bab 2 landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/2013-2-00098-mn...
TRANSCRIPT
7
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pemasaran
Menurut Craven dikutip dari Purwanto (2008: 151), strategi pemasaran
didefinisikan sebagai analisis strategi pengembangan dan pelaksanaan kegiatan
dalam strategi penentuan pasar sasaran bagi produk pada tiap unit bisnis, penetapan
tujuan pemasaran, dana pengembangan, pelaksanaan, serta pengelolaan strategi
program pemasaran,. Pemasaran sering kali merupakan bagian dari hubungan yang
terjadi terus- menerus, bukan hanya satu transaksi.Ketika pemasaran membantu
setiap orang dalam suatu perusahaan untuk benar- benar memenuhi kebutuhan
pelanggan sebelum dan setelah pembelian, perusahaan tidak hanya mendapatkan satu
penjualan.Perusahaan mendapatkan hubungan yang terus- menerus dengan
pelanggan tersebut. Lalu, dimasa depan, ketika pelanggan tersebut memiliki
kebutuhan yang sama lagi- atau kebutuhan lain yang dapat dipenuhi oleh perusahaan
tersebut akan terjadi penjualan- penjualan berikutnya. Alur pemasaran barang dan
jasa yang memenuhi kebutuhan bukanlah hanya untuk satu transaksi, melainkan
merupakan bagian dalam rangka membangun suatu hubungan jangka panjang yang
menguntungkan bagi perusahaan tersebut dan pelanggannya.
Definisi pemasaran menurut American Marketing Association (Kotler dan
Keller, 2012:5) yaitu sebagai kegiatan, sekumpulan institusi, dan proses untuk
menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan serta menukarkan penawaran
yang mempunyai nilai bagi pelanggan, klien, partner dan masyarakat luas.
Dari definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan pemasaran adalah
aktivitas yang betujuan mencapai sasaran perusahaan, dengan cara memenuhi
kebutuhan pelanggan melalui penciptaan, pertukaran produk, dan nilai yang
berdampak pada hubungan jangka panjang yang menguntungkan bagi perusahaan
tersebut dan pelanggannya.
2.2 Produk (Product)
Menurut Kotler (2007 : 266) “produk adalah segala sesuatu yang ditawarkan
kepada pasar untuk menarik perhatian, akusisi, penggunaan, atau konsumsi yang
dapat memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan. Tjiptono (1997: 95) juga
8
menyatakan bahwa “secara konseptual, produk adalah pemahaman subyektif dari
produsen atas ‘sesuatu’ yang bisa ditawarkan sebagai usaha untuk mencapai tujuan
organisasi melalui pemahaman kebutuhan dan keinginan konsumen, sesuai dengan
kompetensi dan kapasitas organisasi serta daya beli pasar”.
Fandy Tjiptono (1999:95) mengartikan produk sebagai: “segala sesuatu yang
ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli,
digunakan/dikonsumsi pasar sebagai pemenuh kebutuhan/keinginan pasar yang
bersangkutan”. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi: barang fisik, pelayanan,
orang/pribadi, organisasi, dan ide. Secara lebih rinci, konsep produk meliputi:
barang, kemasan, merek, warna, label, harga, kualitas, pelayanan dan jaminan.
Fandy Tjiptono (1999,95) menyatakan bahwa dalam merencanakan
penawaran suatu produk, pemasar perlu memahami lima tingkatan produk:
1. Produk utama atau inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya
dibutuhkan dan akan dikonsumsi pelanggan setiap produk.
2. Produk generic, produk dasar yang memenuhi fungsi produk paling
dasar/rancangan produk minimal dapat berfungsi.
3. Produk harapan (expected product) yaitu produk formal yang
ditawarkan dengan berbagai atribut dan kondisinya secara normal
diharapkan dan disepakati untuk dibeli.
4. Produk pelengkap (equipmented product) yaitu berbagai atribut
produk yang dilengkapi/ditambahi berbagai manfaat dan layanan
sehingga dapat menentukan tambahan kepuasan dan dapat dibedakan
dengan produk asing.
5. Produk potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang
mungkin dikembangkan untuk suatu produk dimasa datang.
2.2.1 Klasifikasi Produk
Klasifikasi produk biasanya dilakukan berdasarkan beberapa sudut pandang,
namun secara umum produk dapat dibagi 2 yaitu:
A. Barang
Barang menurut Fandy Tjiptono (1999:98) adalah “produk yang berwujud
fisik sehingga dapat bisa dilihat, disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dan
perlakuan fisik lainnya”. Ditinjau dari daya tahannya, terdapat dua macam
barang yaitu:
9
1) Barang tahan lama (durable goods).
Merupakan barang berwujud yang biasanya bisa tahan lama dengan
banyak pemakaian, atau umur ekonomisnya untuk pemakaian normal
satu tahun atau lebih. Contoh: lemari es dan televisi.
2) Bahan tidak tahan lama (non durable goods).
Merupakan barang berwujud yang biasanya habis dikonsumsi dalam
satu kali pemakaian, atau umur ekonomisnya dalam pemakaian
normal kurang dari sattu tahun. Contoh: sabun mandi dan makanan.
B. Pelayanan
Pelayanan menurut Philip Kotler (1992:45) adalah “setiap tindakan yang
dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain. Pada dasarnya
pelayanan tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”.
Produk pelayanan mungkin berkaitan dengan produk fisik atau tidak.
2.2.2 Atribut Produk
Produk akan berhasil apabila memiliki atribut-atribut yang sesuai dengan
yang diharapkan oleh konsumen. Atribut produk menurut Fandy Tjiptono (1999:103)
adalah “unsur-unsur produk yang dipandang penting oleh konsumen dan dijadikan
dasar pengambilan keputusan pembelian”. Atribut produk secara umum meliputi:
A. Desain Produk
Mark Gobe (2005:7) menyatakan bahwa “desain produk yang baik harus
dapat memberikan pengalaman sentuhan yang menyenangkan bagi
pelanggan”. Gobe (2005:97) meyakini bahwa “ dalam membeli sesuatu
konsumen tidak hanya memerlukan infomasi mengenai produk, mereka
cenderung menyentuh produk untuk proses evaluasi”.
B. Warna produk
Penglihatan merupakan indera yang utama bagi manusia dalam
mengeksploitasi dan memahami dunia. Warna merupakan elemen
penting dalam desain grafis yang memiliki pengaruh besar terhadap
penglihatan audiens. Pada suatu produk, warna adalah elemen penting
yang dilihat pertama kali oleh audiens. Warna juga merupakan hal yang
menjadi pertimbangan kualitas suatu produk. Mark Gobe (2005:84-85)
10
menyatakan bahwa secara umum warna-warna memiliki efek psikologis
atau emosi sebagai berikut:
1) Warna yang memiliki gelombang panjang berarti memprovokasi.
Warna-warna yang memiliki gelombang panjang antara lain warna
merah dan kuning. Warna merah sebagai warna paling merangsang, akan
menarik perhatian mata lebih cepat dibanding warna lain. Warna kuning,
berada ditengah gelombang cahaya yang dapat dideteksi oleh mata,
karena warna kuning menjadi warna yang paling cerah dan mudah
menarik perhatian. Warna-warna seperti ini cocok untuk produk-produk
yang membutuhkan lebih seperti garis polisi.
2) Warna yang memiliki gelombang pendek berarti menenangkan, antara
lain biru dan hijau. Warna biru mempunyai sifat yang menyegarkan dan
member rasa rileks. Sedangkan warna hijau member kesan sejuk dan
alami.
C. Merek
Merek menurut Philip Kotler dan A.B. Susanto (2001;575) adalah
“nama, istilah, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari hal-hal
tersebut yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau
pelayanan dari seseorang atau sekelompok penjual dan untuk
membedakannya dengan pesaing-pesaing”. David Baker dan Fandy
Tjiptono (1999:105) menyatakan bahwa “merek berbeda dengan
produk”. Produk adalah sesuatu yang dihasilkan oleh pabrik, sedang
merek adalah sesuatu yang dibeli konsumen. Produk bisa lebih dengan
mudah ditiiru pesaing, sedang merek memiliki keunikan yang relative
sukar ditiru atau dijiplak.
D. Kemasan
Fandy Tjiptono (1999:106) menyatakan bahwa: “pengemasan, berkaitan
dengan perancangan dan pembuatan wadah atau pembungkus untuk
suatu produk”. Fandy Tjiptono (1999:106) menyatakan bahwa
pemberian kemasan pada produk memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Pelindung isi (protection), misalnya dari kerusakan, kehilangan,
berkurangnya dan sebagainya.
11
2. Memberikan kemudahan dalam penggunaan (operation),
misalnya supaya tidak tumpah, sebagai alat pemegang dan
sebagainya.
3. Bermanfaat dalam pemakaian ulang (reusable), misalnya untuk
diisi kembali atau untuk wadah lain.
4. Memberi daya tarik (promotion), yaitu aspek artistik, warna,
bentuk maupun desainnya.
5. Identitas produk (image), misalnya berkesan kokoh, awet,
lembut, dan mewah.
6. Distribusi (shipping), misalnya mudah disusun, dihitung dan
ditangani.
7. Informasi (labelling), yaitu menyangkut isi, pemakaian dan
kualitas.
8. Cermin inovasi produk, berkaitan dengan kemajuan teknologi
dan daur ulang.
E. Pemberian label
Label menurut Basu Swastha (1984:44) adalah “bagian dari sebuah
barang yang berupaya keterangan (kata-kata) tentang barang tersebut
atau penjualnya”. Label bisa merupakan bagian dari kemasan atau
merupakan etiket (tanda pengenal) yang dicantelkan pada produk.
Misalnya tulisan “hanya untuk dewasa” pada kemasan obat.
F. Harga produk
Harga menurut Basu Swastha (1990:65) adalah “jumlah uang (ditambah
beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan
sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya”. Harga sering
digunakan konsumen sebagai indikator penentuan harga. Konsumen
akan memilih barang yang harganya lebih murah, meski selisihnya
sedikit untuk barang yang menurut memreka memiliki kualitas yang
sama. Konsumen kadang juga memilih barang yang lebih mahal untuk
jenis barang yang sama dengan mengharapkan kualitas yang lebih. Pada
umumnya perusahaan menentukan harga dengan mempertimbangkan
biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang diharapkan, Basu Swastha
12
(1984:148-149) menyatakan bahwa: “harga ditetapkan untuk
mendapatkan laba maksimum, mendapatkan pengembalian investasi
yang ditargetkan atau pengembalian pada penjualan bersih, mencegah
atau mengurangi persaingan dan mempertahankan atau memperbaiki
market share”
G. Kualitas produk
Perusahaan selalu berusaha memenuhi kebutuhan konsumen dengan
menawarkan produk yang berkualitas. Produk yang berkualitas adalah
produk yang memiliki manfaat bagi konsumennya. Philip Kotler
(1997:24). menyatakan bahwa: “kualitas adalah keseluruhan sifat serta
ciri dari suatu produk/pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya
untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan/tersurat”.
H. Layanan pelengkap (supplementary services)
Saat ini produk apapun tidak lepas dari unsur pelayanan/pelayanan, baik
itu pelayanan sebagai produkinti (pelayanan murni) maupun pelayanan
sebagai pelengkap. Produk inti umumnya sangat bervariasi, tetapi
layanan pelengkapnya memiliki kesamaan. Fandy Tjiptono (1999:98).
menyatakan bahwa layanan pelengkap terdiri dari: “informasi,
konsultasi, order taking (pemesanan), hospitality (pelayanan), care
taking (perhatian pada barang bawaan dan belanjaan), exceptions
(permintaan khusus), billing (pengajuan rekening), dan pembayaran”
I. Jaminan
Jaminan menurut Fandy Tjiptono (1999:108) adalah “janji yang
merupakan kewajiban produsen atas produknya kepada konsumen,
dimana konsumen akan memberi ganti rugi bila produknya tidak dapat
berfungsi seperti apa yang diinginkan/diharapkan”. Jaminan bisa
meliputi kualitas produk, reparasi, dan atau ganti rugi (uang
kembali/produk ditukar). Jaminan sendiri ada yang bersifat tertulis dan
ada pula yang tidak tertulis. Sekarang jaminan sering dimanfaatkan
sebagai aspek promosi, terutama produk tahan lama.
13
2.2.3 Kualitas Produk
Menurut Kotler dan Armstrong (2006: hal 299), “product quality is the ability
of a product to perform its function, it includes the product’s several durability,
reliability, precision, ease of operation and repair, and other valued attributes”.
Atau kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk melaksanakan
fungsinya, meliputi daya tahan, keandalan, ketepatan, kemudahaan operasi dan
perbaikan, serta atribut bernilai lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa kualitas
produk adalah performa sebuah produk untuk melakukan fungsinya yang dimana
nantinya akan membentuk persepsi kepuasan pelanggan.
Menurut Garvin dalam Shaharudin Jakpar et. al (2011) dijelaskan beberapa
dimensi dari kualitas produk meliputi Kinerja (Performance), yaitu karakteristik
operasi pokok dari produk inti (core product) yang dibeli.
1. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features), yaitu
karakteristik sekunder atau pelengkap.
2. Keandalan (reliability), yaitu kemungkinan kecil akan mengalami
kerusakan atau gagal pakai.
3. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification),
yaitu sejauh mana karakteristik desain dan operasi memenuhi
standar-standar yang ditetapkan sebelumnya.
4. Daya tahan (durability), berkaitan dengan berapa lama produk
tersebut dapat digunakan. Dimensi ini mencakup umur teknis
maupun umur ekonomis produk.
5. Serviceability, meliputi kecepatan, kompetensi, kenyamanan,
mudah direparasi serta penangan keluhan yang memuaskan.
Misalnya tersedia hotline service yang menangani keluhan
pelanggan.
6. Aesthetics, yaitu daya tarik produk terhadap panca indra,
misalnya: bentuk fisik dan warna yang menarik serta
model/desain yang artistik.
Didalam penelitian ini dijelaskan bahwa dimensi dan indikator yang dipakai
berdasarkan dimensi yang dijelaskan oleh Garvin dalam Shaharudin Jakpar et. al
(2011) sebelumnya adalah :
14
1. Kinerja (Performance)
Indikator :
• Rasa produk
• Manfaat produk
2. Ciri-ciri atau keistimewaan tambahan (features)
Indikator : Atribut tambahan
3. Keandalan (reliability)
Indikator : Diterima dalam keadaan baik
4. Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance to specification)
Indikator :
• Perubahan
• Keaslian
5. Daya tahan (durability)
Indikator :
• Umur produk
• Kekuatan produk
6. Estetika (aesthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca
indra, misalnya: bentuk fisik dan warna yang menarik serta
model/desain yang artistik.
Indikator :
• Tampilan kemasan
• Tampilan produk
Namun dalam penelitian ini dimensi serviceabilty tidak dipakai karena
produk yang dihasilkan oleh perusahaan dalam penelitian ini produk makanan,
sedangkan dimensi serviceability dipakai untuk produk yang tahan lama dan dapat
diperbaiki.
2.3 Jasa
2.3.1 Pengertian Jasa
Menurut Lovelock dan Wirtz (2007:15) jasa adalah kegiatan ekonomi yang
ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, umumnya menggunakan kinerja
berbasis waktu untuk mewujudkan hasil yang diinginkan oleh penerimanya atau
berupa benda maupun asset lainnya yang dimiliki oleh pembeli dengan imbalan
15
uang, waktu, dan usaha tertentu. Pelanggan jasa berharap untuk mendapatkan suatu
nilai dari akses terhadap barang, tenaga kerja, keterampilan professional, fasilitas,
jaringan dan sistem dengan mengeluarkan suatu pengorbanan tertentu. Heizer dan
Render (2009:13) menyatakan bahwa jasa merupakan aktivitas ekonomi yang
biasanya menghasilkan produk tidak nyata (misalnya: pendidikan, hiburan,
penginapan, pemerintahan, keuangan, dan layanan kesehatan).
Sementara dalam Chowdary dan Prakash (2007), sebuah perusahaan jasa
dapat memberikan layanan kepada individu konsumen secara langsung atau kepada
kepemilikan konsumen tersebut. Oleh karena itu, jasa dapat didefinisikan sebagai
sesuatu yang tidak berwujud yang ditawarkan dari satu pihak ke pihak lainnya yang
memberikan manfaat dan kepuasan yang diinginkan oleh penerimanya tanpa adanya
suatu kepemilikan tertentu karena diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan yang
diperoleh dengan suatu pengorbanan tertentu.
2.3.2 Karakteristik Jasa
Karakteristik jasa menurut Hiezer dan Render (2009:13) adalah sebagai
berikut:
1. Jasa biasanya tidak nyata. Contoh: pembelian suatu perjalanan wisata.
2. Jasa biasanya diproduksi dan dikonsumsi secara langsung; tidak ada
persediaan. Sebagai contoh, salon kecantikan memberikan pelayanan
(memproduksi) potong rambut yang langsung dikonsumsi oleh konsumennya.
3. Jasa bersifat khas. Contohnya adalah potongan rambut seseorang tidak sama
persis dengan orang lain, masing-masing memiliki ciri khasnya tersendiri.
4. Dalam jasa, terjadi interaksi yang tinggi dengan pelanggan. Jasa sulit untuk
distandardisasi, diotomatisasi, dan dibuat seefisien mungkin sesuai keinginan
kita karena interaksi pelanggan membutuhkan kekhasan.
5. Jasa mempunyai definisi produk yang tidak konsisten. Produk tidak dapat
didefinisikan secara tepat, sebagaimana polis asuransi mobil, tidak konsisten
karena jasa bagi tiap pemegang polis asuransi mobil akan bervariasi bagi
setiap pelanggaan, dilihat dari jenis mobil dan jangka waktu
pertanggungannya.
6. Jasa sering berdasar pada pengetahuan, seperti pendidikan, kesehatan, dan
hukum, sehingga sulit diotomatisasi.
16
7. Jasa sering tersebar. Penyebaran ini terjadi karena jasa biasanya diberikan
kepada klien atau pelanggan melalui kantor setempat, toko pengecer, atau
bahkan lewat panggilan ke rumah.
2.3.3 Kualitas Pelayanan
Pada prinsipnya, definisi kualitas pelayanan berfokus pada upaya pemenuhan
kebutuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya untuk
mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Lovelock. (1994), kualitas pelayanan
merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas keunggulan
tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain terdapat 2 faktor
utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yakni, pelayanan yang diharapkan
(expected service) dan pelayanan yang dipersepsikan (perceived service)
(Parasuraman, et al ,.1985).
Implikasi baik buruknya kualitas pelayanan tergantung kepada kemampuan
penyedia pelayanan memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Menurut
Berry, et al,.(1988), kualitas pelayanan menjadi senjata kompetitif yang paling kuat
oleh banyak organisasi dalam hal pelayanan. Manajer organisasi bekerja keras untuk
memelihara kualitas pelayanan sebagai upaya menciptakan loyalitas pelanggan
(Zeithaml, et al., 1996), oleh karena itu perusahaan yang ingin sukses dalam jangka
panjang dan mencapai pangsa pasar ditentukan oleh kemampuannya untuk
memperluas dan memelihara loyalitas pelanggan. Reichheld (1993), menyatakan
loyalitas pelanggan adalah sangat penting bagi kelangsungan hidup bisnis. Secara
relatif hubungan antara loyalitas pelanggan dan kualitas pelayanan belum
berkembang. Dari beberapa hasil pengertian diatas, mengenai pengaruh dimensi
kualitas pelayanan kesemuannya menemukan bahwa dimensi kualitas pelayanan
berpengaruh pada perusahaan.
Kualitas pelayanan pada umumnya tidak dilihat dalam konstruk yang
terpisah, melainkan secara agregat dimana dimensi – dimensi individual dimasukkan
untuk mendapatkan kualitas pelayanan secara keseluruhan. Pengertian dari kualitas
pelayanan merupakan sesuatu yang sangat luas (atau bahkan dapat dikatakan tidak
ada, tergantung pada jenis industri dimana suatu perusahaan beroperasi dan
konsumen pada masing – masing industri memiliki kriteria atau standard yang
berbeda dalam menilai kualitas suatu pelayanan. Oleh sebab itu, baik tidaknya
17
kualitas pelayanan atau layanan tergantung pada kemampuan penyedia pelayanan
dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
2.3.4 Dimensi Kualitas Pelayanan (SERVQUAL)
Menurut Parasuraman, Zeithaml, dan Berry dalam Suh dan Pedersen dalam
Farzana Quoquab et al. (2013), telah melakukan berbagai penelitian terhadap
beberapa jenis jasa, dan berhasil mengidentifikasi lima karakteristik yang digunakan
oleh para pelanggan dalam mengevaluasi kualitas pelayanan. Kelima dimensi
karakteristik kualitas pelayanan tersebut adalah:
1. Tangibles (bukti nyata), yaitu meliputi bukti fisik, perlengkapan, pegawai,
dan sarana komunikasi. Pentingnya dimensi tangibles ini akan
menumbuhkan image penyedia jasa, terutama bagi konsumen baru dalam
mengevaluasi kualitas jasa. Perusahaan yang tidak memperhatikan
fasilitas fisiknya akan menumbuhkan kebingungan atau bahkan merusak
image perusahaan.
Indikator yang dipakai dalam penelitian ini adalah fasilitas lengkap,
ruangan luas, tempat parkir, dan penampilan karyawan rapih.
2. Reliability (keandalan), yaitu kemampuan perusahaan untuk
melaksanakan jasa sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat
waktu. Pentingnya dimensi ini adalah Kepuasan Pelanggan akan menurun
bila jasa yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Jadi,
komponen atau unsur dimensi reliability ini merupakan kemampuan
perusahaan dalam menyampaikan jasa secara tepat dan pembebanan biaya
secara tepat.
Indikator yang dipakai dalam penelitian ini adalah informasi lengkap,
masukan, informasi jelas, skill karyawan memadai, keseriusan karyawan
menangani pelanggan.
3. Responsiveness (daya tangkap), yaitu kemampuan perusahaan, yang
dilakukan langsung oleh karyawan untuk memberikan pelayanan dengan
cepat dan tanggap. Daya tanggap dapat menumbuhkan persepsi yang
positif terhadap kualitas jasa yang diberikan. Termasuk didalamnya, jika
terjadi kegagalan atau keterlambatan dalam penyampaian jasa, pihak
penyedia jasa berusaha memperbaiki atau meminimalkan kerugian
konsumen dengan segera. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan
18
kecepatan karyawan yang terlibat untuk menanggapi perminaan,
pertanyaan, dan keluhan konsumen.
Indikator yang dipakai dalam penelitian ini adalah pelayanan tepat waktu,
pelayanan cepat, pelayanan online cepat, kecepatan proses produksi, dan
kecepatan pengantaran (delivery).
4. Assurance (jaminan), yaitu mencakup pengetahuan dan perilaku employee
untuk membangun kepercayaan dan keyakinan pada diri konsumen dalam
mengkonsumsi jasa yang ditawarkan. Perusahaan membangun
kepercayaan dan kesetiaan konsumen melalui karyawan yang terlibat
langsung menangani konsumen.
Indikator yang dipakai dalam penelitian ini adalah lokasi aman, produk
makanan bersih, pembayaran aman, Informasi dapat dipercaya.
5. Empathy (empati), yaitu kemampuan perusahaan yang dilakukan secara
langsung oleh karyawan untuk memberikan perhatian kepada konsumen
secara individu, termasuk juga kepekaan akan kebutuhan konsumen. Jadi,
komponen dari dimensi ini merupakan gabungan dari akses (access) yaitu
kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.
Komunikasi merupakan kemampuan melakukan untuk menyampaikan
informasi kepada konsumen atau memperoleh masukan dari konsumen
dan pemahaman merupakan usaha untuk mengetahui dan memahami
kebutuhan dan keinginan konsumen.
Indikator yang dipakai dalam penelitian ini adalah nyaman, jam
operasional, pelayanan karyawan, pengutamaan karyawan.
2.3.5 Meningkatkan Kualitas Pelayanan
Menurut Zeithaml et al dalam Yamit (2005, p32), terdapat beberapa usaha
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pelayanan, yaitu :
1. Reliability :
- Pengaturan fasilitas
- Sistem dan prosedur yang dilaksanakan taat azas
- Meningkatkan efektivitas jadwal kerja
- Meningkatkan koordinasi antar bagian
19
2. Responsiveness :
- Mempercepat pelayanan
- Pelatihan karyawan
- Komputerisasi dokumen
- Penyederhanaan sistem dan prosedur
- Penyederhanaan sistem dan prosedur
- Penyederhanan birokrasi
- Mengurangi pemutusan keputusan
3. Competence :
- Meningkatkan profesionalisme karyawan
- Meningkatkan mutu administrasi
4. Credibility :
- Meningkatkan sikap dan mental karyawan
- Meningkatkan kejujuran karyawan
- Menghilangkan kolusi
5. Tangibles :
- Perluasan kapasitas
- Penataan fasilitas
- Meningkatkan infrastruktur
- Menambah peralatan
- Menyempurnakan fasilitas komunikasi
- Perbaikan sarana dan prasarana
6. Understanding the customer :
- Sistem dan prosedur pelayanan yang menghargai konsumen
- Berfokus pada konsumen
7. Communication :
-. Memperjelas pihak yang bertanggung jawab dalam setiap
kegiatan
- Meningkatkan efektivitas komunikas dengan klien
- Membuat SIM yang terintegrasi
2.4 Switching Barrier
Hambatan berpindah (switching barrier) menurut Fornell yang dikutip oleh
Claes (2003;1) mengacu pada tingkat kesulitan untuk berpindah ke produk atau
20
pelayanan lain yang dihadapi pelanggan yang mengacu kepada kendala finansial,
sosial, dan psikologis yang dirasakan pelanggan. Menurut Jones et. All yang dikutip
ole Claes (2003) : “switching barrier is any factor which makes it difficult or
customers to change providers” atau biaya peralihan adalah segala faktor yang
mempersulit atau memberikan biaya kepada pelanggan jika beralih penyedia
pelayanan.
Menurut Supriyanto dan Ernawaty (2010), switching barrier adalah upaya
dari sebuah perusahaan membentuk rintangan pengalihan ke tempat layanan lain,
Sehingga konsumen enggan rugi karena perlu pengeluaran biaya lebih besar apabila
pindah.
Hambatan berpindah adalah faktor-faktor yang menimbulkan kesulitan biaya
dan waktu apabila pelanggan beralih ke perusahaan lain (Dick dan Basu, 1994 dalam
Lupiyoadi, Rambat dan A. Hamdani, 2006:198). Dari pengertian di atas dapat
diambil kesimpulan bahwa switching barrier adalah cara yang dilakukan oleh
perusahaan dengan cara membentuk sebuah hambatan kepada konsumen agar para
konsumennya tidak beralih ke pesaing, dan andai kata konsumen tersebut beralih ke
pesaing maka konsumen tersebut akan mengeluarkan biaya yang lebih besar.
2.4.1 Tipe Switching Barrier
Tipe switching barrier atau hambatan berpindah adalah resiko berpindah. (
Jones et al dalam Julander, Claes Robert & Magnus Soderlund (2003): "Switching
barrier is any factors which makes it difficult or costly consumers to change
providers". Atau dengan kata lain "Hambatan berpindah adalah segala faktor yang
mempersulit atau memberikan biaya kepada pelanggan jika beralih penyedia
pelayanan". Tiga jenis biaya peralihan antara lain:
1. Transaction Cost, yaitu sejumlah uang yang dikeluarkan oleh pelanggan
ketika berganti penyedia pelayanan sebagai balas pelayanan. Contohnya: jika
menabung di bank dan ingin menutup rekening karena ingin pindah ke bank
lainnya maka sejumlah uang dari tabungan harus dipotong sebagai biaya
administrasi.
2. Learning Cost, merupakan pembelajaran yang dipandang sebagai proses
dimana pengalaman menyebabkan perubahan dalam pengetahuan, sikap dan
atau perilaku. Sehingga jika konsumen beralih dari penyedia pelayanan
21
tempat ia berlangganan, konsumen harus menyesuaikan diri kembali dengan
tempat ia berlangganan sekarang.
3. Artificial Cost, yaitu biaya yang berasal dari perusahaan itu sendiri untuk
mempertahankan pelanggannya. Perusahaan memberikan pelayanan
pelengkap yang disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Sebagai contoh:
kupon potongan harga yang diberikan perusahaan untuk pembelian
berikutnya jika konsumen melakukan transaksi minimal Rp. 100.000,-.
Dengan begitu maka seorang pelanggan terikat untuk melakukan transaksi
dengan perusahaan.
Sudarmadi menjelaskan bahwa loyalitas antusiasme yang dapat dimanfaatkan
perusahaan sebagai switching barrier (www.swa.co.id,Januari 2005). Tiap-tiap
pemasar harus bisa membuat program yang bersifat customer feedback yang secara
tak langsung bisa menciptakan emosional konsumen untuk lebih loyal. Caranya
yaitu:
1. Create a cause
menciptakan emosional konsumen untuk lebih loyal. Contoh: Nokia dengan
taglinenya “Nokia connecting people”
2. Bit rate of change
seperti memberikan sampel produk sehingga diharapkan konsumen akan
mencobanya.
3. Community system
yang bisa dilakukan dengan dua hal: neutralize knowledge (publikasi produk
melalui situs web, jurnal atau majalah internal) untuk menjelaskan
keunggulan produk dan create community, dengan membuat klub sebagai
imbalan yang telah diberikan konsumen kepada perusahaan.
2.4.2 Dimensi Switching Barrier
Ada beberapa dimensi Switching Barrier menurut Bansal & Taylor, Gremler
dan Beown (dalam Ranaweera & Prabhu, 2003) dan Keaveney (1995) yang akan
menjadi dimensi switching barrier pada penelitian ini yaitu:
1. Hambatan Waktu
Adalah kuantitas waktu yang dibutuhkan konsumen untuk berpindah ke
perusahaan lain. Apabila konsumen membutuhkan waktu lama untuk
22
mendapatkan produk baik kesulitan pembuatan dan pengadaan produk, maka
konsumen akan semakin mudah berpindah ke pesaing. Indikatornya meliputi
: waktu antrian
2. Hambatan Biaya
Adalah jumlah biaya atau cost yang dibutuhkan konsumen untuk berpindah
ke perusahaan lain. Semakin tinggi harga yang diterapkan perusahaan serta
semakin buruk sistem promosi yang diterapkan perusahaan, maka
kemungkinan konsumen untuk pindah ke pesaing semakin tinggi.
Indikatornya meliputi sistem promosi dan harga perusahaan.
3. Hambatan Usaha
Adalah jumlah tenaga yang harus dikeluarkan atau disisihkan oleh konsumen
untuk berpindah ke perusahaan lain. Jika sebuah perusahaan memiliki posisi
yang strategis di pasar maka konsumen akan semakin setia dengan
perusahaan. Selain itu, semakin banyak retail yang dibangun oleh perusahaan,
maka semakin mudah konsumen untuk mendapatkan produk dan tidak akan
berpindah ke pesaing. Indikatornya meliputi lokasi perusahaan dan jumlah
retailer.
2.5 Loyalitas Pelanggan
2.5.1 Pengertian Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan adalah mencerminkan melakukan pembelian ulang atau
menggunakan pelayanan suatu perusahaan berulang kali karena kebutuhannya akan
barang dan pelayanan terpenuhi. Menurut Kapferer & Laurent (1985) perilaku
pembelian ulang bisa dijabarkan menjadi dua kemungkinan, yakni loyalitas dan
inersia. Faktor pembedannya adalah sensitifitas merek yang didefinisikan sebagai
“sejauh mana nama merek memainkan peran kunci dalam proses pemilihan alternatif
dalam kategori produk atau pelayanan tertentu”. Sensitifitas merek dipengaruhi oleh
persepsi terhadap perbedaan antar merek dan tingkat keterlibatan pelanggan dalam
kategori merek produk atau pelayanan.
Perilaku pembelian ulang dalam perilaku sensitifitas merek yang kuat
dikategorikan sebagai loyalitas, dimana konsumen cenderung membeli atau
menggunakan ulang merek yang sama dan menganggap pilihan merek sangat penting
23
baginya. Sebaliknya, pembelian ulang dalam situasi sensitifitas merek yang lemah
dikategorikan sebagai inersia, yakni konsumen cenderung membeli ulang merek
yang sama, namun ia tidak menganggap nama merek itu penting, karena ia tidak bisa
membedakan berbagai merek yang ada dan terlibat secara insentif dalam pemilihan
kategori produk.
Kotler (2000) mengatakan “the long term success of the a particular brand is
not based on the number of consumer who purchase it only once, but on the number
who become repeat purchase”. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa konsumen
yang loyal tidak diukur dari berapa banyak dia membeli, tapi dari berapa sering dia
melakukan pembelian ulang, termasuk disini merekonmendasikan orang lain untuk
membeli. Sedangkan menurut Zeithaml et. al. (1996) tujuan akhir keberhasilan
perusahaan menjalin hubungan relasi dengan pelanggannya adalah untuk membentuk
loyalitas yang kuat. Indikator dari loyalitas yang kuat adalah:
1. Say positive things, adalah mengatakan hal yang positif tentang produk
yang telah dikonsumsi.
2. Recommend friend, adalah merekomendasikan produk yang telah
dikonsumsi kepada teman.
3. Continue purchasing, adalah pembelian yang dilakukan secara terus
menerus terhadap produk yang telah dikonsumsi.
2.5.2 Karakteristik Loyalitas Pelanggan
Pelanggan yang loyal merupakan aset paling penting bagi perusahaan, hal ini
dapat dilihat dari karakterisktik yang dimilikinya, sebagaimana diungkapkan oleh
Griffin (2005,5) dalam Farzana Quoquab et al. (2013), pelanggan yang loyal
memiliki karakteristik sebagai berikut :
1. Melakukan pembelian secara teratur (Pembelian Ulang) :
Adalah pelanggan yang telah melakukan pembelian suatu produk
sebanyak dua kali atau lebih. Mereka adalah yang melakukan pembelian atas
produk yang sama sebanyak dua kali, atau membeli dua macam produk yang
berbeda dalam dua kesempatan yang berbeda pula.
2. Membeli diluar lini produk atau pelayanan (Pembelian antar lini
produk) :
Adalah membeli semua barang atau pelayanan yang ditawarkan dan
mereka butuhkan. Mereka membeli secara teratur, hubungan dengan jenis
24
pelanggan ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak
terpengaruhi oleh produk pesaing.
3. Merekomendasikan produk kepada orang lain :
Adalah membeli barang atau pelayanan yang ditawarkan dan yang
Mereka butuhkan, serta melakukan pembelian secara teratur. Selain itu,
mereka mendorong teman-teman mereka agar membeli barang atau
pelayanan perusahaan atau merekomendasikan perusahaan tersebut pada
orang lain dengan begitu secara tidak langsung mereka telah melakukan
pemasaran untuk perusahaan dan membawa konsumen untuk perusahaan.
4. Menunjukkan kekebalan dari daya tarik sejenis dan pesaing :
Adalah tidak mudah terpengaruh tarikan pesaingan produk sejenis
lainnya.
Menurut Rambart Lupiyoadi (2006, p161), salah satu reaksi pelanggan
apabila merasa puas adalah dengan tetap stia akan produk atau pelayanan tersebut,
maka loyalitas konsumen mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
• Membicarakan hal-hal postitif kualitas pelayanan kepada orang lain
• Merekomendasikan kualitas pelayanan kepada orang lain
• Mendorong teman atau relasi bisinis untuk berbisnis dengan perusahaan
tersebut
• Mempertimbangkan perusahaan tersebut sebagai pilihan pertama dalam
membeli dan menggunakan pelayanan.
• Melakukan bisinis lebih banyak di waktu mendatang
Dick dan Basu (Buku Francis Buttle, “Customer Relationship
Management Concept and Tools”, 2006, p22) menggambarkan dua model
dimensi loyalitas.
25
Gambar2.1
Dua Model Dimensi Loyalitas Repeat Purchase
Low
Strong
Weak
Sumber: Dick dan Basu (Buku Francis Buttle, “Customer Relationship Management
Concept and Tools”, 2006, p22)
2.6 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
1. Kheng, Lo Liang, et.
Al (2010)
The Impact of
Service Quality on
Customer Loyalty: A
Study of Banks in
Penang, Malaysia
Berdasarkan analisis regresi
menyimpulkan bahwa atribut
tangibles tidak memiliki
dampak yang signifikan pada
customer loyalty. Dan pada
analisis reliability
menyimpulkan bahwa service
quality mempunyai hubungan
yang positif dengan customer
loyalty.
2. Jahanshahi, Asghar
Afshar, et. Al (2011)
Study the Effects of
Customer Service
and Product Quality
on Customer
Satisfaction and
Loyalty
Berdasarkan penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa variabel
customer service quality dan
product quality pada Tata
Motor’s Company memiliki
hubungan yang positif dengan
dengan variabel customer
satisfaction dan customer
Loyal Laten Loyals
Spurious Loyalty No Loyalty
26
loyalty.
3. Tung, Gu-Shin et. Al
(2011)
Promotion,
Switching Barriers,
and Loyalty
Efek promosi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
loyalitas, yang konsisten
dengan literatur sebelumnya.
Efek promosi juga paling
penting untuk kesetiaan dalam
model kami diuji tetapi
mengungkapkan kesetiaan
tampak, karena loyalitas
tergantung pada hadiah
promosi. Hubungan negatif
antara efek promosi dan daya
tarik alternatif mendukung efek
promosi, yang dapat
menurunkan daya tarik pesaing,
tetapi rencana ini promosi
serupa tidak dikaitkan dengan
hubungan interpersonal
27
2.7 Kerangka Pemikiran
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Kualitas Pelayanan (X2) :
1. Reliability
2. Tangible
3. Assurance
4. Responsiveness
5. Emphaty
Kualitas Produk (X1) :
1. Performance
2. Feature
3. Realibility
4. Comformance Quality
5. Durability
6. aesthetics
Loyalitas Konsumen (Y):
1. Pembelian Ulang
2. Pembelian antar lini produk
3. Rekomendasi
4. Kekebalan terhadap produk pesaing
Switching Barrier (X3) :
1. Hambatan Waktu
2. Hambatan Biaya
3. Hambatan Usaha
28
2.8 Rancangan Uji Hipotesis
Rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
H1 : Diduga kualitas produk berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada
PT. Maulina Cipta Rasa
H2 : Diduga kualitas pelayanan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan
pada PT. Maulina Cipta Rasa
H3 : Diduga switching barrier berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada
PT. Maulina Cipta Rasa
H4 : Diduga kualitas produk, kualitas pelayanan, dan switching barrier
berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan pada PT. Maulina Cipta Rasa