bab 2 landasan teori - institutional...
TRANSCRIPT
11
Bab 2
Landasan Teori
2.1 Tindakan Mereferensikan
Perilaku menurut Jogiyanto (2008: 11) adalah
tindakan-tindakan (actions) atau reaksi-reaksi dari suatu
objek atau organisme. Dalam melakukan segala aktivitas
kehidupan, manusia mempunyai pertim-bangan-
pertimbangan mengapa itu dilakukan bahkan
mempertimbangkan bagaimana jika aktivitas yang
dilakukan tersebut berhubungan dengan orang lain. Hal
inilah yang disebut sebagi perilaku umum atau Common
Behavior. Manusia mengevaluasi tindakannya dengan
standar norma sosial dan meregulasikannya dengan
menggunakan kontrol sosial. Perilaku (Behaviour) adalah
operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau
suatu kelompok terhadap sesu-atu (situasi dan kondisi)
lingkungan (alam, masya-rakat, teknologi, atau organisasi).
Masih dalam Jogiyanto tindakan merupakan action nyata
yang dapat dilihat berbeda dengan niat yang masih berupa
keinginan yang tentunya belum diwujudkan dalam
tindakan.
Ajzen (1998) berpendapat bahwa perilaku dalam
kehidupan sehari-hari dapat dibedakan menjadi dua yaitu,
pertama adalah perilaku di bawah tekanan (Mandatori
Behavior) yaitu perilaku yang dilakukan secara wajib.
12
Sedangkan yang kedua adalah tindakan atau perilaku atas
kemauan sendiri (Volitional Behavior), yang didefinisikan
sebagai perilaku yang individual inginkan atau menolaknya
untuk tidak melakukan jika memutuskan untuk tidak
melakukan.
Perilaku atau tindakan mereferensi mahasiswa
kepada calon mahasiswa dikategorikan dalam perilaku
volitional atau perilaku yang dilakukan atas kemauan
sendiri merupakan perilaku dari suatu hasil dari kontrol
perilaku yang dimaui untuk dilakukan di bawah kontol
kesadaran (Deliberate Attempts). Contoh dari perilaku
volitional yang diutarakan Ajzen (1988) dalam Jogiyanto,
2008 antara lain: memilih kandidat di pemilihan politik,
melihat berita di TV, membeli pasta gigi di toko obat,
beribadah di gereja, dll.
Dalam melakukan suatu tindakan seseorang
dipengaruhi faktor dari dalam diri individu yang
merupakan perwujudan dari sikap seseorang terhadap apa
yang ingin dilakukan (Atittuted toward behavior).
Sedangkan dari luar yaitu pengaruh orang lain atau norma
subjektif merupakan hal-hal yang mempenga-ruhi untuk
tidak melakukan atau melakukan tindakan yang
diinginkan, hal ini yang diutarakan oleh Ajzen dan Fishbein
dalam Dharmesta (1998).
Apabila tindakan mereferensi merupakan peri-laku
maka tindakan ini sebanding linear terhadap niat
mereferensi. Theory of Reason Action (TRA) menjelas-kan
bahwa perilaku (Behavior) dilakukan karena individual
13
mempunyai niat untuk melakukannya (Behavioral
Intention). Niat perilaku (Behavioral Intention) akan
menentukan perilakunya (Behavior) yang dapat
digambarkan sebagai berikut:
Sumber: Jogiyanto (2008)
Gambar 2.1 Niat Perilaku Mempengaruhi Perilakunya
Menurut Talizaduhu Ndraha yang dikutif oleh Yanti
Maemunah (2004: 20) perilaku dalam ilmu jiwa
didefinisikan sebagai “kegiatan organisme yang dapat
diamati oleh organisme lain atau oleh berbagai instrumen
penelitian. Yang termasuk dalam perilaku adalah laporan
verbal mengenai pengalaman subjektif dan disadari”
Selain itu, Skinner dalam Albarracín et al (2005) juga
memaparkan definisi perilaku sebagai berikut: perilaku
merupakan hasil hubungan antara rang-sangan (stimulus)
dan tanggapan (respon). Ia membe-dakan adanya dua
bentuk tanggapan, yakni:
Pertama, Respondent response atau reflexive
response, ialah tanggapan yang ditimbulkan oleh
rangsangan-rangsangan tertentu. Rangsangan yang
semacam ini disebut eliciting stimuli karena menim-bulkan
tanggapan yang relatif tetap. Kedua, Operant response atau
Dorongan
berperilaku
(behavioral
intention)
Perilaku (behavior)
14
instrumental response, adalah tanggap-an yang timbul dan
berkembangnya sebagai akibat oleh rangsangan tertentu,
yang disebut reinforcing stimuli atau reinforcer. Rangsangan
tersebut dapat memperkuat respons yang telah dilakukan
oleh organisme. Oleh sebab itu, rangsangan yang demikian
itu mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu
yang telah dilakukan. Tindakan ini merujuk pada perilaku
yang diekspresikan dalam bentuk tindakan, yang
merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang
telah dimiliki.
Teori-teori yang membahas perilaku merupakan
domain ilmu psikologi, khususnya yang mempelajari
tentang perilaku yang dapat diobservasi dan dapat diukur
dalam aliran behaviorisma. Jhon. B. Watson pada tahun
1913 dalam bukunya “Psikologiy as the behaviorist views
it”, ia berargumen bahwa psikologi adalah suatu yang
objektif yang harus dapat diobser-vasi dan diukur yang
merupakan cabang dari sains alamiah. Berfokus pada hal-
hal yang dapat diukur dan diteliti maka perilaku
merupakan respon terhadap rangsangan lingkungan. Pada
perkembangan selanjut-nya muncul pula psikologi sosial
yang mempelajari bagaimana pikiran, perasaan dan
perilaku dipengaruhi oleh kehadiran orang lain.
Penelitian tentang perilaku pada kenyataanya telah
diterapkan pada banyak bidang, seperti peneliti-an di
bidang perilaku konsumen, perilaku organisasi, perilaku
penggunaan komputer. Untuk menjelaskan interaksi antar
individu telah ditetapkan dalam model dan teori yaitu,
Ajzen (1975) TRA (Theory Reasoned Action), Davis et al
15
(1989) model penerimaan teknologi, Taylor dan Todd (1995)
Teori Rencanaan Perilaku Dekomposisi, Ajzen (1991) TPB
(Theory Planed Behavior). Teori Tindakan Beralasan
merupakan teori paling dasar dari teori perilaku
selanjutnya. Dalam teori ini Ajzen dan Fishbein (1975)
memasukkan variabel sikap terhadap perilaku dan norma
subjektif yang mengarah kepada perilaku. Tindakan
mereferensi merupakan tindakan interaksi yang
mengkomunikasi-kan pengalaman dari pemberi informasi
tentang apa yang telah dialami kepada penerima pesan
informasi. Informasi yang disampaikan menjadi satu
bentuk mereferensikan yang secara efektif, perilaku bisa
berupa referensi negatif dan referensi positif.
2.2 TRA (Theory Reasoned Action) Teori
Tindakan Beralasan
Individu dalam berperilaku selalu memiliki motivasi
atau alasan-alasan mengapa ia melakukan tindakan.
Jawaban atas mengapa ini tercakup dalam berperilaku dan
sikap, sehingga munculah studi mengenai sikap dan
perilaku dalam lingkup theory of attitude dan theory of
behavior. Kedua teori ini selan-jutnya oleh Ajzen dan
Fishbein, 1980 dikembangkan menjadi Theory Of Reasoned
Action (TRA). Mereka berpendapat bahwa hasil penelitian
yang menguji sikap, yaitu hubungan sikap dan perilaku
kurang memuaskan, serta ditemukannya hubungan yang
lemah antara sikap dan perilaku sukarela.
16
Theory Reasoned Action pertama kali dicetuskan oleh
Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun
menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku
dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala
informasi yang tersedia. Dalam TRA ini, Ajzen (1980)
menyatakan bahwa niat seseorang untuk melakukan suatu
perilaku akan dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku
tersebut. Lebih lanjut, Ajzen mengemukakan bahwa
perilaku tertentu dipengaruhi niat berperilaku. Niat
berperilaku dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang
pertama berhubungan dengan sikap (Attitude towards
behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh
sosial yaitu norma subjektif (subjective norms). Secara
skematik TRA digambarkan seperti skema di Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Theory of Reasoned Action (Adopted from Fishbein & Ajzen 1975)
Dalam Teori Tindakan Beralasan seseorang ber-
perilaku karena mempunyai maksud atau niat. Kegi-atan
dari perilaku yang dilakukan atas kemauan sendiri
(Volitional Behavior) merupakan akibat prediksi yang
Sikap terhadap
perilaku/ Attitude
Towards Behavior
Niat
berperilaku/
Behavior
Intention Norma subyektif/
Subjective Norms
Tindakan/
Behavior
17
berakurasi tinggi dari niat. Bukti empiris yang telah diteliti
oleh Sheppard et al (1988) dilakukan dengan meta analisis
sebanyak dua kali terhadap 86 penelitian-penelitian yang
menggunakan TRA, bahwa adanya korelasi rata-rata
sebesar 0,54 hubungan niat dan perilaku.
Banyak dari penelitian sejenis yang mendukung
bahwa niat merupakan prediktif terhadap perilaku. Seperti
tindakan aborsi, memilih kandidat pada pemilihan umum,
dan perilaku ibu menyusui.
2.3 Perilaku Kemauan Sendiri dan Perilaku
yang Diwajibkan
Perilaku yang dilakukan merupakan akibat dari hal-
hal yang mempengaruhi manusia baik itu dari luar dirinya
maupun dari dalam dirinya. Kedua hal ini menurut Ajzen
(1998) dalam Jogiyanto (2008) terbagi menjadi: perilaku
yang dilakukan atas kontrol kemau-an sendiri dan perilaku
yang diwajibkan. Yang dimak-sud dengan perilaku atas
kemauan sendiri (Volitional Behavior) adalah perilaku-
perilaku yang individual mengiginkannya, atau menolak
untuk tidak melaku-kannya jika mereka memutuskan
untuk melawan. Sedangkan perilaku yang diwajibkan
(Mandatory Behavior) adalah perilaku yang bukan atas
kemauan sendiri karena memang tuntutan atau kewajiban
dari kerja.
18
2.4 Sikap
2.4.1 Pengertian Sikap
Dalam kamus Oxford Advanced Learner Dictionary
(Hornby, 1974) mencantumkan bahwa sikap (Attitude ),
berasal dari bahasa Italia attitudine yaitu “Manner of placing
o holding the body, dan Way of feeling, thinking
or behaving”.
Sikap adalah cara menempatkan atau membawa diri,
atau cara merasakan, jalan pikiran, dan perilaku. Free
online dictionary (www.thefreedictionary.com)
mencantumkan sikap sebagai a complex mental state
involving beliefs and feelings and values and dispositions to
act in certain ways.
Sikap berasal dari bahasa latin, yaitu aptus yang
berati sesuai atau cocok dan siap untuk bertindak atau
berbuat sesuatu. Hogg dan Vougham, 2002 dalam Ismail
dan Zein 2008 mengangap bahwa sikap merupakan suatu
kondisi mental dan bentuk neural dari kesiapan, yang
diorganisasikan berdasarkan pengalaman, pengaruh suatu
arahan atau dinamika tertentu yang mempengaruhi respon
individu terhadap setiap objek dan situasi yang saling
berkaitan.
Aiken (1970) dalam Neila Ramdhani (2007) ber-
pendapat bahwa: A learned predisposition or tendency on
the part of an individual to respond positively or negatively
with moderate intensity and reasonable intensity to some
object, situation, concept, or other person.
19
Sikap adalah predisposisi atau kecenderungan yang
dipelajari dari seorang individu untuk merespon secara
positif atau negatif dengan intensitas yang moderat dan
atau memadai terhadap objek, situasi, konsep, atau orang
lain. Definisi ini menempatkan sikap sebagai predisposisi
atau tendensi yang menen-tukan respon individu terhadap
suatu objek. Predis-posisi atau tendensi ini diperoleh
individu dari proses belajar, sedangkan objek sikap dapat
berupa benda, situasi, dan orang.
Fishbein & Ajzen (1975) yang menyatakan bahwa
sikap adalah jumlah dari afeksi (perasaan) yang dirasakan
seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek atau
perilaku dan diukur dengan suatu prosedur yang
menempatkan individual pada skala evaluasi dua kutub,
misal: baik atau jelek, setuju atau menolak, dan lainnya.
Dikatakan Azwar (1995) sikap dapat dikategori-kan
dalam tiga orientasi pemikiran. Yang pertama berorintasi
pada respon, menganggap sikap adalah suatu bentuk
reaksi perasaan, secara operasional bahwa sikap adalah
perasaan mendukung (favourable) atau perasaan tidak
mendukung (unfavourable) terha-dap objek perilaku. Kedua
berorientasi pada kesiapan respon adalah sikap yang
merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek
dengan cara-cara tertentu. Kesiapan ini berarti
kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara
tertentu apabila individu dihadapkan kepada suatu
stimulus yang menghendaki adanya suatu respon. Ketiga
berorientasi pada skema triadik adalah perilaku yang
20
berkonstelasi komponen-komponen kognitif, afektif,
konatif. Dalam kalangan ahli psikologi sosial, pendekatan
triandik juga disebut sebagai pendekatan trikomponen
tetapi ada juga yang berpendapat bahwa pendekatan sikap
hanya mene-kankan dalam batasan komponen afektif saja.
2.4.2 Sikap Terhadap Perilaku
Ajzen berpendapat terdapat dua pendekatan terhadap
sikap, yaitu sikap terhadap objek dan sikap terhadap
perilaku. Sikap terhadap objek merupakan tangapan
perasaan terhadap objek yang dihadapi, misalnya sikap
seseorang terhadap memilih untuk melanjutkan studi
“gedung untuk aktivitas perkuliah-an jelek”. Sedangkan
sikap terhadap perilaku meru-pakan sikap yang dikaitkan
dengan perilaku yang merupakan reaksi terhadap stimulus
atau sikap mengenai perilaku (Atittudes Concerning
Behavior), misalnya melanjutkan kuliah di Fakultas
Pendidikan sangat berguna untuk mengajar. Dalam
penelitian ini lebih menekankan pada analisa sikap yang
berorien-tasi pada perilaku mahasiswa Pascasarjana
Univer-sitas Kristen Satya Wacana terhadap perilaku
merefe-rensi kepada calon mahasiswa serta mengukurnya
dengan menggunakan batasan konsep afektif saja (Azwar,
1995).
2.5. Norma Subjektif
Norma subjektif sebagai penentu kedua dari theory of
reasoned action merupakan fungsi dari niat-niat yang
21
diasumsikan sebagai suatu fungsi --kepaercayaan (beliefs),
yaitu kepercayan seseorang bahwa individu tertentu
menyetujui atau tidak menyetujui melakukan suatu
perilaku. Kepercayaan-kepercayaan yang mendasari
norma-norma subjektif ini disebut sebagai kepercayaan
normatif (Normative Beliefs). Referent dapat diartikan
sebagai individual-individual atau grup-grup yang
mengarahkan perilaku. Secara umum manusia percaya
kepada orang lain untuk mentaatinya dan berpikir
seharusnya melaku-kan perilaku yang memotivasi mereka,
inilah yang dikatakan menerima tekanan sosial untuk
melakukan perilaku tersebut. Tetapi sebaliknya apabila
tekanan itu tidak disetujui maka akan menghindari untuk
melakukan perilaku itu.
Norma subjektif (subjective norm) adalah persep-si
atau pandangan seseorang terhadap kepercayaan-
kepercayan orang lain yang akan mempengaruhi niat
untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang
sedang dipertimbangkan (Jogiyannto, 2008:42). Apa-bila
dihubungkan dengan tindakan mereferensikan kepada
calon mahasiswa Magister Manajemen Pendi-dikan
Universitas Kristen Satya Wacana, maka bagai-mana
pandangan orang lain terhadap tindakan kepercayaan
untuk mereferensikan kepada mahasiswa yang
mempengaruhi niat untuk melakukan atau tidak
melakukan. Sehingga norma subjektif mencerminkan
persepsi mahasiswa tentang apa yang mereka anggap
bahwa orang lain ingin agar mereka melakukan peri-laku
22
khusus. Keyakinan normatif utama mahasiswa
sehubungan dengan “melakukan apa yang orang lain ingin
mereka lakukan” dan motivasi untuk memenuhi harapan
orang lain tersebut dikomunikasikan untuk membentuk
norma subjektif.
2.6 Niat
Niat berhubungan dengan perilaku atau tindak-an
volitional dan dapat memprediksi mereka dengan akurasi
yang tinggi. Menurut Jogianto (2008: 29), niat didefinisikan
sebagai keinginan untuk melakukan sesuatu.
Niat berperilaku adalah suatu proporsi yang
menghubungkan diri dengan tindakan yang dilakukan di
waktu yang akan datang. Dalam model tindakan beralasan,
niat mahasiswa tidak hanya dilihat dari sikapnya terhadap
objek, melainkan juga dilihat dari norma subjektif yang
mempertimbangkan persepsi seseorang terhadap
tanggapan orang yang dekat dengannya apabila ia
berperilaku tertentu (Loudon dan Della Bitta, 1993: 436).
Intensi secara harfiah bermakna niat. Icek Ajzen dan
Martin Fishbein (1975) mendefinisikan intensi atau niat ini
sebagai kemungkinan subjektif (subjective probability)
individu untuk berperilaku tertentu. Mengukur intensi
berarti mengukur kemungkinan seseorang tentang akan
berperilaku tertentu atau tidak (Anwar, dkk, 2005). Intensi
ini merupakan akumulasi dari dua faktor, yakni; (1) sikap,
(2) norma subjektif.
23
Niat merupakan variabel antara yang menye-babkan
terjadinya perilaku dari suatu sikap maupun variabel
lainnya. Niat menunjukkan seberapa keras seseorang
berani mencoba (Dharmmesta, 1998). Selanjutnya ada
beberapa hal yang harus dipahami hubungannya dengan
niat, yaitu:
a. Niat sebagai faktor-faktor motivasional yang berdampak pada perilaku.
b. Niat menunjukkan seberapa keras seseorang untuk mencoba.
c. Niat juga menunjukkan seberapa banyak upaya yang direncanakan seseorang untuk melakukan perilaku.
d. Niat adalah berhubungan dengan perilaku berikutnya.
2.6.1 Penentu-penentu Niat
Ajzen dan fishbein (1980), mencoba menjelaskan
penyebab-penyebab dari niat berperilaku volitional. Karena
penyebab niat tidak otomatis dengan sendiri-nya
menyediakan informasi yang banyak tentang alasan-alasan
melakukan perilaku, perlu adanya iden-tifikasi
penyebabnya sekalipun niat dapat mempre-diksi perilaku
dengan cukup akurat. Tindakan dari perilaku yang
beralasan tentunya merupakan tindak-an yang sadar dari
mempertimbangkan informasi yang tersedia,
mempertimbangkan akibat atau implikasi-implikasi dari
tindakan yang dilakukan. Menurut teori tindakan
beralasan, niat merupakan suatu fungsi dari dua penentu
dasar, yang satu berhubungan dengan faktor pribadi dan
yang lainnya berhubungan dengan pengaruh sosial.
24
Penentu pertama yang berhubungan dengan faktor pribadi
adalah sikap terhadap perilaku (attitude toward the
behavior) individual. Sikap adalah evaluasi kepercayaan
(belief) atau perasaan (affect) positif atau negatif dari
individual jika harus melaku-kan perilaku yang
dikehendakai.
Penentu yang kedua yang berhubungan dengan
pengaruh sosial adalah norma subjektif (subjective norm).
Disebut norma subjektif karena berhubungan dengan
persepsi normative persepsian, yaitu pandang-an atau
persepsi seseorang terhadap tekanan keeper-cayaan-
kepercayaan orang lain, yang akan mempenga-ruhi niat
untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang
sedang diperimbangkan.
2.7 Model Penelitian
Model penelitian merupakan turunan dari pener-
jemahan teori ke dalam struktur jalur, seperti yang
diungkapkan oleh (Ghozali, 2005). Bahwa persamaan
struktural yang digambarkan oleh diagram jalur di-
pandang sebagai representasi dari teori. Jadi hubung-an
antar variabel merupakan perwujudan teori. Model dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
25
Gambar 2.3 Hubungan antar variabel
2.7.1 Variabel-variabel Penelitian
Dalam penelitian dengan menggunakan Structural
Equation Modeling (SEM) atau model persamaan sruktural
terdapat variabel exogen dan endogen. Dapat dibedakan
yang merupakan dua variabel exogen antara lain sikap
terhadap perilaku mereferensi (Attitude towards behavior)
dan norma subjektif terhadap perikalu mereferensi
(subjectif norm). Sedangkan dua variabel endogen meliputi
variabel intervening yaitu niat mereferensi (Behavioral
intention) dan tindakan mereferensi (behavior). Variabel
yang telah disebutkan di atas antara lain: sikap, norma
subjektif, niat dan perilaku adalah variabel latent atau
konstruk yaitu variabel yang tidak dapat diukur secara
langsung (unobserved).
2.7.2 Pengukuran Variabel Penelitian
Sesungguhnya model SEM merupakan gabung-an
model analisis faktor dan analisis jalur, karena
Sikap terhadap
berperilaku mereferensi
(Attitude towards
behavior)
Norma subjektif
terhadap berperilaku
mereferensi (subjectif
norm)
Tindakan merefrensi
(behavior)
Niat merefrensi
(Behavioral
intention)
26
penggabungan dua fungsi ini maka dalam pengukuran
variabel penelitiannya juga menggunakan dua bagian: (a)
bagian pengukuran yang menghubungkan observed
variable dengan latent variable lewat confirmatory factor
model, dan (b) bagian srtuktur yang menghu-bungkan
latent variable lewat persamaan regresi simultan.
Dalam pengukuran variabel latent atau konstruk
diukur dengan menggunakan seperangkat pertanyaan
sebagai indikator-indikator dan selanjutnya responden
diminta untuk menjawab dengan 5 kategori jawaban skala
Likert: sangat tidak setuju, tidak setuju, cukup setuju,
setuju, sangat setuju. Di dalam konvensi SEM variabel
observed digambarkan dengan kotak dan variabel latent
digambarkan dengan elips.
Dalam pengukuran struktural meliputi hubung-an
antar konstruk latent dan hubungan ini merupakan
hubungan linear, garis dengan satu anak panah
menggambarkan hubungan regresi, sedangkan garis
dengan dua anak panah menggambarkan hubungan
korelasi atau kovarian.
2.8 Hasil Penelitian Terdahulu
1. Sikap dan Norma Subjektif terhadap Niat
Murwanto Sigit (2006) menemukan dalam pene-
litiannya bahwa: (a) sikap dan norma subjektif secara
bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap niat beli;
(b) sikap mahasiswa secara parsial berpengaruh terhadap
27
niat beli; dan (c) norma subjektif secara parsial
berpengaruh terhadap niat beli.
Kassudyarsana, (2006) dengan judul “Analisis Sikap
dan Niat Membeli Kaum Muda di Surakarta terhadap
Pakaian Batik”, adanya pengaruh yang signifikan sikap
terhadap niat beli. Hal ini terlihat dari nilai signifikansi
yang kurang dari 0,053. Adapun norma subjektif tidak
signifikan untuk menjelaskan hubungan antara norma
subjektif terhadap niat beli. Selanjutnya Liandy Paul
Lukimto (2003) penelitiannya tentang Analisa Pengaruh
Faktor Sikap dan Niat Membeli terhadap Keputusan
Mahasiswa yang ditinjau dari Kepuasan Mahasiswa di Kafe
Calvados Surabaya, menunjukkan bahwa variabel sikap
(Xi) dan variabel niat beli (X2) secara simultan mempunyai
pengaruh secara signifikan terhadap keputusan mahasiswa
(Y).
2. Sikap dan Norma Subjektif
Heru Kurnianto Tjahjono dan Hari Ardi mengkaji
niat mahasiswa manajemen Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta untuk menjadi wirausaha. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif yang
berpengaruh terhadap niat untuk menjadi entrepreneur.
Dengan nilai R2 = 0.409. Bobek dan Hatfield (2003) dan
Blanthorme (2000) dalam Mustikasari (2007), dalam
penelitiannya tidak bisa membuktikan bahwa pengaruh
kontrol keperilakuan yang dipersepsikan cukup signifikan.
Pengaruh langsung dapat terjadi jika terdapat actual control
28
di luar kehendak individu sehingga mempengaruhi
perilaku.
2.9 Hipotesis Penelitian
Sikap merupakan ekspresi perasaan yang men-
cerminkan apakah seseorang senang atau tidak senang,
suka atau tidak suka, dan setuju atau tidak terhadap
suatu objek. Sikap digambarkan melalui kepercayaan
mahasiswa terhadap suatu objek atau merek. Kepercayaan
tentang atribut suatu produk biasanya dievaluasi secara
alami. Semakin positif sikap seseorang maka akan
menimbulkan niat memilih. Gordon Allfort (dalam Setiadi,
2003) menga-jukan definisi mengenai sikap yaitu suatu
mental dan syarat sehubungan dengan kesiapan untuk
menang-gapi, diorganisasikan melalui pengalaman dan me-
miliki pengaruh yang mengarah dan atau dinamis terhadap
perilaku. Jika kita analogikan dengan sikap mereferensi
terhadap tindakan mereferensi yaitu mem-pelajari
kecenderungan mahasiswa untuk mengevalu-asi baik
disenangi ataupun tidak disenangi secara konsisten. Hasil
penelitian empiris menjelaskan bahwa sikap berpengaruh
terhadap niat (Dharmmesta, 1998; Tjahjono, 1997).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengambil
hipotesis sebagai berikut:
H1 = Ada pengaruh positif dan signifikan antara sikap
dengan niat berperilaku mahasiswa mereferen-sikan
Program Magister Manajeman Pendidikan Universitas
Kristen Satya Wacana;
29
H2 = Ada pengaruh positif dan signifikan antara sikap
dengan tindakan mahasiswa merefrensikan Program
Magister Manajeman Pendidikan Universitas Kristen
Satya Wacana.
Sementara norma subjektif merupakan persepsi
mahasiswa tentang apa yang mereka anggap bahwa orang
lain ingin agar mereka melakukan perilaku khusus. Norma
subjektif digambarkan melalui keya-kinan normatif utama
mahasiswa sehubungan dengan “melakukan apa yang
orang lain ingin mereka laku-kan” dan motivasi untuk
menuruti orang lain. Sema-kin positif norma subjektif
maka akan menimbulkan niat. Norma subjektif sebagai
faktor sosial menunjuk-kan tekanan sosial yang dirasakan
untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau
perilaku (Dharmmesta, 1998). Norma subjektif terbentuk
dari keyakinan normatif dan kemauan untuk menuruti
kemauan orang lain yang dianggap penting.
Keyakinan normatif berkaitan dengan kondisi bahwa
individu atau kelompok referen penting akan setuju atau
tidak setuju dengan pelaksanaan perilaku. Kekuatan
masing-masing keyakinan normatif ditim-bulkan melalui
motivasi orang tersebut untuk meng-ikuti referen dan
estimasi norma subjektif diperoleh dengan menjumlahkan
hasilnya dari seluruh referen penting. Hasil penelitian
empiris menjelaskan bahwa norma subjektif berpengaruh
terhadap niat (Dharmesta, 1998; Tjahjono, 1997).
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti mengambil
hipotesis sebagai berikut:
30
H3 = Ada pengaruh positif dan signifikan antara Norma
subjektif dengan niat berperilaku mahasiswa
mereferensikan Program Magister Manajeman
Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana;
H4 = Ada pengaruh positif dan signifikan antara norma
subjektif dengan tindakan mahasiswa
mereferensikan Program Magister Manajeman
Pendidikan Universitas Kristen Satya Wacana.
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin baik
sikap terhadap perilaku dan demikan juga norma subjektif
terhadap suatu perilaku, maka semakin kuat niat individu
untuk melakukan suatu tindakan (Dharmmesta, 1998).
Berdasarkan penelitian Dharmmestha (1998) dapat
disimpulkan sikap, dan norma subjektif yang dirasakan
secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel
perilaku. Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang
diajukan sebagai berikut:
H5 = Ada pengaruh positif dan signifikan antara niat
dengan tindakan mahasiswa merefrensikan Program
Magister Manajeman Pendidikan Universitas Kristen
Satya Wacana.