bab 2 bunuh diri

19
BAB II BUNUH DIRI 2.1. Definisi Secara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin suicidium”, dengan “sui” yang berarti sendiri dan cidiumyang berarti pembunuhan. Schneidman mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari sebuah isu (dalam Maris dkk., 2000). Menurut Nabe dan Corr (2003), agar sebuah kematian bisa disebut bunuh diri, maka harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa mendahului, misalnya untuk mendapatkan perhatian, membalas dendam ,mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau mengakhiri hidup Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri memiliki 4 pengertian, antara lain: 1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional 2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi 3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri 4. Bunuh diri bisa terjadi secara langsung (aktif) atau tidak langsung (pasif), misalnya dengan

Upload: mentari-indah-sari

Post on 04-Dec-2015

225 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

suicide

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 2 Bunuh Diri

BAB II

BUNUH DIRI

2.1. DefinisiSecara umum, bunuh diri berasal dari bahasa Latin “suicidium”, dengan

“sui” yang berarti sendiri dan “cidium” yang berarti pembunuhan. Schneidman

mendefinisikan bunuh diri sebagai sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang

ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang memandang bunuh diri

sebagai solusi terbaik dari sebuah isu (dalam Maris dkk., 2000). Menurut Nabe dan Corr (2003), agar sebuah kematian bisa disebut bunuh

diri, maka harus disertai adanya intensi untuk mati. Meskipun demikian, intensi

bukanlah hal yang mudah ditentukan, karena intensi sangat variatif dan bisa

mendahului, misalnya untuk mendapatkan perhatian, membalas

dendam ,mengakhiri sesuatu yang dipersepsikan sebagai penderitaan, atau

mengakhiri hidup

Menurut Maris, Berman, Silverman, dan Bongar (2000), bunuh diri

memiliki 4 pengertian, antara lain:

1. Bunuh diri adalah membunuh diri sendiri secara intensional

2. Bunuh diri dilakukan dengan intensi

3. Bunuh diri dilakukan oleh diri sendiri kepada diri sendiri

4. Bunuh diri bisa terjadi secara langsung (aktif) atau tidak langsung

(pasif), misalnya dengan tidak meminum obat yang menentukan

kelangsungan hidup atau secara sengaja berada di rel kereta api.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dikatakan bahwa bunuh diri

secara umum adalah perilaku membunuh diri sendiri dengan intensi mati sebagai

penyelesaian atas suatu masalah.

Memiliki sedikit definisi yang berbeda, percobaan bunuh diri dan bunuh

diri yang berhasil dilakukan memiliki hubungan yang kompleks (Maris

dkk.,2000). Hal tersebut dikarenakan adanya interaksi dan komorbid antara

etiologi kedua perilaku tersebut. Di samping itu, kebanyakan pelaku bunuh diri

melakukan beberapa percobaan bunuh diri sebelum akhirnya berhasil bunuh diri.

Dengan demikian, yang dimaksud dengan percobaan bunuh diri adalah upaya

untuk membunuh diri sendiri dengan intensi mati tetapi belum berakibat pada

kematian.

Page 2: Bab 2 Bunuh Diri

2.2. EpidemiologiSeperti disebutkan sekitar 30.000 kematian yang dikaitkan dengan bunuh

diri setiap tahun di Amerika Serikat. Hal ini berbeda dengan sekitar 20.000

kematian setiap tahunnya dari pembunuhan. Meskipun perubahan signifikan

terlihat dalam tingkat kematian bunuh diri untuk sub-populasi tertentu selama

abad terakhir (misalnya, meningkatnya remaja dan penurunan tarif lansia), angka

tersebut tetap cukup konstan, rata-rata sekitar 12,5 per 100.000 melalui abad ke-

20 dan ke-21 tersebut. Sedangkan tingkat bunuh diri secara keseluruhan tetap

relatif stabil, namun, tingkat bagi mereka 15 hingga 24 tahun telah meningkat dua

sampai tiga kali lipat. Bunuh diri saat ini menduduki peringkat penyebab

keseluruhan 8 kematian di Amerika Serikat, setelah penyakit jantung, kanker,

penyakit serebrovaskular, penyakit paru obstruktif kronik, kecelakaan, pneumonia

dan influenza, dan diabetes mellitus.

2.3. Faktor risiko

a. Jenis Kelamin

Kejadian bunuh diri pada pria dengan segala rentang usia empat kali lebih

sering dibandingkan pada perempuan. Sedangkan wanita empat kali lebih

mungkin untuk melakukan percobaan bunuh diri daripada pria. Hal ini lebih

dikaitkan dengan metode yang dilakukan. Pria lebih sering menggunakan senjata

api, gantung diri, atau melompat dari tempat tinggi sedangkan wanita lebih sering

akibat overdosis zat psikoaktif atau racun.

b. Usia

Tingkat bunuh diri meningkat seiring dengan usia dan juga sangat terkait

dengan krisis paruh baya. Di antara pria, bunuh diri puncaknya setelah usia 45.

Untuk kalangan wanita, jumlah terbesar kasus bunuh diri terjadi setelah selesai

usia 55.

c. Status Pernikahan

Pernikahan mengurangi risiko bunuh diri secara signifikan, terutama jika

ada anak-anak di rumah. Seseorang yang tidak pernah menikah mendaftarkan

tingkat keseluruhan hampir dua kali lipat dari orang yang telah menikah.

Perceraian meningkatkan risiko bunuh diri, dengan laki-laki yang bercerai tiga

kali lebih mungkin untuk membunuh diri mereka sebagai perempuan bercerai.

Page 3: Bab 2 Bunuh Diri

Janda dan duda juga memiliki tingkat tinggi. Bunuh diri terjadi lebih sering dari

biasanya pada orang yang terisolasi secara sosial dan memiliki riwayat keluarga

bunuh diri (berusaha atau nyata). Orang yang melakukan disebut bunuh diri ulang

tahun mengambil kehidupan mereka pada hari anggota keluarga mereka lakukan.

d. Status Sosial

Semakin tinggi status sosial seseorang, semakin besar risiko bunuh diri,

tetapi penurunan status sosial juga meningkatkan risiko. Kerja, secara umum,

melindungi terhadap bunuh diri. Di antara peringkat kerja, profesional, khususnya

dokter, secara tradisional telah dianggap paling berisiko. Pekerjaan berisiko tinggi

lainnya meliputi penegakan hukum, dokter gigi, seniman, mekanik, pengacara,

dan agen asuransi. Bunuh diri lebih tinggi di antara pengangguran dari kalangan

orang yang dipekerjakan. Tingkat kenaikan bunuh diri selama resesi ekonomi dan

depresi dan penurunan selama masa pengangguran yang tinggi dan selama perang.

e. Kesehatan fisik

Faktor medis yang terkait dengan penyakit dan memberikan kontribusi

baik untuk bunuh diri maupun usaha bunuh diri adalah kehilangan mobilitas,

terutama ketika aktivitas fisik penting untuk pekerjaan atau rekreasi; cacat,

khususnya di kalangan perempuan; dan, nyeri kronis keras seperti pasien

hemodialisa. Selain menjadi efek langsung dari penyakit, efek sekunder misalnya,

gangguan hubungan dan hilangnya statusâ kerja merupakan faktor prognostik.

f. Gangguan Jiwa

Hampir 95 persen dari semua orang yang melakukan atau mencoba bunuh

diri memiliki gangguan jiwa. Gangguan depresi menyumbang sekitar 80 persen

dari angka ini, sementara skizofrenia selama 10 persen, dan demensia atau

delirium selama 5 persen. Di antara semua orang dengan gangguan mental, 25

persen juga merupakan ketergantungan alkohol dan memiliki diagnosis ganda.

Orang dengan depresi delusional berada pada risiko tertinggi untuk bunuh diri.

Riwayat perilaku impulsif atau tindakan kekerasan meningkatkan risiko bunuh

diri seperti halnya pasien yang telah dirawat inap sebelumnya dengan alasan

apapun. Berikut beberapa kelainan dalam psikiatri yang dapat menyebabkan

terjadinya bunuh diri:

a.Mood disorders

Penelitian demi penelitian telah mengkonfirmasi bahwa kehadiran gangguan

mood adalah risiko yang signifikan faktor untuk bunuh diri. Gangguan mood,

Page 4: Bab 2 Bunuh Diri

terutama difase depresi, adalah diagnosis paling sering ditemukan pada kematian

bunuh diri

b. Skizofrenia

Halusinasi pada skizofrenia memiliki pengaruh dalam meningkatkan risiko bunuh

diri. Halusinasi dapat bertindak sebagai pengendap untuk usaha bunuh diri atau

bunuh diri di beberapa individu

c) Anxiety disorders

Dalam gangguan panik, misalnya, dilaporkan tingkat usaha bunuh diri

sebelumnya berkisar dari 0% sampai 42% . Selain itu, pada pasien dengan depresi

berat, kehadiran gangguan kecemasan komorbiditas tampaknya meningkatkan

risiko bunuh diri atau percobaan bunuh diri

e) ADHD

Kehadiran ADHD dapat meningkatkan bunuh diri risiko melalui komorbiditas

dengan gangguan perilaku, penyalahgunaan zat, dan / atau gangguan depresi.

F) Konsumsi Alkohol

Beberapa faktor, termasuk kerugian antarpribadi baru atau yang akan datang dan

kejiwaan komorbiditas gangguan, telah secara khusus dikaitkan dengan bunuh diri

pada individu alkohol.

g)Personal Disorder

Pada individu dengan gangguan kepribadian, risiko bunuh diri juga dapat

meningkat oleh sejumlah faktor-faktor lain, termasuk pengangguran, kesulitan

keuangan, perselisihan keluarga, dan interpersonal lainnya konflik atau kerugian

2.4. Etiologi

2.4.1. Faktor Sosiologi

Emile Durkheim merupakan tokoh sosiologi klasik yang terkenal dengan

teori bunuh dirinya. Dalam bukunya “SUICIDE” Emile mengemukakan dengan

jelas bahwa yang menjadi penyebab bunuh diri adalah pengaruh dari integrasi

sosial. Teori ini muncul karena Emile melihat didalam lingkungannya terdapat

orang-orang yang melakukan bunuh diri. Yang kemudian menjadikan Emile

tertarik untuk melakukan penelitian di berbagai negara mengenai hal ini. Peristiwa

Page 5: Bab 2 Bunuh Diri

bunuh diri merupakan kenyataan-kenyataan sosial tersendiri yang karena itu dapat

dijadikan sarana penelitian dengan menghubngkannya terhadap struktur sosial dan

derajat integrasi sosial dari suatu kehidupan. Kemudian Durkheim membagi alas

an bunuh diri berdasarkan social menjadi 3 jenis :

a. Bunuh diri Egoistic

Adalah suatu tindak bunuh diri yang dilakukan seseorang karena merasa

kepentingannya sendiri lebih besar daripada kepentingan kesatuan sosialnya.

Seseorang yang tidak mampu memenuhi peranan yang diharapkan (role

expectation) di dalam role performance (perananan dalam kehidupan sehari-hari),

maka orang tersebut akan frustasi dan melakukan bunuh diri.

b. Bunuh diri Anomic

Bunuh diri yang terjadi ketika kekuatan regulasi masyarakat terganggu dimana

terjadi ketidakjelasan norma-norma yang mengatur cara berpikir, bertindak dan

merasa para anggota masyarakat, gangguan itu mungkin membuat individu

merasa tidak puas karena lemahnya kontrol terhadap nafsu mereka, yang akan

bebas berkeliaran dalam ras yang tidak akan pernah puas terhadap kesenangan.

Menurut Durkheim, suatu keadaan anomik dapat dilihat dari indikator ekonomi

maupun domestik. Analisa statistik Durkheim memperlihatkan bahwa krisis

ekonomi membuat orang kehilangan arah. Dalam keadaan seperti ini, ungkap

Durkheim mereka harus beradaptasi dengan kondisi yang menimpa mereka,

kondisi yang sangat menyiksa; mereka membayangkan penderitaan karena serba

berkekurangan bahkan sebelum mereka mencoba kehidupan ini.

c. Bunuh diri Altruistic

Orang melakukan bunuh diri karena merasa dirinya sebagai beban dalam

masyarakat. Contohnya adalah seorang istri yang melakukan bunuh diri yang

telah ditinggal mati oleh suaminya. Serta juga bunuh diri yang dilakukan oleh

orang Jepang “hara kiri”, yaitu bunuh diri yang dilakukan oleh anggota militer

demi membela negaranya.

2.4.2. Faktor Psikologi

a. Teori Freud

Sigmund Freud menawarkan wawasan psikologis penting yang pertama dalam

bunuh diri. Dia menggambarkan hanya satu pasien yang melakukan upaya bunuh

diri dari sekian banyak pasien depresi. Dalam makalahnya “Mourning and

Page 6: Bab 2 Bunuh Diri

Melancholia” Freud menyatakan keyakinannya bahwa bunuh diri merupakan

agresi yang berbalik ke dalam melawan introyeksi yang dimiliki. Freud

meragukan bahwa akan ada bunuh diri tanpa keinginan yang telah ditekan

sebelumnya untuk membunuh orang lain.

b. Teori Menninger

Membangun ide-ide Freud, Karl Menninger, dalam bukunya in Man against

Himself, dipahami bunuh diri sebagai terbalik pembunuhan karena kemarahan

pasien terhadap orang lain. Pembunuhan retrofleksi ini baik berbalik ke dalam

atau digunakan sebagai alasan untuk hukuman. Dia juga menjelaskan naluri

mandiri kematian (konsep Freud dari Thanatos) ditambah tiga komponen

permusuhan di bunuh diri: keinginan untuk membunuh, keinginan untuk dibunuh,

dan keinginan untuk mati.

2.4.3. Faktor genetik

Perilaku bunuh diri, seperti dengan gangguan kejiwaan lainnya, cenderung

berjalan dalam keluarga. Misalnya, Margaux Hemingway 1997 bunuh diri bunuh

diri kelima di antara empat generasi keluarga Ernest Hemingway. Pada pasien

psikiatri, riwayat keluarga bunuh diri meningkatkan risiko percobaan bunuh diri

dan bahwa dari selesai bunuh diri di kelompok diagnostik yang paling. Dalam

pengobatan, bukti terkuat untuk keterlibatan faktor genetik berasal dari kembar

dan adopsi studi dan dari genetika molekuler.

2.5. Evaluasi dan Management Kegawatdaruratan Bunuh Diri

2.5.1. Evaluasi

Tujuan utama dalam evaluasi kedaruratan psikiatrik adalah: menilai

kondisi pasien yang sedang dalam krisis sacara cepat dan tepat. Dengan tugas di

unit gawat darurat yang sifatnya sering tak terduga, banyaknya pasien dengan

keluhan-keluhan fisik dan emosional, terbatasnya waktu, ruang, dan pemeriksaan

penunjang, diperlukan pendekatan yang pragmatis bagi pasien. Sebelum

mengevaluasi pasien, dokter harus dapat memastikan bahwa situasi di ruang

gawat darurat, pola pelayanan dan kominikasi antar staf, serta jumlah pasien

dalam ruangan tersebut cukup aman bagi pasien, baik secara fisik maupun

emosional. Jika intervensi verbal tidak cukup atau merupakan kontraindikasi,

Page 7: Bab 2 Bunuh Diri

perlu dipikirkan pemberian obat atau pengekangan. Perhatian perlu diberikan

terhadap kemungkinan timbulnya agitasi atau perilaku merusak. Dalam proses

evaluasi dilakukan:

1. Wawancara Kedaruratan Psikiatrik

Secara umum, dalam Kegawatdaruratan psikiatri, wawancara dilaksanakan

dengan lebih terstruktur. Secara umum, fokus wawancara ditujukan pada keluhan

pasien dan alasan dibawa ke unit gawat darurat. Keterangan tambahan dari pihak

pengantar, keluarga, teman ataupun polisi dapat melengkapi informasi, terutama

pada pasien mutisme, negativistik, tidak kooperatif atau inkoheren. Seperti halnya

wawancara psikiatrik yang biasa dilakukan, hubungan dokter-pasien sangat

berpengaruh terhadap informasi yang diberikan dan yang diinterpretasikan.

Karenanya diperlukan kemampuan mendengar, melakukan observasi dan

melakukan interpretasi terhadap apa yang dikatakan ataupun yang tidak dikatakan

olh pasien, dan ini dilakukan dalam waktu yang cepat. Sikap yang tenang dan

jujur akan sangat diperlukan dalam proses wawancara. Hal ini membuat pasien

mengerti bahwa dokter memegang kendali, dan bahwa keputusan untuk

melakukan setiap tindakan, adalah untuk mencegah perilaku yang melukai diri

sendiri atau orang lain.

2. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan psikiatrik standar meliputi: riwatyat perjalanan penyakit,

pemeriksaan status mental, pemeriksaan status fisik/neurologik, dan kalau perlu

pemeriksaan penunjang. Yang pertama dan terpenting yang harus dilakukan oleh

dokter di unit gawat darurat adalah menilai tanda-tanda vital pasien. Tekanan

darah, suhu, nadi adalah sesuatu yang mudah diukur yang dapat memberikan

suatu informasi yang bermakna secara cepat. Misalnya seseorang yang gaduh

gelisah dan mengalami halusinasi, demam, frekuensi nadi 120 per menit, dan

tekanan darah meningkat, kemungkinan besar mengalami delirium dibandingkan

Page 8: Bab 2 Bunuh Diri

dengan suatu gangguan psikiatrik Tujuan utama dalam evaluasi kedaruratan

psikiatrik adalah: menilai kondisi pasien yang sedang dalam krisis sacara cepat

dan tepat. Dengan tugas di unit gawat darurat yang sifatnya sering tak terduga,

banyaknya pasien dengan keluhan-keluhan fisik dan emosional, terbatasnya

waktu, ruang, dan pemeriksaan penunjang, diperlukan pendekatan yang pragmatis

bagi pasien.

2.5.2. Managemen psikiatri

Manajemen kejiwaan terdiri dari pendekatan yang harus dilembagakan oleh

dokter untuk semua pasien dengan perilaku bunuh diri. Manajemen kejiwaan

berfungsi sebagai kerangka dimana pasien dan dokter akan berkolaborasi dalam

berkelanjutan proses penilaian dan pemantauan status klinis pasien, memilih

antara tertentu perawatan, dan mengkoordinasikan berbagai komponen

pengobatan. Manajemen kejiwaan mencakup membangun dan mempertahankan

aliansi terapeutik; memikirkan keselamatan pasien; dan menentukan status pasien

kejiwaan, tingkat fungsi, dan kebutuhan klinis untuk tiba direncana dan

pengaturan untuk pengobatan. Untuk individu dengan perilaku bunuh diri,

perencanaan pengobatan mencakup intervensi yang ditargetkan untuk bunuh diri,

pendekatan terapi dirancang untuk mengatasi keadaan dari setiap Axis I dan Axis

II yang terjadi. Setelah rencana pengobatan telah didirikan ke pasien, tambahan

Page 9: Bab 2 Bunuh Diri

dari manajemen kejiwaan termasuk memfasilitasi kepatuhan pengobatan dan

memberikan pendidikan kepada pasien dan, jika diindikasikan, anggota keluarga

dan orang lain yang signifikan.

a. Membangun dan menjaga aliansi pada pasien

Dimulai dengan pertemuan awal dengan pasien, psikiater harus

berusaha untuk membangun kepercayaan, saling menghormati,

dan mengembangkan hubungan terapeutik dengan pasien. tujuan

akhir untuk mengurangi risiko bunuh diri. Hubungan ini juga

menyediakan konteks di mana gejala kejiwaan tambahan atau

sindrom dapat dievaluasi dan diobati.

b. Memperhatikan Keselamatan pasien

Meskipun tidak mungkin untuk mencegah semua tindakan yang

merugikan diri sendiri termasuk bunuh diri yang sebenarnya, itu

adalah kritis penting untuk menjaga keselamatan pasien dan

bekerja untuk meminimalkan perilaku diri membahayakan selama

proses evaluasi dan pengobatan. menghapus item berpotensi

berbahaya dari kamar pasien, dan mengamankan barang-barang

pasien (karena dompet dan ransel mungkin mengandung senjata,

pemantik rokok atau korek api, dan obat-obatan atau zat beracun

lainnya).

c. . Menentukan Perawatan

Perawatan meliputi rawat paksa, rawat inap maupun rawat jalan

ditentukan melalui evaluasi yang telah dilakukan

d. Menentukan pengobatan yang akan di berikan

Penentuan ini didasarkan untuk mengurangi resiko bunuh diri

selanjutnya

e. Melakukan konsultasi kepada spesialis lainnya

Page 10: Bab 2 Bunuh Diri

Sebagai dokter umum setelah pasien dalam keadaan stabil,

untuk kondisi kejiwaan di konsulkan ke spesialis jiwa dan untuk

kondisi fisik di konsulkan ke spesialis lainnya.

f. Menekankan kepatuhan pasien dalam pengobatan

Kondisi keuangan pasien, transportasi dan lainnya menentukkan

kepatuhan pasien terhadap pengobatan

g. Memberikan edukasi ke pasien dan keluarga

h. Menjauhkan dari hal-hal yang dapat meningkatkan resiko bunuh

diri

i. Monitor status psikiatrikus dan pengobatan

Terapi Somatik

Penggunaan obat didasarkan atas gangguan jiwa yang mendasari

pasien. Setiap gangguan mental membutuhkan obat tertentu dan

pengobatan yang memadai dari penyakit jiwa yang mendasari dan telah

ditentukan axis I ataupun axis II, berikut jenis obat yang sering digunakan

pada kondisi pasien yang ingin bunuh diri:

a.Anti Depresant

Antidepresan juga telah menunjukkan keberhasilan dalam

pengobatan gangguan kecemasan. Telah berhasil digunakan dalam

mengobati pasien bunuh diri dengan komorbiditas depresidan

gangguan penggunaan zat.

b.Lithium

Pada Pasien dengan gangguan bipolar berulang dan gangguan

depres,i pengobatan jangka panjang dengan garam lithium dikaitkan

dengan pengurangan besar dalam risiko baik bunuh diri dan usaha

bunuh diri

c."mood-stabilizer"

d. Agen-agen anti-psychotic

antipsikotik telah menjadi andalan pengobatan somatik untuk pasien

bunuh diri dengan gangguan psikotik. Agen anti-psikotik generasi

pertama sangat efektif dalam mengobati delusi dan halusinasi serta

agitasi, agresi, dan kebingungan dan juga mungkin memiliki

beberapa manfaat tindakan pada gangguan afektif besar. Efek

Page 11: Bab 2 Bunuh Diri

potensi mereka dalam membatasi risiko bunuh diri di psikotikpasien

tidak diketahui, meskipun tingkat tahunan bunuh diri terkait dengan

skizofrenia belum jatuh lumayan sejak diperkenalkan

e. Anti-anxietas

Untuk meminimalkan Rebound terhadap kecemasan / agitasi,

benzodiazepin long-acting lebih baik dibandingkan yang short-acting

f.ECT

ECT kadang-kadang digunakan untuk mengobati pasien yang akut

bunuh diri, dan bukti yang ada menunjukkan bahwa ECT

mengurangi jangka pendek keinginan bunuh diri .

2.6. PencegahanPasien dengan ide atau percobaan bunuh diri dapat dicegah dengan

melakukan wawancara yang tepat terhadap pasien. Salah satunya menggunakan Columbia-Suicide Severity Rating Scale.

Page 12: Bab 2 Bunuh Diri

DAFTAR PUSTAKA

Page 13: Bab 2 Bunuh Diri

91. While D, Bickley H, Roscoe A, Windfuhr K, Rahman S, Shaw J, et al.

Implementation of mental health service recommendations in England and Wales

and suicide rates, 1997-2006: a cross-sectional and before-and-after observational

study. Lancet. 2012 Mar 17. 379(9820):1005-12. [Medline].

92. Gjelsvik B, Heyerdahl F, Hawton K. Prescribed medication availability and

deliberate self-poisoning: a longitudinal study. J Clin Psychiatry. 2012 Apr.

73(4):e548-54. [Medline].

93. Morthorst B, Krogh J, Erlangsen A, Alberdi F, Nordentoft M. Effect of

assertive outreach after suicide attempt in the AID (assertive intervention for

deliberate self harm) trial: randomised controlled trial. BMJ. 2012 Aug 22.

345:e4972. [Medline]. [Full Text].

94. Rudd MD, Bryan CJ, Wertenberger EG, Peterson AL, Young-McCaughan S,

Mintz J, et al. Brief Cognitive-Behavioral Therapy Effects on Post-Treatment

Suicide Attempts in a Military Sample: Results of a Randomized Clinical Trial

With 2-Year Follow-Up. Am J Psychiatry. 2015 Feb 13. appiajp201414070843.

[Medline].

http://emedicine.medscape.com/article/2013085-overview#a9