bab 2 landasan teori dan kerangka pemikiranthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2011-1-00477-mn 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI dan KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Manajemen
Manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya
manusia dan sumber-sumber lainnya (Hasibuan, 2007, p9) melalui perencanaan,
pengorganisasian, pengarah, dan pengendalian sumber daya organisasi (Daft, 2006, p1)
sehingga dapat terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain
(Robbins, 2003, p6) untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan (Handoko, 2003,
p8). Pendapat lain dikemukakan oleh Hersey dan Blanchard (2001, p8) yang menganggap
manajemen adalah proses kerja sama dengan dan melalui orang-orang dan kelompok untuk
mencapai tujuan organisasi dengan cara yang efektif.
Dari pendapat para tokoh itu dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen adalah
sebuah ilmu yang mengatur pemanfaatan sumber daya serta proses kerja sama dengan
orang-orang melalui perencanaan, pengorganisasian, pengarah, dan pengendalian untuk
mencapai tujuan organisasi.
2.2 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia berhubungan dengan rancangan sistem-sistem
formal dalam organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan
efisien (Mathis dan Jackson, 2006, p3) dari sebuah situasi manajemen, termasuk perekrutan,
penyaringan, pelatihan, penghargaan dan penilaian (Dessler, 2005, p4) untuk mencapai
tujuan-tujuan individu maupun organisasi (Handoko, 2003, p4).
Manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan
tenaga kerja (Hasibuan, 2007, p10) sebagaimana pendayagunaan, pengembangan, penilaian,
pemberian balas jasa, dan hubungan ketenagakerjaan yang baik (Samsudin, 2006, p22)
dalam usaha meningkatkan efektivitas organisasi dengan cara yang etis dan dapat
dipertanggungjawabkan (Hariandja, 2002, p16).
Kesimpulan yang dapat diambil untuk definisi manajemen sumber daya manusia
adalah ilmu yang mengatur penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien melalui
perekrutan, pelatihan, pengembangan, penilaian, dan penghargaan untuk meningkatkan
efektivitas organisasi.
2.2.1 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Jeff Madura (2007, p389) mengklasifikasikan fungsi manajemen sumber daya
manusia ke dalam kelompok berikut:
1) Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan untuk menghadapi berbagai kondisi di
masa depan. Dimulai dari pernyataan misi lalu menyusun rencana strategis untuk
jangka panjang
2) Pengorganisasian, meliputi mengatur karyawan dan sumber daya lainnya melalui
cara yang konsisten dengan tujuan perusahaan. Fungsi ini penting saat terjadi
restrukturisasi atas operasinya seperti perubahan jabatan
3) Kepemimpinan, yaitu proses mempengaruhi kebiasaan orang lain demi mencapai
tujuan bersama. Fungsi ini tidak hanya memberi instruksi tetapi juga memotivasi
karyawan dengan cara memberikan tanggung jawab yang lebih besar pada
karyawan
4) Pengendalian, melibatkan pengawasan dan evaluasi pekerjaan. Fungsi ini untuk
mengevaluasi secara kontinu sehingga perusahaan dapat memastikan bahwa telah
menempuh langkah yang benar untuk mencapai tujuan.
Dessler (2004, p2) menambahkan satu fungsi selain yang telah disebutkan di atas,
yaitu fungsi penyusunan staf. Fungsi ini meliputi kegiatan seperti menentukan tipe karyawan
yang hendak direkrut, menentukan standar kerja, memberikan kompensasi, dan melatih
serta mengembangkan karyawan.
2.3 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi bawahannya
sedemikian rupa (Siagian, 2002, p62) yang membuat orang lain merespon dan menimbulkan
perubahan positif (DuBrin, 2005, p3) sehingga mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan organisasi (Hasibuan, 2007, p170). Gibson (2000, p272)
mengartikan kepemimpinan sebagai usaha untuk mempengaruhi atau memotivasi orang
untuk meraih tujuan. Proses kepemimpinan ini merupakan fungsi pemimpin, pengikut, dan
situasi (Hersey dan Blanchard, 2001, p99).
George R. Terry dalam Thoha (2003, p5) mengartikan bahwa kepemimpinan adalah
aktivitas untuk mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi pikiran,
perasaan, tindakan dan tingkah laku orang lain untuk digerakkan ke arah tujuan tertentu
(Suyuti, 2001, p7).
Kesimpulan dari kepemimpinan yaitu sebuah proses untuk mempengaruhi aktivitas
sekelompok orang sehingga mau bekerja sama untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.
2.3.1 Kepemimpinan Efektif
Kepemimpinan mensyaratkan kepengikutan. Seseorang disebut pemimpin hanya jika
dia memiliki pengikut. Menurut Goodwin (1996, p11-13 & p27) pemimpin efektif adalah
orang yang membuat rencana dengan hati-hati dan menggunakan waktu dengan baik untuk
mencapai sasaran-sasaran. Pemimpin efektif bukan hanya menghayati prinsip kelompok dan
bersahabat dengan orang lain secara positif tetapi juga bertanggung jawab bahwa
kelompoknya harus menjalankan fungsi utamanya.
Adapun ciri-ciri kepemimpinan yang efektif menurut Weiss (1994, p4-5) adalah:
1) Kemampuan untuk melihat keadaan lingkungan kerja yang menyeluruh
2) Kemampuan untuk mengkomunikasikan keadaan kerja yang menyeluruh kepada
orang lain
3) Perhatian dan respek kebutuhan, aspirasi, perasaan dan kemampuan dalam
kelompok
4) Kemampuan untuk memberikan pengarahan kepada orang lain
5) Antusiasme untuk misi, sasaran, dan standar kelompok
Menurut Anoraga dan Widyanti dalam Imha dan Ratna (2009), pemimpin yang
efektif harus mempunyai syarat seperti yang disebutkan di bawah ini.
1) Realistis
Pemimpin harus dapat merencanakan sesuatu yang nyata, dimana rencana tersebut
dapat dilihat dari situasi dan kondisi organisasi kelompok. Perencanaan yang nyata
atau realistis tentang tujuan dari organisasi lebih memungkinkan untuk dicapai.
2) Banyak akal
Dalam organisasi sebagai seorang pemimpin harus mempunyai banyak akal untuk
dapat mengatasi setiap masalah-masalah yang akan dihadapi atau yang sedang
dihadapi. Selain itu seorang pemimpin juga dituntut untuk mempunyai pengetahuan
dan pengalaman yang luas yang akan dapat mendukung pemimpin dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan suatu masalah.
3) Komunikator yang terampil
Sebagai seorang pemimpin harus dapat berkomunikasi, baik dengan bawahannya
sendiri maupun dengan pihak luar supaya pada saat menyampaikan perintah dapat
diterima dengan baik.
4) Percaya Diri
Pemimpin harus mempunyai kepercayaan pada dirinya sendiri sehingga tidak mudah
terpengaruh oleh orang lain pada saat membuat keputusan.
5) Emosi yang stabil
Pemimpin yang efektif harus menguasai emosinya dalam segala tindakannya, baik
yang berhubungan dengan kelompoknya maupun lingkungan diluar kelompoknya.
6) Dapat Mengambil Inisiatif
Pemimpin yang efektif harus dapat mengambil inisiatif agar dapat menjalankan
semua tugas-tugasnya dengan baik.
7) Partisipasi dalam Bidang Sosial
Pemimpin selain memperhatikan kelompoknya juga harus memperhatikan
lingkungan di luar kelompoknya.
Ruth M. Tappen dalam buku ”Nursing Leadership and Management: Concepts and
Practice” (1995, p81) menyatakan bahwa seorang kepemimpinan akan efektif jika
pemimpinnya memiliki ciri sebagai berikut:
1) Memiliki pengetahuan kognitif dan keterampilan yang baik
2) Memiliki kesadaran diri, diawali dengan mengevaluasi kekurangan dan kelebihan
yang dimiliki
3) Selalu terlihat bersemangat dalam penampilan dan bekerja
4) Dapat mengambil keputusan dan bertindak dengan baik
5) Memiliki kualitas diri seperti integritas, berani mengambil resiko, optimis, pantang
menyerah, kemampuan menghadapi stres
6) Memiliki kualitas perilaku seperti berpikir kritis, menghargai orang lain, mampu
mengkomunikasikan visi dengan baik.
Menurut Warren dan Namus dalam Nawawi (2003, p108) menjelaskan bahwa
kepemimpinan yang efektif dapat memindahkan organisasi dari keadaan sekarang ke masa
yang akan datang, membangun gambaran tentang kesempatan yang potensial bagi
organisasi, mendorong anggotanya agar memiliki komitmen untuk berubah dan
menanamkan kebudayaan serta strategi baru dalam organisasi dan memfokuskan energi
sumber daya untuk mencapai tujuan.
2.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Kepemimpinan dapat dipengaruhi oleh tiga variabel (Gibson, 2000, p273-274).
Variabel-variabel itu akan dijelaskan di bawah ini.
1) Leader’s traits
Variabel ini terdiri dari kemampuan dan keterampilan seperti interpersonal skill dan
IQ , kepribadian pemimpin seperti ketahanan terhadap stres dan kepercayaan diri dalam
memimpin, serta motivasi pemimpin untuk mencapai tujuan bersama.
2) Leader’s behavior
Perilaku pemimpin dapat dibedakan menjadi (p.277-278):
a. Task-oriented
Pemimpin yang berfokus pada penyelesaian tugas dan menggunakan
pengawasan ketat sehingga bawahan melakukan tugas mereka sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan
b. Person-oriented
Berfokus pada orang yang melakukan pekerjaan dan membantu pengikut dalam
memenuhi kebutuhan mereka dengan menciptakan lingkungan kerja yang
mendukung
c. Consideration
Melibatkan perilaku yang menunjukkan persahabatan, saling percaya,
menghormati, adanya kehangatan dalam hubungan antara pemimpin dan
pengikut
d. Initiating structure
Pemimpin mengatur hubungan dalam kelompok, membuat pola komunikasi, dan
merincikan bagaimana pekerjaan itu diselesaikan.
3) Situational variables
Variabel situasional mencakup tiga faktor (p.281-282), yaitu:
a. Hubungan antara pemimpin dan bawahan
Hal ini dapat dilihat dari tingkat kepercayaan di antara mereka dan juga rasa
hormat yang dimiliki bawahan pada atasan
b. Struktur tugas
Struktur tugas ini menunjukkan karakteristik tugas yang hendak diselesaikan,
siapa yang mengerjakan, dan bagaimana cara menyelesaikannya
c. Posisi kekuasaan
Posisi kekuasaan dilihat dari kemampuan pemimpin untuk memberikan
pernghargaan dan hukuman, serta kemampuan untuk memberikan semacam
promosi.
Pendapat tentang faktor yang berpengaruh pada efektivitas kepemimpinan dari
Stoner dan Freeman yang dikutip Nawawi (2003, p111) akan dijabarkan di bawah ini.
1) Faktor kepribadian dan pengalaman masa lalu, berkenaan dengan kondisi pemimpin
terutama berupa sifat-sifat yang disenangi oleh anggota organisasi seperti jujur, rajin,
tidak pilih kasih, senang bergaul, dapat dipercaya, mempunyai pengalaman yang
memimpin yang memadai.
2) Faktor pengharapan dan perilaku atasan, menyangkut perilaku bekerja yang sesuai
dengan keinginan atasan seperti berdisiplin, memiliki dan berani menyampaikan
kreativitas dan inisiatif, mampu memecahkan masalah, dan mampu memimpin.
3) Faktor karakteristik harapan dan perilaku bawahan, menyangkut kemampuan
menyesuaikan dengan kemampuan dan aspirasi bawahan seperti mampu
memberikan perintah secara jelas, memiliki perhatian terhadap kesejahteraan
bawahan, memahami tingkat kecerdasan dan kematangan/kemampuan kerja
bawahan.
4) Faktor kebutuhan tugas, terutama menyangkut kesesuaian antara
ketrampilan/keahlian dengan tugas yang akan dilaksanakan.
5) Faktor iklim dan kebijakan organisasi, terutama berkenaan dengan keteladanan
dalam memahami serta melaksanakan nilai-nilai di dalam budaya organisasi.
Sedangkan menurut Yukl (2002, p11) kepemimpinan adalah sebuah proses dan ada
tiga variabel kunci dalam kepemimpinan yang dapat mempengaruhi kepemimpinan yang
dituliskan berikut ini.
1) Karakteristik pemimpin
Dalam menentukan karakteristik dari pemimpin, Yukl mencantumkan beberapa
faktor seperti trait yang berisikan motivasi dan kepribadian dari pemimpin. Lalu
faktor skills mencakup keterampilan konseptual, sosial, dan teknikal. Ada juga faktor
perilaku, integritas, kepercayaan diri dan optimisme.
2) Karakteristik pengikut
Seperti karakteristik pemimpin, pengikut pun ada faktor trait. Tapi faktor trait di sini
terdiri dari kebutuhan dan konsep diri. Ada faktor lain juga seperti kepercayaan diri
dan optimisme, skills, kepercayaan pada pemimpin, komitmen akan tugas, dan
kepuasan atas pekerjaan dan pemimpin.
3) Karakteristik situasi
Karakteristik situasi dapat dilihat dari faktor tipe dan ukuran unit organisasi, posisi
kekuatan dan kekuasaan, struktur tugas dan komplektisitas, serta ketidakpastian
lingkungan sekitar.
Menurut George R. Terry dalam Herujito (2001, p182) kepemimpinan dipengaruhi
empat variabel, yaitu pemimpin, pengikut, organisasi, dan nilai-nilai sosial serta politik. Tiap
variabel itu mengandung beberapa indikator, yaitu:
1) Pemimpin
a. Nilai-nilai pemimpin
b. Kepercayaan terhadap anggota kelompok
2) Pengikut
a. Minat dan keterlibatan dalam pemecahan masalah
b. Pengetahuan dan pengalaman
c. Kesamaan tujuan dengan tujuan manajemen
3) Organisasi
a. Struktur dan pola tugas
b. Pengaruh teknologi
4) Nilai sosial-politik
a. Kekuatan budaya
b. Pengaruh masyarakat dan sosial.
2.4 Pengertian Motivasi
Motivasi merupakan kekuatan potensial yang ada dalam diri manusia (Winardi, 2007,
p1) yang menggerakkan manusia ke arah suatu tujuan tertentu (Stanford dalam
Mangkunegara, 2002, p93).
Motivasi adalah kesediaan yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk
memenuhi suatu kebutuhan individu (Robbins, 2003, p166) dan merupakan kumpulan proses
psikologis yang menyebabkan pergerakan, arahan, kegigihan dari sikap sukarela yang
mengarah pada tujuan (Kreitner dan Kinicki, 2004, p210). Chung & Megginson (Gomes, 2002)
menyatakan bahwa motivasi adalah perilaku yang ditujukan pada sasaran,. Motivasi
berkaitan dengan tingkat usaha yang dilakukan oleh seseorang dalam mengejar suatu tujuan
dan berkaitan erat dengan kepuasan pekerja dan performansi pekerjaan.
Sedangkan motivasi kerja adalah keinginan dan kesungguhan seseorang melakukan
pekerjaannya dengan baik dan berdisiplin untuk mencapai prestasi kerja yang maksimal
(Hasibuan, 2007, p94). Ernest L. McCormick dalam Mangkunegara (2002, p94)
mengemukakan bahwa motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Wexley
dan Yukl dalam Umam (2010, p159) menyatakan bahwa motivasi kerja adalah sesuatu yang
menimbulkan semangat atau dorongan kerja.
Garis besar dari pengertian motivasi adalah kekuatan potensial dalam manusia yang
menyebabkan pergerakan, arahan, kegigihan dari sikap sukarela dalam mengejar suatu
tujuan yang berkaitan dengan kebutuhan individu. Dan motivasi kerja adalah sesuatu yang
mengarahkan perilaku dan mendorong orang untuk bekerja dengan baik agar mencapai
prestasi kerja maksimal.
2.4.1 Teori Motivasi
Gomes (2002, p81) dan Robbins (2003, p208) berpendapat bahwa teori motivasi
secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan dan
teori proses. Teori kepuasan mendasarkan pada faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan
individu sehingga mereka mau melakukan aktifitasnya. Teori ini mencari tahu tentang
kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan dapat mendorong semangat kerja seseorang.
Sedangkan teori proses berkaitan dengan bagaimana motivasi itu terjadi dan bagaimana
perilaku digerakkan.
Tabel 2.1 Managerial Perspective of Content and Process Theory of Motivation
Teori Dasar Penjelasan Penemu
1 2 3
Teori Konten atau Teori
Kepuasan
Berfokus pada faktor-
faktor dalam orang yang
mengarahkan,
mempertahankan, dan
menghentikan perilaku.
- Maslow, five level need
hierarchy
- Alderfer, three level
hierarchy (ERG)
- Herzberg, two major
factors called hygiene-
motivators
1 2 3
- McClelland, three learned
needs acquired from the
culture
Teori Proses Menggambarkan,
menjelaskan, dan
menganalisis bagaimana
perilaku diarahkan,
berkelanjutan, dan
berhenti.
- Vroom, expectancy
theory
- Skinner, reinforcement
theory
- Adams, equity theory
- Locke, goal-setting
theory
Sumber: Gibson (2000, p130)
2.4.1.1 Teori Konten
Teori konten ini disebut juga teori motivasi, yaitu teori yang mendasarkan faktor-faktor
kebutuhan dan kepuasan individu sehingga mereka mau melakukan aktivitasnya. Teori ini
mencari tahu tentang kebutuhan apa yang dapat memuaskan dan dapat mendorong
semangat kerja seseorang. Teori yang termasuk dalam teori konten ini akan dijelaskan di
bawah ini.
1) Teori Hierarki Kebutuhan
Teori ini dikembangkan oleh Abraham Maslow pada tahun 1943. Teori hierarki
kebutuhan mengatakan bahwa manusia memeringkat kebutuhan mereka dalam lima kategori
umum (Madura, 2007, p9). Kategori itu adalah sebagai berikut (Umam, 2010, p162):
a. Psikologis
Kebutuhan psikologis merupakan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup seperti
rasa lapar, haus, seks, dan kebutuhan jasmani
b. Keamanan
Kebutuhan akan keamanan dan keselamatan terhadap kerugian fisik dan
emosional
c. Sosial
Kebutuhan akan kasih sayang, rasa memiliki, diterima baik, dan persahabatan
d. Penghargaan
Mencakup faktor penghormatan diri, seperti harga diri, pengakuan, prestise, dan
prestasi
e. Aktualisasi diri
Kebutuhan untuk mewujudkan potensi, semacam dorongan untuk meraih
pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan diri
2) Teori ERG
Teori ERG oleh Clayton Alderfer secara garis besar mirip dengan teori Maslow karena
kebutuhan individual disusun dalam hierarki juga (Gibson, p132). Teori ERG terdiri dari:
a. Existence : kebutuhan akan makanan, udara, air, gaji, dan pekerjaan
b. Relatedness : kebutuhan akan hubungan sosial dan interpersonal
c. Growth : kebutuhan untuk pengembangan pribadi
3) Teori Dua Faktor
Akhir tahun 1950-an, Frederick Herzberg mengidentifikasikan faktor-faktor yang
membuat karyawan tidak puas dan juga faktor yang membuat mereka puas dengan
pekerjaannya. Studinya menghasilkan hal berikut:
Tabel 2.2 Teori Dua Faktor oleh Herzberg
Faktor Higiene Faktor Motivasional
1 2
Kondisi kerja Pencapaian
Supervisi Tanggung jawab
1 2
Gaji Pengakuan
Keamanan kerja Kemajuan
Status Pertumbuhan
Sumber: Jeff Madura (2007, p10)
Madura (2007, p12) menambahkan bahwa faktor-faktor motivasional akan menentukan
apakah karyawan itu sangat puas atau agak puas. Sedangkan faktor-faktor higiene, jika
kondisinya memadai akan menghasilkan tingkat netral. Jika kondisinya buruk maka karyawan
akan merasa tidak puas atau sangat tidak puas
4) Teori Kebutuhan McClelland
Teori David C. McClelland ini lebih dikenal dengan Teori Motivasi Sosial. Dalam diri
individu terdapat tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya (Umam, 2010,
p169). Adapun kebutuhan yang dimaksudkan menurut teori ini adalah:
a. Need for achievement, kebutuhan untuk mencapai kesuksesan. Kebutuhan ini
berhubungan erat dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha
untuk mencapai prestasi tertentu
b. Need for affiliantion, merupakan kebutuhan akan kehangatan dan sokongan
dalam hubungannya dengan orang lain. Kebutuhan ini mengarahkan tingkah
laku untuk mengadakan hubungan secara akrab dengan orang lain
c. Need for power, kebutuhan untuk menguasai dan mempengaruhi orang lain.
Kebutuhan ini membuat orang yang bersangkutan tidak atau kurang
memedulikan perasaan orang lain.
2.4.1.2 Teori Proses
Teori proses ini berkaitan dengan bagaimana motivasi itu dapat terjadi atau bagaimana
perilaku digerakkan. Yang termasuk dalam teori ini akan disebutkan dan dijelaskan di bawah
ini.
1) Teori Harapan (Expectancy Theory)
Teori dari Victor Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Vroom
menyatakan bahwa seseorang termotivasi untuk melakukan perilaku tertentu berdasarkan
tiga persepsi, yaitu:
a. Expectancy, kemungkinan atau probabilitas jika melakukan tindakan tertentu
akan mendapatkan hasil
b. Instrumentality, seberapa besar hubungan antara prestasi kerja dan hasil kerja
yang lebih tinggi
c. Valence, seberapa penting si pekerja menilai penghasilan yang diberikan
perusahaan kepadanya.
2) Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory)
Teori ini diperkenalkan oleh B.F. Skinner (1953), menyatakan bahwa pengukuhan
atau penegakan dapat mempengaruhi perilaku. Teori pengukuhan dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu (Madura,2007, p16-17):
a. Pengukuhan positif (positive reinforcement)
Memotivasi karyawan dengan menyediakan imbalan untuk kinerja yang tinggi.
Imbalan tersebut dapat berkisar dari pujian verbal sampai promosi atau bonus
yang besar
b. Pengukuhan negatif (negative reinforcement)
Memotivasi karyawan dengan mendorong mereka untuk berperilaku melalui
cara-cara yang menghindari konsekuensi yang tidak menguntungkan. Berbagai
bentuk pengukuhan negatif dapat digunakan, mulai dari teguran sampai
pemberhentian kerja.
3) Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori ini menjelaskan bahwa setelah persepsi ketidakadilan terbentuk, karyawan
akan mencoba meraih kembali keadilan dengan mengurangi jumlah kontribusi mereka
(Adams, dalam Umam, 2010, p171). Ada empat istilah penting dalam teori ini:
a. Person, untuk siapa adil atau ketidakadilan dirasakan
b. Comparison other, perbandingan yang digunakan oleh Person mengenai rasio
dan hasil
c. Inputs, karakteristik individu yang dibawa oleh Person ke dalam pekerjaan. Ini
bisa saja berupa keterampilan, pengalaman, umur, atau jenis kelamin
d. Outcomes, apa yang didapat Person dari pekerjaan. Hasil ini dapat berupa
pengenalan (recognition) atau gaji.
4) Teori Penetapan Target (Goal-setting Theory)
Teori dari Edwin Locke ini mengatakan bahwa karyawan akan termotivasi untuk
mencapai hasil kerja yang lebih tinggi jika mereka memiliki target yang spesifik. Locke dalam
Gibson (2000, p168) menjelaskan ada empat atribut dalam teori ini, yaitu:
a. Goal specificity, tingkat kejelasan dari tujuan
b. Goal difficulty, tingkat kesulitan dari tujuan
c. Goal intensity, menentukan bagaimana mencapai tujuan
d. Goal commitment, tingkat usaha yang dikeluarkan untuk mencapai tujuan.
2.4.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Hersey dan Blanchard (2001, p28) menyatakan bahwa motivasi individu dipengaruhi
oleh kuatnya motif, harapan dan ketersediaan. Motif itu sendiri adalah kebutuhan, keinginan,
dorongan, gerakan hati dalam diri seseorang (Hersey dan Blanchard, 2001, p16). Harapan
adalah persepsi atas kemungkinan pemenuhan kebutuhan tertentu daru seseorang
berdasarkan atas pengalaman masa lampau. Sedangkan ketersediaan mencerminkan sejauh
mana persepsi orang tentang kemungkinan pencapaian tujuan dapat memenuhi kebutuhan
tertentu. (p.27).
Luthans (2006, p147) beranggapan motivasi dipicu oleh tiga elemen, yakni:
1) Kebutuhan (needs)
Needs adalah tekanan yang ditimbulkan oleh adanya kekurangan untuk
menyebabkan seseorang berperilaku untuk mencapai suatu tujuan. Kekurangan itu
bisa bersifat psikologis, fisiologis, dan social
2) Pendorong atau penggerak (drives)
Drives adalah suatu kondisi yang menyebabkan orang menjadi aktif bertindak untuk
mencapai tujuan
3) Insentif
Insentif merupakan sesuatu yang merangsang minat untuk bekerja mencapai tujuan.
2.5 Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai
pekerjaannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam dan luar
pekerjaan. (Hasibuan, 2007, p202). Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang positif
yang merupakan hasil dari evaluasi pengalaman kerja seseorang (Mathis dan Jackson, 2006,
p121).
Kepuasan kerja adalah sikap karyawan terhadap pekerjaan, situasi kerja, kerjasama
diantara pimpinan dan sesama karyawan (Tiffin dalam Moh. As’ad, 2001, p104). Kepuasan
kerja merupakan kumpulan perasaan dan kepercayaan yang dimiliki seseorang tentang
pekerjaan mereka (George dan Jones, 2005, p75).
Nasarudin (2001), Igalens (1999), Koesmono (2005) berpendapat bahwa kepuasan
kerja merupakan pernyataan emosional yang positif atau menyenangkan sebagai hasil dari
penilaian terhadap pengalaman kerja atau pekerjaan seseorang. Lebih lanjut Robbins (2006)
mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap
pekerjaannya dimana dalam pekerjaan tersebut seseorang dituntut untuk berinteraksi
dengan rekan sekerja dan atasan, mengikuti aturan dan kebijaksanaan organisasi, memenuhi
standar kinerja
Kesimpulannya adalah kepuasan kerja merupakan kumpulan perasaan dan sikap
positif karyawan terhadap pekerjaan serta situasi kerja yang menyenangkan.
2.5.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Khaerul Umam dalam bukunya yang berjudul ”Perilaku Organisasi” (2010, p195-197)
menyebutkan faktor yang menentukan kepuasan kerja yang dijelaskan di bawah ini.
1) Gaji atau imbalan yang dirasa adil
Penelitian Theriault menyimpulkan bahwa kepuasan kerja merupakan fungsi dari
jumlah absolut dari gaji yang diterima, sejauh mana gaji memenuhi harapan-harapan
tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan. Selain itu, Herzberg memasukkan faktor
gaji ke dalam faktor higiene, yang menurutnya berdampak pada kepuasan kerja.
2) Kondisi kerja yang menunjang
Ruangan kerja yang sempit, panas, cahaya lampu silau atau kurang, akan
menimbulkan keengganan untuk bekerja. Dalam kondisi seperti ini, kebutuhan-
kebutuhan fisik yang terpenuhi akan memuaskan karyawan.
3) Hubungan kerja
Tiap pekerjaan dalam organisasi punya kaitan dengan pekerjaan lain. Macam
interaksi pun berbeda-beda, yaitu:
a. Hubungan kerja dengan rekan kerja
Hubungan yang terjadi pada antar karyawan ini menimbulkan kepuasan kerja
karena kebutuhan tingkat tinggi seperti harga diri dan aktualisasi diri dapat
dipenuhi. Hal ini dapat berdampak pada motivasi kerja.
b. Hubungan kerja dengan atasan
Kepemimpinan yang konsisten berkaitan dengan kepuasan kerja adalah
tenggang rasa. Tingkat kepuasan yang paling besar dengan atasan adalah jika
hubungan keduanya adalah positif.
Sedangkan pendapat Gibson yang dikutip oleh Marianah (2000) mengatakan
kepuasan karyawan dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut ini.
1) Faktor pekerjaan itu sendiri
Merupakan faktor yang berhubungan dengan tingkat dimana pekerjaan menyediakan
tugas yang menyenangkan, kesempatan belajar dan kesempatan untuk
mendapatkan tanggung jawab.
2) Faktor gaji
Merupakan faktor yang berhubungan dengan tingkat dimana sejauh mana gaji
memenuhi harapan-harapan tenaga kerja, dan bagaimana gaji diberikan.
3) Faktor kesempatan promosi
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kesempatan karyawan untuk
mengembangkan diri dan memperluas pengalaman kerja, dengan terbukanya
kesempatan untuk kenaikan jabatan.
4) Faktor atasan
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kemampuan atasan untuk
menyediakan bantuan teknis dan perilaku dukungan.
5) Faktor rekan kerja
Merupakan faktor yang berhubungan dengan kebutuhan dasar manusia untuk
melakukan hubungan sosial; akan terpenuhi dengan adanya rekan kerja yang
mendukung karyawan.
Faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Robbins dan Coulter (2002, p149)
akan dijelaskan seperti di bawah ini.
1) Kerja yang secara mental menantang
Karyawan cenderung menyukai pekerjaan-pekerjaan yang memberi mereka
kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan yang masih mereka
miliki menawarkan beragam tugas,kebebasan dan umpan balik mengenai betapa
baik mereka bekerja.
2) Imbalan yang pantas
Para karyawan menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka
persepsikan sebagai adil, tidak meragukan dan segaris dengan pengharapan mereka.
3) Kondisi kerja yang mendukung
Karyawan peduli akan lingkungan kerja baik untuk kenyamanan pribadi maupun
untuk memudahkan mengerjakan tugas dengan baik, seperti kondisi fisik kerja yang
nyaman dan aman, pemberian diklat untuk memudahkan karyawan dalam
mengerjakan tugas dengan baik.
4) Rekan kerja yang mendukung
Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan interaksi sosial. Oleh
karena itu tidaklah mengejutkan bila mempunyai rekan kerja yang ramah akan
membuat kepuasan kerja meningkat.
2.6 Pengertian Kinerja
Kinerja adalah hasil kerja individu atau kelompok dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan organisasi sesuai dengan periode waktu yang telah ditetapkan. (Robbins dan
Coulter, 2005, p226). Kinerja merupakan semua perilaku yang dikontrol bagi pencapaian
tujuan organisasi (Ratundo dan Sackett dalam Umam, 2010, p188).
Kinerja adalah apa yang dilakukan atau tidak oleh karyawan (Mathis, 2006, p113).
Cherington (1994) mengatakan bahwa kinerja menunjukkan pencapaian target kerja yang
berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Kinerja juga bisa berarti perilaku yang
relevan terhadap tercapainya tujuan organisasi (McCloy, 1994). Sedangkan menurut Casio
(1992) kinerja merujuk kepada suatu pencapaian karyawan atas tugas yang diberikan.
Singkatnya, kinerja adalah hasil atau target kerja yang dicapai oleh individu sesuai
dengan peran atau tugasnya dalam periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan
organisasi.
2.6.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Robert L. Mathis dan John J. Jackson (2006, p114) menjelaskan bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang, yaitu:
1) Usaha yang dicurahkan
- Motivasi
- Etika kerja
- Kehadiran
- Rancangan tugas
2) Kemampuan individual
- Bakat
- Minat
- Faktor kepribadian
3) Dukungan organisasional
- Pelatihan dan pengembangan
- Peralatan dan teknologi
- Standar kinerja
- Manajemen dan rekan kerja.
Sementara Nimran (1999, p269) menyatakan bahwa variabel kinerja meliputi
komponen sebagai berikut:
1) Mutu pekerjaan
2) Kejujuran karyawan
3) Inisiatif
4) Kehadiran
5) Sikap kerja sama
6) Kehandalan
7) Pengetahuan akan pekerjaan
8) Tanggung jawab, dan
9) Pemanfaatan waktu.
Berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, Gomes (2002, p14)
mengemukakan bahwa kriteria performansi atau kinerja pegawai meliputi:
1) Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang
ditentukan
2) Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat kesesuaian dan
kesiapannya
3) Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya
4) Creativeness, keaslian gagasan dan tindakan untuk menyelesaikan tugas
5) Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama
6) Dependability, kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian
kerja
7) Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas
8) Personal qualities, menyangkut kepribadian dan integritas diri.
2.7 Hubungan Antar Variabel
Penelitian Masrukhin & Waridin (2006), dengan model analisis regresi berganda
kuadrat terkecil biasa menunjukkan motivasi kerja, kepuasan kerja, dan kepemimpinan
berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Penelitian Koesmono (2005), mengangkat
permasalah yang terjadi pada perusahaan-perusahaan pengolahan kayu untuk kebutuhan
ekspor berskala menengah yang berada di Jawa Timur melalui job performance. Hasil
penelitiannya menunjukkan secara langsung motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja
dan kinerja, kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja.
2.7.1 Hubungan Kepemimpinan dengan Motivasi
Seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya
mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan (Anderson, 1988).
Sebagai seorang pemimpin yang efektif harus memperhatikan kebutuhan para karyawannya
tetapi tidak melupakan kebutuhannya sendiri. Seorang pemimpin yang baik harus dapat
memberikan motivasi kerja yang baik pula untuk setiap karyawannya. Dalam suatu pekerjaan
masalah motivasi sangat besar pengaruhnya dalam pencapaian hasil dalam suatu pekerjaan.
Keefektifan dari kepemimpinan berhubungan dengan motivasi, hal ini dibuktikan oleh
penelitian yang dilakukan Oluseyi dan Ayo (2009) yang menghasilkan koefisien korelasi
sebesar 0,051. Memang sangat kecil tingkat korelasinya, tetapi tetap ada walaupun tidak
signifikan.
2.7.2 Hubungan Kepemimpinan dengan Kepuasan Kerja
Kepemimpinan berdampak pada kepuasan kerja dibuktikan oleh penelitian Bass
(1997). Didukung dengan pendapat Wexley dan Yukl (1984) yang menyatakan bahwa
kepemimpinan adalah penentu dari kepuasan kerja karyawan. Sedangkan Mahmoud dalam
European Journal melakukan penelitian mengenai hubungan kepemimpinan dengan
kepuasan kerja dan menemukan hasil koefisien korelasi sebesar 0,912 yang terbilang sangat
kuat. Penelitian ini didukung dengan pendapat Sheashore dan Taber (1975) yang
mengemukakan bahwa kepemimpinan pada akhirnya akan mempengaruhi kepuasan kerja.
Sims dan Manz (1996) juga ikut menyumbangkan pendapat serupa.
Gaya kepemimpinan dari seorang pemimpin atau manajer dalam mengarahkan dan
menggerakkan bawahannya untuk mencapai tujuan yang direncanakan merupakan hal yang
penting dalam suatu organisasi. Karyawan yang merasa bahwa pemimpin dalam melakukan
tugas kepemimpinannya selalu dapat memperhatikan aspirasi dan juga dapat mengatur
tugas-tugas yang harus diperhatikan dengan baik, akan dapat menimbulkan suatu perasaan
senang pada karyawan terhadap pemimpin tersebut. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan
seorang pemimpin juga merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kepuasan yang
ada pada karyawan.
Dalam hubungannya antara gaya kepemimpinan dengan kinerja individu / karyawan
dari hasil penelitian Mc Neese dan Smith (1996) bahwa ada pengaruh positif antara gaya
kepemimpinan dengan kinerja. Demikian pula Shea (1999) mengatakan bahwa gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. Guritno (2004) dalam
Masrukhin & Waridin (2006) menunjukkan bahwa perilaku (misalnya pola atau gaya)
kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Hal ini berarti bahwa kepemimpinan
dalam sebuah organisasi dapat berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan kinerja
karyawannya.
2.7.3 Hubungan Kepemimpinan dengan Kinerja
Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam
menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk memperbaiki kelompok
dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para
pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara
hubungan kerja sama dan kerja kelompok (Rivai, 2004). Dalam organisasi kemampuan untuk
mempengaruhi, mendesak dan mendorong pengikutnya didasarkan pada kekuasaan yang
dimiliki oleh seorang pemimpin. Menurut Cooke dan Ernest (1999) bahwa motivasi karyawan
dan kepemimpinan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan.
Keefektifan seorang pemimpin dalam mempengaruhi orang lain, sangat ditentukan
oleh seberapa jauh seseorang mempunyai kekuasaan. Semakin banyak kekuasaan, maka
akan semakin mudah seseorang untuk mempengaruhi orang lain. Akan tetapi dengan
kekuasaan yang banyak seseorang tidak secara otomatis dapat memimpin organisasi dengan
efektif. Hal ini sangat tergantung banyak faktor antara lain kemampuan pemimpin,
kemampuan bawahan dan lingkungan atau situasi.
Dalam hubungan antara kepemimpinan dengan kinerja individu atau karyawan, dari
hasil penelitian Suharto dan Cahyono (2005) bahwa ada korelasi positif antara gaya
kepemimpinan berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja. Penelitian sejenis dilakukan
oleh McNeese dan Smith (1996).
2.7.4 Hubungan Motivasi dengan Kepuasan Kerja
Pendapat Gibson, Ivancevich, dan Donnely dalam Sylvana (2002, p4) yang
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah bagian dari proses motivasi memberikan bukti
bahwa motivasi dan kepuasan kerja memiliki hubungan positif. Pendapat ini diperkuat
dengan adanya jurnal dari Brahmasari dan Suprayetno yang menyimpulkan motivasi
berhubungan positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja. Kirkman dan Shapiro juga
melakukan penelitian yang sama dan membuktikan bahwa motivasi memang berhubungan
dengan kepuasan kerja.
2.7.5 Hubungan Motivasi dengan Kinerja
Motivasi merupakan faktor-faktor pendorong dalam melakukan suatu aktivitas dan
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kinerja karyawan. Sedangkan kinerja
karyawan merupakan perbandingan antara input dan output atau rasio hasil yang diperoleh
terhadap sumber daya (karyawan), karena karyawan merupakan faktor produksi yang
penting maka kinerja karyawan juga merupakan faktor yang sangat penting sebagai penentu
kinerja perusahaan secara keseluruhan (Sukanto, 1997).
Kuat lemahnya motivasi kerja seseorang menentukan baik tidaknya kinerja individu
tersebut. Hal ini dikemukakan oleh Anogoro (1993) bahwa suatu pekerjaan dalam
hubungannya dengan pencapaian kinerja akan sangat dipengaruhi oleh motivasi yang
mendasari manusia untuk melakukan pekerjaan. Tan Hani Handoko (2003) menambahkan
bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhi prestasi kerja akryawan. Karyawan bekerja
dengan baik atau tidak tergantung sampai sejauh mana faktor-faktor yang menjadi
pendorong motivasi karyawan dapat dipenuhi.
Ayeni dan Popoola (2007) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa motivasi dan
kepuasan kerja berhubungan dan memiliki koefisien korelasi sebesar 0,406. Sedangkan
penelitian Oluseyi dan Ayo (2009) mendapatkan koefisien sebesar 0,305 antara motivasi dan
kinerja. Dan untuk memperkuat hubungan motivasi dan kinerja, Sutermeister (1999)
berpendapat kinerja dipengaruhi beberapa faktor dan salah satunya adalah motivasi.
2.7.6 Hubungan Kepuasan Kerja dengan Kinerja
Kepuasan kerja telah diteliti secara luas selama empat dekade terakhir dalam
penelitian organisasi (Currivan, dalam Daulatram, 2003). Sejumlah studi telah meneliti
hubungan antar kepuasan kerja dan berbagai variabel organisasi, diantaranya hubungan
antara kepuasan kerja dan kinerja (Lawler dan Porter, 1969; Locke, 1970; Trovik dan Mc.
Givern, 1997).
Pernyataan bahwa kepuasan kerja dan sikap kerja terkait dengan kinerja karyawan,
telah dibuktikan oleh Iaffaldano dan Muchinsky (1985), adanya korelasi positif yang lemah.
Sementara yang lain berdasarkan pada meta analisis Petty, Gee dan Cavender (1984)
memperlihatkan hubungan yang kuat positif antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan
(Soon Hee Kim, 2002). Walaupun ada ketidaksepahaman para peneliti mengenai hubungan
antara kepuasan kerja dengan kinerja karyawan, studi-studi tersebut mengungkapkan bahwa
karyawan yang terpuaskan lebih memiliki tingkat ketidakhadiran dan turnover rendah
(Morgan, 1991; Tett dan Meyer, 1993).
Hasil penelitian yang dilakukan Ostroff (1992), menunjukkan hubungan positif antara
kepuasan kerja dengan kinerja karyawan. Selanjutnya Curral, Towler, Judge (2005), Harter
dan Schmidt (2002) serta Schneider, Hanges, Smith dan Salvaggio (2003) telah
membuktikan adanya hubungan positif dan signifikan antara kepuasan kerja dan kinerja.
Hasil penelitian yang dilakukan Judge, Bono, Thoresen dan Patton yang berjudul The Job
Satisfaction – Job Performance: A Qualitative and Quantitative Review (2001) membuktikan
adanya hubungan positif antara kepuasan kerja dengan kinerja pada karyawan. Selain itu
Brown, Cron, dan Leigh (1993) juga memberikan bukti bahwa kepuasan kerja berhubungan
kausal dengan kinerja.
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan yang baik harus dapat
memberikan motivasi kerja yang baik pada karyawan. Pemimpin yang berhasil memotivasi
dan memperhatikan aspirasi serta mengatur tugas dengan baik akan menimbulkan perasaan
senang pada karyawan. Perasaan senang akan pekerjaan menunjukkan bahwa karyawan itu
puas, maka mereka akan bekerja dengan lebih giat daripada karyawan yang tidak merasa
terpuaskan. Karyawan yang puas cenderung memiliki tingkat kehadiran dan tanggung jawab
yang lebih tinggi daripada yang tidak puas akan pekerjaannya. Ketidakhadiran dan tanggung
jawab merupakan salah satu kriteria dalam penilaian kinerja seseorang. Dari penjelasan ini
sangatlah jelas bahwa keempat variabel saling terkait satu sama lain.
2.7.7 Penelitian Terdahulu
Berikut ini akan dikaji hasil penelitian-penelitian terdahulu yang mendukung
penelitian ini. Penelitian terdahulu yang dicantumkan berasal dari jurnal serta tesis
pascasarjana yang relevan dengan variabel-variabel dalam penelitian ini. Abstrak dari tiap
penelitian akan dicantumkan sehingga dapat lebih memahami hubungan serta pengaruh
antara variabel kepemimpinan, motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja karyawan.
1) Influence of Work Motivation, Leadership Effectiveness and Time Management on
Employees’ Performance in Some Selected Industries in Ibadan, Oyo State, Nigeria,
Shadare Oluseyi dan Hammed T. Ayo, 2009.
Abstract The study investigated influence of work motivation, leadership effectiveness and time management on employees’ performance in some selected industries in Ibadan, Oyo State Nigeria. 300 participants were selected through stratified random sampling from the population of staff of the organizations. The study employed expost facto design; data were collected through Work Motivation Behaviour Profile ( = 0.89), Leadership Behaviour Rating scale ( = 0.88) and Time management Behaviour Inventory ( = 0.90) adapted from Workers’ Behaviour Assessment Battery.Three research questions were answered at 0.05 level of significance. The data were analysed using multiple regression statistical method and correlation matrix. The findings revealed that the three independent variables (work motivation, leadership
effectiveness and time management) accounts for 27.2% variance in employees’ performance (R2 adjusted = 0.272). Each of the independent variables contributed to employees’ performance. In terms of magnitude of the contribution, leadership effectiveness was the most potent contributor to employees’ performance ( = 0.521, t = 7.11, P < 0.05), followed by work motivation ( = 0.289, t =5.42, P < 0.05) while time management was the least contributor to employees’ performance ( = 0.190, t = 2.43, P < 0.05). Based on the findings of this study, it was recommended that employers, human resource managers and other leaders in organizations are encouraged to show greater interest in the welfare of workers to make them more valuable contributors to the success of the organization.
2) Pengaruh Kepemimpinan dan Tuntutan Tugas terhadap Kepuasan Kerja dengan
Variabel Moderasi Motivasi Perawat Rumah Sakit Swasta Surabaya, Koesmono, 2007.
ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk menemukan pengaruh Kepemimpinan dan Tuntutan Tugas terhadap Komitmen Organisasi. Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa Kepemimpinan dan Tuntutan Tugas bepengaruh terhadap Komitmen Organisasi. Disamping itu dalam penelitian ini menemukan pengaruh secara positif, tentang Kepemimpinan, Tuntutan Tugas kedalam Stress Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Komitmen Organisasi pada perawat.
3) Karakteristik Individu, Karakteristik Pekerjaan, Karakteristik Organisasi dan Kepuasan
Kerja Pengurus yang Dimediasi oleh Motivasi Kerja (Studi pada Pengurus KUD di
Kabupaten Sleman), Arief Subyantoro, 2009.
ABSTRACT KUD’s success in making the members prosperous depends very much on the management satisfaction. The management work satisfaction are influenced by the management job characteristic. Sample are taken by cluster sampling with 137 samples, covering management of some KUD in Sleman district consisting of supervisors, chairmen, treasurers, secretaries, managers. Individual caracteristic, job characteristic and organizational characteristic are directly influential to the management satisfaction, with management motivation as mediator.
4) Analisis Kepemimpinan dan Motivasi terhadap Kinerja Pegawai pada Kantor Kesatuan
Bangsa dan Perlindungan Masyarakat di Kabupaten Wonogiri, M. Wahyuddin dan
Djumino. A, 2002.
ABSTRACT
In conducting the Regional Autonomy and in achieving a good governance, The Regional Government of Wonogiri needs a professional and a responsible human resources. Increasing official performance by giving a motivation and a leadership style will have a good influence toward the the successfulness of regional development in Wonogiri Regency. This research is aimed to know the influence of a
leadership style and a motivation toward the official performance at KESBANG DAN LINMAS (Unity of Nation and Public Protection) Office of Wonogiri Regency. The research uses two kinds of data. They are Primary and Secondary data. The primary data are taken directly by using a questionaire; while the secondary data are taken from KESBANG DAN LINMAS (Unity of Nation and Public Protection) Office of Wonogiri Regency. The data that show intensity of behaviour, in the form a qualitaive one, will be made quantitative by using Likert Scale. Multiple Linier Regression Analysis after passing a Classical Assumption Test (normality, autocorrelation, heteroscedasticity, and multicolonierity) becomes the choosen main model in this research. After passing validity and reliability tests, it can be concluded that the two independent variables, leadership style and motivation, have a positive influence toward the official performance. Accumulatively, determination coeficient R2 = 0,900 so that it can be said that the variables taken in this research (90,0 %) can give a description about the factors which influence the official performance; the rest 10,0 % is explained or influenced by another factors.
5) Pengaruh Motivasi Kerja, Kemampuan Kerja dan Gaya Kepemimpinan terhadap
Kinerja Karyawan pada Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
Propinsi Jawa Tengah, Enny Rachmawaty, Y. Worella, Zaenal Hidayat, 2006.
ABSTRACT Working performance of employes especially in public sectors is always the main obstacles in order to achieve organization goals. The research aims are to find relation between motivation, working ability and leaderships style with working performance. Due to the study which conducted there years, it is found that there is strong relationship between motivation, working ability and leadership style with working performance. So in order to improve the working performance it is necessary to increase motivation and working ability through leadership style.
6) Pengaruh Komitmen Organisasional dan Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan
PT. Perkebunan Nusantara III di Sumatera Utara, Diana Sulianti K. L. Tobing, 2009.
ABSTRACT The purpose of this study was to examine the influence of organizational commitment towards work satisfaction and employee’s performance. The population of this study is the employee of PTPN III in North Sumatera who has a position at middle manager. There are 174 employees in population and the number of sample were 144 respondents. All data of the respective measurement items are tested with reliability and validity test based on Alpha Cronbach to the internal consistence by using SPSS program version 15. To analyze the structural equation model, the study uses AMOS 7. The model of relationship between the three variables studied shown that the organizational commitment that comprise of affective commitment, continuance commitment, normative commitmnet have a significant effect on employee’s performance with positive signs. Work satisfaction has significant effect and mediate the effect of organizational commitment on employee’s performance of PT Perkebunan Nusantara III in North Sumatera.
7) Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya Kepemimpinan terhadap Kepuasan
Kerja Karyawan (Studi Empiris: Karyawan Administratif Universitas Semarang),
Sudarmadi, 2007.
ABSTRAK Kontribusi karyawan akan menjadi penting apabila dilakukan dengan tindakan efektif dan berperilaku secara benar. Tidak hanya jumlah usaha tetapi juga arah dari usaha. Sifat-sifat, upaya atau kemauan untuk bekerja serta berbagai hal yang merupakan dukungan organisasi sangat besar artinya bagi keberhasilan kinerja karyawan. Dalam penelitian ini menganalisis permasalahan yang dihadapi karyawa administratif Universitas Semarang (USM), sebagian mereka merasakan ada ketidakpuasan dalam bekerja sehingga hal ini berpengaruh terhadap kinerja yang kurang baik.Uji empiris dilakukan terhadap 110 karyawan adminintratif guna mendapatkan data tentang budaya organisasi dan gaya kepemimpinan yang selama ini dianggap belum dapat memberikan harapan bagi karyawan administrarif. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Model (SEM). Dari hasil pengujian model telah memenuhi criteria Goodness of fit yang didasarkan pada Chi-Square = 251,937; Probability = 0,097; Cmin / DF = 1,125; GFI = 0,844; AGFI = 0,807; TLI = 0,973;CFI = 0,976 dan RMSEA = 0,034. Semua memenuhi kriteria, kecuali GFI dan AGFI adalah marginal. Ternyata bahwa budaya organisasi dan gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, gaya kepemimpinan berpengaruh positif terhadap budaya organisasi. Budaya organisasi, gaya kepemimpinan, dan kepuasan kerja berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. Untuk memperbaiki kinerja karyawan administratif terutama dimensi terhadap pengendalian biaya-biaya dan inisiatif kemandirian maka diperlukan gaya kepemimpinan birokratis dan gaya kepemimpinan autokratis dalam suasana budaya organisasi sistim terbuka dan berorientasi pada proses sebagai upaya untuk meningkatkan kepuasan kerja karyawan.
8) Pengaruh Kondisi Kerja dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Lembaga
Pendidikan Nonformal di Jawa Timur, Djumadi, 2006.
ABSTRAK A company 'success to achieve objectives considerably depends on existence and performance of employees. In line with high employee's performance, thusly company profits would increase, its business objectives would be achieved The research was aimed atfinding out work conditions and work satisfaction on performance of Nonfomal Educational Institutions' employees in East Java. The study was carried out in line with employee performance both in their work external conditions and internal work conditions can be well created. The study was carried out by adopting performance understanding formed by the varied employees, subject to individual factors and situational factors. The analysis technique applied confirmatory factor analysis to test compatibility of indicators on respective latent variables applied in the research conceptual models in line with their theoretical specifications.
9) Pengaruh Faktor-faktor Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pusat Pendidikan
Komputer Akuntansi IMKA di Surakarta, Parwanto dan Wahyuddin, 2007.
ABSTRACT Emulation institute education these days very competitive, so that an education institute have to have effective management and professional. Effective management and the professional, not get out of support of all professional employees also. Go to professional employees and competence in area, management has to pay attention to satisfaction problem work in order to improving employee’s performance. Various literature propose that employees performance influenced also by some satisfaction factor work with background that's in this research is writer chosen Accountancy IMKA Computer Education Center in Surakarta as object research. Population all employees of is sixty of one who consisted of by one director people, two vice director, and three superintendent. Therefore sample in this research as much 45 one who is specified by as random sampling. Target which wish reached in this research is to know satisfaction factors work to employees performance and the most dominant job satisfaction factor influence employees performance Center Accountancy IMKA and Computer Education in Surakarta. From inferential research result that doubledly is satisfaction factor work that is: employ, leadership, and the friend attitude work to have an effect on by significant to employees performance. From equation regression with linear method probability model, showing that biggest variable of influence to employees performance is friend attitude variable work. Test together (F) equal to 2.812,102, and R2 [of] equal to 0,995 %. Meaning three free variable which is in including, 95,5 % can explain variation of employees performance variable, while which is 0,5 % explained by other; dissimilar variable outside model.
2.8 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini pada dasarnya diawali dengan menuliskan latar belakang penelitian lalu
membatasi masalah yang ada dan merumuskannya ke beberapa butir yang akan dijadikan
tujuan dari penelitian. Setelah menemukan tujuan penelitian maka selanjutnya mencari dan
mengumpulkan informasi berupa teori dan fakta-fakta atau bukti-bukti yang terkait dengan
variabel yang diteliti, yaitu variabel kepemimpinan, motivasi, kepuasan kerja, dan kinerja
karyawan agar landasan penelitian ini semakin kuat. Langkah berikutnya adalah
pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara dan penyebaran kuesioner pada
karyawan perusahaan. Data tersebut diolah dengan bantuan software statistik untuk
mengetahui distribusi data, validitas, reliabilitas, korelasi, dan pengaruhnya. Hasil dari
pengolahan data akan dibuat kesimpulan dan sarannya.
Dalam menganalisis pengaruh antar variabel tentunya diperlukan dimensi-dimensi
yang berguna untuk memperkecil ruang lingkup penelitian agar hasil yang diperoleh lebih
spesifik. Dimensi-dimensi inilah yang akan menjadi acuan dalam menentukan indikator untuk
penyusunan kuesioner.
Untuk variabel kepemimpinan, dimensinya berdasar pada pendapat Gibson (2000,
p273), yang menyatakan kepemimpinan dipengaruhi tiga faktor seperti leader’s trait, perilaku
pemimpin, variabel situasional, dan Yukl (2002, p11) yang berpendapat ada tiga kunci dalam
kepemimpinan yaitu karakteristik pemimpin, karakteristik bawahan, dan karakteristik situasi.
Dimensi variabel motivasi mengacu pada pendapat Luthans, dimana motivasi dapat timbul
jika ada insentif, drives, dan kebutuhan, serta pendapat Hersey dan Blanchard yang
menyatakan bahwa motivasi dipengaruhi oleh motif, harapan, dan ketersediaan. Dimensi
variabel kepuasan kerja ditentukan berdasarkan pendapat Umam, yang mengatakan
kepuasan kerja dipengaruhi faktor gaji dan kondisi kerja. Gibson mencantumkan pekerjaan
itu sendiri, gaji, promosi, atasan, dan rekan kerja sebagai faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja. Sedangkan Robbins dan Coulter menyebutkan beberapa faktor yaitu kerja
yang menantang, imbalan pantas, kondisi kerja dan juga rekan. Kemudian variabel kinerja
mengacu pada buku Mathis dan Jackson yang menuliskan bahwa dukungan turut
mempengaruhi tingkat kinerja seseorang. Ada juga pendapat dari Nimran yang menganggap
mutu, kejujuran, kehadiran serta tanggung jawab akan menunjukkan tingkat kinerja
karyawan. Menurut Gomes, tinggi rendahnya kinerja karyawan dilihat dari kualitas, kuantitas,
dan pengetahuan yang dimiliki. Dimensi tiap variabel di dalam penelitian ini akan ditulis lebih
singkat dengan gambar kerangka pemikiran di bawah ini.
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2010
2.9 Hipotesis
Hipotesis pertama yang akan diuji kebenarannya dalam penelitian ini sesuai dengan
T-1 adalah sebagai berikut:
Ho : kepemimpinan tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Megah
Karya
Ha : kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Megah Karya.
Lalu hipotesis kedua yang juga akan dibuktikan kebenarannya sesuai dengan T-2
adalah sebagai berikut:
Ho : motivasi tidak memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Megah Karya
Ha : motivasi memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Megah Karya
Hipotesis ketiga sesuai dengan T-3 adalah:
Ho : kepuasan kerja tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Megah Karya
Kepemimpinan
- Karakteristik
pemimpin
- Karakteristik
situasi
Motivasi
- Motif
- Harapan
- Insentif
Kepuasan Kerja
- Pekerjaan itu
sendiri
- Kondisi kerja
- Rekan kerja
Kinerja Karyawan
- Kualitas kerja
- Tanggung
jawab
- Dukungan yang
Ha : kepuasan kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Megah Karya
Hipotesis keeempat yang sesuai dengan T-4 adalah:
Ho : kepemimpinan tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Megah Karya
Ha : kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Megah Karya
Dan hipotesis kelima yang hendak dibuktikan kebenarannya, sesuai dengan T-5 adalah:
Ho : motivasi tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Megah Karya
Ha : motivasi memiliki pengaruh terhadap kinerja karyawan PT. Megah Karya.