bab-2-mpkp
DESCRIPTION
............TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan
nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan
keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan (Ratna Sitorus & Yuli,
2006).
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses dan
nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian asuhan
keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. Aspek struktur
ditetapkan jumlah tenaga keperawatan berdasarkan jumlah klien sesuai dengan derajat
ketergantungan klien. Penetapan jumlah perawat sesuai kebutuhan klien menjadi hal penting,
karena bila jumlah perawat tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan, tidak ada
waktu bagi perawat untuk melakukan tindakan keperawatan.
Sistem pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan mengalami perubahan
mendasar dalam memasuki abad 21 ini. Perubahan tersebut merupakan dampak dari
perubahan kependudukan dimana masyarakat semakin berkembang yaitu lebih
berpendidikan, lebih sadar akan hak dan hukum, serta menuntut dan semakin kritis terhadap
berbagai bentuk pelayanan keperawatan serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
saat ini (Kuntoro, 2010).
Keperawatan sebagai pelayanan atau asuhan profesional bersifat humanistis
menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan,
berorientasi pada kebutuhan objektif klien, mengacu pada standar profesional keperawatan
dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntutan utama. Profesionalisasi keperawatan
merupakan proses dinamis dimana profesi yang telah terbentuk mengalami perubahan dan
perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat
(Nursalam, 2011).
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan
pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional ) dimana dalam SP2KP
ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet (PA) serta
tenaga kesehatan lainnya. Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi
keperawatan primer (kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer).
1
B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu mengerti tentang Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP) dan
Sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP)
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memahami pengertian Model Praktek Keperawatan Profesional
(MPKP) dan Sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional (SP2KP)
b. Mahasiswa mengetahui aplikasi nilai-nilai profesional dalam praktik,
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan mampu menjelaskan tentang manajemen dan
pemberian asuhan keperawatan,
2
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL
Model praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur,
proses dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur
pemberian asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut
diberikan. (Ratna Sitorus & Yulia 2006)
Model Asuhan Keperawatan Profesional adalah sebagai suatu sistem (struktur,
proses dan nilai- nilai) yang memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian
asuhan keperawatan termasuk lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut
(Hoffart & Woods, 1996)
Praktik keperawatan profesional merupakan suatu sistem (struktur, proses dan
nilai) yang mendukung perawat mengendalikan ppemberian pelayan asuhan
keperawatan kepada pasien dan lingkungan dimana pelayanan dan asuhan
keperawatan dibeikan. Model ini mempunyai tiga komponen utama yaitu keperawatan
prime, struktur keperawatan terdesentralisasi dan kolaborasi antar disiplin dan sebagai
komponen penunjang adalah kompensasi dan penghargaan.
Pengembangan MPK diperlukan hubungan kolaborasi antar profesi dan
diperlukan waktu serta tenaga yang cukup. Meskipun demikian banyak organisasi lain
menyepakati bahwa model kolaborasi asuhan keperawatan dapat meningkatkan hasil
pelayanan, kefektifan biaya dan kepuasan pasien.
Salah satu karakterisitik utama praktik profesional adalah praktek yang
didasarkan pada nilai-nilai profesional. Empat nilai profesional menurut watson dalam
kozier et al (1997) :
1. Komitmen yang tinggi untuk melayani
Keperawatan merupakan layanan untuk membantu manusia, dengan landasan
pemberian layanannya adalah sense of caring.
2. Penghargaan atas harkat dan martabat klien sebagai manusia.
Hal ini berarti bahwa perawat selalu betinadk untuk melakukan yang terbaik bagi
klien tanpa membeda-bedakan bangsa, suku, agama, politik dan ekonomi.
3. Komitmen terhadap pendidikan.
Komitmen ini direfleksikan dengan keinginan untuk belajar secara bekrelanjutan
demi mempertahankan dan meningkatkan kemampuan perawat
3
4. Otonomi
Perawat perlu lebih intensif dalam meningkatkan kemampuannya untuk berfungsi
secara independen dalam mengatur pemberian asuhan keperawatan.
A) Metode Pemberian Asuhan Keperawatan
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam
macam, yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model
manajemen perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien.
1. Metode Fungsional
Model pemberian asuhan keperawatan ini berorientasi pada penyelesaian tugas
dan prosedur keperawatan. Perawat ditugaskan untuk melakukan tugas tertentu untuk
dilaksanakan kepada semua pasien yang dirawat di suatu ruangan. Model ini
digambarkan sebagai keperawatan yang berorientasi pada tugas dimana fungsi
keperawatan tertentu ditugaskan pada setiap anggota staff. Setiap staff perawat hanya
melakukan 1-2 jenis intervensi keperawatan pada semua pasien dibangsal. Misalnya
seorang perawat bertanggung jawab untuk pemberian obat-obatan, seorang yang lain
untuk tindakan perawatan luka, seorang lagi mengatur pemberian intravena, seorang
lagi ditugaskan pada penerimaan dan pemulangan, yang lain memberi bantuan mandi
dan tidak ada perawat yang bertanggung jawab penuh untuk perawatan seorang
pasien.
Seorang perawat bertanggung jawab kepada manajer perawat. Perawat senior
menyibukan diri dengan tugas manajerial, sedangkan perawat pelaksana pada
tindakan keperawatan. Penugasan yang dilakukan pada model ini berdasarkan kriteria
efisiensi, tugas didistribusikan berdasarkan tingkat kemampuan masing-masing
perawat dan dipilih perawat yang paling murah. Kepala ruangan terlebih dahulu
mengidentifikasm tingkat kesulitan tindakan, selanjutnya ditetapkan perawat yang
akan bertanggung jawab mengerjakan tindakan yang dimaksud. Model fungsional ini
merupakan metode praktek keperawatan yang paling tua yang dilaksanakan oleh
perawat dan berkembang pada saat perang dunia kedua.
4
Kelebihan :
a. Efisien karena dapat menyelesaikan banyak pekerjaan dalam waktu singkat dengan
pembagian tugas yang jelas dan pengawasan yang baik
b. Sangat baik untuk rumah sakit yang kekurangan tenaga
c. Perawat akan trampil untuk tugas pekerjaan tertentu saja
d. Mudah memperoleh kepuasan kerja bagi perawat setelah selesai kerja.
e. Kekurangan tenaga ahli dapat diganti dengan tenaga yang kurang berpengalaman
untuk tugas sederhana.
f. Memudahkan kepala ruangan untuk mengawasi staf atau peserta didik yan g
melakukan praktek untuk ketrampilan tertentu.
Kelemahan :
a. Pelayanan keperawatan terpisah-pisah atau tidak total sehingga kesulitan dalam
penerapan proses keperawatan.
b. Perawat cenderung meninggalkan klien setelah melakukan tugas pekerjaan.
c. Persepsi perawat cenderung kepada tindakan yang berkaitan dengan ketrampilan saja
d. Tidak memberikan kepuasan pada pasien ataupun perawat lainnya.
e. Menurunkan tanggung jawab dan tanggung gugat perawat
f. Hubungan perawat dank klien sulit terbentuk
2. Metode TIM
Metode tim adalah pengorganisasian pelayanan keperawatan dengan
menggunakan tim yang terdiri atas kelompok klien dan perawat. Kelompok ini
dipimpin oleh perawat yang berijazah dan berpengalaman kerja serta memiliki
pengetahuan dibidangnya (Regestered Nurse). Pembagian tugas dalam kelompok
dilakukan oleh pimpinan kelompok/ ketua group dan ketua group bertanggung jawab
dalam mengarahkan anggota group / tim. Selain itu ketua group bertugas memberi
pengarahan dan menerima laporan kemajuan pelayanan keperawatan klien serta
membantu anggota tim dalam menyelesaikan tugas apabila menjalani kesulitan dan
selanjutnya ketua tim melaporkan pada kepala ruang tentang kemajuan pelayanan /
asuhan keperawatan terhadap klien. Keperawatan Tim berkembang pada awal tahun
1950-an, saat berbagai pemimpin keperawatan memutuskan bahwa pendekatan tim
dapat menyatukan perbedaan katagori perawat pelaksana dan sebagai upaya untuk
menurunkan masalah yang timbul akibat penggunaan model fungsional. Pada model
5
tim, perawat bekerja sama memberikan asuhan keperawatan untuk sekelompok pasien
di bawah arahan/pimpinan seorang perawat profesional (Marquis & Huston, 2000).
Dibawah pimpinan perawat professional, kelompok perawat akan dapat bekerja
bersama untuk memenuhi sebagai perawat fungsional. Penugasan terhadap pasien
dibuat untuk tim yang terdiri dari ketua tim dan anggota tim. Model tim didasarkan
pada keyakinan bahwa setiap anggota kelompok mempunyai kontriibusi dalam
merencanakan dan memberikan asuhan keperawatan sehingga timbul motivasi dan
rasa tanggung jawab perawat yang tinggi. Setiap anggota tim akan merasakan
kepuasan karena diakui kontribusmnya di dalam mencapai tujuan bersama yaitu
mencapai kualitas asuhan keperawatan yang bermutu. Potensi setiap anggota tim
saling melengkapi menjadi suatu kekuatan yang dapat meningkatkan kemampuan
kepemimpinan serta menimbulkan rasa kebersamaan dalam setiap upaya dalam
pemberian asuhan keperawatan. Pelaksanaan konsep tim sangat tergantung pada
filosofi ketua tim apakah berorientasi pada tugas atau pada klien. Perawat yang
berperan sebagai ketua tim bertanggung jawab untuk mengetahui kondisi dan
kebutuhan semua pasien yang ada di dalam timnya dan merencanakan perawatan
klien. Tugas ketua tim meliputi: mengkaji anggota tim, memberi arahan perawatan
untuk klien, melakukan pendidikan kesehatan, mengkoordinasikan aktivitas klien.
Menurut Tappen (1995), ada beberapa elemen penting yang harus
diperhatikan:
a. Pemimpin tim didelegasikan/diberi otoritas untuk membuat penugasan bagi anggota
tim dan mengarahkan pekerjaan timnya.
b. Pemimpin diharapkan menggunakan gaya kepemimpinan demokratik atau partisipatif
dalam berinteraksi dengan anggota tim.
c. Tim bertanggung jawab terhadap perawatan total yang diberikan kepada kelompok
pasien.
d. Komunikasi di antara anggota tim adalah penting agar dapat sukses. Komunikasi
meliputi: penu!Isan perawatan klien, rencana perawatan klien, laporan untuk dan dari
pemimpin tim, pentemuan tim untuk mendiskusikan kasus pasien dan umpan balik
informal di antara anggota tim.
Kelebihan :
a. Dapat memfasilitasi pelayanan keperawatan secara komprehensif.
b. Memungkinkan pelaksanaan proses keperawatan.
c. Konflik antar staf dapat dikendalikan melalui rapat dan efektif untuk belajar.
6
d. Memberi kepuasan anggota tim dalam berhubungan interpersonal.
e. Memungkinkan meningkatkan kemampuan anggota tim yang berbeda-beda secara
efektif.
f. Peningkatan kerja sama dan komunikasi di antara anggota tim dapat menghasilkan
sikap moral yang tinggi, memperbaiki fungsi staf secara keseluruhan, memberikan
anggota tim perasaan bahwa ia mempunyai kontribusi terhadap hasil asuhan
keperawatan yang diberikan
g. Akan menghasilkan kualitas asuhan keperawatan yang dapat dipertanggungjawabkan
h. Metode ini memotivasi perawat untuk selalu bersama klien selama bertugas
Kelemahan :
a. Ketua tim menghabiskan banyak waktu untuk koordinasi dan supervisi anggota tim
dan harus mempunyai keterampilan yang tinggi baik sebagai perawat pemimpin
maupun perawat klinik
b. Keperawatan tim menimbulkan fragmentasi keperawatan bila konsepnya tidak
diimplementasikan dengan total
c. Rapat tim membutuhkan waktu sehingga pada situasi sibuk rapat tim ditiadakan,
sehingga komunikasi antar angota tim terganggu.
d. Perawat yang belum trampil dan belum berpengalaman selalu tergantung staf,
berlindung kepada anggota tim yang mampu.
e. Akuntabilitas dari tim menjadi kabur.
f. Tidak efisien bila dibandingkan dengan model fungsional karena membutuhkan
tenaga yang mempunyai keterampilan tinggi.
Tanggung jawab Kepala Ruang :
a. Menetapkan standar kinerja yang diharapkan sesuai dengan standar asuhan
keperawatan.
b. Mengorganisir pembagian tim dan pasien
c. Memberi kesempatan pada ketua tim untuk mengembangkan kepemimpinan.
d. Menjadi nara sumber bagi ketua tim.
e. Mengorientasikan tenaga keperawatan yang baru tentang metode/model tim dalam
pemberian asuhan keperawatan.
f. Memberi pengarahan kepada seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
g. Melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan yang ada di ruangannya,
h. Memfasilitasi kolaborasi tim dengan anggota tim kesehatan yang lainnya,
7
i. Melakukan audit asuhan dan pelayanan keperawatan di ruangannya, kemudian
menindak lanjutinya,
j. Memotivasi staf untuk meningkatkan kemampuan melalui riset keperawatan.
k. Menciptakan iklim komunikasi yang terbuka dengan semua staf.
Tanggung jawab ketua tim :
a. Mengatur jadual dinas timnya yang dikoordinasikan dengan kepala ruangan,
b. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan kewenangannya yang didelegasikan
oleh kepala ruangan.
c. Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi asuhan keperawatan
bersama-sama anggota timnya,
d. Mengkoordinasikan rencana keperawatan dengan tindakan medik.
e. Membuat penugasan kepada setiap anggota tim dan memberikan bimbingan melalui
konferens.
f. Mengevaluasi asuhan keperawatan baik proses ataupun hasil yang diharapkan serta
mendokumentasikannya.
g. Memberi pengarahan pada perawat pelaksana tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan,
h. Menyelenggarakan konferensi
i. Melakukan kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam pelaksanaan asuhan
keperawatan,
j. Melakukan audit asuhan keperawatan yang menjadi tanggungjawab timnya,
k. Melakukan perbaikan pemberian asuhan keperawatan,
Tanggung jawab anggota tim :
a. Melaksanakan tugas berdasarkan rencana asuhan keperawatan.
b. Mencatat dengan jelas dan tepat asuhan keperawatan yang telah diberikan
berdasarkan respon klien.
c. Berpartisipasi dalam setiap memberiikan masukan untuk meningkatkan asuhan
keperawatan
d. Menghargai bantuan dan bimbingan dan ketua tim.
e. Melaporkan perkembangan kondisi pasien kepada ketua tim.
f. Memberikan laporan
8
3. Metode Primer.
Model primer dikembangkan pada awal tahun 1970-an, menggunakan
beberapa konsep dan perawatan total pasien. Keperawatan primer merupakan suatu
metode pemberian asuhan keperawatan di mana perawat primer bertanggung jawab
selama 24 jam terhadap perencanaan pelaksanaan pengevaiuasi satu atau beberapa
klien dan sejak klien masuk rumah sakit sampai pasien dinyatakan pulang. Selama
jam kerja, perawat primer memberikan perawatan langsung secara total untuk klien.
Ketika perawat primer tidak sedang bertugas, perawatan diberikan/didelegasikan
kepada perawat asosiet yang mengikuti rencana keperawatan yang telah disusuni oleh
perawat primer. Pada model ini, klien, keluarga, stafmedik dan staf keperawatan akan
mengetahui bahwa pasien tertentu akan merupakan tanggung jawab perawat primer
tertentu. Setiap perawat primer mempunyai 4-6 pasien. Seorang perawat primer
mempunyai kewenangan untuk melakukan rujukan kepada pekerja sosial, kontak
dengan lembaga sosial masyarakat membuat jadual perjanjian klinik, mengadakan
kunjungan rumah, dan lain sebagainya. Dengan diberikannya kewenangan tersebut,
maka dituntut akontabilitas yang tinggi terhadap hasil pelayanan yang diberikan.
Tanggung jawab mencakup periode 24 jam, dengan perawat kolega yang
memberikan perawatan bila perawat primer tidak ada. Perawatan yang yang diberikan
direncanakan dan ditentukan secara total oleh perawat primer. Metode keperawatan
primer mendorong praktek kemandirian perawat, yang ditandai dengan adanya
keterkaitan kuat dan terus menerus antara pasien dan perawat yang ditugaskan untuk
merencanakan, melakukan dan koordinasi asuhan keperawatan selama pasien dirawat.
Perawat primer bertanggung jawab untuk membangun komunikasi yang jelas di
antara pasien, dokter, perawat asosiet, dan anggota tim kesehatan lain. Walaupun
perawat primer membuat rencana keperawatan, umpan balik dari orang lain
diperlukan untuk pengkoordinasian asuhan keperawatan klien Dalam menetapkan
seseorang menjadi perawat primer perlu berhati-hati karena memerlukan beberapa
kriteria, di antaranya dalam menetapkan kemampuan asertif, self direction
kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menguasai keperawatan klinik,
akuntabel serta mampu berkolaborasi dengan baik antar berbagai disiplin ilmu. Di
negara maju pada umumnya perawat yang ditunjuk sebagai perawat primer adalah
seorang perawat spesialis klinik yang mempunyai kualifikasi master dalam bidang
keperawatan. Karakteristik modalitas keperawatan primer adalah :
9
a. Perawat primer mempunyai tanggung jawab untuk asuhan keperawatan pasien
selama 24 jam sehari, dari penerimaan sampai pemulangan
b. Perawat primer melakukan pengkajian kebutuhan asuhan keperawatan,
kolaborasi dengan pasien dan professional kesehatan lain, dan menyusun
rencana perawatan.
c. Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan didelegasikan oleh perawat primer
kepada perawat sekunder selama shift lain.
d. Perawat primer berkonsultasi dengan perawat kepala dan penyelia.
e. Autoritas, tanggung gugat dan autonomi ada pada perawat primer
Kelebihan :
a. Perawat primer mendapat akontabilitas yang tinggi terhadap hasil dan
memungkinkan untuk pengembangan diri.
b. Memberikan peningkatan autonomi pada pihak perawat, jadi meningkatkan
motivasi, tanggung jawab dan tanggung gugat
c. Bersifat kontinuitas dan komprehensif sesuai dengan arahan perawat primer
dalam memberikan atau mengarahkan perawatan sepanjang hospitalisasi.
d. Membebaskan manajer perawat klinis untuk melakukan peran manajer
operasional dan administrasi
e. Kepuasan kerja perawat tinggi karena dapat memberiikan asuhan keperawatan
secara holistik. Kepuasan yang dirasakan oleh perawat primer adalah
memungkinkan pengembangan diri melalui penerapan ilmu pengetahuan.
f. Staf medis juga merasakan kepuasan karena senantiasa informasi tentang
kondisi klien selalu mutakhir dan komprehensif serta informasi dapat
diperoleh dari satu perawat yang benar-benar mengetahui keadaan kliennya.
g. Perawat ditantang untuk bekerja total sesuai dengan kapasitas mereka.
h. Waktu yang digunakan lebih sedikit dalam aktivitas koordinasi dan supervisi
dan lebih banyak waktu untuk aktivitas langsung kepada klien.
i. Pasien terlihat lebih menghargai. Pasien merasa dimanusiakan karena
terpenuhi kebutuhannya secara individu.
j. Asuhan keperawatan berfokus pada kebutuhan klien.
k. Profesi lain lebih menghargai karena dapat berkonsultasi dengan perawat yang
mengetahui semua tentang kliennya.
l. Menjamin kontinuitas asuhan keperawatan.
10
m. Meningkatnya hubungan antara perawat dan klien.
n. Metode ini mendukung pelayanan profesional.
o. Rumah sakit tidak harus mempekerjakan terlalu banyak tenaga keperawatan
tetapi harus berkualitas tinggi
Kelemahan :
a. Hanya dapat dilakukan oleh perawat profesional
b. Tidak semua perawat merasa siap untuk bertindak mandiri, memiliki akontabilitas dan
kemampuan untuk mengkaji serta merencanakan asuhan keperawatan untuk klien.
c. Akontabilitas yang total dapat membuat jenuh.
d. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama.
e. Biaya relatif tinggi dibanding metode penugasan yang lain.
Ketenagaan metode primer :
a. Setiap perawat primer adalah perawat “bedside”
b. Beban kasus pasien 4-6 orang untuk satu perawat primer
c. Penugasan ditentukan oleh kepala bangsal
d. Perawat primer dibantu oleh perawat professional lain maupun non professional
sebagai perawat asisten
Tanggung jawab Kepala Ruang dalam metode primer :
a. Sebagai konsultan dan pengendalian mutu perawat primer
b. Mengorganisir pembagian pasien kepada perawat primer
c. Menyusun jadual dinas dan memberi penugasan pada perawat asisten
d. Orientasi dan merencanakan karyawan baru
e. Merencanakan dan menyelenggarakan pengembangan staff
Tanggung jawab perawat primer :
a. Menerima pasien dan mengkaji kebutuhan pasien secara komprehensif
b. Membuat tujuan dan rencana keperawatan
c. Melaksanakan rencana yang telah dibuat selama ia dinas
d. Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan yang diberikan oleh disiplin
lain maupun perawat lain
e. Mengevaluasi keberhasilan yang dicapai
11
f. Menyiapkan penyuluhan untuk pulang
g. Melakukan rujukan kepada pekarya sosial, kontak dengan lembaga sosial
dimasyarakat
h. Membuat jadual perjanjian klinis
i. Mengadakan kunjungan rumah
4. Metode Kasus
Metode kasus adalah metode dimana perawat bertanggung jawab terhadap
pasien tertentu yang didasarkan pada rasio satu perawat untuk satu pasien dengan
pemberian perawatan konstan untuk periode tertentu. Metode penugasan kasus biasa
diterapkan untuk perawatan khusus seperti isolasi, intensive care, perawat kesehatan
komunitas.
Kelebihan :
a. Perawat lebih memahami kasus per kasus
b. Sistem evaluasi dari manajerial menjadi mudah.
Kekurangan :
a. Belum dapatnya diidentifikasi perawat penanngung jawab
b. Perlu tenaga yang cukup banyak dan mempunyai kemampuan dasar yang sama
5. Metode Modifikasi
Metode modifikasi adalah penggunaan metode asuhan keperawatan dengan
modifikasi antara tim dan primer. Menurut Sudarsono (2000), MPKP dikembangkan
beberapa jenis sesuai dengan kondisi sumber daya manusia yang ada, antara lain
adalah:
a. Model Praktek Keperawatan Profesional III
Melalui pengembangan model PKP III dapat berikan asuhan keperawatan
profesional tingkat III. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan
doktor dalam keperawatan klinik yang berfungsi untuk melakukan riset dan
membimbing para perawat melakukan riset serta memanfaatkan hasil-hasil riset
dalam memberikan asuhan keperawatan
b. Model praktek keprawatan profesional II
Pada model ini akan mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat II. Pada ketenagaan terdapat tenaga perawat dengan kemampuan spesialis
keperawatan yang spesifik untuk cabang ilmu tertentu.
12
Perawat spesialis berfungsi untuk memberikan konsultasi tentang asuhan
keperawatan pada area spesialisnya. Disamping melakukan riset dan memanfaatkan
hasil – hasil riset dalam memberikan asuhan keperawatan. Jumlah perawat spesialis
direncanakan satu orang untuk 10 perawat primer pada area spesialisnya. Disamping
itu melakukan riset dan memanfaatkan hasil-hasil riset dalam memberikan asuhan
keperawatan. Jumlah perawat spesialis direncanakan satu orang untuk 10 perawat
primer (1:10)
c. Model Praktek Keperawatan Profesional I.
Pada model ini perawat mampu memberikan asuhan keperawatan profesional
tingkat I dan untuk itu diperlukan penataan 3 komponen utama yaitu: ketenagaan
keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan. Pada model ini
adalah kombinasi metode keperawatan primer dan metode tim disebut tim primer.
d. Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula
Model Praktek Keperawatan Profesional Pemula (MPKP) merupakan tahap
awal untuk menuju model PKP. Model ini mampu memberikan asuhan keperawatan
profesional tingkat pemula. Pada model ini terdapat 3 komponen utama yaitu:
ketenagaan keperawatan, metode pemberian asuhan keperawatan dan dokumentasi
asuhan keperawatan Menurut Ratna S. Sudarsono (2000), bahwa penetapan sistem
model MAKP ii diasarkan pada beberapa alasan, yaitu :
a) Keperawatan primer tidak digunakan secara murni, karena perawat primer
harus mempunyai latar belakang pendidikan SI keperawatan atau setara
b) Keperawatan tim tidak digunakan secara murni , karena tanggung jawab
asuhan keperawatan pasien terfragmentasi pada berbagai tim
c) Melalui kombinasi kedua model ini diharapkan komunitas asuhan
keperawatan dan akountabilitasnya terdapat pada primer.
B) Ketenagaan Keperawatan
Menurut Douglas(1984) dalam suatu pelayanan profesional, jumlah tenaga yang
diperlukan tergantung pada jumlah pasien dan derajat ketergantungan pasien. Menurut
Loveridge & Cummings (1996) klasifikasi derajat ketergantungan pasien dibagi 3 kategori,
yaitu :
a. Perawatan minimal : memerlukan waktu 1 – 2 jam/24 jam terdiri atas :
a) Kebersihan diri, mandi, ganti pakaian dilakukan sendiri.
b) Makan dan minum dilakukan sendiri
c) Ambulasi dengan pengawasan
13
d) Observasi tanda-tanda vital dilakukan setiap shift.
e) Pengobatan minimal, status psikologis stabil.
f) Persiapan prosedur memerlukan pengobatan.
b. Perawatan intermediet : memerlukan waktu 3 – 4 jam/24 jam yang terdiri atas :
a) Kebersihan diri dibantu, makan minum dibantu
b) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam
c) Ambulasi dibantu, pengobatan lebih dari sekali
d) Voley kateter/intake output dicatat
e) Klien dengan pemasangan infus, persiapan pengobatan, memerlukan prosedur
c. Perawatan maksimal/total : memerlukan waktu 5 – 6 jam/24 jam :
a) Segala diberikan/dibantu
b) Posisi yag diatur, observasi tanda-tanda vital setiap 2 jam
c) Makan memerlukan NGT, menggunakan terapi intravena
d) Pemakaian suction
e) Gelisah/disorientasi
Menurut Douglas (1984) ada beberapa kriteria jumlah perawat yang dibutuhkan perawat
pasien untuk dinas pagi, sore dan malam.
Waktu
Klasifikasi
Pagi Sore Malam
Minimal
Partial
Total
0,17
0,27
0,36
0,14
0,15
0,30
0,10
0,07
0,20
Sebagai contoh :
Ruang perawatan bedah terdapat 30 pasien, yang terdiri dari 10 pasien minimal, 15 pasien
partial, dan 5 pasien total. Maka jumlah perawat yang diperlukan untuk jaga pagi adalah :
10 x 0,17 = 1,7
15 x 0,27 = 4,05
5 x 0,36 = 1,8
--------------------
Jumlah = 7,55 dan dibulatkan menjadi 8 orang perawat yang dibutuhkan untuk dinas pagi.
14
Untuk mengetahui kebutuhan aktual tenaga keperawatan diruang perawatan sebaiknya
dilakukan setiap hari selama minimal 22 hari, dan dalam waktu yang sama.
Misalnya rata-rata perawat yang diperlukan di Ruang Bedah menurut perhitungan
Douglas adalah 10 orang perawat, maka jumlah yang diperlukan pada ruang tersebut adalah
a. Perawat shift : 10 orang
b. Libur cuti : 5 orang
c. Ketua tim : 3 orang
d. Kepala Ruangan : 1 orang
Jumlah = 19 orang
Terdapat pula cara lain dalam perhitungan jumlah kebutuhan tenaga keperawatan yang
diperlukan yaitu dengan menggunakan rumus yang dikembangkan Arndt dan huckabay, 1975
(Gillies, 1994) yang selanjutnya secara populer disebut Formula Gillies, yaitu dengan
komponen yang dipertimbangkan dalam perhitungan :
a. Penentuan Rata-rata jam perawatan yang diperlukan pasien setiap hari
b. Rata-rata sensus harian pasien.
c. jumlah hari/tahun = 365 hari,
d. Rata-rata hari libur perawat setiap tahun = 140 hari.
e. Jumlah jam kerja perawat setiap hari.
f. Jam perawatan yang dibutuhkan pertahun
g. Jam perawatan yang diberikan oleh masing-masing perawat pertahun
h. Jumlah perawat yang dibutuhkan di ruang rawat.
Rumus :
a X b X c f
------------- = ----- = h
(c-d) e g
Contoh :
a = 4
b = 20
e = 8
4 x 20 x 365 29.200
--------------- = ---------- = 16.20 dibulatkan 16 Perawat shift (pagi, sore, malam)
(365 – 140) 8 1800
15
Catatan : penentuan jumlah rata-rata jam perawatan pasien dengan
mempertimbangkan :
1. Minimal care : 1-2 jam/24 jam
2. Moderate care/partial care : 3 - 4 jam/24 jam
3. Total care : 5 – 6 jam/24 jam.
Contoh : Berdasarkan soal pada klasifikasi tingkat ketergantungan pasien pada Ruang Rawat
yaitu terdapat 30 orang pasien, yang terdiri dari 10 minimal care, 15 partial care dan 5 total
care. Maka jumlah rata-rata jam perawatan adalah :
Perawatan minimal : 10 x 2 = 20 jam/10 pasien.
Perawatan partial : 15 x 4 = 60 jam/15 pasien
Perawatan total : 5 x 6 = 30 jam/5 pasien.
= 110 : 30 → 3,66 → 4 jam
Abdellah dan Levine pada tahun 1965 (Gillies, 1994) menyarankan kombinasi tenaga
keperawatan yaitu 55 % tenaga profesional dan 45 % tenaga non profesional. Bila
disesuaikan dengan katagori tenaga keperawatan di Indonesia, maka 55 % minimal lulusan D
III Keperawatan dan 45 % tenaga keperawatan lulusan SPK. Intermountain Health Care
menyarankan bahwa kombinasi tenaga keperawatan adalah : 58 % RN, 26 % LPN, dan 16 %
Aides (perawat pembantu). Apabila dikonversi kategori diatas pada situasi ketenagaan
keperawatan di Indonesia maka 58 % Sarjana Keperawatan/D IV Keperawatan, 26 % D III
Keperawatan dan 16 % Perawat Kesehatan (SPK).
Perbandingan dinas pagi-sore-malam : 47 % Pagi, 36 % Sore, dan 17% Malam.
C) Pengendalian Model Praktik Keperawatan Profesional
Pada pelaksanaan MPKP kegiatan pengendalian diterapkan dalam bentuk kegiatan
pengukuran :
1) Layanan mutu umum
a. penghitungan lama hari rawat (BOR)
BOR (bed occupancy rate) adalag prosentase pemakaian tempat tidur pada
satu satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Standar internasional BOR dianggap
baaik adalah 80-90 %.
Rumus perhitungan BOR
16
Jumlah hari perawatan X 100 %
Jumlah tempat tidur X jumlah persatuan waktu
Keterangan
- Jummlah hari perawatan adalah julah total pasien dirawat dalam satu hari
jumlah hari dalam satu satuan waktu
- Jumlah hari persatuan waktu, jika diukur persatu bulan maka jumlahnya 28-1
hari, tergantung jumlah hari dalam bulan
b) Penghitungan rata-rata lama dirawat (ALOS)
ALOS (avarage lenght of stay) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efesiensi, juga dapat emberikan gambaaran
mutu pelayanan. Secara umum ALOS ideal 6-9 hari.
Rumus perhitungan ALOS :
Rumus : jumlah hari perawatan pasien keluar x 100 %
Jumlah pasien keluar (hidup+mati)
Keterangan :
- Jumlah hari perawatan pasien keluar adalah jumlah hari perawatan pasien
keluar hidup atau mati dalam satu peiode waktu
- Jumlah pasien keluar ( hidup+mati ) adalah jumlah pasien yang pulang atau
meninggal dalam satu periode tertentu
c) Penghitugan lama tempat tidur tidak terisi (TOI)
TOI (turn over interval) adalah rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati dari saat diisi ke
saat terisi berikutnya. Indikator ini tidak dapat memberikan gambaran tingkat efesiensi
penggunaan tempat tidur. Idealnya tempat tidur kosong 1- hari
Rumus penghitungan TOI :
Rumus : (jumlah TT x hari ) – hari perawatan RS X 100 %
Jumlah pasien keluar (hidup + mati )
Keterangan :
- Jumlah TT : jumlah total kapasitas tempat tidur yang dimiliki
- Hari perawatan : jumlah total hari perawatan pasien yang keluar hidup dan
mati
- Jumlah pasien keluar (hidup + mati ) adalah jumlah pasien yang dimutasikan
keluar baik pulang, lari atau meninggal
17
2) Indikator Mutu Khusus
a. Kejadian Infeksi Nosokomial
Angka infeksi nosokomial adalah jumlah pasien infeksi yang didapat atau
muncul selama dalam perawatan dirumah sakit.
b. Kejadian Cedera
Angka cedera adalah jumlah pasien yang mengalami luka selama dalam
perawatan yang disebabkan karena tindakan jatuh, fiksasi dan lainnya. Indikator ini
dapat menggambarkan mutu pelayanan yang diberikan pada pasien. Idealnya tidak
ada kasus pasien yang cedera
c. Kondisi Pasien
a) Audit dokumentasi asuhan keperawatan
Audit dokumentasi keperawatan dilakukan pada rekam medik yang pulang
atau yang sedang dirawat lalu dibuat rekapitulasinya untuk ruangan. Survey
masalah pasien yang diambil dari pasien baru yang dirawat pada bulan yang
bersangkutan untuk menganalisa apakah ada masalah baru yang belum dibuat
standar asuhannya. Ketua tim akan memberi kontribusi data yang dibutuhkan oleh
kepala ruangan dalam menilai pencapaian kegiatan mpkp.
b) Survey masalah baru
Survey masalah keperawatan adalah survey dengan standart nanda untuk
pasien baru opname yang dilakukan untuk satu periode waktu tertentu (satu bulan).
c) Kepuasan pasien dan keluarga
Kepuasan pelanggan adalah tingkat keadaan yang dirasakan seseorang yang
merupakan hasil dari membandingkan penampilan atau outcome produk yang
dirasakan dalam hubungannya dengan harapan seseorang. Survey kepuasan yang
dilakukan diruang mpkp adalah kepuasan pasien, keluarga, perawat dan tenaga
kesehatan lain.
d. Kondisi sdm
a) Kepuasan tenaga kesehatan (perawat dan dokter)
b) Penilaian kinerja perawat
18
B. SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN PROFESSIONAL
(SP2KP)
1. Pengertian SP2KP
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang
merupakan pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional )
dimana dalam SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP)
dan perawat asosiet (PA) serta tenaga kesehatan lainnya.
Pada aspek proses ditetapkan penggunaan metode modifikasi keperawatan primer
(kombinasi metode tim dan metode keperawatan primer). Penetapan metode ini
didasarkan pada beberapa alasan sebagai berikut :
a. Pada metode keperawatan primer, pemberian asuhan keperawatan dilakukan
secara berkesinambungan sehingga memungkinkan adanya tanggung jawab dan
tanggung gugat yang merupakan esensi dari suatu layanan profesional.
b. Terdapat satu orang perawat professional yang disebut PP, yang bertanggung
jawab dan bertanggung gugat atas asuhan keperawatan yang diberikan. Pada
MPKP , perawat primer adalah perawat lulusan sarjana keperawatan/Ners.
c. Pada metode keperawataan primer , hubungan professional dapat ditingkatkan
terutama dengan profesi lain.
d. Metode keperawatan primer tidak digunakan secara murni karena membutuhkan
jumlah tenaga Skp/Ners yang lebih banyak, karena setiap PP hanya merawat 4-5
klien dan pada metode modifikasi keperawatan primer , setiap PP merawat 9-10
klien.
e. Saat ini terdapat beberapa jenis tenaga keperawatan dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Kombinasi metode tim dan perawat primer menjadi penting
sehingga perawat dengan kemampuan yang lebih tinggi mampu mengarahkan dan
membimbing perawat lain di bawah tanggung jawabnya.
f. Metode tim tidak digunakan secara murni karena pada metode ini tanggung jawab
terhadap asuhan keperawatan terbagi kepada semua anggota tim, sehingga sukar
menetapkan siapa yang bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas semua
asuhan yang diberikan.
Apabila ditinjau dari 5 sub sistem yang diidentifikasi oleh Hoffart & Woods (1996),
secara sederhana dapat diartikan sebagai berikut :
a. Nilai-nilai profesional sebagai inti model
19
Pada model ini, PP dan PA membangun kontrak dengan klien/keluarga sejak
klien/keluarga masuk ke suatu ruangr rawat yang merupakan awal dari
penghargaan atas harkat dan martabat manusia. Hubungan tersebut akan terus
dibina selama klien dirawat di ruang rawat, sehingga klien/keluarga menjadi
partner dalam memberikan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dan evaluasi renpra,
PP mempunyai otonomi dan akuntabilitas untuk mempertanggungjawabkan
asuhan yang diberikan termasuk tindakan yang dilakukan PA di bawah tanggung
jawab untuk membina performa PA agar melakukan tindakan berdasarkan nilai-
nilai professional.
b. Pendekatan Manajemen
Model ini memberlakukan manajemen SDM, artinya ada garis komunikasi
yang jelas antara PP dan PA. performa PA dalam satu tim menjadi tanggung
jawab PP. PP adalah seorang manajer asuhan keperawatan yang harus dibekali
dengan kemampuan manajemen dan kepemimpinan sehingga PP dapat menjadi
manajer yang efektif dan pemimpin yang efektif.
c. Metode pemberian asuhan keperawatan
Metode pemberian asuhan keperawatan yang digunakan adalah modifikasi
keperawatan primer sehingga keputusan tentang renpra ditetapkan oleh PP. PP
akan mengevaluasi perkembangan klien setiap hari dan membuat modifikasi pada
renpra sesuai kebutuhan klien.
d. Hubungan professional
Hubungan professional dilakukan oleh PP dimana PP lebih mengetahui
tentang perkembangan klien sejak awal masuk ke suatu ruang rawat sehingga
mampu member informasi tentang kondisi klien kepada profesi lain khususnya
dokter. Pemberian informasi yang akurat tentang perkembangan klien akan
membantu dalam penetapan rencana tindakan medic.
e. Sistem kompensasi dan penghargaan
PP dan timnya berhak atas kompensasi serta penghargaan untuk asuhan
keperawatan yang professional. Kompensasi san penghargaan yang diberikan
kepada perawat bukan bagian dari asuhan medis atau kompensasi dan
penghargaan berdasarkan prosedur. Kompensasi berupa jasa dapat diberikan
kepada PP dan PA dalam satu tim yang dapat ditentukan berdasarkan derajat
ketergantungan klien. PP dapat mempelajari secara detail asuhan keperawatan
20
klien tertentu sesuai dengan gangguan/masalah yang dialami sehingga mengarah
pada pendidikan ners spesialis.
Metode modifikasi Perawat Primer-Tim yaitu seorang PP bertanggung jawab
dan bertanggung gugat terhadap asuhan keperawatan yang diberikan pada
sekelompok pasien mulai dari pasien masuk sampai dengan bantuan beberapa
orang PA. PP dan PA selama kurun waktu tertentu bekerjasama sebagai suatu tim
yang relative tetap baik dari segi kelompok pasien yang dikelol, maupun orang-
orang yang berada dalam satu tim tersebut . Tim dapat berperan efektif jika
didalam tim itu sendiri terjalin kerjasama yang professional antara PP dan PA.
selain itu tentu saja tim tersebut juga harus mampu membangun kerjasama
professional dengan tim kesehatan lainnya.
2. Peran Managerial dan Leadership
Ketua dalam tim betugas untuk membuat rencana asuhan keperawatan,
mengkoordinir kegiatan semua staf (PA) yang berada dalam tim, mendelegasikan
sebagian tindakan-tindakan keperawatan yang telah direncanakan pada renpra dan
bersama-sama dengan PA mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan.
Seorang PP harus memiliki kemampuan yang baik dalam membuat renpra untuk klien
yang menjadi tanggungjawabnya. Adanya renpra merupakan tanggung jawab
profesional seorang PP sebagai landasan dalam memberikan asuhan keperawatan
yang sesuai dengan standar. Renpra tersebut harus dibuat sesegera mungkin pada saat
klien masuk dan dievaluasi setiap hari.
PP dituntut untuk memiliki kemampuan mendelegasikan sebagian tindakan
keperawatan yang telah direncanakan pada PA. pembagian tanggung jawab terhadap
klien yang menjadi tanggung jawab tim, didasarkan pada tingkat ketergantungan
pasien dan kemampuan PA dalam menerima pendelegasian.
Metode tim PP-PA dituntut untuk memiliki keterampilan kepemimpinan. PP bertugas
mengarahkan dan mengkoordinasikan PA dalam memberikan asuhan keperawatan
pada kelompok klien. PP berkewajiban untuk membimbing PA agar mampu
memberikan asuhan keperawatan seuai dengan standar yang ada. Bimbingan tersebut
dapat dilaksanakan secara langsung, misalnya mendampingi PA saat melaksanakan
tindakan tertentu pada klien atau secara tidak langsung pada saat melakukan
konferens. PP juga harus senantiasa memotivasi PA agar terus meningkatkan
keterampilannya,misalnya memberikan referensi atau bahan bacaan yang diperlukan.
21
Selain terkait dengan bimbingan keterampilan pada PA, sebagai bagian dari peran
kepemimpinan seorang PP, PP seharusnya juga memiliki kemampuan untuk
mengatasi konflik yang mungkin terjadi antar PA. PP harus menjadi penengah yang
bijaksana sehingga konflik bisa teratasi dan tidak mengganggu produktifitas PA
dalam membantu memberikan asuhan keperawatan.
3. Komunikasi Tim Melalui Renpra, Konferensi, dan Ronde Keperawatan
Komunikasi yang efektif merupakan kunci keberhasilan dalam melakukan
kerjasama profesional tim antara PP-PA. Komunikasi tersebut dapat melalui ;renpra,
konferensi, dan ronde keperawatan yang terstruktur dan terjadwal.
1) Komunikasi Tim Melalui Renpra
Rencana asuhan keperawatan ( renpra ) selain berfungsi sebaga :
a) Pedoman bagi PP-PA
b) Landasan profesional bahwa asuhan keperawatan diberikan berdasarkan ilmu
pengetahuan
Kerjasama profesional PP-PA, renpra selain berfungsi sebagai penunjuk
perencanaan asuhan yang diberikan juga berfungsi sebagai media komunikasi
PP pada PA. Berdasarkan renpra ini, PP mendelegasikan PA untuk melakukan
sebagian tindakan keperawatan yang telah direncanakan oleh PP. Oleh sebab
itu, sangat sulit untuk tim PP-PA dapat bekerjasama secara efektif jika PP
tidak membuat perencanaan asuhan keperawatan ( renpra ). Hal ini
menunjukan bahwa renpra sesungguhnya dibuat bukan sekedar memenuhi
ketentuan ( biasanya ketentuan dalam menentukan akreditasi rumah sakit ).
Renpra seharusnya dibuat sesegera mungkin, paling lambat 1 kali 24 jam
setelah pasien masuk karena fungsinya sebagai pedoman dan media
komunikasi. Berdasarkan ketentuan tugas dan tanggung jawab PP tidak sedang
bertugas ( misalnya pada malam hari atau hari libur ), PA yang sebelumnya
telah didelegasikan dapat melakukan pengkajian dasar dan menentukan satu
diagnosa keperawatan yang terkait dengan kebutuhan dasar pasien.
Selanjutnya segera setelah PP bertugas kembali maka pengkajian dan renpra
yang telah ada harus divalidasi dan dilengkapi.
Penting juga diperhatikan bahwa renpra yang dibuat PP harus dimengerti oleh
semua PA. Semua anggota tim harus memiliki pemahaman yang sama tentang
22
istilah-istilah keperawatan yang digunakan dalam renpra tersebut. Misalnya
dalam renpra, PP menuliskan rencana tindakan keperawatan ; " monitor I/O
( Intake/Output = pemasukan / pengeluaran ) tiap 24 jam".
Maka harus dipahami oleh semua anggota tim yang dimaksud dengan monitor
I/O, contoh lain dalam perencanaan PP menuliskan "berikan dukungan pada
pasien dan keluarganya" , maka baik PP dan PA dalam timnya harus memiliki
persepsi yang sama tentang tindakan yang akan dilakukan tersebut. Oleh sebab
itu PP harus menjelaskan kembali pada PA tentang apa yang disusunnya
tersebut.
Pendelegasian tindakan keperawatan yang berdasarkan pada renpra, PP
terlebih dahulu harus memiliki kemampuan masing-masing PA. Hal yang
tidak dapat didelegasikan pada PA adalah tanggung jawab dan tanggung gugat
seorang PP (Dunville dan McCuock, 2004). Tindakan yang telah
didelegasikan pada PA, PP tetap berkewajiban untuk tetap memonitor dan
mengevaluasi tindakan yang dilakukan oleh PA.
2) Komunikasi Tim Oleh Konferensi
Konferensi adalah pertemuan yang direncanakan antara PP dan PA untuk
membahas kondisi pasien dan rencana asuhan yang dilakukan setiap hari.
Konferensi biasanya merupakan kelanjutan dari serah terimashift. Hal-hal yang
ingin dibicarakan lebih rinci dan sensitif dibicarakan didekat pasien dapat dibahas
lebih jauh didalam konferensi. Konferensi akan efektif jika PP telah membuat
renpra, dan membuat rencana apa yang akan dibicarakan dalam konferensi.
Konferensi ini lebih bersifat 2 arah dalam diskusi antara PP–PA tentang rencana
asuhan keperawatan dari dan klarifikasi pada PA dan hal lain yang terkait.
3) Komunikasi tim melalui Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan yang dilakukan dalam tim ini harus dibedakan dengan
ronde keperawatan yang dilakuan dengan clinical manager (ccm). Tujuan ronde
keperawatan dalam tim adalah agar PP dan PA bersama-sama melihat proses yang
diberikan
4. Kerjasama dengan Tim Lain
Tim kesehatan lain adalah dokter, ahli gizi, ahli farmasi, fisioterapi, staf laboratorium
dll. Peran PP dalam melakukan kerjasama dengan tim lain tersebut adalah :
1) Mengkolaborasikan.
2) Mengkomunikasikan.
23
3) Mengkoordinasikan semua aspek perawatan pasien yang menjadi tanggung
jawabnya.
4) PP dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai baik segi tingkat
pendidikan dalam pengalamannya.
PP bertanggung jawab untuk memberikan informasi kondisi pasien yang terkait
dengan perawatannya. PP dapat memberikan informasi yang akurat bagi tenaga
kesehatan lain, sehingga keputusan medis atau gizi misalnya akan membantu
perkembangan pasien selama dalam perawatan, agar PP melakukan komunikasi yang
efektif dengan tim kesehatan lain tersebut, maka haruslah disepakati waktu yang tepat
untuk mengkomunikasikan pada tim kesehatan yang lain, misalnya melalui ronde
antar professional.
Kondisi dimana dokter tidak berada di ruang perawatan dapat menyebabkan
komunikasi langsung sangat sulit dilakukan oleh karena itu komunikasi antar tim
kesehatan dapat juga terbina melalui dokumentasi keperawatan. Dokumentasi tersebut
dibuat oleh PP tetapi sebelumnya harus telah disepakati oleh semua tim kesehatan
bahwa dokumentasi yang ada juga dimanfaatkan secara efektif sebagai alat
komunikasi.
Terciptanya komunikasi yang efektif dengan tim kesehatan dari profesi lain,
seorang PP harus memenuhi kepribadian yang baik serta keterampilan berkomunikasi,
misalnya memiliki sikap mampu menghargai orang lain, tidak terkesan memerintah
atau menggurui atau bahkan menyalahkan orang lain dalam hal ini tim kesehatan dari
profesi lain, merupakan kemampuan yang harus dimiliki PP. Melakukan komunikasi
antar profesi ini PP dituntut untuk selalu berpegang pada etika keperawatan.
Seorang PP harus melakukan tugas mengkordinasikan semua kegiatan yang terkait
dengan pengobatan dan perawatan pasien, misalnya dokter menjadwalkan pasien
untuk di rontgen dada dan di USGabdoment sekaligus pemeriksaan mata pada hari
yang sama, maka seorang PP harus mampu mengkoordinasikan semua kegiatan
tersebut agar tidak melelahkan dan membingungkan bagi pasien dan keluarganya.
Misalnya dalam hal ini perawat dapat menjadwal ulang semua kegiatan tadi.
24
5. Tantangan yang Dihadapi dalam Dinamika Tim PP-PA dan Tenaga Kesehatan
Lainnya.
Tim PP-PA dapat dipandang sebagai suatu kelompok. Masalah atau tantangan
yang dapat dialami dalam membina kerjasama profesional dalam kelompok dan antar
profesi. Tersebut diantaranya adalah :
1) PP tidak mampu ( tidak kompeten ) melakukan perannya, misalnya tidak mampu
membuat renpra, atau memberikan pendelegasian kepada PA yang tidak sesuai
dengan kemampuan PA tersebut.
2) PA tidak mampu menjalankan perannya, misalnya PA tidak mampu melakukan
tindakan yang sesuai dengan tugas yang telah didelegasikan oleh PP.
3) Sikap tenaga kesehatan lain yang kurang menghargai keberadaan profesi
keperawatan.
4) Adanya friksi diantara sesama PA.
Tantangan seperti disebutkan diatas dapat di pandang sebagai dinamika yang terjadi
dalam kelompok. Menghadapi tantangan tersebut seluruh pihak yang terkait dalam
komunikasi perawat pasien baik secara tidak langsung seperti CCM (Clinical Care Manajer)
, kepala ruangan, dan secara langsung PP dan PA sendiri harus melakukan evaluasi dan
mencari alternatif penyelesaiannya.
6. Peran dan Tanggung Jawab Perawat Sesuai dengan Jabatannya
1) Peran Kepala Ruangan ( KARU)
a) Sebelum melakukan sharing dan operan pagi KARU....melakukan ronde
keperawatan kepada pasien yang dirawat.
b) Memimpin sharing pagi.
c) Memimpin operan.
d) Memastikan pembagian tugas perawat yang telah di buat olek Katim dalam
pemberian asuhan keperawatan pada pagi hari.
e) Memastikan seluruh pelayanan pasien terpenuhi dengan baik, meliputi :
pengisian Askep, Visite Dokter (Advise), pemeriksaan penunjang (Hasil Lab),
dll.
f) Memastikan ketersediaan fasilitas dan sarana sesuai dengan kebutuhan
g) Mengelola dan menjelaskan komplain dan konflik yang terjadi di area
tanggung jawabnya.
h) Melaporkan kejadian luar biasa kepada manajer.
25
2) Peran Ketua Tim ( KATIM )
Tugas Utama : Mengkoordinir pelaksanaan Askep sekelompok pasien oleh Tim
keperawatan di bawah koordinasinya.
a) Mengidentifikasi kebutuhan perawatan seluruh pasien oleh Tim keperawatan
di bawah koordinasinya pada saat Pre Croference
b) Mengidentifikasi seluruh PP membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat
untuk pasiennya.
c) Memastikan setiap PA melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat PP
d) Melaksanakan validasi tindakan keperawatan seluruh pasien di bawah
koordinasinya pada saat Post Conference.
3) Penanggung Jawab Shift (PJ Shift)
Tugas Utama : menggantikan fungsi pengatur pada saat shift sore/malam dan hari
libur.
a) Memimpin kegiatan operan shift sore-malam
b) Memastikan PP melaksanakna follow up pasien tanggung jawabnya
c) Memastikan seluruh PA Melaksanakan Asuhan Keperawatan sesuai dengan
rencana yang telah dibuat PP
d) Mengatasi permasalahan yang terjadi di ruang perawatan
e) Membuat laporan kejadian kepada pengatur ruangan.
4) Perawat Pelaksana (PP) dan Perawat Asosiet (PA) :
Tugas Utama : Mengidentifikasi seluruh kebutuhan perawatan pasien yang
menjadi tanggung jawabnya, merencakan asuhan keperawatan, melaksanakan
tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi (follow Up) perkembangan pasien.
a) Mengevaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan oleh PA.
b) Memastikan seluruh tindakan keperawatan sesuai dengan rencana.
26
BAB III
PEMBAHASAN
A. PENERAPAN MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) di
RUMAH SAKIT
Pelayanan keperawatan yang profesional merupakan praktek keperawatan yang
dilandasi oleh nilai-nilai profesional, yaitu mempunyai otonomi dalam pekerjaannya,
bertanggung jawab dan bertanggung gugat, pengambilan keputusan yang mandiri,
kolaborasi dengan disiplin lain, pemberian pembelaan dan memfasilitasi kepentingan
klien. Pelayanan yang profesional sangat menekankan kulitas kenerja perawat yang
berfokus pada profesionalisme diantaranya dengan penerapan SAK yang diharapkan
dapat menekan kejadian INOS, meningkatkan kualitas pelayanan yang berdampak pada
kepuasan pasien (Busono, 2010) .
Model praktek keperawatan profesianal (MPKP) adalah salah satu metode pelayanan
keperawatan yang merupakan suatu system, struktur, proses dan nilainilai yang
memungkinkan perawat profesional mengatur pemberian asuhan keperawatan termasuk
lingkungan untuk menopang pemberian asuhan tersebut (Busono, 2010).
MPKP telah dilaksanakan dibeberapa negara , termasuk rumah sakit di Indonesia
sebagai suatu upaya manajemen rumah sakit untuk meningkatkan asuhan keperawatan
melalui beberapa kegiatan yang menunjang kegiatan keperawatan profesional yang
sistematik. Penerapan MPKP menjadi salah satu daya ungkit pelayanan yang berkualitas.
Metode ini sangat menekankan kualitas kinerja tenaga keperawatan yang berfokus pada
profesionalisme keperawatan antara lain melalui penerapan standar asuhan keperawatan
(Busono, 2010).
Pelayanan keperawatan di rumah sakit merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan secara menyeluruh yang merupakan salah satu tolak ukur bagi keberhasilan
pencapaian tujuan rumah sakit. Model Praktek Keperawatan Profesional (MPKP)
merupakan salah satu sistem terstruktur yang memungkinkan perawat memberikan
asuhan keperawatan secara profesional dan berkualitas. (Supit, 2011)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Suprit (2011) tentang efektivitas
penerapan model praktek keperawatan profesional di ruang rawat inap rumah sakit advent
Bandung, yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kepatuhan pendokumentasian
asuhan keperawatan, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien pada ruang MPKP dan
ruang fungsional diperoleh data melalui instrumen pengumpulan data kuesioner terhadap
27
142 pasien dan 53 perawat RS. Advent Bandung. Data dianalisis secara analisis
deskriptif, independent t-test dan Mann-Whitney U test untuk melihat pengaruh MPKP
terhadap dokumentasi asuhan keperawatan, kepuasan kerja perawat dan kepuasan pasien.
Hasilnya di dapati bahwa tidak ada perbedaan kepatuhan pendokumentasian asuhan
keperawatan pada ruang MPKP dibanding ruang fungsional. Tidak ada perbedaan yang
signifikan antara kepuasan kerja perawat di ruang MPKP dibandingkan dengan perawat
di ruang fungsional, independent t-test dengan p=0,129 (p≥0,05). Akan tetapi kepuasan
pasien di ruang MPKP dan ruang fungsional berbeda secara signifikan, Mann-Whitney U
test (p≤0,05). Kesimpulan dari penelitian tersebut menyimpulkan bawah efektivitas
penerapan MPKP berpengaruh terhadap perbedaan kepuasan pasien, tetapi tidak
memberikan perbedaan yang signifikan terhadap kepatuhan pendokumentasian asuhan
keperawatan dan kepuasan kerja perawat di Rumah Sakit Advent Bandung. (Supit, 2011)
B. SISTEM PEMBERIAN PELAYANAN KEPERAWATAN PROFESIONAL (SP2KP) di
RUMAH SAKIT
Sistem Pemberian Pelayanan Keperawatan Profesional adalah kegiatan pengelolaan
asuhan keperawatan disetiap unit ruang rawat di rumah sakit. Dokumentasi merupakan
data lengkap tentang kondisi dan respon klien selama diberikan asuhan keperawatan.
(Rantung, Fredna Robot, Rivelino Hamel, 2013)
Kesimpulan dari penelitian yang dilakukan oleh Rantung (2013) tentang Perbedaan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Ruangan SP2KP dan non-SP2KP di Irina A dan
Irina F RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado ialah pendokumentasian asuhan
keperawatan ruangan SP2KP di Irina A dikategorikan lengkap 58,4%, sedangkan ruangan
Non-SP2KP di Irina F pendokumentasian asuhan keperawatan dikategorikan lengkap ada
24,6%. Saran dari hasil penelitian tersebut untuk rumah sakit supaya lebih meningkatkan
lagi dalam hal pelaksanaan pendokumentasian asuhan keperawatan serta dapat
menerapkan SP2KP ini di semua ruangan rawat inap yang ada di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado.
28
BAB IV
PENUTUP
A. KesimpulanModel praktik keperawatan profesional (MPKP) adalah suatu sistem (struktur, proses
dan nilai-nilai profesional), yang memfasilitasi perawat profesional, mengatur pemberian
asuhan keperawatan, termasuk lingkungan tempat asuhan tersebut diberikan. (Ratna
Sitorus & Yulia 2006)
Menurut Tappen (1995), model pemberian asuhan keperawatan ada enam macam,
yaitu: model kasus, model fungsional, model tim, model primer, model manajemen
perawatan, dan model perawatan berfokus pada pasien
SP2KP adalah sistem pemberian pelayanan keperawatan profesional yang merupakan
pengembangan dari MPKP ( Model Praktek Keperawatan Profesional ) dimana dalam
SP2KP ini terjadi kerjasama profesional antara perawat primer (PP) dan perawat asosiet
(PA) serta tenaga kesehatan lainnya.
B. Saran
Adapun saran yang diberikan adalah :
1) Ditingkatkannya kerjasama antara dokter, perawat dan pelayan medis lainnya
2) Diharapkan pelaksaan MPKP atau SP2Kp disesuaikan dengan teori untuk
mempermudah proses pelaksanaan
3) Diharapkan pelaksanaan MPKP ataupun SP2KP dilaksanakan merata diseluruh
rumahsakit di Indonesia baik rumahsakit daerah maupun rumahsakit provinsi
4) Lebih meningkatkan lagi dalam hal pelaksanaan pendokumentasian asuhan
keperawatan serta dapat menerapkan SP2KP ini di semua ruangan rawat inap yang ada
29
LAMPIRAN
1. Implementasi MPKP harus ditunjang dengan SDM, sarana dan prasarana yang
memadai, apa yang terjadi apabila implementasi MPKP yang diterapkan di RS masih
adanya SDM dan sarana prasana yang belum memadai apakah masih diterapkan
model seperti ini ?
2. Apakah yang seharusnya dilakukan manajer atau kepala ruangan apabila adanya
keluhan pasien tentang ketidakpuasan dalam pemberian layanan asuhan keperawatan
3. Apakah ada kelemahan dari model MPKP dam SP2KP itu sendiri?
4. Apakah selalu dapat memberikan asuhan keperawatan yang baik bagi pasien dan
dapat melaksanakan suatu tindakan-tindakan dengan profesional?
5. Sejauh mana efektifitas penerapan sistem MPKP di rumah sakit negeri di Indonesia?
6. Apakah peran pemerintah untuk mendukung penerapan MPKP di rumahsakit di
Indonesia?
7. Dalam penerapan MPKP di sebuah bangsal rumah sakit terdiri dari perawat apa saja,
sebutkan dan jelaskan perannya?
8. Apa saja fokus pelayanan MPKP di rumah sakit?
9. Apakah selama ini MPKP di rumahsakit-rumah sakit sudah sesuai dengan teori? Apa
saja hambatannya?
10. Menurut rumahsakit metode MPKP mana yang paling mudah, efesien untuk
diterapkan
11. Sejauh mana rumahsakit mengetahui mengenai SP2KP?
12. Apakah MPKP berpengaruh pada menajemen di rumahsakit?
13. Bagaimana apabila ada salah satu tenaga medis yang tidak menyukai model MPKP
maupun SP2KP?
14. Faktor-faktor apa saja yang menjadi kendala jalannnya SP2KP?
15. Apa saja faktor-faktor penghambat MPKP ?
16. Jika diberi pilihan, pilih metode primer atau metode TIM ? alasannya?
17. Bagaimana apabila model MPKP maupun SP2KP merugikan rumahsakit yang
berpengaruh pada mutu pelayanan?
18. Bagaimana apabila pelaksanaan MPKP merugikan rumahsakit berupa materi, sampai
triliunan
19. Bagaimana pandangan dokter mengenai metode MPKP maupun SP2KP?
30
20. Bagiamana pelaksanaan manajemen keperawatan diluar negeri? Apakah terdapak
MPKP dan SP2KP?
31
DAFTAR PUSTAKA
Busono, Presidentyas Bimo Tri. 2010. Evaluasi Penerapan Model Praktek Keperawatan
Profesional di ruang Maranata I Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus. Undergraduate
thesis, Semarang: Universitas Diponegoro.
Douglas, LM. (1984) , the Effevtive Nurse Leader and Menager, Second edition, St. Louis,
the CV Mosby.
Kusnanto. 2004. Pengantar Profesi & Praktek Keperawatan Profesional .Jakarta : EGC
Rantung, Fredna Robot, Rivelino Hamel. 2013. Perbedaan Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan Ruangan SP2KP dan non-SP2KP di Irina A dan Irina F RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Manado: Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Sudarsono, R.S. (2000). Berbagai model praktek keperawatan profesional di rumah sakit.
Makalah seminar dan semiloka MPKP II. Jakarta : tidak dipublikasikan
Sitorus, R, Yulia (2006). Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah Sakit; Penataan
Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Supit, Desire Farlind. 2011. Efektivitas Penerapan Model Praktek Keperawatan Profesional
Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Advent Bandung. Undergraduate
thesis. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada
Tappen, R.M., (l 995). Nursing Leadership and Management. Concepts and Practice. (3 rd
edition). Philadelpia: F.A. Davis Company
32