bunuh diri remaja 2

99
SIKAP BUNUH DIRI PADA REMAJA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN SKRIPSI Oleh: GALIH EKANTO SULISTYO ADI NIM : 02.40.0055 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2007

Upload: ryan-sudrajad

Post on 28-Nov-2015

109 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bunuh Diri Remaja 2

SIKAP BUNUH DIRI PADA REMAJA DITINJAU DARI KARAKTERISTIK KEPRIBADIAN

SKRIPSI

Oleh:

GALIH EKANTO SULISTYO ADI NIM : 02.40.0055

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG 2007

Page 2: Bunuh Diri Remaja 2

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .......................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................ ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................... iii

HALAMAN MOTTO ........................................................................ iv

HALAMAN UCAPAN TERIMAKASIH .......................................... v

DAFTAR ISI ....................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ............................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xii

BAB I : PENDAHULUAN ................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1

B. Tujuan ..................................................................................... 8

C. Manfaat ................................................................................... 8

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 10

A. Sikap Bunuh Diri Pada Remaja …………………………….. 10

1. Pengertian Sikap Bunuh Diri Pada Remaja …………….. 10

2. Komponen Sikap ………….……………………………. 15

3. Faktor-faktor Sikap ...................................………………. 17

4. Ciri-ciri Sikap ..................................................................... 19

5. Macam-macam Bunuh Diri ................................................ 21

6. Faktor-faktor Penyebab Bunuh Diri ................................... 23

7. Karakteristik Bunuh Diri .................................................... 27

8. Ciri-ciri Bunuh Diri ........................................................... 28

9. Aspek-aspek Bunuh Diri .................................................... 28

viii

Page 3: Bunuh Diri Remaja 2

10. Rentang Usia Remaja ........................................................ 29

B. Karakteristik Kepribadian Neurotism, Extraversion, Openness,

Agreeableness, dan Conscientiousness ………………………. 34

1. Pengertian Kepribadian ………….……………………... 34

2. Faktor-faktor Kepribadian ……………………………….. 35

3. Facet-facet Dalam Kepribadian ………………………….. 39

C. Hubungan Karakteristik Kepribadian Neurotism, Extraversion,

Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness Dengan Sikap

Bunuh Diri Pada Remaja …………………………………….. 44

D. Hipotesis …………………………………………………….. 49

1. Hipotesis Mayor …………………………………………. 50

2. Hipotesis Minor …………………………………………. 50

BAB III : METODE PENELITIAN ……………………………….... 51

A. Metode Penelitian yang Digunakan ………………………… 51

B. Identifikasi Variabel Penelitian ……………………………... 51

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian …………………… 52

1. Sikap Bunuh Diri Pada Remaja …………………………. 52

2. Karakteristik Kepribadian Neurotism, Extraversion, Openness,

Agreeableness, dan Conscientiousness ............................. 52

D. Subyek Penelitian .....................................………………….. 55

1. Populasi ………………………………..……………….. 55

2. Teknik Pengambilan Sampel ……………………………. 55

E. Metode Pengumpulan Data …………………………………. 56

1. Skala Sikap Bunuh Diri Pada Remaja …………………… 57

2. Skala NEO PI R ………………………………………… 58

ix

Page 4: Bunuh Diri Remaja 2

F. Validitas dan Reliabilitas ……………………………………. 62

1. Validitas Alat Ukur ……………………………………. 62

2. Reliabilitas ……………………………………………… 63

G. Metode Analisis Data ……………………………………….. 63

BAB IV : LAPORAN PENELITIAN ................................................. 65

A. Orientasi Kancah Penelitian ………………………………… 65

B. Persiapan Penelitian ………………………………………… 66

1. Persiapan Perijinan ……………………………………... 67

2. Penyusunan Alat Ukur ………………………………….. 67

a. Skala Sikap Bunuh Diri Pada Remaja ………………. 67

b. Skala NEO PI R ……………………………..………. 68

3. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur ………………..……… 70

C. Pelaksanaan Penelitian ……………………………………… 72

BAB V : HASIL PENELITIAN ………………………..………....... 74

A. Uji Asumsi …………………………………………………… 74

1. Uji Normalitas ………..………….……………………... 74

2. Uji Linearitas ……………………………………………. 74

B. Analisis Data ……….………………………………………… 75

C. Pembahasan …………………………………………………. 76

BAB VI : PENUTUP ………………………………………………… 82

A. Kesimpulan ………………………………………………….. 82

B. Saran ........................................................................................ 83

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... 85

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................. 88

x

Page 5: Bunuh Diri Remaja 2

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Ciri-ciri Kepribadian The Big Five ....................................... 38

Tabel 2 Blue Print Sikap Bunuh Diri Pada Remaja ........................... 58

Tabel 3 Inventory Skala NEO PI R .................................................... 61

Tabel 4 Sebaran Item Skala Sikap Bunuh Diri Pada Remaja ............ 68

Tabel 5 Sebaran Item Skala NEO PI R .............................................. 69

Tabel 6 Sebaran Item Valid dan Gugur Skala Sikap Bunuh Diri Pada

Remaja ................................................................................ 71

Tabel 7 Sebaran Item Baru Skala Sikap Bunuh Diri Pada Remaja .... 72

Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Sebaran ............................................... 74

Tabel 9 Uji Linearitas ......................................................................... 75

xi

Page 6: Bunuh Diri Remaja 2

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Data Uji Coba ............................................................... 88

Lampiran B Uji Coba Skala Bunuh Diri ............................................. 93

Lampiran C Skala Penelitian .............................................................. 97

Lampiran D Data Penelitian ................................................................ 100

D-1: Data Variabel Bunuh Diri .................................................. 100

D-2: Data Variabel NEO PI R ................................................... 102

Lampiran E Uji Asumsi ..................................................................... 115

E-1: Uji Normalitas Sebaran ...................................................... 115

E-2: Uji Linearitas Hubungan ................................................... 116

Lampiran F Analisis Data …….......................................................... 131

Lampiran G Surat Penelitian .............................................................. 135

G-1: Surat Ijin Penelitian ........................................................... 135

G-2: Surat Keterangan Penelitian .............................................. 135

xii

Page 7: Bunuh Diri Remaja 2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap peristiwa bunuh diri selalu menimbulkan kesan tragis, karena

cara mati maupun motif yang melatarbelakanginya. Orang barang kali

boleh berkomentar,”begitu saja kok bunuh diri”. Kenyataannya justru

jumlah orang mati karena bunuh diri menjadi semakin meningkat akhir-

akhir ini. Badan kesehatan dunia WHO bahkan telah memprediksikan akan

terjadinya peningkatan dalam 20 tahun mendatang. Pada tahun 1998 bunuh

diri merupakan penyebab kematian ke 12 yang merenggut sekitar 948.000

jiwa manusia. (Kedaulatan Rakyat, 2004). Bunuh diri sudah menjadi

masalah nasional di Amerika Serikat, bahkan tiap 18 menit ada orang

meninggal karena bunuh diri. Statistik bunuh diri di Jepang bahkan telah

meningkat cukup signifikan karena faktor kesulitan ekonomi secara

nasional. Saat ini di Indonesia memang belum banyak catatan yang rapi

mengenai data bunuh diri. Kecenderungan meningkatnya bunuh diri

memang diakui sementara pihak yang selama ini cukup perduli dan dapat

pula terpantau melalui pemberitaan media massa. Tentu saja hal tersebut

tidak sepenuhnya menggambarkan keadaan yang sebenarnya karena

banyaknya peristiwa yang tidak tercatat (Susetyo, 2004, hal. 1).

Mengapa orang bunuh diri? Menurut Susetyo (2004, h. 1), banyak

literatur mengatakan bahwa penyebab utamanya adalah menghentikan rasa

sakit yang tidak tertahankan. Rasa sakit tersebut bisa bersifat fisik

1

Page 8: Bunuh Diri Remaja 2

2

(misalnya karena penyakit kronis) dan lebih sering dipicu oleh sakit

emosional yang disebabkan oleh banyak kasus.

Setiap manusia ketika berada dalam keadaan yang sangat kritis, dan

dimana tidak menemukan satu jalan keluarpun untuk mengatasi masalah

yang dihadapinya yang dirasa sangat berat, maka akan terbetik keinginan

untuk bunuh diri. Manusia pada dasarnya tidak semua berani mengambil

keputusan untuk melakukan bunuh diri. Hanya manusia yang sudah tidak

dapat dikendalikan lagi oleh pemikiran-pemikiran yang wajar dan norma-

norma kehidupan yang dipegang teguh yang mau dan berani melakukan

bunuh diri (Bali Post, 2003, h. 1).

Akhir-akhir ini bunuh diri menjadi sangat menarik perhatian karena

adanya berita bunuh diri yang dilakukan anak-anak yang menginjak remaja.

Berita tersebut dapat dibaca dari koran mengenai pemicu dari tindakan

tersebut. Pemicu yang dikatakan sepele bisa dipersepsi sebagai penyebab

bunuh diri sehingga semakin menimbulkan keingintahuan mengapa bunuh

diri?

Bunuh diri bukan hanya merupakan tindakan tragis tetapi juga hal

yang mengherankan serta membingungkan. Meskipun mengetahui alasan-

alasan tindakan mereka ,tetapi praktek bunuh diri tersebut tidak pernah

yakin mengapa mereka membunuh dirinya sendiri. Mengapa mereka secara

sadar dan sengaja mengakhiri hidupnya? Penjelasan mudah dan yang sering

disampaikan adalah bahwa mereka yang membunuh dirinya menderita

gangguan mental. Dulu dalam teks psikologi abnormal bunuh diri seringkali

didiskusikan bersamaan dengan gangguan suasana hati (mood disorder),

namun perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa penjelasan seperti

Page 9: Bunuh Diri Remaja 2

3

itu terlalu sederhana (Hadriami, 2004, h. 1). Bunuh diri memiliki banyak

sebab dan orang membunuh dirinya sendiri karena berbagai alasan. Diskusi

mengenai kematian, makna bunuh diri dan hak untuk mengakhiri hidup

semakin terbuka. Bahkan ada langkah terlalu jauh yaitu adanya advokasi

untuk hak bunuh diri. Tindakan tersebut harus selalu disadari bahwa bunuh

diri adalah pilihan yang tidak bisa diubah lagi. Tidak ada lagi pertimbangan

atau penundaan tindakan, tidak ada jalan kembali.

Menurut Hadriami (2004, h. 4), bunuh diri pada anak-anak sangat

jarang terjadi. Motivasi mereka bunuh diri tidak jauh beda dengan para

orang dewasa, namun ada beberapa perbedaan. Anak-anak sudah mengerti

tentang bunuh diri dari berbagai media, hanya mereka tidak atau belum

sepenuhnya mengerti konsekuensinya bahwa mati itu final. Seringkali

karena ketidaktahuannya itu mereka menggunakan lethal weapon yang

sekaligus akan membuat mereka benar-benar tidak tertolong lagi. Selain itu

seperti halnya para remaja, anak-anak ini juga impulsive dan menggunakan

apa saja yang terjangkau untuk alat bunuh diri. Kejadian fatal sering terjadi

karena anak-anak kurang memahami kalau mereka tidak akan pernah bisa

kembali.

Contoh kasus bunuh diri yang dialami oleh Aman Muhammad Soleh

yang berusia 14 tahun, siswa kelas VI SDN Karangasih 04, Cikarang Utara,

Kabupaten Bekasi. Ia mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri dan

juga minum racun tikus pada awal Juni 2004. Saat ditanya alasan ia

melakukan usaha bunuh diri, Aman yang setelah dirawat beberapa lama di

rumah sakit dapat sehat kembali seperti sediakala, mengaku malu. Pasalnya

orangtuanya tidak dapat menyediakan uang sebesar Rp 150.000,00 untuk

Page 10: Bunuh Diri Remaja 2

4

membayar ujian akhir, biaya perpisahan, dan menebus ijazah (Kompas,

2004).

Pada hari Selasa tanggal 7 Maret 2006 di Purwokerto, seorang

pedagang minuman keras bernama Tarso yang berumur 40 tahun yang

tinggal di Desa Kebocoran RT 5 RW 1, Kecamatan Kedungbanteng,

Banyumas, sekitar pukul 14.00, ditemukan tewas gantung diri dirumahnya.

Tarso nekat mengakhiri hidupnya dengan menjerat lehernya menggunakan

tali plastik pada kusen pintu kamarnya. Diduga, korban mengalami depresi

setelah dagangannya digerebek polisi pada hari Sabtu tanggal 4 Maret 2006

(Suara Merdeka, 2006). Contoh peristiwa tersebut juga merupakan salah

satu sampel potret bunuh diri di kalangan orang miskin di Indonesia.

Mereka yang didera kemiskinan tak mampu melepaskan diri dari jeratan

kesengsaraan hidup yang tak tertahankan. Darmaningtyas (dalam Susetyo,

2004, h. 2) menengarai kebanyakan kasus bunuh diri dipicu oleh persoalan

ekonomi masyarakat miskin. Melalui penelitian yang dilakukannya,

Darmaningtyas juga berhasil membongkar mitos bahwa bunuh diri di

Gunung Kidul bukan disebabkan oleh pulung gantung, melainkan karena

adanya tekanan sosial ekonomi. Akibatnya kekeringan dan ketandusan

wilayah tempat tinggalnya, warga Gunung Kidul didera keputusasaan yang

mendalam dan akut dalam menghadapi sulitnya hidup.

Yusuf (Suara Merdeka, 2004) menyatakan bahwa bunuh diri yang

sudah menjadi tren atau model penyelesaian masalah, lebih banyak

menimpa orang dalam taraf ekonomi yang kurang. Seseorang dalam taraf

ekonomi yang kurang, mengambil jalan pintas karena kesulitan hidup,

himpitan ekonomi, atau akumulasi kekecewaan. Yusuf juga mengatakan

Page 11: Bunuh Diri Remaja 2

5

bahwa permasalahan bunuh diri yang sering dilakukan masyarakat ekonomi

lemah sudah dianggap suatu hal yang wajar seperti halnya aksi tawuran

antar kampung, dan penjahat yang dipukuli apabila tidak diantisipasi oleh

berbagai pihak. Bunuh diri terjadi karena kesejahteraan yang tidak

terpenuhi baik secara ekonomi atau sosial.

Tidak semua kasus bunuh diri merupakan cerminan dari buruknya

ekonomi masyarakat. Erich Fromm (dalam Susetyo, 2004, h. 2) justru

menengarai tingginya angka bunuh diri di banyak negara maju di Eropa dan

Amerika Serikat sebagai cerminan dari kesehatan masyarakat yang semakin

memburuk. Dikatakannya bahwa tingkat bunuh diri yang tinggi dalam suatu

masyarakat tertentu merupakan cerminan dari kurangnya stabilitas

kesehatan mental masyarakat tersebut. Hal ini jstru banyak dijumpai di

negara-negara maju. Di negara-negara yang miskin secara ekonomi justru

menunjukkan angka bunuh diri yang lebih rendah.

Bunuh diri merupakan suatu bentuk kegawatdaruratan dalam bidang

Psikiatri. Bunuh diri sendiri merupakan tindakan pengakhiran hidup yang

dilakukan secara sengaja. Bahkan tindakan ini juga dikatakan sebagai

bentuk pembinasaan diri yang dilakukan secara sadar. Bunuh diri bukanlah

merupakan tindakan yang acak maupun tidak bertujuan. Tindakan ini erat

hubungannya dengan keinginan yang dihalangi ataupun tidak terpenuhi,

rasa tidak berdaya dan tidak berguna, adanya konflik, ambivalensi antara

keinginan untuk bertahan dengan ketidakmampuan menangani stress,

dihadapi pada pilihan yang semakin sempit, dan adanya keinginan untuk

lari dari masalah.

Page 12: Bunuh Diri Remaja 2

6

Bunuh diri pada remaja erat kaitannya dengan kekacauan dalam

keluarga yang berkepanjangan, kekerasan (verbal, motorik, dan emosional)

dalam keluarga, penolakan anak oleh orangtua serta ketidakmampuan

orangtua mengembangkan keterampilan anak dalam mengatasi berbagai

masalah stresor. Anak dan remaja berisiko lebih besar untuk bunuh diri bila

dibanjiri oleh situasi yang kacau, penganiayaan dan pengabaian. Hasil dari

exposure menunjukkan bahwa penganiayaan dan kekerasan pada anak dan

remaja secara terus menerus dapat menampilkan perilaku agresif,

mencederai diri dan perilaku bunuh diri. Ide-ide bunuh diri bukan

merupakan fenomena yang statis dan dapat berubah dari waktu ke waktu.

Keputusan untuk bunuh diri dapat muncul tiba-tiba tanpa banyak dipikirkan

terlebih dahulu dan merupakan puncak dari kesulitan atau kebingungan

yang berkepanjangan.

Sikap seseorang untuk melakukan praktik bunuh diri juga tidak lepas

dari karakteristik kepribadian. Penelitian kepribadian bukan hanya satu-

satunya sub-bidang psikologi yang paling ambisius, tetapi juga yang paling

tua. Ada banyak karakteristik kepribadian menurut para ahli. Antara lain

salah satu teori yang dikatakan oleh seorang ahli psikologi Inggris yang

bernama Hans Eysenck yang menggunakan teori faktor-analitik yang

mengemukakan ada dua tipe kepribadian yang utama yaitu introversi dan

ekstraversi, dimana tipologi introversi dan ekstraversi adalah pendekatan

tipologis yang saat ini banyak digunakan (Atkinson, 1993, h. 265).

Pendekatan tipologi introversi dan ekstraversi mula-mula

dikembangkan oleh Carl Gustav Jung (1875-1961), yang dalam bukunya

yang berjudul Psychological Types mengatakan bahwa kepribadian manusia

Page 13: Bunuh Diri Remaja 2

7

dapat dibagi menjadi dua kecenderungan ekstrim berdasarkan reaksi

individu terhadap pengalamannya. Pada kutub ekstrim pertama adalah

kecenderungan introversi, yaitu menarik diri dan tenggelam dalam

pengalaman-pengalaman batinnya sendiri. Orang yang mempunyai

kecenderungan ini biasanya tertutup, tidak terlalu memperhatikan orang

lain, dan agak pendiam. Kutub ekstrim yang lain adalah ekstraversi yaitu

membuka diri dalam kontak dengan orang-orang, peristiwa-peristiwa, dan

benda-benda di sekitarnya (Irwanto, dkk, 1991, h. 232).

Pada tahun 1949 Donald Fiske mempelopori ide adanya konsep

mengenai lima trait utama dalam struktur kepribadian, hal ini lebih banyak

dari tiga tipe yang dikemukakan oleh Eysenck, yaitu Psychoticism,

intraversion-extraversion, dan emotional-stability. Hal ini karena para ahli

berpendapat bahwa lima faktor ini lebih tepat untuk menggambarkan

organisasi kepribadian seseorang. Konsep ini selanjutnya oleh teoritisi

kepribadian dinamakan “The Big Five” (factor). Menurut Costa dan

McCrae (dalam Widyorini, dkk, 2003, h. 7-8), selama dekade terakhir ini

berkembang suatu konsensus di antara para psikolog kepribadian bahwa

kepribadian mempunyai lima dimensi dasar, atau disebut The five-factor,

yaitu kelima faktor tersebut adalah : I-Extraversion (ekstraversi), lebih

banyak disebut demikian daripada extraversion-introversion. Ekstraversi

adalah dimensi kepribadian yang mengungkap kuantitas dan intensitas

interaksi interpersonal, tingkat aktivitas, dan kebutuhan akan stimuli yang

bila seseorang berada pada sisi yang ekstrim menunjukkan respon sosial

yang tinggi, banyak bicara, asertif, dominan, dan aktif. Bila pada sisi yang

lain, maka menunjukkan sifat yang sangat pemalu. II-Agreeableness

Page 14: Bunuh Diri Remaja 2

8

mengungkap kualitas interpersonal seseorang sehubungan dengan pikiran,

perasaan, persahabatan dan tindakan; III-Conscientiousness mengungkap

tingkat individu dalam mengorganisasi, mendisiplin diri, motivasi,

bertanggungjawab dan teliti; IV-Emotional Stability (neuroticism)

mengungkap kestabilan emosi, mengidentifikasi kecenderungan untuk

tertekan psikologis dan respon penyesuaian diri; dan V-Openness

mengungkap sejauhmana individu tersebut secara aktif mengeksplorasi,

memiliki rasa ingin tahu dan toleran terhadap sesuatu yang baru.

Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara sikap bunuh diri pada remaja ditinjau dari karakteristik

kepribadian Neurotism, Extraversion, Openness, Agreeableness, dan

Conscientiousness.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan atau

dengan sikap bunuh diri pada remaja yang ditinjau dari karakteristik

kepribadian neurotism, extraversion, openness, agreeableness, dan

conscientiousness.

C. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Memberi sumbangan bagi pengembangan ilmu psikologi, khususnya

pada bidang Psikologi Klinis dan Psikologi Perkembangan dalam hal

hubungan antara karakteristik kepribadian neurotism, extraversion,

openness, agreeableness, dan conscientiousness terhadap sikap bunuh

diri pada remaja.

Page 15: Bunuh Diri Remaja 2

9

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai informasi serta

acuan untuk mencegah atau mengurangi penyebab sikap bunuh diri pada

remaja yang dikelompokkan dalam karakteristik kepribadian neurotism,

extraversion, openness, agreeableness, dan conscientiousness.

Page 16: Bunuh Diri Remaja 2

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Sikap Bunuh Diri Pada Remaja

1. Pengertian Sikap Bunuh Diri Pada Remaja

Dalam studi kepustakaan mengenai sikap diuraikan bahwa sikap

merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi

sesuai dengan rangsang yang diterimanya (Mar’at, 1984, h. 9).

Selanjutnya sikap diartikan juga sebagai suatu konstruk untuk

memungkinkan terlihatnya suatu aktivitas.

Sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap

kategori stimulus tertentu dan dalam penggunaan praktis, sikap

seringkali dihadapkan dengan rangsang sosial dan reaksi yang bersifat

emosional. Menurut Newcomb (Mar’at, 1984, h. 11), sikap merupakan

suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan akhirnya

berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas.

Menurut Thurstone dan Osgood (Azwar, 1988, h. 3), sikap adalah

suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap

objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) ataupun

perasaan tidak mendukung (unfavorable) objek tersebut (Berkowitz,

1972). Formulasi oleh Thurstone sendiri mengatakan bahwa sikap

adalah derajat afek positif atau afek negatif yang dikaitkan dengan suatu

objek psikologis (Azwar, 1988, h. 3).

Ahli yang lain, seperti Allport, mempunyai konsepsi tentang

sikap yang lebih kompleks. Menurut Allport (Azwar, 1988, h. 3), sikap

10

Page 17: Bunuh Diri Remaja 2

11

merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek

dengan cara-cara tertentu. Agaknya tidak keliru bila menafsirkan

kesiapan dalam definisi ini sebagai suatu kecenderungan potensial untuk

bereaksi apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang

menghendaki adanya respon.

Menurut Azwar (1988, h. 5), sikap dikatakan sebagai respon.

Respon hanya akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu

stimulus yang menghendaki timbulnya reaksi individual. Respon

evaluatif berarti bahwa bentuk respon yang dinyatakan sebagai sikap itu

didasari oleh proses evaluasi dalam diri individu, yang memberi

kesimpulan nilai terhadap stimulus dalam bentuk baik atau buruk –

positif atau negatif – menyenangkan atau tidak menyenangkan – suka

atau tidak suka, yang kemudian mengkristal sebagai potensi reaksi

terhadap objek sikap.

Sikap (attitude) secara umum diartikan oleh Gerungan

(Mappiare, 1982, h. 58), sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap

sesuatu hal. Lebih terperinci lagi, sikap dapat diartikan sebagai

kecenderungan yang relatif stabil yang dimiliki seseorang dalam

mereaksi (baik reaksi yang positif maupun negatif) terhadap dirinya

sendiri, orang lain, benda situasi/kondisi sekitarnya. Pengertian terakhir

ini jelas membedakan antara sikap dengan perasaan/emosi.

Perasaan/emosi meliputi rasa senang-tidak senang, rasa benci-rasa

sayang, rasa suka-tidak suka, dan sebagainya yang relatif cepat berubah.

Berdasarkan bermacam-macam pendapat tersebut, maka dapat

ditarik suatu kesimpulan bahwa sikap itu merupakan produk dari proses

Page 18: Bunuh Diri Remaja 2

12

sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang

diterimanya sebagai suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi

dan akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas sehingga

menjadi semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek

dengan cara-cara tertentu. Lebih terperinci lagi, sikap dapat diartikan

sebagai kecenderungan yang relatif stabil yang dimiliki seseorang dalam

mereaksi (baik reaksi yang positif maupun negatif) terhadap dirinya

sendiri, orang lain, benda situasi/kondisi sekitarnya.

Kamus Umum Bahasa Indonesia (1983, h. 169) mengartikan

bahwa bunuh diri adalah sengaja mematikan diri sendiri. Menurut Keliat

(1995, h. 1), bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri

sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan

kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan stres yang

tinggi dan menggunakan coping yang maladaptif. Selain itu, bunuh diri

merupakan tindakan merusak integritas diri atau mengakhiri kehidupan.

Keliat (1995, h. 4) juga berpendapat bahwa bunuh diri adalah

tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri

kehidupan. Keadaan ini didahului oleh respon maladaptif seperti tidak

berdaya, putus asa, apatis atau acuh tak acuh terhadap lingkungan

sendiri, gagal dan kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi, dan kemudian

bunuh diri. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari

individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Menurut Susetyo (2004, hal. 4), bunuh diri ternyata tidak selalu

termotivasi oleh beban penderitaan dan ketidakbermaknaan hidup.

Bunuh diri terkadang merupakan ekspresi dari mengisi hidup menjadi

Page 19: Bunuh Diri Remaja 2

13

lebih bermakna. Susetyo (2004, h. 2), lebih menjelaskan lagi bahwa

bunuh diri dapatlah dikatakan sebagai ekspresi dari makna hidup yang

terdevaluasi sampai pada titik terendah, yaitu ketika manusia tidak lagi

memiliki pegangan untuk melanjutkan hidup.

Menurut Yayasan Harapan Permata Hati Kita (2003, h. 1), bunuh

diri adalah masalah yang kompleks dimana tidak ada satu sebab, satu

alasan. Hal tersebut dihasilkan dari interaksi yang kompleks secara

biologi, genetik, psikologi, sosial, budaya dan faktor lingkungan. Sangat

sulit untuk menerangkan mengapa beberapa orang memutuskan untuk

bunuh diri padahal orang lain yang dalam situasi mirip atau mungkin

lebih parah tidak berusaha bunuh diri.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat ditarik

kesimpulan bahwa bunuh diri adalah tindakan yang sengaja untuk

mematikan diri sendiri. Bunuh diri adalah tindakan agresif yang

merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri adalah

tindakan agresif yang langsung terhadap diri sendiri untuk mengakhiri

kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan keputusan terakhir dari

individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.

Bunuh diri adalah masalah yang kompleks dimana tidak ada satu

sebab, satu alasan. Hal tersebut dihasilkan dari interaksi yang kompleks

secara biologi, genetik, psikologi, sosial, budaya dan faktor lingkungan.

Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adolescere

(kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti

“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Bangsa primitif – demikian

pula orang-orang zaman purbakala – memandang masa puber dan masa

Page 20: Bunuh Diri Remaja 2

14

remaja tidak berbeda dengan periode-periode lain dalam rentang

kehidupan; anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu

mengadakan reproduksi (Hurlock, 1999, h. 206).

Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini,

mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental,

emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget

(Hurlock, 1999, h. 206) dengan mengatakan secara psikologis, masa

remaja adalah usia di mana individu berintegrasi dengan masyarakat

dewasa, usia di mana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-

orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama,

sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Integrasi dalam masyarakat

(dewasa) mempunyai banyak aspek efektif, kurang lebih berhubungan

dengan masa puber, termasuk juga perubahan intelektual yang

mencolok. Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja

ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial

orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari

periode perkembangan ini.

Lazimnya masa remaja dianggap mulai pada saat anak secara

seksual menjadi matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang

secara hukum. Penelitian tentang perubahan perilaku, sikap dan nilai-

nilai sepanjang masa remaja tidak hanya menunjukkan bahwa setiap

perubahan terjadi lebih cepat pada awal masa remaja dari pada tahap

akhir masa remaja, tetapi juga menunjukkan bahwa perilaku, sikap dan

nilai-nilai pada awal masa remaja berbeda dengan pada akhir masa

Page 21: Bunuh Diri Remaja 2

15

remaja. Dengan demikian secara umum masa remaja dibagi menjadi dua

bagian, yaitu awal masa dan akhir masa remaja (Hurlock, 1999, h. 206).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa remaja adalah usia di mana individu tumbuh menjadi dewasa,

berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia di mana anak tidak lagi

merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada

dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak.

Berdasarkan keseluruhan dari uraian di atas, maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa sikap bunuh diri pada remaja adalah suatu proses

reaksi yang dilakukan remaja untuk melakukan tindakan agresif guna

merusak diri sendiri dan sengaja untuk mematikan diri sendiri.

2. Komponen Sikap

Menurut Mar’at (1984, h. 13), sikap memiliki tiga komponen

penting, yaitu :

a. Komponen kognisi, komponen yang berhubungan dengan

keyakinan, ide dan konsep.

b. Komponen afeksi, komponen yang menyangkut kehidupan

emosional seseorang.

c. Komponen konasi, komponen yang merupakan kecenderungan

bertingkah laku.

Walgito (2004, h. 111), menyatakan bahwa sikap mengandung

tiga komponen, yaitu :

a. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang

berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal

Page 22: Bunuh Diri Remaja 2

16

yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap

obyek sikap.

b. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang

berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek

sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedang rasa tidak

senang merupakan hal yang negatif.

c. Komponen konatif (komponen perilaku), yaitu komponen yang

berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek

sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu

menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau

berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.

Sears (1994, h. 138) menyebutkan, bahwa komponen sikap terdiri

dari kognitif, afektif, dan perilaku.

a. Komponen kognitif terdiri dari seluruh kognisi yang dimiliki

seseorang mengenai obyek sikap tertentu, fakta, pengetahuan, dan

keyakinan tentang obyek.

b. Komponen afektif terdiri dari seluruh perasaan atau emosi seseorang

terhadap obyek, terutama penilaian.

c. Komponen perilaku terdiri dari kesiapan seseorang untuk bereaksi

atau kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek.

Menurut Travers, Gagne, dan Cronbach (dalam Ahmadi, 1999, h.

164-165), sikap melibatkan tiga komponen yang saling berhubungan,

yaitu :

Page 23: Bunuh Diri Remaja 2

17

a. Komponen kognitif, yaitu berupa pengetahuan, kepercayaan atau

pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan

obyek.

b. Komponen afektif, yaitu menunjuk pada dimensi emosional dari

sikap, yang berhubungan dengan obyek. Obyek disini dirasakan

sebagai menyenangkan atau tidak menyenangkan.

c. Komponen behavior atau konatif, yaitu melibatkan salah satu

predisposisi untuk bertindak terhadap obyek. Komponen ini

berhubungan dengan kecenderungan untuk bertindak.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

komponen-komponen dalam sikap meliputi tiga hal, yaitu : komponen

kognisi, komponen yang berhubungan dengan keyakinan, ide dan

konsep; komponen afeksi, komponen yang menyangkut kehidupan

emosional seseorang; komponen konasi, komponen yang merupakan

kecenderungan bertingkah laku.

3. Faktor-faktor Sikap

Walgito (2004, h. 115), mengelompokkan faktor-faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap menjadi dua faktor, yaitu :

a. Faktor internal, meliputi faktor fisiologis (kesehatan, jenis kelamin)

dan faktor psikologis.

b. Faktor eksternal, berwujud situasi yang dihadapi individu,

pengalaman, norma-norma yang ada dalam masyarakat, hambatan-

hambatan atau pendorong dalam masyarakat.

Azwar (1988, h. 30-31) menjabarkan berbagai faktor yang

mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu :

Page 24: Bunuh Diri Remaja 2

18

a. Pengalaman pribadi

Sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi

tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan

akan pengalaman akan lebih mendalam dan akan lebih membekas.

b. Pengaruh orang lain

Keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari

konflik dengan orang lain.

c. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan di mana kita tinggal, yang dapat berupa norma-norma

dan adat istiadat turut mempengaruhi pembentukan sikap, baik sadar

maupun tidak sadar.

d. Media massa

Peran media massa sangat besar pengaruhnya bagi pembentukan

sikap, karena mengandung pesan-pesan yang berisi sugesti yang

dapat mengarahkan seseorang.

e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Keduanya sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam

pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pada

pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

f. Pengaruh emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan

pengalaman pribadi seseorang, kadang suatu bentuk sikap

merupakan pernyataan yang disadari oleh emosi yang berfungsi

sebagai penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pemahaman ego. Sikap demikian merupakan sikap yang sementara

Page 25: Bunuh Diri Remaja 2

19

dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula

merupakan sikap yang lebih konsisten dan bertahan lama.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain :

a. Faktor internal, meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

Faktor fisiologis dipengaruhi oleh kesehatan dan jenis kelamin,

sedangkan faktor psikologis dipengaruhi oleh pengalaman pribadi

dan pengaruh emosional.

b. Faktor eksternal, berwujud situasi, pengalaman, norma-norma,

hambatan atau pendorong dalam masyarakat yang meliputi pengaruh

orang lain, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan

dan lembaga agama.

4. Ciri-ciri Sikap

Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat

mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Sikap juga mempunyai

segi-segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam

diri manusia itu. Untuk membedakan sikap dengan pendorong-

pendorong yang lain, ada beberapa ciri atau sifat dari sikap tersebut.

Adapun ciri-ciri sikap menurut Walgito (2004, h. 113), adalah :

a. Sikap itu tidak dibawa sejak lahir

Ini berarti bahwa manusia pada waktu dilahirkan belum membawa

sikap-sikap tertentu terhadap sesuatu objek, karena sikap tidak

dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu

terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan. Sikap

itu terbentuk atau dibentuk, maka sikap itu dapat dipelajari, dan

Page 26: Bunuh Diri Remaja 2

20

karenanya sikap itu dapat berubah. Sikap itu mempunyai

kecenderungan adanya sifat yang agak tetap. Sikap tidak dibawa

sejak lahir, maka sikap sebagai daya dorong akan berbeda dengan

motif biologis yang juga sebagai daya dorong, karena yang akhir ini

telah ada sejak individu dilahirkan sekalipun motif tersebut dalam

manifestasinya mengalami perubahan-perubahan.

b. Sikap itu selalu berhubungan dengan objek sikap

Oleh karena itu sikap selalu terbentuk atau dipelajari dalam

hubungannya dengan objek-objek tertentu, yaitu melalui proses

persepsi terhadap objek tersebut. Hubungan yang positif atau negatif

antara individu dengan objek tertentu, akan menimbulkan sikap

tertentu pula dari individu terhadap objek tersebut.

c. Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju

pada sekumpulan objek-objek

Bila seseorang mempunyai sikap yang negatif pada seseorang, orang

tersebut akan mempunyai kecenderungan untuk menunjukkan sikap

yang negatif pula kepada kelompok di mana seseorang tersebut

tergabung di dalamnya. Terlihat di sini adanya kecenderungan untuk

menggeneralisasikan objek sikap.

d. Sikap itu dapat berlangsung lama atau sebentar

Kalau sesuatu sikap telah terbentuk dan telah merupakan nilai dalam

kehidupan seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan

pada diri orang yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit

berubah, dan kalaupun dapat berubah akan memakan waktu yang

relatif lama. Sebaliknya bila sikap itu belum begitu mendalam ada

Page 27: Bunuh Diri Remaja 2

21

dalam diri seseorang, maka sikap tersebut secara relatif tidak

bertahan lama, dan sikap tersebut akan mudah berubah.

e. Sikap itu mengandung faktor perasaan dan emosi

Ini berarti bahwa sikap terhadap sesuatu objek tertentu akan selalu

diikuti oleh perasaan tertentu yang dapat bersifat positif (yang

menyenangkan), tetapi juga dapat bersifat negatif (yang tidak

menyenangkan) terhadap objek tersebut. Sikap juga mengandung

motivasi, ini berarti bahwa sikap itu mempunyai daya dorong bagi

individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang

dihadapinya.

5. Macam-macam Bunuh Diri

Durkheim (dalam Pancasiwi, 2004, h. 3), berpendapat bahwa

pada titik ekstrim, perubahan sosial (atau tanpa ada perubahan sama

sekali) akan membawa efek bagi perubahan perilaku individu.

Perubahan sosial yang sangat cepat akan bisa membawa efek yang

kurang baik bagi individu tertentu. Mereka akan berada dalam situasi

anomic karena perubahan ini tidak serta merta dibarengi dengan norma-

norma yang mengatur masyarakat. Akibatnya, masyarakat cenderung

menjadi chaotic karena ketiadaan norma-norma (normlessness) baru

yang bisa mengatur masyarakat yang berubah cepat. Keadaan seperti ini

bisa menggiring individu menjadi stres, depresif dan pada gilirannya

dorongan untuk bunuh diri muncul. Bunuh diri seperti ini disebut

anomic suicide.

Pada titik ekstrim sebaliknya, jika masyarakat mengalami

stagnasi yang nyaris sempurna, artinya hampir tidak ada perubahan

Page 28: Bunuh Diri Remaja 2

22

sama sekali dalam masyarakat, maka individu akan mengalami efek

kurang lebih sama, yaitu stres, depresi, dan lain-lain. Keadaan seperti ini

dianggap fatalistic dan juga bisa mendorong orang untuk melakukan

bunuh diri. Jenis bunuh diri ini disebut fatalistic suicide.

Durkheim (dalam Pancasiwi, 2004, h. 4), juga berpendapat

bahwa solidaritas sosial pada titik-titik ekstrim memiliki pengaruh yang

cukup signifikan terhadap angka bunuh diri. Ketika seseorang merasa

tidak memiliki (atau sangat lemah) ikatan dengan komunitasnya, dia

akan merasa terisolasi dan terasing yang pada gilirannya bisa

menyebabkan stres dan depresif. Tidak mustahil orang semacam ini

akan terdorong melakukan bunuh diri yang oleh Durkheim disebut

egoistic suicide.

Pada titik ekstrim lain, jika seseorang terlalu kuat terintegrasi ke

dalam kelompoknya, maka orang seperti itu tidak akan segan-segan rela

mengorbankan dirinya demi kebaikan kelompoknya tersebut. Tindakan

bunuh diri semacam ini disebut sebagai altruistic suicide.

Berbagai penelitian menggambarkan (Hadriami, 2004, h. 3),

bahwa pelaku bunuh diri mengalami depresi menjelang mereka

melaksanakan keputusannya. Depresi tidak dapat dikatakan sebagai

penyebab bunuh diri karena meskipun sangat berkaitan namun banyak

orang depresi tetapi tidak melakukan bunuh diri. Orang depresi pada

umumnya memiliki ide bunuh diri (suicidal ideation) dan ini berbeda

dengan tindakan percobaan bunuh diri (suicidal attempt). Pada orang

depresi berat, mereka akan mengalami kemalasan motorik dan

merosotnya energi sehingga mereka tidak akan mampu melakukan

Page 29: Bunuh Diri Remaja 2

23

percobaan maupun tindakan bunuh diri. Pada umumnya setelah muncul

kembali semangatnya, pada saat secara fisik mereka pulih kembali,

maka sering diambil keputusan untuk bunuh diri.

6. Faktor-Faktor Penyebab Bunuh Diri

Menurut Hadriami (2004, h. 4), banyak teori psikologi tentang

bunuh diri, namun ada dua pendekatan besar yaitu :

a. Pendekatan demografis sosiologis yang berusaha mengevaluasi

sebab-sebab bunuh diri dari tataran tingkat sosial dengan spekulasi

bagaimana karakteristik sosial menentukan makna bunuh diri.

b. Pendekatan fenomenologis yang berusaha melihat karakter makna

bunuh diri dalam konteks kehidupan pribadi individu.

1) Dalam pendekatan ini, teori psikoanalisis menekankan peran

ketidaksadaran dan memandang bunuh diri sebagai pemindahan

agresi atau agresi yang tertuju ke diri sendiri.

2) Teori psikodinamika menganggap depresi sebagai introyeksi

kemarahan karena hilangnya objek cinta.

Jadi kemungkinan bunuh diri merupakan kemarahan yang

ditujukan ke diri sendiri setelah kehilangan dan keinginan balas dendam

yang ditujukan ke diri sendiri; dalam faktor kepribadian neurotisme

biasa disebut dengan angry hostility (rasa permusuhan), yaitu

menunjukkan suatu kecenderungan untuk marah dan berhubungan rasa

frustasi dan kebencian.

Beberapa penelitian mengenai pelaku bunuh diri menunjang apa

yang dikemukakan teori ini yaitu mereka memiliki latar belakang

kehilangan orang yang dicintai dimasa kanak-kanak (orang tua),

Page 30: Bunuh Diri Remaja 2

24

diabaikan, situasi keluarga yang kacau yang menyebabkan adanya

gangguan kejiwaan dan miskinnya ketrampilan coping.

Dalam teori cognitive behavioral (Handriami, 2004, h. 5)

dijelaskan bahwa keputusasaan memiliki peran penting diambilnya

keputusan bunuh diri. Orang yang mempunyai pandangan selalu pesimis

terhadap masa depan, pesimis dalam menyelesaikan masalah akan

cenderung membesarkan masalah, pola berpikirnya kaku, dan melihat

bunuh diri sebagai satu-satunya jalan keluar.

Faktor lain yang juga bisa mendorong orang melakukan bunuh

diri yaitu tidak adanya dukungan sosial dan peran yang bermakna di

lingkungannya. Kalau seseorang memiliki masalah berat dan dia merasa

sendirian, tidak ada yang menghiraukan dan dia takut meraih perhatian

orang lain karena merasa kecil dan tidak berharga, maka jalan ke arah

bunuh diri akan dekat. Adanya relasi dalam keluarga atau perkawinan

yang berkualitas baik akan sangat membantu menghindarkan tindakan

bunuh diri (Hadriami, 2004, h. 5).

Menurut Keliat (1995, h. 5), faktor penyebab seseorang

melakukan bunuh diri, yaitu :

a. Kegagalan untuk adaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.

b. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan

interpersonal atau gagal melakukan hubungan yang berarti.

c. Perasaan marah atau bermusuhan. Bunuh diri dapat merupakan

hukuman pada diri sendiri.

d. Cara untuk mengakhiri keputusasan, dan

e. Tangisan minta tolong.

Page 31: Bunuh Diri Remaja 2

25

Menurut teori Barat (Bali Post, 2003), banyak faktor yang

mempengaruhi tindakan bunuh diri. Faktor sosiologis dibagi menjadi

tiga kelompok bunuh diri, yaitu :

a. Egoistic

Dimana mereka tidak mempunyai ikatan yang kuat dengan

kelompok sosialnya.

b. Altruistic

Dimana bunuh diri menjadi bagian dari integrasi untuk berkembang.

c. Anomic

Dimana integrasi ke dalam masyarakat terganggu sehingga terjadi

penyimpangan dari perilaku normal.

Faktor psikologis memandang adanya fantasi dimana termasuk di

dalamnya harapan untuk melakukan balas dendam, kekuatan, kontrol

atau hukuman, bersatu dengan mereka yang telah meninggal, atau

memperoleh kehidupan yang baru. Fantasi ini pada umumnya terjadi

karena kehilangan akan objek cinta atau suatu bentuk narsistik. Sudut

fisiologis memandang adanya faktor genetik dan gangguan

keseimbangan pada sistem neurotransmitter, defisiensi serotonin (Bali

Post, 2003).

Adanya faktor genetik ikut berperan dalam perilaku bunuh diri

dibuktikan dengan penelitian anak kembar satu telur (monozigotik) dan

dua telur (dizigotik). Selain itu diketahui pula bahwa risiko untuk bunuh

diri pada remaja juga tinggi pada gangguan mental. Penelitian

neurotransmister memperlihatkan adanya tumpang tindih antara orang

agresif dan impulsif dengan bunuh diri. Kadang serotonin dan

Page 32: Bunuh Diri Remaja 2

26

metabolitnya (5 HIAA) yang rendah ditemukan dalam otak orang yang

meninggal karena bunuh diri. Kadar serotonin yang rendah di dalam

cairan serebrospinal juga dijumpai pada penderita depresi yang

melakukan percobaan bunuh diri dengan cara kekerasan (Pikiran

Rakyat, 2005).

Menurut Yayasan Harapan Permata Hati Kita (2003), faktor

bunuh diri banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan, antara lain :

a. Tekanan hidup

1) Masalah interpersonal atau masalah pribadi seperti bertengkar

dengan pasangan, keluarga, atau teman.

2) Ditolak teman atau keluarga.

3) Kejadian merugikan seperti: perusahaan bangkrut atau rugi

secara finansial.

4) Masalah keuangan, kehilangan pekerjaan, pensiun, kesulitan

finansial.

5) Perubahan yang terjadi di masyarakat seperti: perubahan drastis

dalam politik atau ekonomi.

b. Tekanan lainnya yang disebabkan oleh rasa malu atau ancaman

akibat berbuat salah.

Berdasarkan uraian di atas, maka faktor-faktor penyebab bunuh

diri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

a. Faktor internal, meliputi faktor fisiologis dan faktor psikologis.

Faktor fisiologis dipengaruhi oleh genetik, kesehatan dan jenis

kelamin, sedangkan faktor psikologis dipengaruhi oleh kepribadian

dan pengaruh emosional.

Page 33: Bunuh Diri Remaja 2

27

b. Faktor eksternal, meliputi pengaruh lingkungan, dukungan sosial,

pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan dan

lembaga agama.

7. Karakteristik Bunuh Diri

Menurut Yayasan Harapan Permata Hati Kita (2003),

karakteristik pemikiran dari orang yang yang ingin bunuh diri adalah

a. Ambivalensi

Kebanyakan orang yang ingin bunuh diri memiliki perasaan yang

campur aduk tentang bunuh diri itu sendiri. Keinginan untuk hidup

dan mati beradu dalam orang tersebut, ada keinginan untuk lari dari

rasa sakit dan ada juga hasrat untuk hidup. Kebanyakan dari mereka

tidak ingin mati, mereka hanya tidak senang dengan hidup mereka.

b. Impulsivitas

Bunuh diri adalah merupakan tindakan impulsif, dan sama seperti

tindakan impulsif lainnya, dorongan ini bisa bertahan lama atau

hanya beberapa menit atau beberapa jam saja. Biasanya dipicu oleh

kejadian-kejadian negatif. Menolak krisis-krisis tersebut dengan

lebih banyak bermain dengan waktu, keinginan untuk bunuh diri

dapat di kurangi atau dicegah.

c. Rigiditas

Apabila orang ingin bunuh diri, pemikiran, perasaan dan tindakan

mereka terbatasi. Mereka berpikir untuk bunuh diri secara konstan

dan tidak mampu menerima jalan keluar dari masalah. Cara berpikir

mereka sangat ekstrim.

Page 34: Bunuh Diri Remaja 2

28

8. Ciri-ciri Bunuh diri

Anak dan remaja yang mempunyai risiko bunuh diri (Pikiran

Rakyat, 2005), umumnya mempunyai profil atau ciri-ciri, di antaranya :

a. Dikenal lingkungannya sebagai anak "baik".

b. Memiliki tuntutan kemampuan yang tinggi.

c. Punya minat dan keinginan tinggi.

d. Memiliki karakter perfeksionis atau selalu harus sempurna.

e. Kesulitan untuk dapat menerima kekurangan diri.

f. Prestasi akademik mulai kurang sampai di atas rata-rata.

9. Aspek-aspek Bunuh Diri

Menurut Gardner (2004, h. 76), seseorang yang berencana atau

berniat melakukan bunuh diri memiliki aspek-aspek sebagai berikut :

a. Mengucapkan komentar semacam “Aku ingin mati saja” atau “Saya

ingin lenyap untuk selamanya”.

b. Minat atau ketertarikan yang tiba-tiba dan menggebu-gebu terhadap

senjata api, pisau, pil tidur, dan sarana-sarana pembunuh lainnya,

maupun suatu obsesi mengenai orang yang telah mati akibat bunuh

diri.

c. Menyerahkan kepada orang lain benda-benda istimewa miliknya

tanpa sebab yang jelas, dan mengatakan bahwa hidupnya akan

berakhir segera.

d. Kesedihannya amat mendalam dan tangisannya penuh duka dan

kepedihan.

e. Selalu mengucilkan diri sendiri, padahal sebelumnya dia lebih suka

bersama-sama dengan orang-orang di sekitarnya.

Page 35: Bunuh Diri Remaja 2

29

f. Minat dan perhatiannya selalu terfokus pada musik dan lagu-lagu

depresif (yang liriknya memuja kematian atau bunuh diri), juga

buku-buku serta ilustrasi yang menonjolkan cerita kematian atau

bunuh diri.

g. Sekurang-kurangnya dalam dua minggu terakhir telah

memperlihatkan lima atau lebih gejala-gejala berikut :

1) perasaannya tertekan,

2) tidak menaruh minat terhadap apapun,

3) berat badannya turun drastis,

4) tidur terus-menerus atau tidak tidur terus-menerus,

5) gerak-geriknya amat lamban atau sebaliknya serba cepat dan

tergesa-gesa,

6) selalu keletihan,

7) bersikap menyerah atau merasa sangat bersalah,

8) dan tidak mampu mengkonsentrasikan pikirannya.

Kesimpulan dari aspek-aspek bunuh diri diatas yaitu : putus asa

yang menimbulkan pemikiran bunuh diri, merasa bersalah yang

menciptakan keinginan bunuh diri dan tidak berdaya atau tidak

mempunyai minat terhadap apapun sehingga memicu keinginan bunuh

diri.

10. Rentang Usia Masa Remaja

Beberapa pendapat tentang rentangan usia dalam masa remaja di

kemukakan oleh dua golongan di bawah ini (Mappiare, 1982, h. 23),

antara lain :

Page 36: Bunuh Diri Remaja 2

30

a. Pendapat golongan pertama

Bigot, Kohnstam dan Palland, ahli-ahli psikologi

berkebangsaan Belanda mengemukakan pembagian masa kehidupan

(dalam Simanjutak, 1979, h. 65) sebagai berikut :

1) Masa bayi dan kanak 0 ; 0 – 7 ; 0 :

Masa bayi : 0 ; 0 – 1 ; 0

Masa kanak : - masa vital : 1 ; 0 – 2 ; 0

- masa estitis : 2 ; 0 – 7 ; 0

2) Masa sekolah/intelektuil : 7 ; 0 – 13 ; 0

3) Masa sosial : 13 ; 0 – 21 ; 0

a) masa pueral : 13 ; 0 – 14 ; 0

b) masa prae pubertas : 14 ; 0 – 15 ; 0

c) masa pubertas : 15 ; 0 – 18 ; 0

d) masa adolescence : 18 ; 0 – 21 ; 0

Dalam kutipan di atas, jelas pula nampak bahwa masa

pubertas berada dalam usia antara 15;0 – 18;0 tahun, dan masa

adolescence (masa remaja) dalam usia antara 18;0 – 21;0 tahun;

tetapi, terdapat petunjuk bahwa usia antara 15;0 – 21;0 tahun disebut

pula sebagai masa pubertas. Dalam hal ini, nampak Bigot, dkk.

sesekali menyamakan arti antara pubertas dan adolescence. Hal ini

berarti pula bahwa usia remaja menurutnya adalah 15;0 – 21;0

tahun.

Jersild, dkk. (dalam Mappiare, 1982, h. 23), dalam salah satu

buku mereka, tidak memberikan batasan pasti rentangan usia masa

remaja. Mereka membicarakan remaja (adolescence) dalam

Page 37: Bunuh Diri Remaja 2

31

rentangan usia sebelas tahun sampai usia duapuluhan-awal. Ditulis

antara lain bahwa masa remaja melingkupi periode atau masa

bertumbuhnya seseorang dalam masa transisi dari masa kanak-kanak

ke masa dewasa. Secara kasarnya, masa remaja dapat ditinjau sejak

mulainya seseorang menunjukkan tanda-tanda pubertas dan

berlanjut hingga dicapainya kematangan seksual, telah dicapai tinggi

badan secara maksimum, dan pertumbuhan mentalnya secara penuh

yang dapat diramalkan melalu pengukuran tes-tes inteligensi.

Dengan pembatas semacam itu, para ahli ini lebih lanjut ada

menyebut masa preadolescence, early adolescence, middle and late

adolescence.

Hurlock (1968, h. 12), menulis bahwa jika dibagi berdasarkan

bentuk-bentuk perkembangan dan pola-pola perilaku yang nampak

khas bagi usia-usia tertentu, maka rentangan kehidupan terdiri atas

sebelas masa, yaitu :

a. Prenatal

Saat konsepsi sampai lahir.

b. Masa neonatus

Lahir sampai akhir minggu kedua setelah lahir.

c. Masa bayi

Akhir minggu kedua sampai akhir tahun kedua.

d. Masa kanak-kanak awal

Dua tahun sampai enam tahun.

e. Masa kanak-kanak akhir

Enam tahun sampai sepuluh atau sebelas tahun.

Page 38: Bunuh Diri Remaja 2

32

f. Pubertas/preadolescence

Sepuluh atau 12 tahun sampai 13/14 tahun.

g. Masa remaja awal

13/14 tahun sampai 17 tahun.

h. Masa remaja akhir

17 tahun sampai 21 tahun.

i. Masa dewasa awal

21 tahun sampai 40 tahun.

j. Masa setengah baya

40 sampai 60 tahun

k. Masa tua

60 tahun sampai meninggal dunia

Dalam pembagian rentangan usia menurut Hurlock di atas,

terlihat jelas rentangan usia remaja antara 13 – 21 tahun; yang dibagi

pula dalam masa remaja awal usia 13 – 14 tahun sampai 17 tahun,

dan remaja akhir 17 sampai 21 tahun.

b. Pendapat golongan kedua

Golongan kedua dalam hal ini adalah ahli-ahli Indonesia,

yang telah berusaha memberikan batasan rentangan usia masa

remaja. Beberapa ahli di Indonesia dalam menentukan rentangan

usia remaja, langsung maupun tidak, banyak dipengaruhi oleh

pendapat Hurlock di atas. Prayitno (dalam Mappiare, 1982, h. 25),

membahas masalah kenakalan remaja dari segi agama Islam

menyebutkan rentangan usia 13 – 21 tahun sebagai masa remaja.

Gunarsa dan Gunarsa (1981, h. 15-16), walaupun menyatakan

Page 39: Bunuh Diri Remaja 2

33

bahwa ada beberapa kesulitan menentukan batasan usia masa remaja

di Indonesia, akhirnya mereka pun menetapkan bahwa usia antara 12

– 22 tahun sebagai masa remaja. Susilowindradini (1981, h. 1),

untuk menghindari salah paham, berpatokan pada literatur Amerika

dalam menentukan masa pubertas (11/12 – 15/16 tahun).

Selanjutnya beliau menguraikan tentang masa remaja awal atau

Early Adolescence (13 – 17 tahun) dan remaja akhir atau Late

Adolescence (17 – 21 tahun).

Surachmad (1977, h. 41-44), setelah meninjau banyak

literatur luar negeri, menulis usia 12 – 22 tahun adalah masa yang

mencakup sebagian terbesar perkembangan Adolescence, sedangkan

Kwee Soen Liang (1980, h. 11), membagi masa pubertiet sebagai

berikut :

a. Prae Puberteit, laki-laki : 13 – 14 tahun (fase negatif)

wanita : 12 – 13 tahun (Sturm und drang)

b. Puberteit, laki-laki : 14 –18 tahun (Merindu)

Wanita : 13 – 18 tahun (Puja)

c. Adolescence, laki-laki : 19 – 23 tahun

Wanita : 18 – 21 tahun

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat ditarik

kesimpulan bahwa rentangan usia remaja berada dalam usia 12

tahun sampai 21 tahun bagi wanita, dan 13 tahun sampai 22 tahun

bagi pria. Jika dibagi atas remaja awal dan remaja akhir, maka

remaja awal berada dalam usia 12/13 tahun sampai 17/18 tahun, dan

remaja akhir dalam rentangan usia 17/18 tahun sampai 21/22 tahun.

Page 40: Bunuh Diri Remaja 2

34

Periode sebelum masa remaja ini disebut sebagai ambang pintu masa

remaja atau sering disebut sebagai Periode Pubertas; pubertas jelas

berbeda dengan masa remaja, meskipun bertumpang-tindih dengan

masa remaja awal.

B. Karakteristik Kepribadian Neurotism, Extraversion, Openness,

Agreeableness, dan Conscientiousness

1. Pengertian Kepribadian

Secara umum psikologi memandang kepribadian sebagai suatu

pola yang unik dalam karakteristik psikologis dan perilaku yang dapat

dilakukan oleh setiap orang. Hall dan Lindzey (dalam Widyorini, dkk.,

2003, h. 4), berpendapat bahwa kepribadian adalah sesuatu yang

memberikan tata tertib dan keharmonisan terhadap segala macam

tingkah laku yang berbeda-beda tiap individu.

Pengertian kepribadian menurut McMartin (dalam Widyorini,

dkk., 2003, h. 4), lebih merujuk pada karakteristik psikologis individu

yang meliputi emosi, mental dan spiritual yang pada seseorang yang

secara konsisten berbeda pada tiap individu. Menurutnya kepribadian

merupakan sistem pengembangan emosi, kognitif dan spiritual.

Menurut Breinstein (dalam Widyorini, dkk., 2003, h. 5),

sejumlah teoritisi memberi tekanan pada fungsi kepribadian dalam

berhubungan dengan penyesuaian diri individu. Kepribadian mencakup

usaha-usaha penyesuaian diri yang bersifat individu, maka biasanya

penelitian mengenai kepribadian seringkali berfokus pada konsistensi

pola-pola kognisi, emosi, dan perilaku yang membuat seseorang berbeda

satu dengan yang lain.

Page 41: Bunuh Diri Remaja 2

35

Uraian di atas dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah suatu

sistem karakteristik psikologis, emosi, kognitif, dan spiritual yang secara

konsisten berbeda pada setiap orang.

2. Faktor-faktor Kepribadian (The Five-factor Model )

The Big-Five atau The Five-factor Model (dalam Widyorini, dkk.,

2003, h. 6), merupakan suatu pendekatan disposisional, yang

memandang kepribadian sebagai suatu kombinasi karakteristik internal

yang stabil, yang memberi arti pada seseorang dan memotivasinya untuk

bertingkah laku dengan cara tertentu. The Big Five ini merupakan

pendekatan disposisional yang berfokuskan pada trait bukan merupakan

tipe kepribadian. Pada pendekatan dengan tipe kepribadian, maka

seseorang akan masuk kategori tipe tertentu, dan selanjutnya ia berada

pada tipe tersebut. Sebaliknya dengan trait, merupakan kualitas yang

kontinyu, individu memiliki trait pada kadar yang berbeda, seseorang

dapat memiliki banyak atau sedikit pada beberapa trait. Jadi pada

pendekatan ini tiap kepribadian dapat digambarkan sebagaimana kuat

variasi trait-trait tertentu.

Menurut McCrae dan Costa (dalam Widyorini, dkk., 2003, h. 9-

15), kelima faktor tersebut adalah :

a. Neurotism

Kecenderungan umum untuk mengalami emosi negatif,

seperti rasa takut, kesedihan, malu, rasa bersalah, dan rasa muak

sebagai inti dari faktor ini. Neurotism meliputi kerentanan terhadap

distress psikologis.

Page 42: Bunuh Diri Remaja 2

36

b. Extraversion

Kecenderungan untuk mempunyai kemampuan sosial tinggi

(sociable), tetapi sosiabilitas bukan hanya satu trait dalam domain

atau faktor ini, seperti kesukaan terhadap orang lain dan menyukai

kelompok besar dan pertemuan-pertemuan, tetapi extraversion

meliputi juga asertivitas, aktivitas, dan talkactive. Mereka menyukai

stimulasi dan hal-hal yang menakjubkan dan cenderung gembira,

energik, dan optimistis.

Sebaliknya Introversion dapat dipandang sebagai tidak

adanya trait ekstraver daripada sebaliknya (berlawanan). Jadi

Introversion sebagai suatu trait yang unfriendly, mandiri daripada

pengikut, emosinya datar. Introversion dapat dikatakan bahwa

mereka pemalu daripada diartikan bahwa mereka lebih suka

sendirian, tidak diliputi social anxiety, meskipun mereka bukan

orang yang tidak bahagia atau pesimistik. Jadi teori Extraversion

dalam NEO PI R tidak sama dengan konsep-konsep dalam teori

Jung.

c. Openness

Elemen-elemen dalam Openness adalah imaginasi aktif,

sensitivitas, estetika, perhatian pada inner feeling, menyukai variasi,

ingin tahu intelektual, dan kemandirian dalam berpikir. Individu

yang Opennessnya tinggi adalah orang yang rasa ingin tahu tentang

inner dan outer world tinggi, hidup mereka penuh percobaan atau

eksperimental. Mereka bersedia memasukkan ide-ide baru dan nilai-

nilai yang tidak konvensional. Mereka juga mengalami emosi positif.

Page 43: Bunuh Diri Remaja 2

37

Bila Openness rendah cenderung bertingkah laku

konvensional, mereka menyukai novel-novel pop, respon emosinya

datar; meskipun Openness dan Closedness dipengaruhi bentuk

defence psikologis yang digunakan, tidak ada bukti bahwa

Closedness itu merupakan reaksi defensi umum. Orang yang tertutup

mempunyai wawasan yang sempit, juga dalam hal intensitas minat.

Serupa, meskipun mereka cenderung lebih sosial dan konservatif.

Closedness bukan implikasi dari kekejaman, tidak toleran atau

agresif.

d. Agreeableness

Kecenderungan individu dalam melakukan interpersonal

dengan orang lain. Orang yang Agreeableness adalah mempunyai

dasar altruistik. Ia simpatik pada orang lain dan mudah menolong

orang lain dan percaya bahwa orang lain dapat menolong dirinya

pula, sedangkan orang yang disagreeableness adalah orang yang

antagonistik, egosentrik, skeptikal pada maksud baik orang lain,

lebih bersifat kompetitif daripada kooperatif.

Sisi Agreeableness pada faktor ini adalah lebih sosial dan

lebih sehat secara psikologis, oleh karena itu mereka lebih populer

dari pada individu yang antagonik. Sisi lain kesiapan seseorang

untuk berusaha melawan terhadap minat seringkali menguntungkan,

dan agreeableness tidak tepat untuk bertempur. Skeptikal dan

berpikir kritis mempunyai kontribusi untuk analisis yang akurat

dalam keilmuan.

Page 44: Bunuh Diri Remaja 2

38

e. Conscientiousness

Sebagian teori kepribadian, khususnya psikodinamika

mempunyai perhatian pada kontrol impuls. Individu dengan

Conscientiousness lebih bertujuan, berkemauan kuat dan teratur.

Seseorang tidak akan berhasil dalam suatu bidang kerja bila tidak

disertai trait ini.

The Big Five mendominasi pandangan pada penelitian psikologi

terbaru. Salah satu alasan mengapa faktor-faktor tersebut sangat penting,

karena mereka menggambarkan aspek-aspek kepribadian yang

konsisten, khususnya diantara orang dewasa. Faktor tersebut biasanya

diukur dengan menggunakan laporan kuesioner pribadi NEO Inventori

Kepribadian (NEO PI R) (Costa dan Mc Crae dalam Ewen, 1992).

Setiap orang dapat mencapai level manapun, mulai dari yang rendah ke

tingkat rata-rata sampai yang paling tinggi. Adapun ciri-ciri dari The Big

Five adalah sebagai berikut :

Tabel 1 Ciri-ciri Kepribadian The Big Five

Faktor Nilai Rendah pada Faktor

Nilai Tinggi pada Faktor

Extraversion Penyendiri, pemalu, pendiam

Suka bergaul, banyak bicara, penyayang

Neuroticism Tenang, aman, puas dengan diri sendiri

Cemas, gelisah, khawatir

Agreeableness Curiga, tidak kooperatif, kejam

Percaya, membantu, berhati lembut

Conscientiousness Malas, tidak dapat dipercaya, ceroboh

Pekerja keras, dapat dipercaya, terjadwal

Opennes Konvensional, rendah hati

Tidak patuh pada norma-norma, kreatif, imaginatif

Page 45: Bunuh Diri Remaja 2

39

3. Facet-facet dalam Kepribadian

Menurut McCrae dan Costa (dalam Widyorini, dkk., 2003, h. 9-

15), kelima faktor tersebut masing-masing di dalamnya memiliki facet-

facet, yaitu :

a. Neurotism

Facet Neurotism meliputi :

1) Anxiety (kecemasan), yaitu kekhawatiran, takut, gelisah, tegang,

dan gugup.

2) Angry Hostility (rasa permusuhan), menunjukkan suatu

kecenderungan untuk marah dan berhubungan rasa frustasi dan

kebencian.

3) Depression (depresi), yaitu kecenderungan untuk mengalami

perasaan depresi.

4) Self-Consciousness. Inti dari facet ini adalah bentuk emosi malu

dan perasaan tidak enak. Individu yang self-consciousness tinggi

adalah perasaan tidak enak berada di antara orang lain, peka

terhadap ejekan, dan mudah merasa rendah diri.

5) Impulsiveness, adalah ketidakmampuan untuk mengontrol

keinginan dan kepentingannya. Kesenangan (seperti; makan,

rokok, memilih barang) dirasakan sebagai sesuatu yang sangat

kuat yang tidak bisa diredakan, meskipun ia nanti kemudian

menyesali.

6) Vulnerability. Facet ini mengungkap tingkat kemudahan

seseorang mengalami stress, menggambarkan perasaan tidak

Page 46: Bunuh Diri Remaja 2

40

mampu melakukan coping terhadap stress, menjadi tergantung,

mudah putus asa, atau panik dalam situasi darurat.

b. Extraversion

Extraversion meliputi enam facet, yaitu :

1) Warmth. Hangat adalah sisi extraversion yang banyak

berhubungan dengan masalah keintiman interpersonal. Orang

yang hangat adalah ramah dan bersahabat. Mereka benar-benar

menyukai dan mudah akrab dengan orang lain.

2) Gregariousness. Inti facet ini adalah menunjukkan kesukaan

individu untuk bergabung dengan orang lain. Orang yang

gregariousnessnya rendah diartikan sebagai orang yang

menyukai kesendirian dan menyukai stimulasi sosial.

3) Assertiveness. Adanya dominasi, kekuatan yang tinggi, serta

adanya asertivitas. Mereka berbicara tanpa ragu-ragu dan sering

menjadi ketua kelompok.

4) Activity. Tingginya facet aktivitas dipandang sebagai orang yang

mempunyai gerakan cepat, gita, penuh semangat, dan menyukai

kesibukan. Aktivitas yang rendah menunjukkan mempunyai

tempo yang lebih santai dan relaks, meskipun mereka tidak

malas.

5) Excitement-Seeking. Skala ini menunjukkan bahwa individu

sangat menyukai dan membutuhkan stimulasi dan kegembiraan.

6) Positive Emotions. Kecenderungan untuk mencari emosi positif,

seperti kegembiraan, kebahagiaan, dan stimulasi. Tinggi pada

Page 47: Bunuh Diri Remaja 2

41

facet ini menandakan individu mudah dan sering tertawa,

gembira, serta optimistik.

c. Openness

Facet yang ada dalam faktor ini adalah :

1) Fantacy. Kesukaan untuk berfantasi, berkhayal, bukan sebagai

pelarian, tetapi sebagai cara bagi dirinya untuk memperhatikan

inner world. Mereka menjelaskan, menjabarkan, dan

mengembangkan fantasinya dan percaya bahwa imaginasi

memberikan kontribusi bagi kekayaan dan kreativitas kehidupan.

2) Aesthetics. Facet ini menunjukkan minat yang tinggi pada seni,

kesenian, dan keindahan. Mereka suka puisi, dan musik. Mereka

tidak perlu menjadi seorang artis.

3) Feelings. Keterbukaan pada perasaan yang dialami dan evaluasi

terhadap emosi sebagai bagian yang penting dalam kehidupan.

Bila facet ini rendah, menunjukkan individu tidak peduli pada

perasaan yang dialami dan tidak percaya bahwa perasaan-

perasaaan yang dialami mempunyai arti yang dalam dan berarti

penting.

4) Actions. Keterbukaan dipandang sebagai perilaku untk mencoba

aktivitas-aktivitas yang berbeda, pergi ke tempat-tempat baru,

atau mencoba makan makanan-makanan bar. Facet ini

menggambarkan individu menyukai hal-hal yang baru dan

bervariasi, mereka terikat dalam hobi yang berbeda.

5) Ideas. Keinginan tahu secara intelektual sebagai aspek Openness

yang terbuka pada pemikiran-pemikiran baru.

Page 48: Bunuh Diri Remaja 2

42

6) Values. Keterbukaan pada nilai-nilai berarti kesiapan untuk

menguji kembali nilai-nilai sosial, politik, dan religius.

Ketertutupan individu terhadap otoritas dan hal-hal tradisional.

Keterbukaan pada nilai berkebalikan dengan dogmatisme.

d. Agreeableness

Agreeableness meliputi enam facet, yaitu :

1) Trust. Facet ini berintikan kepercayaan. Skor yang tinggi di facet

ini menunjukkan individu memiliki disposisi untuk percaya

bahwa orang lain adalah jujur dan berniat baik pada dirinya. Bila

facet ini rendah berarti ada kecenderungan bersikap sinis dan

skeptis, dan mempunyai pikiran bahwa orang lain tidak jujur atau

berbahaya bagi dirinya.

2) Straighforwardness. Facet ini di dalamnya berintikan berterus

terang. Skor yang tinggi menunjukkan kecenderungan individu

untuk jujur, tulus hati, dan sederhana, serta berterus terang.

3) Altruism (sifat mementingkan orang lain). Menunjukkan

mempunyai perhatian yang besar pada orang lain, mempunyai

kesediaan untuk membantu orang yang butuh pertolongan,

sedangkan skor yang rendah menggambarkan adanya self

centered dan kurang perduli pada permasalahan yang dihadapi

orang lain.

4) Compliance (kerelaan untuk mengalah), facet ini meliputi reaksi

terhadap konflik interpersonal. Bila facet ini rendah berarti

adanya kecenderungan agresivitas, tidak bisa bekerjasama, tidak

enggan mengekspresikan kemarahan pada orang lain.

Page 49: Bunuh Diri Remaja 2

43

5) Modesty (sederhana atau rendah hati). Skala ini menggambarkan

rasa rendah hati dan cenderung melupakan diri sendiri, namun

bukan berarti kurang percaya diri.

6) Tender-Mindedness (ramah, baik hati). Mengukur sikap simpati

dan perhatian pada orang lain. Modesty yang tinggi

menggambarkan adanya kebutuhan akan adanya orang lain dan

tumbuhnya rasa kemanusiaan, sedang skor yang rendah

menunjukkan keras kepala dan tidak tergerak untuk bersikap

kasih sayang pada orang lain. Mereka melihat dirinya secara

realis, yaitu orang yang berpendapat rasional berdasarkan pada

logika yang dingin.

e. Conscientiousness

Facet-facet dalam faktor ini adalah :

1) Competence (mampu). Facet ini untuk mengungkap suatu

keyakinan pada dirinya, perasaan mampu, berpikir sehat,

bijaksana, dan efektif. Bila skor di sini tinggi berarti ia merasa

bahwa hidupnya baik.

2) Order. Bila facet ini tinggi menunjukkan adanya well-organized,

rapi, mereka meletakkan segala sesuatunya di tempatnya.

3) Dutifulness (kepatuhan). Skala ini menunjukkan ketaatan pada

prinsip-prinsip etika dan sangat hati-hati pada nilai-nilai moral.

4) Achievement Stricving. Facet ini mengungkapkan tingkat aspirasi

tinggi dan bekerja keras untuk mencapai tujuan mereka. Mereka

tekun dan bertujuan, dan punya keyakinan bahwa ia dapat

mengarahkan hidupnya.

Page 50: Bunuh Diri Remaja 2

44

5) Self Discipline. Kemampuan untuk memulai tugas dan

mengerjakan tanpa kejemuan dan gangguan lain. Facet ini

menunjukkan adanya kemampuan untuk memotivasi diri untuk

menyelesaikan tugas.

6) Deliberation (berhati-hati), adanya kecenderungan untuk berpikir

sungguh-sungguh sebelum bertindak.

C. Hubungan Karakteristik Kepribadian Neurotism, Extraversion,

Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness Dengan Sikap

Bunuh Diri Pada Remaja

Pengertian kepribadian menurut McMartin (dalam Widyorini, dkk.,

2003, h. 4), lebih merujuk pada karakteristik psikologis individu yang

meliputi emosi, mental dan spiritual yang pada seseorang yang secara

konsisten berbeda pada tiap individu. Menurutnya kepribadian merupakan

sistem pengembangan emosi, kognitif dan spiritual.

Menurut McCrae dan Costa (dalam Widyorini, dkk., 2003, h. 9),

kepribadian manusia secara garis besar dapat digambarkan berdasarkan

model faktor lima kepribadian. Antara lain Neurotism, Extraversion,

Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness.

Sikap bunuh diri pada remaja merupakan produk dari proses

sosialisasi di mana remaja bereaksi sesuai dengan rangsang yang

diterimanya sebagai suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan

akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas sehingga menjadi

semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara

tertentu. Fenomena ini dapatlah dikatakan sebagai ekspresi dari makna

hidup yang terdevaluasi sampai pada titik terendah, yaitu ketika remaja

Page 51: Bunuh Diri Remaja 2

45

tidak lagi memiliki pegangan untuk melanjutkan hidup dan merupakan

masalah yang kompleks dimana tidak ada satu sebab, satu alasan. Hal

tersebut dihasilkan dari interaksi yang kompleks secara biologi, genetik,

psikologi, sosial, budaya dan faktor lingkungan.

Ketika seorang individu telah menginjak masa remaja, maka ia akan

dihadapkan pada dunia yang penuh dengan permasalahan yang sangat

kompleks sehingga remaja dituntut untuk dapat memecahkan masalahnya

dengan baik. Remaja yang dapat memecahkan masalahnya dengan baik,

maka ia akan tumbuh menjadi remaja yang matang dan memiliki

keterampilan coping yang baik pula untuk menghadapi masalah

selanjutnya.

Permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh remaja akan

berdampak munculnya rasa putus asa yang menimbulkan stres. Remaja

yang tidak mampu mengatasi stres dapat dikatakan rentan. Stres adalah

faktor utama penyebab seseorang mengalami depresi dan merupakan gejala

dari gangguan Neurotism. Dalam keadaan depresi, remaja akan cenderung

tidak berdaya dan tidak menaruh minat terhadap apapun. Contohnya adalah

tidak mau makan, tidur terus menerus atau tidak tidur terus menerus,

bahkan tidak menutup kemungkinan tidak menaruh minat untuk

meneruskan kelangsungan hidupnya.

Salah satu bentuk dari kerentanan seseorang adalah depresi. Keliat

(1995, h. 4) mengatakan bahwa banyak teori yang menjelaskan tentang

depresi, dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi terjadinya

bunuh diri.

Page 52: Bunuh Diri Remaja 2

46

Masa remaja adalah masa yang penuh dengan ketidakpastian dimana

remaja selalu dihadapkan pada suatu permasalahan yang belum pernah

dialami sebelumnya sehingga mengakibatkan remaja merasa tertekan.

Remaja yang memiliki kepribadian ke arah Extraversion bila merasa

tertekan cenderung akan mengungkapkan emosinya secara terbuka atau

menggabungkan diri dengan orang banyak sehingga individualitasnya

berkurang. Remaja yang memiliki kepribadian Extraversion tinggi, akan

memiliki sifat mudah bergaul dan memiliki teman-teman yang dekat

dengannya untuk dijadikan tempat mencurahkan isi hatinya

Ketika remaja dihadapkan pada suatu permasalahan yang berat,

maka remaja akan meminta bantuan teman-temannya untuk ikut campur

dalam memecahkan permasalahan yang membelitnya, sehingga remaja

tersebut merasa punya teman senasib sepenanggungan, sehingga remaja

akan terhindar dari rasa tertekan dan putus asa.

Faktor kepribadian Extraversion merupakan kecenderungan

kepribadian dengan keadaan emosional yang positif. Remaja yang memiliki

kecenderungan ke arah kepribadian Extraversion akan mempunyai

kemampuan sosial tinggi, seperti kesukaan terhadap orang lain dan

menyukai kelompok besar dan pertemuan-pertemuan, meliputi juga

asertivitas, aktivitas, dan talkactive. Remaja tersebut juga akan menyukai

stimulasi dan hal-hal yang menakjubkan serta cenderung gembira, energik,

dan optimistis.

Remaja yang kepribadian Extraversionnya cenderung tinggi akan

selalu menjaga kondisi emosionalnya agar selalu dalam keadaan positif,

Page 53: Bunuh Diri Remaja 2

47

sehingga dapat meningkatkan hubungan interpersonal yang baik dengan

orang disekitarnya.

Emosi yang positif pada remaja akan menghindarkan mereka pada

perasaan yang tidak berdaya, sehingga remaja tidak akan mengalami

kesulitan dalam memecahkan masalah hidupnya. Remaja yang kepribadian

Extraversionnya tinggi akan terhindar dari stres yang akan menimbulkan

depresi dan perasaan untuk mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri.

Keadaan emosi yang positif tersebut akan menunjang remaja untuk

melakukan aktivitas yang berguna bagi dirinya seperti memenuhi rasa ingin

tahu mereka yang sangat besar tentang inner dan outer world, serta bersedia

memasukkan ide-ide baru dan nilai-nilai yang tidak konvensional.

Remaja yang selalu dalam keadaan emosi positif, Opennesnya

cenderung tinggi, sehingga remaja tersebut memiliki imaginasi aktif,

sensitivitas, estetika, perhatian pada inner feeling, menyukai variasi, ingin

tahu intelektual, dan kemandirian dalam berpikir.

Openness yang tinggi cenderung terbuka pada perasaan yang dialami

dan evaluasi terhadap emosi sebagai bagian yang penting dalam kehidupan.

Bila Opennessnya rendah, menunjukkan remaja tidak peduli pada perasaan

yang dialami dan tidak percaya bahwa perasaan-perasaaan yang dialami

mempunyai arti yang dalam dan berarti penting, sehingga remaja dapat

terhindar dari pikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Elemen Openness yang tinggi pada remaja mempunyai arti kesukaan

untuk berfantasi, berkhayal, bukan sebagai pelarian, tetapi sebagai cara bagi

dirinya untuk memperhatikan inner world. Mereka menjelaskan,

menjabarkan, dan mengembangkan fantasinya dan percaya bahwa

Page 54: Bunuh Diri Remaja 2

48

imaginasi memberikan kontribusi bagi kekayaan dan kreativitas. Mereka

juga menunjukkan minat yang tinggi pada seni, kesenian, dan keindahan.

Mereka suka puisi, dan musik. Mereka tidak perlu menjadi seorang artis.

Bila Openness rendah, remaja akan cenderung bertingkah laku

konvensional, respon emosinya datar, meskipun Openness dan Closedness

dipengaruhi bentuk defence psikologis yang digunakan, tidak ada bukti

bahwa Closedness itu merupakan reaksi defensi umum. Remaja yang

tertutup mempunyai wawasan yang sempit, juga dalam hal intensitas minat.

Pergaulan remaja selalu dikaitkan dengan hubungan interpersonal

dengan orang lain, hal ini disebut Agreeableness. Remaja yang

Agreeableness adalah mempunyai dasar altruistik. Ia simpatik pada orang

lain dan mudah menolong orang lain dan percaya bahwa orang lain dapat

menolong dirinya pula, sedangkan remaja yang disagreeableness adalah

remaja yang antagonistik, egosentrik, skeptikal pada maksud baik orang

lain, lebih bersifat kompetitif daripada kooperatif.

Remaja yang memiliki Agreeableness tinggi menunjukkan

kecenderungan untuk jujur, tulus hati, dan sederhana, serta berterus terang.

Agreeableness tinggi menunjukkan perhatian yang besar pada orang lain,

mempunyai kesediaan untuk membantu orang yang butuh pertolongan,

sedangkan remaja yang Agreeablenessnya rendah menggambarkan adanya

self centered dan kurang perduli pada permasalahan yang dihadapi orang

lain, adanya kecenderungan agresivitas, tidak bisa bekerjasama, tidak

enggan mengekspresikan kemarahan pada orang lain serta pada kondisi

terburuknya mereka dapat menyakiti diri sendiri seperti mengakhiri

hidupnya.

Page 55: Bunuh Diri Remaja 2

49

Remaja yang tidak dapat mengelola emosinya dengan baik, maka ia

akan tumbuh menjadi remaja yang tidak sehat. Remaja yang sehat adalah

remaja yang memiliki suatu keyakinan pada dirinya, perasaan mampu,

berpikir sehat, bijaksana, dan efektif.

Remaja yang memiliki tujuan hidup dan berkemauan kuat adalah

remaja yang Conscientiousnessnya tinggi, yang berarti ia merasa bahwa

hidupnya baik.

Kepribadian Conscientiousness yang tinggi pada remaja

menunjukkan adanya well-organized, rapi, mereka meletakkan segala

sesuatunya di tempatnya, ketaatan pada prinsip-prinsip etika dan sangat

hati-hati pada nilai-nilai moral, tingkat aspirasi tinggi dan bekerja keras

untuk mencapai tujuan mereka. Mereka tekun dan bertujuan, dan punya

keyakinan bahwa ia dapat mengarahkan hidupnya.

Pada remaja yang memiliki kepribadian Conscientiousness rendah

akan cenderung mengalami kejemuan, motivasi untuk mengerjakan tugas

kurang, adanya kecenderungan untuk berpikir kurang sungguh-sungguh

sebelum bertindak, serta gangguan lain.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

karakteristik kepribadian Neurotism, Extraversion, Openness,

Agreeableness, dan Conscientiousness dengan sikap bunuh diri pada

remaja.

D. Hipotesis

Berdasarkan studi kepustakaan tersebut, maka dapat ditarik hipotesis

yaitu:

Page 56: Bunuh Diri Remaja 2

50

1. Hipotesis Mayor

Ada hubungan antara karakteristik kepribadian dengan sikap bunuh diri

pada remaja.

2. Hipotesis Minor

a. Ada hubungan positif antara karakteristik kepribadian neurotism

dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dimana semakin tinggi

faktor kepribadian neurotism pada remaja, maka akan semakin

positif pula sikap bunuh diri pada remaja.

b. Ada hubungan negatif antara karakteristik kepribadian

extraversion dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dimana

semakin tinggi faktor kepribadian extraversion pada remaja, maka

akan semakin negatif sikap bunuh diri pada remaja.

c. Ada hubungan negatif antara karakteristik kepribadian openness

dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dimana semakin tinggi

faktor kepribadian openness pada remaja, maka akan semakin

negatif sikap bunuh diri pada remaja.

d. Ada hubungan negatif antara karakteristik kepribadian

agreeableness dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dimana

semakin tinggi faktor kepribadian agreeableness pada remaja,

maka akan semakin negatif sikap bunuh diri pada remaja.

e. Ada hubungan negatif antara karakteristik kepribadian

conscientiousness dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dimana

semakin tinggi faktor kepribadian conscientiousness pada remaja,

maka akan semakin negatif sikap bunuh diri pada remaja.

Page 57: Bunuh Diri Remaja 2

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Azwar

(1998, h. 5) pendekatan kuantitatif menekankan analisisnya pada data –

data numerikal (angka) yang diolah dengan metoda statistika. Pada

dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian yang dilakukan

dalam rangka menguji hipotesis dan menyandarkan kesimpulan hasilnya

pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode

kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau

signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti. Pada umumnya,

penelitian kuantitatif merupakan penelitian sampel besar.

B. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek yang akan diselidiki (Hadi, 2000, h.

4), atau apa yang menjadi perhatian sesuatu penelitian (Arikunto, 1993, h.

9). Variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi :

1. Variabel tergantung : sikap bunuh diri pada remaja.

2. Variabel bebas : karakteristik kepribadian neurotism, extraversion,

openness, agreeableness, dan conscientiousness.

51

Page 58: Bunuh Diri Remaja 2

52

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Sikap bunuh diri pada remaja

Sikap bunuh diri pada remaja adalah suatu proses reaksi yang

dilakukan remaja untuk melakukan tindakan agresif guna merusak diri

sendiri dan sengaja untuk mematikan diri sendiri.

Sikap bunuh diri pada remaja diungkap melalui skala yang berisi

komponen-komponen sikap dan aspek-aspek bunuh diri. Komponen

sikap terdiri dari komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen

konatif. Aspek bunuh diri antara lain putus asa yang menimbulkan

pemikiran bunuh diri, merasa bersalah yang menciptakan keinginan

bunuh diri, dan tidak berdaya atau tidak mempunyai minat terhadap

apapun sehingga memicu keinginan bunuh diri. Semakin tinggi skor

yang diperoleh, mengindikasikan sikap bunuh diri pada remaja yang

semakin positif, dan sebaliknya.

2. Karakteristik Kepribadian Neurotism, Extraversion, Openness,

Agreeableness, dan Conscientiousness

NEUROTISM (N)

Adalah kecenderungan umum untuk mengalami emosi negatif,

seperti rasa takut, kesedihan, malu, rasa bersalah, dan rasa muak sebagai

inti dari faktor N ini. N meliputi kerentanan terhadap distress psikologi,

mungkin karena emosi yang negatif ini mengganggu individu dalam

melakukan adaptasi. Seseorang dengan N yang tinggi juga cenderung

untuk memiliki pikiran irasional, tidak bisa mengontrol impuls-impuls

dan mempunyai coping yang jelek terhadap stres.

Page 59: Bunuh Diri Remaja 2

53

Neurotism diungkap dengan menggunakan skala NEO-PI R

seperti skala kepribadian yang lain mengukur suatu dimensi pada

kepribadian yang normal. Skor tinggi pada faktor N mengindikasikan

kerentanan terhadap distress psikologi serta emosi yang negatif pada

remaja, sedangkan skor rendah mengindikasikan emosional remaja yang

stabil dan mampu menghadapi situasi penuh stres tanpa menjadi kesal

atau marah.

EXTRAVERSION (E)

Adalah kecenderungan untuk mempunyai kemampuan sosial

tinggi (sociable), tetapi sosiabilitas bukan hanya satu trait dalam domain

atau faktor E ini, seperti kesukaan terhadap orang lain dan menyukai

kelompok besar dan pertemuan-pertemuan, tetapi extraversion meliputi

juga asertivitas, aktif dan talkactive. Mereka menyukai stimulasi dan

hal-hal yang menakjubkan dan cenderung gembira. Mereka energik, dan

optimistis.

Extraversion diungkap dengan menggunakan NEO-PI R. Skor

tinggi pada faktor E mengindikasikan subjek memiliki asertivitas tinggi,

aktif, dan talkactive, dan sebaliknya.

OPENNESS (O)

Elemen-elemen dalam O adalah imaginasi aktif, sensitivitas,

estetika, perhatian pada inner feeling, menyukai variasi, ingin tahu

intelektual, dan kemandirian dalam berpikir. Individu yang

Opennessnya tinggi adalah orang yang rasa ingin tahu tentang inner dan

outer world tinggi, hidup mereka penuh percobaan atau eksperimental.

Mereka bersedia memasukkan ide-ide baru dan nilai-nilai yang tidak

Page 60: Bunuh Diri Remaja 2

54

konvensional. Mereka juga mengalami emosi positif dan negatif secara

lebih teliti daripada orang lain.

Openness diungkap dengan skala NEO-PI R. Skor openness yang

tinggi mengindikasikan rasa ingin tahu yang besar tentang inner dan

outer world.

AGREEABLENESS (A)

Faktor utama A adalah kecenderungan individu dalam melakukan

interpersonal dengan orang lain. Orang A adalah mempunyai dasar

altruistik. Ia simpatik pada orang lain dan mudah menolong orang lain

dan percaya bahwa orang lain dapat menolong dirinya pula, sedangkan

orang yang disagreeableness adalah orang yang antagonistik,

egosentrik, skeptikal pada maksud orang lain, lebih bersifat kompetitif

daripada kooperatif.

Sisi Agreeableness pada faktor ini diungkap dengan skala NEO-

PI R. Skor tinggi pada faktor A mengindikasikan subjek lebih sosial dan

lebih sehat secara psikologis, oleh karena itu mereka lebih popular

daripada individu yang antagonik.

CONSCIENTIOUSNESS (C)

Sebagian teori kepribadian, khususnya psikodinamika

mempunyai perhatian pada kontrol impuls. Selama perkembangannya

kebanyakan individu belajar bagaimana mengatur keinginan-

keinginannya dalam ketidakmampuan untuk meredakan impuls-impuls

dan dorongan-dorongan secara umum dapat dilihat dari tingginya N,

tetapi kontrol diri juga sama seperti suatu proses yang lebih aktif dalam

Page 61: Bunuh Diri Remaja 2

55

perencanaan, organisir, menyelesaikan tugas, dan perbedaan individu

dalam kecenderungan sebagai dasar dalam C.

Conscientiousness akan diungkap dengan NEO-PI R. Skor

semakin tinggi mengindikasikan keyakinan pada dirinya, perasaan

mampu, berpikir sehat, bijaksana, dan efektif. Skala ini menunjukkan

ketaatan pada prinsip-prinsip etika dan sangat hati-hati pada nilai-nilai

moral.

D. Subyek Penelitian

1. Populasi

Menurut Azwar (1998, h. 77), populasi didefinisikan sebagai

kelompok subyek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian.

Sebagai populasi, kelompok subyek ini harus memiliki ciri-ciri atau

karakteristik-karakteristik yang membedakannya dari kelompok subyek

lain.

Populasi yang akan digunakan oleh peneliti adalah siswa-siswi

kelas XII SMA Sint Louis Semarang.

Mengingat keterbatasan waktu dan biaya, maka tidak seluruh

populasi dikenakan dalam penelitian.

2. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel penelitian adalah sejumlah individu dari sebagian

populasi (Hadi, 2000, h. 70). Karena sampel merupakan bagian dari

populasi, tentulah sampel harus memiliki ciri-ciri yang dimiliki

populasinya. Representasi sampel terhadap populasi sangat tergantung

pada sejauhmana karakteristik sampel itu sama dengan karakteristik

populasinya. Kesimpulan yang diperoleh pada sampel akan

Page 62: Bunuh Diri Remaja 2

56

digeneralisasikan pada populasi penelitian, sehingga sangatlah penting

untuk memperoleh sampel yang representatif bagi populasinya (Azwar,

1998, h. 77).

Teknik pengambilan sampel penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah cluster random sampling. Cluster random sampling

adalah cara mengambil sampel untuk memperoleh satu kelas secara

acak, dimana setiap kelas memiliki satu kesempatan yang sama untuk

terpilih.

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah metode skala. Metode skala adalah suatu metode penelitian yang

menggunakan daftar pernyataan atau pertanyaan yang harus dijawab dan

dikerjakan atau daftar isian yang harus diisi oleh sejumlah subyek.

Berdasarkan jawaban atau isian tersebut, peneliti mengambil kesimpulan

mengenai subyek yang diteliti (Suryabrata, 1990, h. 15-16).

Dalam penelitian ini, bentuk skala yang digunakan adalah skala

langsung, yaitu skala diisi langsung oleh subyek yang diteliti. Bentuk

pertanyaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala

tertutup, yaitu skala yang jawabannya dibatasi atau sudah ditentukan

sehingga subyek tidak dapat memberikan respon atau jawaban seluas-

luasnya (Suryabrata, 1990, h. 79).

Adapun skala yang digunakan untuk pengambilan data adalah

sebagai berikut :

Page 63: Bunuh Diri Remaja 2

57

1. Skala Sikap Bunuh Diri Pada Remaja

Dalam penelitian ini, skala sikap bunuh diri pada remaja disusun

berdasarkan komponen sikap bunuh diri pada remaja, yaitu:

Komponen-komponen sikap, antara lain :

a. Komponen kognitif, yaitu yang berhubungan dengan gejala

mengenal pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan

keyakinan serta harapan-harapan individu tentang obyek atau

kelompok obyek tertentu.

b. Komponen afektif, berwujud proses yang menyangkut perasaan-

perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati dan

sebagainya yang ditujukan kepada obyek-obyek tertentu.

c. Komponen konatif, berwujud proses tendensi atau kecenderungan

untuk berbuat sesuatu terhadap obyek, misalnya kecenderungan

memberi pertolongan atau menjauhkan diri.

Skala ini terdiri dari 18 item favourable dan 18 item

unfavourable serta berbentuk skala tertutup. Skala ini terdiri dari empat

pilihan jawaban yang harus dipilih oleh subjek, yaitu : Sangat Sesuai

(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Pada butir pernyataan yang favourable, subyek akan memperoleh

skor empat (4) untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor tiga (3) untuk

jawaban Sesuai (S), skor dua (2) untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan

skor satu (1) untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan

pada butir pernyataan unfavourable, subyek akan memperoleh skor

empat (4) untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), skor tiga (3) untuk

jawaban Tidak Sesuai (TS), skor dua (2) untuk jawaban Sesuai (S), dan

Page 64: Bunuh Diri Remaja 2

58

skor satu (1) untuk jawaban Sangat Sesuai (SS). Rancangan item skala

sikap bunuh diri pada remaja dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Blue Print Sikap Bunuh Diri Pada Remaja

Aspek Sikap Bunuh Diri Pada Remaja

Favourable Unfavourable Jumlah

Aspek Kognitif 6 6 12 Aspek Afeksi 6 6 12 Aspek Konasi 6 6 12

Jumlah 18 18 36

2. Skala NEO-PI R

Skala NEO-PI R disusun berdasarkan aspek-aspek atau facet-

facet yang terdapat dalam masing-masing faktor kepribadian tersebut,

yaitu:

Neurotism

Facet Neurotism meliputi :

a. Anxiety (kecemasan).

b. Angry Hostility (permusuhan).

c. Depression (depresi).

d. Self-Consciousness (kesadaran diri).

e. Impulsiveness (impulsivitas).

f. Vulnerability (kerentanan).

Extraversion

Extraversion meliputi enam facet, yaitu :

a. Warmth (kehangatan).

b. Gregariousness (kesukaan bergaul).

c. Assertiveness (asertivitas).

Page 65: Bunuh Diri Remaja 2

59

d. Activity (aktivitas).

e. Excitement-Seeking (mencari kesenangan).

f. Positive Emotions (emosi positif).

Openness

Facet yang ada dalam faktor ini adalah :

a. Fantacy (fantasi).

b. Aesthetics (estetika).

c. Feelings (perasaan).

d. Actions (tindakan).

e. Ideas (gagasan).

f. Values (nilai).

Agreeableness

Agreeableness meliputi enam facet, yaitu :

a. Trust (kepercayaan).

b. Straighforwardness (keterus-terangan).

c. Altruism (altruisme).

d. Compliance (kerelaan).

e. Modesty (kesederhanaan).

f. Tender-Mindedness (kelembutan hati).

Conscientiousness

Facet-facet dalam faktor ini adalah :

a. Competence (kompetensi).

b. Order (ketertiban).

c. Dutifulness (kepatuhan).

d. Achievement Stricving (pencapaian prestasi).

Page 66: Bunuh Diri Remaja 2

60

e. Self Discipline (disiplin diri).

f. Deliberation (pertimbangan).

Skala ini terdiri dari 139 item favourable dan 101 item

unfavourable serta berbentuk skala tertutup. Skala ini terdiri dari empat

pilihan jawaban yang harus dipilih oleh subjek, yaitu : Sangat Sesuai

(SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).

Pada butir pernyataan yang favourable, subyek akan memperoleh

skor empat (4) untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor tiga (3) untuk

jawaban Sesuai (S), skor dua (2) untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan

skor satu (1) untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan

pada butir pernyataan unfavourable, subyek akan memperoleh skor

empat (4) untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS), skor tiga (3) untuk

jawaban Tidak Sesuai (TS), skor dua (2) untuk jawaban Sesuai (S), dan

skor satu (1) untuk jawaban Sangat Sesuai (SS). Rancangan item skala

NEO-PI R dapat dilihat pada tabel 3.

Page 67: Bunuh Diri Remaja 2

61

Tabel 3 Inventory Skala NEO-PI R

Butiran No Aspek-aspek

Favourable Unfavourable

Jumlah

1. Neurotism N1 (Kecemasan) 4 4 8 N2 (Rasa Permusuhan) 5 3 8 N3 (Depresi) 6 2 8 N4 (Kesadaran Diri) 5 3 8 N5 (Impulsivitas) 4 4 8 N6 (Kerentanan) 4 4 8 2. Extraversion

E1 (Kehangatan) 5 3 8 E2 (Kesukaan Bergaul) 4 4 8 E3 (Asertivitas) 6 2 8 E4 (Aktivitas) 5 3 8 E5 (Mencari Kesenangan) 6 2 8 E6 (Emosi Positif) 4 4 8 3. Openness

O1 (Fantasi) 3 5 8 O2 (Estetika) 5 3 8 O3 (Perasaan) 5 3 8 O4 (Tindakan) 3 5 8 O5 (Gagasan) 5 3 8 O6 (Nilai) 3 5 8 4. Agreeableness

A1 (Kepercayaan) 5 3 8 A2 (Keterus-terangan) 3 5 8 A3 (Altruisme) 5 3 8 A4 (Kerelaan) 3 5 8 A5 (Kesederhanaan) 5 3 8 A6 (Kelembutan Hati) 6 2 8 5. Conscientiousness

C1 (Kompetensi) 5 3 8 C2 (Ketertiban) 5 3 8 C3 (Kepatuhan) 6 2 8 C4 (Pencapaian Prestasi) 5 3 8 C5 (Disiplin Diri) 4 4 8 C6 (Pertimbangan) 5 3 8 Jumlah 139 101 320

Page 68: Bunuh Diri Remaja 2

62

F. Validitas dan Reliabilitas

Sejauh mana kepercayaan dapat memberikan pada kesimpulan

tergantung antara lain pada akurasi dan kecermatan data yang diperoleh.

Akurasi dan kecermatan data hasil pengukuran tergantung pada validitas

dan reliabilitas alat ukurnya (Azwar, 1998, h. 105).

1. Validitas Alat Ukur

Instrumen penelitian dikatakan valid apabila instrumen itu benar-

benar mengukur apa yang hendak diukur dan mampu mengukur sejauh

hal yang hendak diukur (Ancok, 1987, h. 13).

Uji validitas instrumen penelitian ini menggunakan uji validitas

konstruk, untuk mengukur kesahihan (validitas) instrumen dengan jalan

mengkorelasikan skor yang diperoleh dari setiap butir item dengan

jumlah skor seluruh item. Rumus yang digunakan adalah korelasi

Product Moment dari Karl Pearson dan dioperasikan dengan

menggunakan program SPSS versi 13.

Menurut Ancok (1987, h. 17), hasil korelasi yang diperoleh

dengan menggunakan rumus Product Moment perlu dikoreksi lagi

mengingat adanya kelebihan bobot pada koefisien relasi tersebut.

Kelebihan bobot terjadi karena nilai item yang dikorelasikan dengan

nilai total masih ikut sebagai komponen nilai total sehingga

menyebabkan koefisien relasi menjadi lebih besar.

Rumus yang digunakan untuk mengkoreksi rumus tersebut

adalah rumus Part Whole yang dioperasikan dengan menggunakan

program SPSS versi 13.

Page 69: Bunuh Diri Remaja 2

63

2. Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas instrumen selanjutnya dilakukan

reliabilitas instrumen dengan tujuan agar data yang diperoleh dapat

mencerminkan variabel penelitian, maka alat pengumpul data yang akan

digunakan harus reliabel.

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana alat

ukur dapat dipercaya atau diandalkan (Ancok, 1987, h. 19). Dengan

demikian reliabilitas (keterandalan) suatu instrumen merupakan syarat

dalam proses pengumpulan data, sehingga dapat secara konsisten

memberi hasil yang sama meskipun digunakan berulangkali pada waktu

yang berbeda.

Uji reliabilitas instrumen penelitian ini menggunakan rumus

Alpha Cronbach yang dioperasikan dengan menggunakan program

SPSS versi 13. Alasan penggunaan Alpha Cronbach karena koefisien

alpha memberikan harga yang lebih kecil atau sama besar dengan

reliabilitas yang sebenarnya, sehingga ada kemungkinan reliabilitas tes

lebih tinggi daripada koefisien alpha, koefisien alpha bersifat fleksibel

karena dapat digunakan untuk butir dikotomi maupun non dikotomi,

hasil yang diperoleh lebih murni dan hasil reliabilitas dengan

menggunakan teknik ini akan lebih cermat karena dapat mendekati hasil

yang sebenarnya. (Azwar, 1998, h. 28).

G. Metode Analisis Data

Analisis data adalah cara yang digunakan dalam mengolah data yang

diperoleh, sehingga didapatkan suatu kesimpulan. Teknik analisis data yang

digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan

Page 70: Bunuh Diri Remaja 2

64

menggunakan dua teknik. Untuk menguji hipotesis mayor akan

menggunakan teknik Analisis Regresi Lima Prediktor, sedangkan untuk

menguji hipotesis minor menggunakan product moment yang keduanya

dioperasikan dengan menggunakan program SPSS versi 13

Page 71: Bunuh Diri Remaja 2

BAB IV

LAPORAN PENELITIAN

A. Orientasi Kancah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Sint

Louis Semarang yang beralamat di Jalan Dr. Wahidin Nomor 110

Semarang Kode Pos 50254 Telepon (024) 8315361-8501719. SMA Sint

Louis Semarang berdiri dan diresmikan oleh Drs. R.M Soepeno pada tahun

1979, dengan surat keputusan SK:022/I.034/SWT/M.81-1 Des.1981. SMA

Sint Louis Semarang merupakan sekolah swasta dibawah organisasi

penyelenggara yayasan PAK dengan status akreditasi A berdasarkan SK.

Dinas Pendidikan No. 420.i/021 tanggal 2 Januari 2002.

SMA Sint Louis Semarang merupakan kelompok sekolah inti

dengan bangunan milik sendiri. Sekolah ini memiliki 17 ruang kelas yang

terbagi dalam 6 ruang kelas X, 6 ruang kelas XI dan 5 ruang kelas XII serta

memiliki 6 ruang laboratorium yang terdiri dari laboratorium fisika, kimia,

biologi, komputer, bahasa dan ruang audio/visual. Jumlah seluruh siswa

SMA Sint Louis Semarang adalah 518 siswa yang terdiri dari 190 siswa

kelas X, 175 siswa kelas XI dan 153 siswa kelas XII dengan tenaga

pengajar sebanyak 31 guru dan 4 karyawan staf tata usaha.

SMA Sint Louis melaksanakan program pendidikan meliputi: (1)

program pengajaran umum, yaitu program pendidikan yang bersifat umum,

sebagai landasan untuk pendidikan lebih lanjut dan dasar untuk menempuh

pengajaran khusus, (2) program pengajaran khusus, yaitu program

pendidikan yang bersifat akademis dan profesional tertentu dalam bentuk

65

Page 72: Bunuh Diri Remaja 2

66

program Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan program Ilmu Pengetahuan

Sosial (IPS), (3) program pendidikan ekstra kurikuler, yaitu program

pendidikan untuk mengembangkan minat dan bakat di bidang non

akademis, seperti: paduan suara, pecinta alam, leadership, olahraga, bela

diri, seni dan band.

Penentuan kancah penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan

sebagai berikut:

a. Jumlah dan ciri-ciri subyek yang akan diteliti memenuhi syarat guna

tercapainya tujuan penelitian.

b. Di lokasi penelitian belum pernah dilakukan penelitian dengan tema

“Hubungan antara sikap bunuh diri pada remaja ditinjau dari

karakteristik kepribadian Neurotism, Extraversion, Openness,

Agreeableness, dan Conscientiousness”.

c. Pihak sekolah bersedia dijadikan tempat penelitian.

d. Lokasi penelitian mudah dijangkau oleh peneliti sehingga

mempermudah pelaksanaan penelitian.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, maka

diadakanlah penelitian di SMA Sint Louis Semarang. Penelitian ini

difokuskan pada siswa kelas XII SMA Sint Louis Semarang.

B. Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian diawali dengan melakukan persiapan

administrasi atau perijinan penelitian, penyusunan alat ukur atau skala dan

uji coba alat ukur.

Page 73: Bunuh Diri Remaja 2

67

1. Persiapan Perijinan

Sebelum pelaksanaan penelitian, terlebih dahulu penulis meminta

informasi dan kesediaan dari SMA Sint Louis Semarang, selanjutnya

sesuai prosedur penulis mengajukan surat permohonan ijin penelitian

dari Dekan Fakultas Psikologi UNIKA Soegijapranata yang dikeluarkan

pada tanggal 29 Mei 2007 dengan nomor surat 693/B.7.3/FP/V/2007

yang ditujukan kepada Kepala Sekolah SMA Sint Louis Semarang.

Surat ijin penelitian tersebut selanjutnya diserahkan kepada Kepala

Sekolah SMA Sint Louis Semarang.

2. Penyusunan Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berupa skala yang

terdiri dari skala sikap bunuh diri dan skala NEOPI-R. Uraian lebih

lanjut dari kedua skala tersebut adalah sebagai berikut:

a. Skala Sikap Bunuh Diri Pada Remaja

Skala sikap bunuh diri pada remaja disusun berdasarkan

komponen sikap bunuh diri pada remaja, yaitu: kognitif, afeksi dan

konasi. Jumlah item skala sikap bunuh diri pada remaja adalah 36

item, yang terdiri dari 18 item favourable dan 18 item unfavourable.

Sebaran item skala sikap bunuh diri pada remaja dapat dilihat pada

tabel 4 berikut ini:

Page 74: Bunuh Diri Remaja 2

68

Tabel 4 Sebaran Item Skala Sikap Bunuh Diri pada Remaja

Aspek Sikap Bunuh Diri pada

Remaja

Favourable Unfavourable Jumlah

Aspek Kognitif 1, 7, 13, 19, 25, 31 2, 8, 14, 20, 26, 32 12 Aspek Afeksi 3, 9, 15, 21, 27, 33 4, 10, 16, 22, 28, 34 12 Aspek Konasi 5, 11, 17, 23, 29, 35 6, 12, 18, 24, 30, 36 12

Jumlah 18 18 36

b. Skala NEOPI-R

Skala NEOPI-R adalah alat ukur kepribadian yang banyak

digunakan di seluruh dunia. Skala NEOPI-R dalam penelitian ini

merupakan hasil terjemahan dan adaptasi (untuk anak usia remaja) di

Indonesia dibawah supervisi Dr. McCrae dan telah mendapat lisensi

dari PAR (Psychological Assesment Resources). Skala NEOPI-R

disusun berdasarkan aspek-aspek atau facet-facet yang terdapat

dalam masing-masing faktor kepribadian.

Jumlah item pada skala NEOPI-R adalah sebanyak 240 item,

yang terdiri dari 139 item favourable dan 101 item unfavourable.

Sebaran item skala NEOPI-R dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini:

Page 75: Bunuh Diri Remaja 2

69

Tabel 5 Sebaran Item Skala NEOPI-R

Butiran No Aspek-aspek Favourable Unfavourable

Jumlah

1 Neurotism N1 (Kecemasan) 31, 91, 151, 211 1, 61, 121, 181 8 N2 (Rasa Permusuhan) 6, 66, 126, 156, 216 36, 96, 156 8 N3 (Depresi) 41, 101, 131, 161,

191, 221 11, 71 8

N4 (Kesadaran Diri) 16, 76, 136, 196, 226 46, 106, 166 8 N5 (Impulsivitas) 51, 111, 171, 201 21, 81, 141, 231 8 N6 (Kerentanan) 26, 86, 146, 206 56, 116, 176, 236 8

2 Extraversion E1 (Kehangatan) 2, 62, 122, 152, 212 32, 92, 182 8 E2 (Kesukaan

Bergaul) 37, 97, 157, 217 7, 67, 127, 187 8

E3 (Asertivitas) 12, 72, 132, 162, 192. 222

42, 102 8

E4 (Aktivitas) 47, 107, 167, 197, 227 17, 77, 137 8 E5 (Mencari

Kesenangan) 22, 82, 142, 172, 202,

232 52, 112 8

E6 (Emosi Positif) 57, 117, 177, 237 27, 87, 147, 207 8 3 Openness O1 (Fantasi) 3, 63, 123, 33, 93, 153, 183, 213 8 O2 (Estetika) 38, 98, 158, 188, 218 8, 68, 128 8 O3 (Perasaan) 13, 73, 133, 193, 223 43, 103, 163 8 O4 (Tindakan) 48, 108, 168 18, 78, 138, 198, 228 8 O5 (Gagasan) 23, 83, 143, 203, 233 53, 113, 173 8 O6 (Nilai) 58, 118, 178 28, 88, 148, 208, 238 8

4 Agreeableness A1 (Kepercayaan) 34, 94, 154, 184, 214 4, 64, 124 8 A2 (Keterus-terangan) 9, 69, 129 39, 99, 159, 189, 219 8 A3 (Altruisme) 44, 104, 164, 194, 224 14, 74, 134 8 A4 (Kerelaan) 19, 79, 139 49, 109, 169, 199, 229 8 A5 (Kesederhanaan) 54, 114, 174, 204, 234 24, 84, 144 8 A6 (Kelembutan Hati) 29, 89, 149, 179, 209,

239 59, 119 8

5 Conscientiousness C1 (Kompetensi) 5, 65, 125, 185, 215 35, 95, 155 8 C2 (Ketertiban) 40, 100, 160, 190, 220 10, 70, 130 8 C3 (Kepatuhan) 15, 75, 135, 165, 195,

225 45, 105 8

C4 (Pencapaian Prestasi)

50, 110, 170, 200, 230 20, 80, 140 8

C5 (Disiplin Diri) 25, 85, 145, 235 55, 115, 175, 205 8 C6 (Pertimbangan) 60, 120, 180, 210, 240 30, 90, 150 8 Jumlah 139 101 240

Page 76: Bunuh Diri Remaja 2

70

3. Pelaksanaan Uji Coba Alat Ukur

Sebelum melakukan pengumpulan data yang sesungguhnya,

terlebih dahulu dilakukan uji coba skala dengan tujuan untuk

mengetahui validitas dan reliabilitas skala yang digunakan.

Pengumpulan data untuk uji coba dilaksanakan pada tanggal 13 Juni

2007. Subjek yang terlibat dalam uji coba adalah siswa-siswi kelas XII

IPS2 dan kelas XII IPS3 SMA Sint Louis yang berjumlah sebanyak 56

siswa. Data uji coba selengkapnya dapat dilihat pada lampiran A.

Selanjutnya, dilakukan pengujian validitas dan reliabilitas

terhadap data uji coba dengan menggunakan bantuan komputer

Program SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 13

untuk mengetahui kualitas alat ukur yang digunakan.

a. Skala Sikap Bunuh Diri pada Remaja

Berdasarkan uji validitas terhadap skala sikap bunuh diri pada

remaja yang terdiri 36 item diperoleh 31 item valid dan lima item

tidak valid (gugur). Koefisien validitas skala sikap bunuh diri pada

remaja berkisar diantara 0,310 sampai 0,707. Hasil uji reliabilitas

terhadap skala sikap bunuh diri pada remaja diperoleh koefisien

Alpha Cronbach sebesar 0,886. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

skala sikap bunuh diri pada remaja bersifat reliabel. Hasil

perhitungan validitas dan reliabilitas selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran B. Adapun rincian sebaran item valid dan tidak valid

(gugur) pada skala sikap bunuh diri pada remaja dapat dilihat pada

tabel 6 berikut:

Page 77: Bunuh Diri Remaja 2

71

Tabel 6 Sebaran Item Valid dan Tidak Valid (Gugur)

Skala Sikap Bunuh Diri pada Remaja

Favourable Unfavourable Aspek Sikap Bunuh Diri pada Remaja Valid Gugur Valid Gugur Aspek Kognitif 1, 7, 13, 19,

25, 31 - 8, 14, 20, 26,

32 2

Aspek Afeksi 9, 15, 21, 27, 33

3 4, 10, 16, 22, 28, 34

-

Aspek Konasi 5, 17, 23, 35 11, 29 6, 12, 18, 24, 36

30

Jumlah 15 3 16 2

b. Skala NEOPI-R

Dikarenakan skala NEOPI-R tidak diujicobakan, maka

pengujian validitas dan reliabilitas skala NEOPI-R mengadopsi hasil

penelitian yang dilakukan oleh Endang Widyorini, Kristiana dan

Yang Roswita (2003). Berdasarkan hasil penelitian Widyorini,

Kristiana dan Yang Roswita (2003, h. 44) secara jelas

mempresentasikan bahwa NEOPI-R berbahasa Indonesia adalah

cukup reliabel dan valid. Koefisien kelima model faktor kepribadian

ini dapat digeneralisasikan pada sampel di Indonesia. Alat ukur ini

mengungkap kelima faktor (neurotism, extraversion, openness,

agreeableness, dan conscientiousness) dengan Eigenvalue untuk

kelima faktor yang merupakan unrotated factors adalah 6,68; 4,85;

3,27; 2,33; 2,12. Koefisien congruence kelima faktor tersebut adalah

0,92; 0,91; 0,88; 0,90; 0,93 dengan total koefisien congruence 0,92.

Berdasar pada koefisien congruence antara faktor solutions

Indonesian samples dan data normatif US, NEOPI-R versi Indonesia

Page 78: Bunuh Diri Remaja 2

72

dapat dikategorikan bagus dan mendekati versi yang asli, yaitu yang

berbahasa Inggris.

C. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian meliputi satu kali pengambilan data. Adapun

sebaran item baru (item valid) untuk skala sikap bunuh diri pada remaja

yang digunakan untuk pengambilan data penelitian adalah sebagai berikut:

Tabel 7 Sebaran Item Baru Skala Sikap Bunuh Diri pada Remaja

Aspek Sikap Bunuh Diri Pada

Remaja

Favourable Unfavourable Jumlah

Aspek Kognitif 1(1), 5(7), 10(13), 16(19), 22(25), 26(31)

6(8), 11(14), 17(20), 23(26), 27(32) 11

Aspek Afeksi 7(9), 12(15), 18(21), 24(27), 28(33)

2(4), 8(10), 13(16), 19(22), 25(28), 29(34) 11

Aspek Konasi 3(5), 14(17), 20(23), 30(35)

4(6), 9(12), 15(18), 21(24), 31(36) 9

Jumlah 15 16 31 Keterangan: Nomor dalam kurung adalah nomor skala uji coba

Penelitian dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2007. Subjek yang

terlibat dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Sint Louis yang

dipilih secara cluster random sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah

siswa-siswi kelas XII IPA1 dan XII IPA2. Adapun jumlah sampel penelitian

ini adalah 47 orang.

Dalam pelaksanaannya, pengambilan data dilakukan oleh peneliti

sendiri dan dibantu dua orang teman dari peneliti. Sebelum penelitian

dimulai, peneliti memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada calon

responden, kemudian membagikan skala. Selanjutnya peneliti memberikan

penjelasan tentang cara pengerjaan skala kepada responden serta memberi

Page 79: Bunuh Diri Remaja 2

73

contoh untuk memudahkan pengisian. Kemudian responden diminta untuk

mengisi jawaban pada lembar yang telah tersedia dengan diberi waktu

selama 45 menit. Selama jalannya penelitian, peneliti memberi kesempatan

kepada subjek penelitian untuk menanyakan hal-hal yang kurang dipahami

sehingga penelitian dapat berlangsung baik.

Setelah dilakukan pengambilan data, selanjutnya dilakukan

pemeriksaan dan penskoran terhadap skala yang telah kembali dan tabulasi

skor mentah untuk selanjutnya dilakukan analisis data. Data yang telah

dikumpulkan dalam penelitian ini mencakup data tentang sikap bunuh diri

pada remaja dan data karakteristik kepribadian neurotism, extraversion,

openness, agreeableness, dan conscientiousness. Data penelitian

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran D.

Page 80: Bunuh Diri Remaja 2

BAB V

HASIL PENELITIAN

A. Uji Asumsi

Sebelum dilakukan analisis data, terlebih dahulu dilakukan uji

normalitas dan uji linearitas terhadap data penelitian yang telah diperoleh

untuk memenuhi asumsi dasar analisis regresi.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui bahwa data

berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan teknik

Kolmogorov–Smirnov Z menggunakan program komputer teknik SPSS

versi 13.

Hasil uji normalitas sebaran pada seluruh variabel penelitian

dapat dilihat pada tabel 8 dan hasil perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran E-1

Tabel 8 Hasil Uji Normalitas Sebaran

Variabel KS-Z p Keterangan Sikap bunuh diri pada remaja 0,721 > 0,05 Distribusi Normal Neurotism 0,734 > 0,05 Distribusi Normal Extraversion 0,835 > 0,05 Distribusi Normal Openness 1,048 > 0,05 Distribusi Normal Agreeableness 0,827 > 0,05 Distribusi Normal Conscientiousness 0,543 > 0,05 Distribusi Normal

2. Uji Linearitas

Selain uji normalitas, asumsi yang harus dipenuhi dalam teknik

korelasi adalah uji linearitas. Uji linearitas dilakukan dengan teknik uji F

menggunakan program komputer teknik SPSS versi 13.

74

Page 81: Bunuh Diri Remaja 2

75

Hasil uji linearitas hubungan antara masing-masing variabel

bebas dan variabel tergantung dapat dilihat pada tabel 9. Hasil

perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E-2.

Tabel 9 Uji Linearitas

Hubungan antar Variabel Flinear p Keterangan Neurotism dengan sikap bunuh diri pada remaja

8,94 < 0,05 Hubungan Linear

Extraversion dengan sikap bunuh diri pada remaja

6,08 < 0,05 Hubungan Linear

Openness dengan sikap bunuh diri pada remaja

7,21 < 0,05 Hubungan Linear

Agreeableness dengan sikap bunuh diri pada remaja

2,76 > 0,05 Hubungan Kuadratik

Conscientiousness dengan sikap bunuh diri pada remaja

2,30 > 0,05 Hubungan Cenderung Linear

B. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik Analisis

Regresi Lima Prediktor dengan menggunakan program komputer teknik

SPSS versi 13.

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh koefisien korelasi Rx12345y =

0,538 dengan p < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa secara simultan

ada hubungan yang signifikan antara karakteristik kepribadian neurotism,

extraversion, openness, agreeableness, dan conscientiousness dengan sikap

bunuh diri pada remaja. Dengan demikian, hipotesis mayor yang diajukan

diterima.

Selanjutnya, dari perhitungan analisis data diperoleh hasil sebagai

berikut:

1. Diperoleh koefisien korelasi rx1y = 0,407 dengan p < 0,01. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan sangat signifikan antara

Page 82: Bunuh Diri Remaja 2

76

neurotism dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dengan demikian,

hipotesis minor yang pertama diterima.

2. Diperoleh koefisien korelasi rx2y = -0,345 dengan p < 0,01. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan sangat

signifikan antara extraversion dengan sikap bunuh diri pada remaja.

Dengan demikian, hipotesis minor yang kedua diterima.

3. Diperoleh koefisien korelasi rx3y = -0,372 dengan p < 0,01. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan negatif dan sangat

signifikan antara openness dengan sikap bunuh diri pada remaja.

Dengan demikian, hipotesis minor yang ketiga diterima.

4. Diperoleh koefisien korelasi rx2y = -0,240 dengan p > 0,05. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

agreeableness dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dengan demikian,

hipotesis minor yang keempat tidak diterima.

5. Diperoleh koefisien korelasi rx2y = -0,221 dengan p > 0,05. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara

conscientiousness dengan sikap bunuh diri pada remaja. Dengan

demikian, hipotesis minor yang kelima tidak diterima.

Hasil analisis data (analisis regresi lima prediktor) selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran F.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara karakteristik

kepribadian neurotism, extraversion, openness, agreeableness, dan

conscientiousness dengan sikap bunuh diri pada remaja. Hal ini dapat

Page 83: Bunuh Diri Remaja 2

77

dilihat dari koefisien korelasi Rx12345y = 0,538 dengan p < 0,05. Besarnya

pengaruh karakteristik kepribadian neurotism, extraversion, openness,

agreeableness, dan conscientiousness terhadap sikap bunuh diri pada

remaja tampak pada sumbangan efektifnya sebesar 20,3%.

Dengan demikian, hipotesis mayor dalam penelitian ini terbukti,

yaitu ada hubungan antara karakteristik kepribadian dengan sikap bunuh

diri pada remaja. Menurut Erich Fromm (dalam Susetyo, 2004, h. 2) bahwa

tingkat bunuh diri yang tinggi dalam suatu masyarakat tertentu merupakan

cerminan dari kurangnya stabilitas kesehatan mental masyarakat tersebut.

Allport (dalam Irwanto, 1991, h.227) mengatakan bahwa kepribadian

seseorang bisa berubah-ubah, dan antar berbagai komponen kepribadian

terdapat hubungan yang erat. Hubungan-hubungan itu terorganisir

sedemikian rupa sehingga secara bersama-sama mempengaruhi pola

perilakunya dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Sikap bunuh diri pada remaja merupakan produk dari proses

sosialisasi di mana remaja bereaksi sesuai dengan rangsang yang

diterimanya sebagai suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan

akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas sehingga menjadi

semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap sesuatu objek dengan cara-cara

tertentu. Fenomena ini dapatlah dikatakan sebagai ekspresi dari makna

hidup yang terdevaluasi sampai pada titik terendah, yaitu ketika remaja

tidak lagi memiliki pegangan untuk melanjutkan hidup dan merupakan

masalah yang kompleks dimana tidak ada satu sebab, satu alasan. Hal

tersebut dihasilkan dari interaksi yang kompleks secara biologi, genetik,

Page 84: Bunuh Diri Remaja 2

78

psikologi, sosial, budaya dan faktor lingkungan. (Yayasan Harapan Permata

Hati Kita, 2003, h. 1)

Sikap bunuh diri pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor, salah

satunya adalah karakteristik kepribadian. Breinstein (dalam Widyorini,

dkk., 2003, h. 5) mengatakan sejumlah teoritisi memberi tekanan pada

fungsi kepribadian dalam berhubungan dengan penyesuaian diri individu.

Kepribadian mencakup usaha-usaha penyesuaian diri yang bersifat

individu, maka biasanya penelitian mengenai kepribadian seringkali

berfokus pada konsistensi pola-pola kognisi, emosi, dan perilaku yang

membuat seseorang berbeda satu dengan yang lain. Dalam penelitian ini,

model karakteristik kepribadian yang digunakan adalah model yang

dikembangkan oleh Costa dan McCrae (dalam Widyorini, dkk, 2003, h. 7-

8) yang selanjutnya dinamakan “The Big Five”, yaitu karakteristik

kepribadian neurotism, extraversion, openness, agreeableness, dan

conscientiousness.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif dan

signifikan antara neurotism dengan sikap bunuh diri pada remaja. Hal ini

dapat dilihat dari rx1y = 0,407 dengan p < 0,05, sehingga semakin tinggi

neurotism maka semakin tinggi pula sikap bunuh diri pada remaja, dan

sebaliknya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan

penyesuaian diri seorang remaja atau kepribadian dengan keadaan

emosional yang tidak stabil sangat berpengaruh pada sikap bunuh diri pada

remaja. Permasalahan yang tidak dapat diselesaikan oleh remaja akan

berdampak munculnya rasa putus asa yang menimbulkan stres. Stres adalah

faktor utama penyebab seseorang mengalami depresi dan merupakan gejala

Page 85: Bunuh Diri Remaja 2

79

dari gangguan neurotism. Dalam keadaan depresi, remaja akan cenderung

tidak berdaya dan tidak menaruh minat terhadap apapun. Contohnya adalah

tidak mau makan, tidur terus menerus atau tidak tidur terus menerus,

bahkan tidak menutup kemungkinan tidak menaruh minat untuk

meneruskan kelangsungan hidupnya.

Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan negatif

dan signifikan antara extraversion dengan sikap bunuh diri pada remaja

yang dapat dilihat dari koefisien korelasi rx2y = -0,345 dengan p < 0,05,

sehingga semakin tinggi extraversion maka semakin rendah sikap bunuh

diri pada remaja, dan sebaliknya. Seseorang yang memiliki kepribadian

extraversion cenderung terhindar dari stres yang akan menimbulkan depresi

dan perasaan untuk mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri. Hal ini

dikarenakan seseorang yang memiliki kepribadian extraversion akan selalu

menjaga kondisi emosionalnya agar selalu dalam keadaan positif. Emosi

yang positif pada remaja akan menghindarkan mereka pada perasaan yang

tidak berdaya, sehingga remaja tidak akan mengalami kesulitan dalam

memecahkan masalah hidupnya. Selain itu, remaja yang memiliki

kecenderungan ke arah kepribadian extraversion akan mempunyai

kemampuan sosial tinggi, seperti kesukaan terhadap orang lain dan

menyukai kelompok besar dan pertemuan-pertemuan, meliputi juga

asertivitas, aktivitas, dan talkactive, sehingga ketika remaja dihadapkan

pada suatu permasalahan yang berat, maka remaja akan meminta bantuan

teman-temannya untuk ikut campur dalam memecahkan permasalahan yang

membelitnya, sehingga remaja tersebut merasa punya teman senasib

Page 86: Bunuh Diri Remaja 2

80

sepenanggungan, sehingga remaja akan terhindar dari rasa tertekan dan

putus asa.

Hasil penelitian juga menunjukkan ada hubungan negatif dan

signifikan antara openness dengan sikap bunuh diri pada remaja yang dapat

dilihat dari koefisien korelasi rx3y = -0,372 dengan p < 0,05. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi openness seorang remaja maka sikap

bunuh dirinya akan cenderung rendah dan sebaliknya. Remaja yang

memiliki opennesnya tinggi cenderung memiliki imaginasi aktif,

sensitivitas, estetika, perhatian pada inner feeling, menyukai variasi, ingin

tahu intelektual, dan kemandirian dalam berpikir. Remaja dengan openness

yang tinggi cenderung terbuka pada perasaan yang dialami dan evaluasi

terhadap emosi sebagai bagian yang penting dalam kehidupan, sehingga

remaja dapat terhindar dari pikiran untuk mengakhiri hidupnya.

Hasil penelitian tidak menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan untuk variabel agreeableness dengan sikap bunuh diri pada

remaja (rx2y = -0,240 dengan p > 0,05) dan tidak ada hubungan yang

signifikan antara conscientiousness dengan sikap bunuh diri pada remaja

(rx2y = -0,221 dengan p > 0,05). Hal ini dikarenakan variabel agreeableness

cenderung hanya mengungkapkan sisi kualitas interpersonal saja,

sehubungan dengan pikiran, perasaan, persahabatan dan tindakan dalam

hubungannya dengan orang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa seorang

yang kualitas interpersonalnya rendah belum tentu memiliki kecenderungan

untuk mengakhiri hidupnya. Sementara itu, variabel conscientiousness

mengungkap tingkat individu dalam mengorganisasi, mendisiplin diri,

motivasi, bertanggungjawab dan teliti. Variabel conscientiousness berkaitan

Page 87: Bunuh Diri Remaja 2

81

erat dengan suatu bidang kerja pada seseorang. Variabel ini tidak mengupas

lebih dalam mengenai keadaan emosi seseorang, hanya mengungkap

mengenai sifat-sifat kemampuan, kepatuhan dan kedisiplinan seseorang.

Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, yaitu:

1. Kemungkinan adanya pengaruh social desirability, yaitu keinginan

subyek penelitian memberikan jawaban yang sesuai dengan norma-

norma yang berlaku dan tidak sesuai dengan keadaan diri yang

sebenarnya.

2. Terbatasnya waktu yang disediakan oleh pihak sekolah mengakibatkan

banyaknya responden tergesa-gesa dalam pengisian skala mengingat

jumlah item dalam skala NEO PI-R relatif banyak sehingga

mempengaruhi jawaban responden.

Page 88: Bunuh Diri Remaja 2

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka dapat

disimpulkan:

1. Ada hubungan antara karakteristik kepribadian dengan sikap bunuh diri

pada remaja. Sumbangan efektif variabel karakteristik kepribadian

terhadap sikap bunuh diri pada remaja sebesar 20,3%. Dengan

demikian, hipotesis mayor yang diajukan diterima.

2. Ada hubungan positif antara neurotism dengan sikap bunuh diri pada

remaja. Semakin tinggi neurotism pada remaja maka semakin positif

pula sikap bunuh diri pada remaja, dan sebaliknya. Dengan demikian,

hipotesis minor yang pertama diterima.

3. Ada hubungan negatif antara extraversion dengan sikap bunuh diri pada

remaja. Semakin tinggi extraversion pada remaja maka semakin negatif

sikap bunuh diri pada remaja, dan sebaliknya. Dengan demikian,

hipotesis minor yang kedua diterima.

4. Ada hubungan negatif antara openness dengan sikap bunuh diri pada

remaja. Semakin tinggi openness pada remaja maka semakin negatif

sikap bunuh diri pada remaja, dan sebaliknya. Dengan demikian,

hipotesis minor yang ketiga diterima.

5. Tidak ada hubungan antara agreeableness dengan sikap bunuh diri pada

remaja. Dengan demikian, hipotesis minor yang keempat tidak diterima.

82

Page 89: Bunuh Diri Remaja 2

83

6. Tidak ada hubungan antara conscientiousness dengan sikap bunuh diri

pada remaja. Dengan demikian, hipotesis minor yang kelima tidak

diterima.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, ada beberapa

saran yang ditujukan kepada beberapa pihak. Saran-saran tersebut sebagai

berikut:

1. Bagi Remaja

Remaja diharapkan untuk mengurangi kecenderungan neurotism

yang ada dalam dirinya dengan jalan meningkatkan kemampuan untuk

menenangkan diri sendiri dan meningkatkan kesabaran sehingga dengan

demikian dapat terhindar dari perasaan cemas, marah, dan frustrasi yang

dapat memicu terjadinya stres, depresi, dan keinginan untuk mengakhiri

hidup. Kepercayaan diri juga sangat penting untuk ditumbuhkan pada

diri remaja karena dengan memiliki rasa percaya diri yang tinggi secara

tidak langsung akan meningkatkan mentalitas remaja yang dapat

menghilangkan rasa rendah diri, tidak berharga, putus harapan, dan

keinginan untuk mengakhiri hidup.

Selain itu diharapkan pada remaja untuk lebih mengembangkan

faktor extraversionnya dengan cara meningkatkan jalinan hubungan baik

dengan orang lain sehingga remaja akan lebih memiliki perasaan

bahagia, cinta kasih, kegembiraan, kesenangan dan terhindar dari

keinginan untuk mengakhiri hidup. Di samping itu remaja juga

diharapkan dapat lebih bersikap positif dan selalu mencari aktivitas atau

Page 90: Bunuh Diri Remaja 2

84

kesibukan sehingga rasa kejenuhan, stres, depresi, dan munculnya

perasaan ingin mengakhiri hidup dapat dihindari.

Disarankan pula kepada remaja untuk meningkatkan faktor

opennesnya dengan jalan peduli pada perasaan yang dialaminya dan

percaya bahwa perasaan-perasaaan yang dialami mempunyai arti yang

dalam dan berarti penting, sehingga remaja dapat terhindar dari pikiran

untuk mengakhiri hidupnya. Selain itu, remaja diharapkan untuk

meningkatkan imaginasinya, sensitivitas, estetika, perhatian pada inner

feeling, lebih menyukai variasi, meningkatkan intelektual dan

kemandirian dalam berpikir.

2. Bagi Penelitian Selanjutnya

Bagi penelitian tentang sikap bunuh diri pada remaja yang

selanjutnya, disarankan untuk melibatkan faktor lain selain lima faktor

yang telah digunakan dalam penelitian ini, misalnya: jenis kelamin,

kecerdasan emosional, dukungan sosial, kebudayaan, faktor lingkungan,

media massa dan tingkat religiusitas, sehingga dapat diketahui faktor

mana yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap sikap bunuh diri

pada remaja. Selain itu, diharapkan lebih dapat mengembangkan secara

lanjut penelitian dengan memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam

penelitian ini.

Page 91: Bunuh Diri Remaja 2

DAFTAR PUSTAKA

----------. 2002. Mengapa Remaja Bunuh Diri? www.pikiran-rakyat.com/cetak/0604/13/hikmah/konsultasi.htm (Fri, 8 April 2005).

Ahmadi, A. 1999. Psikologi Sosial. Jakarta : Rineka Cipta

Ancok, D. 1987. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Arikunto, S. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta:

PT. Rineka Cipta. Atkinson, R. L; Atkinson, R. C; Hilgard, E. R. 1993. Pengantar Psikologi.

Edisi 8, jilid 2. Alih Bahasa: Taufiq, N. Jakarta: Erlangga. Azwar, S. 1988. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:

Liberty. Azwar, S. 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Bali Post. 2003. Bunuh Diri. Surat Kabar Harian, 11 Mei 2003. Bali. Ewen, RB. 1998. Personality A Topical Approach. Lawrence Erlbaum

Associates, Inc. Mahwah, New Jersey. Gardner, L. 2004. Bertumbuh dan Berkembang dalam Ceria. Bandung: CV

Pionir Jaya. Gunarsa, S. D. 1981. Psikologi Remaja. Jakarta: BPK. Gunung Mulia. Hadi. 2000. Metode Penelitian. Yogyakarta: ANDI Offset. Hadriami, E. 2004. Aku Ingin Mati. Seminar. Semarang: Fakultas Psikologi

Universitas Katolik Soegijapranata. Hurlock, E. B. 1968. Developmental Psychology. (Edisi ketiga). Mc Graw

Hill Book Company, New York.

85

Page 92: Bunuh Diri Remaja 2

86

Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Ed.5. Jakarta: Erlangga.

Irwanto. 1991. Psikologi Umum. Cet 2. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama. Kedaulatan Rakyat. 2004. Bunuh Diri. Surat Kabar Harian, 14 Maret 2004. Keliat, B.A. 1995. Tingkah Laku Bunuh Diri. Cet.2. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC. Liang, K. S. 1980. Masa Remaja dan Ilmu Jiwa Pemuda. Bandung:

Jenmars. Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Mar’at. 1984. Sikap Manusia Perubahan Serta Pengukurannya. Jakarta :

Ghalia Indonesia. Pancasiwi, H. H. 2004. Perubahan Sosial dan Kecenderungan Bunuh Diri;

Tinjauan Sosiologis. Seminar. Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Prinantyo, A. 2004. Mengapa Bunuh Diri Makin Sering Terjadi. Dalam

Kompas. Surat Kabar Harian, 16 Juni 2004. Sears, D. O; Freedman, J. L; Peplau, L. A. 1994. Psikologi Sosial : Jilid 1.

Edisi Kelima. Alih Bahasa : Michael Adryanto dan Savitri Soekisno. Jakarta : Erlangga

Simanjutak, B. 1979. Latar Belakang Kenakalan Remaja. Bandung. Suara Merdeka. 2006. Pedagang Miras Tewas Gantung Diri. Surat Kabar

Harian, 8 Maret 2006. Surachmad, W. 1977. Psikologi Pemuda. Bandung: Jenmars. Suryabrata, S. 1990. Metodologi Penelitian. Jakarta : Rajawali Susetyo, D.P.B. 2004. Bunuh Diri Sebuah Tragedi Atau Pilihan. Seminar.

Semarang: Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata.

Page 93: Bunuh Diri Remaja 2

87

Susilowindradini. 1981. Psikologi Perkembangan II. Fakultas Pendidikan IKIP Malang.

Tim Penyusun. 1983. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai

Pustaka. Walgito, B. 2004. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta :

Andi. Widyorini, E; Kristiana; Roswita, M. Y. 2003. Adaptasi Inventori

Kepribadian “Neurotism Extraversion Openness Personality Inventory Revised”. Hasil Penelitian. Semarang: Laboratorium Psikodiagnostik Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata (tidak diterbitkan).

Yayasan Harapan Permata Hati Kita. 2003. Bunuh Diri. PT. Globalinter

Netura. Yusuf. 2004. Kasus Anak Gantung Diri: Di Sekolah, Sembodo Anak Rajin.

www.suaramerdeka.com/harian/0407/24/x_nas.html (Sat, 24 July 2004).

Page 94: Bunuh Diri Remaja 2

Nama :

Usia :

Tanda tangan :

PETUNJUK

Pada lembar-lembar berikut terdapat pernyataan yang membutuhkan

tanggapan anda. Pilihlah salah satu tanggapan yang anda anggap paling sesuai

dengan keadaan diri anda dan jangan terpengaruh dengan pendapat orang lain.

Skala ini bukan suatu tes. Tidak ada jawaban benar atau salah, dan anda

tidak perlu menjadi seorang ahli untuk mengisi kuestioner ini. Deskripsikan diri

anda dengan jujur dan nyatakan pendapat anda seakurat mungkin. Semua

tanggapan yang diberikan, baik dan benar apabila dikerjakan oleh anda sendiri

dan sesuai dengan keadaan anda.

Anda diminta membuat tanda ( √ ) pada kolom yang tersedia di samping

pernyataan. Alternatif jawaban yang dipilih adalah:

STS : Jika pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan kondisi anda.

TS : Jika pernyataan Tidak Sesuai dengan kondisi anda.

S : Jika pernyataan Sesuai dengan kondisi anda.

SS : Jika pernyataan Sangat Sesuai dengan kondisi anda.

Apabila anda ingin membetulkan jawaban, lingkari jawaban yang kurang

tepat, kemudian berilah tanda ( √ ) pada jawaban yang benar.

Selamat Mengerjakan dan Terima Kasih atas kerjasamanya

Page 95: Bunuh Diri Remaja 2

SKALA I

No. Pernyataan STS TS S SS 1 Menurut saya, bunuh diri dapat meniadakan

masalah-masalah yang dihadapi.

2 Saya takut berdosa jika mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

3 Ketika mendapat masalah, saya ingin segera mengakhiri hidup supaya terbebas dari masalah tersebut.

4 Seberat apapun kesulitan yang sedang saya tanggung, saya tidak akan melakukan bunuh diri.

5 Mengakhiri hidup dengan bunuh diri akan mengurangi beban yang sedang saya tanggung.

6 Menurut saya, orang yang bunuh diri menandakan orang yang lemah.

7 Saya merasa senang membaca berita-berita tentang bunuh diri.

8 Saya akan sangat kecewa jika menyia-nyiakan hidup yang cuma sekali ini.

9 Saya akan mencari jalan keluar lain selain mengakhiri hidup ketika menghadapi kesulitan.

10 Dengan mengakhiri hidup, segala rasa malu dapat segera hilang.

11 Bunuh diri tidak akan menghilangkan perasaan malu yang sedang ditanggung.

12 Saya senang menyiksa diri untuk melupakan kekurangan saya.

13 Saya selalu merasa gembira karena tidak pernah berpikir untuk bunuh diri.

14 Saya tidak ingin melanjutkan hidup ketika masalah yang saya hadapi tidak kunjung selesai.

15 Masalah dan kesulitan tidak akan memudarkan semangat hidup saya.

16 Bunuh diri adalah jalan keluar mengatasi sulitnya hidup.

17 Bunuh diri bukan merupakan jalan keluar melainkan jalan kesesatan.

18 Ada kepuasan tersendiri jika mengatasi masalah dengan menyiksa diri sendiri.

19 Saya sangat sayang dengan hidup saya sendiri.

20 Seandainya saya tidak lulus ujian sekolah, saya berharap lekas mati daripada menanggung malu di sekolah.

Page 96: Bunuh Diri Remaja 2

21 Meskipun menanggung rasa malu, saya tidak pernah berpikir untuk mengakhiri hidup.

22 Betapapun beratnya beban yang sedang ditanggung, akan hilang dengan sendirinya bersama kematian.

23 Bunuh diri merupakan hal yang sangat bodoh untuk dilakukan.

24 Saya sangat senang mempelajari cara-cara bunuh diri.

25 Saya akan menyesal jika sampai melukai diri sendiri.

26 Bunuh diri adalah salah satu cara menyelesaikan masalah yang mudah dari pada harus memikirkannya terus-menerus.

27 Bunuh diri tidak akan menyelesaikan permasalahan, hanya akan menambah beban dan aib saja.

28 Saya merasa puas dapat menghukum diri sendiri ketika melakukan kesalahan.

29 Saya membenci orang-orang yang melakukan perbuatan bunuh diri.

30 Saya akan menghukum diri sendiri bila melakukan kesalahan.

31 Ketika sedang menghadapi persoalan, saya senantiasa berdoa pada Tuhan agar dijauhkan dari pikiran untuk mengakhiri hidup ini.

Page 97: Bunuh Diri Remaja 2

Nama :

Usia :

Tanda tangan :

PETUNJUK

Pada lembar-lembar berikut terdapat pernyataan yang membutuhkan

tanggapan anda. Pilihlah salah satu tanggapan yang anda anggap paling sesuai

dengan keadaan diri anda dan jangan terpengaruh dengan pendapat orang lain.

Skala ini bukan suatu tes. Tidak ada jawaban benar atau salah, dan anda

tidak perlu menjadi seorang ahli untuk mengisi kuestioner ini. Deskripsikan diri

anda dengan jujur dan nyatakan pendapat anda seakurat mungkin. Semua

tanggapan yang diberikan, baik dan benar apabila dikerjakan oleh anda sendiri

dan sesuai dengan keadaan anda.

Anda diminta membuat tanda ( √ ) pada kolom yang tersedia di samping

pernyataan. Alternatif jawaban yang dipilih adalah:

STS : Jika pernyataan Sangat Tidak Sesuai dengan kondisi anda.

TS : Jika pernyataan Tidak Sesuai dengan kondisi anda.

S : Jika pernyataan Sesuai dengan kondisi anda.

SS : Jika pernyataan Sangat Sesuai dengan kondisi anda.

Apabila anda ingin membetulkan jawaban, lingkari jawaban yang kurang

tepat, kemudian berilah tanda ( √ ) pada jawaban yang benar.

Selamat Mengerjakan dan Terima Kasih atas kerjasamanya

Page 98: Bunuh Diri Remaja 2

SKALA I

No. Pernyataan STS TS S SS 1. Menurut saya, bunuh diri dapat meniadakan

masalah-masalah yang dihadapi.

2. Bunuh diri adalah perbuatan dosa besar. 3. Saya menaruh simpati pada orang yang berani

bunuh diri.

4. Saya takut berdosa jika mengakhiri hidup dengan bunuh diri.

5. Ketika mendapat masalah, saya ingin segera mengakhiri hidup supaya terbebas dari masalah tersebut.

6. Seberat apapun kesulitan yang sedang saya tanggung, saya tidak akan melakukan bunuh diri.

7. Mengakhiri hidup dengan bunuh diri akan mengurangi beban yang sedang saya tanggung.

8. Menurut saya, orang yang bunuh diri menandakan orang yang lemah.

9. Saya merasa senang membaca berita-berita tentang bunuh diri.

10. Saya akan sangat kecewa jika menyia-nyiakan hidup yang cuma sekali ini.

11. Ketika sedang sakit (parah), saya ingin tidur yang sangat lama.

12. Saya akan mencari jalan keluar lain selain mengakhiri hidup ketika menghadapi kesulitan.

13. Dengan mengakhiri hidup, segala rasa malu dapat segera hilang.

14. Bunuh diri tidak akan menghilangkan perasaan malu yang sedang ditanggung.

15. Saya senang menyiksa diri untuk melupakan kekurangan saya.

16. Saya selalu merasa gembira karena tidak pernah berpikir untuk bunuh diri.

17. Saya tidak ingin melanjutkan hidup ketika masalah yang saya hadapi tidak kunjung selesai.

18. Masalah dan kesulitan tidak akan memudarkan semangat hidup saya.

19. Bunuh diri adalah jalan keluar mengatasi sulitnya hidup.

20. Bunuh diri bukan merupakan jalan keluar melainkan jalan kesesatan.

21. Ada kepuasan tersendiri jika mengatasi masalah dengan menyiksa diri sendiri.

Page 99: Bunuh Diri Remaja 2

22. Saya sangat sayang dengan hidup saya sendiri. 23. Seandainya saya tidak lulus ujian sekolah, saya

berharap lekas mati daripada menanggung malu di sekolah.

24. Meskipun menanggung rasa malu, saya tidak pernah berpikir untuk mengakhiri hidup.

25. Betapapun beratnya beban yang sedang ditanggung, akan hilang dengan sendirinya bersama kematian.

26. Bunuh diri merupakan hal yang sangat bodoh untuk dilakukan.

27. Saya sangat senang mempelajari cara-cara bunuh diri.

28. Saya akan menyesal jika sampai melukai diri sendiri.

29. Saya kehilangan semangat hidup ketika sedang menghadapi persoalan hidup.

30. Ketika mengetahui ada kekurangan pada saya, saya tidak akan mencari cara untuk menyiksa diri hanya sekedar melupakan kekurangan tersebut.

31. Bunuh diri adalah salah satu cara menyelesaikan masalah yang mudah dari pada harus memikirkannya terus-menerus.

32. Bunuh diri tidak akan menyelesaikan permasalahan, hanya akan menambah beban dan aib saja.

33. Saya merasa puas dapat menghukum diri sendiri ketika melakukan kesalahan.

34. Saya membenci orang-orang yang melakukan perbuatan bunuh diri.

35. Saya akan menghukum diri sendiri bila melakukan kesalahan.

36. Ketika sedang menghadapi persoalan, saya senantiasa berdoa pada Tuhan agar dijauhkan dari pikiran untuk mengakhiri hidup ini.