skor predikitif untuk memprediksi kejadian penyakit
TRANSCRIPT
1
LAPORAN 100 %
JENIS SKEMA PENELITIAN : PENGEMBANGAN ILMU KEDOKTERAN
SKOR PREDIKITIF UNTUK MEMPREDIKSI
KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG ISKEMIK PADA PEKERJA
Tim Pengusul
Ketua Peneliti : dr Leli Hesti Indriyati, MKK (NIDN: 3304067705)
Anggota Peneliti : dr Nurhayati ,MARS
dr Jono Ulomo, SpPK
Nomor Surat Kontrak Penelitian : 321/F.03.07/2020
Nilai Kontrak : Rp 12.000.000
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
2020
2
HALAMAN PENGESAHAN
Penelitian Ilmu Kedokteran
Judul Penelitian
Skor Prediktif Untuk Memprediksi Kejadian Penyakit Jantung Iskemik Pada Pekerja
Jenis Penelitian : Penelitian Ilmu Kedokteran
Ketua Peneliti : Leli Hesti Indriyati
Link Profil simakip : http://simakip.uhamka.ac.id/pengguna/show/1252
Fakultas : Fakultas Kedokteran
Anggota Peneliti : Nurhayati
Link Profil simakip :
Anggota Peneliti : Jono Ulomo
Link Profil simakip :
Waktu Penelitian : 6 Bulan
Luaran Penelitian
Luaran Wajib : Jurnal Terakreditasi Sinta 3
Status Luaran Wajib : In Review
Luaran Tambahan : Prosiding Seminar Nasional
Status Luaran Tambahan : Submitted
Mengetahui,
Ketua Program Studi Ketua Peneliti
dr. Endin Nokik Stujanna, Ph.D dr. Leli Hesti Indriyati, MKK
NIDN. 0306078805 NIDN. 3304067705
Menyetujui,
Dekan Fakultas Kedokteran Ketua Lemlitbang UHAMKA
Dr. dr. Wawang Sukarya, SpOG(K),
MARS, MHKes
Prof. Dr. Suswandari, M.Pd
NIDN. 0030064701 NIDN. 0020116601
5
ABSTRAK
Abstrak: Penyakit Jantung Iskemik (PJI) merupakan salah satu penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di banyak negara, seperti Indonesia. Oleh karena itu, model
prediksi risiko kardiovaskular diperlukan dalam praktik klinis untuk
mengidentifikasi dan mencegah penyakit pada populasi berisiko tinggi, termasuk
populasi pekerja.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengembangkan skor risiko prediktif untuk deteksi
dini kejadian PJI pada pekerja di Jakarta, Indonesia.
Pasien dan Metode: Penelitian ini menganalisis database 4100 hasil medical check
up (MCU) pekerja di Jakarta dan sekitarnya sekitar bulan Januari hingga Oktober
2019.Kami menilai beberapa faktor risiko untuk mengembangkan sistem penilaian
yang dapat digunakan sebagai alat bantu. dan metode deteksi dini dalam
menggambarkan risiko PJI pada pekerja di Jakarta, Indonesia.
Hasil: Analisis multivariat menunjukkan umur> 40 tahun (p = 0,000; OR = 5,329
(95% CI 2,621-10,833)), riwayat sesak (p = 0,000; OR = 5,699 (95% CI 2,524-
12,871) ), merokok (p = 0,048; OR = 2,007 (95% CI 1,924-4,359)) dan HDL <50 mg
/ dL (p = 0,049; OR = 1,811 (95% CI 1,099-3,281)) ditemukan sebagai prediktor
yang baik untuk mendeteksi PJI pada pekerja. Variabel-variabel ini kemudian
digabungkan untuk membuat skor prediksi untuk deteksi dini PJI pekerja. Prosedur
Receiver Operating Characteristic (ROC) menghasilkan nilai AUC sebesar 0,726
(95% CI 0,655–0,797) ( Gambar 1). Dengan memanfaatkan nilai sensitivitas dan
spesifisitas kurva AUC, kami menentukan titik potong. Skor prediktif dengan cut-off
point 2,5 memiliki sensitivitas 79,2% dan spesifisitas 66,3%.
Kesimpulan: Pekerja yang memiliki skor> 2,5 berisiko tinggi mengalami PJI di
kemudian hari. Sistem penilaian ini dapat diterapkan langsung oleh pekerja dan
perusahaan untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dini.
Keywords: predictive risk score, ischemic heart disease, workers
6
DAFTAR ISI
LAPORAN PENELITIAN .............................................................. Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................................................2
SURAT KONTRAK PENELITIAN ................................................ Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ...................................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI................................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR TABEL ........................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR GAMBAR....................................................................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................... 14
BAB 3 METODE PENELITIAN ..................................................... Error! Bookmark not defined.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................................... 27
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... Error! Bookmark not defined.0
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI .............................................. Error! Bookmark not defined.1
BAB 7 RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASIError! Bookmark not
defined.2
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 43
Lampiran......................................................................................... Error! Bookmark not defined.
7
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Prevalensi Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja 27
Tebel 2 Karakteristik Baseline Pekerja 27
Tabel 3 Analisa Bivariat Variabel dengan Penyakit Jantung Iskemi 29
Tabel 4 Analisa Multivariat Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik
pada Pekerja
32
Tabel 5 Skoring Prediktif Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik pada
Pekerja
32
8
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Manifestasi Klinis dari Patofisiologis Penyakit Jantung Iskemik................................ 16
Gambar 2. Road Map Penelitian………………………………………………………................ 22
Gambar 3. Langkah Penelitian……………………………………….......................................... 23
Gambar 4. Grafik ROC Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja ……………...... 33
9
DAFTAR LAMPIRAN
Bukti Luaran Wajib …………………………………………………………………………. 47
Bukti Luaran Tambahan……………………………………………………………………... 47
Ethical Clearance……………………………………………………………………………. 48
10
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Penyakit jantung iskemik (PJI) termasuk dalam kategori penyakit kardiovaskuler
dimana beban penyakit ini secara global sekarang berada di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah, termasuk Indonesia. Di Indonesia, penyakit
kardiovaskuler adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas, bertanggung
jawab atas sepertiga dari semua kematian di Indonesia.(WorldHealthOrganization,
2018). Dan semakin mengkhawatirkan karena penyakit jantung tidak hanya
menyerang lansia tetapi juga ditemukan pada usia yang lebih muda (Gulati et al.,
2020). Populasi yang lebih muda ini bermain sebagai usia produktif di antara
populasi yang bekerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik di Indonesia, per
Februari 2018 jumlah pekerja di sini mencapai 133,94 juta(Midayati, 2018)
Tren perkembangan penyakit tidak menular telah menyebabkan terjadinya
perubahan beban penyakit di Indonesia. Klaim rawat inap Biro Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan pada Januari - Juni 2014 mencapai 735 ribu kasus dengan
menyerap dana Rp 4,2 triliun (Wati & Thabrany, 2017). Hal ini juga sebenarnya
terjadi di negara maju lainnya. Data dari Amerika Serikat menunjukkan bahwa
seorang Amerika meninggal karena IHD setiap 60 detik dan hasilnya menghabiskan
biaya sekitar $ 200 miliar setiap tahun. Total biaya tidak hanya berasal dari rawat
inap dan perawatan tetapi juga termasuk hilangnya produktivitas.(Jayaraj, 2019)
Menurut Peraturan Menteri (02-1980), setiap perusahaan di Indonesia harus
melakukan Medical Check Up (MCU) untuk menilai dampak pekerjaan tertentu
terhadap kesehatan mereka.(Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, 1980)
Kegiatan tersebut juga merupakan wujud dari penyelenggaraan kesehatan dan
keselamatan kerja ( OHS) bagi karyawan perusahaan untuk menjaga produktivitas.
Dari hasil MCU dapat dideteksi lebih dini, beberapa penyakit pada pekerja termasuk
IHD terjadi karena beberapa faktor risiko. Beberapa di antaranya merupakan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi, misalnya tingkat merokok, olahraga, hipertensi,
obesitas, kolesterol, LDL, dan trigliserida. Sebaliknya, usia, jenis kelamin, dan
11
riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang tidak dapat diubah (Hussain et al.,
2016). Bersama dengan potensi bahaya yang ditemukan di banyak lingkungan kerja,
seperti bahaya fisik, kimia, dan psikologis, faktor-faktor risiko ini dapat
meningkatkan risiko IHD pada populasi pekerja.(Bortkiewicz et al., 2010)
Berdasarkan data Medical Check Up (MCU) di salah satu perusahaan di Jakarta
menggunakan Skor Kardiovaskular, Jakarta diketahui bahwa 38% karyawan berisiko
tinggi terkena penyakit jantung. (Yusvita & Nandra, 2018). Apabila IHD ditemukan
pada banyak pekerja, niscaya hal ini akan merugikan banyak pihak, termasuk
pemerintah yang harus menanggung beban biaya pengobatan penyakit tersebut.
Namun sayangnya di Indonesia ketersediaan data dari MCU di berbagai perusahaan
yang digunakan untuk keperluan penelitian masih terbatas, padahal data tersebut
dapat digunakan untuk penelitian berbagai penyakit, termasuk penyakit akibat kerja.
Selama ini program K3 di Indonesia masih didominasi oleh program keselamatan
kerja untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Sementara itu, upaya kesehatan
kerja dan lingkungan kerja untuk pencegahan dan pengendalian penyakit akibat kerja
belum banyak dilaksanakan. Hampir semua data K3 berupa data kecelakaan kerja,
sedangkan data penyakit akibat kerja masih sangat minim(International Labour
Organization, 2018)
Karena prevalensi CVD yang tinggi dengan meningkatnya biaya beban, pekerja
berisiko tinggi dengan berbagai bahaya di tempat kerja, dan adanya data MCU,
diharapkan dapat membangun hubungan antara karakteristik pekerja di Indonesia
dengan risiko tersebut. dari IHD. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
skor prediktif dari beberapa faktor risiko yang berperan sebagai alat pendeteksian
IHD pada pekerja Indonesia. Sehingga pemanfaatan laporan MCU akan lebih
optimal. Pencegahan penyakit harus dilakukan sedini mungkin agar produktivitas
pekerja tetap terjaga dan program K3 dapat berjalan dengan baik.
12
1.2 Rumusan Masalah
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar peran masing-masing
faktor risiko dan peran skor prediktif sebagai tools/metode deteksi dini dalam
menggambarkan risiko kejadian PJK di populasi pekerja.
1.3 Pertanyaan Penelitian
Apakah skor prediktif, yang dikembangkan menggunakan kombinasi
karakteritik klinis dan laboratorium, akurat dan reliabel dalam membedakan
antara pekerja penderita penyakit jantung iskemik dengan pekerja sehat?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh suatu skor prediktif yang
akurat dan reliabel dalam membedakan pekerja penderita penyakit jantung
iskemik dengan pekerja sehat.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengukur skor prediktif dalam menggambarkan risiko kejadian PJK di
populasi pekerja
2. Mengukur validitas termasuk sensititvas, spesivitas, dan akurasi.
13
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Untuk pekerja
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk pekerja dalam mengetahui kondisi
kesehatannya, khususnya terkait risiko penyakit jantung iskemik secara dini.
1.5.2. Untuk Perusahaan
Skor prediktif ini diharapkan dapat memandu dokter perusahaan atau bagian sumber
daya manusia di perusahaan dalam pengambilan keputusan klinis menyusun strategi,
identifikasi risiko penyakit, serta pengawasan terhadap pekerja dengan resiko tinggi
sehingga penanganan penyakit jantung iskemik akan lebih adekuat
1.5.3. Untuk Masyarakat
Dengan adanya skor prediktif ini dapat dibuat lagkah-langkah antisipasi untuk
mengoptimalkan tingkat kesehatan pekerja, serta mempertahankan kinerja dan
produktivitas perusahaan. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi
kontribusi FK UHAMKA kepada Kementerian Tenaga Kerja RI tentang
perlindungan tenaga kerja khususnya terkait masalah kesehatan.
14
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penyakit Jantung Iskemik
2.1.1. Definisi
Penyakit jantung iskemik (PJI) didefinisikan dengan nekrosis sel miokard karena
iskemia yang signifikan dan berkelanjutan. Kondisi penyakit jantung iskemik
ditandai dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen pada
miokard atau otot jantung akibat penurunan aliran darah koroner sehingga pasokan
oksigen yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan oksigen pada otot jantung.
Hal ini menyebabkan kerusakan permanen pada otot tersebut dan menimbulkan
sejumlah komplikasi serius.MI terjadi akibat obstruksi aliran darah karena plak di
arteri koroner atau, lebih jarang, akibat mekanisme penyumbatan lainnya (misalnya,
spasme arteri bebas plak). Plak ini merupakan konsekuensi dari adanya
aterosklerosis ((Mendis et al., 2011)
2.1.2 Diagnosis
Penyakit Jantung Iskemik didiagnosis ketika dua dari kriteria berikut terpenuhi:
1. Gejala iskemia berupa nyeri dada yang khas yang menjalar ke lengan kiri
atau sisi kiri leher, menembus ke punggung atau ke rahang disertai sesak
napas, berkeringat, mual, muntah, detak jantung tidak normal, gelisah, dan
kelelahan
2. Perubahan segmen ST baru atau blok cabang berkas kiri (LBBB)
3. Adanya gelombang Q patologis pada EKG
4. Studi pencitraan menunjukkan kelainan gerakan dinding daerah baru
5. Adanya trombus intrakoroner saat otopsi atau angiografi
Kriteria gelombang ST-T elektrokardiografi untuk diagnosis iskemia miokard akut.
Titik J digunakan untuk menentukan besarnya pergeseran segmen ST. "Sadapan yang
berdekatan" mengacu pada kelompok sadapan seperti sadapan anterior (V1-V6),
sadapan inferior (II, III, aVF) atau sadapan lateral / apikal (I, aVL).(Reddy, 2015)
15
2.1.2 Patofisiologis
Infark miokard merupakan konsekuensi dari ketidakseimbangan yang
berkepanjangan dan parah antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard. Pada
sebagian besar kasus, infark miokard terjadi akibat aterosklerosis koroner dengan
trombus luminal yang ditumpangkan. Stenosis koroner tingkat tinggi yang
berkembang perlahan sering berkembang menjadi oklusi lengkap tanpa
menyebabkan infark miokard akut karena pembentukan jaringan vaskular kolateral
melindungi kardiomiosit dari kematian iskemik. Infark miokard biasanya terjadi
akibat oklusi mendadak arteri koroner ketika plak yang 'berisiko tinggi', rawan
trombosis terkikis atau pecah.( K. Thygesen, 2018)
Penyakit jantung iskemik mungkin merupakan hasil dari dua mekanisme kerja
patofisiologis: yakni coronoary arteri disease (CAD ) dan coronary microvascular
dysfunction(CMD) .CAD menunjukkan suatu kondisi yang ditentukan oleh adanya
plak aterosklerotik yang mengurangi diameter pembuluh darah lebih dari 50%, dan
biasanya merupakan penyebab utama, tetapi bukan satu-satunya penyebab PJI.
Sedangkan CMD, menyebabkan penurunan respon endotel dan nonendotelial
mikrovaskulatur koroner terhadap kebutuhan miokard, dikaitkan dengan penurunan
aliran darah koroner dan iskemia miokard secara independen dari CAD Dari sudut
pandang yang berlawanan, CMD mempromosikan pengembangan plak
aterosklerotik juga, mengubah fitur aliran darah koroner fisik dan meningkatkan
tekanan geser pembuluh epikardial.(Severino et al., 2019)
Gambar 1. Manifestasi Klinis dari Patofisiologis PJI
16
2.1.3 Gejala Klinis
Sindrom klinis yang berbeda dapat terjadi berdasarkan waktu dan tingkat keparahan
serangan iskemik miokard.(Dominique Yelle, 2007)
1. Angina
Angini terdiri dari angina stabil , angina tidak stabil dan angina varian
Umumnya disebabkan oleh plak aterosklerotik obstruktif cekat di satu atau
lebih arteri koroner, selain vasokonstriksi yang tidak tepat akibat disfungsi
endotel terkait aterosklerosis.Keparahan gejala biasanya berhubungan
dengan derajat stenosis dan kapasitas kompensasi pembuluh darah yang
resisten jauh terhadap vasodilatasi.
2. Sindrom Koroner Akut
SKA terdiri dari STEMI (ST Elevasi Myocard Infarc), NSTEMI (Non ST
Elevasi Myocard Infarc dan angina tidak stabil. SKA ini diklasifikasikan
berdasar gejala, gambaran EKG (ada tidaknya elevasi pada segmen ST) dan
biomarker (Troponin T dan CK-MB)
3. Silent Iskemia
Merupakan episode iskemia jantung yang terjadi tanpa adanya rasa tidak
nyaman atau nyeri yang terlihat. Patofisiologi tidak diketahui, tetapi diduga
melibatkan gangguan sensasi nyeri akibat neuropati perifer, karena silent
iskemia sangat umum terjadi pada pasien diabetes.
4. Sindrom X
Mengacu pada pasien dengan gejala khas angina pektoris yang tidak memiliki
bukti penyakit arteri koroner yang signifikan pada angiogramDiperkirakan
disebabkan oleh cadangan vasodilator pembuluh darah koroner yang tidak
memadai, yang tidak melebar dengan tepat selama periode peningkatan
kebutuhan oksigen miokard.
17
5. Sudden Death
Pada pasien penyakit jantung iskemik, sering ditemukan kematian mendadak
karena kematian otot jantung .Dapat terjadi dalam waktu satu jam setelah
timbulnya gejala. Henti jantung mendadak terjadi saat jantung berhenti
berdetak atau tidak cukup berdetak untuk mempertahankan perfusi dan
kehidupan.
2.1.4. Faktor Risiko
Faktor risiko dari penyakit jantung iskemik terdiri dari faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi dan dapat di modifikasi. Studi INTERHEART mengevaluasi prevalensi
beberapa faktor risiko yang berpotensi dapat dimodifikasi .Faktor risiko tersebut
sangat terkait dengan PJI akut di 52 negara dan yang dapat dimodifikasi mewakili
lebih dari 90% risiko penyakit jantung iskemik akut. (Jayaraj,2018).
A. Faktor risiko yang tidak dapat di modifikasi adalah:
1. Usia
2. Jenis kelamin
3. Riwayat keluarga/genetik
B.Faktor risiko yang dapat di modifikasi adalah :
1. Tembakau: Merokok dapat merusak dinding bagian dalam arteri yang
memungkinkan penumpukan kolesterol dan zat lain memperlambat aliran
darah. Merokok juga meningkatkan risiko penggumpalan darah di arteri.
2. Diabetes: Diabetes tipe 1 dan tipe 2 dapat meningkatkan risiko iskemia
miokard, serangan jantung, atau masalah jantung lainnya.
3. Hipertensi: Seiring waktu, tekanan darah tinggi dapat merusak arteri dengan
mempercepat aterosklerosis. Obesitas dan pola makan tinggi garam juga bisa
meningkatkan risiko tekanan darah tinggi.
18
4. Dislipidemia :Kadar kolesterol total, LDL atau trigliserida darah yang tinggi
dan kadar kolesterol HDL yang rendah dapat mempersempit arteri di seluruh
tubuh dan berkontribusi terhadap aterosklerosis dan iskemia miokard.
5. Obesitas: Obesitas meningkatkan risiko iskemia miokard karena
hubungannya dengan kolesterol darah tinggi, tekanan darah tinggi dan
diabetes.
6. Lingkar pinggang: Lingkar pinggang lebih dari 80 cm pada wanita dan 90
cm atau lebih pada pria meningkatkan risiko penyakit jantung.
7. Kurangnya aktivitas fisik: Kurang olahraga berkontribusi pada obesitas dan
kolesterol tinggi serta trigliserida, yang meningkatkan risiko aterosklerosis.
2.1.5. Komplikasi
Komplikasi infark miokard akut berbeda dan terkadang mengancam nyawa.
Komplikasi ini dapat diklasifikasikan secara global dalam lima kategori: (1)
komplikasi iskemik, yang meliputi ekstensi infark, infark rekuren, dan angina pasca
infark; (2) komplikasi aritmia, dalam hal aritmia atrium atau ventrikel, dan disfungsi
sinus atau simpul atrioventrikular; (3) komplikasi emboli terhadap sistem saraf pusat
atau embolisasi perifer; (4) gangguan inflamasi, seperti perikarditis; (5) komplikasi
mekanis, seperti miokard pecah, disfungsi katup mitral, aneurisma ventrikel dan syok
kardiogenik hingga gagal jantung.( Serena Mariani,2014)
2.1.6.Terapi
Saat ini, perawatan infark miokard terutama berfokus pada rekanalisasi arteri koroner
yang tersumbat untuk memulihkan perfusi dan mencegah nekrosis miokard. Untuk
melakukan ini, metode yang umum digunakan termasuk terapi obat, terapi
trombolitik, intervensi koroner perkutan (PCI), dan operasi bypass arteri koroner
(CABG). (Peng X, Zhou J, Wu X,2017)
19
1. Terapi obat
Terapi obat tradisional termasuk penghambat enzim pengubah angiotensin
(ACEI), penghambat reseptor angiotensin (ARB), antagonis reseptor
aldosteron, penghambat reseptor β, dan lain sebagainya. Tujuan utama dari
perawatan ini adalah pencegahan remodeling ventrikel kiri.
2. Terapi trombolitik
Terapi trombolitik saat ini merupakan pendekatan utama untuk pengobatan
infark miokard. Prinsip terapi trombolitik dalam mengobati infark miokard
akut adalah rekanalisasi arteri koroner yang tersumbat dan pemulihan perfusi
sesegera mungkin.Sejumlah besar studi klinis menunjukkan bahwa terapi
trombolitik yang diambil dalam waktu 6 jam setelah onset infark miokard
mencapai efek kuratif terbaik, dan pengobatan lebih awal dimulai, semakin
baik efek kuratifnya. Uji biokimia dan klinis telah membuktikan bahwa
trombosis dan trombolisis adalah proses dinamis yang terjadi secara
bersamaan. Penghambatan pembentukan trombus akan mempercepat
pemecahan bekuan darah . Saat ini, obat trombolitik yang paling umum
digunakan adalah streptokinase, urokinase dan aktivator plasminogen tipe
jaringan.
3. Percutaneous coronary intervention (PCI)
Prosedur ini secara efektif memulihkan aliran darah dan memulihkan fungsi
otot jantung dengan memasukkan kateter khusus ke dalam pembuluh darah
dan menggembung di area arteri koroner yang menyempit [9]. Dibandingkan
dengan terapi trombolitik, PCI menghilangkan trombus dan tingkat reperfusi
setelah intervensi adalah 95% hingga 99%. Tetapi PCI juga memiliki
beberapa kemungkinan risiko, seperti pendarahan atau infeksi di tempat
pemasangan kateter, reaksi alergi terhadap pewarna kontras yang digunakan,
pembekuan darah di dalam pembuluh darah yang dirawat, pecahnya arteri
koroner, dan penutupan total arteri koroner.
20
4. Pencangkokan bypass arteri koroner (CABG)
Adalah perawatan bedah yang efektif untuk penyakit jantung koroner dan
iskemia miokard, yang dapat meredakan gejala secara efektif. Ini juga
merupakan metode yang efektif untuk pengobatan restenosis dan komplikasi
akut pada pasien setelah PCI. Setelah komplikasi akut terjadi setelah operasi,
CABG darurat akan meminimalkan kerusakan miokard dan mengurangi
mortalitas di rumah sakit dan efek samping .Oleh karena itu, CABG
merupakan terapi alternatif atau kombinasi penting untuk PCI
2.2. Urgensi Penelitian/State of Art
Identifikasi orang yang berisiko tinggi terkena penyakit jantung iskemik tetapi tidak
bergejala saat ini telah menjadi metode yang diterima untuk pencegahan primer
penyakit jantung iskemik di banyak negara. Pasien-pasien ini, bersama dengan
mereka yang sudah mengalami arteriosklerosis, adalah mereka yang paling
diuntungkan dari terapi obat untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular. Risiko kardiovaskular didefinisikan sebagai kemungkinan
munculnya beberapa penyakit kardiovaskular dalam jangka waktu tertentu, biasanya
10 tahun. Ketika penyakit yang terdeteksi adalah penyakit jantung iskemik dengan
mortalitas dan morbiditas yang tinggi ,maka kegunaan utama penghitungan risiko
kardiovaskular adalah untuk membantu pengambilan keputusan klinis dengan
mengidentifikasi pasien berisiko tinggi dalam perawatan kesehatan primer.
Skor prediktif memiliki peranan penting dalam memprediksi kejadian
penyakit jantung iskemk pada pekerja. Skor prediktif pada penyakit jantung iskemik
berperan sangat penting dalam pengambilan keputusan klinis secara umum pada
pekerja. Skor prediktif dapat disusun dengan menganalisis beberapa karakteristik
biologis, gambaran klinis, penyakit komorbiditas, dan faktor risiko lain pada pekerja
yang diketahui memiliki hubungan bermakna terhadap kejadian penyakit jantung
iskemik..
Sejauh ini belum ada penelitian untuk membuat skor prediktif ini khusus di
kalangan pekerja, dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat
21
untuk pekerja dalam mengetahui kondisi kesehatannya, khususnya terkait risiko
penyakit jantung iskemik secara dini. Skor predktif ini diharapkan dapat memandu
dokter perusahaan atau bagian sumber daya manusia di perusahaan dalam
pengambilan keputusan klinis menyusun strategi, identifikasi risiko penyakit, serta
pengawasan terhadap pekerja dengan resiko tinggi sehingga penanganan penyakit
jantung iskemik akan lebih adekuat. Dengan adanya skor prediktif ini dapat dibuat
lagkah-langkah antisipasi untuk mengoptimalkan tingkat kesehatan pekerja, serta
mempertahankan kinerja dan produktivitas perusahaan. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat menjadi kontribusi FK UHAMKA kepada Kementerian Tenaga
Kerja RI tentang perlindungan tenaga kerja khususnya terkait masalah kesehatan.
2.3. Roadmap Penelitian
Penelitian ini merupakan tahapan kedua dari empat rencana tahapan pada
roadmap penelitian tentang penyakit jantung iskemik pada pekerja. Tahapan pertama
adalah penyelidikan tentang Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja.
Target pencapaian tahap ini adalah diketahuinya Keterkaitan antara jenis pekerjaan
dan karakteristik klinis pekerja di Indonesia dengan kejadian penyakit jantung
iskemik masih belum banyak diteliti.
Tahapan kedua, yaitu penelitian ini, adalah pembuatan Skor Prediktif untuk
Memprediksi Kejadian Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja. Target pencapaian
tahapan kedua ini adalah tersusunnya skor prediktif yang akurat dan reliabel, yang
dikembangkan berdasarkan kombinasi karakteritik klinis dan laboratorium, untuk
membedakan antara pekerja penderita penyakit jantung iskemik dengan pekerja
sehat.
Tahapan ketiga adalah Uji Validasi Skor Prediktif untuk Memprediksi
Kejadian Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja. Target pencapaian tahap ini adalah
tervalidasinya skor prediktif tersebut pada populasi yang lebih luas yang memiliki
karakteristk yang berbeda.
Tahapan terakhir adalah Penyusunan Rekomendasi kepada Kementerian
Tenaga Kerja: Skor Prediktif untuk Memprediksi Kejadian Penyakit Jantung Iskemik
22
pada Pekerja. Target pencapaian tahap ini adalah tersusunnya suatu rekomendasi
perangkat prediktor untuk memprediksi kejadian penyakit jantung iskemik pada
populasi pekerja.
Gambar 2. Roadmap Penelitian
- Tahun 2020 - Tahun 2020 - Tahun 2021 - Tahun 2021
Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja di
Jakarta
Skor Prediktif untuk Memprediksi Kejadian
Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja
Uji Validasi Skor Prediktif untuk Memprediksi Kejadian
Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja
Penyusunan Rekomendasi kepada Kementerian Tenaga
Kerja: Skor Prediktif untuk Memprediksi Kejadian
Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja
23
BAB 3. METODE PENELITIAN
a. Alur / Langkah Penelitian,
Secara garis besar langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut :
Gambar 3. Langkah Penelitian
Tahapan analisis data penelitian ini terdiri atas:
1. Variabel independen sebagai faktor kandidat predictor dianalisis secara bivariat.
Analisis ini disertai dengan perhitungan Odds Ratio (OR) dan interval
kepercayaan.
2. Parameter atau variabel dengan nilai p<0,25 dalam analisis bivariat dan OR tidak
sama dengan satu (dengan interval kepercayaan 95%) dilakukan analisis
multivariat (metode regresi logistik). Parameter variabel dengan hasil uji
multivariat yang bermakna ditetapkan sebagai variabel independen dalam skor
prediktif kejadian penyakit jantung iskemik.
Identifikasi pekerja yang melakukan medical check up di Laboratorium Klinik Jakarta
Identifikasi kesesuaian karakteristik setiap kandidat dengan kriteria eligibilitas penelitian
Pengkajian database untuk mengambil data variabel-variabel prediktor, variabel-variabel luar, dan variabel outcome.
24
3. Setelah menghitung skor prediktif, prosedur Receiver Operating Characteristic
(ROC) dilakukan untuk menentukan nilai Area Under Curve (AUC) dan nilai titik
potong optimal untuk menilai kemungkinan kejadian penyakit jantung iskemik.
4. Selanjutnya ditentukan nilai cut off skor prediktif tersebut. Tahap ini
menghasilkan nilai probabilitas kejadian penyakit jantung iskemik.
b. Lokasi Penelitian,
Lokasi Penelitian adalah pada sebuah laboratorium klinik di Jakarta Timur
c. Konsep Metode Penelitian Yg Digunakan,
Penelitian ini menggunakan rancangan studi Cross Sectional . Penelitian ini
menggunakan data sekunder. Data penelitian akan diambil dari database
medical check up pekerja di laboratorium klinis di Jakarta.
d. Desain Penelitian Yg Digunakan,
e. Populasi Dan Sampel Atau Subjek Penelitian/ Informan Penelitian,
Populasi sasaran adalah pekerja di Jakarta dan sekitarnya.Sampel penelitian
diambil dari yang melakukan medical check up (MCU) di Laboratorium
Klinik Jakarta, dengan kriteria eligibilitas pekerja dengan usia ≥18 tahun,
mengikuti MCU dan bersedia mengikuti penelitian. Kriteria eksklusi pada
penelitian ini adalah: yang tidak datang saat pemeriksaan MCU atau yang
hasil MCU nya tdak lengkap.
f. Cara Pengumpulan Data,
1. Mengidentifikasi pekerja yang melakukan medical check up di
Laboratorium Klinik Jakarta. Tujuannya adalah untuk mengetahui
kesesuaian subjek penelitian dengan kriteria inklusi yang
dimaksudkan dalam penelitian ini.
25
2. Tim peneliti mengkaji database identitas diri kandidat subjek
penelitian, serta mengidentifikasi secara umum kesesuaian
karakteristik setiap kandidat dengan kriteria eligibilitas penelitian
yang sudah ditentukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui
kesesuaian subjek penelitian dengan kriteria eksklusi yang
dimaksudkan dalam penelitian ini.
3. Tim peneliti mengkaji database untuk mengambil data variabel-
variabel prediktor, variabel-variabel luar, dan variabel outcome.
Tujuannya adalah untuk melakukan analisis terhadap variable-
variabel prediktor, sehingga diketahui variable-variabel apasaja yang
dapat digunakan untuk menyusun skor predictor, serta kemudian
menentukan bobot masing-masing variable dan menentukan cut off
point dari total skornya.
4. Semua pengambilan data variabel dilakukan dengan metode yang
telah terstandarisasi. Pengukuran variabel-variabel prediktor dan
variabel outcome pada setiap subjek penelitian dilakukan oleh
pemeriksa yang berbeda, secara tersamar (blind).
g. Instrumen Yg Digunakan, Manajemen Analisis Data,
Tahapan analisis data penelitian ini terdiri atas:
1. Variabel independen sebagai faktor kandidat predictor dianalisis
secara bivariat. Analisis ini disertai dengan perhitungan Odds Ratio
(OR) dan interval kepercayaan.
2. Parameter atau variabel dengan nilai p<0,25 dalam analisis bivariat
dan OR tidak sama dengan satu (dengan interval kepercayaan 95%)
dilakukan analisis multivariat (metode regresi logistik). Parameter
variabel dengan hasil uji multivariat yang bermakna ditetapkan
sebagai variabel independen dalam skor prediktif kejadian penyakit
jantung iskemik.
26
3. Setelah menghitung skor prediktif, prosedur Receiver Operating
Characteristic (ROC) dilakukan untuk menentukan nilai Area Under
Curve (AUC) dan nilai titik potong optimal untuk menilai
kemungkinan kejadian penyakit jantung iskemik.
4. Selanjutnya ditentukan nilai cut off skor prediktif tersebut. Tahap ini
menghasilkan nilai probabilitas kejadian penyakit jantung iskemik.
h. Indikator Capain Hasil Penelitian
Indikator hasil penlitian ini adalah tersusunnya sebuah sistem skoring baru
sebagai skoring prediktif untuk memprediksi terjadinya penyakit jantung
iskemik di kalangan pekerja.
27
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Hasil pada penelitian ini dapat digambarkan dari beberapa tabel dibawah ini.
Tabel 1. Prevalensi Penyakit Jantung Iskemik pada Pekerja
No Penyakit Jantung Iskemik Frekuensi (f) Persentase (%)
1. Tidak 4052 98,8
2. Ya 48 1,2
Jumlah 4100 100
Sumber : Data Sekunder 2019
Pada Tabel 1 dapat dilihat dari 4100 responden, terdapat 48 responden (1,2%)
yang mengalami penyakit Jantung Iskemik. Kemudian pada tabel selanjutnya dapat
menunjukkan gambaran distribusi responden dan hasil analisis pada penelitian ini.
Tabel 2. Karakteristik Base Line Pekerja
Karakteristik Individu Frekuensi
N = 4100
Persentase
N = 100%
Demografi
Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
673
3427
16,5
83,5
Usia
≤40 tahun
>40 tahun
BMI
≤ 25
>25
Lingkar Pinggang
≤ 80 cm
>80 cm
1365
2735
2115
1985
1034
3066
33,3
66,7
51,6
48,4
25,2
74,8
Hasil Laboratorium
Kolesterol Total
≤ 200 mg/dL
>200 mg/dL
Trigliserida
≤ 150mg/dL
>150 mg/dL
HDL
≥50 mg/dL
<50 mg/dL
LDL
≤ 100 mg/dL
>100 mg/dL
2487
1613
2974
1126
1462
2638
713
3387
60,6
39,4
72,5
27,5
35,6
64,4
17,4
82,6
28
Ratio LDL/HDL
≤ 4.4
>4.4
Gula Darah Sewaktu
≤ 200mg/dL
>200 mg/dL
SGOT
≥40 mg/dL
>40 mg/dL
SGPT
≤ 56 mg/dL
>56 mg/dL
3775
325
4019
81
3924
176
3748
352
92,1
7,9
98,0
2,0
95,7
4,3
91,4
8,6
Riwayat Medis
Hipertensi
≤ 140/90 mmHg
>140/90 mmHg
Riwayat Hipertensi
Tidak
Ya
Riyawat Nyeri Dada
Tidak
Ya
Riwayat Sesak nafas
Tidak
Ya
Riwayat Kebiasaan
Merokok
Tidak
Ya
Olahraga
Teratur
Tidak Teratur
3687
413
4038
62
4027
73
3909
191
2782
1318
2282
1818
89,9
10,1
98,5
1,5
98,2
1,8
95,3
4,7
67,8
32,2
55,6
44,4
Sumber : Data Sekunder 2019
Tabel 2 menunjukkan pada karakteristik demografi dapat dilihat dari 4100
responden, didapatkan sebagian besar responden yaitu sebanyak 3427 responden (
83,5%) berjenis kelamin laki-laki dan berusia lebih dari 40 tahun sebesar 66,7 %
atau 2735 responden. Responden dengan lingkar pinggang >80 cm juga lebih banyak
ditemukan, yakni pada 3066 orang (74,8%). Hal ini sejalan dengan ditemukan nya
lebih banyak responden yang mempunyai Body Mass Indeks/BMI > 25 , yakni
didapatkan pada 2115 orang (51,6%). Sedangkan pada kategori hasil Laboratorium,
pada kondisi profil lipid ditemukan responden dengan kadar kolesterol total >200
mg/dL dan trigliserida >150 mg/dL lebih sedikit yakni sebanyak 1613 orang (39,4%)
dan 1126 orang (27,5 Sebaliknya, untuk responden dengan nilai HDL <50 mg/dL
dan LDL>100 mg/dL ditemukan lebih banyak yakni sebanyak 2638 orang (64,4%)
dan 3387 orang (82,6%). Begitu pula dengan ratio LDL/HDL , yakni pada 3775
29
orang atau sebesar 92,1%. Pada kondisi gula darah responden, sebagian besar
memiliki kadar gula darah yang baik. Hanya sekitar dan 81 orang atau sekitar 2%
responden dengan kadar gula darah sewaktu yang nilainya diatas 200 mg/dL.
Sementara itu pada fungsi liver yang diwakili nilai SGOT dan SGPT sebagian besar
responden memiliki nilai baik. Sebanyak 3924 responden (95,7%) dengan kadar
SGOT ≤40 mg/dL dan 3748 orang( 91,4%) dengan nilai SGPT ≤ 56mg/dL.
Pada kategori riwayat medis, responden dengan tensi >140/90 mmHg hanya
didapatkan pada 413 orang atau sekitar 10,1% dan sekitar 1,5% (62 orang) yang
mempunyai riwayat hipertensi. Sedangkan responden yang mempunyai riwayat
sesak nafas sebanyak 191 orang (4,7%), lebih banyak daripada mereka yang
memiliki riwayat nyeri dada, yakni hanya sebanyak 73 orang (1,8%). Sementara itu
nilai yang berbeda didapatkan pada kategori kebiasaan yang mempengaruhi
kesehatan pekerja yakni kebiasaan merokok dan olahraga. Sebagian besar responden
yakni 67,8% (2782 orang ) tidak merokok dan lebih dari separuh responden ( 55.6%
atau pada 2282 orang) mengaku mempunyai kebiasaan olahraga teratur,
Tabel 3. Analisis Bivariat Variabel dengan Penyakit Jantung Iskemik
Variabel
Penyakit Jantung Iskemik Total P value
Tidak Ya
N % N % N %
Demografi
Jenis Kelamin
Perempuan 663 98,5 10 1,5 673 100,0 0.406
Laki-laki 3389 98.9 38 1.1 3427 100,0
Usia
≤40 tahun 2724 99,6 11 0,4 2735 100,0 0.000
>40 tahun 1328 97,3 37 2.7 1365 100,0
BMI
< 25 2099 99,2 16 0,8 2115 100,0 0,011
>25 1953 99,2 32 1,6 1985 100,0
Lingkar Pinggang
<80 cm 1028 99,4 6 0,6 1034 100,0 0,041
>80 cm 3024 98,6 42 1,4 3066 100,0
Hasil Laboratorium
Kolesterol Total
<200 mg dL 2461 99,0 26 1,0 2487 100,0 0,354
>200 mg dL 1591 98,6 22 1,4 1613 100,0
Trigliserida
≤ 150mg/dL 2942 98,9 32 1,1 2974 100,0 0.359
>150 mg/dL 1110 98,6 16 1,4 1126 100,0
30
HDL
≥50 mg/dL 1439 98,4 23 1,6 1462 100,0 0,075
<50 mg/dL 2613 99,1 25 0,9 2638 100,0
LDL
≤ 100 mg/dL 704 98,7 9 1,3 713 0,803
>100 mg/dL 3348 98,8 39 1,2 3387 100,0
Ratio LDL/HDL
≤ 4.4 3734 98,9 41 1,1 3775 100,0 0,086
>4.4 318 97,8 7 2,2 325 100,0
Gula Darah Sewaktu
≤ 200mg/dL 3974 98,9 45 1,1 4019 100,0 0,032
>200 mg/dL 78 96,3 3 3,7 81 100,0
SGOT
≤ 40 mg/dL 3877 98,9 47 1,2 3924 100,0 0,447
>40 mg/dL 175 99,4 1 0,6 176 100,0
SGPT
≤ 56 mg/dL 3704 98,8 44 1,2 3748 100,0 0,950
>56 mg/dL 348 98,9 4 1,1 352 100,0
Riwayat Medis
Hipertensi
≤ 140/90 mmHg 3647 98,9 40 1,1 3687 100,0 0,127
>140/90 mmHg 405 98,1 8 1,9 413 100,0
Riwayat Hipertensi
Tidak 3992 98,9 46 1,1 4038 100,0 0,130
Ya 60 96,8 2 3,2 62 100,0
Riyawat Nyeri Dada
Tidak 3980 98,8 47 1,2 4027 100,0 0,873
Ya 72 98,6 1 1,4 73 100,0
Riwayat Sesak nafas
Tidak 3874 99,1 35 0,9 3909 100,0 0,000
Ya 178 93,2 13 6,8 191 100,0
Riwayat Kebiasaan
Merokok
Tidak 2742 98,6 40 1,4 2782 100,0 0,021
Ya 1310 99,4 8 0,6 1318 100,0
Olahraga
Teratur 2258 98,9 24 1,1 2282 100,0 0,427
Tidak Teratur 1794 98,7 24 1,3 1818 100,0
Total 4052 98,8 48 1,2 4100 100,0
Sumber : Data Sekunder 2019
Pada Tabel 3 terlihat bahwa dari 48 responden yang positif terkena penyakit jantung
iskemik, berdasararkan kategori demografik adalah responden yang berjenis kelamin
laki-laki (38 orang atau 84,4%) , berusia lebih dari 40 tahun ( 77,1%) atau sebanyak
37 orang, responden yang mempunyai BMI>25 yakni sebesar 71,1 % ( 32 orang) dan
mereka dengan lingkar pinggang >80 cm, yaitu didapatkan pada 42 responden
(93,3%) . Pada hasil laboratorium, kadar gula darah dan fungsi liver merupakan
faktor yang paling banyak menunjukkan responden dengan penyakit jantung
iskemik. Sebesar 100 % atau seluruhnya dari 48 responden yang mengalami iskemik
31
dari hasil EKG mempunyai kadar gula darah puasa ≤ 200mg/dL. Sedangkan 47 orang
(97,9%) memiliki kadar SGOT ≤ 40 mg/dL. Untuk profil lipid, sebanyak 41 orang
(85,4%) dengan ratio LDL/HDL ≤ 4.4 yang positif terkena penyakit jantung iskemik.
Untuk nilai kolesterol total, responden yang positif mengalami iskemik,
prosentasenya tidak jauh berbeda antara mereka yang nilai kolesterol totalnya <200
mg/dL ( 26 orang atau 54,2% ) dengan responden yang mempunyai kadar kolesterol
totalnya > 200 mg / dL atau sebanyak 45,8% (22 orang ).
Pada kategori riwayat medis, hanya sedikit responden yang mempunyai berbagai
riwayat penyakit/keluhan yang postitif mengalami penyakit jantung iskemik. Hanya
1 orang (0,02%) yang mempunyai keluhan riwayat nyeri dada dan 2 orang mengaku
memiliki riwayat hipertensi (0,04%). Di sisi lain, responden yang mengalami riwayat
sesak nafas lebih banyak yang positif terkena iskemik. Ditemukan pada sekitar 0,
28% atau sebanyak 13 orang.
Pada kategori kebiasaan, baik responden yang olahraga teratur maupun yang tidak ,
menunjukkan hasil yang sama. Masing-masing sebanyak 24 orang (50%) memiliki
hasil positif terhadap iskemik. Kemudian hanya 8 orang (0,16%) responden yang
memiliki kebiasaan merokok yang mengalami penyakit jantung iskemik sekaligus
yang menunjukkan hasil signifikan.
Dari hasil bivariat, variabel yang mempunya nilai p< 0,05 kemudian diamasukkan
dalam analisis regresi logistik multivariat yang dapat di lihat pada tabel 4 dibawah
ini.Hasil yang tertera pada Tabel 4 menunjukkan bahwa dari sepuluh variabel
tersebut faktor usia>40 tahun, nilai HDL <50 mg/dL,merokok dan riwayat sesak
nafas merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap penyakit jantung
iskemik.
32
Tabel 4. Analisis Multivariat Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik pada
Pekerja
Variable OR Gold
Standards
P value CI Interval
Usia >40 tahun
HDL <50 mg/dL
Gula darah >200 mg/dL
Riwayat sesak nafas
Riwayat hipertensi
Merokok
BMI>25
Lingkar pinggang > 80cm
Hipertensi
5,329
1,811
0,458
5,699
1,338
2,007
0,631
0,905
2,056
0,000*)
0,049*)
0,262
0,000*)
0,732
0,048*)
0,199
0,847
0,133
2,621-10,833
1,099-3,281
0,117-1,794
2,524-12,871
0,253-7,070
1,924-4,359
0,312-1,274
0,329-2,491
0,804-5,260
*) statistically significant
Dari hasil analisis multivariat, maka disusun skoring untuk memprediksi kejadian
penyakit jantung iskemik,seperti yang terlihat pada tabel 5 dibawah ini:
Tabel 5. Skoring Prediktif Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik pada
Pekerja
Variable B S.E B/SE B/SE/
2.145
Scoring
Usia 1,673 0,362 4,621 2,628 3
HDL< 50 mg/dL 0,594 0,303 1,980 1,126 1
Merokok 0,696 0,396 1,758 1 1
Riwayat Sesak 1,740 0,416 4,183 2,379 2
33
Langkah selanjutnya kemudian menentukan Cut off point skor kemungkinan
seseorang terkena penyakit jantung iskemik, yakni dengan cara menyusun kurva
ROC dan luasan AUC nya yakni Sensitivitas (Se) dan Specificitas (Sp), dengan hasil
sebagai berikut.
Gambar 4.1 Grafik ROC Faktor Risiko Penyakit Jantung Iskemik pada
Pekerja
Berdasarkan hasil diatas , didapatkan cut off point paling ideal adalah : 2.5 dengan
sensitivitas 79,2% dan spesifisitas 66,3%
4.2.Pembahasan
Pada penelitian dengan menggunakan disain cross sectiona ini, ditemukan
prevalensi penyakit jantung iskemik pada pekerja pria yang melakukan pemeriksaan
Medical Check Up (MCU) di sebuah laboratorium di Jakarta Timur adalah sebanyak
48 orang (1,17 %) . Hal ini adalah berdasarkan hasil pemeriksaan EKG yang dibaca
oleh dokter Spesialis Jantung (SpJP)Hasil penelitian yang dilakukan hampir sejalan
dengan penelitian yang dilakukan penelitian oleh Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan,Kementrian Kesehatan RI.
Dari 722.329 data responden berusia ≥ 15 tahun di 33 provinsi di Indonesia
34
didapatkan prevalensi penyakit jantung koroner secara nasional berdasarkan
diagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5% (Ghani et al., 2016).
Pekerja yang paling banyak mengalami penyakit jantung iskemik adalah
mereka dengan kategori usia >40 tahun (77,1%) dan menemukan adanya hubungan
yang bermakna, antara usia dengan penyakit jantung iskemik . Hasil ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan Ros Endah et al di Surakarta pada tahun 2016
yang menunjukkan bahwa ada pengaruh yang siginifikan antara kejadian penyakit
ini dengan faktor usia>40 tahun. Dalam Framingham Heart Study, kejadian penyakit
jantung iskemik dalam follow up selama 10 tahun adalah 12,9 / 1000 pada pria
berusia 30 hingga 34 tahun dan 5,2 / 1000 pada wanita berusia 35 hingga 44 tahun
.Insiden penyakit jantung iskemik delapan sampai sembilan kali lebih besar pada
pria dan wanita berusia 55 sampai 64 tahun (Gulati et al., 2020). Sebaliknya,
McManusetal. melaporkan kejadian 66 / 100.000 dari MI di antara pasien yang
dirawat berusia antara 25 dan 54 tahun . Sementara itu, Doughtye et al
menunjukkan> 10% dari semua pasien PJI adalah berusia muda. Usia muda dalam
penelitiannya di definisikan berusia <45 tahun.(Shah et al., 2016).
Perbedaan usia rata-rata di berbagai penelitian dapat dikaitkan dengan
distribusi usia populasi yang berbeda, perbedaan harapan hidup, gaya hidup dan
variasi dalam distribusi dan penanganan faktor risiko penyakit kardiovaskular.Pada
orang dengan usia yang lebih tua mengalami proses penuaan yang kemudian
dikaitkan dengan penurunan progresif dalam berbagai proses fisiologis, termasuk
efeknya pada jantung dan sistem arteri. Penuaan pembuluh darah menghasilkan
penebalan dan kekakuan arteri yang meningkat serta disfungsional endotelium. Pada
tingkat molekuler, seiring bertambahnya usia terdapat ketidakseimbangan antara
sistem oksidatif dan antioksidatif yang menyertai penuaan, dimana produksi ROS
secara signifikan meningkat baik di jantung maupun di pembuluh darah.Akibat
dipicu oleh stres antigenik dan oksidatif yang terus menerus, sebuah fenomena
inflamasi kronis muncul pada populasi lanjut usia. Disisi lain sel endotel
menunjukkan penurunan aktivitas sintetase oksida nitrat endotelial (eNOS), dan
berkurangnya NO yang merupakan vasodilator penting yang diproduksi oleh sel
35
endotel. Secara klinis, perubahan ini menghasilkan peningkatan tekanan sistolik dan
menghadirkan faktor risiko utama untuk perkembangan aterosklerosis, hipertensi dan
stroke, dan fibrilasi arteri. (Wu et al., 2014).Sedangkan pada mereka yang berusia
lebih muda, penyakit jantung iskemik terjadi karena adanya faktor risiko lain
terutama kebiasaan merokok. Pada sebuah penelitian di India, menemukan bahwa
merokok menjadi faktor risiko yang paling umum, terjadi pada sekitar 60% pasien
MI berusia muda. Selain itu pada penelitian lain Mukherjee et al., menemukan
prevalensi merokok lebih tinggi pada mereka yang berusia kurang dari 40 tahun,
dibandingkan dengan mereka yang berusia di atas 60 tahun. ( Bhardwaj et al, 2014).
Di Amerika Serikat, merokok menyumbang 33 persen dari semua kematian akibat
CVD dan 20 persen kematian akibat penyakit jantung iskemik pada orang yang
berusia lebih dari 35 tahun (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit 2008).
Selain itu, perokok cenderung melakukan pilihan gaya hidup lain yang tidak
sehat,misalnya terkait pola makan dan kurangnya aktivitas fisik yang memiliki efek
independen terhadap risiko penyakit jantung iskemik.
Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang menunjukkan bahwa merokok
menjadi salah satu faktor risiko penting dan masuk dalam salah satu komponen
skoring prediktif, walaupun hanya 8 orang (0,16%) responden yang memiliki
kebiasaan merokok yang mengalami penyakit jantung iskemik. Hal ini berbeda jauh
dengan penelitian diatas dan sebuah studi kohort prospektif pada Pusat Jantung
Sudan di Khartoum-Sudan antara Juli 2012 dan Juni 2014. Populasi penelitian terdiri
dari 168 pasien pria dewasa yang menjalani pemindaian ultrasonografi jantung. Dari
144 kasus, 65% (94) pasien adalah perokok.(Elkhader et al., 2016). Hal ini terjadi
mungkin disebabkan karena lebih banyak responden yang tidak merokok
dibandingkan dengan yang mempunyai kebiasaan merokok. Fakta ini sebenarnya
menggembirakan karena meningkatnya kesadaran dari para pekerja untuk selalu
hidup sehat, salah satunya adalah dengan tidak merokok. Saat ini, di berbagai
perusahaan biasanya selalu rutin diadakan health talk mengenai kesehatan sehingga
banyak pengetahuan yang didapatkan oleh para pekerja.
36
Merokok adalah faktor risiko utama dan independen untuk penyakit jantung
iskemik yang dikaitkan dengan banyak mekanisme. Sehubungan dengan
aterogenesis, merokok meningkatkan konsentrasi kolesterol LDL dan trigliserida
serum dan menurunkan kadar kolesterol HDL serum. Selain itu, asap rokok
meningkatkan kerusakan radikal bebas pada LDL, yang menyebabkan akumulasi
kolesterol LDL yang teroksidasi di dalam dinding arteri. Merokok tampaknya
berkontribusi pada karakteristik inflamasi vaskular dari aterosklerosis, seperti yang
ditunjukkan oleh kadar protein C-reaktif serum yang lebih tinggi pada perokok
dibandingkan bukan perokok. Merokok juga merusak fungsi endotel, merusak
pelepasan aktivator plasminogen jaringan (tPA) dan prostasiklin (PGI2), misalnya,
yang dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas lokal. Merokok juga dapat
menyebabkan hiperkoagulabilitas dengan meningkatkan faktor jaringan, faktor VII,
fibrinogen, dan kadar hemoglobin. Merokok juga meningkatkan aktivitas platelet dan
interaksi antara platelet dan lapisan endotel pembuluh darah. Merokok juga
mengurangi pelepasan oksida nitrat (NO) endotel, yang menyebabkan berkurangnya
cadangan aliran koroner. (John A Ambrose, Rajat S Barua,2004)
Selain itu merokok, terutama melalui kandungan nikotinnya, mengaktifkan
sistem saraf simpatis (SNS), meningkatkan detak jantung dan tekanan darah sistolik.
Peningkatan hasil produk tekanan-kecepatan dalam peningkatan kebutuhan oksigen
miokard. Peningkatan aktivitas SNS akibat paparan nikotin juga menyebabkan
vasokonstriksi arteri koroner menurunkan aliran darah miokard pada saat kebutuhan
oksigen meningkat. Selain meningkatkan kebutuhan oksigen miokard dan
mengurangi aliran darah koroner, merokok juga meningkatkan kadar
karboksihemoglobin dalam darah, yang berpotensi mengurangi pengiriman oksigen
miokard dari oksihemoglobin.. (Alemu et al., 2011).
Pada penyakit jantung iskemik, nyeri dada dan sesak nafas/dispnea adalah
gejala yang sering sering ditemukan. Mekanisme dispnea ini terjadi saat aktivitas dan
dianggap terkait dengan peningkatan transien pada tekanan akhir diastolik ventrikel
kiri yang disebabkan oleh iskemia miokard. Relaksasi ventrikel kiri yang terganggu
sementara menyebabkan peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri yang diteruskan
37
ke belakang ke dalam kapiler paru dan dapat memicu kongesti paru dan gejala
dispnea (Dominique Yelle,2000). Namun demikian, dispnea adalah pengalaman
subjektif yang akan berbeda pada tiap individu. Dispnea merupakan
ketidaknyamanan pernapasan yang terdiri dari sensasi berbeda dengan intensitas
yang berbeda-beda .Terdapat 13 orang (27,08%) dari responden yang melaporkan
riwayat sesak nafas/dyspnea dan terkena penyakit jantung iskemik pada penelitian
ini. Hal ini jauh berbeda dengan study oleh Bøtker et al., 2016 yang mengadakan
penelitian pada semua pasien yang menjalani triase telemedical berbasis
elektrokardiogram(EKG) di ambulans karena dugaan penyakit jantung iskemik di
Wilayah Denmark Tengah dari 1 Juni 2008 hingga 1 Januari 2013. Dari 17.398
pasien, 12.230 (70%) menderita nyeri dada, 1.464 (8%) mengeluh dispnea, 3540
(20%) menderita gejala lain dan 164 orang (1%) mengalami henti jantung. Penyakit
jantung iskemik kemudian dikonfirmasi pada 121 (8,3%) pasien dengan dispnea dan
pada 2319 (19%) dengan nyeri dada. Namun demikian hasil penelitan ini mirip pada
penelitian oleh Paudel et al,2016 dari 1.053 pasien, 654 (62%) mengalami nyeri dada,
229 (22%) mengalami dispnea, 117 (11%) mengalami nyeri dada dan dispnea, dan
53 (5%) mengalami stress test abnormal tanpa gejala. Dibandingkan dengan pasien
yang mengalami nyeri dada, pasien yang mengalami dispnea berusia lebih tua (67
tahun vs. 63 tahun, p <0,0001). Pada penelitian ini jumlah responden yang mengaku
memiliki riwayat sesak nafas bisa jadi karena penyakit lain diluar penyakit jantung
iskemik ,misalnya dari gangguan paru obstruktif , gagal jantung atau sebab lain.
Untuk itu perlu telaah lebih lanjut kepada para responden.Pada penelitian ini, hasil
laboratorium darah pada pekerja merupakan data penting yang masuk dalam analisis
untuk kemudian masuk dalam sistem skoring.
Pada hasil penelitian di berbagai studi sebelumnya didapatkan prevalensi
penyakit jantung iskemik yang cukup besar untuk pekerja dengan dislipidemia atau
diabetes mellitus. Kedua faktor risiko ini bersama dengan tekanan darah, BMI dan
lingkar pinggang termasuk dalam sindrome metabolik. Jover et al., 2011)
melaporkan pada penelitiannya di Spanyol, bahwa sindrom metabolik memiliki
prevalensi yang tinggi pada penderita jantung iskemik terutama pada wanita.
Komponen yang paling sering adalah hiperglikemia dan kadar HDLc yang rendah.
38
Ini sejalan dengan penelitian yang dikerjakan, bahwa pada pekerja dengan kadar
HDL<50 mg/dl, lebih banyak pekerja yang mengalami PJI, yakni pada 25 orang atau
sekitar 52%. Hubungan pada pasien yang sama dengan peningkatan kadar trigliserida
dan konsentrasi HDLc rendah biasanya dikaitkan dengan peningkatan partikel LDLc
yang kecil, padat, dan ini dianggap sangat aterogenik Hasil studi kardiovaskular
Québec, studi prospektif terhadap 2.103 pria paruh baya yang diikuti selama 5 tahun,
telah mengkonfirmasi hasil studi sebelumnya yang menunjukkan bahwa konsentrasi
kolesterol HDL plasma adalah prediktor independen dari penyakit jantung
iskemik.(Després et al., 2000)Salonen et al mempelajari 1.799 subjek laki-laki yang
dipilih secara acak yang berusia 43, 48, 54, atau 60 tahun dan menemukan bahwa
kadar HDL-C serum total <1.09 mmol / L dikaitkan dengan risiko 3,3 kali lipat dari
penyakit janutng iskemik akut. Dalam studi meta-analisis yang dikutip secara luas
dari empat penelitian besar (jumlah total individu yang diteliti: 15.252), peningkatan
1 mg / dL kadar HDL-C dilaporkan terkait dengan penurunan risiko CVD sebesar
2% -3%.(Ramirez & Hu, 2015)
HDL dapat berkontribusi pada pemeliharaan homeostasis sel endotel dan
memiliki sifat antioksidan kuat melalui berbagai enzim selain sebagai ateroprotektif.
Mungkin fungsi ateroprotektif yang paling relevan dari HDL adalah untuk
mendorong pembuangan kolesterol intraseluler melalui proses yang disebut reverse
cholesterol transport (RCT). Seperti yang didefinisikan oleh Vergeer dkk. RCT
adalah serapan kolesterol dari sel perifer. Keseluruhan proses RCT secara fisiologis
penting karena memungkinkan pembuangan kolesterol berlebih dari dinding arteri
dan dari plak aterosklerotik, sehingga mengurangi penumpukan plak di arteri yang
dapat menyebabkan iskemik (Verdier C,et al 2013). Berbagai studi diatas telah
menunjukkan bahwa konsentrasi kolesterol HDL serum yang rendah merupakan
faktor risiko penyakit kardiovaskular. Konsentrasi HDL rendah telah terbukti dapat
memprediksi kejadian penyakit jantung koroner seperti yang dimasukkan dalam
kriteria Framingham Score dan termasuk dalam sistem skoring yang dikembangkan
dalam penelitian ini.
39
Kegunaan model prediksi kardiovaskular telah terbukti dalam mengevaluasi
risiko dalam kardiologi akibat etiologi multifaktorial. Ada rumus regresi untuk
menilai kejadian koroner dan mortalitas pada pasien. Mungkin yang paling sering
digunakan dan model tertua adalah sistem Framingham Risk Score (FRS). Umur,
jenis kelamin, tekanan darah sistolik, kadar dislipidemia (kolesterol total dan HDL),
status merokok, keberadaan diabetes melitus (DM), dan pengobatan hipertensi
digunakan sebagai prediktor. Dalam studi berbasis populasi dari Eropa Selatan, FRS
memiliki sensitivitas 51,6% dan spesifisitas 85,6% untuk wanita, serta sensitivitas
79,1% dan spesifisitas 65,9% untuk pria (Artigao-rodenas et al., 2013) . Indonesia
sendiri telah mengembangkan model prediksi risiko kardiovaskular yaitu Skor
Kardiovaskular Jakarta (SKJ). Model ini memodifikasi FRS dan menggunakan jenis
kelamin, usia, tekanan darah, merokok, diabetes, indeks massa tubuh, dan aktivitas
fisik mingguan dengan sensitivitas 77,9% dan spesifisitas 90,0%(Kusmana, 2002)
Sementara itu, penelitian kami mengusulkan kombinasi prediksi baru dari 4
parameter yang terdiri dari usia, merokok, kadar kolesterol HDL, dan riwayat dispnea
memiliki sensitivitas 79,2% dan spesifisitas 66,3%.
Sepengetahuan kami, ini adalah studi pertama yang dilakukan pada populasi
pekerja di Indonesia. Dari sistem penilaian di atas, terdapat beberapa parameter
persamaan yang sama yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu umur, kadar HDL,
dan status merokok. Sejarah dispnea dalam skor kami membuat penelitian ini
berbeda dan unik. Model kami memiliki sensitivitas yang lebih tinggi dari SKJ dan
FRS pada wanita, tetapi sama pada pria. Namun spesifisitasnya lebih rendah
dibandingkan dengan SKJ dan FRS pada wanita. Namun, model kami lebih mudah
digunakan, dengan variabel yang lebih sedikit, sehingga waktu yang dibutuhkan
lebih singkat. Ini niscaya akan membantu dokter perusahaan dengan jumlah pekerja
yang banyak. Namun, penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan. Pertama,
populasi penelitian kami dibatasi pada populasi pekerja dan didominasi oleh laki-
laki. Kedua, karena ini merupakan penelitian cross sectional dengan data sekunder,
sehingga dapat menimbulkan bias. Oleh karena itu, validasi pada database yang
berbeda dari populasi yang beragam dengan sampel yang lebih besar masih
diperlukan untuk rumus ini
40
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data mulai univariat sampai multivariat, dapat diketahui
adanya 4 faktor risiko yang penting untuk dimasukkan dalam sebuah sistem
skoring untuk memprediksi dan mengkalkulasi terjadinya penyakit jantung
iskemik pada pekerja. Faktor risiko itu adalah usia>40 tahun , merokok, riwayat
sesak nafas dan kadar HDL<50 mg/dL. Masing-masing mempunyai mekanisme
yang berbeda dalam menyebabkan penyakit jantung iskemik. Tiap faktor risiko
mempunyai skoring yang berbeda pula, yakni untuk usia>40 tahun mempunyai
skor 3, untuk merokok dan nilai HDL<50 mg/dL mempunyai skor 1. sedangkan
riwayat sesak nafas mempunyai skor 2. Pada pekerja yang mempunyai semua
faktor risiko diatas, maka nilai skor >2.5 dan berisiko tinggi terkena penyakit
jantung iskemik di masa mendatang. Dengan mengetahui risiko tinggi sejak awal,
maka langkah pencegahan penyakit jantung iskemik dapat dilakukan sejak dini
.Oleh karena itu sistem skoring ini dapat diaplikasikan secara langsung baik oleh
pekerja, dokter perusahaan maupun pihak perusaan sendiri untuk melakukan
tindakan pencegahan agar semua pekerja tetap sehat dan produktifitas terjaga.
5.2 Saran
Setelah tersusun sistem skoring ini, maka perlu di adakan ini uji validasi skor
prediktif untuk memprediksi kejadian penyakit jantung iskemik pada pekerja dengan
target pencapaian tahap ini adalah tervalidasinya skor prediktif tersebut pada
populasi pekerja yang lebih luas yang memiliki karakteristik yang berbeda. Bila
sistem skoring ini dapat di terapkan pada masyarakat umum, maka perlu di adakan
penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar dan heterogen.
41
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI
Luaran yang dicapai berisi Identitas luaran penelitian yang dicapai oleh peneliti
sesuai dengan skema penelitian yang dipilih.
Jurnal
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Journal of Occupational Health (JOH)
2 Website Jurnal https://mc.manuscriptcentral.com/joccuphealth#
3 Status Makalah Submitted
4 Jenis Jurnal Jurnal International
4 Tanggal Submit 21 Desember 2020
5 Bukti Screenshot submit Terlampir
Pemakalah di Seminar
IDENTITAS SEMINAR
1 Nama Conference International Conference on Natural and Social
Science Education
2 Website Conference https://conference.uhamka.ac.id/lic/
3 Status Makalah Accepted
4 Jenis Prosiding Prosiding International
4 Tanggal Submit 22 Oktober 2020
5 Bukti Screenshot submit Terlampir
42
BAB 7. RENCANA TINDAK LANJUT DAN PROYEKSI HILIRISASI
Hasil Penelitian
Identifikasi orang yang berisiko terkena penyakit jantung
tetapi saat ini tidak memiliki gejala telah menjadi metode
yang diterima untuk pencegahan primer penyakit jantung
iskemik di banyak negara. Kegunaan utama penghitungan
risiko kardiovaskular yang dikembangkan dalam sebuah
sistem skoring adalah untuk membantu pengambilan
keputusan klinis dengan mengidentifikasi pasien berisiko
tinggi dalam perawatan kesehatan primer,sehingga
diharapkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
kardiovaskular. Di Indonesia,sejauh ini belum ada penelitian
yang mengembangkan skoring prediktif untuk memprediksi
kejadian penyakit jantung iskemik khususnya di kalangan
pekerja. Dengan demikian penelitian ini merupakan
pengembangan keilmuan dalam bidang kedokteran
khususnya kesehatan kerja.
Rencana Tindak
Lanjut
Rencana selanjutnya dari penelitian ini adalah uji validasi
Skor Prediktif untuk memprediksi kejadian penyakit jantung
iskemik pada pekerja. Target pencapaian tahap ini adalah
tervalidasinya skor prediktif tersebut pada populasi yang
lebih luas yang memiliki karakteristik yang berbeda.
Tahapan terakhir adalah penyusunan rekomendasi kepada
Kementerian Tenaga Kerja dimana target pencapaian tahap
ini adalah tersusunnya suatu rekomendasi perangkat
prediktor untuk memprediksi kejadian penyakit jantung
iskemik pada populasi pekerja.
43
DAFTAR PUSTAKA
Alemu, R., Fuller, E. E., Harper, J. F., & Feldman, M. (2011). Influence of
Smoking on the Location of Acute Myocardial Infarctions. ISRN Cardiology,
2011, 174358. https://doi.org/10.5402/2011/174358
Artigao-rodenas, L. M., Carbayo-herencia, J. A., Divisón-garrote, J. A., & Gil-, V.
F. (2013). Framingham Risk Score for Prediction of Cardiovascular
Diseases : A Population-Based Study from Southern Europe. 8(9), 1–10.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0073529
Bortkiewicz, A., Gadzicka, E., Siedlecka, J., Szyjkowska, A., Viebig, P., Wranicz,
J. K., Kurpesa, M., Dziuba, M., Trzos, E., & Makowiec-Dabrowska, T. (2010).
Work-related risk factors of myocardial infarction. International Journal of
Occupational Medicine and Environmental Health, 23(3), 255–265.
https://doi.org/10.2478/v10001-010-0030-7
Després, J.-P., Lemieux, I., Dagenais, G.-R., Cantin, B., & Lamarche, B. (2000).
HDL-cholesterol as a marker of coronary heart disease risk: the Québec
cardiovascular study. Atherosclerosis, 153(2), 263–272.
https://doi.org/10.1016/S0021-9150(00)00603-1
Elkhader, B. A., Abdulla, A. A., & Ali Omer, M. A. (2016). Correlation of smoking
and myocardial infarction among sudanese male patients above 40 years of
age. Polish Journal of Radiology, 81, 138–140.
https://doi.org/10.12659/PJR.894068
Ghani, L., Susilawati, M. D., & Novriani, H. (2016). Faktor Risiko Dominan
Penyakit Jantung Koroner di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 44(3),
153–164. https://doi.org/10.22435/bpk.v44i3.5436.153-164
Gulati, R., Behfar, A., Narula, J., Kanwar, A., Lerman, A., Cooper, L., & Singh, M.
(2020). Acute Myocardial Infarction in Young Individuals. Mayo Clinic
Proceedings, 95(1), 136–156. https://doi.org/10.1016/j.mayocp.2019.05.001
Hussain, M. A., Mamun, A. Al, Peters, S. A. E., Woodward, M., & Huxley, R. R.
(2016). The burden of cardiovascular disease attributable to major modifiable
risk factors in Indonesia. Journal of Epidemiology, 26(10), 515–521.
44
https://doi.org/10.2188/jea.JE20150178
International Labour Organization. (2018). Profil K3 Nasional Indonesia 2018.
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 287.
Jayaraj, J. C. (2019). Epidemiology of Myocardial Infarction (K. Davatyan (ed.); p.
Ch. 2). IntechOpen. https://doi.org/10.5772/intechopen.74768
Jover, A., Corbella, E., Muñoz, A., Millán, J., Pintó, X., Mangas, A., Zúñiga, M.,
Pedro-Botet, J., & Hernández-Mijares, A. (2011). Prevalence of Metabolic
Syndrome and its Components in Patients With Acute Coronary Syndrome.
Revista Española de Cardiología (English Edition), 64(7), 579–586.
https://doi.org/10.1016/j.rec.2011.03.009
Kusmana, D. (2002). The influence of smoking cessation, regular physical exercise
and/or physical activity on survival: A 13 years cohort study of the Indonesian
population in Jakarta. Medical Journal of Indonesia, 11(4), 230–242.
https://doi.org/10.13181/mji.v11i4.78
Mendis, S., Thygesen, K., Kuulasmaa, K., Giampaoli, S., Mähönen, M., Ngu
Blackett, K., Lisheng, L., & infarction, W. group on behalf of the participating
experts of the W. H. O. consultation for revision of W. H. O. definition of
myocardial. (2011). World Health Organization definition of myocardial
infarction: 2008–09 revision. International Journal of Epidemiology, 40(1),
139–146. https://doi.org/10.1093/ije/dyq165
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. (1980). PERATURAN MENTERI
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI No. Per.02/MEN/1980
TENTANG PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA DALAM
PENYELENGGARAAN KESELAMATAN KERJA. Menteri Tenaga Kerja
Dan Transmigrasi RI, 02, 1–6.
Midayati, N. (2018). Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2018. Berita
Resmi Statistik, 42, 1–16. https://doi.org/No. 74/11/35/Th.XVI, 5 November
2018
Ramirez, A., & Hu, P. P. (2015). Low high-density lipoprotein and risk of
myocardial infarction. Clinical Medicine Insights: Cardiology, 9, 113–117.
https://doi.org/10.4137/CMC.S26624
45
Reddy, K. (2015). Recent advances in the diagnosis and treatment of acute
myocardial infarction. World Journal of Cardiology, 7(5), 243.
https://doi.org/10.4330/wjc.v7.i5.243
Severino, P., D’Amato, A., Netti, L., Pucci, M., Infusino, F., Maestrini, V.,
Mancone, M., & Fedele, F. (2019). Myocardial ischemia and diabetes mellitus:
Role of oxidative stress in the connection between cardiac metabolism and
coronary blood flow. Journal of Diabetes Research, 2019.
https://doi.org/10.1155/2019/9489826
Shah, N., Kelly, A. M., Cox, N., Wong, C., & Soon, K. (2016). Myocardial
Infarction in the “Young”: Risk Factors, Presentation, Management and
Prognosis. Heart Lung and Circulation, 25(10), 955–960.
https://doi.org/10.1016/j.hlc.2016.04.015
Wati, H., & Thabrany, H. (2017). Perbandingan Klaim Penyakit Katastropik
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional di Provinsi DKI Jakarta dan Nusa
Tenggara Timur Tahun 2014. Jurnal Ekonomi Kesehatan Indonesia, 1(2), 18–
27. https://doi.org/10.7454/eki.v1i2.1771
WorldHealthOrganization. (2018). NCDs Country Profiles 2018 WHO. 224.
https://www.who.int/nmh/publications/ncd-profiles-2018/en/
Wu, J., Xia, S., Kalionis, B., Wan, W., & Sun, T. (2014). The Role of Oxidative
Stress and Inflammation in Cardiovascular Aging. BioMed Research
International, 2014. https://doi.org/10.1155/2014/615312
Yusvita, F., & Nandra, N. S. (2018). Gambaran Tingkat Risiko Penyakit Jantung
Dan Pembuluh Darah Pada Pekerja Di Pt . X. Jurnal Forum Ilmiah, 15(2),
267–275.