bab 2 landasan teori - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/bab2/2006-2-01073-ti-bab 2.pdf ·...
TRANSCRIPT
33
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pengertian Kualitas
Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi, dari yang
konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari kualitas
biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti:
performansi (performance), keandalan (reliability), mudah dalam penggunaan (easy
of use), estetika (esthetic), dan sebagainya. Sedangkan definisi strategik menyatakan
bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau
kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). (Gasperz, 2002 : p4)
Salah satu definisi kualitas yang sering digunakan berasal dari Crosby (1979)
yang mendefinisikan “Quality is conformance to requirements or specifications”
yang diartikan bahwa kualitas adalah suatu kesesuaian untuk memenuhi persyaratan
atau spesifikasi.
Definisi yang lebih umum dari kualitas adalah definisi yang dikemukan oleh
Juran (1974) yaitu “ Quality is fitness for use “ dimana definisi ini menekankan
pada poin penting yaitu pengendali dibalik penentuan level kualitas yang harus
dipenuhi oleh produk atau jasa yaitu konsumen. Akibatnya, apabila keinginan
konsumen berubah maka kualitas yang ditetapkan juga berubah. Hal ini menunjukkan
34
bahwa terdapat beberapa elemen yang menentukan level dari kualitas produk atau
jasa yang dinamakan karakteristik kualitas.
Dalam ISO 8402 (Quality Vocabulary), kualitas didefinisikan sebagai totalitas
dari karakteristik suatu produk yang menunjang kemampuannya untuk memuaskan
kebutuhan yang dispesifikasikan atau ditetapkan. Kualitas seringkali diartikan sebagai
kepuasan pelanggan (customer satisfaction) atau kesesuaian terhadap kebutuhan atau
persyaratan (conformance to the requirement).
Beberapa jenis dari karakteristik kualitas ini bisa dibentuk, misalnya
karakteristik struktur disusun oleh bentuk produk, kekuatan menahan beban, berat
dan lain-lain. Untuk karakteristik sensor, elemen penyusunnya yaitu keindahan model
produk, tekstur produk, unsur estetik produk dan lain-lain. Sedangkan untuk
karakteristik berdasar waktu yaitu mengenai jaminan, layanan purna jual, keandalan
dan kemudahan dalam perawatan.
Karakteristik kualitas dapat digolongkan menjadi dua golongan utama yaitu:
variabel dan atribut. Karakteristik yang dapat diukur dan diwujudkan dengan skala
numerik disebut variabel. Diameter dari ring dalam millimeter, resistansi dari koil
dalam ohm dan kepadatan suatu larutan dalam satuan gram per centimeter kubik
adalah contoh dari variabel. Karakteristik kualitas dikatakan sebagai atribut jika dapat
diklasifikasikan, apakah termasuk kesesuaian atau ketidaksesuaian untuk memenuhi
permintaan spesifikasi. Untuk pernyataan atribut maka tidak bisa menggunakan skala
numerik melainkan diekspresikan dengan atribut, misalnya bau minyak wangi yang
termasuk golongan dapat diterima atau tidak, warna kain yang termasuk diterima atau
tidak dan hal lainnya yang termasuk atribut.
35
2.1.1.1 Definisi Variasi dalam Pengendalian Kualitas
Berdasarkan Gaspersz (1998, p29) Variasi adalah ketidakseragaman dalam
sistem indusrri sehingga menimbulkan perbedaan dalam kualitas pada produk
(barang dan/atau jasa) yang dihasilkan. Pada dasarnya dikenal ada dua sumber atau
penyebab timbulnya variasi, yang diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Variasi Penyebab Kbusus (Special Causes Variation) adalah ke|adian-
kejadian diluar sistem industri yang mempengaruhi variasi dalam sistem
industri itu. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor: manusia,
peralatan, material, lingkungan, metode kerja, dll. Penyebab khusus ini
mengambil pola-pola nonacak (nonrandom patterns) sehingga dapat
diidentifikasi/ditemukan, sebab mereka tidak selalu aktif dalam proses
tetapi memiliki pengaruh yang lebih kuat pada proses sehingga
menimbulkan variasi. Dalam konteks pengendalian proses statistikal
menggunakan peta-peta kontroi (control charts), jenis variasi ini sering
ditandai dengan titik-titik pengamatan yang melewati atau keluar dari
batas-batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
b. Variasi Penyebab Umum (Common Causes Variation) adalah taktor-faktor
di dalam sistem industri atau yang melekat pada proses industri yang
menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem industri serta hasil-hasilnya.
Penyebab umum sering disebut juga sebagai penyebab acak (random causes)
acau penyebab sistem (system causes). Oleh karena penyebab umum ini
s e l a l u melekat pada sistem, maka untuk menghilangkannya harus
36
menelusuri pada elemen-elemen dalam sistem itu dan hanya pihak
manajemen industri yang dapat memperbaikinya, karena pihak manajemen
industri yang mengendalikan sistem industri itu. Dalam konteks pengendalian
proses statistikal menggunakan peta-peta kontroi (control charts), jenis variasi
ini sering ditandai dengan titik-titik pengamatan yang berada dalam batas-
batas pengendalian yang didefinisikan (defined control limits).
Suatu proses dimana hanya mempunyai variasi penyebab umum (common causes
variation) yang mempengaruhi output atau "outcomes" merupakan proses yang stabil
karena penyebab sistem yang mempengaruhi variasi biasanya relatif stabil sepanjang
waktu. Variasi penyebab umum dapat diperkirakan dalam batas-batas pengendalian
yang ditetapkan secara statistikal. Sedangkan apabila variasi penyebab khusus terjadi
dalam proses, maka akan menyebabkan proses itu menjadi tidak stabil. Upaya-upaya
menghilangkan variasi penyebab khusus akan membawa proses ke dalam
pengendalian statistikal.
Pemahaman dan pengendalian variasi merupakan inti dari teori Deming. Dr.
William Edwards Deming menyatakan bahwa sasaran dari pengendalian proses
industri guna neningkatkan kualitas dan produktivitas industri adalah mengurangi
variasi sebanyak mungkin. Pendekatannya adalah menstandardisasikan proses
melalui setiap orang menggunakan prosedur kerja, material, dan peralatan yang
sama. Di samping itu pihak manajemen industri harus mempelajari proses, mencari
sumber-sumber potensial dari variasi, mengumpulkan data, dan kemudian
menghilangkan variasi penyebab khusus. Sedangkan variasi penyebab umum
37
merupakan tindakan konkrit berikut sebagai bukti komitmen dari manajemen
industri untuk perbaikan proses terus menerus (continuous process improvement )
setelah variasi penyebab khusus dihilangkan dari proses itu.
2.1.1.2 Biaya kualitas / Cost of Quality (COQ)
Setiap perusahaan (dan juga konsumen) harus membayar nilai tertentu untuk
kualitas yang buruk. Setiap cacat yang terjadi merupakan beban bagi produsen
maupun konsumen. Perusahaan yang beroperasi pada tingkat 3 sigma akan
kehilangan 20-40 % dari total penjualan sebagai biaya kualitas (cost of quality)
mereka. Sedangkan untuk perusahaan yang sudah mencapai kualitas 6 sigma hanya
menghabiskan kurang dari 5 % dari tota; penjualan mereka sebagai biaya kualitas.
Dengan mengetahui total biaya yang dikeluarkan untuk menangani masalah
kualitas maka perusahaan akan memiliki titik tolak awal untuk menentukan arah
kebijakan dan keputusan perusahaan. Tetapi pada kenyataannya, hanya 33 % dari
perusahaan di Amerika Serikat yang menghitung biaya kualitas.
Ada empat kategori yang termasuk dalam struktur biaya kualitas (cost of
quality), yaitu :
38
1. Biaya kegagalan internal (internal failure cost), akibat dari :
Scrap
Pengerjaan ulang (rework)
Scrap dan pengerjaan ulang supplier
2. Biaya kegagalan eksternal (external failure cost), akibat dari :
Biaya kepada konsumen
Biaya garansi
Penyesuaian terhadap komplain (complaint adjusments)
Material yang dikembalikan (returned material)
3. Biaya penilaian (appraisal cost), akibat dari :
Inspeksi
Pengujian
Audit kualitas
Biaya awal (initial cost) dan biaya pemeliharaan perlengkapan
pengujian.
4. Biaya pencegahan (prevention cost), akibat dari :
Perencanaan kualitas
Perencanaan proses
Pengendalian proses
Pelatihan
Kita dapat saja mendefinisikan penghematan yang mungkin dengan
mengevaluasi biaya pengerjaan ulang (rework), ketidak-efisienan, ketidak-senangan
39
dan kehilangan konsumen, dan selanjutnya. Semakin spesifik pendefinisian akan
angka ini maka semakin akurat COPQ yang dapat dihitung.
2.1.2 Pengendalian Kualitas
Oleh karena sifat dari kualitas yang sangat penting bagi kelangsungan hidup
suatu produk, maka diperlukan adanya pengendalian kualitas yang efektif. Ada
beberapa pernyataan mengenai pengendalian kualitas yaitu :
a. Joseph M. Juran
Dikatakan bahwa pengendalian mutu terpadu adalah suatu cara kerja yang
teratur, dimana dilakukan pengukuran mutu “performance” nyata
dibandingkan dengan standar dan dilakukan tindakan bila terlihat adanya
penyimpangan dari standar.
b. W. Edwards Deming
Menurut Deming, pengendalian mutu terpadu adalah semua aktivitas yang
perlu dilakukan untuk mencapai tujuan jangka panjang yang efisien dan
ekonomis. Urutan aktivitas tersebut dikenal dengan sebutan “Siklus Deming”
yakni PDCA (Plan, Do, Check, Action).
c. Philip B. Crosby
Crosby mengemukakan bahwa untuk menentukan kebijakan kualitas maka
telah diidentifikasikan empat hal utama yaitu definisi dari kualitas, sistem
pengembangan kualitas, kinerja standar dalam bentuk zero defect, dan
pengukuran dalam bentuk biaya kualitas
40
Pengendalian kualitas memiliki beberapa keuntungan, antara lain :
Mengendalikan kualitas dari produk agar sesuai dengan spesifikasi yang telah
ditetapkan dan melakukan perbaikan kualitas produk.
Sistem kualitas selalu mengalami perbaikan secara kontinu sehingga dapat
memenuhi keinginan konsumen yang dapat berubah sewaktu-waktu.
Pengendalian kualitas dapat meningkatkan produktivitas karyawan dan
kemampuan karyawan serta dapat mengurangi volume scrap (cacat) dan
reworks (pengerjaan ulang).
Sistem kualitas dapat menurunkan biaya yang berhubungan dengan kualitas
produk secara keseluruhan, meliputi :
1. Biaya kerusakan dalam produksi
2. Biaya inspeksi
3. Biaya kerusakan diluar proses produksi, dimana untuk hal ini dapat
dikurangi dengan cara pemeriksaan secara berkala, sistem perawatan
mesin yang baik dan peralatan pencegah.
Dengan peningkatan produktivitas maka dapat mengurangi waktu tempuh dari
proses produksi komponen dan sub assembly, yang hasilnya dapat untuk
memenuhi batas waktu atau due dates dari konsumen.
Sistem pengendalian kualitas dapat memacu semangat untuk selalu berjuang
dalam perbaikan berkesinambungan pada kualitas dan produktivitas.
2.1.3 Pengendalian Mutu Proses Statistik
41
Menurut Gaspersz (1998, p43), data variabel merupakan data kuantitatif yang
diukur untuk keperluan analisis. Ukuran data variabel berupa besar, panjang, lebar,
tinggi. Contoh: Berat produk per unit, luas permukaan produk.
Dalam pengendalian mutu proses statistik dengan menggunakan data variabel,
dikenal 2 macam peta kontrol untuk mempermudah analisa, yaitu :
- X dan R
Digunakan untuk memantau proses yang mempunyai karakteristik
berdimensi kontinu, sehingga peta kontrol X dan R sering disebut sebagai
peta kontrol untuk data variabel. Peta kontrol X menjelaskan kepada kita
tentang apakah perubahan-perubahan telah terjadi dalam ukuran titik pusat
dari sebuah proses. Sedangkan range menjelaskan tentang apakah perubahan-
perubahan telah terjadi dalam ukuran variasi, dengan demikian berkaitan
dengan perubahan homogenitas produk yang dihasilkan melalui suatu proses.
Gaspersz (1998, p112)
- Individual X dan MR
Digunakan apabila ukuran contoh yang digunakan untuk pengendalian
proses adalah hanya satu (n=1). Hal ini sering terjadi apabila pemeriksaan
dilakukan secara otomatis, dan juga terjadi pada tingkat produksi yang sangat
lambat, sehingga sukar untuk mengambil ukuran contoh (n) lebih dari 1.
Gaspersz (1998, p133),
42
Untuk pengendalian proses pada PT. Cosmar, peta kontrol yang digunakan
adalah peta X , MR dan R. Semua peta tersebut digunakan untuk mengukur data-data
variabel (kuantitatif).
Menentukankarakteristik kualitas
DataVariabel
ProsesHomogen atauproses Batch
Gunakan peta kontrolindividual X-MR
Gunakan peta kontrolindividual X-bar R
Data Atributberbentukproporsi
Ukuran Sampelkonstan
Gunakan petakontrol p atau np
Gunakan petakontrol p
Data Atributberbentuk banyaknya
ketidaksesuaian
Ukuran Sampelkonstan
Gunakan petakontrol c atau u
Gunakan petakontrol u
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak Tidak
Tidak Tidak Tidak
Diagram 2.1 Alir Pemilihan Peta Kontrol
43
2.1.3.1 Peta kontrol X dan R
Langkah-langkah pembuatan Peta Kontrol X dan R
1. Tentukan ukuran contoh (n= 4,5,6,… ) umumnya yang digunakan adalah 5
unit dari setiap contoh.
2. Kumpulkan 20-25 set contoh dari proses di lapangan.
3. Hitung nilai rata-rata , X , range dari setiap set contoh.
4. Hitung nilai rata-rata dari seluruh X , yaitu X yang merupakan garis tengah
dari peta kontrol X , serta nilai rata-rata dari semua R, yaitu R yang
merupakan garis tengah dari peta kontrol R.
5. Hitung batas kontrol dari peta kontrol X dan R.
Peta Kontrol X Peta Kontrol R
CL = X CL = R
UCL = X + A2. R UCL = D4. R
LCL = X – A2. R LCL = D3. R
6. Buat Peta kontrol X dan R dengan menggunakan batas-batas diatas, lalu
tebarkan semua data X dan R dari setiap contoh yang diambil pada peta
kontrol, lalu lihat apakah sudah berada dalam batas kendali statistik. Maka
peta kontrol ini dapat digunakan untuk memantau proses yang sedang
berlangsung dari waktu ke waktu. Apabila semua data tidak berada dalam peta
kontrol, maka peta kontrol harus diperbaiki sampai stabil, karena peta kontrol
yang tak terkendali tak boleh digunakan untuk memantau proses. Peta kontrol
44
X dan R ini dapat digunakan untuk memantau apakah proses itu sudah stabil
atau belum, bila belum, maka proses harus diperbaiki dahulu.
7. Apabila proses berada dalam pengendalian statistikal, hitung indeks
kapabilitas proses Cp , dan indeks performansi kapabilitas, Cpk
Gunakan peta kontrol terkendali dari X dan R itu untuk memantau proses
yang berlangsung dari waktu ke waktu seperti dalam penggunaan run chart. Dengan
demikian maka dapat dipantau pola-pola peta kontrol yang perlu utuk ditindaklanjuti,
dan dapat diambil tindakan untuk memperbaikinya.
2.1.3.2 Analisis Kapabilitas Proses
Berdasarkan Gaspersz (1998, p.31), hubungan antara variansi natural dari
proses dan spesifikasi desain produk sering dihitung dengan pengukuran yang disebut
kapabilitas proses. Dalam mendiskusikan tentang kapabilitas proses perlu
dipertimbangkan dua konsep yang berbeda berikut ini :
• Kapabilitas Proses ditentukan oleh variasi yang bersumber dari variasi penyebab-
umum. Secara umum kapabilitas proses menggambarkan performansi terbaik
(misalnya range minimum) dari proses itu sendiri. Dengan demikian kapabilitas
proses berkaitan dengan variasi proses tanpa mempedulikan dimana spesifikasi
(didefinisikan sebagai kebutuhan pelanggan) itu berada berkaitan dengan lokasi
dan atau range dari proses.
45
• Pelanggan (Internal atau Eksternal) biasanya lebih memperhatikan output secara
keseluruhan dari proses dan bagaimana output itu memenuhi kebutuhan mereka
(diidentifikasikan sebagai spesifikasi), tanpa mempedulikan variasi dari proses.
Karena suatu proses dalam pengendalian statistik secara umum digambarkan
melalui suatu distribusi yang dapat diperkirakan, proporsi dari parts dalam spesifikasi
dapat diperkirakan dari distribusi ini. Sepanjang proses berada dalam pengendalian
statitsik dan tidak berubah dalam lokasi, range, atau bentuk, maka itu akan
menghasilkan parts dalam spesifikasi dengan distribusi yang sama.
Tindakan pertama pada proses harus melokalisasikan proses pada nilai target
yang merupakan kebutuhan pelanggan (didefinisikan sebagai spesifikasi output).
Setelah itu apabila range dari proses masih belum dapat diterima, misalnya masih
terdapat sejumlah minimum parts di luar spesifikasi yang diproduksi, maka pihak
manajemen industri harus mengambil tindakan pada sistem melalui mengurangi
variasi yang bersumber dari variasi penyebab umum, yang biasanya diperlukan untuk
meningkatkan kapabilitas proses beserta outputnya untuk memenuhi spesifikasi
(kebutuhan pelanggan) secara konsisten. Dengan demikian pihak manajemen industri
pertama kali harus membawa proses ke dalam pengendalian statistik dengan
mendeteksi dan mengambil tindakan terhadap variasi penyebab khusus. Setelah itu
performansi proses diperkirakan, dan kapabilitas proses untuk memenuhi kebutuhan
dan ekspektasi pelanggan dievaluasi. Langkah-langkah ini merupakan basis untuk
perbaikan proses terus-menerus.
46
Praktek-praktek yang dapat diterima dalam dunia industri adalah kapabilitas
proses baru dihitung dan dipergunakan hanya jika proses itu berada dalam keadaan
pengendalian statistik. Kapabilitas digunakan sebagai landasan untuk memperkirakan
bagaimana proses akan beroperasi berdasarkan data statistikal yang dikumpulkan dari
proses itu.
Berdasarkan Dorothea (1999, p153-155) cara menghitung kapabilitas proses
untuk data variabel adalah :
1. Rasio Kemampuan proses (Process Capability Ratio / Cp index)
2dR
=σ
σ6LSLUSLCp
−=
USL dan LSL adalah batas toleransi yang ditetapkan konsumen yang
harus dipenuhi oleh produsen.
Dari hasil perhitungan tersebut, apabila :
a. Jika Cp > 1,33 maka kapabilitas proses sangat baik.
b. Jika 1,00 ≤ Cp ≤ 1,33 maka kapabilitas proses baik dan sesuai
spesifikasi konsumen, namun perlu pengendalian ketat apabila Cp
mendekati 1,00.
c. Jika Cp < 1,00 maka kapabilitas proses rendah, sehingga perlu
ditingkatkan performansinya melalui perbaikan proses itu.
2. Indeks kemampuan atas dan bawah (Upper and Lower Capability Index)
σ3LSLXCPL −
= σ3
XUSLCPU −=
47
CPU adalah perbandingan rentang atas rata-rata
CPL adalah perbandingan rentang bawah rata-rata.
Baik Cp, CPU maupun CPL digunakan untuk mengevaluasi batas spesifikasi
yang ditentukan.
3. Indeks Cpk
Nilai Cpk mewakili kemampuan sesungguhnya dari suatu proses dengan
parameter nilai tertentu.
),min( CPUCPLCpk =
Bila Cpk ≥ 1 maka proses disebut baik dan sangat mungkin untuk
menerapkan σ6
Bila Cpk ≤ 1 maka proses sangat tidak mampu, butuh perbaikan besar untuk
σ6
48
2.1.4 Six Sigma
2.1.4.1 Pengertian dan Tujuan Six Sigma
Apa itu Six Sigma ? Six Sigma mempunyai paling tidak tiga arti yang berbeda
bergantung dari konteks. Tidak ada satu jawaban mengenai “apa itu Six Sigma”.
Jawaban pertama, Six Sigma merupakan filosofi manajemen. Six Sigma
merupakan pendekatan yang didasarkan pada konsumen yang menyatakan bahwa
defect (cacat) itu mahal. Semakin sedikit cacat akan semakin rendah biaya dan
kepuasan konsumen meningkat. Biaya terendah, merupakan nilai daya saing barang
dan jasa. Six Sigma merupakan suatu cara untuk mencapai hasil bisnis strategi
(strategic business).
Jawaban lain mengenai “apa itu Six Sigma” yaitu, Six Sigma adalah suatu
statistik. Proses-proses Six Sigma akan menghasilkan 3,4 cacat atau kesalahan dalam
satu juta kesempatan. Perusahaan dianggap sebagai world class company apabila
seluruh activity process mencapai 5-6 sigma, menjadi perusahaan yang rata-rata saja
apabila mencapai 3-4 sigma dan menjadi perusahaan yang tidak competitive apabila
hanya mencapai 2 sigma (Rianto, 2003).
Jawaban ketiga, Six Sigma adalah suatu proses. Untuk mengimplementasikan
filosofi manajemen Six Sigma dan mencapai level Six Sigma 3,4 kegagalan dalam
satu juta kesempatan atau kurang, ada suatu proses yang digunakan. Proses-proses ini
antara lain Define, Measure, Analyze, Improve and Control atau dikenal dengan
DMAIC.
Six Sigma juga sering diartikan sebagai metode sistematis untuk improvement
proses maupun produk. Six Sigma dalam hal ini dipandang sebagai sebuah
49
metodologi untuk improvement proses maupun produk melalui penerapan tools dan
teknik-teknik terstruktur yang diterapkan pada proyek tertentu guna tercapainya hasil
yang diharapkan.
Perlu dipahami bahwa Six Sigma bukan sekumpulan tools yang baru atau
yang belum dikenal. Semua teknik-teknik dan tools dalam Six Sigma dapat dijumpai
dalam TQM (Total Quality Management). Six Sigma merupakan aplikasi dari tools
tersebut pada proyek-proyek penting yang dipilih pada saat yang tepat.
Six Sigma memfokuskan pada perbaikan (improving) kualitas, bisa berarti
pengurangan pada kerusakan, bisa pula berarti membantu perusahaan memproduksi
produk dan layanan yang lebih baik, lebih cepat dan lebih murah. Dari kacamata
tradisonal hal tersebut berarti pencegahan kerusakan, penghilangan “sampah”,
meminimalisir pengerjaan kembali barang yang cacat, reduksi time-cycle, dan
penghematan. Dengan demikian, biaya yang semula digunakan untuk hal-hal tersebut,
dapat dikurangi sehingga keuntungan yang diperoleh organisasi akan meningkat.
Konsep ini mengukur besar penyimpangan yang terjadi dari proses yang dilakukan.
Makin tinggi nilai sigma yang diperoleh, maka makin sempurnalah proses yang
dilakukan oleh organisasi tersebut. Six Sigma berarti implementasi dan teknik yang
tepat, efektif dan terfokus agar terjadi perbaikan (Improvement) kualitas.
Tabel 2.1 Hubungan Antara Tingkat Kualitas Six Sigma dan DPMO
σ DPMO Long-Term Yield (%)
1 691.000 30,90
2 308.000 69,20
50
3 66.800 93,32
4 6.210 99,379
5 230 99,977
6 3,4 99,99966 (Sumber : Eckes, 2001 : 100)
Tabel 2.1 di atas menyajikan hubungan antara tingkat kualitas Six Sigma dan
nilai DPMO. Satu Sigma berarti jumlah kemungkinan kesalahan yang dilakukan
dalam sebuah proses adalah 691.000 kali dari satu juta kali kemungkinan. Sedang 6
(enam) sigma berarti hanya melakukan sebanyak 3,4 kali dari juta kali kemungkinan.
Konsep ini bukanlah suatu konsep yang baru. Konsep tentang Six Sigma pertama kali
diimplementasikan oleh Motorola pada tahun 1980-an. Namun dalam
perkembangannya, justru General Electric-lah yang mampu mencapai tingkatan
tertinggi dalam konsep ini. Kisah sukses penerapan Six Sigma ini tidak lepas dari
kepiawaian CEO, para Champion, Black Belt dan Green Belt yang melakukannya.
Champion, Black Belt dan Green Belt merupakan nama yang disandang oleh para
pelaku Six Sigma.
51
2.1.4.2 Kelebihan Six Sigma
Apa perbedaan antara Six Sigma dengan program kualitas sejenis semisal
Total Quality Management (TQM)? Seorang peneliti dari Beijing Q-Tech Quality
Technology Development Centre, Yang Yuejin, telah membandingkan kedua strategi
kualitas tersebut. Hasilnya adalah Six Sigma lebih unggul dalam beberapa faktor.
Setidaknya Six Sigma lebih baik dalam faktor-faktor integrasi, strategic goals,
process orientation, human resources, measurement, statistical tools, data
information dan knowledge, serta recognize and rewarding. Keuntungan dari
penerapan Six Sigma berbeda untuk tiap perusahaan yang bersangkutan, tergantung
pada usaha yang dijalankannya. Biasanya, Six Sigma membawa perbaikan pada hal-
hal berikut ini (Pande, 2000 : xi) :
1. Pengurangan biaya
2. Perbaikan Produktivitas
3. Pertumbuhan pangsa pasar
4. Retensi pelanggan
5. pengurangan waktu siklus
6. Pengurangan cacat
7. Pengembangan produk/jasa
Ditinjau dari alat (tools) yang digunakan, Six Sigma cukup luas. Gambar 2.1
berikut menunjukkan metode-metode yang biasa digunakan dalam Six Sigma.
52
Sumber : Pande, 2000 : 16
Gambar 2.1 Metode dan Alat (Tools) Penting dalam Six Sigma
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki Six Sigma dibanding metode lain adalah (Tunggal,
2002 : 3) :
1. Six Sigma jauh lebih rinci daripada metode analisis berdasarkan statistik. Six
Sigma dapat diterapkan di bidang usaha apa saja mulai dari perencanaan
strategi sampai operasional hingga pelayanan pelanggan dan maksimalisasi
motivasi atas usaha.
2. Six Sigma sangat berpotensi diterapkan pada bidang jasa atau non manufaktur
disamping lingkungan teknikal, misalnya seperti bidang manajemen,
keuangan, pelayanan pelanggan, pemasaran, logistik, teknologi informasi dan
sebagainya.
3. Dengan Six Sigma dapat dipahami sistem dan variabel mana yang dapat
dimonitor dan direspon balik dengan cepat.
53
4. Six Sigma sifatnya tidak statis. Bila kebutuhan pelanggan berubah, kinerja
sigma akan berubah.
2.1.5 Metode FMEA Proses
FMEA adalah sekumpulan petunjuk, sebuah proses, dan form untuk
mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial (kegagalan). FMEA
adalah teknik analisis semi kuantitif yang melibatkan disiplin tinggi, pendekatan
sistematis dan struktur yang digunakan untuk teknik pemecahan masalah.
Failure Mode Effect Analysis (FMEA) merupakan suatu penaksiran elemen
per elemen secara sistematis untuk menyoroti akibat-akibat dari kegagalan komponen,
produk, proses atau sistem memenuhi keinginan dan spesifikasi konsumen termasuk
keamanan, melalui desain ulang, perbaikan secara terus menerus, pendukung
keamanan, tinjauan perancangan dan lain-lain.
Metode ini dapat dikatakan sebagai sebuah kumpulan aktivitas yang
sistematis yang ditujukan untuk :
1. Mengidentifikasi dan mengevaluasi kemungkinan terjadi kegagalan potensial
dan efek yang ditimbulkannya dalam sebuah proses atau desain.
2. Mengidentifikasi aksi yang dapat mengeliminasi atau mengurangi kesempatan
dan frekuensi timbulnya kegagalan potensial yang sama.
3. Dokumentasikan proses tersebut dan dapat dilengkapi dengan cara
mendefinisikan bagaimana sebuah desain dapat memuaskan konsumen.
54
Metode FMEA ini dapat diterapkan pada saat melakukan tahap desain produk
atau pada saat proses sudah berjalan. Apabila dilakukan pada saat desain disebut
sebagai “Design FMEA” dan apabila dilakukan pada saat proses sudah berjalan
disebut sebagai “Process FMEA“ Pada pembahasan ini akan dijabarkan mengenai
FMEA proses, karena akan diterapkan pada produk yang sudah memasuki tahap
produksi.
Suatu FMEA proses akan mengidentifikasi penyimpangan-penyimpangan
potensial yang mungkin dari setiap spefifikasi dan menghilangkan atau
meninimumkan penyimpangan-penyimpangan itu melalui deteksi atau pencegahan
perubahan-perubahan dalam variabel-variabel proses. Manfaat penggunaan FMEA
proses dalam peningkatan kualitas Six Sigma adalah mengidentifikasi masalah-
masalah yang potensial sebelum produk itu di produksi, membantu menghindari
scrap dan pekerjaan ulang (rework), mengurangi banyaknya kegagalan produk yang
dialami oleh pelanggan sehingga akan meningkatkan kepuasan pelanggan dan
menjamin suatu start-up produksi yang lebih mulus.
Fungsi dari Process Potential FMEA :
1. Mengidentifikasikan produk yang mungkin terjadi kegagalan dalam prosesnya
2. Menentukan efek yang mungkin terjadi bagi konsumen bila terjadi kegagalan.
3. Mengidentifikasi penyebab kegagalan utama dalam manufaktur dan
mengurangi tingkat kejadian dari penyebab itu dengan memfokuskan kontrol
akan variabel tersebut.
4. Membuat daftar yang terurut untuk potensial kegagalan dan menentukan
tingkat prioritas untuk penanganan dan tindakan penyelesaian.
55
5. Mendokumentasikan hasil dari proses manufaktur atau perakitan.
Konsumen yang dijelaskan di sini bukan selalu merupakan end user, namun
konsumen disini adalah proses yang ada setelah proses yang dibahas dalam metode
FMEA ini, yaitu proses yang menggunakan produk dari proses yang dibahas. Pada
saat pembuatan dan pelaksanaan FMEA proses ini, setiap anggota team yang
bertanggung jawab akan berpartisipasi secara aktif, baik dari beberapa bagian dari
manufaktur yang bertanggung jawab akan desain, kualitas, maupun proses
produksinya sendiri.
FMEA proses ini adalah sebuah dokumen yang terus dikembangkan dimulai
dari persiapan produksi, persiapan peralatan produksi, dan juga pada seluruh proses
manufaktur itu sendiri sehingga setiap kegagalan yang mungkin terjadi akan dapat
diidentifikasi sedini mungkin. Contoh dokumen FMEA dapat dilihat pada Tabel 2.2
dibawah ini.
56
Tabel 2.2 Contoh Dokumen FMEA
Keterangan :
1. Severity
Merupakan tingkat parahnya kerusakan yang disetujui oleh team yang
menyusun FMEA ini, dapat diklasifikasikan antara 1-10 dengan kriteria dalam
tabel 2.3
Tabel 2.3 Kriteria Severity
Ranking Kriteria ( Severity of Effect)
1 Neglible severity (pengaruh buruk yang dapat diabaikan). Kita tidak perlu
memikirkan bahwa akibat ini akan berdampak pada kinerja produk. Pengguna
akhir mungkin tidak akan memperhatikan kecacatan atau kegagalan ini.
2
3
Mild severity (pengaruh buruk yang ringan/sedikit). Akibat yang ditimbulkan
hanya bersifat ringgan. Pengguna akhir tidak akan merasakan perubahan kinerja.
Perbaikan dapat dikerjakan pada saat pemeliharaan reguler (reguler maintenance)
4
5
Moderate severity (pengaruh buruk yang moderate). Pengguna akhir akan
merasakan penurunan kinerja atau penampilan, namun masih berada dalam
57
6 batasan toleransi. Perbaikan yang dilakukan tidak akan mahal, jika terjadi
downtime hanya dalam waktu singkat.
7
8
High severity (pengaruh buruk yang yang tinggi). Pengguna akhir akan merasakan
akibat buruk yang tidak dapat diterima, berada diluar batas toleransi. Akibat akan
terjadi tanpa pemberitahuan atau peringatan terlebih dahulu. Downtime akan
berakibat biaya yang sangat mahal. Penurunan kinerja dalam area yang berkaitan
dengan peraturan pemerintah, namun tidak berkaitan dengan keamanandan
keselamatan.
9
10
Potetial safety problems (masalah keselamatan/ keamanan potensial). Akibat yang
ditimbulkan sangat berbahaya yang dapat terjadi tanpa pemberitahuan atau
peringatan terlebih dahulu. Bertentangan dengan hukum.
2. Occurrence
Merupakan bagaimana seringnya penyebab kegagalan tersebut timbul,
ranking di skala 1-10 ini memiliki arti, bukan sekedar angka penggolongan
saja. untuk menentukan angka Occurrence dapat dilihat dalam tabel 2.4
dibawah ini.
Tabel 2.4 Kriteria Occurrence
Ranking Possible Failure rate Cpk
1 Adalah tidak mungkin bahwa penyebab ini yang
mengakibatkan kegagalan
1 dalam 1.000.000
2
3
Kegagalan akan jarang terjadi 1 dalam 20.000
1 dalam 4.000
4
5
6
Kegagalan agak mungkin terjadi 1 dalam 400
1 dalam 80
7
8
Kegagalan adalah sangat mungkin terjadi 1 dalam 40
1 dalam 20
9
10
Hampir dapat dipastikan bahwa kegagalan akan terjadi 1 dalam 8
1 dalam 2
58
3. Detection
Detection merupakan perkiraan kemungkinan dari kontrol yang diterapkan
pada proses tersebut dapat mendeteksi kegagalan yang ada sebelum produk
tersebut keluar dari proses produksi. Untuk dapat menentukan angka
Detection dapat dilihat tabel 2.5
Tabel 2.5 Kriteria Detection
Ranking Kriteria Verbal. Rank
1 Metode pencegahan atau deteksi sangat efektif. Tidak ada kesempatan
bahwa penyebab mungkin masih muncul atau terjadi.
1 dalam
1.000.000
2
3 Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi adalah rendah 1 dalam 4.000 1 dalam 20.000
4
5
6
Kemungkinan penyebab terjadinya bersifat moderat. Metode
pencegahan atau deteksi masih memungkinkan kadang-kadang
penyebab itu terjadi.
1 dalam 1.000
1 dalam 400
1 dalam 80
7
8
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi masih tinggi. Metode
pencegahan atau deteksi kurang efektif, karena penyebab masih
berulang kembali.
1 dalam 40
1 dalam 20
9
10
Kemungkinan bahwa penyebab itu terjadi sangat tinggi. Metode
pencegahan atau deteksi tidak efektif. Penyebab akan selalu terjadi
kembali
1 dalam 8
1 dalam 2
4. RPN
RPN (Risk Priority Number) adalah gabungan dari ranking Severity (S),
Occurrence (O), dan Detection (D) dengan rumus :
RPN = (S) x (O) x (D)
59
Nilai ini harus digunakan untuk mengurutkan perhatian yang harus diberikan
pada proses tersebut, misal untuk diagram Pareto. RPN ini akan bernilai
antara 1 dan 1000. Untuk RPN yang besar, team harus mampu menurunkan
nilai resiko, umumnya perhatian tertinggi harus diberikan pada Severity (S)
tertinggi.
60
2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian yang penulis lakukan adalah untuk menganalisis kualitas proses
pembuatan shampo dengan menggunakan metode Six Sigma. Peningkatan kualitas
dilakukan dengan menggunakan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze,
Improve and Control).
Pada tahap Define dilakukan untuk mendefinisikan proses yang akan dibahas
selanjutnya sebelum menentukan karakteristik kualitas dan kebutuhan pelanggan
yang lain. Untuk menggambarkan proses digunakan diagram SIPOC (Supplier, Input,
Process, Output, Customer), yang merupakan suatu alat yang berguna dan paling
banyak dipergunakan dalam manajemen dan peningkatan proses.
Tahap Measure akan dilakukan perhitungan kinerja proses saat ini dengan
menggunakan peta kontrol, kapabilitas proses serta jumlah DPMO dan tingkat sigma
dari proses. Karena penelitian dilakukan pada dua proses yang berbeda yaitu proses
WIP dan filling, maka perhitungan peta kontrol yang digunakan disesuaikan dengan
data yang dimiliki. Untuk proses WIP, peta kontrol yang digunakan adalah untuk
unit-unit individu. Untuk range yang digunakan dalam peta pengendalian individu
adalah selisih antara dua observasi yang berurutan. Pengendalian rata-rata dan batas
pengendalian untuk moving range adalah :
Dengan peta X dan R :
nMRMR
nR
R tt∑∑ −−==
][ 1 S = 2d
R
CL(X) = X CL(MR) = R
61
UCL(X) = X + 3. S UCL(MR) = D4 R
LCL(X) = X - 3. S LCL(MR) = D3 R
Untuk pengendalian rata-rata dan range pada proses filling digunakan :
Deviation from nominal : xi = Mi – T (T adalah nilai taget)
CL(X) = X CL(R) = R
UCL(X) = X + A2. R UCL(R) = D4 R
LCL(X) = X - A2. R LCL(R) = D3 R
Dari perhitungan peta kontrol tersebut maka diketahui data-data yang masuk dalam
batas kendali atau keluar dari batas kendali.
Perhitungan kapabilitas proses dilakukan untuk mengetahui kinerja proses
yang dilakukan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi produk.
⇒ Indeks Kapabilitas Proses (Cp) :
σ6LSLUSLCp −
=
⇒ Indeks Cpk :
SLSLXCPL
3−
= S
XUSLCPU3−
=
Cpk = Minimum [CPL ; CPU]
⇒ Indeks Cpm :
22)(6
)(
STX
LSLUSLCpm+−
−=
62
Dengan persen range toleransi spesifikasi bagi nilai rata-rata menyimpang dari
nilai target sebesar :
( ) %100)(
arg% ×−
−=
LSLUSLTXabsolut
ettoff
Besar varians (variance) dari Off target proses filling :
S (off target) = 2)( TX −
⇒ Indeks Cpmk :
2
)(1⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧ −
+
=
STX
CpkCpmk
Serta perhitungan nilai DPMO dan tingkat sigma dilakukan untuk melihat
nilai kecacatan yang dihasilkan dalam 1 juta produksi. Dan tingkat sigma proses
dalam menghasilkan proses yang sesuai dengan spesifikasi produk.
Defects per Million Opportunities (DPMO) =
000.000.1)(×
⎭⎬⎫
⎩⎨⎧ −
≥S
XUSLZP + 000.000.1)(×
⎪⎭
⎪⎬⎫
⎪⎩
⎪⎨⎧ −
≤S
XLSLZP
Dengan 5,11000000
-1000000sin +⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
DPMOvnormsigmaTingkat
Dari semua hasil perhitungan diatas akan ditampilkan dalam bentuk grafik
yaitu batas kendali dengan menggunakan bantuan program minitab 13 :
Proses WIP
1. Pemasukan data : Hasil viscositas pada proses WIP
63
Gambar 2.2 Pemasukan data viscositas
2. Kemudian klik Stat » Control Chart » I-MR
Gambar 2.3 Langkah 1 peta kendali viscositas
- Masukan variable “WIP” yang akan dibuat peta kendalinya, kemudian OK
64
Gambar 2.4 Langkah 2 peta kendali viscositas
3. Output yang dihasilkan
Gambar 2.5 Hasil output I and MR viscositas
Proses Filling
1. Pemasukan data berupa data hasil deviasi dengan nilai nominal untuk proses
filling untuk masing-masing tipe kemasan.
65
Gambar 2.6 Pemasukan data volume berat
Kemudian klik Stat » Control Chart » Individuals
Gambar 2.7 Langkah 1 peta kendali volume berat
- Masukan pada historical mean “nilai rata-rata”
66
- Pada S limit masukan “nilai upper dan lower sigma limits”, kemudian OK
Gambar 2.8 Langkah 2 peta kendali volume berat
2. Hasil output peta X dan R
Gambar 2.9 Hasil output peta X dan R untuk volume berat
Untuk mengetahui kapabilitas proses dari masing-masing proses dengan
menggunakan minitab 13 adalah sebagai berikut :
67
1. Pemasukan data asli (subgroup) untuk setiap masing-masing proses.
Gambar 2.10 Pemasukan data untuk kapabilitas proses
2. Stat » Quality Tools » Capability Analysis (Normal)
Gambar 2.11 Langkah 1 kapabilitas proses - Masukan pada subgroup acrros rows of “data subgroup yang akan dibuat
kapabilitas prosesnya:”.
- Masukan pada nilai upper dan lower spesisifikasi “batas spesifikasi atas
dan bawah”, kemudian OK.
68
Gambar 2.12 Langkah 2 kapabilitas proses
3. Hasil output kapabilitas proses
Gambar 2.13 Hasil output untuk kapabilitas proses
Tahap Analyze hal yang perlu dilakukan adalah menganalisa hasil yang
didapat pada tahapan measure. Dan mengindentifikasi sumber-sumber dan akar
penyebab kecacatan atau kegagalan. Dengan menggunakan bantuan diagram sebab
akibat (diagram ishikawa atau fishbone) dapat diketahui penyebab variasi yang
69
dihasilkan untuk setiap proses. Dalam tahap ini juga penulis menggunakan analisis
FMEA untuk mengetahui penyebab potensial kegagalan.
Tahap Improve akan dilakukan perbaikan masalah-masalah yang telah
dianalisa pada tahapan sebelumnya. Perbaikan menggunakan metode FMEA
dilakukan untuk mengidentifikasi dan mendahulukan masalah-masalah potensial
yang menyebabkan kegagalan.
Tahap Control, hasil-hasil peningkatan kualitas didokumentasikan dan
disebar-luaskan, praktek-praktek terbaik yang sukses dalam meningkatkan proses
distandarisasikan dan disebar-luaskan, prosedur-prosedur didokumentasikan dan
dijadikan pedoman prosedur kerja standar.