bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2009-1-00486-tisi bab...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teknik Industri
2.1.1 Peramalan
2.1.1.1 Definisi Peramalan
Peramalan atau forecasting adalah suatu kegiatan untuk memperkirakan apa yang
terjadi pada masa yang akan datang. Peramalan merupakan suatu kegiatan untuk
meramalkan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang dengan menggunakan dan
mempertimbangkan data dari masa lampau. Ketepatan secara mutlak dalam memprediksi
peristiwa dan tingkat kegiatan yang akan datang adalah tidak mungkin dicapai, oleh
karena itu ketika perusahaan tidak dapat melihat kejadian yang akan datang secara pasti,
diperlukan waktu dan tenaga yang besar agar mereka dapat memiliki kekuatan terhadap
kejadian yang akan datang.
Peramalan pada umumnya digunakan untuk memprediksi pendapatan, biaya,
keuntungan, harga dan perubahan teknologi. Dalam lingkungan perusahaan, peramalan
kebanyakan digunakan untuk mengestimasi atau memprediksi permintaan yang akan
datang guna memperkirakan jumlah dan jenis apa saja yang diproduksi oleh perusahaan.
Pada dasarnya ada beberapa langkah peramalan yang penting yaitu:
1. Menganalisis data yang lalu
Tahap ini berguna untuk pola yang terjadi pada masa lalu. Analisis ini dilakukan
dengan cara membuat tabulasi dari data yang lalu.
19
2. Menentukan metode yang digunakan
Masing-masing metode akan memberikan hasil peramalan yang berbeda. Dengan kata
lain, metode peramalan yang baik adalah metode yang menghasilkan penyimpangan
antara hasil peramalan dengan nilai kenyataan yang sekecil mungkin.
3. Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode yang dipergunakan
dan mempertimbangkan adanya beberapa faktor perubahan.
4. Penentuan tujuan, yaitu menentukan kebutuhan informasi-informasi bagi para
pembuat keputusan seperti :
• Variabel-variabel yang akan diestimasi.
• Siapa yang akan menggunakan hasil peramalan.
• Untuk tujuan apa hasil peramalan akan digunakan.
• Estimasi jangka panjang atau jangka pendek yang diinginkan.
• Derajat ketepatan estimasi yang diinginkan.
• Kapan estimasi dibutuhkan.
• Bagian-bagian peramalan yang diinginkan, seperti peramalan untuk kelompok
pembeli, kelompok produk, atau daerah geografis.
5. Pengembangan model
Menentukan model yang merupakan penyederhanaan dari sistem dan merupakan
kerangka analitik bagi masukan yang akan memperoleh pengeluaran. Model
ditentukan berdasarkan sifat-sifat dan perilaku variabel.
6. Pengujian model
Dilakukan untuk menentukan tingkat akurasi, validitas dan reliabilitas, yang
ditentukan dengan membandingkan hasil peramalan dengan kenyataan / aktual.
20
7. Penerapan model
Setelah lulus dalam pengujian, data historik akan dimasukkan ke dalam model untuk
menghasilkan ramalan.
8. Revisi dan evaluasi
Ramalan yang telah dibuat harus senantiasa diperbaiki dan ditinjau kembali. Hal ini
perlu dilakukan bila terdapat perubahan dalam perusahaan dan lingkungannya (harga
produk, karakteristik produk, periklanan, tingkat pengeluaran pemerintah,
kebijaksanaan moneter, atau kemajuan teknologi); dan hasil perbandingan antara
ramalan dengan data aktual.
2.1.1.2 Tujuan Peramalan
Tujuan dari peramalan sendiri adalah untuk melihat atau memperkirakan prospek
ekonomi atau kegiatan usaha serta pengaruh lingkungan terhadap prospek tersebut,
sehingga dapat diperoleh informasi mengenai :
1. Kebutuhan suatu kegiatan usaha di masa yang akan datang.
2. Waktu untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan skala produksi,
pemasaran, serta target usaha.
3. Perencanaan skala produksi, pemasaran, anggaran, biaya produksi dan arus
kas (cash flow).
21
2.1.1.3 Jenis-jenis Pola Data
Data yang diplot adalah data masa lalu yang dipergunakan untuk meramalkan
data di masa yang akan datang. Dari data yang telah diplot akan terlihat pola data untuk
menentukan metode ramalan yang akan digunakan. Menurut Makridakis (1999, p21),
pola–pola data deret waktu yang umum terjadi yaitu :
1. Pola Horisontal ( H )
Terjadi bila nilai data berfluktuasi di sekitar nilai rata–rata yang konstan. (Deret
seperti itu “ stasioner “ terhadap nilai rata–ratanya). Suatu produk yang penjualannya
tidak meningkat atau menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian
pula, suatu keadaan pengendalian mutu yang menyangkut pengambilan contoh dari
suatu proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami perubahan
juga termasuk jenis ini.
Gambar 2.1 Pola Data Stasioner / Horisontal (H)
2. Pola Musiman / Seasonal (S)
Terjadi bila suatu deret dipengaruhi oleh faktor musiman (misalnya kuartal tahun
tertentu, bulanan, atau hari–hari pada minggu tertentu). Penjualan dari produk seperti
22
minuman ringan, es krim, dan bahan bakar pemanas ruang, semuanya menunjukkan
jenis pola ini.
Gambar 2.2 Pola Data Musiman / Seasonal (S)
3. Pola Siklis / Cyclical (C)
Terjadi bila data dipengaruhi oleh fluktuasi ekonomi jangka panjang seperti yang
berhubungan dengan siklus bisnis. Penjualan produk seperti mobil, baja, dan
peralatan utama lainnya menunjukkan jenis pola ini.
Gambar 2.3 Pola Data Siklis / Cyclical (C)
23
4. Pola Trend (T)
Terjadi bila terdapat kenaikan atau penurunan sekuler jangka panjang dalam data.
Penjualan banyak perusahaan, produk bruto nasional (GNP) dan berbagai indikator
bisnis atau ekonomi lainnya mengikuti suatu pola trend selama perubahannya
sepanjang waktu.
Gambar 2.4 Pola Data Trend (T)
2.1.1.4 Metode-metode Peramalan
Menurut Render dan Heizer (2001, p48), terdapat dua pendekatan umum yang
digunakan dalam peramalan yaitu : peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif.
1. Metode Kualitatif
Metode ini biasanya digunakan untuk meramalkan lingkungan dan teknologi, karena
kondisi tersebut berbeda dengan kondisi perekonomian dan pemasaran. Oleh karena
itu metode kualitatif disebut dengan technological forecasting. Teknik-teknik
kualitatif adalah subjektif atau “ judgmental ” atau berdasarkan pada estimasi-
estimasi dan pendapat-pendapat.
24
Berbagai sumber pendapat bagi peramalan kondisi bisnis adalah :
Para eksekutif
Orang-orang penjualan
Para langganan
Sedangkan berbagai teknik peramalan kualitatif yang dapat digunakan, secara ringkas
dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Metode Delphi
Metode ini merupakan teknik yang mempergunakan suatu prosedur yang
sistematik untuk mendapatkan suatu konsensus pendapat-pendapat dari suatu
kelompok ahli. Proses Delphi ini dilakukan dengan meminta kepada para anggota
kelompok untuk memberikan serangkaian ramalan-ramalan melalui tanggapan
mereka terhadap daftar pertanyaan. Kemudian, seorang moderator mengumpulkan
dan memformulasikan daftar pertanyaan baru dan dibagikan lagi kepada
kelompok. Jadi ada suatu proses pembelajaran bagi kelompok karena mereka
menerima informasi baru dan tidak ada pengaruh pada tekanan kelompok atau
dominasi individual.
b. Riset pasar
Adalah peralatan peramalan yang berguna, terutama bila ada kekurangan data
historik atau data tidak reliable. Teknik ini secara khusus digunakan untuk
meramal permintaan jangka panjang dan penjualan produk baru. Kelemahan riset
pasar mencakup kurangnya kekuatan prediktif, serta memakan waktu dan biaya.
25
c. Analogi historik
Peramalan dilakukan dengan menggunakan pengalaman-pengalaman historik dari
suatu produk yang sejenis. Peramalan produk baru dapat dikaitkan dengan tahap-
tahap dalam siklus kehidupan produk yang sejenis.
d. Konsensus panel
Gagasan yang didiskusikan oleh kelompok akan menghasilkan ramalan-ramalan
yang lebih baik daripada dilakukan oleh seseorang. Diskusi dilakukan dalam
pertemuan pertukaran gagasan secara terbuka.
2. Metode Kuantitatif
Metode kuantitatif hanya dapat diterapkan jika tersedia informasi mengenai data masa
lalu, informasi dapat dikuantifisir (diwujudkan dalam bentuk angka), dan asumsi
beberapa aspek pola masa lalu akan berlanjut.
Jenis peramalan kuantitatif dibagi dua, yaitu:
a. Time Series
Jenis peramalan ini merupakan estimasi masa depan yang dilakukan berdasarkan
nilai masa lalu dari suatu variabel dan / atau kesalahan masa lalu.
b. Metode Causal
Peramalan ini memberikan suatu asumsi bahwa faktor yang diramalkan
mewujudkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih independent
variabel. Tujuannya adalah untuk menemukan bentuk hubungan tersebut dan
menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari dependent variable.
26
2.1.1.5 Peramalan Metode Dekomposisi
Menurut Makridakis (1999, p150), metode dekomposisi biasanya mencoba
memisahkan tiga komponen terpisah dari pola dasar yang cenderung mencirikan deret
data ekonomi dan bisnis. Komponen tersebut adalah faktor trend, siklus dan musiman.
Faktor trend menggambarkan perilaku data dalam jangka waktu panjang, dan dapat
meningkat, menurun atau tidak berubah. Faktor siklus menggambarkan baik turunnya
ekonomi atau industri tertentu dan sering terdapat pada deret data seperti Produk Bruto
Nasional (GNP), indeks produksi industri, permintaan untuk perumahan, penjualan
barang industri seperti mobil, harga saham, tingkat obligasi, penawaran uang dan tingkat
bunga. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang konstan
yang disebabkan oleh hal–hal seperti temperatur, curah hujan, bulan pada suatu tahun,
saat liburan, dan kebijaksanaan dari perusahaan. perbedaan antara musiman dan siklus
adalah bahwa musiman itu berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti
tahun, bulan dan minggu, sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih
lama dan lamanya berbeda dari siklus yang satu ke siklus yang lain.Dekomposisi
mempunyai asumsi bahwa data itu tersusun sebagai berikut:
Data = pola + galat
= f (trend, siklus, musiman) + galat
Menurut Makridakis (2000, pp185–186), langkah–langkah dalam menghitung
peramalan dengan metode dekomposisi adalah sebagai berikut:
1. Kalikan data tiap bulan dengan koefisien, penyesuaian dari perdagangan (T – D)
Yaitu DjDi , dimana Di adalah T – D untuk tiap bulan, dan Dj adalah nilai rata –
rata selama seluruh tahun untuk bulan tertentu ini.
27
2. Hitung rata–rata bergerak 12 bulan (MA 12 bulan) untuk menghilangkan unsur
musiman dan sedikit unsur random. Untuk trend–siklus akan tetap tinggal.
3. Bagi data asli dengan MA. Nilai yang dihasilkan adalah rasio komponen musiman
acak.
4. a) Hitung MA 3 x 3 (MA 3–suku dari rata–rata bergerak 3–suku) untuk tiap bulan
secara terpisah. Langkah ini mengeliminasi unsur acak dalam langkah 3.
b) Hitung deviasi standar (SD) untuk tiap bulan secara terpisah (semuanya 12 bulan)
dengan menjumlahkan selisih kuadrat antara Rt [MA dengan unsur acak pada langkah
3] dan Rt1 [MA tanpa unsur acak pada langkah 4a].
5. Ganti nilai ekstrim dari Rt( dari langkah 3). Bandingkan Rt1 plus atau minus dua
deviasi standar dengan Rt. Jika Rt lebih besar dari Rt1 +2SD atau lebih kecil dari
Rt1 –2SD, nilai tersebut diganti dengan nilai rata–rata dari nilai yang sebelum dan
sesudahnya. Jadi pengaruh dari peristiwa luar biasa (pemogokan, banjir, perang,
dan lain–lain) dihilangkan.
6. Hitung MA 3 x 3 atau 5 x 5 untuk tiap bulan pada langkah 5; hasilnya merupakan
eliminasi untuk unsur acak.
7. Bagi data asli dengan faktor musiman dari langkah 6. Hasilnya merupakan deret
data awal yang telah disesuaikan menurut musiman.
8. Penggunaan MA berbobot 15 bulanan dan spencer terhadap langkah 7. Hasilnya
merupakan deret data yang halus (dengan hampir semua unsur acak dihilangkan
yang menunjukkan komponen trend siklus).
9. Bagi data asli dengan Mt1 (langkah 8). Pengaruh ini sama dengan pengaruh dalam
langkah 3, namun langkah 8 tidak dimulai dengan data yang mencakup musim.
28
10. Sama dengan langkah 4a dan 4b
11. Sama dengan langkah 5
12. Sama dengan langkah 6
13. Deret data yang disesuaikan dengan musim (hasil akhir).
14. Gunakan spencer berbobot 15 dari data MA terhadap langkah 13. Hal ini untuk
menghilangkan unsur acak, sehingga diperoleh taksiran trend–siklus yang halus
(hasil akhir).
15. RCt1 merupakan taksiran komponen acak. Hal ini diperoleh dengan membagi
langkah 13 dengan langkah 14.
16. Gunakan data asli dan data dari langkah 13, 14 dan 15 untuk memperoleh
hasilnya.
17. Gunakan data yang disesuaikan menurut musim dari langkah 13. Perbaharui rata–
rata bergerak ini untuk memperoleh taksiran saat ini dari unsur trend siklus secara
mudah [ialah yang dipakai sebagai ganti dari FAt1
dalam langkah 14].
29
Tabel 2.1 Langkah–langkah dalam peramalan dekomposisi
30
Tabel 2.1 Langkah–langkah dalam peramalan dekomposisi (lanjutan)
Langkah
ttt EISF̂ ×=
t
tttt1t
tt I
ECTISF̂
XFA ×××==
Bandingkan FSt1±2SD
dengan FSt
3 x 3 MA5 x 5 MA
t1t ISF̂ =
11
12
13
15
14
16
tt1t EIFA ×=
tt
ttt1t
tt CT
ECTAF̂
FARC
×××
==
Lakukan berbagai uji untuk membuktikan bahwa taksiran komponen musiman, trend-siklus dan acak adalah benar.
Hitung bulan untuk dominansi siklus (MCD)
Hitung statistik ringkasan
17Hitung suatu rata – rata bergerak yang panjangnya sama dengan bulan untuk dominansi siklus. Perbaharui nilai rata – rata ini untuk memperoleh taksiran siklus trend-siklus.
Gunakan faktor musiman yang diproyeksikan pada langkah 12 sebagai indeks musiman.
Faktor musiman akhirIsi nilai yang hilang pada tiap akhir deret data
Deret data akhir yang telah disesuaikan menurut musim
Isi nilai yang hilang pada tiap akhir deret data
31
2.1.1.6 Statistik Ketepatan Peramalan
Menurut Makridakis (1999, pp61-62) tiga ukuran yang sering digunakan adalah
sebagai berikut:
• Galat Persentase (Percentage Error)
100X
FXPE
t
tt ×⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛ −=
• Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error)
tn
tPE
nMPE ∑ =
=1
1
• Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error)
tn
tPE
nMAPE ∑ =
=1
1
PE dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setiap periode waktu.
Nilai-nilai ini kemudian dapat dirata-ratakan untuk memberikan nilai tengah
kesalahan persentase (MPE). Namun MPE mungkin mengecil karena PE positif dan
negatif cenderung saling meniadakan. Sehingga MPE didefinisikan dengan
menggunakan nilai absolut dari PE dalam mencari nilai MAPE.
32
2.1.2 Linear Programming
2.1.2.1 Definisi Linear Programming
Linear Programming adalah suatu cara untuk menyelesaikan persoalan
pengalokasian sumber-sumber yang terbatas diantara beberapa aktivitas yang bersaing,
dengan cara yang terbaik yang mungkin dilakukan. Persoalan pengalokasian ini akan
muncul manakala seseorang harus memilih tingkat aktivitas-aktivitas tertentu yang
bersaing dalam hal penggunaan sumber daya langka yang dibutuhkan untuk
melaksanakan aktivitas-aktivitas tersebut. Teknik ini digunakan secara luas pada berbagai
aplikasi, seperti pertanian, industri, transportasi, ekonomi, dan militer.
Contoh sederhana dari uraian diatas, antara lain keadaan bagian produksi suatu
perusahaan yang dihadapkan pada masalah penentuan tingkat produksi berbagai jenis
produk dengan memperhatikan batasan-batasan faktor produksi: mesin, tenaga kerja,
bahan mentah, modal dan sebagainya untuk memperoleh tingkat keuntungan maksimal
atau biaya minimal.
Linear Programming ini menggunakan model matematis untuk menjelaskan
persoalan yang dihadapinya. Sifat “linier” disini memberi arti bahwa seluruh fungsi
matematis dalam model ini merupakan fungsi yang linier, sedangkan kata “programa”
merupakan sinonim untuk perencanaan. Dengan demikian programa linier adalah
perencanaan aktivitas-aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu suatu
hasil yang mencapai tujuan terbaik diantara seluruh alternatif yang fisibel.
33
Dalam membangun model dari formulasi persoalan diatas akan digunakan
karakteristik-karakteristik yang biasa digunakan dalam persoalan programa linier, yaitu :
a. Variabel keputusan
Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap
keputusan-keputusan yang akan dibuat.
b. Fungsi tujuan
Fungsi tujuan merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan
dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan) atau diminimumkan
(pendapatan/minggu) – (ongkos material/minggu) – (ongkos tenaga
kerja/minggu).
c. Pembatas
Pembatas merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bisa
menentukan harga-harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien dari
variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis, sedangkan
bilangan yang ada di sisi kanan setiap pembatas disebut ruas kanan pembatas.
d. Pembatas tanda
Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel
keputusannya diasumsikan hanya berharga nonnegatif atau variabel keputusan
tersebut boleh berharga positif, boleh juga negatif (tidak terbatas dalam
tanda).
Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian programa linier. Programa
linier adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan hal-hal berikut :
34
Kita berusaha memaksimalkan atau meminimumkan suatu fungsi linier
dari variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.
Harga / besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi suatu
set pembatas. Setiap pembatas harus merupakan persamaan linier atau
ketidaksamaan linier.
Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.
2.1.2.2 Aplikasi dan Interpretasi Linear Programming
Dalam memecahkan suatu masalah, Linear Programming menggunakan
matematis. Linear berarti bahwa semua fungsi matematis yang disajikan dalam model ini
haruslah fungsi linear, atau secara praktis dapat dikatakan bahwa persamaan tersebut bila
digambarkan pada grafik akan berbentuk garis lurus. Sedangkan programming
merupakan sinonim dari perencanaan. Jadi Linear Programming (LP) mencakup
perencanaan aktivitas-aktivitas untuk memperoleh suatu hasil yang optimum, yaitu suatu
hasil yang mencerminkan tercapainya sasaran tertentu yang paling baik berdasarkan
model matematis diantara alternative yang mungkin dengan menggunakan fungsi linear.
35
2.1.2.3 Formulasi Linear Programming
Dalam model Linear Programming dikenal dua macam fungsi, yaitu : fungsi
tujuan (objective function) dan fungsi-fungsi batasan (constraint functions). Fungsi tujuan
adalah fungsi yang menggambarkan tujuan/sasaran yang berkaitan dengan pengaturan
secara optimal sumber daya-sumber daya, untuk memperoleh keuntungan maksimal atau
biaya minimal. Sedangkan fungsi batasan merupakan bentuk penyajian secara matematis
batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optmal ke
berbagai kegiatan.
Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum sumber daya
yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja, bahan mentah, kapasitas
mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analisis adalah mencapai hasil terbaik yang
mungkin dengan keterbatasan sumber daya ini. Hasil yang diinginkan mungkin
ditunjukkan sebagai maksimasi dari beberapa ukuran, seperti profit, penjualan dan
kesejahteraan, atau minimasi seperti biaya, waktu, dan jarak.
Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah selanjutnya adalah
formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap, sebagai berikut :
Tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam
simbol matematik.
Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linier(bukan
perkalian) dari variabel keputusan.
Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam persamaan
atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linier dari variabel keputusan
yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu.
36
Agar dapat memudahkan pembahasan model LP ini, digunakan simbol-simbol
sebagai berikut :
m = macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia.
n = macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas tersebut.
i = nomor untuk sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1, 2, …, m)
j = nomor untuk aktivitas (sebuah variabel keputusan) (j = 1, 2, …, m)
cij = koefisien keuntungan per unit
xj = tingkat aktivitas j (sebuah variabel keputusan ) untuk j = 1,2,...,n
aij = banyaknya sumber i yang digunakan/dikonsumsi oleh masing-masing unit
aktivitas j ( untuk i = 1,2,...,m dan j = 1,2,...,n ).
bi = banyaknya sumber i yang tersedia untuk pengalokasian ( i= 1,2,...,m ).
Z = ukuran keefektifan yang terpilih
Bentuk baku model Linear Programming :
Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan
Z = C1X1 +C2X2 + C3X3 + … + CnXn
Fungsi Pembatas : a11X1 + a12X2 +a13X3 + … + a1nXn ≤ b1
a21X1 + a22X2 +a23X3 + … + a2nXn ≤ b2
.
.
.
am1X1 + am2X2 +am3X3 + … + amnXn ≤ bm
dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, …, Xn ≥ 0
37
2.1.2.4 Asumsi Linear Programming
Asumsi–asumsi model Linear Programming adalah sebagai berikut :
1) Linierity dan Additivity
Syarat utama dari Linear Programming adalah bahwa fungsi tujuan dan semua
kendala harus linier. Kata linier secara tidak langsung mengatakan bahwa
hubungannya proporsional, yang berarti bahwa tingkat perubahan atau
kemiringan fungsional itu adalah konstan dan karena itu perubahan nilai variabel
akan mengakibatkan perubahan relatif nilai fungsi dalam jumlah yang sama.
Linear Programming juga mensyaratkan bahwa jumlah variabel kriteria dan
jumlah penggunaan sumber daya harus bersifat aditif. Aditif dapat diartikan tidak
adanya penyesuaian pada perhitungan variabel kriteria karena terjadinya interaksi.
2) Divisibility
Asumsi ini berarti bahwa nilai solusi yang diperoleh Xj, tidak harus berupa
bilangan bulat. Akibatnya jika nilai–nilai bulat diperlukan, suatu nilai Linear
Programming alternatif, yaitu Integer Programming harus digunakan.
3) Deterministic
Dalam Linear Programming, semua parameter model (Cj, aij, dan bi) diasumsikan
diketahui konstan. Linear Programming secara tidak langsung mengasumsikan
suatu masalah keputusan dalam suatu kerangka statis dimana semua parameter
diketahui dengan kepastian. Dalam kenyataannya, parameter model jarang
bersifat deterministic, karena mereka mencerminkan kondisi masa depan dan
masa sekarang, dan keadaan masa depan jarang diketahui secara pasti. Ada
beberapa cara untuk mengatasi ketidakpastian beberapa parameter dalam model
38
Linear Programming. Analisis sensitivitas adalah suatu teknik yang
dikembangkan untuk menguji nilai solusi, bagaimana kepekaannya terhadap
perubahan–perubahan parameter (Mulyono, 1999 , pp22-23 ).
2.1.2.5 Metode Simpleks
Karena kesulitan menggambarkan grafik berdimensi banyak, maka penyelesaian
masalah LP yang melibatkan lebih dari dua variabel menjadi tak praktis atau tidak
mungkin. Dalam keadaan ini kebutuhan metode solusi yang lebih umum menjadi nyata.
Metode umum itu dikenal dengan nama algoritma Simpleks yang dirancang untuk
menyelesaikan seluruh masalah, baik yang melibatkan dua variabel atau lebih.
Metode Simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif, yang bergerak
selangkah demi selangkah, dimulai dari suatu titik ekstrim pada daerah fisibel (ruang
solusi) menuju ke titik ekstrim yang optimum.
Perhatikan model linier berikut :
Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan
Z = C1X1 +C2X2 + C3X3 + … + CnXn
Fungsi Pembatas : a11X1 + a12X2 +a13X3 + … + a1nXn ≤ b1
a21X1 + a22X2 +a23X3 + … + a2nXn ≤ b2
.
.
.
am1X1 + am2X2 +am3X3 + … + amnXn ≤ bm
dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, …, Xn ≥ 0
39
Maka pembatas dari model tersebut dapat dituliskan ke dalam bentuk persamaan AX = b.
Perhatikan suatu sistem AX = b dari m persamaan linier dalam n variabel (n > m).
Definisi :
1. Solusi basis
Solusi basis untuk AX = b adalah solusi dimana terdapat sebanyak-banyaknya m
variabel berharga bukan nol. Untuk mendapatkan solusi basis dari AX = b maka
sebanyak (n-m) variabel harus dinolkan. Variabel-variabel yang dinolkan ini disebut
variabel non-basis (NBV). Selanjutnya, dapatkan harga dari n – (n-m) = m variabel
lainnya yang memenuhi AX = b, yang disebut variabel basis (BV).
2. Solusi basis fisibel
Jika seluruh variabel pada suatu solusi basis berharga non-negatif, maka solusi itu
disebut solusi basis fisibel (BFS).
3. Solusi fisibel titik ekstrim
Yang dimaksud dengan solusi fisibel titik ekstrim atau titik sudut ialah solusi fisibel
yang tidak terletak pada suatu segmen garis yang menghubungkan dua solusi fisibel
lainnya.
Ada tiga sifat pokok titik ekstrim ini, yaitu :
Sifat 1.a : Jika hanya ada satu solusi optimum, maka pasti ada satu titik ekstrim.
Sifat 1.b : Jika solusi optimumnya banyak, maka paling sedikit ada dua titik ekstrim
yang berdekatan. (Dua buah titik ekstrim dikatakan berdekatan jika
segmen garis yang menghubungkan keduanya itu terletak pada sudut dari
batas daerah fisibel).
Sifat 2 : Hanya ada sejumlah terbatas titik ekstrim pada setiap persoalan.
40
Sifat 3 : Jika suatu titik ekstrim memberikan harga Z yang lebih baik dari yang
lainnya, maka pasti solusi itu merupakan solusi optimum.
Sifat 3 ini menjadi dasar dari metode simpleks yang prosedurnya meliputi 3
langkah berikut :
1. Langkah inisialisasi : mulai dari suatu titik ekstrim.
2. Langkah iteratif : bergerak menuju titik ekstrem berdekatan yang lebih baik.
Langkah ini diulangi sebanyak diperlukan.
3. Aturan penghentian : memberhentikan langkah ke-2 apabila telah sampai pada titik
ektrim yang terbaik (titik optimum).
2.1.2.6 Algoritma Simpleks Untuk Persoalan Maksimasi
Untuk menyelesaikan persoalan programa linier dengan menggunakan metode
simpleks, lakukan langkah-langkah berikut :
1. Konversikan formulasi persoalan ke dalam bentuk standar
2. Cari solusi basis fisibel (BFS)
3. Jika seluruh NBV mempunyai koefisien non-negatif (artinya berharga positif atau
nol) pada basis fungsi tujuan (basis persamaan z yang biasa juga disebut baris 0),
maka BFS sudah optimal.
Jika pada baris 0 masih ada variabel dengan koefisien negatif, pilihlah salah satu
variabel yang mempunyai koefisien paling negatif pada baris 0 itu. Variabel ini akan
memasuki status variabel basis, karena itu variabel ini disebut sebagai variabel yang
masuk basis (entering variabel, disingkat EV).
41
4. Hitung rasio dari ruas kanan (koefisien EV) pada setiap baris pembatas dimana EV-
nya mempunyai koefisien positif.
Variabel basis pada baris pembatas dengan rasio positif terkecil akan berubah status
menjadi variabel non-basis. Variabel ini kemudian disebut sebagai variabel yang
meninggalkan basis atau leaving variabel, disingkat LV.
Lakukan operasi baris elementer (ERO) untuk membuat keofisien EV pada baris
dengan rasio positif terkecil akan berubah status menjadi berharga 1 dan berharga 0
untuk baris-baris lainnya.
2.1.2.7 Analisa Sensitivitas
Analisis perubahan parameter dan pengaruhnya terhadap solusi Linear
Programming dinamakan post optimality analysis. Istilah post optimality menunjukkan
bahwa analisis ini terjadi setelah diperoleh solusi optimum, dengan mengasumsikan
seperangkat nilai parameter yang digunakan dalam model.
Perubahan atau variasi dalam suatu masalah LP yang biasanya dipelajari melalui
post optimality analysis dapat dipisahkan kedalam tiga kelompok umum :
• Analisa yang berkaitan dengan perubahan diskrit parameter untuk melihat berapa
besar perubahan dapat ditolerir sebelum solusi optimum mulai kehilangan
optimalitasnya, ini dinamakan analisa sensitivitas. Jika suatu perubahan kecil dalam
parameter menyebabkan perubahan drastis dalam solusi, dikatakan bahwa solusi
adalah sangat sensitif terhadap nilai parameter itu. Sebaliknya, jika perubahan
parameter tidak mempunyai pengaruh besar terhadap solusi dikatakan solusi relatif
insensitif terhadap nilai parameter itu.
42
• Analisa yang berkaitan dengan perubahan struktural. Masalah ini muncul bila
masalah LP dirumuskan kembali dengan menambahkan atau menghilangkan kendala
dan atau variabel untuk menunjukkan operasi model alternatif.
• Analisa yang berkaitan dengan perubahan kontinu parameter untuk menentukan
urutan solusi dasar yang menjadi optimum jika perubahan ditambah lebih jauh, ini
dinamakan parametric-programming.
Melalui analisa sensitivitas dapat dievaluasi pengaruh perubahan–perubahan
parameter dengan sedikit tambahan perhitungan berdasarkan tabel simpleks optimum.
Dalam membicarakan analisa sensitivitas, perubahan–perubahan parameter
dikelompokkan menjadi :
1. Perubahan koefisien fungsi tujuan ( Cj )
2. Perubahan konstan sisi kanan ( bi )
3. Perubahan kendala atau koefisien matriks A
4. Penambahan variabel baru
5. Penambahan kendala baru
(Mulyono, 1999 , pp76-77 )
43
2.1.3 Persediaan
2.1.3.1 Pengertian Persediaan
Menurut Baroto (2002, p52), persediaan adalah bahan mentah, barang dalam
proses (work in process), barang jadi, bahan pembantu, bahan pelengkap, komponen
yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan permintaan. Pengendalian
persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena mayoritas
perusahaan melibatkan investasi besar pada aspek ini (20% sampai 60%). Hal tersebut
merupakan dilema bagi perusahaan. Bila persediaan dilebihkan, biaya penyimpanan dan
modal yang diperlukan bertambah. Kelebihan persediaan juga membuat modal menjadi
mandek, semestinya modal tersebut dapat diinvestasikan pada sektor lain yang lebih
menguntungkan (opportunity cost). Sebaliknya bila persediaan dikurangi, maka dapat
terjadi kehabisan bahan baku (stock out). Bila perusahaan tidak memiliki persediaan
yang mencukupi, biaya pengadaan darurat akan lebih mahal, dampak lainnya adalah
kekecewaan konsumen terhadap perusahaan tersebut.
2.1.3.2 Penyebab dan Fungsi Persediaan
Persediaan merupakan suatu hal yang tidak terhindarkan (Baroto, 2002, p53).
Penyebab timbulnya persediaan adalah sebagai berikut :
Mekanisme pemenuhan atas permintaan. Permintaan terhadap suatu barang tidak
dapat dipenuhi seketika bila barang tersebut tidak tersedia sebelumnya. Untuk
menyiapkan barang ini diperlukan waktu untuk pembuatan dan pengiriman, maka
adanya persediaan merupakan hal yang sulit dihindarkan.
44
Keinginan untuk meredam ketidakpastian. Ketidakpastian terjadi akibat:
permintaan yang bervariasi dan tidak pasti dalam jumlah maupun kedatangan,
waktu pembuatan yang cenderung tidak konstan antara satu produk dengan
produk berikutnya, waktu tenggang (lead time) yang cenderung tidak pasti karena
banyak faktor yang tidak dapat dikendalikan. Ketidakpastian ini dapat diredam
dengan mengadakan persediaan.
Keinginan melakukan spekulasi yang bertujuan mendapatkan keuntungan besar
dari kenaikan harga di masa mendatang.
Efisiensi produksi (salah satu muaranya adalah penurunan biaya produksi) dapat
ditingkatkan melalui pengendalian sistem persediaan. Efisiensi ini dapat dicapai bila
fungsi persediaan dapat dioptimalkan. Beberapa fungsi persediaan adalah sebagai berikut:
Fungsi independensi. Persediaan bahan diadakan agar departemen-departemen
dan proses individual terjaga kebebasannya. Permintaan pasar tidak dapat diduga
dengan tepat, demikian pula dengan pasokan dari pemasok. Agar proses produksi
dapat berjalan tanpa tergantung dari pemasok dan permintaan, maka persediaan
harus mencukupi.
Fungsi ekonomis. Membeli dalam jumlah tertentu akan lebih ekonomis dibanding
membeli sesuai dengan kebutuhan, sehingga memiliki persediaan dapat dikatakan
tindakan yang ekonomis.
Fungsi antisipasi. Fungsi ini diperlukan untuk mengantisipasi perubahan
permintaan atau pasokan. Seringkali perusahaan mengalami kenaikan permintaan
45
pada saat tertentu yang tidak terduga, sehingga diperlukan persediaan untuk
mengantisipasinya.
Fungsi fleksibilitas. Bila dalam proses produksi terdiri dari beberapa tahapan
proses operasi dan kemudian terjadi kerusakan pada satu tahapan proses operasi,
sehingga produk tidak dapat diproduksi lagi, maka akan diperlukan bahan baku
tambahan untuk melanjutkan proses produksi yang terhambat tersebut.
2.1.3.3 Sistem Persediaan
Menurut Baroto (2002, p54), sistem persediaan adalah suatu mekanisme
mengenai bagaimana mengelola masukan-masukan yang sehubungan dengan persediaan
menjadi output, dimana untuk itu diperlukan umpan balik agar output memenuhi standar
tertentu. Mekanisme sistem ini adalah pembuatan serangkaian kebijakan yang memonitor
tingkat persediaan, menentukan persediaan yang harus dijaga, kapan persediaan harus
diisi, dan berapa besar pesanan harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan
menjamin tersedianya produk jadi, barang dalam proses, komponen, dan bahan baku
secara optimal, dalam kuantitas yang optimal, dan pada waktu yang optimal. Kriteria
optimal adalah minimasi biaya total yang terkait dengan persediaan, yaitu biaya
penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya kekurangan persediaan.
Variabel keputusan dalam pengendalian persediaan tradisional dapat
diklasifikasikan ke dalam variabel kuantitatif dan variabel kualitatif. Secara kuantitatif,
variabel keputusan pada pengendalian sistem persediaan adalah sebagai berikut:
1) Berapa banyak jumlah barang yang akan dipesan.
2) Kapan pemesanan harus dilakukan.
46
3) Berapa jumlah persediaan pengaman.
4) Bagaimana mengendalikan persediaan.
Secara kualitatif, masalah persediaan berkaitan dengan sistem pengoperasian
persediaan yang akan menjamin kelancaran pengelolaan persediaan adalah sebagai
berikut :
1) Jenis barang apa yang dimiliki.
2) Dimana barang tersebut berada.
3) Berapa jumlah barang yang sedang dipesan.
4) Siapa saja yang menjadi pemasok masing – masing item.
Secara luas, tujuan dari sistem persediaan adalah menemukan solusi optimal
terhadap seluruh masalah yang terkait dengan persediaan. Optimalisasi pengendalian
persediaan biasanya diukur dengan total biaya minimal pada suatu periode tertentu.
2.1.3.4 Biaya Persediaan
Menurut Baroto (2002, p55), biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan
kerugian yang timbul sebagai akibat persediaan. Biaya tersebut adalah harga pembelian,
biaya pemesanan, biaya penyiapan, biaya penyimpanan, biaya kekurangan persediaan.
Parameter biaya dibagi menjadi :
1) Biaya Pesan (Ordering Cost)
Biaya pesan timbul pada saat terjadi proses pemesanan suatu barang. Biaya-
biaya pembuatan surat, telepon, fax, biaya permintaan, pemesanan
pembelian, transportasi, pengiriman, penerimaan, pemeriksaan, pemindahan
47
barang di gudang, akuntansi, audit, dan biaya-biaya overhead lain yang
secara proporsional timbul karena proses pembuatan sebuah pesanan barang.
2) Biaya Simpan (Carrying Cost)
Biaya simpan timbul pada saat terjadi proses penyimpanan suatu barang.
Sewa gudang, premi asuransi, biaya keamanan, biaya pemanasan, biaya
pendinginan, pencatatan, logistik, depresiasi, bunga atas utang yang
digunakan untuk membeli persediaan, dan biaya overhead lain yang relevan
atau timbul karena proses penyimpanan suatu barang.
3) Biaya Kehabisan Persediaan (Stockout Cost)
Biaya kehabisan persediaan timbul pada saat persediaan habis atau tidak
tersedia. Termasuk dalam kategori biaya ini adalah kerugian karena mesin
terhenti, atau karyawan tidak bekerja, peluang yang hilang untuk
memperoleh keuntungan.
4) Biaya Pembelian (Purchase Cost)
Biaya pembelian timbul pada saat pembelian suatu barang. Secara
sederhana, biaya-biaya yang termasuk dalam kategori ini adalah biaya-biaya
yang harus dikeluarkan untuk membayar pembelian persediaan.
Secara keseluruhan, tujuan dari manajemen persediaan adalah untuk
memiliki sistem pengendalian persediaan yang akan memberikan indikasi berapa
banyak persediaan yang harus dipesan dan kapan pemesanan dilakukan untuk
meminimumkan biaya – biaya yang telah disebutkan sebelumnya (Taylor, 2005,
p367).
48
Gambar 2.5 Masalah Persediaan
2.1.3.5 Metode Pemesanan Bahan Baku
Metode pemesanan bahan baku dapat digambarkan seperti di bawah ini :
Gambar 2.6 Metode pemesanan bahan baku
49
Penentuan penggunaan metode pemesanan bahan baku disesuaikan dengan pola
data demand. Pola data demand dibagi menjadi dua, yaitu :
o Data statik, yaitu demand dengan pola data stasioner, atau cenderung konstan
atau stabil.
o Data dinamis, yaitu demand dengan pola data yang naik turun, atau cenderung
bergerak, disebut juga dengan “lumpy demand”.
2.1.3.6 Model Deterministik
Siswanto (2007, p124) menyatakan bahwa model persediaan deterministik
ditandai oleh asumsi dasar dimana karakteristik permintaan dan waktu kedatangan
pesanan dapat diketahui sebelumnya secara pasti.
Menurut Siswanto (2007, p181), model EOQ menjadi tidak valid karena
permintaan (D) yang bervariasi sehingga asumsi dasar yang digunakan untuk
menurunkan model, yaitu permintaan konstan atau ajeg, terlanggar. Sampai batas dimana
EOQ masih valid digunakan tentunya sangat tergantung kepada variabilitas permintaan
(D).
Jadi dengan kata lain, untuk menentukan pola data statis atau dinamis, harus diuji
dengan model rumus sebagai berikut :
Secara matematik, Variance Permintaan (D) per periode adalah :
Var (D) = [ ] [ ]∑=
−N
jDEjD
N 1
22 )()(1
Dan Permintaan E (D) per periode adalah :
E (D) = [ ]∑=
N
jjD
N 1
2)(1
50
Sehingga [ ] [ ]
[ ]21
22
)(
)()(1
DE
DEjDN
VC
N
j∑=
−=
[ ]2
12
2
12
1
2
)(1
)(1)(1
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡−
=
∑
∑∑
=
==
N
j
N
j
N
j
jDN
jDN
jDN
VC
[ ]2
12
2
12
2
12
1
2
)(1)(1
)(1)(1
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡
=
∑∑
∑∑
==
==
N
j
N
j
N
j
N
j
jDN
jDN
jDN
jDN
VC
[ ]1
)(1
)(1
2
12
1
2
−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
∑
∑
=
=
N
j
N
j
jDN
jDN
VC
Atau
[ ]
1
)(
)(
2
1
1
2
−
⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡=
∑
∑
=
=
N
j
N
j
jD
jDNVC
Dimana VC = Variability Coefficient, yaitu perbandingan antara Variance
Permintaan (D) per periode dengan kuadrat permintaan per periode. Semakin besar nilai
Variability Coefficient maka semakin besar variasi permintaan, sebaliknya semakin kecil
nilai Variability Coefficient maka variasi permintaan semakin kecil.
51
Pada dasarnya, VC menjadi tolak ukur seberapa besar variasi permintaan (D). Dan
juga menjadi tolak ukur seberapa valid metode EOQ untuk digunakan. Dasar analisa VC
adalah sebagai berikut :
Jika VC < 0.25 maka EOQ dapat digunakan
Jika VC ≥ 0.25 maka EOQ tidak lagi valid karena asumsi permintaan ajeg telah
terlanggar sehingga model dinamis harus digunakan.
Metode perhitungan VC sama dengan metode Peterson – Silver Rule, baik dari
sisi rumus maupun dasar analisanya.
2.1.3.7 Model Probabilistik
Model-model persediaan pobabilistik ditandai oleh perilaku permintaan (D) dan
lead time (L) yang tidak dapat diketahui sebelumnya secara pasti sehingga perlu didekati
dengan distribusi probabilitas. Jika salah satu bersifat probabilistik, maka asumsi pesanan
datang ada saat persediaan habis mungkin tidak terpenuhi. Oleh karena itu, sebuah model
harus diturunkan.
2.1.3.7.1 Metode EOQ Probabilistik
Berbeda dengan model EOQ deterministik, model EOQ probabilistik
memperhitungkan perilaku permintaan dan tenggang waktu pesanan datang (lead time)
yang tidak pasti atau tidak bisa ditentukan sebelumnya secara pasti.
Model EOQ deterministik dapat dirumuskan sebagai berikut :
Q = 2ADh
Dimana : Q = Kuantitas pemesanan
52
D = Demand / permintaan selama satu tahun
A = Biaya Pemesanan
h = Biaya Simpan
2.1.3.8 Persediaan Cadangan (Safety Stock)
Menurut Taylor (2005, p364), persediaan cadangan adalah persediaan yang
disimpan untuk mengantisipasi permintaan pelanggan yang sulit diketahui dengan pasti.
Stok cadangan ini disimpan untuk memenuhi permintaan musiman atau siklus.
Ketika salah satu Demand (permintaan) atau Lead time (saat tenggang pesan)
tidak bisa diketahui secara pasti sebelumnya, ada tiga kemungkinan yang akan terjadi :
Persediaan habis ketika pesanan belum tiba.
Persediaan habis tepat pada saat pesanan tiba.
Persediaan habis saat pesanan belum tiba.
Gambar 2.7 Masalah kehabisan persediaan.
Tiga kemungkinan itu dapat dilihat pada gambar di atas.
Pada Y1, persediaan sebesar Q diperkirakan akan habis pada t2 sehingga pesanan
datang tepat pada saat itu. Kondisi ini hanya bisa terjadi jika permintaan dan saat pesanan
tiba tidak berdeviasi, artinya secara pasti bisa ditentukan sebelumnya (predetermined).
53
Namun karena tingkat pemakaian yang lebih besar dari yang diperkirakan
sebelumnya, maka pada Y2 persediaan Q sudah habis pada t3 padahal persediaan baru tiba
pada t4 sehingga terjadi kehabisan persediaan selama t3 – t4.
Pada Y3 pemakaian persdiaan sesuai dengan yang direncanakan yaitu habis di t5,
namun karena pesanan tiba pada t6 maka terjadi kehabisan persediaan selama t5 –t6.
Berbeda dengan kondisi Y4, meskipun tidak terjadi kelebihan persediaan namun
karena kedatangan pesanan di t7 yang lebih cepat dari yang direncanakan, yaitu t8, maka
terjadi kelebihan persediaan.
Bukan merupakan kondisi kehabisan persediaan, pada Y4 meskipun pemakaian
persediaan akan tepat seperti yang direncanakan, terjadi penumpukan persediaan yang
tidak diperlukan karena pesanan tiba lebih cepat dari yang direncanakan.
Keempat kasus di atas telah memberi gambaran bagaimana perilaku permintaan
(demand) dan saat pesanan datang (lead time), yang menyimpang dari perkiraan semula,
bisa membawa akibat yang merugikan. Ini dapat berupa kehabisan atau kelebihan
persediaan. Oleh kerena itu, jalan keluar untuk mengantisipasi penyimpangan itu, perlu
dibentuk cadangan keras (iron stock) atau safety stock melalui pendekatan distribusi
probabilitas.
Ketika permintaan selama periode kedatangan pesanan tidak bisa diketahui
sebelumnya secara pasti, maka deviasi kapan persediaan dibutuhkan dan kapan
persediaan datang harus diketahui. Distribusi normal akan digunakan untuk
menggambarkan penyimpangan tersebut.
54
Gambar 2.8 Transformasi penyimpangan dengan kurva normal
Jika rata-rata permintaan selama periode kedatangan pesanan ditransformasikan
ke mean atau m Kurva Normal, maka perilaku penyimpangan tingkat permintaan itu akan
menyebar di sekitar m sehingga deviasi penyebaran itu akan dapat digunakan untuk
memperkirakan persediaan cadangan (safety stock) yang berdasar pada perilaku
penyimpangan variabel-variabel yang mempengaruhinya dan dinyatakan dalam σ .
nxxi
2−Σ=σ dimana σ = standar deviasi
Selanjutnya σ digunakan untuk menemukan luas area dalam kurva normal melalui
σμ−
=xz . Untuk memudahkan pemahaman mengenai penggunaan kurva normal pada
kasus penentuan persediaan cadangan, maka rumus di atas diubah menjadi μσ −= xz .
Nilai z menandai luas area kurva normal, dan nilai z dapat ditetapkan dalam presentase
kemungkinan kehabisan persediaan sebagai faktor keamanan untuk menentukan
persediaan cadangan.
Jadi, persediaan cadangan = faktor keamanan (z) x σ
55
2.1.4 Penjadwalan
2.1.4.1 Definisi Penjadwalan
Penjadwalan (scheduling) merupakan salah satu kegiatan penting dalam
perusahaan. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan dalam
mengalokasikan tenaga operator, mesin, dan peralatan produksi, urutan proses, jenis
produk, pembelian material dan sebagainya. Terlepas dari jenis perusahaannya, setiap
perusahaan perlu untuk melakukan penjadwalan sebaik mungkin agar memperoleh
utilisasi maksimum dari sumber daya produksi dan aset lain yang dimiliki.
Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi. Penjadwalan
mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun tenaga kerja bagi suatu
kegiatan operasi. Dalam hierarki pengambilan keputusan, penjadwalan merupakan
langkah terakhir sebelum dimulainya operasi.
2.1.4.2 Tujuan Penjadwalan
Tujuan penjadwalan adalah untuk meminimalkan waktu proses, waktu tunggu
langganan, dan tingkat persediaan, serta penggunaan yang efisien dari fasilitas, tenaga
kerja, dan peralatan. Penjadwalan disusun dengan mempertimbangkan berbagai
keterbatasan yang ada. Penjadwalan yang baik akan memberikan dampak positif, yaitu
rendahnya biaya operasi dan waktu pengiriman, yang akhirnya dapat meningkatkan
kepuasan pelanggan (Herjanto, 1999, p287).
56
Beberapa tujuan penjadwalan (Bedworth, 1987, p247) :
• Meningkatkan utilitas/penggunaan sumber daya yaitu dengan mengurangi waktu
menganggur (idle time) sumber daya tersebut.
• Mengurangi persediaan barang dalam proses (in-process inventory) yaitu dengan
mengurangi jumlah rata-rata pekerjaan yang menunggu dalam antrian (queue)
ketika sumber daya sedang mengerjakan pekerjaan lainnya.
• Mengurangi keterlambatan penyelesaian pekerjaan. Dalam banyak situasi,
beberapa atau semua pekerjaan mempunyai tanggal jatuh tempo (due dates) dan
sebuah penalti akan dikenakan jika sebuah pekerjaan diselesaikan setelah tanggal
jatuh temponya.
Pentingnya penjadwalan (Render dan Heizer, 2001, p467) :
1. Dengan penjadwalan secara efektif, perusahaan menggunakan asetnya dengan
efektif dan menghasilkan kapasitas keuntungan yang dihasilkan menjadi lebih
besar, yang sebaliknya akan mengurangi biaya.
2. Penjadwalan menambah kapasitas dan fleksibilitas yang terkait memberikan
waktu pengiriman yang lebih cepat dan dengan demikian pelayanan kepada
pelanggan menjadi lebih baik.
3. Keuntungan yang ketiga dari penjadwalan yang baik adalah keunggulan
kompetitif dengan pengiriman yang bisa diandalkan.
57
2.1.4.3 Isu-Isu Penjadwalan
Penjadwalan melibatkan pembebanan tanggal jatuh tempo atas pekerjaan-
pekerjaan khusus, tapi banyak pekerjaan yang bersaing secara simultan untuk sumber
daya yang sama. Untuk membantu mengatasi kesulitan yang melekat pada penjadwalan,
teknik penjadwalan dapat dikelompokkan sebagai (1) penjadwalan ke depan dan (2)
penjadwalan ke belakang (Render dan Heizer, 2001, p467).
(1) Penjadwalan ke depan (forward scheduling)
Memulai skedul/jadwal segera setelah persyaratan-persyaratan diketahui,
penjadwalan ke depan digunakan di beragam organisasi seperti rumah sakit,
klinik, restoran, dan perusahaan alat-alat permesinan. Dalam fasilitas ini,
pekerjaan dilaksanakan atas pesanan pelanggan dan sesegera mungkin dilakukan
pengiriman. Penjadwalan ke depan biasanya dirancang untuk menghasilkan
jadwal yang bisa diselesaikan meskipun tidak berarti memenuhi tanggal jatuh
temponya. Didalam beberapa keadaan, penjadwalan ke depan menyebabkan
menumpuknya barang dalam proses.
(2) Penjadwalan ke belakang (backward scheduling)
Dimulai dengan tanggal jatuh tempo, menjadwal operasi final dahulu.
Tahap-tahap dalam pekerjaan kemudian dijadwal, pada suatu waktu, dibalik.
Dengan mengurangi lead time untuk masing-masing item, akan didapatkan waktu
awal. Namun demikian, sumber daya yang perlu untuk menyelesaikan jadwal bisa
jadi tidak ada. Penjadwal ke belakang digunakan di lingkungan perusahaan
manufaktur, sekaligus lingkungan perusahaan jasa. Dalam praktik, seringkali
digunakan penjadwalan ke depan dan ke belakang untuk mengetahui titik temu
58
yang beralasan antara apa yang bisa dicapai dengan tanggal jatuh tempo
pelanggan.
Kerusakan mesin, ketidakhadiran, problem mutu, kekurangan dan faktor-
faktor lain membuat penjadwalan semakin kompleks. Konsekuensinya, tanggal
penugasan tidak meyakinkan bahwa pekerjaan akan dilakukan sesuai dengan
jadwal. Banyak teknik khusus yang telah dibuat untuk membantu kita dalam
mempersiapkan jadwal yang bisa diandalkan.
2.1.4.4 Penjadwalan Kriteria Proses
Teknik penjadwalan yang benar tergantung pada volume pesanan, ciri operasi,
dan keseluruhan kompleksitas pekerjaan, sekaligus pentingnya tempat pada masing-
masing dari empat kriteria (Render dan Heizer, 2001, p467). Empat kriteria itu adalah :
1. Meminimalkan waktu penyelesaian. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata
waktu penyelesaian.
2. Memaksimalkan utilitas. Ini dinilai dengan menentukan persentase waktu fasilitas
itu digunakan.
3. Meminimalkan persediaan barang dalam proses. Ini dinilai dengan menentukan
rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan antara jumlah pekerjaan
dalam sistem dan persediaan barang dalam proses adalah tinggi. Dengan demikian
semakin kecil jumlah pekerjaan yang ada dalam sistem, maka akan semakin kecil
persediaannya.
4. Meminimalkan waktu tunggu pelanggan. Ini dinilai dengan menentukan rata-rata
jumlah keterlambatan.
59
Empat kriteria ini digunakan dalam industri untuk mengevaluasi kinerja
penjadwalan. Sebagai tambahan, pendekatan penjadwalan yang baik haruslah sederhana,
jelas, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan, fleksibel, dan realistik. Diberikan
pertimbangan ini, sasaran dari penjadwalan adalah untuk mengoptimalkan penggunaan
sumber daya sehingga tujuan produksi bisa tercapai.
2.1.4.5 Penjadwalan Produksi
Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam sistem produksi, aktivitas-
aktivitas fungsi tersebut adalah sebagai berikut (Baroto, 2002, p167) :
1. Loading (pembebanan). Bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan yang
diminta dengan kapasitas yang ada. Loading ini untuk menentukan fasilitas,
operator, dan peralatan.
2. Sequencing (penentuan urutan). Bertujuan membuat prioritas pengerjaan dalam
pemrosesan order-order yang masuk.
3. Dispatching. Pemberian perintah-perintah kerja ke tiap mesin atau fasilitas
lainnya.
4. Pengendalian kinerja penjadwalan, dengan cara:
a. monitor perkembangan pencapaian pemenuhan order dalam semua sektor
b. merancang ulang sequencing, bila ada kesalahan atau prioritas utama baru
5. Updating schedules. Pelaksanaan jadwal biasanya selalu ada masalah baru yang
berbeda dari saat pembuatan jadwal, maka jadwal harus segera di-update bila ada
permasalahan baru yang memang perlu diakomodasi.
60
Kompleksitas aktivitas penjadwalan produksi tersebut dapat ditangani secara
sistematik dengan berbagai macam metode-metode khusus untuk penjadwalan produksi.
Pembebanan (Loading)
Pembebanan berarti penugasan pekerjaan untuk dilaksanakan atau pusat
pengolahan/pusat pemrosesan. Manajer operasi menugaskan pekerjaan untuk
dilaksanakan sehingga biaya, waktu menganggur atau waktu penyelesaian harus dijaga
agar tetap minimum. Pusat pembebanan pekerjaan terbagi menjadi dua bentuk. Satu
diorientasikan terhadap kapasitas, yang kedua dikaitkan ke penugasan tugas tertentu ke
pusat pekerjaan. Kita menyajikan dua pendekatan yang digunakan untuk membebankan
yaitu : diagram Gantt dan metode penugasan linear (Render dan Heizer, 1001, p469).
(1) Diagram Gantt
Diagram Gantt merupakan alat bantu visual yang sangat berguna dalam
pembebanan dan penjadwalan. Diagram ini membantu melukiskan penggunaan
sumber daya, seperti pusat pekerjaan dan lembur.
Pada saat digunakan dalam pembebanan, diagram Gantt menunjukkan waktu
pembebanan dan waktu menganggur dari beberapa departemen seperti mesin-mesin atau
fasilitas. Diagram ini menampilkan beban kerja relatif di dalam sistem sehingga para
manajer bisa tahu penyesuaian seperti apa yang tepat. Sebagai contoh, pada saat satu
pusat pekerjaan kelebihan pusat kerja, karyawan dari pusat beban yang rendah bisa
dipindahkan secara temporer untuk menambah jumlah karyawan. Atau jika pekerjaan
yang sedang menunggu bisa diproses pada pusat pekerjaan yang berbeda, beberapa
pekerjaan pada pusat beban tinggi bisa dipindahkan ke yang rendah. Peralatan serba guna
bisa juga dipindahkan di antara pusat-pusat itu.
61
Diagram beban Gantt memiliki batasan-batasan utama. Salah satunya, diagram ini
tidak bisa diandalkan untuk variabilitas produksi seperti kerusakan yang tidak diharapkan
atau kesalahan manusia yang mensyaratkan pekerjaan itu dilakukan lagi. Diagram itu
harus diperbaharui secara teratur untuk melakukan pekerjaan baru dan merevisi perkiraan
waktu.
Diagram jadwal Gantt digunakan untuk memonitor kemajuan pekerjaan. Ini
menunjukkan pekerjaan mana yang berada pada jadwal dan yang mana yang berada
didepan atau dibelakang skedul/jadwal.
(2) Metode Penugasan
Metode penugasan melibatkan penugasan suatu pekerjaan atau sumber daya.
Sebagai contoh adalah penugasan pekerjaan ke mesin, kontrak kerja pada penawar,
dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi total biaya atau waktu yang
diminta untuk melakukan tugas yang sedang dijalankannya.
Pengurutan (Sequencing)
Pengurutan pengerjaan merupakan problem yang cukup penting dalam analisis
produksi. Problem yang dihadapi karena adanya banyaknya job dan ketersediaan mesin
yang terbatas. Job sequencing bertujuan untuk mencapai kriteria performance tertentu
yang optimal. Beberapa kriteria yang sering dipakai dalam pengurutan job antara lain
sebagai berikut (Baroto, 2002, p170) :
1. Mean flow time (MFT) atau rata-rata waktu job berada dalam mesin
2. Idle time atau waktu menganggur dari mesin
3. Mean lateness atau rata-rata keterlambatan
4. Mean number job in the system (WIP) atau rata-rata jumlah job dalam mesin
62
5. Make-span atau total waktu penyelesaian seluruh job
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan (pengerjaan) suatu job
diantaranya (Baroto, 2002, p170) :
1. jumlah job yang harus dijadwalkan.
2. jumlah mesin yang tersedia.
3. tipe manufaktur (flow shop atau job shop).
4. pola kedatangan job (statik atau dinamis).
2.1.4.6 Aturan Prioritas
Aturan Prioritas memberikan panduan untuk urut-urutan pekerjaan yang harus
dilaksanakan. Aturannya secara khusus bisa diterapkan untuk fasilitas yang berfokus
pada proses seperti klinik, percetakan, dan perusahaan manufaktur. Aturan prioritas
mencoba untuk mengurangi waktu penyelesaian, jumlah pekerjaan dalam sistem, dan
keterlambatan kerja sementara penggunaan fasilitas bisa maksimum (Render dan Heizer,
2001, p473).
• Pertama datang, pertama kali dilayani (First Come First Serve/FCFS) :
Pekerjaan yang datang terlebih dahulu di pusat kerja, maka akan diproses lebih
dulu.
• Waktu pemrosesan paling cepat (Shortest Processing Time/SPT) : Pekerjaan
yang membutuhan waktu paling singkat dilaksanakan dulu, selanjutnya
diselesaikan.
• Pekerjaan yang jatuh temponya paling pendek (Earliest Due Date/EDD) :
Pekerjaan yang jatuh temponya paling pendek akan dipilih lebih dulu.
63
• Waktu pemrosesan paling panjang (Long Processing Time/LPT) : Semakin
panjang, semakin besar pekerjaan sering kali sangat penting dan kemudian dipilih
lebih dahulu.
2.1.4.7 Penjadwalan M Prosesor Paralel
Pada penjadwalan prosesor jamak paralel, setiap pekerjaan hanya perlu memasuki
salah satu prosesor. Situasi ini dapat digambarkan seperti Gambar 2.9 Dengan adanya
prosesor jamak, pekerjaan penjadwalan menjadi agak sukar bila dibandingkan dengan
pejadwalan pada prosesor tunggal. Jika penjadwalan satu prosesor memiliki masalah
pada bagaimana urutan pekerjaan yang akan memberikan hasil optimal, maka pada
prosesor paralel masalah yang terjadi ialah urutan pekerjaan yang paling optimal dan
prosesor manakah yang akan mengerjakan pekerjaan tersebut (Kusuma,2001,p201).
Prosesor 1
Prosesor 2
Prosesor m
n pekerjaan
m paralel prosesor
Gambar 2.9 Penjadwalan pada M Prosesor Paralel
Menurut Sipper dan Bulfin, Jr (1998, p422) tujuan dari penjadwalan pada mesin
paralel adalah mesin mana yang akan digunakan untuk mengerjakan pekerjaan dan
bagaimana urutan pekerjaan. Meskipun masalah mesin paralel yang identik sulit untuk
dipecahkan dengan optimal, untuk setiap ukuran biasa solusi optimal dapat dilihat
64
sebagai sebuah list schedule (daftar jadwal). Sebuah list (daftar) adalah urutan dari semua
pekerjaan. Untuk membuat sebuah jadwal, tugaskan pekerjaan selanjutnya ke mesin yang
memiliki beban kerja terkecil; lanjutkan sampai semua pekerjaan pada daftar telah
dijadwalkan.
2.2 Sistem Informasi
2.2.1 Pengertian Sistem
Menurut McLeod (2001, p11) sistem merupakan sekelompok elemen yang
terintegrasi dengan maksud yang sama untuk mencapai suatu tujuan. Contoh suatu
organisasi atau bidang fungsional cocok untuk menggambarkan ini, dimana organisasi
terdiri dari bidang-bidang fungsional yang semuanya mengacu pada tercapainya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan.
Sistem ini sendiri terdiri dari dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup.
Suatu sistem yang dihubungkan dengan lingkungannya melalui arus sumber daya disebut
sistem terbuka, sedangkan jika sistem tidak lagi dihubungkan dengan lingkungannya
maka ini disebut sistem tertutup.
Menurut O’Brien (2003, p8) sistem adalah sebuah kelompok yang terintegrasi dan
bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan menerima masukan (inputs) dan
menghasilkan keluaran (outputs) dalam sebuah proses transformasi yang terorganisir
dengan baik.
Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat menurut pola yang terpadu
untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan atau mencapai tujuan tertentu dari
perusahaan.
65
Pada sistem, dari elemen-elemen tersebut ada tiga komponen dasar yang saling
berinteraksi yaitu :
1. Input : mencakup komponen atau elemen yang akan masuk ke sistem untuk
diproses. Contohnya mencakup bahan mentah, data, usaha manusia.
2. Proses : mencakup proses transformasi yang mengubah input menjadi output.
Contohnya mencakup proses manufaktur, perhitungan matematis, dan lain
sebagainya.
3. Output : mencakup elemen yang telah melalui proses transformasi. Contoh
mencakup jasa, produk, dan informasi.
Selain dari ketiga komponen dasar tersebut, terdapat dua lagi komponen
tambahan yaitu :
1. Feedback : data mengenai performa sistem.
2. Control : mecakup pengawasan dan evaluasi dari feedback untuk mengetahui bila
sistem bergerak menuju tujuan yang telah ditetapkan.
Sistem yang memiliki tiga elemen – control, feedback loop dan tujuan (objective
element) adalah sistem yang dapat melakukan kontrol terhadap kegiatannya sendiri dan
disebut sebagai closed-loop system. Model dari sistem ini dideskripsikan pada Gambar
2.10 berikut.
66
Input Transformation Output
Control Mechanism
Objectives
Gambar 2.10 Model Closed-Loop System
Sumber : McLeod, 2001, p12
Di samping itu, sistem tanpa ketiga elemen tersebut disebut sebagai open-loop
system. Elemen-elemen dalam sistem tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut.
Input Transformation Output
Gambar 2.11 Model Open-Loop System
Sumber : McLeod, 2001, p12
Berdasarkan pada hubungan sistem dengan lingkungannya, terdapat 2 jenis
sistem. Sistem terbuka atau open system adalah sistem yang terhubung dengan
lingkungannya oleh karena aliran sumber daya antara sistem dan lingkungannya.
Sedangkan sistem yang tidak terhubung dengan lingkungannya disebut dengan sistem
tertutup atau closed system.
67
Berdasarkan bentuk sumber daya yang membentuk sistem, sistem terbagi menjadi
2 jenis, yaitu :
a. Sistem fisik (conceptual system), yaitu sistem yang terbentuk dari sumber daya
fisik. Perusahaan adalah salah satu contoh sistem fisik.
b. Sistem konsep (conceptual system), yaitu sistem yang menggunakan sumber daya
konsep untuk menggambarkan sistem fisik. Sumber daya konsep terdiri dari
informasi dan data.
Pengertian Informasi
McLeod (2001, p12) berpendapat informasi adalah data yang telah diproses atau
data yang memiliki arti. Sedangkan menurut O’Brien (2004, p13) informasi adalah data
yang telah dikonversikan menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi pemakai
tertentu.
Terdapat empat dimensi informasi menurut McLeod (2001, p145), yaitu :
• Ketepatan waktu
Informasi harus dapat tersedia untuk memecahkan masalah pada waktu yang
tepat sebelum situasi menjadi tidak terkendali atau kesempatan yang ada
menghilang.
• Kelengkapan
Perusahaan khususnya manajer harus dapat memperoleh informasi yang
memberi gambaran lengkap dari suatu permasalahan atau penyelesaian. Namun
pemberian informasi yang tidak berguna secara berlebihan harus dihindari.
68
• Akurasi
Secara ideal, semua informasi harus akurat untuk menunjang terbentuknya
system yang akurat pula. Akurasi ini terutama diperlukan dalam aplikasi-
aplikasi tertentu seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti
informasi yang diinginkan maka biaya pun semakin bertambah.
• Relevansi
Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan
masalah yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang
diperlukan.
Pengertian Sistem Informasi
Menurut O’Brien (2002, p7) Sistem Informasi adalah kombinasi dari sumber daya
manusia, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi, dan sumber data yang
mengumpulkan, merubah, dan menyebarkan informasi dalam sebuah organisasi.
Pengertian lainnya dari sistem informasi adalah sebagai suatu sistem yang menerima data
sebagai input dan kemudian mengolahnya menjadi informasi sebagai outputnya.
Computer Based Information System (CBIS) adalah sistem informasi berbasis
komputer dimana sistem disini menyangkut kombinasi dari perangkat keras, perangkat
lunak, sumber daya manusia, jaringan dan data yang berfungsi untuk melakukan kegiatan
input, proses, output, penyimpanan dan kontrol yang mengubah sumber daya data
menjadi produk berupa informasi.
69
CBIS mempunyai lima sistem atau aplikasi yang menggunakan komputer dalam
information processes, yaitu antara lain :
• AIS (Accounting Information System), yaitu sistem yang melakukan pemrosesan
terhadap data-data perusahaan.
• MIS (Management Information System), yaitu sistem computer yang
diimplementasikan bagi tujuan utama untuk menghasilkan informasi manajemen.
• DSS (Decision Support System), yaitu sistem penghasil informasi yang bertujuan
memberikan dukungan bagi pemecahan masalah, serta bagi pengambilan
keputusan oleh manajer.
• Virtual Office, yaitu sistem pengaturan modern bagi pekerjaan di perusahaan yang
dapat dilakukan dengan muda menggunakan otomatisasi kantor (office
automation) dan aplikasi elektronik lainnya.
• Knowledge-based system, yaitu sistem yang mencakup ragam system dengan
tujuan mengaplikasikan intelejensi buatan (Artificial Intelegence) untuk
kepentingan dalam pengambilan keputusan.
Output yang dihasilkan oleh CBIS akan menjadi informasi bagi pengambilan
keputusan. Model CBIS ini dapat dilihat pada Gambar 2.12 berikut ini.
70
Gambar 2.12 Model Computer Based Information System (CBIS)
Sumber : McLeod, 2001, p18
Jenis-jenis CBIS dapat dikategorikan berdasarkan level organisasi yang
menggunakannya seperti Transaction Processing Systems (TPS) untuk level yang paling
bawah yaitu menangani transaksi perusahaan, Management Information Systems (MIS)
untuk level menengah yaitu digunakan para manajer untuk menganalisa data TPS dan
lain-lain, dan Executive Information Systems (EIS) untuk level atas yaitu untuk
membantu membuat keputusan manajer level atas (Turban et al., 2001, p17).
71
Sumber daya sistem informasi menurut O’Brien (2003, p11-14) mencakup :
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumber daya manusia mencakup pengguna akhir dan spesialis IS. Pengguna
akhir adalah semua orang yang menggunakan sistem informasi dalam
melaksanakan kegiatan dan tugas mereka. Spesialis IS mencakup system
analyst, pengembang software dan orang yang mengoperasikan sistem
tersebut.
2. Sumber Daya Perangkat Keras (hardware)
Hardware mencakup semua peralatan fisik dan material yang digunakan
dalam mengolah informasi termasuk di dalamnya mesin seperti komputer
(baik itu merupakan komputer desktop, laptop, mainframe, dan lain
sebagainya) serta semua perlengkapan lainnya seperti media penyimpanan,
media untuk input dan output.
3. Sumber Daya Perangkat Lunak (software)
Software mencakup program dan prosedur. Program adalah serangkaian
perintah yang mengontrol jalannya hardware. Prosedur adalah serangkaian
instruksi untuk mengolah informasi seperti prosedur input data, prosedur
untuk mengoreksi kesalahan.
4. Sumber Daya Data
Data disini mencakup semua bentuk data termasuk data berupa angka, alfabet
maupun karakter lain yang mendeskripsikan transaksi bisnis dan kejadian
lainnya. Termasuk juga di dalamnya adalah konsep penyimpanan data seperti
database.
72
5. Sumber Daya Jaringan
Sumber daya jaringan mencakup media komunikasi seperti teknologi
komunikasi wireless, microwave kabel serat optik dan lain sebagainya serta
dukungan untuk jaringan seperti modem
Gambar 3.13 Komponen Sistem Informasi
Sumber : O’Brien (2003, p11)
Daur Hidup Sistem (System Life Cycle)
Daur hidup sistem adalah pengaplikasian pendekatan sistem untuk pengembangan
sistem informasi dan subsistem berbasis komputer. Daur hidup sistem terdiri dari
rangkaian tugas yang mengikuti pola tertentu dan dilakukan secara top-down sehingga
dikenal dengan pendekatan air terjun (waterfall approach).
Daur hidup sistem menurut McLeod (2001, p123) terdiri dari lima fase dimana
empat fase pertama berkaitan dengan upaya pengembangan sistem sehingga dikenal
dengan sebutan System Design Life Cycle (SDLC). Keempat fase tersebut adalah
73
planning (perencanaan), analysis (analisa), design (perancangan) dan implementation
(implementasi). Fase yang kelima adalah use (pemakaian) yang mana akan berlangsung
hingga sistem perlu untuk dirancang ulang atau dihentikan.
Fase SDLC dengan metode pendekatan daur hidup waterfall yang biasa
digunakan adalah sebagai berikut:
1. Analisa awal (preliminary analysis)
2. Analisa (analyze)
3. Perancangan (design)
4. Pemrograman (programming)
5. Pengujian (testing)
6. Konversi sistem (conversion)
Gambar 2.14 berikut menampilkan daur hidup waterfall (waterfall life cycle) yang
biasa digunakan.
Gambar 2.14 Daur Hidup dengan Pendekatan Waterfall (Waterfall Life Cycle)
Sumber: McLeod (2001, p123)
74
Dengan penambahan fase penggunaan (use), maka tahapan-tahapan dalam daur
hidup sistem telah lengkap. Tahapan ini akan terus berlanjut sampai saatnya untuk
membuang atau merancang ulang sistem dengan melakukan kembali lingkaran daur
hidup sistem dari awal.
Analisa dan Perancangan Berorientasi Objek (Object Oriented Analysis and
Design)
Object-Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah metode untuk menganalisa
dan merancang sistem dengan pendekatan berorientasi object (Mathiassen et al, 2000,
p135). Object diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki identitas, state dan behavior
(mathiassen et al, 2000, p4). Pada analisa, identitas sebuah object menjelaskan bagaimana
seorang user membedakannya dari object lain, dan behavior object digambarkan melalui
event yang dilakukannya. Sedangkan pada perancangan, identitas sebuah object
digambarkan dengan cara bagaimana object lain mengenalinya sehingga dapat diakses,
dan behavior object digambarkan dengan operation yang dapat dilakukan object tersebut
yang dapat mempengaruhi object lain dalam sistem.
Objek dan Class
Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku
(Mathiassen et al., 2000,p4). Contoh dari objek misalnya pelanggan yang merupakan
entitas dengan identitas yang spesifik, dan memiliki status dan perilaku tertentu yang
berbeda antara satu pelanggan dengan pelanggan yang lain. Sedangkan class merupakan
deskripsi dari kumpulan objek yang memiliki struktur, pola perilaku, dan atribut yang
75
sama (Mathiassen et al., 2000,p4). Untuk dapat lebih memahami objek, biasanya objek-
objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk class.
Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Terdapat tiga buah konsep atau teknik dasar dalam proses analisa dan
perancangan berorientasi objek, yaitu:
1. Encapsulation
Encapsulation dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara sederhana
berarti pengelompokkan fungsi. Pengelompokkan ini bertujuan agar developer
tidak perlu membuat coding untuk fungsi yang sama, melainkan hanya perlu
memanggil fungsi yang telah dibuat sebelumnya.
2. Inheritance
Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek secara sederhana
berarti menciptakan sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan
karakteristik-karakteristik sama dengan yang dimiliki class induknya disamping
sifat-sifat dan karakteristik-karakteristk individualnya.
3. Polymorphism
Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk
menyediakan atribut dan operasi yang sama dalam hal yang berbeda.
Polymorphism adalah hasil natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang
berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat menggunakan atribut dan
operasi yang sama.
76
Keuntungan dan Kelemahan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Keunggulan Analisis dan Desain Berorientasi Objek
Terdapat dua kemampuan sistem berorientasi objek (McLeod, 2001, pp613-614)
yaitu:
1. Reusability
Kemampuan untuk menggunakan kembali pengetahuan dan kode program yang ada,
dapat menghasilkan keunggulan saat suatu sistem baru dikembangkan atau sistem
yang ada dipelihara atau direkayasa ulang. Setelah suatu objek diciptakan, ia dapat
digunakan kembali, mungkin hanya dengan modifikasi kecil di sistem lain. Ini berarti
biaya pengembangan yang ditanamkan di satu proyek dapat memberikan keuntungan
bagi proyek-proyek lain.
2. Interoperability
Kemampuan untuk mengintegrasikan berbagai aplikasi dari beberapa sumber, seperti
program yang dikembangkan sendiri dan perangkat lunak jadi, serta menjalankan
aplikasi-aplikasi ini di berbagai platform perangkat keras.
Reusability dan interoperability menghasilkan empat keunggulan kuat (McLeod,
2001, pp614-615) yaitu:
- Peningkatan kecepatan pembangunan, karena sistem dirancang seperti dunia nyata
melihatnya.
- Pengurangan biaya pengembangan, karena pengembangan lebih cepat.
- Kode berkualitas tinggi memberikan keandalan lebih besar dan ketangguhan yang
lebih dibandingkan yang biasa ditemukan dalam sistem berorientasi proses.
77
- Pengurangan biaya pemeliharaan dan rekayasa ulang sistem, karena kode yang
berkualitas tinggi dan kemampuan pemakaian kembali.
Mathiassen et al. (2000, p5-6) menyebutkan bahwa terdapat keuntungan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai context sistem.
2. Dapat menangani data yang seragam dalam jumlah yang besar dan
mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan berorientasi
objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman berorientasi objek.
Selain keuntungan yang diperoleh dalam menggunakan OOAD seperti yang telah
disebutkan di atas, ternyata juga terdapat beberapa kelemahan yang berhasil diidentifikasi
oleh McLeod (2001, p615) yaitu:
1. Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
2. Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
3. Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk
sistem bisnis.
Kelemahan Analisis dan Desain Berorientasi Objek
Beberapa kelemahan dari sistem berorientasi objek (McLeod, 2001, p615) adalah:
- Diperlukan waktu lama untuk memperoleh pengalaman pengembangan.
- Kesulitan metodologi untuk menjelaskan sistem bisnis yang rumit.
- Kurangnya pilihan peralatan pengembangan yang khusus disesuaikan untuk sistem
bisnis.
78
Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, pp14-15) menjelaskan empat buah aktivitas utama dalam
analisa dan perancangan berorientasi objek yang digambarkan dalam Gambar 2.5 berikut
ini.
Gambar 2.15 Aktivitas Utama dalam OOAD
Sumber: Mathiassen et al (2000, p15)
Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai keempat aktivitas utama
dalam melakukan analisa dan perancangan berorintasi objek menurut Mathiassen et al.
(2000, pp14-15):
79
1.Analisis Problem Domain
Problem domain merupakan bagian dari situasi yang diatur, diawasi, dan
dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah
mengidentifikasi dan memodelkan problem domain. Analisis problem domain
terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan dalam Gambar 2.8, yaitu:
a) Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model problem
domain.
b) Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi struktural
antara class dan objek.
c) Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
Gambar 2.16 Aktivitas Analisis Problem Domain
Sumber : Mathiassen et al (2000, p46)
Pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan
class. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event table yang dapat
membantu menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap.
Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya akan
dihubungkan berdasarkan tiga jenis hubungan yaitu generalisasi, agregasi, atau
asosiasi sehingga menjadi sebuah skema yang disebut class diagram.
80
Dalam aktivitas behavior, definisi class dalam class diagram akan diperluas
dengan menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-masing
class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Sequence
Merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu.
• Selection
Merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi.
• Iteration
Merupakan event yang terjadi berulang kali.
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan
perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event tertentu
mulai dari initial state sampai dengan final state.
2.Analisis Application Domain
Menurut Mathiassen, et al (2000, p115) application-domain adalah organisasi
yang mengatur, mengawasi atau mengendalikan problem-domain. Analisis
application-domain memfokuskan bagaimana target dalam sistem akan digunakan
dengan menentukan function dan interface sistem. Sama seperti analisis problem
domain, analisis application domain juga terdiri dari beberapa aktivitas antara
lain:
a) Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi dengan
user.
b) Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah informasi.
81
c) Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat
melakukan analisis application domain.
Gambar 2.17 Aktivitas Analisis Application Domain
Sumber: Mathiassen et al (2000, p117)
• Usage
Menurut Mathiassen, et al (2000, p119-120) kegiatan usage adalah kegiatan
pertama dalam analisis application-domain yang bertujuan untuk menentukan
bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna atau sistem yang
berinteraksi dengan sistem yang dituju. Interaksi antara aktor dengan sistem
tersebut dinyatakan dalam use case diagram.
Use case dapat dimulai oleh aktor atau oleh sistem target. Hasil dari analisis
kegiatan usage ini adalah deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor
yang ada yang digambarkan dalam tabel aktor atau use case diagram. Cara
untuk mengidentifikasi aktor adalah mengetahui alasan aktor menggunakan
sistem. Masing-masing aktor memiliki alasan yang berbeda untuk
menggunakan sistem. Cara lainnya yaitu dengan melihat peran dari aktor
82
seperti yang dinyatakan oleh use case dimana aktor tersebut terlibat. Masing-
masing aktor memiliki peran yang berbeda-beda.
Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi use case,
dimana use case dijelaskan secara singkat namun jelas dan dapat disertai
dengan keterangan objek sistem yang terlibat dan function dari use case
tersebut atau dengan diagram statechart karena use case adalah sebuah
fenomena yang dinamik
• Function
Menurut Mahiassen, et al (2000, p137-138). Function memfokuskan pada
bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam melaksanakan
pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe yang berbeda, yaitu:
• Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan
menghasilkan perubahan status model.
• Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan
menghasilkan reaksi di dalam context.
• Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
• Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi
dan berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun
83
oleh model. Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan yang
dilakukan.
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan sistem
memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah daftar function-
function yang merinci function-function yang kompleks. Daftar function harus
lengkap menyatakan secara keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan
dan aktor sehingga harus konsisten dengan use case.
Cara untuk mengidentifikasi function adalah dengan melihat deskripsi
problem domain yang dinyatakan dalam kelas dan event, dan melihat
deskripsi application domain yang dinyatakan dalam use case. Kelas dapat
menyebabkan munculnya kebutuhan terhadap function update, sementara
usecase dapat menyebabkan munculnya segala macam tipe function.
• User Interface
Menurut Mahiassen, et al (2000, p151-152). Interface menghubungkan sistem
dengan semua aktor yang berhubungan dalam konteks. Ada dua jenis
interface, yaitu: interface pengguna yang menghubungkan pengguna dengan
sistem dan interface sistem yang menghubungkan sistem dengan sistem
lainya.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan pekerjaan dan
pemahaman user terhadap sistem. Kualitas interface pengguna ditentukan
oleh kegunaan atau usability interface tersebut bagi pengguna.Usability
bergantung pada siapa yang menggunakan dan situasi pada saat sistem
84
tersebut digunakan. Oleh sebab itu, usability bukan sebuah ukuran yang pasti
dan objektif.
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada hasil dari kegiatan
analisis lainnya, seperti model problem domain, kebutuhan functional dan use
case. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah deskripsi elemen-elemen interface
pengguna dan interface sistem yang lengkap, dimana kelengkapan
menunjukan pemenuhan kebutuhan pengguna. Hasil ini harus dilengkapi
dengan sebuah diagram navigasi yang menyediakan sebuah ringkasan dari
elemen-elemen user interface dan perubahan antara elemen-elemen tersebut
(p159).
3.Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas
pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses sistem.
Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang terkomputerisasi.
Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component
architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada Gambar
2.18
Gambar 2.18 Aktivitas Architectural Design
Sumber: Mathiassen et al (2000, p176)
85
Criterion merupakan properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Tabel 2.3
menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk menentukan
kualitas dari sebuah software.
Tabel 2.2 Criteria untuk Menentukan Kualitas Software
Sumber: Mathiassen (2000, p178)
Criterion Ukuran
Usable Kemampuan sistem beradaptasi dengan context
organisasional dan teknikal
Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data dan fasilitas
Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform
Correct Kesesuaian dengan kebutuhan
Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat
Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki kerusakan
sistem
Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem melakukan
fungsinya
Flexible Biaya memodifikasi sistem
Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem
Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain
yang berkaitan
Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain
Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain
86
Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria usable, flexible,
dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus dimiliki oleh
sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan sistem.
Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-komponen yang
berkaitan. Dalam aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang paling
sesuai dengan model sistem. Pola-pola arsitektural tersebut antara lain:
• Layered Architecture Pattern
• Generic Architecture Pattern
• Client-Server Architecture Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan class
diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.
Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari
proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas ini juga
perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola
distribusi yang ada antara lain:
• Centralized Pattern
• Distributed Pattern
• Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.
4.Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231) Component design bertujuan untuk
menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural.
87
Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan kebutuhan
sistem. Hasilnya adalah deskripsi mengenai komponen-komponen yang saling
berhubungan dengan sistem. Component design terdiri dari tiga aktivitas, yaitu:
a. Model component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p235) Model component adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem
domain. Konsep utama dalam desain komponen model adalah struktur.
Dalam aktivitas ini dihasilkan sebuah class diagram yang telah
direvisi.
b. Function component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional.
Tujuan dari function komponen adalah memberikan akses bagi usr
interface dan komponen sistem lainnya ke model.
c. Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh
rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah class
diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen sistem.
Gambar 2.19 berikut ini menggambarkan aktivitas-aktivitas yang
terdapat dalam component design.
88
Gambar 2.19 Aktivitas Component Design
Sumber: Mathiassen (2000, p232)
Unified Modeling Language (UML)
Sejarah UML
Pada akhir tahun 80-an dan awal tahun 90-an, sudah banyak terdapat metode
pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri, diantaranya Booch
Method, Object Modeling Technique (OMT) yang diperkenalkan oleh James Rumbaugh,
dan Object-Oriented Software Engineering (OOSE) yang diperkenalkan oleh Ivar
Jacobson. Keberadaan berbagai metode tersebut justru menjadi masalah utama dalam
pengembangan sistem berorientasi objek, karena dengan banyaknya metode pemodelan
objek yang digunakan akan membatasi kemampuan untuk berbagi model antar proyek
dan antar tim pengembang. Hal tersebut disebabkan oleh berbedanya konsep masing-
masing metode pemodelan objek sehingga menghambat komunikasi antara anggota tim
dengan user yang berujung pada banyaknya kesalahan atau error pada proyek.
Dikarenakan masalah-masalah tersebut, maka diperlukanlah suatu standarisasi
penggunaan bahasa pemodelan.
89
Pada tahun 1994, Grady Booch dan James Rumbaugh bekerja sama dan
menyatukan metode pengembangan berorientasi objek mereka dengan tujuan untuk
menciptakan sebuah sistem pengembangan berorientasi objek yang standar. Pada tahun
1995 Ivar Jacobson ikut bergabung dengan mereka dan ketiganya memusatkan perhatian
untuk menciptakan sebuah bahasa pemodelan objek yang standar, bukan lagi
berkonsentrasi pada metode atau pendekatan berorientasi objek. Berdasarkan pemikiran
ketiga tokoh tersebut, maka akhirnya pada tahun 1997 bahasa pemodelan objek standar
Unified Modeling Language (UML) versi 1.0 mulai diperkenalkan kepada masyarakat
luas.
UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan hanya
berupa notasi yang kemudian pada saat ini diterima dengan luas sebagai bahasa
pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG) mengadopsi UML
pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus mengembangkannya berdasarkan
pada kebutuhan dunia industri. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan
pada saat itu juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0.
Notasi UML
Notasi (Mathiassen et al, 2000, p237) adalah bahasa textual dan graphical untuk
menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan secara terpisah.
Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi.
Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara class
objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar class
90
yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, p455-459). Ketiga jenis
hubungan tersebut antara lain:
1. Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini
menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class
lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan
objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
Gambar 2.20 Contoh Hubungan Asosiasi
2. Generalisasi (atau Spesialisasi)
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype dan
class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan behavior
yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak memiliki atribut
dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan behavior milik class
induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class anaknya, sedangkan
class anak merupakan spesialisai dari class induknya.
Gambar 2.21 Contoh Hubungan Generalisasi
91
3. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari
objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu tidak
akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.
Gambar 2.22 Contoh Hubungan Agregasi
Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku dinamis dari sebuah
objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition (Mathiassen et al.,
2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus objek hidup yaitu berbagai
status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status objek berubah
menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten et
al., 2004, p700):
1. Mengidentifikasi initial dan final state.
2. Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
3. Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
4. Mengidentifikasi jalur perubahan status.
92
Gambar 2.23 Contoh Statechart Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)
Use Case Diagram
Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara actors dan use
case (Mathiassen et al., 2000, p343). Penjelasan use case biasa ditambahkan untuk
menjelaskan langkah-langkah interaksi.
93
Gambar 2.24 Contoh Use Case Diagram
Sequence Diagram
Bennet et al. (2006, p253) mengemukakan bahwa sequence diagram
menunjukkan interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence
diagram dapat digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda untuk memenuhi
tujuan yang berbeda-beda pula dalam daur hidup pengembangan sistem. Aplikasi
sequence diagram yang paling umum adalah untuk menggambarkan interaksi antar
objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.
Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram
harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang
merupakan kependekan dari sequence diagram.
94
Gambar 2.25 Contoh Sequence Diagram
Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus pada
user interface (Mathiassen et al., 2000, p344). Diagram ini menunjukkan window-window
dan transisi diantara window-window tersebut.
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki nama
dan berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya sebuah
tombol yang menghubungkan dua window.
95
Component Diagram
Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk
menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan
bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua
kotak kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan
bagaimana kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Gambar 2.26 Contoh Component Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
Deployment Diagram
Deployment Diagram, sama seperti component diagram, juga merupakan diagram
implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Perbedaannya, deployment
diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja, melainkan software
96
dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen software, processor, dan
peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem (Whitten et al., 2004, p442). Menurut
Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram menunjukkan konfigurasi sistem
dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor tersebut.
Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang
menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau
bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Gambar 2.18 berikut ini menunjukkan sebuah contoh deployment diagram.
:Client
UserInterface
SystemInterface
Function
Model
:Server
SystemInterface
more clients
Gambar 2.27 Contoh Deployment Diagram
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)