bab 2 landasan teori - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2/lkt2004-0015...
TRANSCRIPT
8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kerangka Teori
2.1.1 Konsep Dasar Rekayasa Piranti Lunak
2.1.1.1 Pengertian Rekayasa Piranti Lunak
Pengertian rekayasa piranti lunak pertama kali diperkenalkan oleh Fritz
Bauer pada suatu konferensi. Beliau mengatakan rekayasa piranti lunak adalah
penetapan dan penggunaan prinsip-prinsip rekayasa dalam usaha mendapatkan
piranti lunak yang ekonomis, yaitu piranti lunak yang terpercaya dan bekerja
efisien pada mesin atau komputer (Pressman, 1992, p19).
2.1.1.2 Paradigma Rekayasa Piranti Lunak
Terdapat lima paradigma (model proses) dalam merekayasa suatu piranti
lunak, yaitu The Classic Life Cycle atau sering juga disebut Waterfall Model,
Prototyping Model, Fourth Generation Techniqeus (4GT), Spiral Model, dan
Combine Model. Pada penulisan skripsi ini, penulis mempergunakan Waterfall
Model.
Menurut Pressman (1992, p20-21), ada enam tahap dalam Waterfall Model,
seperti gambar 2.1 berikut adalah penjabarannya :
9
Gambar 2.1 Waterfall Model
a. Rekayasa sistem (System Engineering)
Karena perangkat lunak merupakan bagian dari sebuah sistem yang
lebih besar, maka aktivitas ini dimulai dengan penetapan kebutuhan dari
semua elemen sistem. Gambaran sistem ini penting jika perangkat lunak
harus berinteraksi dengan elemen-elemen lain, seperti hardware, manusia
dan database.
b. Analisis kebutuhan perangkat lunak (Software Requirement Analysis)
Analisis yang dilakukan pada tahap ini adalah untuk mengetahui
kebutuhan piranti lunak, sumber informasi piranti lunak, fungsi-fungsi yang
dibutuhkan, kemampuan piranti lunak dan antarmuka piranti lunak tersebut.
c. Perancangan (Design)
Perancangan piranti lunak dititikberatkan pada empat atribut program,
yaitu struktur data, arsitektur piranti lunak, rincian prosedur dan karakter
10
antarmuka. Proses perancangan menerjemahkan kebutuhan ke dalam sebuah
representasi perangkat lunak yang dapat dinilai kualitasnya sebelum
dilakukan pengkodean.
d. Pengkodean (Coding)
Aktivitas yang dilakukan adalah memindahkan hasil perancangan
menjadi suatu bentuk yang dapat dimengerti oleh mesin, yaitu dengan
membuat program.
e. Pengujian (Testing)
Tahap pengujian perlu dilakukan agar output yang dihasilkan oleh
program sesuai dengan yang diharapkan. Pengujian dilakukan secara
menyeluruh hingga semua perintah dan fungsi telah diuji.
f. Pemeliharaan (Maintenance)
Karena kebutuhan pemakai selalu akan meningkat, maka piranti lunak
yang telah selesai dibuat perlu dipelihara agar dapat mengantisipasi
kebutuhan pemakai terhadap fungsi-fungsi baru yang dapat timbul karena
munculnya sistem operasi baru dan perangkat keras baru.
2.1.2 Interaksi Manusia dan Komputer
Saat ini orang sangat menyenangi suatu sistem atau program yang interaktif,
karena itu penggunaan komputer telah berkembang pesat sebagai suatu program
yang interaktif yang membuat orang tertarik untuk menggunakannya. Program
yang interaktif ini perlu dirancang dengan baik sehingga pengguna dapat merasa
senang dan juga dapat ikut berinteraksi dengan baik dalam menggunakannya.
11
2.1.2.1 Program Interaktif
Suatu program yang interaktif dan baik harus bersifat user frendly.
Shneiderman (1998, p15) menjelaskan lima kriteria yang harus dipenuhi oleh
suatu program yang user friendly yaitu :
1. Waktu belajar yang tidak lama.
2. Kecepatan penyajian informasi yang tepat.
3. Tingkat kesalahan pemakaian rendah.
4. Penghafalan sesudah melampaui jangka waktu.
5. Kepuasan pribadi.
Suatu program yang interaktif dapat dengan mudah dibuat dan dirancang
dengan suatu perangkat bantu pengembang sistem antarmuka, seperti Visual
Basic, Borland Delphi dan sebagainya. Keuntungan penggunaan perangkat
bantu untuk mengembangkan antarmuka menurut Santosa (1997, p7) yaitu :
1. Antarmuka yang dihasilkan menjadi lebih baik.
2. Program antar mukanya menjadi mudah ditulis dan lebih
ekonomis untuk dipelihara.
2.1.2.2 Pedoman untuk Merancang User Interface
Terdapat beberapa pedoman yang dianjurkan dalam merancang suatu
program guna mendapatkan suatu program yang user friendly.
2.1.2.2.1 Delapan Aturan Emas
Menurut Shneiderman (1998, p74-75) untuk merancang sistem
interaksi manusia dan komputer yang baik, harus memperhatikan delapan
aturan utama dibawah ini, yaitu :
12
1. Strive for concistency (Bertahan untuk konsisten).
2. Enable Frequent user to use shortcuts (Memperbolehkan pengguna
sering memakai shortcut).
3. Offer informative feed back (Memberikan umpan balik yang
informatif).
4. Design dialogs to yield closure (Pengorganisasian yang baik sehingga
pengguna mengetahui kapan awal dan akhir dari suatu aksi).
5. Offer simple error handling (Penanganan kesalahan yang sederhana).
6. Permit easy reversal of actions (Mengizinkan pembalikan aksi (undo)
dengan mudah).
7. Support Internal Locus of control (Pemakai menguasai sistem atau
inisiator, bukan responden).
8. Reduce short term memory load (Mengurangi baban ingatan jangka
pendek, dimana manusia hanya dapat mengingat 7 + 2 satuan
informasi sehingga perancangannya harus sederhana).
2.1.2.2.2 Pedoman Merancang Tampilan Data
Beberapa pedoman yang disarankan untuk digunakan dalam
merancang tampilan data yang baik menurut Smith dan Mosier yang
dikutip oleh Shneiderman (1998, p80) yaitu :
1. Konsistensi tampilan data, istilah, singkatan, format dan sebagainya
harus standar.
13
2. Beban ingatan yang sesedikit mungkin bagi pengguna. Pengguna
tidak perlu mengingat informasi dari layar yang satu ke layar yang
lain.
3. Kompatibilitas tampilan data dengan pemasukan data. Format
tampilan informasi perlu berhubungan erat dengan tampilan
pemasukan data.
4. Fleksibilitas kendali pengguna terhadap data. Pemakai harus dapat
memperoleh informasi dari tampilan dalam bentuk yang paling
memudahkan.
2.1.2.2.3 Teori Waktu Respons
Waktu respons dalam sistem komputer menurut Sneiderman
(1998, p352) adalah jumlah detik dari saat pemakai memulai aktifitas
(misalnya dengan menekan tombol enter atau tombol mouse) sampai
komputer menampilkan hasilnya di display atau printer.
Beberapa pedoman yang disarankan mengenai kecepatan waktu
respons pada suatu program menurut Sneiderman (1998, p367), yaitu :
1. Pemakai lebih menyukai waktu respons yang lebih pendek.
2. Waktu respons yang lebih panjang (lebih dari 15 detik) mengganggu.
3. Waktu respons yang lebih pendek menyebabkan waktu pengguna
berfikir lebih pendek.
4. Langkah yang lebih cepat dapat meningkatkan produktivitas, tetapi
juga dapat meningkatkan tingkat kesalahan.
5. Waktu respons harus sesuai dengan tugasnya :
14
a. Untuk mengetik, menggerakkan kursor, memilih dengan mouse :
50 – 150 milidetik.
b. Tugas sederhana yang sering : < 1 detik.
c. Tugas biasa : 2 – 4 detik.
d. Tugas kompleks : 8 – 12 detik.
6. Pemakai harus diberi tahu mengenai penundaan yang panjang.
2.1.3 Teori State Transition Diagram (STD)
State Transition diagram merupakan sebuah modelling tool yang digunakan
untuk mendeskripsikan sistem yang memiliki ketergantungan terhadap waktu. STD
merupakan suatu kumpulan keadaan atau atribut yang mencirikan suatu keadaan
pada waktu tertentu.
Komponen-komponen utama STD adalah :
1. State, disimbolkan dengan
State merepresentasikan reaksi yang ditampilkan ketika suatu tindakan
dilakukan. Ada dua jenis state yaitu : state awal dan state akhir. State akhir
dapat berupa beberapa state, sedangkan state awal tidak boleh lebih dari
satu.
2. Arrow, disimbolkan dengan
Arrow sering disebut juga dengan transisi state yang diberi label dengan
ekspresi aturan, label tersebut menunjukkan kejadian yang menyebabkan
transisi terjadi.
15
3. Condition dan Action, disimbolkan dengan
Untuk melengkapi STD diperlukan 2 hal lagi yaitu condition dan
action. Condition adalah suatu event pada lingkungan eksternal yang dapat
dideteksi oleh sistem, sedangkan Action adalah yang dilakukan oleh sistem
bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Aksi
akan menghasilkan keluaran atau tampilan.
2.1.4 Perancangan Percobaan
2.1.4.1 Definisi Perancangan Percobaan
Definisi perancangan percobaan menurut Nazir (1988, p267) adalah
semua proses yang diperlukan dalam merencanakan dan melaksanakan
percobaan. Perancangan percobaan bukan hanya memberikan proses
perencanaan saja, tetapi juga mencakup langkah-langkah yang berurutan
yang menyeluruh dan komplit yang dibuat lebih dahulu.
2.1.4.2 Manfaat Perancangan Percobaan
Menurut Nazir (1988, p268), manfaat dari perancangan percobaan
adalah untuk memperoleh suatu keterangan yang maksimum mengenai cara
membuat percobaan dan bagaimana proses perencanaan serta pelaksanaan
percobaan akan dilakukan.
State 1 State 2
Condition Action
16
2.1.5 Percobaan Faktorial dengan Rancangan Dasar Rancangan Acak
Kelompok (RAK)
Pengertian percobaan faktorial menurut Steel dan Torrie (1981, p404)
adalah percobaan yang perlakuannya terdiri atas semua kemungkinan kombinasi
taraf dari beberapa faktor.
Menurut Runyon (1985, p199), percobaan faktorial adalah percobaan yang
terdapat dua atau lebih taraf dalam setiap kondisi perlakuan.
Sedangkan menurut Gomez K.A dan Gomez A (1995, p92), percobaan
faktorial adalah suatu percobaan di mana perlakuan di dalamnya terdiri dari semua
kemungkinan kombinasi taraf terpilih untuk dua faktor atau lebih. Lebih lanjut,
istilah faktorial menggambarkan suatu cara khusus di mana perlakuan dibentuk dan
tidak menunjukkan penggunaan rancangan percobaan yang digunakan (Gomez K.A
dan Gomez A., 1995, p93)
Menurut Gaspersz (1991, p181), pengertian percobaan faktorial adalah
suatu percobaan mengenai sekumpulan perlakuan yang terdiri atas semua
kombinasi yang mungkin dari taraf beberapa faktor. Lebih lanjut menurut Gaspersz
(1991, p180) pada percobaan faktorial ini, kita hanya mengamati pengaruh faktor
tunggal terhadap respon tertentu dan dalam percobaan ini kita tetap menggunakan
salah satu rancangan dasar yaitu RAK, RAL, atau lainnya.
Lebih lanjut Gaspersz (1991,p226) mengatakan, “Percobaan faktorial
dengan rancangan dasar RAK tidak lain adalah menggunakan RAK sebagai
rancangan percobaannya, sedangkan faktor yang dicobakan lebih dari satu faktor.”
Menurut Montgomery (2001,p175), Percobaan faktorial memiliki beberapa
keuntungan, percobaan ini lebih efisien dibandingkan dengan percobaan faktor
17
tunggal, percobaan faktorial ini juga penting untuk mencegah kesimpulan yang
salah ketika terjadi interaksi.
Setiap rancangan acak kelompok untuk percobaan faktor tunggal dapat
digunakan untuk percobaan faktorial. Prosedur untuk pengacakan dan penataan
setiap rancangan dapat langsung digunakan dengan cara mengabaikan komposisi
faktor dari percobaan faktorial dan pertimbangkan semua perlakuan seolah-olah
mereka tidak berhubungan. Untuk sidik ragam perhitungan yang dibicarakan dalam
setiap rancangan juga langsung dapat digunakan. Akan tetapi, diperlukan langkah-
langkah perhitungan tambahan untuk memilah jumlah kuadrat perlakuan sesuai
dengan pengaruh utama untuk setiap faktor individu dan interaksinya (Gomez K.A
dan Gomez A,1995,p94).
Berikut adalah langkah-langkah analisis ragam suatu percobaan dua faktor
dalam RAK :
1. Model umum dari analisis ragam percobaan dua faktor dalam RAK, adalah :
;)( ijkijjikijk ABBAKuY ∈+++++= i = 1,2,...,a
j = 1,2,...,b
k = 1,2,...,r
dimana :
Yijk = nilai pengamatan (respons) dari kelompok ke-k, yang memperoleh
taraf ke-i dari faktor A, dan taraf ke-j dari faktor B
u = nilai rata-rata yang sesungguhnya
Kk = pengaruh aditif dari kelompok ke-k
Ai = pengaruh aditif dari taraf ke-i faktor A
18
Bj = pengaruh aditif dari taraf ke-j faktor B
(AB)ij = pengaruh interaksi dari taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
∈ ijk = pengaruh galat percobaan pada kelompok ke-k yang memperoleh
taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B.
2. Asumsi
Asumsi yang dibutuhkan dalam analisis ragam ini adalah (1) Galat
percobaan menyebar normal; (2) Galat percobaan memiliki ragam yang homogen;
(3) Galat percobaan saling bebas; dan (4) pengaruh perlakuan dan lingkungan
aditif.
3. Hipotesis
Hipotesis yang diuji dalam penelitian adalah :
a. H0 : (AB) ij = 0, yang berarti tidak ada pengaruh interaksi antara faktor A dan
B terhadap respon yang diamati.
H1 : minimal ada satu (AB) ij ≠ 0, artinya ada pengaruh interaksi antara faktor
A dan B terhadap respon yang diamati.
b. H0 : Ai = 0, yang berarti tidak ada pengaruh faktor A terhadap respon yang
diamati.
H1 : minimal ada satu Ai ≠ 0, artinya ada pengaruh faktor A terhadap respon
yang diamati.
19
c. H0 : Bj = 0, yang berarti tidak ada pengaruh faktor B terhadap respon yang
diamati.
H1 : minimal ada satu Bi ≠ 0, artinya ada pengaruh faktor B terhadap respon
yang diamati.
4. Prosedur analisis ragam
Prosedur analisis ragam untuk percobaan faktorial yang terdiri dari 2 faktor
(A dan B) dengan menggunakan rancangan dasar RAK dapat dijabarkan melalui
tahap-tahap berikut :
Tahap 1. Menghitung faktor koreksi (FK), jumlah kuadrat total (JKT), jumlah
kuadrat kelompok (JKK), jumlah kuadrat perlakuan (JKP), dan jumlah
kuadrat galat (JKG). Jika r, a, dan b masing-masing melambangkan
banyaknya kelompok , banyaknya taraf faktor A, dan banyaknya taraf
faktor B, maka :
pengamatanbanyak )umum total( 22
.. ==rabY
FK ..................................(1)
FKYJKTkji
ijk −= ∑,,
2 ............................ (2)
JKT = jumlah kuadrat nilai pengamatan – faktor koreksi
( ) FKab
FKab
YJKK k
k
−=−= ∑∑ 2
2.. kelompok total ............................(3)
20
( ) FKr
FKr
YJKP ji
ij
−=−= ∑∑ 2
,
2. perlakuan total ........................... (4)
JKG = JKT – JKK – JKP ......................…. (5)
Tahap 2. Menghitung derajat bebas (db) masing-masing melalui :
db kelompok = r – 1 ....................................(6)
db perlakuan = ab – 1 ....................................(7)
db galat = (r – 1)(ab – 1) ....................................(8)
db total = rab – 1 ....................................(9)
Tahap 3. Menghitung ketiga komponen faktorial dari jumlah kuadrat perlakuan
sebagai berikut :
JK (A) =( )
FKrb
ai
i
−∑ 2
= ( )∑ rbAfaktor taraftotal 2
- FK ........(10)
JK (B) =( )
FKra
bj
j
−∑ 2
= ( )∑ raBfaktor taraftotal 2
- FK ........(11)
JK (A x B) = JKP – JK (A) – JK (B) ...................(12)
Tahap 4. Menghitung derajat bebas (db) untuk pengaruh utama dan interaksi faktor
A dan faktor B, sebagai berikut :
db faktor A = a – 1 ...................................(13)
db faktor B = b – 1 ...................................(14)
db interaksi A x B = (a – 1)(b – 1) ...................................(15)
21
Tahap 5. Menghitung kuadrat tengah (KT) masing-masing melalui pembagian
antara JK dan derajat bebasnya, yaitu :
KT (A) = 1
)(−a
AJK ................................(16)
KT (B) = 1
)(−b
BJK ................................(17)
KT (A x B) = )1)(1(
)(−− ba
AxBJK ................................(18)
KT Galat = )1)(1(
galatJK −− abr
................................(19)
Tahap 6. Menghitung nilai F untuk masing-masing dari ketiga komponen faktorial,
sebagai berikut :
F (A) = KTGalat
AKT )( ..................................(20)
F (B) = KTGalat
BKT )( ..................................(21)
F (A x B) =KTGalat
AxBKT )( ..................................(22)
Tahap 7. Bandingkan setiap nilai F hitung dengan nilai F tabel, dengan f1 = db KT
pembilang dan f2 = db KT penyebut, pada taraf nyata yang tertera.
1. Apabila F hitung < F tabel (α = 0. 05) maka F hitung tidak nyata (tn).
2. Apabila F tabel (α = 0. 05) < F hitung < F tabel (α = 0. 01) maka F hitung
nyata (*).
3. Apabila F hitung < F tabel (α = 0. 01) maka F hitung sangat nyata (**).
22
Tahap 8. Kesimpulan
1. Tolak H0 jika F hitung nyata atau sangat nyata, yang berarti tidak ada
pengaruh perlakuan faktor yang diuji terhadap respon yang diamati.
2. Terima H1 jika F hitung tidak nyata, yang berarti ada pengaruh
perlakuan faktor yang diuji terhadap respon yang diamati.
Tahap 9. Menghitung koefisien keragaman (kk) sebagai berikut :
kk = umumrataan
GalatKTx 100 ..................................(23)
Tahap 10. Masukkan semua nilai yang diperoleh dari tahap 1 sampai tahap 8 ke
dalam tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1 Analisis ragam percobaan faktorial dengan rancangan dasar RAK
F Tabel Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah
F
Hitung 5 % 1 %
Kelompok r – 1 JKK KTK
Perlakuan ab – 1 JKP KTP
A a – 1 JK (A) KT(A) F (A)
B b – 1 JK (B) KT(B) F (B)
A x B (a-1)(b-1) JK (AxB) KT(AxB) F (AxB)
Galat (r-1)(ab-1) JKG KTG
Total rab –1 JKT -
2.1.6 Uji Beda Rata-rata Grup Perlakuan (Uji Kontras)
Pada uji beda rata-rata grup perlakuan atau uji kontras ini, yang akan dibahas
adalah (1) bagaimana membedakan pengaruh grup-grup perlakuan dan pengaruh
23
perlakuan-perlakuan dalam suatu grup perlakuan tertentu menurut metode
pembanding ortogonal, dan (2) tentang bagaimana membedakan kecenderungan
pengaruh-pengaruh perlakuan dalam percobaan faktor faktorial menurut metode
polinomial ortogonal.
2.1.6.1 Metode Pembanding Ortogonal
Metode pembanding ortogonal ini sebaiknya hanya digunakan
terhadap perlakuan-perlakuan yang dapat dikontraskan atau perlakuan-
perlakuan yang masing-masing kelompoknya mempunyai ciri yang kontras.
Ciri kontras ini umumnya hanya dijumpai pada faktor kualitas.
Dalam metode pembanding ortogonal, prosedur analisis statistik
dilakukan dalam 2 tahap, yaitu :
Tahap 1, Analisis Jumlah Kuadrat (JK) utama seperti halnya dalam uji
Anova menurut rancangan percobaan yang digunakan.
Tahap 2, Analisis JK perlakuan rincian, yang merupakan lanjutan dari
JK perlakuan pada JK utama (tahap 1) sesuai dengan rencana pengujian
sebelum percobaan.
Berikut adalah penjelasan prosedur statistik dalam tahap 2 :
Kontras berderajat bebas (db) tunggal merupakan fungsi linier (L) dari
jumlah-jumlah perlakuan :
L = ∑=
t
iiiTc
1
........................(24)
= c1T1 + c2T2 + ... + ciTi
24
Menurut Gomez dan Gomez (1995, p223), JK kontras linier JK(L) ber-db
tunggal dihitung sebagai berikut :
JK(L) = )( 2
2
∑CrL ..............................(25)
Dua kontras db tunggal dikatakan ortogonal apabila jumlah hasil kali
dari koefisiennya sama dengan nol, yaitu dua kontras dengan masing-masing
mempunyai db tunggal :
L1 = c11T1 + c12T2 + ... + c1tTt
L2 = c21T1 + c22T2 + ... + c2tTt
Dikatakan ortogonal apabila memenuhi ketentuan berikut ini :
∑=
t
iiicc
121 = c11c21 + c12c22 + ... + c1tc2t = 0 ...............................(26)
Suatu grup dari p kontras db tunggal, dimana p>2 dikatakan
ortogonal bersama (mutually orthogonal) apabila setiap pasang dan semua
pasangan dari kontras dalam grup adalah ortogonal. Bagi suatu percobaan
dengan t perlakuan, jumlah maksimum kontras ortogonal bersama dengan db
tunggal yang dapat disusun adalah (t – 1) atau sebesar db JK Perlakuan.
Setiap grup perlakuan dari (t –1) kontras ortogonal bersama dengan
db tunggal, jumlah dari JK-nya sama dengan JK perlakuan, yaitu :
JK(L1) + JK(L2) + JK(L3) + ... + JK(Lt-1) = JK Perlakuan .....(27)
Menurut kontras berderajat bebas tunggal ini pengujian dapat
dilakuakn terhadap semua tipe perbandingan grup yang direncanakan
sebelum percobaan.
25
Menurut Hanafiah (2001, p71), pengujian metode pembanding
ortogonal ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu :
1. Uji beda antar grup.
Pada tahap ini perlakuan-perlakuan dikelompokkan menjadi
beberapa grup perlakuan.
2. Uji beda dalam grup.
Pada tahap ini, uji nyata hanya dilakukan terhadap perlakuan-
perlakuan yang terdapat dalam suatu grup perlakuan tertentu.
2.1.6.2 Metode Polinomial Ortogonal
Dalam perlakuan kuantitatif, seperti kepadatan tanaman atau kadar
pemupukkan yang digunakan, terdapat kontinuitas dari satu taraf perlakuan
ke perlakuan lainnya dan banyaknya kemungkinan taraf perlakuan yang
dapat dicobakan dalam satu pengujian adalah tidak terbatas (Gomesz K.A.
dan Gomesz A.A, 1995,p231). Meskipun taraf perlakuan yang dapat
diujikan dalam suatu pengujian jumlahnya terbatas, tetapi minat peneliti
biasanya mencakup keseluruhan wilayah perlakuan. Akibatnya jenis
pembandingan rataan yang terarah kepada perlakuan tertentu yang diujikan
tidaklah tepat. Pendekatan yang lebih tepat adalah mempelajari hubungan
fungsi antara respons dan perlakuan yang mencakup seluruh wilayah taraf
perlakuan yang diujikan.
Meskipun pembandingan arah dapat dibuat untuk setiap hubungan
fungsi yang diminta, yang paling sederhana dan umum digunakan adalah
26
berdasar polinomial. Suatu derajat polinomial ke-n menjelaskan hubungan
antara peubah tidak bebas Y dan peubah bebas X disajikan sebagai :
nn XXXY βββα ++++= ...2
21 .........................(24)
sedangkan α adalah intersep dan βi (i = 1,...,n) adalah koefisien regresi
sebagian yang berhubungan dengan derajat polinomial ke-i.
Cara pembandingan arah berdasarkan polinomial, biasanya lebih
dikenal sebagai metode polinomial ortogonal, yakni mencari derajat
polinomial terendah yang dapat disajikan secara memadai antara peubah
tidak bebas Y (biasanya ditunjukkan dengan respon tanaman atau respon
bukan tanaman). Gomesz dan Gomesz (1995,p232) menjabarkan caranya
perhitungannya sebagai berikut :
1. Penyusunan suatu gugus kontras ortogonal bersama derajat
bebas tunggal dengan kontras pertama menunjukkan derajat
polinomial pertama (linier), kontras kedua menunjukkan derajat
polinomial kedua (kuadratik) dan seterusnya. Banyaknya
polinomial yang dapat dipelajari akan tergantung kepada
banyaknya pengamatan berpasangan (n) atau umumnya
banyaknya perlakuan yang diujikan (t). Kenyataannya, derajat
polinomial tertinggi yang dapat dipelajari sama dengan (n– 1)
atau (t – 1).
2. Penghitungan JK dan pengujian beda nyata untuk setiap kontras.
27
3. Pemilihan derajat polinomial tertentu yang paling baik dalam
menguraikan hubungan antara perlakuan dan responnya.
Berikut ini digambarkan metode polinomial ortogonal untuk dua kasus,
yang satu mempunyai perlakuan-perlakuan dengan selang yang sama, dan
yang kedua mempunyai perlakuan dengan selang yang tidak sama.
2.1.6.2.1 Perlakuan dengan Selang Sama
Langkah-langkah yang terdapat dalam penggunaan metode
polinomial ortogonal untuk membandingkan arah di antara rataan
perlakuan dengan selang yang sama adalah :
Langkah 1. Dari tabel pada lampiran, diperoleh gugus dari (t-1)
kontras derajat bebas tunggal yang menunjukkan polinomial
ortogonal, di mana t adalah jumlah perlakuan yang diujikan.
Langkah 2. Menghitung JK untuk setiap kontras derajat bebas
tunggal atau setiap polinomial ortogonal yang diperoleh dari langkah
1, dengan rumus sebagai berikut :
( )∑∑= 2
2
)(crL
LJK .................. (27)
Langkah 3. Menghitung nilai F untuk setiap derajat polinomial
dengan membagi setiap JK yang dihitung dalam langkah 2 dengan
kuadrat tengah galat dari analisis ragam.
28
GalatKTJK
F ii = .................... (28)
dimana i adalah derajat polinomial
Langkah 4. Membandingkan tiap nilai F hitung dengan nilai F tabel
dengan f1 = 1 dan f2 = derajat bebas galat pada taraf nyatanya yang
disarankan.
Langkah 5. Gabungkan JK dari seluruh polinomial yang paling
sedikit dua derajat lebih tinggi daripada polinomial tertinggi yang
berbeda nyata. Nilai JK gabungan ini biasanya disebut sebagai JK
sisa. Derajat bebas sisa sama dengan banyaknya JK yang
digabungkan
KT sisa = sisadbsisaJK ........................... (29)
F = galat KTsisa KT ........................... (30)
Nilai F hitung dapat dibandingkan dengan nilai F tabel dengan f1 =
derajat bebas sisa dan f2= derajat bebas galat pada taraf nyata yang
disarankan. Jika F hitung > F tabel maka tolak Ho dan Jika F hitung
< F tabel maka terima Ho.
Langkah 6. Masukkan nilai yang diperoleh dari langkah 2 sampai 5
ke dalam tabel analisis ragam.
29
2.1.6.2.2 Perlakuan dengan Selang Tidak Sama
Dalam metode polinomial ortogonal, perbedaan antara kasus
dengan selang yang sama dan selang yang tidak sama hanyalah
dalam memperoleh gugus kontras ortogonal bersama derajat bebas
tunggal yang tepat. Untuk setiap kasus, koefisien kontras harus
diperoleh dari selang perlakuan yang tidak sama, bukan langsung
dari tabel koefisien kontras baku. Akan tetapi, sekali koefisien
kontras didapatkan, cara perhitungannya sama untuk kedua kasus.
Untuk selanjutnya pembahasan akan ditujukan untuk memperoleh
koefisien polinomial ortogonal untuk kasus yang selangnya tidak
sama.
Gomesz dan Gomesz (1995,p236-240) memberikan langkah-
langkah untuk mendapatkan tiga gugus koefisien polinomial
ortogonal, yaitu sebagai berikut :
Langkah 1. Sandikanlah perlakuan dengan menggunakan bilangan
cacah yang terkecil.
Langkah 2. Hitung ketiga gugus koefisien polinomial ortogonal,
untuk derajat polinomial pertama (linier), kedua (kuadratik), sebagai
berikut :
ii XaL += ...............................(31)
2iii XcXbQ ++= ...............................(32)
30
untuk Li,Qi (i= 1, ...,t) adalah koefisien dari perlakuan berturut-turut
untuk linier dan kuadratik. t adalah banyaknya perlakuan dan a, b
dan c adalah parameter yang diperlukan untuk menduga keenam
persamaan berikut :
∑ ∑= =
=+=t
i
t
iii XtaL
1 1
0 ................................(33)
∑∑∑===
=++=t
ii
t
ii
t
ii XXctbQ
1
2
11
0 ................................(34)
Dua persamaan diatas diperoleh dari ketentuan kontras derajat
bebas tunggal yang jumlah koefisiennya harus sama dengan nol.
Penyelesaian yang umum bagi kedua parameter tersebut adalah:
tX
a ∑−= ..................................(35)
( )( ) ( )( ) ( )22
223
∑∑∑∑∑
−
−=
XXt
XXXb ........................(36)
( )( ) ( )( ) ( )22
32
∑∑∑∑∑
−
−=
XXt
XtXXc ........................(37)
Nilai parameter a, b dan c yang dihitung, kemudian
digunakan dalam persamaan langkah 2 untuk menghitung Li, Qi
untuk setiap taraf.
2.2 Kerangka Berfikir
Pengolahan data percobaan membutuhkan suatu alat bantu program yang dapat
mengolah data-data percobaan dengan tepat dan memberikan kemudahan dalam proses
31
input data dan proses menghasilkan output. Masalah kelemahan program MSTAT pada
tahap menginput data dan pada tahap menghasilkan output dapat diatasi dengan
merancang suatu program baru yang merupakan pengembangan dari program MSTAT.
Program aplikasi yang penulis beri nama RANCOB ini, dapat mengolah data-
data percobaan faktorial 2 faktor dengan uji lanjut menggunakan metode pembanding
ortogonal. Program aplikasi ini juga dapat mengatasi kelemahan program MSTAT, serta
dilengkapi dengan fasilitas program seperti tampilan dan laporan yang disesuaikan
dengan kebutuhan balai.