berwujud berupa hak

maupun kewajiban.

Dapat diperhatikan lebih seksama dalam pasal 91 ayat (4) juga

disebutkan bahwa harta bersama dapat dijadikan sebagai barang jaminan oleh

salah satu pihak atas persetujuan pihak lainnya. Penggunaan kekayaan baik

merupakan kepentingan salah satu pihak maupun kepentingan bersama harus

selalu berdasarkan musyawarah. Oleh karena itu penggunaan harta bersama

tidak dibolehkan jika tanpa persetujuan kedua belah pihak.

3.1.3. Pembagian Harta Bersama Suami- Isteri

Harta bersama antara suami isteri akibat ketidak sepahaman kerap terjadi,

dan lebih parahnya dapat mengakibatkan sengketa. Penyebabnya antara lain:

a. Putusnya perkawinan, baik karena kematian ataupun karena perceraian

atau

b. Tanpa putusnya perkawinan.130 Sengketa harta bersama juga bisa terjadi di

tengah perjalanan perkawinan ketika kata cerai belum muncul. Misalnya di

antara suami isteri belum ada penjabaran mana harta istri atau suami,

pemeliharaan dan pemanfaatan harta bersama dan sejauh mana pembagian

harta bersama tersebut.

Penyelesaian sengketa tersebut dapat diajukan bersama-sama dengan

perceraian, atau setelah terjadinya perceraian ataupun setelah terjadinya kematian

130 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), cet. Ke-5, hlm. 248.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 52: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

69

salah satu pihak dari suami isteri atau setelah terjadinya kematian salah satu pihak

dari suami isteri atau kedua suami isteri.131

3.2. Pengaturan dan Pelaksanaan Sita Marital di Indonesia

3.2.1. Pengertian dan Tujuan Penyitaan secara Umum

Penyitaan berasal dari terminologi beslag (Belanda)132, dan istilah

Indonesia beslah istilah bakunya ialah sita atau penyitaan. Pengertian yang

terkandung di dalamnya adalah :

a. Tindakan menempatkan harta kekayaan tergugat secara paksa berada ke

dalam keadaan penjagaan133,

b. Tindakan paksa penjagaan (custody) itu dilakukan secara resmi (official)

berdasarkan perintah pengadilan atau hakim. Sita dapat dilakukan hakim,

sebagai hukuman untuk tergugat berupa tindakan penempatan harta

kekayaan di bawah penjagaan meskipun putusan tentang kesalahannya

belum dijatuhkan. Dengan demikian sebelum putusan diambil dan

dijatuhkan, tergugat telah dijatuhi hukuman berupa penyitaan harta

sengketa atau harta kekayaan tergugat. 134 Penyitaan membenarkan

putusan yang belum dijatuhkan yang merupakan tindakan perampasan,

karena penyitaan dilakukan sebelum dijatuhkan putusan berkekuatan

hukum tetap (in kracht). Namun sebelum sita diputuskan, pengabulan

permohonan sita harus benar-benar dinilai dan dipertimbangkan dengan

seksama dan objektif.

c. Barang yang ditempatkan dalam penjagaan berupa barang yang

disengketekan tapi boleh juga barang yang akan dijadikan sebagai alat

pembayaran atas pelunasan utang debitur atau tergugat dengan jalan

menjual lelang (executorial verkoop) barang yang disita tersebut,

131 Ibid. 132 Marianne Termorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia (Jakarta: Djambatan, 1999), hlm. 49. 133 Meriem Webster’s Dictionary of Law (Massachusets: Merriam Webster Springfield, 1996), hlm. 451. 134 M. Yahya Harahap 1, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hlm.283.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 53: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

70

d. Penetapan dan penjagaan barang yang disita berlangsung selama proses

pemeriksaan sampai ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap yang menyatakan sah atau tidak tindakan penyitaan itu.

Tujuan diadakannya penyitaan adalah untuk menjaga agar harta kekayaan

tergugat tidak dipindahkan kepada orang lain melalui jual beli atau penghibahan,

dan agar harta kekayaan tidak dibebani dengan sewa menyewa atau diagunkan

kepada pihak ketiga. Pihak penggugat yang khawatir adanya itikad buruk (bad

faith) dari pihak tergugat dapat mengadakan upaya hukum permohonan sita agar

harta kekayaan yang disita dapat tetap utuh terjamin sampai adanya putusan

berkekuatan hukum tetap.

3.2.2. Sita Jaminan (Conservatoir Beslaag) dan Sita Marital (Maritale

Beslaag)

Sita jaminan merupakan salah satu bentuk sita yang tujuannya agar barang

debitur yang selama belum dijatuhkan putusan dalam perkara tidak digelapkan

atau diasingkan tergugat selama proses persidangan berlangsung, sehingga saat

putusan dilaksanakan, pelunasan pembayaran utang yang dituntut penggugat tidak

terpenuhi dengan menjual barang yang telah dijatuhkan sita tersebut. Dapat

dinyatakan bahwa tujuan sita jaminan adalah agar keutuhan barang dapat tetap

terjamin nilai dan keberadaannya sampai putusan memperoleh kekuatan hukum

tetap karena harta kekayaan tergugat ada di bawah penjagaan pengadilan. Dengan

demikian pada saat putusan telah berkekuatan hukum tetap, barang yang telah

ditetapkan sita oleh Pengadilan dapat dieksekusi riil dengan jalan mengosongkan

atau membongkar bangunan yang ada di atasnya serta sekaligus menyerahkannya

kepada penggugat.

Harta kekayaan tergugat yang menjadi objek sita jaminan di antaranya

adalah barang terbatas yang diperkarakan dan tidak boleh melebihi yang

diperkarakan. Sedangkan untuk perkara utang piutang, objek sita jaminan bisa

meliputi seluruh harta kekayaan tergugat dengan mendahulukan penyitaan barang

bergerak baru diikuti penyitaan barang tidak bergerak jika ternyata barang

bergerak tidak mencukupi besarnya utang, tetapi jika tergugat tidak mempunyai

barang bergerak sama sekali barulah dapat dilakukan penyitaan langsung terhadap

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 54: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

71

barang tidak bergeraknya. Jika perjanjian antara tergugat dengan penggugat ada

agunan, maka barang yang dapat dikenakan sita jaminan adalah terbatas pada

barang yang dikenakan agunan tersebut tanpa mempersoalkan apakah nilainya

cukup memenuhi jumlah utang atau tidak.

Sita marital atau Maritale Beslaag merupakan salah satu bentuk dari sita

jaminan (conservatoire beslaag) yang bersifat khusus. Pada dasarnya, maritale

beslaag adalah sama dan serupa dengan sita jaminan (conservatoire beslaag), sita

marital merupakan perwujudan dari sita jaminan, oleh karena itu, segala ketentuan

yang berlaku pada sita jaminan berlaku sepenuhnya pada sita marital. Namun sita

marital hanya dapat diterapkan terhadap harta perkawinan, yakni harta bersama

bila di antara suami isteri terjadi perceraian.135 Sita atas harta perkawinan yang

disebut juga sita marital dapat timbul jika terjadi perkara perceraian. Dalam sistem

hukum Indonesia dapat juga disebut sebagai sita harta bersama atau sita harta

perkawinan, dapat juga disebut sita harta benda bersama suami-isteri. Agar lebih

praktis dalam pengistilahan tapi tetap efektif, lebih tepat digunakan istilah sita

harta bersama yang memperlihatkan kedudukan setara antara suami dan isteri.

Tujuannya untuk menjamin agar harta bersama mendapat putusan yang

berkekuatan hukum tetap, untuk menjamin keselamatan keutuhan harta

perkawinan (harta bersama) sampai putusan perkara perceraian berkekuatan

hukum tetap.

Apabila selama proses pemeriksaan perkara telah terjadi pemisahan tempat

tinggal antara suami isteri bersangkutan atas izin hakim, semakin besar

kemungkinan atas terancamnya keutuhan dan pemeliharaan harta perkawinan.

Misalnya atas persetujuan hakim, isteri sudah terpisah tempat tinggalnya selama

pemeriksaan perkara berlangsung dan harta perkawinan semuanya dikuasai suami,

hal ini seolah-olah memberi kesempatan kepada suami untuk menjual atau

menggelapkan sebagian dari harta perkawinan. Sebagai upaya untuk menjamin

keselamataan keutuhan harta perkawinan (harta bersama), undang-undang

memberi hak kepada isteri untuk mengajukan permohonan sita marital.136

135 M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Permasalahan dan Penerapan Conservatoir beslaag (sita jaminan), cet. Pertama, (Jakarta: Pustaka, 1987), hlm. 145. 136 M. Yahya Harahap (2), Ibid. hlm. 145

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 55: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

72

Berbeda dengan conservatoire beslaag yang bertujuan menjadikan barang

yang disita sebagai pemenuhan pembayaran utang tergugat, tujuan sita marital

bukan untuk menjamin tagihan pembayaran kepada penggugat, bukan juga untuk

menuntut penyerahan hak milik, tapi untuk membekukan harta bersama suami-

isteri agar tidak berpindah kepada pihak ketiga selama proses perkara perceraian

atau pembagian harta bersama. Keberadaan dan keutuhan harta bersama yang

hendak diselamatkan melalui upaya hukum sita marital ialah keutuhan seluruh

harta kekayaan perkawinan. Jika sita marital hanya secara parsial akan

mengakibatkan cacat yuridis. Itulah perbedaan mendasar antara sita marital

dengan sita jaminan biasa. Sita jaminan hanya dikenakan tehadap harta kekayaan

tergugat, terhadap barang tertentu yang besarnya sejumlah tagihan hutang.

Sita marital harus dikenakan terhadap keseluruhan harta perkawinan tanpa

mempersoalkan apakah harta kekayaan perkawinan itu berada pada pihak tergugat

maupun penggugat, alasan hukumnya adalah:

- Selama proses perkara perceraian masih berlangsung, harta

kekayaan perkawinan masih tetap merupakan satu kesatuan yang

tidak terpisah.137

- Selama proses perkara perceraian masih berlangsung, harta

kekayaan perkawinan secara bulat adalah hak milik bersama di

antara suami isteri.

- Yang hendak diselamatkan upaya hukum maritale beslaag adalah

keutuhan seluruh harta perkawinan.

Secara singkat tujuan dari sita marital adalah untuk menyelamatkan

keutuhan harta bersama dari kelicikan dan itikad buruk salah satu pihak, sampai

putusan perceraian berkekuatan hukum tetap.

Sita marital dapat diletakkan oleh Pengadilan Agama jika terjadi

perselisihan mengenai harta bersama tanpa harus berkaitan dengan gugatan cerai

agar segala sesuatu yang dapat merugikan dan membahayakan harta bersama bagi

keluarga dapat dicegah. Kompilasi Hukum Islam mengatur lebih spesifik

mengenai sita marital dalam pasal 95 ayat (1) dan (2), yang menyatakan bahwa:

137 Ibid. hlm. 151.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 56: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

73

(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan Pasal 24 ayat (2) huruf c

Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2),

suami atau isteri dapat meminta Pengadilan Agama untuk

meletakkan sita jaminan atas harta bersama tanpa adanya

permohonan gugatan cerai, apabila salah satu melakukan perbuatan

yang merugikan dan membahayakan harta bersama seperti judi,

mabuk, boros dan sebagainya.

(2) Selama masa sita dapat dilakukan penjualan atas harta bersama

untuk kepentingan keluarga dengan izin Pengadilan Agama.

Kompilasi Hukum Islam menggunakan istilah sita jaminan atas harta

bersama karena dalam kompilasi diatur bahwa kedudukan antara suami dan isteri

seimbang, diatur secara tegas dalam Pasal 79 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam

bahwa kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam

kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat, dalam

ayat (3) pun diatur bahwa masing-masing pihak berhak untuk melakukan

perbuatan hukum, sedangkan sita marital identik dengan ketidak cakapan isteri

sebagaimana diatur dalam kitab undang-undang hukum Perdata, di mana isteri

tidak cakap melakukan perbuatan hukum dan harus tunduk patuh kepada suami

(pasal 106 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).

Dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun

1975, menegaskan bahwa:

Selama berlangsungnya gugatan perceraian, atas permohonan penggugat atau

tergugat, Pengadilan dapat :

a. menentukan nafkah yang harus ditanggung oleh suami;

a. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin pemeliharaan

dan pendidikan anak;

b. menentukan hal-hal yang perlu untuk menjamin terpeliharanya

barang-barang yang menjadi hak suami atau barang-barang

yang menjadi hak isteri.138

138 Indonesia, Peraturan Pemerintah, Nomor 9 tahun 1975 PP Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974, Lembaran Negara Nomor 12, 1975, psl. 24..

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 57: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

74

Dalam pasal ini tidak dijelaskan secara tersurat kewenangan Pengadilan untuk

meletakkan sita terhadap harta bersama. Kalimat “menentukan hal-hal yang perlu

untuk menjamin terpeliharanya barang-barang”, pada hakekatnya sudah tersirat

makna tindakan atau upaya pensitaan terhadap harta perkawinan. Dan tindakan

yang dianggap dapat menjamin terpeliharanya harta perkawinan selama proses

perceraian berlangsung adalah sita jaminan yang disebut “maritale beslaag” agar

pemeliharaan dan keutuhan harta perkawinan dapat terjamin.139 Pasal 136 ayat (2)

Kompilasi Hukum Islam menentukan hal yang sama diatur dalam pasal 24

Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975.

Di antara ketiga pasal tersebut terlihat perbedaan. Dalam pasal 95

Kompilasi Hukum Islam, permohonan sita jaminan atas harta bersama hanya

bertujuan untuk melindungi harta bersama dari perbuatan yang dikhawatirkan

dapat merugikan bahkan membahayakan harta bersama, bukan bagian dari

permohonan gugatan cerai, karena sita yang diajukan dapat dimohonkan tanpa

adanya permohonan gugatan cerai.140 Sedangkan dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Pasal 136 ayat (2) Kompilasi

Hukum Islam permohonan penjaminan terhadap harta bersama diajukan menjadi

satu bagian dalam proses gugatan perceraian. Pasal 24 ayat (2) terlalu sempit

dalam pengajuan sita marital, jika ada perceraian baru dapat diajukan sita marital,

seakan-akan tanpa adanya gugatan cerai tidak dapat diajukan sita marital, seakan

selama perkawinan masih berjalan tidak dimungkinkan mengajukan pemisahan

harta perkawinan. Kompilasi Hukum Islam lebih luas dalam mengaturnya, Pasal

95 Kompilasi Hukum Islam merupakan modifikasi dan sejiwa dengan Pasal 186

KUH Perdata, di luar gugatan perceraian isteri atau suami dapat mengajukan

pemisahan harta perkawinan yang masih utuh ke Pengadilan. Aturan ini

merupakan cara untuk melindungi keutuhan harta perkawinan dan juga

melindungi hak isteri terhadap harta bersama, tanpa harus memutuskan tali

perkawinan Pihak isteri atau suami misalnya sangat ingin mempertahankan

mahligai perkawinan, sementara suami atau isterinya melakukan tindakan-

tindakan yang dapat merugikan harta bersama yang merupakan sumber bagi

139 Harahap (2), Op. Cit. 140 Djubaedah, Op. Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 58: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

75

penghidupan dan kesejahteraan bagi keluarganya, dibutuhkanlah suatu tindakan

prevensi agar harta bersama tidak habis dan berpindah tangan ke pihak lain selain

isteri dan anak-anaknya yang berhak atas harta bersamanya. Jika memperhatikan

Pasal 186 KUHPerdata dan Pasal 95 Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa

permohonan sita marital tidak mutlak bersifat asesoir kepada gugatan cerai atau

pembagian harta bersama, permohonan sita dapat berdiri sendiri tanpa tergantung

pada perkara cerai. Dengan demikian pihak suami atau isteri dapat mengajukan

sita marital, dengan ketentuan siapa yang mendalilkan dia yang membuktikan

tindakan yang dapat merugikan harta bersama.

Harta bersama yang dijatuhkan sita marital juga dapat dimanfaatkan,

sebagaimana diatur dalam Pasal 823 Rv. Peletakan sita marital atas barang

bergerak atau tidak bergerak tidak menghalangi suami isteri untuk memanfaatkan

apa-apa yang dihasilkan barang tersebut, namun pemanfaatannya tidak boleh

mengurangi pemenuhan fungsi dan kewajiban yang ditentukan undang-undang

seperti membayar biaya pendidikan, kesejahteraan keluarga dan anak-anak, atau

tidak boleh mengusir pihak lain dari rumah kediaman semula, pemanfaatan hasil

itu satu pihak dibebani kewajiban untuk membagi hasil itu kepada pihak lain baik

suami maupun isteri. 141 Harta bersama merupakan milik bersama suami-isteri,

oleh karenanya harus dibagi dua separuh-separuh, sebagaimana diatur dalam Pasal

97 Kompilasi Hukum Islam: ”Janda atau duda cerai hidup masing-masing berhak

seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian

perkawinan.

Selain itu, hal yang unik dalam sita marital adalah dapat menghalangi

permintaan sita jaminan (conservatoire beslaag) yang diminta pihak ketiga untuk

menjamin pembayaran utang suami-isteri (utang bersama suami isteri) terhadap

harta bersama di atasnya baik utang-utang yang terjadi sebelum sita harta bersama

diletakkan, yang dapat dikabulkan hanya sebatas sitas penyesuaian. Ketentuan ini

diatur dalam pasal 823 i Rv.

141 Harahap (1), Op. Cit., hlm. 377.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 59: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

76

3.2.3. Alasan diajukannya Sita Marital

Sita marital merupakan bentuk khusus dari sita jaminan, seperti yang telah

dipaparkan di atas sebelumnya, aturan mengenai sita jaminan juga dapat

diterapkan pada sita marital. Alasan pengajuan sita ini, diatur dalam Pasal 227 jo.

Pasal 197 HIR atau Pasal 206 RBG yaitu:

1. Ada persangkaan yang beralasan. Persangkaan itu sendiri harus

didasarkan pada fakta yang mendukung dan masuk akal atau sekurang-

kurangnya ada petunjuk yang dapat membenarkan persangkaan, karena

jika tidak ada fakta, permohonan sita ditolak;

2. Bahwa tergugat akan menggelapkan barang-barang;

3. Hal tersebut mengakibatkan kerugian bagi penggugat

Penerapan sita harta bersama tidak dibenarkan secara parsial yang hanya

diletakkan pada harta tergugat saja untuk menghindari kepincangan, mengingat

harta bersama dapat dikuasai baik tergugat maupun penggugat (suami-isteri).

3.2.4. Sita Marital terhadap Harta Bersama bukan Harta Bawaan/Harta

Pribadi

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa Kompilasi Hukum Islam

mengatur mengenai harta bersama walaupun pada dasarnya harta kekayaan tidak

bercampur secara mutlak dengan adanya perkawinan, harta isteri tetap menjadi

milik isteri dan dikuasai penuh olehnya, begitu pula dengan harta kekayaan suami.

Harta yang demikian tersebut merupakan harta bawaan, sepanjang para pihak

tidak menentukan lain, dan terhadap harta bawaan masing-masing pihak,

perbuatan hukum dapat dilakukan sesuai dengan kewenangannya. Ada pembedaan

bentuk dan status antara harta kekayaan dalam perkawinan dengan harta bawaan/

harta pribadi yang menjadi hak penuh bagi masing-masing suami-isteri. Oleh

karena itu, harta bawaan/ harta pribadi dipisahkan dari sita marital (maritale

beslaag). Terhadap harta kekayaan bawaan/ pribadi, keselamatan dan

keutuhannya tidak perlu dilindungi karena masing-masing pihak berhak

sepenuhnya untuk mengatur serta menyelamatkannya.

Agar harta bawaan/ harta pribadi tidak dikenai sita marital, para pihak

harus membuktikan kepemilikannya. Pengadilan seharusnya lebih teliti dalam

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009

Page 60: BAB 2 SUMBER-SUMBER HUKUM ISLAM 2.1. Sumber- Sumber dan ...lib.ui.ac.id/file?file=digital/124068-PK I 2079.8167-Tinjauan... · diperhatikan dengan seksama jika terjadi pendapat yang

77

menentukan mana yang merupakan harta bawaan, dan mana yang termasuk harta

bersama, mengingat ketentuan di Kompilasi Hukum Islam, mengatur bahwa harta

bersama tidak mempersoalkan terdaftar milik siapa. Kasus yang sering terjadi

dalam perkawinan, suatu barang didaftarkan atas nama suami atau isteri, padahal

barang yang terdaftar bukan merupakan harta bawaan masing-masing pihak

melainkan merupakan harta bersama para pihak.

Namun, jika harta bawaan/ harta pribadi ada di bawah kekuasaan tergugat,

sita marital juga harus diletakkan terhadap harta tersebut. Demikian halnya jika

harta bawaan/pribadi tergugat ada di bawah kekuasaan tergugat itu sendiri, tidak

bisa diletakkan sita marital, penggugat tidak dapat menuntut sita marital harta

bawaan/pribadi tergugat tersebut. Dapat disimpulkan bahwa pengaturan sita

marital tidak meliputi harta bawaan/ harta pribadi tidak bersifat mutlak.

Kemutlakan sita marital (maritale beslaag) pada prinsipnya hanya meliputi harta

kekayaan bersama suami isteri.142

142 Harahap (2), Op.Cit.

Universitas Indonesia

Tinjauan terhadap..., Sylli Meliora Sterigma, FHUI, 2009