bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

284
KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN PENANGGULANGAN BENCANA, KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA SEJAHTERA

Upload: cherry

Post on 02-Dec-2015

224 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

pes

TRANSCRIPT

Page 1: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL

DAN PENANGGULANGAN BENCANA,

KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA

SEJAHTERA

Page 2: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 3: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

BAB XVIII

KESEHATAN, KESEJAHTERAAN SOSIAL DAN

PENANGGULANGAN BENCANA, KEPENDUDUKAN

DAN KELUARGA SEJAHTERA

A. PENDAHULUAN

Sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945 negara Kesatuan Republik Indonesia

dibentuk untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa , dan

ikut melaksanakan keter t iban dunia berdasarkan

kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Dalam rangka mencapai tujuan tersebut diselenggarakan

pembangunan nasional di semua bidang kehidupan secara

berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian

pembangunan yang menyeluruh, terpadu dan terarah.

Adapun hakikat pembangunan nasional adalah pem-

XVIII/3

Page 4: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

bangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan

masyarakat

Page 5: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Indonesia seluruhnya, dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan

dan pedoman pembangunan nasional. Dalam mewujudkan

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat

Indonesia seluruhnya tersebut, telah diupayakan berbagai

kegiatan pembangunan kesejahteraan rakyat yang antara lain

menyangkut bidang-bidang kesehatan, kesejahteraan sosial dan

penanggulangan bencana, serta kependudukan dan keluarga

sejahtera, yang dilaksanakan secara serasi dengan pembangunan

bidang lainnya.

Di bidang kesehatan, sejak awal kemerdekaan pelayanan

kesehatan meskipun masih sangat terbatas, telah diupayakan

dengan dititik-beratkan pada pencegahan dan pemberantasan

penyakit menular seperti penyakit , cacar, malaria, tuberkulosis

paru, frambusia, pes, kusta dan penyakit kelamin. Juga dirintis

upaya penanggulangan masalah kelaparan dan perbaikan gizi

masyarakat. Upaya pelayanan pengobatan dan perawatan

kesehatan juga telah dilaksanakan melalui pelayanan kesehatan

di rumah-rumah sakit yang pada waktu itu kemampuannya

masih sangat terbatas.

Untuk mengatasi kekurangan tenaga kesehatan, dirintis

pendidikan tenaga medik dan non medik dalam berbagai

XVIII/4

Page 6: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

jenjang pendidikan. Di samping perguruan tinggi kedokteran

yang telah ada pada masa penjajahan, pada tahun 1949 didirikan

fakultas kedokteran di Universitas Gadjah Mada. Sekolah

paramedik untuk jurusan gizi, kesehatan lingkungan, kesehatan

gigi, kebidanan dan fisioterapi didirikan baik di pusat maupun

di daerah.

Konsep pembangunan jangka panjang di bidang kesehatan

yang terpadu diletakkan untuk pertama kali pada tahun 1951,

disebut dengan "Bandung Plan". Melalui konsep ini

pembangunan kesehatan diarahkan pada pembinaan kesehatan

ibu dan anak (KIA), usaha kesehatan masyarakat desa,

pembuatan obat, vaksin dan sera,

Page 7: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

perbaikan gizi, pendidikan tenaga paramedik serta

pemberantasan penyakit menular. Dalam perkembangan

selanjutnya konsep ini menjadi dasar bagi pelayanan kesehatan

masyarakat (community health) yang dilaksanakan sekarang

melalui pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) dan

jaringannya.

Untuk mendukung pelayanan kesehatan, pada periode

tahun 1950-1959 didirikan lembaga-lembaga penelitian

kesehatan, antara lain Lembaga Malaria (Lampung dan

Surabaya), Lembaga Pencegahan Pemberantasan dan

Pembasmian Penyakit Kelamin (Surabaya), Lembaga Kusta

(Tangerang), Lembaga Rehabilitasi/Orthopedi (Solo), serta

Lembaga Gizi (Bogor). Beberapa perguruan tinggi, seperti

Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga dan

Universitas Indonesia juga berperan penting dalam kegiatan

penelitian di bidang kedokteran dan kesehatan masyarakat.

Berbagai hasil penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga-

lembaga tersebut telah dimanfaatkan untuk meningkatkan

pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu yang menonjol

adalah keberhasilan Dr. Kodyat dalam mengembangkan sistem

pemberantasan penyakit frambusia (patek) yang mendapat

penghargaan Magsaysay Award dari pemerintah Philipina pada

tahun 1961.

Melalui berbagai upaya pelayanan kesehatan yang di-

kembangkan sejak proklamasi kemerdekaan, meskipun terputus-

Page 8: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

putus oleh berbagai perjuangan untuk mempertahankan

kemerdekaan dan persatuan, kesatuan serta ideologi negara,

sampai dengan awal pembangunan jangka panjang pertama

(PJP I) keadaan kesehatan masyarakat meningkat lebih baik.

Angka kematian bayi (AKB) yang pada tahun 1945

diperkirakan sebesar 166 per 1.000 kelahiran hidup turun

menjadi 145 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1967. Begitu

pula dengan angka harapan hidup, meningkat dari 42,5 tahun

menjadi 45,7 tahun pada kurun waktu yang sama.

XVIII/5

Page 9: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Berbagai peraturan perundang-undangan yang mendasar

telah ditetapkan seperti Undang-Undang tentang pokok-pokok

kesehatan, dan peraturan yang mengatur mengenai karantina,

wabah, farmasi, tenaga kesehatan, wajib kerja sarjana, wajib

kerja tenaga paramedik, kesehatan jiwa dan tentang hygiene

(kesehatan perorangan).

Memasuki PJP I, upaya peningkatan kesehatan masyarakat

direncanakan dan dilaksanakan dengan lebih terarah, teratur dan

berkesinambungan. Salah satu hasil penting yang dicapai pada

awal PJP I adalah dinyatakannya oleh world Health Organization

(WHO) bahwa pada tahun 1974 Indonesia sudah termasuk salah

satu negara yang telah bebas dari penyakit cacar. Hasil lain yang

memperoleh pengakuan internasional, adalah tergalangnya peran

serta masyarakat dalam pengelolaan pos pelayanan terpadu

(posyandu) terutama oleh kelompok wanita dalam organisasi

Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK), yang diakui oleh

dunia sehingga Indonesia menerima Sasakawa Award dari WHO

dan Maurice Pate Award dari UNICEF pada tahun 1988. Sasaran

imunisasi universal pada anak (Universal Child Immunization/U

CI) yang ditetapkan oleh WHO telah dilampaui pada tahun

1990/91. Di samping itu dalam rangka menanggulangi masalah

gizi Indonesia telah berhasil menanggulangi masalah kebutaan

XVIII/6

Page 10: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

akibat kurang vitamin A. Sejak tahun 1992 kebutaan akibat

kurang vitamin A bukan lagi menjadi.masalah kesehatan

masyarakat di Indonesia. Atas keberhasilan tersebut, pada tahun

1994 Presiden Soeharto mendapat penghargaan Hellen Keller

International.

Secara keseluruhan, pembangunan kesehatan dalam PJP I

hasilnya ditunjukkan oleh berbagai indikator. Antara lain, angka

kematian bayi (AKB) dapat diturunkan dengan laju ,penurunan

rata-rata 3,4 persen setiap tahunnya. Jika pada tahun 1967 AKB

di Indonesia masih berkisar sekitar 145 per 1.000 kelahiran hidup,

maka pada tahun 1993 yang merupakan tahun akhir PJP I

telah ditekan

Page 11: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

menjadi sekitar 58 per 1.000 kelahiran hidup. Angka harapan

hidup waktu lahir penduduk Indonesia terus meningkat dari rata-

rata 45,7 tahun pada tahun 1967 meningkat menjadi 62,7 tahun

pada tahun 1993. Perbaikan derajat kesehatan masyarakat itu

dimungkinkan berkat peningkatan jumlah sarana pelayanan

kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit serta

penyebarannya yang makin merata. Pertambahan sarana ini

didukung pula dengan peningkatan jumlah tenaga kesehatan

terutama tenaga dokter, dokter gigi, tenaga paramedik dan

bidan, termasuk di desa-desa.

Di bidang kesejahteraan sosial, sejak awal kemerdekaan

telah dilakukan berbagai kegiatan, antara lain pemberian

bantuan terhadap penyandang masalah sosial khususnya bagi

korban revolusi fisik dalam rangka mempertahankan

kemerdekaan. Kegiatan lainnya juga telah dirintis, meskipun

masih sangat terbatas, seperti penanganan masalah fakir miskin,

yatim piatu, korban bencana alam, pengungsi dan korban

pertempuran yang cacat serta para janda pejuang kemerdekaan.

Salah satu kegiatan kesejahteraan sosial yang dimulai pada

masa perang kemerdekaan adalah kegiatan rehabilitasi sosial

yang dipelopori oleh almarhum Prof.Dr. Soeharso dan R.

Soeroto Reksopranoto pada tahun 1946 di Surakarta.

Kegiatannya berawal dari upaya merehabilitasi penderita cacat

korban perang kemerdekaan. Dalam perkembangan selanjutnya

kegiatan rehabilitasi ini dilembagakan menjadi Pusat

Page 12: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Rehabilitasi Penyandang Cacat Tubuh Prof.Dr. Soeharso di

Surakarta. Kemudian berkembang juga kegiatan rehabilitasi

sosial bagi anak cacat yang dikembangkan oleh masyarakat

melalui Yayasan Pemeliharaan Anak Cacat (YPAC) di

Surakarta, yang didirikan pada tahun 1953. Dalam

perkembangannya YPAC telah mendirikan cabang di berbagai

kota di 12 propinsi.

XVIII/7

Page 13: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Salah satu kegiatan awal dari upaya mewujudkan

kesejahteraan sosial adalah digalangnya partisipasi masyarakat

desa dalam wadah Lembaga Sosial Desa (LSD) yang dirintis oleh

Bupati Pemalang pada tahun 1952. Sampai tahun 1971, LSD

dikembangkan dan dibina oleh Departemen Sosial, dan

selanjutnya dipindahkan ke Departemen Dalam Negeri.

Selanjutnya LSD berkembang menjadi Lembaga Ketahanan

Masyarakat Desa (LKMD) yang dikenal sampai sekarang. Pada

saat dialihkan ke Departemen Dalam Negeri, jumlah LSD telah

mencapai lebih dari 39.000. Kegiatan peran serta masyarakat

lain adalah dibentuknya wadah kegiatan pemuda karang taruna

yang kemudian dikembangkan menjadi salah satu program

nasional dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Pembentukan

karang taruna dirintis pada tahun 1959 melalui kegiatan

pelayanan sosial bagi anak yatim piatu yang diselenggarakan

oleh Yayasan Perawatan Anak Yatim (YPAY).

Kegiatan kesejahteraan sosial lainnya yang dirintis pada

masa awal kemerdekaan adalah kegiatan penelitian sosial di

Yogyakarta pada tahun 1950 oleh suatu lembaga penelitian

sosial yang diberi nama Balai Persiapan Pekerjaan Sosial. Pada

tahun 1961 Balai terse-but menjadi Balai Penelitian dan

Peninjauan Sosial (BPPS). Dalam perkembangan selanjutnya

XVIII/8

Page 14: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

BPPS menjadi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan

Pelayanan Kesejahteraan Sosial (BBPPPKS) sampai sekarang.

Meskipun berbagai upaya telah dilakukan, kondisi

kesejahteraan sosial memasuki PJP I masih memprihatinkan.

Partisipasi sosial masyarakat masih sangat terbatas, demikian

pula jumlah serta mutu tenaga pelaksana pembangunan

kesejahteraan sosial, sehingga pelayanan sosial juga belum dapat

menjangkau masyarakat secara luas. Dalam PJP I usaha

kesejahteraan sosial diarahkan untuk mengatasi hal-hal tersebut.

Page 15: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pembangunan kesejahteraan sosial dalam PJP I telah mening-

katkan kesadaran, kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial di

masyarakat dalam menghadapi masalah sosial pada umumnya dan

masalah kesejahteraan sosial khususnya. Perkembangan ini menum-

buhkan iklim yang mendorong peran serta masyarakat dalam

pelayanan sosial, sebagai pekerja sosial masyarakat, relawan sosial,

anggota karang taruna, dan pendukung dana untuk upaya

kesejahteraan sosial. Mutu dan cakupan pelayanan sosial bagi fakir

miskin, anak dan lanjut usia terlantar; penyandang cacat, korban

penyalahgunaan obat, zat adiktif dan narkotika, korban bencana,

masyarakat terasing dan masyarakat lain yang kurang beruntung

juga telah meningkat dan makin luas menjangkau masyarakat

sampai di pelosok-pelosok tanah air.

Di bidang penanggulangan bencana, upaya pada awal

kemerdeka- an masih terbatas pada pemberian pertolongan pertama

yang dilaku- kan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) yang

dibentuk pada tahun 1945. Selain itu juga ada penyediaan

dapur umum dan bantuan darurat secara terbatas. Dalam masa

pembangunan selama PJP I, kemampuan masyarakat dalam

penanggulangan bencana yang mencakup kemampuan

kesiapsiagaan, pencarian dan penyelamatan, rehabilitasi

dan rekonstruksi, serta pemantapan kelembagaan telah semakin

meningkat. Peningkatan kemampuan kesiapsiagaan diperoleh

melalui pelatihan kesiapsiagaan bagi petugas dari berbagai instansi

dan masyarakat, pemetaan daerah-daerah rawan bencana,

pemantauan secara terus menerus terhadap gunung api yang

masih aktif, pembangunan check dam, serta pembuatan terowongan

Page 16: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

di gunung Galunggung, Merapi dan gunung Kelud. Kemampuan

dan fasilitas serta sistem dan peralatan telah meningkat pula

dalam memenuhi berbagai persyaratan keselamatan pelayaran dan

penerbangan, serta pengamanan daerah-daerah produksi pertanian,

permukiman dan bangunan umum lainnya dari bahaya

banjir. Dalam rangka ini

XVIII/9

Page 17: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

kemampuan Badan Search and Rescue Nasional (Basarnas)

terus menerus ditingkatkan. Bersamaan dengan upaya

membangun kesiagaan masyarakat dan aparat pemerintah, telah

diselenggarakan pula upaya rehabilitasi sosial dan bantuan bagi

para korban bencana, antara lain melalui penyediaan bangunan

rumah dan bantuan darurat lainnya.

Di bidang kependudukan clan keluarga sejahtera, keadaan

sosial politik dan ekonomi pada awal kemerdekaan

mempengaruhi pola perkembangan penduduk dalam dasawarsa

limapuluhan. Jumlah penduduk yang besar dengan laju

pertumbuhan yang tinggi pada masa itu belum dianggap sebagai

kendala dan hambatan bagi pembangunan.

Pada tahun 1945, penduduk Indonesia berjumlah sekitar 73

juta jiwa dan hampir 71 persen bertempat tinggal di pulau Jawa.

Sampai awal PJP I, jumlah penduduk Indonesia bertambah

dengan 42 juta orang atau tumbuh rata-rata 1,98 persen per

tahun. Pada saat itu upaya pemerintah untuk mengendalikan

pertumbuhan penduduk sangat terbatas. Beberapa kelompok

masyarakat telah merintis upaya pengendalian jumlah penduduk

dengan mendirikan Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK)

pada tahun 1952 dan Perkumpulan Keluarga Berencana

XVIII/10

Page 18: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Indonesia (PKBI) pada tahun 1957. Partisipasi organisasi

masyarakat tersebut kemudian didukung oleh pemerintah dengan

dibentuknya wadah kerjasama antara pemerintah dan organisasi

masyarakat dalam bidang keluarga berencana (KB) yaitu

lembaga keluarga berencana nasional (LKBN) pada tahun 1968.

Guna lebih memantapkan pelaksanaan KB, maka pada tahun

1970 didirikan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional

(BKKBN). Badan tersebut mempunyai tugas pokok

mengkoordinasikan program KB secara nasional dengan tujuan

menurunkan angka kelahiran dan meningkatkan kesejahteraan

para ibu.

Page 19: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Guna mengatasi ketimpangan jumlah penduduk antara pulau

Jawa dan luar Pulau Jawa, sebelum masa PJP I secara terbatas

telah dimulai kegiatan transmigrasi, terutama dari pulau Jawa ke

Sumatera.

Dalam PJP I pembangunan di bidang kependudukan dan

keluarga berencana mendapat prioritas tinggi, dan dilakukan

secara terarah dan merata di seluruh lapisan masyarakat sehingga

pada akhir Repelita V (1993) laju pertumbuhan penduduk

berhasil ditekan menjadi 1,66 persen, dan angka kematian kasar

menurun menjadi 7,9 per seribu penduduk. Di samping itu,

kesejahteraan penduduk diukur dari tingkat pendidikan, kesehatan

dan keadaan gizi juga terus membaik. Penurunan laju

pertumbuhan penduduk erat kaitannya dengan keberhasilan

program KB yang berdampak pada penurunan angka kelahiran

kasar dari 44,0 kelahiran per seribu penduduk pada tahun 1971

menjadi 24,5 kelahiran per seribu penduduk pada tahun 1993.

Penduduk Indonesia pada tahun 1994 diperkirakan telah

mencapai 192,2 juta orang, yang terdiri atas 95,8 juta orang laki-

laki dan 96,4 juta orang perempuan. Adapun jumlah anak balita

pada tahun 1994 tercatat sekitar 21,7 juta anak, yang terdiri atas

11,0 juta anak laki-laki dan 10,7 juta anak perempuan.

XVIII/11

Page 20: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Sementara itu, jumlah penduduk usia lanjut yaitu penduduk usia

lebih dari 60 tahun telah mencapai sekitar 12,2 juta orang pada

tahun 1994, yang terdiri atas 5,7 juta orang laki-laki dan 6,5 juta

orang perempuan. Pada tahun 1994 jumlah penduduk daerah

perdesaan dan perkotaan masing-masing adalah 124,8 juta orang

(65,0 persen) dan 67,4 juta orang (35,0 persen). Selanjutnya,

pada tahun yang sama jumlah penduduk Pulau Jawa adalah

113,6 juta orang, atau sekitar 59,1 persen dari total penduduk

tahun 1994.

Keberhasilan program kependudukan dan KB di Indonesia

diakui oleh dunia internasional dan mendapat penghargaan dari

PBB berupa

Page 21: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

The United Nations Population Award pada tahun 1989 yang

diterima oleh Kepala Negara. Keberhasilan Indonesia dalam

menjalankan program kependudukan dan KB telah menarik

perhatian dan minat berbagai negara untuk mempelajarinya.

Sejak tahun 1987 telah diselenggarakan pelatihan bagi peserta

dari luar negeri melalui International Training Program (ITP).

Sampai dengan akhir Repelita V telah dilatih sebanyak 1.872

orang tenaga-tenaga ahli kependudukan dan KB dari 73 negara.

B. KESEHATAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan kesehatan dalam Repelita VI adalah

meningkatnya derajat kesehatan melalui peningkatan kualitas

dan pelayanan kesehatan yang makin menjangkau seluruh

lapisan masyarakat. Dalam rangka itu, sasaran yang akan

dicapai adalah meningkatnya angka harapan hidup waktu lahir

menjadi sekitar 64,6 tahun, menurunnya angka kematian kasar

menjadi sekitar 7,5 per 1.000 penduduk; menurunnya angka

kematian bayi menjadi 50 per 1.000 kelahiran hidup; dan

menurunnya angka kematian ibu melahirkan menjadi 225 per

XVIII/12

Page 22: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

100.000 kelahiran hidup.

Sasaran keadaan gizi masyarakat pada akhir Repelita VI

adalah menurunnya prevalensi empat masalah gizi kurang, yaitu

gangguan akibat kurang iodium menjadi 18 persen; anemia gizi

besi pada ibu hamil menjadi 40 persen, balita menjadi 40 persen

dan tenaga kerja wanita menjadi 20 persen; kurang energi

protein menjadi 30 persen; dan kurang vitamin A pada anak

balita menjadi 0,1 persen.

Page 23: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Dalam rangka mencapai sasaran tersebut di atas, pokok

kebijaksanaan pembangunan kesehatan dalam Repelita VI yang

terpenting adalah meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan

kesehatan; meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan untuk

penduduk miskin dan desa tertinggal; meningkatkan status gizi

masyarakat; meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pada

tenaga kerja; meningkatkan penyuluhan kesehatan masyarakat;

mengembangkan peran ilmu pengetahuan dan teknologi dalam

mendukung pelayanan kesehatan dan gizi yang bermutu;

meningkatkan peran serta masyarakat dan organisasi profesi;

meningkatkan mobilisasi dana masyarakat untuk pembiayaan

kesehatan; meningkatkan manajemen upaya kesehatan; serta

mengoptimasikan penyediaan, pengelolaan, dan pendayagunaan

tenaga kesehatan.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas

digariskan tujuh program pokok yang meliputi: program

penyuluhan kesehatan masyarakat; pelayanan kesehatan

masyarakat; pelayanan kesehatan rujukan dan rumah sakit;

pencegahan dan pemberantasan penyakit; perbaikan gizi;

pengawasan obat dan makanan; dan pembinaan pengobatan

tradisional. Program-program tersebut didukung oleh beberapa

program penunjang, yang dilaksanakan secara terkoordinasi

dengan program pembangunan bidang lainnya serta XVIII/13

Page 24: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

mengikutsertakan masyarakat dan dunia usaha.

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun

Pertama Repelita VI

Pembangunan kesehatan pada tahun pertama Repelita VI

(1994/95) yang merupakan kelanjutan, perluasan dan

peningkatan pelaksanaan program dari Repelita-repelita

sebelumnya, adalah untuk meningkatkan keadaan kesehatan dan

gizi masyarakat melalui upaya pemerataan sarana pelayanan

kesehatan dasar dan rumah sakit,

Page 25: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

didukung oleh peningkatan jumlah dan jenis tenaga kesehatan,

peningkatan mutu pelayanan kesehatan, serta peningkatan peran

serta masyarakat, dunia usaha dan organisasi profesi. Upaya

tersebut dilaksanakan melalui program-program sebagai

berikut.

a. Program Pokok

1) Program Penyuluhan Kesehatan Masyarakat

Tujuan program penyuluhan kesehatan masyarakat adalah

meningkatnya pengetahuan, kesadaran, kemauan dan

kemampuan masyarakat untuk hidup bersih dan sehat serta

meningkatnya peran serta aktif masyarakat termasuk dunia

usaha, dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.

Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan pokok yang

dilaksanakan antara lain meliputi penyebarluasan informasi

kesehatan, pengembangan potensi swadaya masyarakat di

bidang kesehatan dan pengembangan penyelenggara

penyuluhan.

Dalam tahun pertama Repelita VI kegiatan penyebarluasan

informasi kesehatan telah dilaksanakan melalui siaran radio

XVIII/14

Page 26: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

sebanyak 81.803 kali dalam bentuk obrolan, sandiwara,

wawancara dan radio spot. Kegiatan selanjutnya berupa siaran

televisi sebanyak 863 kali baik di TVRI Pusat maupun propinsi,

disamping memanfaatkan siaran televisi swasta seperti TPI,

RCTI, SCTV dan AN-TV dalam bentuk wawancara, penyiaran

filler, fragmen atau sandiwara, sinetron dan siaran

pembangunan. Di samping itu telah dilaksanakan pameran dan

pemutaran film di sejumlah propinsi dan daerah tingkat II.

Untuk penyebarluasan informasi telah diadakan dan disebarkan

berbagai media penyuluhan kesehatan antara lain berbentuk

poster, leaflet, buku pedoman, dan kartu konsultasi sebanyak

sekitar 1,7 juta lembar. Untuk tingkat propinsi dan kabupaten,

telah disediakan sarana penyuluhan berupa 1.050 paket

peralatan. Dibanding dengan tahun

Page 27: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

1993/94, penyediaan sarana paket penyuluhan meningkat cukup

besar, dimana pada tahun yang bersangkutan hanya sebanyak

291 paket peralatan penyuluhan.

Kegiatan bagi penyelenggara penyuluhan pada tahun

1994/95 antara lain berupa pelatihan, orientasi, pengumpulan

data sosial budaya serta pelaksanaan studi yang berkaitan

dengan penyuluhan kesehatan masyarakat. Jumlah petugas

kesehatan yang mendapatkan latihan penyuluhan baik di tingkat

propinsi, Dati II maupun puskesmas adalah sebanyak 324 orang.

Untxk meningkatkan kemampuan petugas dalam pembuatan

media dan pemeliharaan peralatan penyuluhan telah

dilaksanakan pelatihan di 7 propinsi. Dalam upaya

meningkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan di rumah sakit

telah dilaksanakan penyuluhan kesehatan masyarakat rumah sakit

(PKMRS) mencakup 452 rumah sakit, sedangkan tahun

sebelumnya mencakup 338 rumah sakit. Di tingkat masyarakat

telah dilaksanakan penyuluhan melalui posyandu yang

materinya lebih dititik beratkan pada upaya pencegahan

penyakit. Khusus dalam upaya pencegahan dan penanggulangan

penyakit Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) telah

dilaksanakan studi pengembangan strategi penyuluhan AIDS di

tingkat propinsi.

Kegiatan pengembangan potensi swadaya masyarakat antara

lain dilaksanakan melalui pelaksanaan orientasi bagi organisasi

wanita, pemuda, keagamaan dan guru-guru baik di tingkat pusat,

Page 28: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

propinsi, Dati II, maupun puskesmas. Pada tahun 1994/95

kegiatan tersebut dilaksanakan sebanyak 24.557 kali, sedangkan

pada tahun sebelumnya baru mencapai 5.733 kali. Kegiatan

lainnya berupa pengembangan dana sehat melalui jaminan

pemeliharaan kesehatan masyarakat (JPKM) yang mencakup

900 kelompok di 27 propinsi. Di samping itu telah dibentuk pula

forum komunikasi LSM dan diadakan kerjasama

XVIII/15

Page 29: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dengan ABRI dalam bentuk manunggal ABRI Masuk Desa

(AMD) di 27 propinsi.

2) Program Pelayanan Kesehatan Masyarakat

Program pelayanan kesehatan masyarakat bertujuan untuk

lebih memperluas cakupan dan sekaligus meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan dasar serta menumbuhkembangkan sikap

dan kemandirian dalam pemeliharaan kesehatan di lingkungan

keluarga dan masya-rakat. Program ini merupakan program

pelayanan dasar terpadu yang dilaksanakan melalui puskesmas

dan jaringannya yaitu puskesmas pembantu, puskesmas keliling

dan bidan di desa. Kegiatan pokok dari program ini meliputi

pelayanan kesehatan keluarga, kesehatan sekolah dan remaja,

kesehatan kerja, penyembuhan dan pemulihan, kesehatan olah

raga, kesehatan matra, pelayanan laboratorium dan penyuluhan

kesehatan masyarakat serta pembinaan peran serta masyarakat.

Dalam rangka memperluas jangkauan dan pemerataan

pelayanan kesehatan, pada tahun 1994/95, melalui program

INPRES Sarana Kesehatan telah dibangun puskesmas baru

sebanyak 30 unit, puskesmas pembantu 500 unit, dan rumah

dokter 230 unit (Tabel XVIII-1A). Dengan demikian sampai

XVIII/16

Page 30: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dengan tahun 1994/95 secara kumulatif telah tersedia sebanyak

6.984 buah puskesmas, 20.477 puskesmas pembantu, dan 3.794

buah rumah dokter (Tabel XVIII-1B). Untuk melengkapi sarana

pelayanan kesehatan yang telah ada, dilaksanakan pengadaan

peralatan antara lain meliputi peralatan medis untuk puskesmas

sebanyak 30 set, puskesmas pembantu 500 set, dan puskesmas

keliling 358 set. Selain itu untuk meningkatkan mobilitas

pelayanan dalam rangka meningkatkan cakupan kegiatan

program telah dilaksanakan pengadaan 528 buah puskesmas

keliling, dengan kendaraan bermotor roda empat sebanyak

498 buah dan perahu

Page 31: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

bermotor 30 buah. Di samping itu dilaksanakan pula pengadaan

sepeda motor sebanyak 1.500 buah.

Bagi sarana pelayanan kesehatan yang mengalami

kerusakan, telah dilaksanakan kegiatan perbaikan terhadap

1.168 buah puskesmas, termasuk 398 buah puskesmas

perawatan, 2.931 buah puskesmas pembantu, dan 528 buah

puskesmas keliling. Dalam rangka pemerataan dan peningkatan

mutu pelayanan kesehatan, melalui INPRES Sarana Kesehatan,

pemberian bantuan obat per kapita disempurnakan dengan cara

memberikan bantuan yang lebih besar terhadap penduduk di

desa tertinggal. Untuk itu, bantuan obat ditingkatkan dari Rp

625 per kapita pada tahun 1993/94 menjadi Rp 725 per kapita

pada tahun 1994/95. Kegiatan lainnya untuk meningkatkan

pemerataan dan kualitas pelayanan kesehatan dilakukan melalui

percepatan penempatan tenaga dokter, dokter gigi dan bidan

dengan pola pegawai tidak tetap (PTT). Dengan pola penempatan

PTT ini maka penyebaran tenaga bagi daerah terpencil dapat

lebih cepat dan merata, karena kepada mereka diberikan

tunjangan khusus sesuai dengan tingkat keterpencilannya. Pada

tahun 1994/95 telah ditempatkan sebanyak 3.316 orang dokter

PTT dan 896 dokter gigi PTT. Jumlah dokter PTT dan dokter

gigi PTT yang ditempatkan tersebut meningkat dari tahun

1993/94 yang berjumlah masing-masing sebanyak 1.700 orang XVIII/17

Page 32: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dan 336 orang.

Salah satu kegiatan program pelayanan kesehatan

masyarakat adalah pelayanan kesehatan keluarga. Prioritas

pelayanan kesehatan keluarga diarahkan terhadap pelayanan

kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan kontrasepsi,

pemeliharaan anak dan ibu sesudah persalinan, perbaikan gizi

dan pemberian imunisasi serta pelayanan kesehatan bagi

kelompok usia lanjut. Melalui pelayanan kesehatan keluarga,

telah dilaksanakan peningkatan pelayanan kontrasepsi

dengan metode efektif dengan cakupan sekitar 66 persen

dari

Page 33: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pasangan usia subur. Pencapaian ini telah mendekati sasaran

yang ditetapkan pada tahun pertama Repelita VI yaitu sekitar 67

persen. Selain itu telah dilaksanakan pula kegiatan simulasi

pengayoman metode kontrasepsi efektif yang telah mencakup 18

propinsi yang bertujuan untuk melestarikan pemakaian

kontrasepsi efektif. Untuk mengetahui kemungkinan terjadinya

masalah kesehatan pada ibu usia subur, dilaksanakan deteksi

secara dini kelainan reproduksi yang telah dilaksanakan di 23

propinsi. Selain tenaga dokter, pelaksana utama kegiatan

pelayanan kesehatan keluarga adalah tenaga bidan yang telah

tersebar di desa-desa. Bidan di desa berperanan besar dalam

kegiatan pelayanan kesehatan terutama pemeliharaan kesehatan

ibu dan anak, imunisasi, perbaikan gizi di perdesaan, yang

dampaknya diharapkan dapat menurunkan angka kematian ibu

melahirkan dan angka kematian bayi dan anak. Pada tahun

1994195 telah ditempatkan sebanyak 9.464 bidan PTT di desa.

Untuk mendukung kegiatan mereka diberikan bantuan alat

transpor, biaya pemondokan, biaya operasional dan peralatan

untuk bidan.

Untuk meningkatkan keterampilan petugas dalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada ibu, telah dilaksanakan

pelatihan petugas di 15 propinsi. Dalam pelayanan kesehatan

ibu, selain tenaga bidan peranan dukun bayi juga cukup penting. XVIII/18

Page 34: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Melalui pelatihan dan pembinaan secara terus menerus, tenaga

tersebut sangat membantu meningkatkan cakupan pelayanan

kesehatan terhadap ibu hamil dan ibu melahirkan. Jumlah dukun.

bayi yang telah dibina pada tahun 1994/95 sebanyak 18.676

orang, sedangkan dukun bayi yang dilatih mencakup 1.454

orang. Dibandingkan dengan jumlah dukun bayi yang dibina

pada tahun 1993/94 sebanyak 15.337 orang, maka terjadi

peningkatan sekitar 3.000 orang lebih. Sebagai dampak dari

bertambahnya tenaga bidan di desa dan makin intensifnya

pembinaan dukun bayi maka cakupan pelayanan kepada ibu

hamil pada tahun 1994/95 telah mencapai 70 persen.

Page 35: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Sasaran pelayanan lainnya dari kesehatan keluarga adalah

anak balita dan anak pra sekolah di taman kanak-kanak (TK).

Kunjungan anak balita ke sarana pelayanan kesehatan dasar dan

pos pelayanan terpadu (posyandu) pada tahun 1994/95 telah

mencakup 75 persen, sama dengan tahun sebelumnya. Di

taman kanak-kanak telah dilaksanakan pemeriksaan kesehatan

(skrining) yang dilaksanakan oleh guru-guru TK yang sebelumnya

mendapatkan pelatihan. Pelayanan kesehatan bagi usia lanjut,

merupakan kegiatan baru yang mulai dikembangkan dalam

Repelita VI. Kegiatannya meliputi pendataan dan penjaringan

kesehatan yang telah dilaksanakan sebanyak 18 kali, pelatihan

petugas dan evaluasi kegiatan untuk perumusan kegiatan ditahun

yang akan datang.

Kegiatan lainnya adalah pelayanan kesehatan anak sekolah

dan remaja. Kegiatannya diselenggarakan melalui wadah usaha

kesehatan sekolah (UKS), meliputi penjaringan anak sekolah,

pelayanan kesehatan bagi anak luar biasa (anak berkelainan)

dan pelayanan kesehatan bagi remaja. Pada tahun 1994/95 jumlah

sekolah yang telah tercakup oleh kegiatan penjaringan kesehatan

adalah sebanyak 25.000 sekolah, sedikit meningkat bila

dibandingkan dengan tahun 1993/94 yang berjumlah 24.218

sekolah.

Pelayanan kesehatan bagi anak luar biasa telah dilaksanakan

oleh 567 puskesmas di 13 propinsi, sama jumlahnya dengan

kegiatan yang dilaksanakan tahun sebelumnya. Dengan

Page 36: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

diketahuinya kelainan yang diderita oleh anak sekolah tersebut,

maka guru, orang tua dan petugas puskesmas akan bekerjasama

untuk menanggulangi kelainan tersebut. Pelayanan kesehatan

terhadap remaja dilaksanakan melalui pelak-sanaan konseling

kesehatan, penyuluhan dan pelatihan petugas yang telah

dilaksanakan di 23 propinsi.

XVIII/19

Page 37: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Penyembuhan dan pemulihan kesehatan merupakan kegiatan

yang dilaksanakan oleh puskesmas dan jaringannya. Kegiatan

rawat jalan merupakan kegiatan pokok dari pelayanan

penyembuhan dan pemulihan. Selain itu di puskesmas yang

dilengkapi dengan tempat tidur (puskesmas perawatan)

dilaksanakan pula perawatan penderita. Pada tahun 1994/95 telah

tersedia 1.371 puskesmas perawatan dengan kapasitas tempat

tidur rata-rata 5-10 tempat tidur per puskesmas. Bagi penduduk

miskin terutama di desa tertinggat, mulai tahun 1994/95 di

berikan "kartu sehat" yang dapat dipergunakan untuk

mendapatkan pelayanan penyembuhan dan pemulihan kesehatan

di puskesmas dan/atau rumah sakit secara cuma-cuma.

Pemberian kartu sehat ini tidak hanya untuk berobat saja, namun

menggugah mereka yang menerimanya untuk lebih banyak

memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya.

Dalam upaya peningkatan kesehatan mata, telah

dilaksanakan pelayanan kesehatan mata di sekitar 1.000

puskesmas. Untuk meningkatkan kesegaran jasmani masyarakat

terutama golongan usia sekolah, usia produktif, atlit dan

golongan usia lanjut, dilaksanakan kesehatan olah raga.

Kegiatannya berupa penyuluhan kesehatan olah raga yang

dilaksanakan oleh petugas puskesmas. Selain itu dilaksanakan

pula pelatihan bagi petugas yang akan menangani kesehatan olah XVIII/20

Page 38: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

raga baik di tingkat pusat maupun di daerah. Untuk

meningkatkan prestasi atlit, maka ditingkat pusat telah

dilaksanakan pembinaan kesehatan bagi para atlit bekerjasama

dengan KONI pusat.

3) Program Kesehatan Rujukan dan Rumah Sakit

Program ini bertujuan untuk meningkatkan mutu, cakupan,

dan efisiensi pelayanan kesehatan di rumah-rumah sakit serta

memantapkan sistem pelayanan rujukan dari puskesmas ke

rumah sakit kabupaten, rumah sakit propinsi dan rumah sakit di

tingkat pusat.

Page 39: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Kegiatan peningkatan pelayanan kesehatan rujukan dan rumah

sakit yang telah dilaksanakan antara lain meliputi: pembangunan

dan rehabilitasi gedung rumah sakit; perbaikan dan penggantian

serta pengadaan peralatan medis berdasarkan standar pelayanan di

masingmasing rumah sakit; penambahan dan pemerataan

persebaran tenaga dokter ahli; penyediaan bantuan obat-obatan; dan

peningkatan biaya operasional serta pemeliharaan rumah sakit.

Selain itu dilaksanakan pula peningkatan keterampilan

petugas di berbagai bidang pelayanan di semua unit

pelayanan rujukan, dimulai dari tingkat kabupaten dengan

rumah sakit kelas D, C, serta rumah sakit kelas B dan A yang pada

umumnya terletak di tingkat propinsi dan pusat.

Secara keseluruhan jumlah rumah sakit pada tahun 1994/95

tercatat sebanyak 1.741 buah dengan 128.708 tempat tidur yang

terdiri dari: 835 rumah sakit umum (RSU) dengan 98.952 tempat

tidur dan 906 rumah sakit khusus (RSK) dengan 29.756 tempat

tidur (Tabel XVIII-2). Hal ini menunjukkan adanya penambahan

jumlah sebanyak 68 rumah sakit dengan 2.727 tempat tidur jika

dibandingkan dengan tahun 1993/94.

Untuk meningkatkan jenis dan mutu pelayanan di rumah sakit

dilakukan penempatan 409 tenaga dokter ahli dari empat keahlian

dasar yaitu ahli bedah, ahli anak, ahli penyakit dalam dan ahli

kebidanan dan kandungan di berbagai rumah sakit terutama di

rumah sakit kelas D dan C. Selain itu, untuk mempercepat

penempatan dokter ahli di rumah sakit kabupaten di daerah

Page 40: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

terpencil telah disedia- kan beasiswa untuk mengikuti pendidikan

dokter ahli, khususnya 4 keahlian dasar tersebut. Setelah lulus

pendidikan mereka diwajibkan untuk menjalankan masa baktinya

di rumah sakit kabupaten. Guna memfungsikan para dokter ahli

tersebut secara optimal, disediakan pula 441 paket peralatan

dokter spesialis, 145 paket peralatan keahlian

XVIII/21

Page 41: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dasar, dan 125 paket peralatan untuk tiga keahlian penunjang

(ahli anestesi, ahli radiologi dan ahli laboratorium). Untuk

meningkatkan kemampuan pelayanan di berbagai rumah sakit

diadakan 1.652 unit peralatan medik, 1.884 unit peralatan

nonmedik dan 36 unit kendaraan/ambulans. Selain itu diberikan

pula bantuan obat-obatan dan peralatan medik kepada 23 rumah

sakit swasta, terutama yang berlokasi di propinsi-propinsi di luar

pulau Jawa dan Bali.

Sejak tahun 1990/91, disediakan biaya operasional dan

pemeliharaan rumah sakit (OPRS) dengan tujuan untuk

meningkatkan penampilan fisik rumah sakit dan mutu pelayanati

seluruh rumah sakit pemerintah baik pusat maupun daerah. Pada

tahun 1994/95 telah disediakan biaya OPRS bagi 405 rumah sakit

sebesar Rp 57,9 milyar.

Salah satu alternatif untuk mewujudkan kemandirian rumah

sakit adalah melalui unit swadana. Dengan unit swadana

dimungkinkan terjadinya subsidi silang kepada rumah sakit yang

lemah, sedangkan rumah sakit yang telah mandiri dapat

meningkatkan mutu pelayanannya. Demikian pula di rumah sakit

unit swadana dimungkinkan subsidi silang antara penderita yang

mampu kepada yang kurang mampu. Sampai dengan tahun 1994?

telah terdaftar sebanyak 10 rumah sakit vertikal yang menjadi XVIII/22

Page 42: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

unit swadana.

Pada tahun 1994/95 penyelesaian pembangunan RS Dr.

Wahidin Soediro Husodo di Ujung Pandang, RS Malalayang

Manado dan RS Adam Malik Medan terus dilanjutkan.

Sedangkan RS Purwokerto dan RS Muwardi Solo baru memasuki

tahap akhir penyelesaian pembangunan gedungnya. Di samping

itu telah diselesaikan rehabilitasi/renovasi serta penambahan

bangunan untuk 147 RS dimana 17 RS terdapat di Propinsi

Kalimantan Tengah, Jambi, dan Maluku. Penambahan peralatan

medik dan non medik serta perbaikan peralatan

Page 43: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dilaksanakan pula pada 20 rumah sakit di propinsi Sumatera

Utara, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.

Dalam rangka peningkatan kelas rumah sakit dari kelas D

menjadi kelas C, dilaksanakan studi kelayakan terhadap 10

rumah sakit, dan penyusunan rencana induk (master plan) bagi

8 rumah sakit. Sedangkan untuk lebih meningkatkan kualitas

kesehatan lingkungan di rumah sakit, telah dilaksanakan pula

pembangunan instalasi air limbah bagi 8 rumah sakit.

Untuk pelayanan penderita kusta telah dilaksanakan

rujukan dokter ahli bedah kusta guna memberikan pelayanan

bedah rekonstruksi di 10 rumah sakit kusta binaan. Di samping

itu diadakan juga pelatihan paramedis bidang pelayanan penyakit

kusta, rehabilitasi gedung dan prasarana lingkungan, serta

pengadaan peraratan di RS Kusta Sitanala, RS Kusta Sungai

Kundur dan RS Kusta Ujung Pandang.

4) Program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit

Tujuan dari program pencegahan dan pemberantasan

penyakit adalah menurunkan angka kematian dan angka

kesakitan serta rnengurangi akibat buruk penyakit, baik yang

menular maupun tidak menular. Kegiatan pokok dari program

ini meliputi pengamatan penyakit, pengobatan penderita,

pemberantasan vektor penyakit, imunisasi dan penanggulangan

kejadian luar biasa dan wabah penyakit. Kegiatan pokok tersebut

Page 44: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dilaksanakan secara terpadu dengan program kesehatan lainnya,

terutama dengan program pelayanan kesehatan masyarakat

yang didukung oleh partisipasi masyarakat, termasuk dunia

usaha. Beberapa kegiatan program pencegahan dan

pemberantasan penyakit pada tahun pertama Repelita VI adalah

sebagai berikut.

XVIII/23

Page 45: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Upaya pemberantasan penyakit malaria meliputi penemuan

dan pengobatan penderita yang telah dilaksanakan terhadap

sekitar 5,7 juta penderita. Selain itu telah dilaksanakan

penyemprotan rumah penduduk dengan insektisida jenis

Fenetrothion yang mencakup sekitar 1,7 juta rumah (Tabel

XVIII-3). Jumlah rumah yang disemprot pada tahun 1994/95

meningkat dari tahun sebelumnya, yaitu lebih dari 200 ribu

rumah. Penyemprotan rumah di daerah rawan penyakit malaria

di Jawa dan Bali, yang semula menggunakan jenis insektisida

DDT, diganti oleh jenis insektisida yang mudah terurai yaitu

Fenetrothion, Karbamat dan L-Sihalothrin. Tujuan penggantian

ini untuk mengurangi dampak negatif dari penggunaan DDT

terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Peningkatan

kegiatan penyemprotan dan pengobatan penderita telah berhasil

menurunkan angka kesakitan penyakit malaria di Jawa dan Bali

menjadi 0,17 per 1.000 penduduk pada tahun 1994/95. Angka

kesakitan ini lebih rendah dari angka tahun sebelumnya yaitu

0,19 per 1.000 penduduk. Namun demikian penyakit ini masih

merupakan masalah di luar Jawa dan Bali, sehingga

pemberantasannya perlu terus ditingkatkan.

Penyakit menular lainnya yang perlu ditingkatkan

pemberantasannya adalah penyakit demam berdarah dengue

(DBD). Penyakit ini dari tahun ke tahun penyebarannya makin XVIII/24

Page 46: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

meluas. Sejak pertama kali dilaporkan tahun 1968 di Surabaya

dan Jakarta, sampai pada akhir Repelita V penyakit ini telah

menyebar ke 20 propinsi dan mencakup 170 Dati II. Pada tahun

1994/95 penyebarannya meluas lagi sehingga semua propinsi

telah terjangkit dan mencakup 217 Dati II. Meluasnya

penyebaran penyakit ini sejalan dengan meningkatnya arus

transportasi antar wilayah dan makin padatnya jumlah penduduk

serta belum baiknya kesehatan lingkungan. Untuk

menanggulangi penyakit ini upaya yang dilakukan antara lain

berupa abatisasi dan penyemprotan masal di tempat-tempat

pembiakan nyamuk Aedes

Page 47: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Aegypti serta pengasapan (fogging) di rumah-rumah yang

tersangka menjadi sarang nyamuk. Pada tahun 1994/95, kegiatan

abatisasi masal telah dilaksanakan terhadap sekitar 2,5 juta

rumah, dan pengasapan terhadap sekitar 5,5 juta rumah (Tabel

XVIII-3). Kegiatan pengasapan ini, meningkat dari tahun 1993/94

yang mencakup sekitar 2,6 juta rumah. Peningkatan ini

dilaksanakan untuk mengantisipasi perluasan penyebaran penyakit

menurut siklus empat tahunan. Angka kesakitan DBD pada tahun

1994/95 masih cukup tinggi yaitu sekitar 9,7 per 100.000

penduduk, yang berarti upaya pemberantasannya perlu terus

ditingkatkan.

Di samping penyakit malaria dan DBD, penyakit tuberkulosa

paru (TB-Paru), merupakan penyakit menular yang banyak

diderita oleh masyarakat terutama penduduk miskin. Pada

pertengahan Repelita V perhatian WHO terhadap penyakit ini

meningkat. Hal ini sejalan dengan meluasnya penyebaran penyakit

AIDS yang berdampak menurunkan daya tahan tubuh sehingga

penderita lebih mudah terjangkit penyakit tuberkulosa paru.

Untuk itu WHO telah menetapkan strategi global pemberantasan

penyakit TB-Paru. Dalam strategi tersebut ditetapkan target

cakupan penanggulangan TB-Paru sebesar 70 persen dengan

angka kesembuhan sebesar 85 persen. Sejalan dengan strategi

tersebut, maka mulai tahun 1994/95 telah dilaksanakan perbaikan

dalam penanggulangan penyakit ini yang meliputi cara

menemukan penderita, dan cara pengobatannya. Peralatan untuk

diagnosa penderita yang sebelumnya menggunakan mikroskop

monokuler, diganti menjadi mikroskop binokuler. Pengawasan

atas keteraturan minum obat diperketat sehingga diharapkan

Page 48: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

angka kesembuhan dapat ditingkatkan, sesuai pedoman

pemakaian obat yang dianjurkan WHO. Pada tahun 1994/95 telah

dilaksanakan pemeriksaan terhadap sekitar 292 ribu sediaan dahak

dan pengobatan terhadap sekitar 26,6 ribu penderita (Tabel

XVIII-3). Jumlah penderita yang diobati ini lebih kecil dari tahun

1993/94 yang

XVIII/25

Page 49: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

berjumlah sekitar 68 ribu penderita. Penurunan ini antara lain

disebabkan karena cara diagnosa yang lebih baik dan dengan

memperhitungkan kemampuan sarana, tenaga pelaksana,

kelengkapan alat, dan pengawasan yang lebih ketat terhadap

keteraturan minum obat sehingga dapat menghasilkan tingkat

kesembuhan di atas 85 persen. Upaya pemberantasan TB-Paru

diintegrasikan dengan upaya yang dilaksanakan di balai

pengobatan penyakit paru (BP4) dan rumah sakit. Selain itu

kerjasama dengan perkumpulan pemberantasan tuberkulosa

Indonesia (PPTI) terus ditingkatkan.

Penyakit menular lainnya yang penting ditanggulangi

adalah infeksi saluran nafas akut (ISPA), yang mencakup

saluran nafas bagian atas dan bagian bawah. Penyakit ini

merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan

kematian bayi dan anak. Kegiatannya meliputi penemuan dan

pengobatan penderita yang dilaksanakan melalui puskesmas

dan jaringannya. Untuk penanganan kasus ISPA yang berat,

dilaksanakan kegiatan rujukan ke rumah sakit. Jumlah penderita

yang ditemukan dan diobati pada tahun 1994/95 sekitar

572.477 ribu orang.

Seperti halnya penyakit ISPA, penyakit diare merupakan

penyakit menular yang menyebabkan tingginya angka kematian XVIII/26

Page 50: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

bayi dan anak. Penyebab penyakit diare berkaitan erat dengan

keadaan kesehatan lingkungan yang masih rendah dan perilaku

masyarakat yang kurang mendukung hidup sehat. Kegiatan

pemberantasan penyakit ini meliputi penyuluhan kesehatan dan

penemuan serta pengobatan penderita. Penyuluhan

dilaksanakan terutama melalui puskesmas dan jaringannya serta

posyandu dengan penekanan pada upaya pencegahan seperti

membiasakan minum air yang telah dimasak, cara

menggunakan oralit, cara membuat larutan gula garam sebagai

pengganti oralit, dan cara memelihara lingkungan yang sehat.

Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan penemuan dan

pengobatan

Page 51: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

terhadap sekitar 2,6 juta penderita diare. Jumlah ini lebih rendah

dari tahun 1993/94 yaitu sekitar 4,1 juta orang penderita.

Menurunnya jumlah penderita yang ditemukan dan diobati,

antara lain berkaitan dengan makin meningkatnya kesadaran

masyarakat terhadap upaya pencegahan penyakit ini.

Penyakit menular yang menunjukkan kecenderungan meluas

penyebarannya adalah penyakit AIDS. Sejak ditemukan pertama

kali di Indonesia pada tahun 1987 sampai dengan 31 Maret 1995,

tercatat sebanyak 218 orang penderita terinfeksi virus penyebab

penyakit ini (virus HIV) dan 70, orang menderita AIDS di

Indonesia. Kegiatan penanggulangan AIDS diintegrasikan dengan

pemberantasan penyakit kelamin. Kegiatannya antara lain

meliputi sero survai AIDS dan sifilis serta pemeriksaan

(skrining) donor darah. Di samping itu kegiatan penyuluhan

tentang upaya pencegahan AIDS melalui media massa terus

diintensifkan. Pada tahun 1994/95, kegiatan sero survai AIDS

dan sifilis mencakup 52.825 sampel. Selain itu telah

dilaksanakan pula pemeriksaaan (skrining) terhadap 703.369 kolf

darah yang akan ditransfusikan. Dengan demikian darah yang

akan ditransfusikan dijaga agar terbebas dari virus HIV. Kegiatan

pemeriksaan darah ini meningkat dari tahun 1993/94 yaitu

sebanyak 669.951 kolf darah. Dalam upaya penanggulangan AIDS

secara lintas sektor, telah dibentuk komisi penanggulangan AIDS

yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 36 tahun

Page 52: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

1994. Atas dasar Keppres tersebut telah disusun Program

Nasional Penanggulangan HIV/AIDS Repelita VI, yang akan

merupakan landasan/pedoman bagi semua instansi pemerintah

maupun swasta serta organisasi masyarakat dalam upaya

penanggulangan HIV/AIDS.

Kegiatan imunisasi merupakan kegiatan penting dibidang

pencegahan dan pemberantasan penyakit dalam upaya

mempercepat

XVIII/27

Page 53: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

penurunan angka kesakitan, kematian bayi dan anak. Sasaran

cakupan imunisasi dasar (BCG, DPT, polio, campak) secara

internasional telah ditetapkan pada konferensi tingkat tinggi anak

sedunia (World Summit for Children). Pada konferensi tersebut

ditetapkan bahwa sasaran imunisasi dasar minimal harus

mencakup 80 persen dari sasaran, dikenal dengan sasaran

Universal Child Immunization (UCI). Pada tahun 1994/95 rata-

rata pencapaian sasaran nasional kegiatan imunisasi campak

lengkap pada bayi sebesar 92 persen. Hal ini berarti secara

nasional, sasaran UCI telah dilampaui. Untuk meningkatkan

cakupan dan mutu kegiatan imunisasi, maka dukungan peralatan,

vaksin, pelatihan petugas dan kegiatan operasional terus

ditingkatkan.

Upaya pemberantasan penyakit menular lainnya seperti

penyakit kaki gajah (filariasis), demam keong (schistosomiasis),

gila anjing (rabies), pes, kusta, patek (frambusia) dilanjutkan

dan ditingkatkan. Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan

pengobatan masal terhadap sekitar 190 ribu penderita kaki gajah.

Di Lembah Lindu dan Napu, propinsi Sulawesi Tenggara telah

dilaksanakan pengobatan masal terhadap 2.075 penderita demam

keong, selama 6 bulan dengan praziquantel. Selain itu

dilaksanakan pula kegiatan penyuluhan, penyediaan sarana air

bersih dan jamban serta pemberantasan fokusfokus keong XVIII/28

Page 54: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

penular. Kegiatan penanggulangan rabies dilaksanakan melalui

vaksinasi hewan sebanyak 716.940 ekor dan vaksinasi pada

manusia sebanyak 7.059 orang. Pemberantasan penyakit rabies,

dilaksanakan secara terpadu melibatkan unsur Departemen

Dalam Negeri, Departemen Kesehatan dan Departemen

Pertanian Ditjen. Peternakan. Pemberantasan penyakit pes hanya

dilaksanakan di daerah fokus pes yaitu di kabupaten-kabupaten

Boyolali, Pasuruan dan Sleman. Kegiatannya meliputi

pengumpulan sediaan (spesimen) dan pengobatan terhadap

tersangka.

Page 55: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

5) Program Perbaikan Gizi

Tujuan dari program perbaikan gizi adalah meningkatkan

mutu gizi konsumsi pangan sehingga berdampak pada perbaikan

keadaan gizi masyarakat. Kegiatan utama program ini meliputi

penyuluhan gizi masyarakat, usaha perbaikan gizi keluarga

(UPGK), upaya perbaikan gizi institusi dan peningkatan

penerapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).

Penyuluhan gizi masyarakat bertujuan untuk

memasyarakatkan pengetahuan gizi secara luas, guna

menanamkan sikap dan perilaku yang mendukung kebiasaan

hidup sehat dengan makanan yang bermutu gizi seimbang bagi

masyarakat. Untuk melaksanakan penyuluhan gizi telah disusun

pedoman umum gizi seimbang (PUGS). Pedoman ini merupakan

pegangan bagi petugas kesehatan dan petugas sektor terkait lainnya

serta masyarakat luas tentang perilaku konsumsi makanan yang

sesuai dengan kaidah umum gizi.

Untuk menyebarluaskan informasi tentang PUGS, dalam

tahun 1994/95 telah dilaksanakan pelatihan untuk pelatih sebanyak

52 orang. Selain itu telah dilaksanakan pula pelatihan tentang

peningkatan penggunaan air susu ibu (ASI) secara eksklusif

terhadap 268 orang petugas.

Kegiatan lainnya berupa pelatihan bagi petugas gizi di daerah

Page 56: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

termasuk organisasi wanita dan lembaga swadaya masyarakat

(LSM). Materi pelatihan antara lain meliputi: PUGS, hidangan

bergizi spesifik daerah, peningkatan penggunaan ASI, teknologi

tepat guna pengolahan pangan dan komunikasi informasi dan

edukasi (KIE) gizi. Untuk mendukung kegiatan penyuluhan gizi

telah dilaksanakan pengadaan dan distribusi materi penyuluhan

gizi berupa media cetak

XVIII/29

Page 57: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

(leaflet, booklet, poster) maupun media elektronik (video, filler,

radiospot,.kaset dan sebagainya).

Penyebarluasan informasi dilaksanakan melalui penayangan

di TVRI sebanyak 46 kali dan drama seri di RRI dan kuis

sebanyak 46 kali. Di samping itu telah pula dikembangkan

kegiatan pemasaran sosial tentang pemanfaatan garam

beriodium, peningkatan konsumsi makanan sumber vitamin A

dan zat besi serta peningkatan penggunaan ASI secara eksklusif.

Usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK) merupakan gerakan

sadar gizi masyarakat, bertujuan memacu upaya masyarakat agar

mampu memenuhi kebutuhan gizinya, melalui pemanfaatan

aneka ragam pangan sesuai dengan kemampuan ekonomi

keluarga dan lingkungan masyarakat setempat. Kegiatannya

meliputi penyuluhan gizi masyarakat perdesaan, pelayanan gizi

di posyandu dan peningkatan pemanfaatan lahan pekarangan.

Penyuluhan gizi masyarakat pedesaan dilaksanakan di

posyandu yang tersebar di seluruh desa. Pada tahun 1994/95

jumlah posyandu yang melaksanakan penyuluhan gizi adalah

sebanyak 250.262 posyandu, meningkat dari keadaan tahun

1993/94 yaitu sebanyak 244.843 posyandu. Sasaran penyuluhan

adalah ibu balita, ibu hamil dan ibu menyusui serta wanita usia XVIII/30

Page 58: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

subur yang datang ke posyandu. Pelaksana penyuluhan adalah

para kader di bawah bimbingan petugas kesehatan dan petugas

sektor lainnya seperti petugas pertanian, BKKBN, agama,

pamong desa dan penggerak PKK. Selain di posyandu,

penyuluhan gizi juga dilaksanakan di luar posyandu dengan

menggunakan pendekatan kelompok antara lain melalui

kelompok pengajian, arisan, kelompok wanita tani, PKK dan

kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa (Kelompencapir).

Page 59: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pelayanan gizi di posyandu, terutama ditujukan kepada

kelompok masyarakat yang rawan gizi yaitu wanita pranikah, ibu

hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita. Posyandu merupakan

ujung tombak dalam penanggulangan masalah gizi kurang seperti

kurang vitamin A (KVA), gangguan akibat kurang iodium

(GAKI), anemia gizi besi (AGB) dan kurang energi protein

(KEP). Kegiatan pemantauan pelayanan gizi di posyandu antara

lain meliputi pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak,

pemberian paket pelayanan gizi, pemberian makanan tambahan

dan pemantauan dini terhadap perkembangan kehamilan.

Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak,

dilaksanakan melalui penimbangan berat badan bayi dan balita

secara teratur sekali sebulan, yang hasilnya dapat diamati melalui

kartu menuju sehat (KMS). Pemberian paket pertolongan gizi

antara lain berupa pemberian kapsul iodium terhadap sekitar

12,4 juta penduduk terutama yang bertempat tinggal di desa

endemik berat dan sedang. Selain itu dilaksanakan pula

penyuluhan gizi untuk meningkatkan konsumsi garam beriodium.

Dalam upaya menanggulangi masalah AGB pada ibu hamil telah

didistribusikan tablet besi kepada sekitar 2,4 juta ibu hamil.

Prioritas pemberian tablet besi diberikan terhadap ibu hamil yang

mempunyai risiko tinggi di desa tertinggal. Selain itu telah

dilaksanakan pula kegiatan pemasaran sosial untuk meningkatkan XVIII/31

Page 60: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

konsumsi bahan makanan sumber zat besi.

Walaupun masalah KVA yang diukur dengan besarnya

prevalensi Xerophthalmia sudah sangat rendah, namun prevalensi

KVA diukur dari kadar serum vitamin A yang rendah masih

memprihatinkan yang akan rnengancam keberhasilan

penanggulangan Xerophthalmia. Untuk mempertahankan

keberhasilan tersebut, masih diperlukan pemberian kapsul vitamin

A dosis tinggi terhadap anak balita dan ibu nifas. Pada

Page 61: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

tahun 1994/95 telah didistribusikan kapsul vitamin A kepada

sekitar 11,8 juta anak balita.

Pemberian makanan tambahan untuk anak balita yang

menderita KEP, kegiatannya dikaitkan dengan pemanfaatan

lahan pekarangan melalui program diversifikasi pangan dan gizi

dari sektor pertanian. Kegiatan pemberian makanan tambahan

diupayakan menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat

setempat.

Kegiatan utama lainnya dari program perbaikan gizi adalah

usaha perbaikan gizi institusi (UPGI). Kegiatan ini bertujuan

untuk meningkatkan keadaan gizi kelompok masyarakat yang

berada di suatu lembaga atau institusi tertentu. Institusi yang

dimaksud adalah yang mengelola dan melaksanakan pelayanan

gizi bagi warganya. Perhatian diberikan terutama kepada lembaga

pendidikan, khususnya SD termasuk pesantren di daerah miskin,

dan panti-panti sosial. Kegiatan UPGI antara lain meliputi

pembinaan teknis, pelatihan, penyuluhan dan intervensi gizi.

Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan pemberian makanan

tambahan bagi anak sekolah (PMT-AS) di 891 buah sekolah dasar

dan madrasah ibtidaiyah, di semua propinsi, kecuali DKI Jakarta

yang mencakup sekitar 42,3 ribu anak. PMT-AS XVIII/32

Page 62: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

diselenggarakan oleh petugas kesehatan dan pendidikan bekerja

sama dengan orang tua murid dan masyarakat. Dalam paket

PMT-AS, selain pengadaan bahan makanan diberikan pula obat

cacing dan tablet besi. Has i l evaluasi sementara dari PMT-AS

antara lain menyimpulkan bahwa keadaan gizi anak sekolah

telah makin baik yang ditunjukkan oleh meningkatnya berat

badan dan tinggi badan anak, menurunnya prevalensi cacingan

dari 67 persen menjadi 40 persen, dan meningkatnya prestasi

belajar.

Page 63: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pelatihan UPGI telah diikuti oleh 60 orang pengelola gizi

perusahaan, 30 orang petugas pusat latihan olah raga, 120 orang

petugas rumah tahanan/lembaga pemasyarakatan, 60 orang

petugas panti sosial, 45 orang petugas jasa boga dan 60 orang

petugas pesantren. Untuk mendukung pelaksanaan kegiatan

UPGI, telah disusun berbagai buku pedoman dan materi gizi

lainnya.

Kegiatan program perbaikan gizi .lainnya adalah sistem

kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG). Di sektor kesehatan

kegiatan SKPG meliputi pemantauan status gizi (PSG) balita

sekali setahun, pengukuran tinggi badan anak baru sekolah

(TBABS), pemantauan konsumsi masyarakat tingkat kecamatan

dan jaringan informasi pangan dan gizi (JIPG).

Kegiatan PSG di posyandu telah diujicobakan pada tahun

1992/93 di 6 propinsi yaitu Jawa Timur, Bali, NTB, NTT,

Sulawesi Utara dan Kalimantan Barat. Uji coba tersebut

menunjukkan bahwa PSG di posyandu dapat memberikan

gambaran keadaan gizi anak balita di tingkat kecamatan. Pada

tahun 1994/95 PSG di Posyandu telah dilaksanakan di seluruh

kecamatan di 27 propinsi. Salah satu cara untuk mengetahui

perkembangan dan pertumbuhan fisik penduduk adalah melalui

pengukuran TBABS. Pada tahun 1994/95 pengukuran TBABS

telah dilaksanakan di 18.224 sekolah dasar dan madrasah di

seluruh Indonesia. Sebanyak 77,5 persen anak masuk sekolah

berumur 6-7 tahun. Secara umum tinggi badan rata-rata anak laki-

Page 64: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

laki adalah 114,9 cm dan perempuan 114,0 cm. Tinggi badan

rata-rata anak laki-laki baru masuk sekolah mencapai 91 persen

dan anak perempuan sebesar 90,6 persen dari masing-masing

bahan rujukan NCHS-WHO. Pada umumnya anak yang tinggal di

perkotaan mempunyai tinggi badan yang lebih baik

dibandingkan dengan anak yang tinggal di daerah perdesaan.

Prevalensi gangguan pertumbuhan

XVIII//33

Page 65: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pada anak sekolah adalah 18 persen di perkotaan dan 32 persen

di perdesaan.

6) Program Pengawasan Obat dan Makanan

Program ini bertujuan: pertama, tersedianya obat dan alat

kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat yang

didukung oleh industri farmasi dan alat kesehatan yang maju dan

mandiri; kedua, terlindungnya masyarakat dari penggunaan

sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang tidak

memenuhi ketentuan standar dan persyaratan kesehatan lainnya;

ketiga, terlindungnya masyarakat dari bahaya penyalahgunaan

dan kesalahgunaan obat, narkotik, dan zat adiktif, serta bahan

berbahaya lainnya; dan keempat, meningkatnya penggunaan obat

tradisional yang terbukti bermanfaat untuk pelayanan kesehatan

sejalan dengan program pengembangan pengobatan tradisional.

Dalam upaya menyediakan obat yang makin merata, bermutu

dan terjamin khasiatnya serta terjangkau harganya oleh

masyarakat luas pemanfaatan obat generik dilanjutkan dan

ditingkatkan. Pada tahun 1994/95 penjualan obat generik pada

sektor swasta telah meningkat menjadi 70 persen dari total

penjualan obat generik secara nasional. Nilai penjualan obat

generik pada tahun 1994/95 mencapai sekitar Rp 81,12 milyar, XVIII//34

Page 66: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

jauh meningkat bila dibandingkan nilai pada tahun 1993/94

sekitar Rp 63,9 milyar.

Guna meningkatkan kemampuan pengelolaan obat di Dati II

dan puskesmas telah dilaksanakan peningkatan sarana, prasarana

dan sumber daya manusianya. Pada tahun 1994/95 telah

dibangun 1 gudang farmasi di Kodya Denpasar. Di camping itu

telah dilaksanakan pelatihan tenaga pengelola obat di Gudang

Farmasi Kabupaten (GFK) dan puskesmas sebanyak 1.049 orang.

Page 67: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Untuk melindungi masyarakat dari bahaya produk obat,

makanan, kosmetika, alat kesehatan dan obat tradisional yang

tidak memenuhi syarat kesehatan maka dilakukan pengendalian

mutu secara menyeluruh. Pengendalian mutu tersebut mencakup

cara pembuatan yang baik, penilaian produk sebelum dan

sesudah beredar, penetapan standar mutu, pengujian

laboratorium, pemeriksaan sarana produksi dan distribusi. Pada

tahun 1994/95 semua obat yang diproduksi di Indonesia hams

memenuhi persyaratan cara-cara pembuatan obat yang baik

(CPOB). Penilaian data teknis pendaftaran telah dilakukan

terhadap 1482 jenis obat, 4.384 jenis makanan, 1.282 jenis alat

kesehatan dan 1.272 jenis obat tradisional. Sebagai standar

dalam upaya pengendalian mutu telah disusun buku persyaratan

mutu mencakup 959 monografi obat, 200 monografi bahan

makanan tambahan, 208 monografi kosmetika dan 60

monografi obat tradisional.

Pengujian laboratorium terhadap obat, makanan, bahan dan

alat kesehatan dilakukan di Balai Pengawasan Obat dan

Makanan (Balai POM) di 27 propinsi dan Pusat Pengawasan

Obat dan Makanan (PPOM). Pengujian itu dilakukan untuk

memastikan apakah produk yang beredar telah memenuhi

persyaratan yang ditetapkan. Bagi produk yang sampelnya tidak

XVIII//35

Page 68: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

memenuhi persyaratan, dilakukan penarikan kembali dari

peredaran untuk selanjutnya dimusnahkan. Pada tahun 1994/95

telah dilakukan pengujian terhadap 15.881 sampel obat, 1.167

sampel makanan dan minuman, 6.431 sampel kosmetika dan alat

kesehatan serta 5.579 sampel obat tradisional. Kegiatan

pengujian ini meningkat dari tahun 1993/94 yang baru

mencakup 1.710 sampel obat, 2.600 sampel kosmetika dan alat

kesehatan serta 250 sampel obat tradisional.

Page 69: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pemeriksaan sarana produksi dan distribusi dilakukan oleh

tenaga pemeriksa untuk memastikan apakah ketentuan yang

berlaku dilaksanakan secara tertib. Pada tahun 1994/95 telah

dilaksanakan pemeriksaan terhadap 3.394 sarana poduksi dan

distribusi obat, 1.032 sarana produksi dan distribusi kosmetika

dan alat kesehatan serta 653 sarana produksi dan distribusi obat

tradisional. Atas dasar pemeriksaan tersebut telah dilaksanakan

penyidikan 444 kasus dibidang obat dan makanan, dan 13 kasus

diantaranya telah diputuskan oleh pengadilan. Jumlah kasus yang

disidik meningkat dari tahun 1993/94 yang mencakup 312 kasus.

Pembinaan dan pengembangan dimensi ekonomi industri

farmasi terus ditingkatkan untuk menunjang pembangunan

sektor ekonomi. Pada tahun 1994/95 tercatat sebanyak 224

industri farmasi dan 1.355 pedagang besar farmasi (PBF). Nilai

ekspor obat telah mencapai lebih dari 43 juta dollar AS. Untuk

memperkuat struktur industri farmasi dalam negeri, telah

dilaksanakan produksi bahan baku obat di dalam negeri dengan

ilai produksi sekitar 10,1 persen dari nilai kebutuhan bahan baku

nasional.

7) Program Pembinaan Pengobatan Tradisional

Program ini bertujuan untuk menggali dan meningkatkan XVIII//36

Page 70: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pendayagunaan obat dan cara pengobatan tradisional, baik

secara tersendiri atau terpadu dalam pelayanan kesehatan

paripurna guna mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

optimal. Program ini baru dilaksanakan pada Repelita VI,

dengan demikian kegiatannya masih terbatas. Pada tahun

1994/95 telah dibentuk satu sentra pengembangan dan penerapan

pengobatan tradisional (Sentra P3T) di Surabaya. Kegiatannya

antara lain mencakup renovasi gedung, pengadaan peralatan,

pelatihan tenaga dan pengkajian metode pengobatan tradisional.

Dalam rangka penyusunan pola pembinaan

Page 71: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pengobatan tradisional, telah dilaksanakan pertemuan

konsultasi pengelola program di 27 propinsi dan pembentukan

forum komunikasi lintas program dan lintas sektor baik di

tingkat pusat maupun di propinsi.

Untuk mengetahui potensi tenaga pengobat tradisional,

telah dilaksanakan inventarisasi tenaga pengobat tradisional di

3.625 wilayah kerja puskesmas yang tersebar di seluruh

Indonesia. Melalui inventarisasi tersebut, telah tercatat 184.818

tenaga pengobat tradisional. Selanjutnya kepada tenaga tersebut

secara bertahap dilaksanakan pembinaan langsung melalui

serangkaian sarasehan, yang jumlahnya telah mencakup 4.500

orang tenaga pengobat tradisional di 300 kecamatan dari 300

daerah tingkat dua (Dati II). Kegiatan lainnya adalah

pelaksanaan penggalian dan dokumentasi pengobatan

tradisional warisan pusaka Nusantara yang telah dilaksanakan di

3 propinsi yaitu Irian Jaya, Sumatera Utara dan Jawa Tengah.

Dalam upaya meningkatkan kemandirian hidup sehat, telah

dilaksanakan pelatihan akupresur bagi 80 orang kader di

propinsi Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan. Dalam

program ini, kegiatan penyebarluasan informasi mempunyai

peranan penting, dan untuk itu telah diadakan dan

disebarluaskan buku pedoman petugas "Pembinaan Pengobatan

Tradisional" dan buku "Peningkatan Peran Pengobat Tradisional

dalam Pembangunan Kesehatan" masing-masing sebanyak 2.500

buah buku.

Page 72: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

b. Program Penunljang

1) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Bersih

Di sektor kesehatan program ini bertujuan meningkatkan

pengamanan kualitas air bagi berbagai kebutuhan dan

kehidupan penduduk, baik yang berada di perdesaan

maupun di perkotaan.

XVIII//37

Page 73: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Kegiatan pokok dari program ini meliputi pembakuan dan

pengaturan kualitas air, pengawasan kualitas air, perbaikan

kualitas air, dan pembinaan pemakai air serta kegiatan

pendukung.

Kegiatan pengawasan kualitas air bertujuan untuk

mengetahui gambaran keadaan sanitasi sarana dan kualitas air

sebagai data dasar untuk rekomendasi dalam pengamanan

kualitas air. Hasil pemeriksaan sanitasi pada tahun 1994/95

menunjukkan bahwa sarana air bersih dengan tingkat resiko

pencemaran amat tinggi adalah sebesar 8,2 persen, tinggi 22,8

persen, sedang 37,2 persen dan rendah 31,7 persen. Untuk

mengetahui kualitas air secara sederhana yang mencakup aspek

fisik dan kimia di lapangan telah digunakan alat uji kualitas air

sederhana. Sedangkan untuk pemeriksaan lengkap dilakukan di

laboratorium pemeriksaan kualitas air di Dati II, di Balai

Laboratorium Kesehatan Propinsi dan di Balai Teknik

Kesehatan Lingkungan (BTKL). Pada tahun 1994/95 telah

dilaksanakan pengadaan alat pemeriksaan kualitas bakteriologis

air (Paket A) sebanyak 86 paket dan alat uji kualitas air untuk

puskesmas di daerah terpencil sebanyak 116 paket. Untuk

melaksanakan kegiatan pemeriksaan kualitas air telah dilatih

sebanyak 240 orang tenaga. Dari hasil analisis bakteriologis

terhadap sejumlah sampel air diketemukan bahwa air yang XVIII//38

Page 74: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

memenuhi syarat kesehatan sebanyak 53,5 persen dan kualitas

bakteriologis air minum yang memenuhi syarat sebesar 61,7

persen.

Pembinaan pemakai air bertujuan untuk meningkatkan

pengertian dan kesadaran serta kemampuan masyarakat untuk

melakukan upaya pengawasan kualitas air. Kegiatannya meliputi

penyuluhan penyehatan air, pembinaan kelompok pemakai air

dan pembentukan Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan

(DPKL). Pada tahun 1994/95 penyuluhan penyehatan air telah

dilaksanakan di 697 desa, sesuai dengan jumlah desa yang

melaksanakan perbaikan kualitas air. Pembentukan kelompok

pemakai air (Pokmair) merupakan wadah peran

Page 75: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

serta masyarakat dalam pembangunan, pemanfaatan,

pemeliharaan dan pengembangan sarana penyediaan air bersih.

Pada tahun 1994/95 telah dibentuk Pokmair di 697 desa,

sedangkan DPKL sebanyak 149 desa.

2) Program Penyehatan Lingkungan Permukiman

Program ini bertujuan untuk mewujudkan lingkungan yang

lebih sehat agar dapat melindungi masyarakat dari segala

kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan gangguan dan

atau bahaya kesehatan menuju derajat kesehatan keluarga dan

masyarakat yang lebih baik. Kegiatannya meliputi penetapan

standar kesehatan lingkungan, pemantauan dan pengendalian

kualitas lingkungan, pemeliharaan kualitas lingkungan, dan

peningkatan sarana fasilitas Balai Tehnik Kesehatan

Lingkungan (BTKL).

Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan pengawasan

kualitas lingkungan mencakup 17.098 sarana di 138 kabupaten.

Sarana yang dimaksud antara lain meliputi tempat pengelolaan

makanan, pengelolaan pestisida, tempat pembuangan sampah,

sarana angkutan umum dan kawasan industri. Pembinaan

kesehatan lingkungan dilaksanakan melalui penyuluhan yang

telah dilaksanakan di 990 lokasi antara lain mencakup daerah

kumuh perkotaan, daerah transmigrasi, masyarakat terasing,

daerah nelayan, desa pengrajin makanan. Selain itu telah

dilaksanakan pula "Gerakan Jumat Bersih" yang merupakan

Page 76: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

upaya masyarakat untuk menciptakan lingkungan bersih dan

sehat yang diprakarsai oleh tuan guru dan tokoh masyarakat di

Nusa Tenggara Barat. “Gerakan jumat bersih” ini menyebar ke

berbagai daerah di Indonesia setelah dicanangkan oleh Bapak

Presiden pada tahun 1994 dengan pernyataan "hidup bersih

adalah ajaran semua agama dan merupakan cermin budaya

bangsa".

XVIII//39

Page 77: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pemantauan dan pengendalian kualitas lingkungan telah

dilaksanakan di 635 lokasi berupa pemantauan pemaparan,

pengendalian akibat pencemaran pestisida, pengawasan

makanan di rumah sakit dan daerah industri. Selain itu telah

dilaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL)

di 5 propinsi mencakup 17 kabupaten. Upaya peningkatan BTKL

dilaksanakan antara lain dengan melengkapi peralatan dan

pelatihan petugas sehingga balai tersebut dapat meningkatkan

fungsinya. Pada tahun 1994/95 jumlah sampel yang diperiksa di

BTKL sebanyak 2.500 sampel.

3) Program Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan

Program ini terdiri atas dua komponen yaitu pendidikan

kedinasan dan pelatihan tenaga kesehatan. Tujuan dari

pendidikan kedinasan adalah menyediakan tenaga kesehatan

dalam jumlah, jenis dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan

program kesehatan. Sedangkan pelatihan tenaga kesehatan

bertujuan meningkatkan mutu sumber daya dibidang kesehatan

agar dapat meningkatkan hasil kerjanya dalam menunjang mutu

pelayanan kesehatan, memperkuat tim kerja serta menunjang

pengembangan karier.

Kegiatan pokok pendidikan kedinasan antara lain meliputi

XVIII/40

Page 78: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

penyelenggaraan pendidikan kedinasan bidang kesehatan di

berbagai jenis dan jenjang pendidikan, peningkatan kesempatan

belajar (karya siswa), dan peningkatan mutu pendidikan

kedinasan. Pada tahun 1994/95 dilaksanakan pendidikan tenaga

bidan melalui program A (lulusan SPK ditambah pendidikan

bidan 1 tahun) sebanyak 8.400 orang, program B (pendidikan

guru bidan yaitu lulusan Akademi Perawat ditambah pendidikan

1 tahun) sebanyak 200 orang, dan program C (lulusan SLTP

dididik pendidikan bidan 3 tahun) sebanyak 6.514 orang. Untuk

meningkatkan mutu pendidikan kedinasan, pada tahun 1994/95

telah diselenggarakan pelatihan guru, termasuk guru

Page 79: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

bidan dan instruktur klinis sebanyak 2.627 orang, pendidikan

AKTA III dan IV sebanyak 240 orang, serta penyediaan peralatan

pendidikan bidan sebanyak 306 set, dan peralatan pendidikan

lainnya sebanyak 38 set. Di samping pendidikan tenaga bidan

dan perawat, juga dididik berbagai tenaga kesehatan lainnya

pada tingkat D-I dan D-III untuk jurusan gizi, sanitasi,

fisioterapi, radiodiagnostik dan radioterapi serta teknik

elektromedik.

Kegiatan pokok pelatihan tenaga kesehatan antara lain

meliputi pengembangan institusi pendidikan dan pelatihan

(diktat), pengembangan sumber daya, pengembangan

metodologi diktat dan pengembangan sistem diklat. Dalam

rangka pengembangan institusi diktat pada tahun 1994/95 antara

lain dibangun dua balai pelatihan kesehatan (Bapelkes) yaitu di

Dili dan Padang. Selain itu telah dibuat tiga rencana induk

pembangunan Bapelkes yaitu di Pakanbaru, Jambi, dan

Palangkaraya. Untuk melengkapi fasilitas Bapelkes yang telah ada

diadakan 6 paket peralatan pendidikan bagi Bapelkes Gombong,

Padang, Pontianak, Pakanbaru, Palangkaraya, dan Ambon.

Bapelkes ini berfungsi sebagai lembaga penyelenggara pelatihan

tenaga kesehatan. Jumlah tenaga kesehatan yang dilatih baik di

pusat maupun di daerah pada tahun 1994/95 adalah sebanyak

48.654 orang terdiri dari pelatihan prajabatan sebanyak 19.943

XVIII/41

Page 80: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

orang, pelatihan penjenjangan 528 orang, pelatihan teknis

fungsional 4.434 orang dan pelatihan teknis manajemen

sebanyak 23.749 orang. Jumlah tenaga yang dilatih ini

meningkat dari tahun 1993/94 sebanyak 23.698 orang. Kegiatan

pengembangan metodologi dan sistem diklat antara lain meliputi

penyusunan modul pelatihan sebanyak 6 paket, penyusunan

konsep laboratorium kelas dan lapangan urituk 4 Bapelkes,

penyusunan pedoman akreditasi pelatihan dan pelaksanaan

diktat kalakarya (in house training) di 3 Bapelkes. Kegiatan

lainnya berupa pengembangan kemampuan widyaiswara yang

mencakup pendidikan S I dan S2 sebanyak 13 orang.

Page 81: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Untuk lebih memeratakan penyebaran tenaga kesehatan,

pada tahun 1994/95 telah ditempatkan sekitar 20.054 orang

tenaga kesehatan, yang terdiri dari 3.316 orang dokter PTT,

896 orang dokter gigi PTT, 12.241 orang tenaga paramedis

perawatan termasuk di dalamnya 9.464 orang bidan PTT, 1.531

paramedis non perawatan, dan 2.070 tenaga sarjana dan

diploma bidang kesehatan (Tabel XVIII-4).

4) Program Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

Program ini bertujuan untuk menunjang pembangunan

kesehatan secara optimal khususnya yang menyangkut

peningkatan mutu pelayanan kesehatan dan pengembangan

ilmu kedokteran bagi kepentingan masyarakat banyak. Di

samping itu, program ini ditujukan untuk memantapkan dan

mengembangkan kemampuan institusional penelitian dan

pengembangan kesehatan.

Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan 82 kegiatan

penelitian yang meliputi penelitian di bidang pelayanan

kesehatan, penyakit menular dan tidak menular, ekologi

kesehatan, farmasi, gizi, dan pengkajian sumber daya

kesehatan. Salah satu kegiatan penelitian yang penting adalah

survei kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1994. Untuk XVIII/42

Page 82: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

meningkatkan jaringan kerjasama penelitian antar instansi di

bidang kesehatan, telah dilaksanakan kerjasama ilmiah baik

ditingkat nasional maupun internasional, dengan melengkapi

jaringan iptek kesehatan dengan jaringan iptek Dewan Riset

Nasional (DRN), serta publikasi hasil-hasil penelitian.

5) Program Pengembangan Informasi Kesehatan

Program ini bertujuan untuk meningkatkan, mengembangkan

dan

Page 83: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

TABEL XVIII — IA

PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PUSKESMAS 1)

1969/10,1989/90 - 1993/94, 1994/95

Awal Repel Repelita No. Jenis Kegiatan Satuan PJP—I 1989/9

0

1990/

91

1991)9

2

1992/9

3

1993/

94

1994/

951. Pembangunan

Puskesmas

unit 100 169 166 140 30

2. Pembangunan

Puskesmas Pembantu

gedun

g

- 976 1.80

5

1.492 1545 1387 5003. Pembangunan Rumah

Dokter

runiah - 203 393 423 300 2304. Perbaikan Puskesmas gedun

g

- 606 844 2390 1.94

3

1.57

5

1.1685. Perbaikan Puskesmas

Pembantu

gedun

g

- 601 1.09

6

5.179 3.08

8

2.90

0

2.9316. Pengadaan Puskesmas

Keliling

unit - 300 599 595 578 720 5281) Angka tahunanX

VIII/43

Page 84: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

TABEL XVIII - 1B

P E R K E M B A N G A N J U M L A H P E M B A N G U N A N PUSKESMAS 1)

1968, 1989/90 -

1993/94,

1994/9

5Awal Repelit RepelitNo. Jenis Kegiatan Satuan PJP-I 1989/901990/9

1

1991/9

2

1992/

93

1993/

94

1994/

951.

PembangunanPuskesma

unit 1.227 5.742 6.021 6.390 6.588 6.954 6.984

2. Pembangunan

Puskesmas Pembantu

gedung - 18.389 20.124 21.416 18.81

6

19.97

7

20.4773. Pembangunan

Rumah Dokter

rumah 2.044 2.448 2.841 3.2642) 3.5642

)

3.794. Perbaikan Puskesmas gedung - 4.957 5.801 8.191 13.03

8

14.61

3

15.781

5. PerbaikanPuskesmas

Pembantu

gedung

-

6.324 7.420 12.599 15.63

9

1833

9

21.470

XV

III/44

Page 85: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

6. Pengadaan

Puskesmas Keliling

unit - 3.821 4.420 5.051 5.285 6.024 6.552

1) Angka kumulatif

Page 86: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

GRAFIK XVIII - 1

PERKEMBANGAN JUMLAH PEMBANGUNAN

PUSKESMAS

1968, 1989/90 - 1993/94, 1994/95

(rlbu unit)

1988 1989/901990/911991/921992/99 1993/94

1994/95 Awal

PJP I

Pembangunan Pemb.

Puskesmas

Puskesmas Pembantu

Pembangunan Rumah Dokter

XVIII/45

Page 87: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Perbaikan Perbaikan Puskes-

Puskesmas mas Pembantu

Page 88: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 89: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

GRAFIK XVIII - 2

PERKEMBANGAN JUMLAH RUMAH SAKIT (RS)

1968, 1989/90 - 1993/94, 1994/95

Page 90: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

XVIII/47

Page 91: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 92: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

TABEL XVIII - 4

PERKEMBANGAN JUM LAH BEBERAPA JENIS TENAGA KESEHATAN ¹)

1968,

1989/90

- 1993/94, 1994/95 .

Awal Repelita

V

Repelita

VIJenis Tenaga PJP-I 1989/9

0

1990/91 1991/9

2

1992/93 1993/94 1994/95

1. Dokter 5.000 1.632 1.096 924 2.604 1.700 3.316

2. Dokter Gigi 346 263 622 520 336 896

3. Perawat ) 2) 3.767) Perawat 10.840 11.003 7.090 9.655 4.490 12.241

4. Bidan ) 3.8635. Paramedis Non Perawat

dan

2.085 5.145 4.983 3.199 1.904 3.803 1.531Pekarya Kesehatan

6. Tenaga akademis

1.182 1.251 1.605 1.560 1.367 605 2.070

kesehatan

Jumlah 15.897 19.214 18.950 13.395 16.050 10.934 20.054

1) Angka kumulatif untuk tahun 1968, yang lain angka tahunan

XV

III/49

Page 93: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

2) Mulai tahun 1976/77 Perawat dan Bidan ditingkatkan menjadi tenaga Perawat Kesehatan

Page 94: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

memantapkan sistem informasi kesehatan agar mampu

memberikan data yang tepat waktu dan akurat bagi perencanaan

dan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan kegiatan penyusunan

302 profit kesehatan kabupaten/kotamadya, 27 profil kesehatan

propinsi, dan 27 informasi tenaga kesehatan. Untuk

meningkatkan kemampuan tenaga pengelola data dan informasi

telah dilaksanakan kegiatan pelatihan bagi 20 orang tenaga

statistik kesehatan, 20 orang pengolahan data kesehatan, 23

orang calon pelatih untuk menyusun profit kesehatan, dan

pendidikan S2 untuk 5 orang, serta pendidikan S I dan D-III di

bidang informasi dan statistik. Selain itu untuk menunjang

pengembangan sistem informasi dilaksanakan pula pengadaan

peralatan komputer sebanyak 206 set dan perangkat lunak

sebanyak 6 paket. Berbagai upaya tersebut telah menambah

ketersediaan data yang akurat dan tepat waktu, sehingga

kemampuan perencanaan, pengelolaan dan pengawasan

pembangunan kesehatan pada berbagai tingkat administrasi

makin meningkat.

C. KESEJAHTERAAN SOSIAL

XVIII/50

Page 95: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan kesejahteraan sosial dalam Repelita

VI adalah terlayaninya 225 ribu orang lanjut usia; terlayani dan

terehabilitasinya 230 ribu orang penyandang cacat; terbinanya

450 ribu orang anak yang terlantar, 23 ribu karang taruna, 4.100

organisasi sosial, 62 ribu tenaga kesejahteraan sosial, 48,3 ribu

kepala keluarga (KK) masyarakat terasing, dan 202,3 ribu KK

fakir miskin. Di samping itu, terlayani dan terehabilitasinya 15

ribu orang anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika

serta 31 ribu orang

Page 96: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

tunasosial. Meningkatnya jumlah dan kualitas tempat penitipan

anak dan balita yang ibunya bekerja juga merupakan sasaran yang

akan diupayakan. Sasaran lainnya adalah meningkatnya nilai-nilai

kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan.

Untuk mencapai sasaran tersebut, ditempuh berbagai ke-

bijaksanaan, antara lain meningkatkan penyuluhan dan

pembimbingan sosial, meningkatkan pembinaan kesejahteraan

sosial anak terlantar, meningkatkan pembinaan kesejahteraan

sosial lanjut usia, meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial

penyandang cacat, meningkatkan pelayanan dan rehabilitasi sosial

anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika, meningkatkan

upaya penanggulangan bencana, melakukan pembinaan

kesejahteraan sosial masyarakat terasing dan terpencil, dan

meningkatkan peranan organisasi sosial serta pelayanan dan

rehabilitasi sosial tunasosial.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas

digariskan tiga program pokok yang meliputi program pembinaan

kesejahteraan sosial; program pelayanan dan rehabilitasi sosial;

dan program peningkatan partisipasi sosial masyarakat. Ketiga

program pokok tersebut didukung oleh beberapa program

penunjang yang dilaksanakan secara terpadu dengan program

pembangunan bidang lainnya serta mengikutsertakan masyarakat.

Page 97: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun

Pertama Repelita VI

Pembangunan kesejahteraan sosial pada tahun pertama Repe-

lita VI (1994/95), berupaya untuk meningkatkan mutu,

profesionalitas dan cakupan pelayanan sosial, serta meningkatkan

kesadaran, kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial masyarakat

dalam menghadapi masalah-masalah sosial, dengan

menumbuhkan iklim

XVIII/

51

Page 98: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

yang mendorong peran serta masyarakat dalam

menyelenggarakan pelayanan sosial.

a. Program Pokok

1) Program Pembinaan Kesejahteraan Sosial

Program ini bertujuan untuk .meningkatkan taraf

kesejahteraan sosial masyarakat, khususnya penyandang

masalah sosial, dan mewujudkan kondisi sosial masyarakat

yang dinamis untuk mendukung berkembangnya

kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial masyarakat.

Kegiatan pokok program ini meliputi pembinaan kesejahteraan

sosial masyarakat terasing, pembinaan kesejahteraan sosial

fakir miskin, pembinaan nilai-nilai kepeloporan, keperintisan,

kepahlawanan, serta pembinaan kesejahteraan sosial para lanjut

usia, dan pembinaan kesejahteraan sosial anak yang terlantar.

a) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Masyarakat

Terasing

Pembinaan kesejahteraan sosial masyarakat terasing

bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat serta taraf

kehidupan masyarakat terasing kearah yang lebih maju seperti XVIII/52

Page 99: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

yang telah dimiliki oleh masyarakat di desa-desa sekitarnya.

Kegiatan yang dilaksanakan berupa penyuluhan dan bimbingan

sosial, penataan dan pembangunan permukiman yang

dilengkapi dengan penyediaan lahan, jaminan hidup,

pemberian bimbingan keterampilan seperti pertanian dan

peternakan termasuk pemberian bermacam bibit. Pembinaan

bagi mereka dilakukan secara terpadu oleh berbagai sektor

pembangunan lainnya seperti kesehatan, pendidikan, agama,

pertanian, kehutanan, transmigrasi, dan terutama dengan

pemerintah daerah. Di samping itu organisasi sosial (orsos),

Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan organisasi

keagamaan juga berperan serta dalam pembinaan

Page 100: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

kesejahteraan sosial masyarakat terasing. Pembinaan

masyarakat terasing merupakan bagian yang penting pula

dalam upaya penanggulangan kemiskinan.

Pada tahun 1994/95 masyarakat terasing yang dibina

seluruhnya secara kumulatif berjumlah 6.500 KK, termasuk

tambahan baru dari tahun sebelumnya sebanyak 1.214 KK, atau

meningkat 23 persen dari tahun 1993/94 (Tabel XVIII-5).

Beberapa contoh pembinaan yang berhasil dapat

dikemukakan disini. Pembinaan masyarakat terasing di

permukiman Blang Tripa Propinsi D.I Aceh telah menghasilkan

padi dan palawija melalui persawahan dengan sistem irigasi.

Permukiman Bagandah Propinsi Kalimantan Selatan

merupakan percontohan di bidang pertanian pangan yang tidak

saja dapat memenuhi kebutuhan desa sendiri, tetapi untuk desa

lain. Permukiman Petanggis Propinsi Kalimantan Timur

berhasil dalam program perkebunan inti rakyat (PIR) kelapa

sawit. Permukiman Wamana Barru di Propinsi Maluku

bekerjasama dengan Yayasan Papeda telah menghasilkan

minyak kayu putih dan tanaman pangan. Permukiman

Kanggime di Propinsi Irian Jaya bekerjasama dengan LSM

berhasil mengembangkan ternak sapi.

XVIII/53

Page 101: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

b) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Fakir Miskin

Meskipun jumlah penduduk miskin sudah dapat dikurangi

dengan nyata, namun pada awal Repelita VI masih terdapat

sekitar 25,9 juta orang miskin, diantaranya ada yang sangat

miskin, sehingga memerlukan perhatian khusus antara lain

melalui pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin. Upaya

pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin bertujuan untuk

membantu meningkatkan taraf hidup melalui penyuluhan dan

bimbingan sosial, disertai dengan pelatihan keterampilan.

Dalam pelaksanaannya, di masing-masing

Page 102: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

desa disantun rata-rata 3-5 kelompok usaha bersama (KUB)

yang masing-masing kelompok terdiri dari 10 kepala keluarga.

Upaya tersebut dilaksanakan dengan mengikutsertakan fakir

miskin untuk memahami sebab-sebab kemiskinan mereka serta

cara-cara penanggulangannya. Untuk lebih meningkatkan hasil

pembinaan dari tahun-tahun sebelumnya, mulai tahun 1994/95

dilakukan lomba keberhasilan KUB, dari tingkat kecamatan

sampai propinsi yang dilaksanakan bersama dengan pemerintah

daerah dan instansl terkait.

Pembinaan kesejahteraan sosial fakir. miskin terutama,

dilakukan pada kantong-kantong kemiskinan di luar desa . yang

telah dibina melalui program Inpres Desa Tertinggal (IDT).

Pada tahun 1994/95 keluarga miskin yang telah dibantu

berjumlah kurang lebih 21.740 kepala keluarga, tersebar di 592

desa di luar desa IDT di seluruh propinsi (Tabel XVIII-6).

Dibanding dengan tahun 1993/94 jumlah kepala keluarga yang

dibantu tidak banyak berbeda, tetapi jumlah desa yang tercakup

pada tahun 1994/95 lebih banyak, antara lain karena

menyesuaikan dengan penyebaran desa-desa IDT. Untuk

mendukung pelaksanaan program IDT, pada tahun 1994/95

telah dilatih dan ditempatkan 718 orang petugas sosial

kecamatan (PSK) di desa-desa miskin yang membutuhkan

penanganan khusus. Mereka bertugas sebagai pendamping XVIII/54

Page 103: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

purna waktu bagi kelompok masyarakat yang memperoleh

bantuan program IDT.

Keberhasilan pembinaan kesejahteraan sosial fakir miskin

antara lain dapat dilihat di desa Kemejing kecamatan

Wadaslintang, kabupaten Wonosobo (Jawa Tengah) dan di desa

Tenjolaya kecamantan Pasir Jambu kabupaten Bandung (Jawa

Barat). Bantuan ternak sapi dan kambing yang diberikan pada

tahun 1992 telah berkembang jumlahnya dan pada tahun

1994/95 telah dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan

penghasilan dan membiayai sekolah anak-anak mereka. Di

samping itu bantuan modal usaha telah dimanfaatkan juga

untuk

Page 104: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

mengembangkan kegiatan simpan pinjam bagi anggota

kelompok, dan kegiatan arisan untuk merehabilitasi dan

menyehatkan rumah, serta menggulirkan bantuan untuk

keluarga miskin lainnya.

c) Pembinaan Nilai-nilai Kepeloporan, Keperintisan

dan Kepahlawanan

Kegiatan ini bertujuan untuk memelihara dan melestarikan

nilainilai kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan pada

semua lapisan masyarakat, terutama generasi muda sebagai

penerus bangsa. Untuk itu dilakukan kegiatan-kegiatan

pembangunan dan pemugaran taman makam pahlawan, makam

pahlawan nasional, makam perintis kemerdekaan dan upaya-

upaya penanaman dan penyebarluasan nilai-nilai perjuangan

tersebut. Di samping itu untuk memberikan penghargaan dan

terima kasih atas jasa, pengorbanan dan perjuangan yang telah

diberikan kepada nusa, bangsa dan negara, diberikan bantuan

sosial kepada keluarga para pahlawan nasional dan pejuang

keperintisan yang kurang mampu.

Dalam tahun 1994/95 dilaksanakan pemugaran 32 taman

makam pahlawan yang tersebar di 25 propinsi dan 4 buah

makam pahlawan nasional serta 73 makam perintis

Page 105: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

kemerdekaan. Di samping itu telah diberikan bantuan

perbaikan rumah perintis kemerdekaan dan keluarganya bagi

208 orang. Untuk melestarikan dan menanamkan nilai-nilai

kepeloporan, keperintisan dan kepahlawanan bagi pelajar

SLTA, organisasi pemuda dan mahasiswa telah diadakan

sarasehan yang diselenggarakan bertepatan dengan Hari

Pahlawan.

d) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Lanjut Usia

Pelayanan sosial bagi para lanjut usia diberikan pada

lanjut usia yang terlantar yaitu lanjut usia yang sudah tidak

diketahui lagi

XVIII/

55

Page 106: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

keluarganya atau keluarganya sendiri tidak mampu

memelihara mereka. Pelayanan sosial bagi mereka

dilaksanakan dengan memberikan bimbingan mental dan

sosial, pelayanan kesehatan, kegiatan keagamaan, rekreasi,

bimbingan keterampilan kerja, dan bantuan modal usaha bagi

yang masih potensial untuk berusaha dan berkarya. Kegiatan

tersebut dilakukan baik di dalam maupun di luar panti.

Pada tahun 1994/95 telah diberikan bantuan bagi 43.473

orang lanjut usia yang tidak mampu dan merehabilitasi 30

panti lanjut usia (Sasana Tresna Werdha) milik pemerintah

dan masyarakat. Jumlah bantuan yang diberikan ini meningkat

sebanyak 3.329 orang bila dibandingkan dengan bantuan pada

tahun sebelumnya, (Tabel XVIII-7).

e) Pembinaan Kesejahteraan Sosial Anak yang

Terlantar

Pelayanan sosial bagi anak terlantar terutama diberikan

kepada yatim piatu, yaitu anak-anak yang orang tuanya tidak

mampu memelihara mereka karena miskin atau karena masalah

keluarga, dan kepada anak-anak yang mengalami hambatan

untuk tumbuh dan berkembang secara wajar. Pelayanan sosial

bagi mereka dilakukan baik di dalam maupun luar panti.

XVIII/56

Page 107: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pelayanan sosial bagi yatim piatu di panti asuhan (Sasana

Penyantunan Anak) dilakukan dengan memberikan kesempatan

belajar serta jaminan hidup disertai bimbingan mental dan sosial.

Untuk anak terlantar yang putus sekolah, pelayanan sosial

dilakukan di panti penyantunan anak dengan memberikan

keteram-pilan dan bimbingan mental dan sosial, serta bantuan

modal usaha sesuai dengan keterampilan yang dipelajari.

Pelatihan keterampilan bagi mereka dilaksanakan bekerjasama

antara lain dengan Balai Latihan Kerja (BLK) dan Balai Latihan

Pertanian yang ada disekitar panti. Agar mereka dapat

menerapkan keterampilan yang dipelajari, diberikan pula

kesempatan untuk mengikuti praktek kerja di perusahaan-

perusahaan. Sementara itu bagi anak-anak yang dibina di

Page 108: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

luar panti pembinaannya dilakukan melalui keluarga asuh.

Kepada mereka diberikan bantuan sarana belajar disertai dengan

pembinaan dan pengawasan.

Dalam tahun 1994/95 telah diberikan pelayanan bagi

202.441 orang anak terlantar baik yang dilaksanakan oleh

pemerintah maupun masyarakat. Jumlah ini meningkat sebesar

70 persen bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Tabel

XIII-7). Peningkatan jangkauan pelayanan ini terjadi karena

peran serta masyarakat meningkat secara pesat. Hal ini

menunjukkan semakin besarnya rasa kesetiakawanan dan

tanggung jawab sosial di kalangan masyarakat dalam

menyelesaikan masalah-masalah sosial. Pada tahun 1994/95 telah

diupayakan untuk memperbaiki dan menyempurnakan 50 buah

panti pemerintah dan masyarakat, serta pelatihan bagi para

petugas pelayanan panti masyarakat.

2) Program Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

Tujuan program pelayanan dan rehabilitasi sosial adalah

mengembalikan dan meningkatkan kemampuan warga

masyarakat, baik perseorangan, keluarga maupun kelompok

penyandang masalah kesejahteraan sosial sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dan dapat hidup

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya. Sasaran

program ini meliputi para penyandang cacat, anak nakal, dan

XVIII/57

Page 109: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

korban penyalahgunaan narkotika, serta tunasosial.

Pelayanan sosial bagi para penyandang cacat diberikan

kepada cacat veteran, cacat tubuh, cacat netra, cacat rungu

wicara, cacat mental dan bekas penyandang penyakit kronis.

Kegiatan ini bertujuan untuk memulihkan fungsi sosial dan

meningkatkan kesejahteraan sosial mereka agar dapat menjadi

manusia yang produktif. Kegiatan

Page 110: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

yang dilakukan meliputi bimbingan dan penyuluhan, rehabilitasi

fisik, mental dan sosial, pelatihan keterampilan kerja yang

diikuti dengan pemberian bantuan modal usaha, dan pemberian

kesempatan praktek belajar kerja pada perusahaan, serta

penyaluran mereka untuk bekerja di perusahaan-perusahaan.

Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan melalui sistem di dalam

maupun luar panti dengan mengikutsertakan peran aktif

keluarga dan masyarakat. Di samping itu diupayakan pula

penyelenggaraan asrama bagi murid-murid sekolah luar biasa

(SLB).

Pada tahun 1994/95 pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada

penyandang cacat ditingkatkan kualitasnya antara lain melalui

pemberian paket praktek belajar kerja yang lebih lengkap di

perusahaan-perusahaan baik milik swasta maupun pemerintah.

Dengan cara ini diharapkan kesempatan bagi para penyandang

cacat untuk dapat bekerja menjadi lebih besar. Penyandang cacat

yang dilayani dan direhabilitasi pada tahun 1994/95 berjumlah

43.946 orang (Tabel XVIII-8), hampir sama bila dibandingkan

dengan tahun sebelumnya.

Pada tahun 1994/95 telah diberikan bantuan biaya asrama

bagi 3.617 murid Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) di 186

SDLB milik pemerintah daerah. Di samping itu telah XVIII/58

Page 111: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dilaksanakan pula rehabilitasi dan penyempurnaan 18 panti

rehabilitasi sosial cacat milik pemerintah dan masyarakat untuk

meningkatkan mutu pelayanan di dalam panti. Sedangkan untuk

pelayanan di luar panti telah direhabilitasi 15 Loka Bina Karya

(LBK) dan diadakan 10 buah mobil unit rehabilitasi sosial

keliling (URSK). Untuk menyempurnakan pelayanan sosial bagi

penyandang cacat tubuh telah dilakukan peningkatan mutu

pelatihan keterampilan bagi para penyandang cacat tubuh di

Pusat Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Prof.Dr. Soeharso di

Surakarta.

Page 112: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pembinaan bagi penyandang cacat yang berhasil antara lain

di Pusat Rehabilitasi Sosial Bina Daksa Bangil (Jawa Timur)

dan Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI) di Bandung. Pada

tahun 1994/95 penyandang cacat di panti sosial Bangil telah

berhasil memproduksi kerajinan rotan dan kain sulaman untuk

ekspor ke Jepang dan Malaysia. Pada tahun sebelumnya hasil

produksi tersebut masih terbatas untuk pasaran dalam negeri.

Sedangkan BPBI telah berhasil mengembangkan produksi

bukan hanya buku-buku Braille, tetapi juga kaset rekaman ilmu

pengetahuan umum dan kesenian yang telah dimanfaatkan oleh

panti cacat netra di berbagai daerah.

Sasaran pelayanan dan rehabilitasi sosial anak nakal dan

korban penyalahgunaan narkotika adalah anak nakal yang belum

sampai pada tindak pidana, termasuk korban penyalahgunaan

narkotika, bahan adiktif lainnya, dan minuman keras. Kegiatan

ini bertujuan untuk mengembalikan mereka menjadi anggota

masyarakat yang hidup secara baik dan layak. Kegiatan yang

dilaksanakan meliputi bimbingan sosial, rehabilitasi, pelatihan

keterampilan, dan pemberian bantuan modal usaha. Kegiatan

tersebut dilaksanakan melalui koordinasi dan keterpaduan lintas

sektor yang tergabung dalam BAKOLAK INPRES Nomor 6

Tahun 1971, serta peran aktif keluarga dan masyarakat. Dalam

kegiatan bimbingan sosial mulai tahun 1994/95, dimasukkan

XVIII/59

Page 113: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pula penyuluhan tentang bahaya dan pencegahan penyakit

AIDS. Jumlah anak nakal dan korban penyalahgunaan narkotika

yang diberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial pada tahun

1994/95 tercatat 2.705 orang anak, 12 persen lebih banyak dari

yang dilayani tahun 1993/94.

Upaya rehabilitasi yang berhasil dapat diambil sebagai

contoh adalah upaya di Panti Teratai dan Yayasan Harapan Ibu

yang keduanya berlokasi di Jawa Timur. Kedua panti ini telah

memperoleh pesanan untuk barang-barang industri rotan, kulit,

sepatu dan tas yang

Page 114: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dihasilkan oleh anak-anak yang dibina dalam kedua panti

tersebut. Di samping itu panti sosial bekas korban

penyalahgunaan narkotika khusus puteri di Lembang (Jawa

Barat) telah pula menjalin kerjasama dengan pengusaha

pakaian jadi yang berdekatan lokasinya dan sebagian besar

anak-anak binaannya telah disalurkan untuk bekerja pada

perusahaan tersebut.

Sasaran pelayanan dan rehabilitasi tunasosial adalah para

gelandangan dan pengemis, tuna susila dan bekas narapidana.

Untuk mengembalikan kemauan dan kemampuan mereka

untuk hidup sebagai warga masyarakat yang berguna,

berkualitas dan produktif dilakukan kegiatan bimbingan,

rehabilitasi, dan pelatihan keterampilan berusaha yang disertai

dengan bantuan modal usaha. Di samping itu bagi mereka

diberikan pula penyuluhan dan bimbingan tentang bahaya

penyakit AIDS serta upaya-upaya pencegahan dan penang-

gulangannya. Kegiatan tersebut dilaksanakan dengan mengikut-

sertakan berbagai sektor terkait, keluarga dan masyarakat. Dalam

tahun 1994/95 telah direhabilitasi dan diresosialisasikan sebanyak

3.943 orang tunasosial yang terdiri dari 1.368 orang tuna susila,

1.400 orang gelandangan dan pengemis, dan 1.175 orang bekas

narapidana. Jumlah tersebut lebih besar dari jumlah yang dibina

tahun 1993/94 sebanyak 3.830 orang.XVIII/60

Page 115: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

3) Program Peningkatan Partisipasi Sosial Masyarakat

Tujuan program ini adalah meningkatkan dan

mengembangkan peran serta masyarakat dalam kegiatan

pembangunan kesejahteraan sosial secara melembaga dan

terorganisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, kegiatan yang

dilakukan diarahkan pada upaya meningkatkan kepedulian dan

kepekaan masyarakat terhadap permasalahan sosial dan

lingkungannya, meningkatkan mutu pelayanan sosial secara

profesional, dan mendorong golongan mampu untuk ikut

berperan

Page 116: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dalam pembangunan kesejahteraan sosial sebagai perwujudan

kesadaran, kesetiakawanan dan tanggung jawab sosial serta

membantu meningkatkan kesejahteraan sosial warga masyarakat

yang tergolong rawan sosial ekonomi. Kegiatan pokok program

ini meliputi penyuluhan dan bimbingan sosial pada masyarakat,

pembinaan organisasi sosial, dan pembinaan tenaga

kesejahteraan sosial masyarakat.

Sasaran kegiatan penyuluhan dan bimbingan sosial adalan

seluruh warga masyarakat, termasuk golongan masyarakat

mampu terutama di wilayah yang rawan permasalahan sosial.

Untuk menciptakan iklim dan suasana yang mendukung bagi

peningkatan peran serta masyarakat pada tahun 1994/95 telah

dilaksanakan penyuluhan dan bimbingan sosial di 6.462

desa/kelurahan yang tersebar di semua propinsi yang diikuti

oleh organisasi sosial, LSM, tokoh masyarakat, pemuda dan

wanita, pemimpin formal dan informal dengan memanfaatkan

berbagai media massa.

Guna meningkatkan kemampuan organisasi sosial (orsos),

yayasan dan lembaga sosial, termasuk LSM dan organisasi

keagamaan, dalam kegiatan pelayanan sosial, dalam tahun

1994/95 telah dilakukan pembinaan bagi 2.575 orsos berupa

pelatihan manajemen dan profesi pekerja sosial bagi 1.845 orsos

dan pembinaan bantuan pengembangan organisasi dan XVIII/61

Page 117: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pelayanan sosial bagi 730 orsos. Di samping itu

dikembangkan pula forum komunikasi antar orsos kuat dan

lemah di 10 propinsi dan forum komunikasi antara orsos

lemah dengan golongan masyarakat mampu di 5 propinsi.

Pada tahun 1994/95 tercatat sejumlah 5.878 orsos yang

bergerak di bidang pembangunan kesejahteraan sosial, yang telah

mampu memberikan pelayanan sosial khususnya kepada yatim

piatu dan lanjut usia sebanyak 365.651 orang di panti-panti

sosial, dan sebanyak

Page 118: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

290.442 orang di luar panti. Di samping itu melalui kerjasama

orsos internasional telah pula diberikan pelayanan bagi 913.751

orang yang menyandang berbagai masalah sosial. Dibandingkan

dengan tahun 1993/94 peran orsos dalam pelayanan sosial lebih

meningkat pada tahun 1994/95.

Pekerja sosial masyarakat (PSM) yang ada di setiap

desa/kelurahan, adalah tenaga yang diandalkan untuk

membantu pemberian pelayanan sosial bagi masyarakat.

Selain PSM juga ada tenaga relawan sosial termasuk yang

berasal dari golongan masyarakat mampu baik di desa maupun

di kota. Melalui kegiatan pembinaan tenaga kesejahteraan

sosial masyarakat, pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan

forum komunikasi dan konsultasi, serta pelatihan manajemen

usaha kesejahteraan sosial bagi 6.390 orang PSM (Tabel

XVIII-9). Selain itu pada tahun 1994/95, telah diberikan juga

pelatihan manajemen usaha kesejahteraan sosial kepada 870

orang relawan sosial. Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan

pelatihan penyegaran bagi sebanyak 950 orang PSM yang

ditugaskan di daerah-daerah terpencil dan di permukiman

masyarakat terasing, yang dikenal sebagai PSM SATGASOS

(Satuan Tugas Sosial), yang diselenggarakan di 14 propinsi.

XVIII/62

Page 119: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

b. Program Penunjang

1) Program Pembinaan Generasi Muda

Pembinaan generasi muda-dalam pembangunan

kesejahteraan sosial dalam Repelita VI ditekankan pada

pembinaan karang taruna yang terbukti telah ikut berperan

serta dalam pembinaan pemuda di perdesaan dan

perkampungan termasuk yang putus sekolah dan

pengangguran. Di samping itu karang taruna juga aktif ikut

mencegah

Page 120: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

kenakalan remaja dan penyalahgunaan narkotika, dan ikut

berperan aktif dalam menegakkan ketertiban dan keamanan

lingkungan.

Untuk meningkatkan kemampuan maiiajemen dan organisasi

serta bekal untuk memperoleh lapangan kerja, pada tahun 1994/95

telah dilaksanakan pelatihan dan pemberian bantuan modal kerja

kepada 2.890 buah karang taruna di seluruh Indonesia (Tabel

XVIII-10). Pelatihan keterampilan berusaha meliputi pelatihan

peternakan dan pertanian terpadu di Tapos, pelatihan pertanian di

Balai Pelatihan Pertanian Ciawi, pembudidayaan udang windu di

Jepara, kerajinan kayu di Ubud dan kerajinan rotan dan kulit di

Sidoarjo. Di samping itu telah pula dilaksanakan bhakti sosial

dan tukar menukar informasi dan pengalaman antar karang taruna

di berbagai propinsi.

Pembinaan karang taruna yang berhasil antara lain dapat

dilihat di desa Labulu Bulu kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara

yang telah melaksanakan kegiatan pertanian padi, jagung dan

kedelai seluas masing-masing 200 ha, dan pengembangan

peternakan kepiting. Di samping itu karang taruna di desa Naluk

kabupaten Sumedang telah berhasil dalam peternakan kambing,

kegiatan sablon dan pembinaan bagi anak-anak penyandang cacat

melalui pendirian Sekolah Luar Biasa. Sementara itu, karang

Page 121: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

taruna di desa Tanjung Buitang, Lampung Selatan telah

berhasil pula dalam pembuatan alat-alat pertanian, bantalan rel

kereta api dan pencacahan pisang.

2) Program Penelitian dan Pengembangan Sosial

Tujuan program penelitian dan pengembangan sosial adalah

untuk menunjang perumusan kebijaksanaan dan meningkatkan

kualitas perencanaan program pembangunan kesejahteraan sosial.

Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan 5 buah penelitian

mengenai pembinaan masyarakat terasing, pembinaan anak dan

remaja di tempat penitipan

XVIII/63

Page 122: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

TABEL XVIII — 5

PEMBINAAN KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT TERASING

MENURUT DAERAII TINGKAT I

1973/74;1989/90

1994/9

5Akh Repelit RepeliN

o.

Daerah

Tingkat 1/

Repelit

a I

1991/

92

1992/

93

1993

/94

1994/

95 ²)1. JawaBarat — — — 25 100 802. D.I. Aceh 40 150 190 246 2863. Sumatera — 45 45 45. — —4. Sumatera 150 75 213 .263 238 3135. R i a u 400 225 351 425 352 4526. Jambi 700 70 70 115 317 3177. Sumatera 2.400 47 91 191 187 2278. Bengkulu — — — — — —9. Kalimantan 400 300 496 536 586 686'1 Kalimantan — 50 101 153 210 2901 Kalimantan 220 87 134 186 192 2601 Kalimantan 600 120 353 478 525 7451 Sulawesi — 50 50 50 — —1 SulawesiTe 415 131 230 280 232 2901 Sulawesi 600 — 98 140 180 2401 SulawesiT — 45 141 191 247 3221 Maluku 150 100 201 246 203 2831 Nusa — — — — — —1 Nusa 1.000 50 145 204 259 3392

0.

Irian Jaya — 665 1.115 1.25

2

1.21

2

1.370Jumlah 7.035 2.050 3.984 4.97 5.28 6.5001) Angka kumulalif lima tahun untuk

kolom yang bertuliakan Akhir

Repelita. 2) Angka kumulatif

sejak tahun 1989/90

XVIII/64

Page 123: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 124: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 125: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

TABEL XVIII - 8

PELAKSANAAN

PENYANTUNAN DAN

PENGENTASAN PARA CACAT

MENURUT DAERAH TINGKAT I 1)

1968, 1989/90-1993/94, 1994/95

(orang)

Awa Repeli RepeliN

o.

Daerah

Tingkat I/

PJP-

-I

1989190. 1991/

92

1992/

93

199

3/94

1994

/951.DKI Jakarta 1.21 525 1.76 1.300 965 L50 1.5652.Jawa Barat 735 1.571 2.26 1.900 1.921 3.100 2.8203.Jawa Tengah 1.30 2.124 1.59 1.707 2.585 4.107 2.8954.D.I. Yogyakarta 525 312 1.14 1.115 890 1.263 1.2405.Jawa Timur 830 1.435 2.09 2.160 2.185 3.810 3.1006.D.I. Aceh 210 240 1.10 1.025 1.050 1.785 1.8707.Sumatera Utara 620 1.380 1.30 1.405 1.705 2.144 2.4608.Sumatera Barat 120 490 985 850 1.155 1.920 1.9859.R i a u 120 134 409 524 505 1.075 1.1201 Jambi 120 177 172 495 490 910 9571 Sumatera 520 781 1.18 1.278 1.545 2.570 1.9801 Bengkulu 210 180 198 371 730 1.753 1.4601 Lampung 220 435 335 1.040 975 1.180 1.4851 Kalimantan 120 114 264 630 845 995 1.2801 KalimantanTeng 80 285 240 465 565 1.525 1.0351 Kalimantan 520 444 1.07 1.075 835 1.228 1.4151 Kalimantan 80 154 1.28 850 710 1.190 1.6451 Sulawesi Utara 420 736 1.55 900 760 905 1.0901 Sulawesi 220 305 275 590 610 2.540 1.2052 Sulawesi Selatan 420 402 462 750 1.450 990 2.1352 Sulawesi 120 184 539 520 710 1.215 1.2302 Maluku 120 239 714 715 990 0 1.0552 B a l i 430 310 345 524 865 1.607 8542 Nusa Tenggara 420 167 632 662 1.121 1.400 1.5452 Nusa Tenggara 310 210 445 700 840 1.005 1.8602 Irian Jaya - 200 290 335 565 1.015 1.4602 Timor Timur - 190 405 300 475 1.085 1.200

Jumlah 10.0 13.724 23.0 24.18 28.04 44.70 43.94I) Angka tahunan

XVIII/67

Page 126: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

TABEL XVIII — 9

PEMBINAAN PEKERJA

SOSIAL

MASYARAKAT (PSM)

MENURUT DAERAH TINGKAT

I ¹)

1973/74„ 1989/90 — 1993/94,

1994/95

(orang)

Akhir Repel RepelNo

.

Daerah

Tingkat 1/.

Repelita

I

1989/9

0

1990

/91

19911

92

1992/

93

1993/

94

1994/

95.1. DKI Jakarta 90 360 380 300 300 15 1802. Jawa Barat 330 420 600 720 600 1.260 6003. Jawa 360 510 875 900 780 1.590 7204. D.I. 180 360 240 300 330 30 1205. Jawa Timur 390 600 925 930 900 1.110 6006. D.I. Aceh 60 450 600 540 780 63 3007. Sumatera 60 600 600 510 600 72 3608. Sumatera 60 540 300 420 450 69 3009. R i a u 60 300 210 210 330 21 150

10. Jambi 60 360 180 360 300 24 15011. Sumatera 60 300 240 690 720 51 27012. Bengkulu 60 180 240 510 450 30 15013. Lampung 180 130 210 390 360 60 15014. Kalimantan 60 300 480 270 '510 24 27015. Kalimantan 30 270 300 270 390 48 15016. Kalimantan 60 210 540 660 600 24 24017. ICalimantan 60 300 480 510 390 36 15018. Sulawesi 90 300 600 390 540 24 15019. Sulawesi 90 270 420 480 360 48 15020. Sulawesi 180 600 690 1.020 810 21 15021. Sulawesi 90 210 180 240 420 27 15022. Maluku 120 360 240 330 300 54 18023. B a l i 90 300 240 600 450 18 15024. Nusa 120 390 180 510 300 60 21025. Nusa 90 450 300 390 360 18 15026. Irian Jaya - 750 540 270 180 27 15027. Timor - 180 210 270 390 15 9

Jumlah 3.030 10.00 11.0 12.99 12.9 12.75 6.391) Angka kumulatif lima tahun untuk kolom

bertuliskanAkhir Repelita, yang lain adalah angka XVIII/68

Page 127: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

tahunan

Page 128: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

TABEL XVIII—10

BANTUAN PAKET SARANA

USAHA KARANG TARUNA MENURUT DAERAH

TINGKAT I 1)

1968, 1989/90 — 1993/94,1994/95

(Karang Taruna)

1) Angka tahunan

2) Bantuan paket sarana usaha karang taruna dimulai pada

tahun 1989/90

Page 129: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

XVIII/69

Page 130: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

anak (TPA) dan kelompok bermain, efektivitas deteksi dini

kecacatan di desa-desa oleh unit rehabilitasi sosial keliling

(URSK), dan efektivitas Lembaga Konsultasi Kesejahteraan

Keluarga (LK3) di perdesaan.

3) Program Pendidikan dan Pelatihan Sosial

Tujuan program ini adalah meningkatkan jumlah dan mutu

tenaga kesejahteraan sosial baik yang berasal dari pemerintah

maupun masyarakat sebagai pelaksana pembangunan

kesejahteraan sosial. Kegiatan yang dilaksanakan adalah

pemberian. kesempatan belajar untuk pendidikan D-IV, S1, S2

dan S3, serta pelatihan administrasi dan profesi pekerjaan

sosial. Pada tahun 1994/95 telah dilaksanakan pendidikan S2 di

dalam negeri untuk bidang ilmu kesejahteraan sosial bagi 12 orang

dan pendidikan S3 di dala. m negeri untuic bidang ilmu sosiologi

bagi 2 orang. Selanjutnya, untuk meningkatkan kemampuan

tenaga perencana pembangunan kesejahteraan sosial di daerah

tingkat II telah dilakukan pelatihan perencanaan pembangunan

bagi 366 orang dan komputerisasi data penyandang masalah dan

potensi kesejahteraan sosial bagi 501 orang.

D. PENANGGULANGAN BENCANAXVIII/70

Page 131: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Sasaran penanggulangan bencana pada akhir Repelita VI

adalah meningkatnya kesadaran dan kesiapsiagaan masyarakat

dalam penanggulangan bencana dan musibah lainnya. Selain itu,

penguasaan teknologi penanggulangan bencana yang didukung oleh

peralatan yang andal, serta jumlah dan mutu tenaga pelaksana akan

meningkat pula. Di samping itu, pemetaan daerah rawan

bencana dilanjutkan dan

Page 132: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

informasi mengenai kerawanan suatu daerah telah dimanfaatkan

secara optimal untuk penyusunan rencana umum tata ruang

pada setiap tingkat pemerintahan. Sasaran selanjutnya adalah

terlaksananya koordinasi yang makin meningkat dan mantap

dalam menanggulangi bencana melalui penyusunan sistem dan

satuan perlindungan masyarakat (linmas) serta mekanisme

penanggulangan bencana secara nasional yang menyeluruh dan

terpadu. Pada Repelita VI dapat terwujud satuan-satuan linmas

di tingkat kecamatan dan ruang data pusat pengendalian

operasional penanggulangan bencana di tingkat pusat. Undang-

undang linmas diharapkan telah dapat diundangkan pada akhir

Repelita VI.

Untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan

dalam Repelita VI, disusun kebijaksanaan sebagai berikut.

Dalam upaya penanggulangan bencana, prioritas tinggi

diberikan kepada peningkatan kewaspadaan dan kesiapsiagaan

masyarakat dan jajaran pemerintah daerah setempat, khususnya

di daerah rawan bencana dalam menghadapi terjadinya bencana.

Dalam upaya pencarian, penyelamatan dan pemberian

pengobatan serta perawatan korban, kemampuan petugas dan

masyarakat ditingkatkan baik dalam kecepatan maupun ketepatan

waktu penyelamatan dengan dukungan peralatan yang

memadai.

XVIII/71

Page 133: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan yang ditetapkan

dalam Repelita VI, maka upaya penanggulangan bencana

dilaksanakan secara lintas bidang dan lintas sektor melalui

satu program yaitu program penanggulangan bencana yang

dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat.

Page 134: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun

Pertama Repelita VI

Tujuan program penanggulangan bencana adalah

meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat dalam

menghadapi bencana, serta meningkatkan kemampuan

masyarakat dalam menanggulangi akibat bencana, sehingga

mengurangi jumlah korban serta kerugian materi. Di samping itu,

program ini juga bertujuan menolong dan menyelamatkan para

korban bencana melalui bantuan darurat dan memulihkan kembali

fungsi sosial perorangan, keluarga dan masyarakat korban

bencana untuk hidup secara normal. Untuk itu sasaran program ini

adalah masyarakat di daerah rawan bencana dan para korban

bencana serta tenaga-tenaga di bidang penanggulangan bencana.

Kegiatan pokok dalam penanggulangan bencana meliputi

kesiapsiagaan menghadapi bencana, tanggap darurat terhadap

kejadian bencana, serta rehabilitasi dan rekonstruksi akibat

bencana, yang pelaksanaannya melibatkan berbagai instansi

terkait seperti Departemen Sosial, Dalam Negeri, Kesehatan,

Pekerjaan Umum, Perhubungan, ABRI, dan Pemerintah Daerah,

dibawah koordinasi Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan

Bencana (Bakornas PB).

XVIII/72

Page 135: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pada tahun 1994/95 tercatat serangkaian bencana alam yang

relatif besar seperti bencana tsunami yang terjadi di Banyuwangi

(Jawa Timur), gempa bumi di Maluku Utara, letusan Gunung

Merapi di Jawa Tengah, dan bencana banjir di kabupaten

Pasaman (Sumatera Barat). Dalam rangka membantu para korban

bencana alam tersebut, telah diberikan pelayanan gawat darurat

berupa pertolongan pertama pada saat awal terjadinya bencana,

pemberian bantuan.darurat obat dan bahan kesehatan

lainnya, pengobatan dan perawatan kesehatan

Page 136: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

baik di sekitar lokasi kejadian, di puskesmas-puskesmas

terdekat maupun di rumah-rumah sakit bagi korban yang

memerlukan perawatan khusus dokter ahli, serta pengungsian

dan penampungan korban bencana di tempat yang lebih aman

dengan didukung penyediaan dapur umum. Di samping itu,

diberikan pula bantuan rehabilitasi dan pembangunan rumah

serta sarana umum yang rusak akibat bencana.

Kegiatan kesiapsiagaan menghadapi bencana meliputi

penelitian dan pemetaan daerah rawan bencana, penyuluhan,

pendidikan dan pelatihan bagi petugas maupun masyarakat, dan

pengembangan sistem informasi penanggulangan bencana.

Dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan menghadapi

bencana alam geologis telah dilakukan kegiatan pemetaan,

identifikasi, dan penyelidikan daerah-daerah rawan bencana.

Pada tahun 1994/95 telah diselesaikan pemetaan seismik daerah

rawan gempa berskala 1:250.000 sebanyak 8 lembar; pemetaan

geologi gunung api skala 1:50.000 sebanyak 38 peta; pemetaan

daerah bahaya gunung api skala 1:50.000 sebanyak 91 peta;

pemetaan topografi puncak gunung api skala 1:10.000

sebanyak 34 peta; pemetaan topografi aliran lahar skala

1.:10.000 sebanyak 20 peta; pemetaan kerentanan gerakan tanah

skala 1:100.000 sebanyak 13 peta; identifikasi 20 daerah sesar

Page 137: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

aktif yang terbagi dalam 130 bagian sesar; pengamatan gunung

api secara terus menerus di 59 gunung api; pemantauan daerah

rawan longsor di 5 lokasi; dan penyelidikan di berbagai gunung

api yang meliputi penyelidikan potensi lahar/bahaya letusan,

penyelidikan kimia pada 24 gunung api, penyelidikan fisika,

penyelidikan penginderaan jauh, dan penyelidikan seismik pada

18 gunung api.

Guna melindungi dan mengamankan daerah produksi

pertanian dan permukiman dari daya rusak air dan bahaya

banjir, pada tahun

XVIII/

73

Page 138: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

1994/95 dilakukan perbaikan dan pengendalian alur sungai di

beberapa ruas sungai yang dianggap kritis sepanjang 401

kilometer. Kegiatan perbaikan dan pengendalian tersebut

antara lain meliputi pembangunan prasarana pada ruas

sungai, waduk tunggu, tanggul, perbaikan alur, perkuatan

tebing, saluran banjir, dan rumah pompa. Kegiatan-kegiatan

tersebut diharapkan dapat melindungi dari bahaya banjir areal

sekitar 45.019 hektar di daerah produksi pertanian sepanjang

sungai Bengawan Solo, Brantas, Citanduy, Cimanuk, Indragiri,

dan Batanghari, dan daerah permukiman di perkotaan seperti

Jakarta, Semarang, Surabaya dan Bandung. Sementara itu, dalam

upaya mengamankan sungai dan daerah sekitarnya dari daya

rusak yang ditimbulkan oleh lahar gunung api, di sekitar daerah

Gunung Merapi dan Gunung Semeru telah dibangun 6 unit

bangunan pengendali dan kantong-kantong lahar.

Dalam rangka menunjang dan meningkatkan keselamatan

penerbangan yang memenuhi syarat penerbangan, kondisi dan

jumlah peralatan keselamatan penerbangan juga ditingkatkan.

Pada tahun 1994/95 telah dipasang alat bantu navigasi

penerbangan (Non Directional Beacon/NDB) di 3 lokasi, alat

komunikasi dari darat ke pesawat berupa Very High Frequency-

Extended Range (VHF-ER) di 5 lokasi, Aeronautical Fixed

System High Frequency Communication System (AFS-HF XVIII/74

Page 139: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Communication System) di 10 lokasi, Aeronautical Fixed System

- Leased Channel (AFS-Leased Channel) di 1 lokasi, peralatan

komunikasi yang digunakan pada jalur penerbangan domestik

(Regional-Domestic Air Route Area/R-DARA) di 1 lokasi, dan

peralatan untuk mendistribusikan berita secara otomatis

(Automatic Messages Swicthing Centre/AMSC) di 1 lokasi.

Dengan dipasangnya peralatan tersebut, maka peralatan navigasi

udara, yang berupa NDB telah meningkat menjadi 238 unit.

Peralatan komunikasi dari darat ke pesawat yang terdiri dari

VHF-ER, AFS-HF Communication System dan AFS-Leased

Channel meningkat dari 337

Page 140: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

unit pada tahun 1993/94 menjadi 353 unit pada tahun

1994/95. Alat komunikasi berupa R-DARA meningkat dari 16

lokasi pada tahun 1993/94 menjadi 17 lokasi pada tahun

1994/95. Peralatan untuk mendistribusikan berita secara

otomatis (AMSC) pada tahun 1994/95 secara keseluruhan telah

digunakan di 19 lokasi.

Sementara itu, keselamatan pelayaran juga ditingkatkan

antara lain dengan menyediakan fasilitas keselamatan seperti

fasilitas navigasi, kesyahbandaraan dan penjagaan keamanan

pantai yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan

keselamatan pelayaran. Pada tahun 1994/95 telah dibangun

fasilitas sarana bantu navigasi berupa pembangunan 4 menara

suar dan 105 rambu suar, serta disediakan kapal bandar sebanyak

31 kapal untuk fasilitas kesyahbandaraan. Di samping itu untuk

pemeliharaan alur pelayaran telah dikeruk sebanyak 10,6 juta m³

lumpur.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan tenaga pertahanan

sipil (hansip) dan satuan perlindungan masyarakat (linmas)

dalam penanggulangan bencana, pada tahun 1994/95 telah

dilaksanakan pelatihan kepada aparat markas wilayah (Mawil)

Hansip di beberapa propinsi rawan bencana alam seperti Jawa

Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Irian Jaya. XVIII/75

Page 141: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Untuk memelihara kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat

dalam menghadapi bencana, terutama para petugas

penanggulangan bencana, pada tahun 1994/95 telah dilatih

sebanyak 200 orang instruktur penanggulangan bencana, 680

orang satuan tugas sosial penanggulangan bencana (SATGASOS

PB), dan pelatihan penyegaran bagi 280 orang Satgasos PB yang

telah berada di masyarakat.

Kegiatan tanggap darurat terhadap kejadian bencana

ditujukan untuk meningkatkan kemampuan penanggulangan

ketika terjadi bencana yang dilakukan melalui: pertama,

peningkatan kemampuan

Page 142: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

sumber daya manusia dan pembinaan fungsi satuan tugas

pelaksana dalam pengelolaan dan koordinasi bantuan darurat;

kedua, penyediaan sarana dan prasarana untuk melakukan

pencarian, penyelamatan, dan pelayanan kesehatan serta

pelayanan sosial terhadap korban bencana; dan ketiga

meningkatkan kemampuan masyarakat dan petugas dalam

mengkonsolidasi diri segera sesudah terjadi bencana melalui

penyediaan sarana dan prasarana darurat agar akibat bencana

tidak meluas dan berkepanjangan.

Pada tahun 1994/95 fasilitas pencarian dan penyelamatan

ditingkatkan antara lain melalui penambahan 4 buah helikopter

SAR, pengembangan satulit komunikasi SAR dan unit sistem

informasi operasional SAR (SAROIMS) di 19 lokasi, pengadaan

2 unit perahu penyelamatan yang dilengkapi dengan peralatan

medis, 3 unit hydrolic rescue pump dan 2 unit lifting bag untuk

pengangkatan pesawat maupun pertolongan bencana alam, dan

pengadaan 2 set peralatan pendakian, serta 36 buah baju tahan

api. Dengan peningkatan fasilitas tersebut maka tingkat

keberhasilan penyelamatan korban musibah pelayaran dan

penerbangan semakin meningkat. Pada tahun 1994/95 tercatat

sebanyak 1.070 orang dari 1.439 orang terkena musibah (74,3%)

yang berhasil dapat diselamatkan.

XVIII/76

Page 143: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi akibat bencana

bertujuan untuk memperbaiki dan membangun kembali sarana

dan prasarana di lokasi bencana agar segera berfungsi kembali,

dan memulihkan tata kehidupan dan penghidupan serta

kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana

berdasarkan azas kemandirian. Kegiatan rehabilitasi dan

rekonstruksi antara lain meliputi peningkatan pelayanan sosial

terhadap korban bencana melalui pemberian bantuan dan

rehabilitasi permukiman serta sarana umum lainnya seperti

tempat ibadah, gedung, sekolah, pasar dan air bersih. Kepada

para korban diberikan bimbingan dan penyuluhan untuk

mempercepat pemulihan

Page 144: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

kehidupan dan penghidupan mereka didukung dengan

pemberian bantuan sarana usaha. Selanjutnya dilakukan

perbaikan sarana dan prasarana dasar serta dalam keadaan

tertentu pemindahan permukiman secara darurat maupun

pemindahan penduduk secara permanen ke tempat atau daerah

yang lebih aman baik secara lokal maupun melalui

transmigrasi.

Dalam rangka membantu korban bencana alam yang terjadi

pada tahun 1994/95, disamping diberikan bantuan pelayanan

kesehatan dan sosial seperti diuraikan di atas, juga diberikan

bantuan rehabilitasi dan pembangunan rumah serta sarana umum

yang rusak akibat bencana. Bagi korban bencana tsunami di

Banyuwangi, telah diberikan bantuan darurat dan pembangunan

794 unit rumah baru, rehabilitasi 121 unit rumah, serta bantuan

sarana penangkapan ikan sebanyak 286 unit. Bagi korban

bencana gempa bumi di Maluku Utara telah diberikan bantuan

darurat dan pembangunan 1.000 unit rumah baru. Bagi

masyarakat yang bertempattinggal di daerah bahaya letusan

gunung Merapi seperti di dusun Sudimoro dan Pelem desa

Girikerto kecamatan Turi kabupaten Sleman telah diberikan

bantuan darurat dan permukiman kembali 180 unit rumah.

Sementara itu bagi korban bencana banjir di Sumatera Barat,

telah diberikan bantuan darurat, dan rehabilitasi 362 unit XVIII/77

Page 145: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

rumah. Kesemuanya dilakukan bersama bantuan dari

masyarakat.

Pada tahun 1994/95 telah diberikan bantuan rehabilitasi

4.457 unit rumah korban bencana alam lainnya di 19 propinsi,

dan rehabilitasi serta rekonstruksi prasarana jalan yang rusak

akibat gempa bumi dan gelombang pasang (tsunami) di Alor,

Flores (Nusa Tenggara Timur), Ternate (Maluku) dan di

Liwa (Lampung).

Page 146: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

E. KEPENDUDUKAN

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Sasaran pembangunan kependudukan pada akhir Repelita VI

adalah menurunnya laju pertumbuhan penduduk dari 1,66 persen

pada tahun 1993 menjadi 1,51 persen pada tahun 1998 sehingga

jumlah penduduk mencapai 204,4 juta; meningkatnya angka

harapan hidup menjadi sekitar 64,6 tahun; dan menurunnya angka

kematian bayi menjadi sekitar 50 kematian per seribu kelahiran

hidup.

Dalam rangka mencapai sasaran pembangunan kependudukan,

ditempuh berbagai kebijaksanaan untuk meningkatkan kualitas

penduduk agar potensi penduduk dapat dikembangkan secara

optimal; mengendalikan pertumbuhan dan kuantitas penduduk

melalui gerakan keluarga berencana; mengarahkan persebaran dan

mobilitas penduduk sesuai dengan daya dukung lingkungan dan

kebutuhan tenaga kerja; menyempurnakan sistem informasi

kependudukan agar dapat meningkatkan mutu dan liputan data

kependudukan; serta meningkatkan daya guna dan

kesejahteraan penduduk usia lanjut dengan tetap mengutamakan

peran keluarga dalam masyarakat.

XVIII/78

Page 147: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas,

pembangunan kependudukan dalam Repelita VI dilaksanakan

melalui satu program yaitu program kependudukan yang

bersifat lintas bidang dan lintas sektor, yang pelaksanaannya

didukung secara terpadu oleh berbagai program di bidang

pembangunan lainnya serta didukung oleh peran serta masyarakat.

Page 148: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Pertama

Repelita VI

Pembangunan kependudukan telah berhasil menurunkan laju per-

tumbuhan penduduk secara bermakna sehingga diproyeksikan menjadi

1,63 persen pada tahun 1994. Penurunan laju pertumbuhan penduduk

merupakan dampak dari penurunan angka kelahiran kasar dan angka

kelahiran total. Penurunan pertumbuhan penduduk tersebut membawa

dampak pada peningkatan kualitas penduduk yang ditandai oleh

semakin menurunnya angka kematian bayi dan angka kematian kasar

serta meningkatnya rata-rata harapan hidup penduduk. Di samping

itu, persebaran penduduk antara lain melalui transmigrasi dan

persebaran tenaga kerja telah makin menyeimbangkan persebaran

penduduk di daerah luar Pulau Jawa. Kegiatan registrasi penduduk

yang merupakan bagian dari sistem informasi kependudukan

ditingkatkan mutu dan cakupannya.

a. Peningkatan Kualitas Penduduk

Dalam rangka peningkatan kualitas penduduk berbagai kegiatan

pembangunan yang berorientasi pada peningkatan sumber daya

manusia terus ditingkatkan dan dimantapkan. Kegiatan peningkatan

kualitas penduduk merupakan kegiatan pembangunan yang

dilaksanakan secara lintas bidang, lintas sektor, dan lintas program. XVIII/79.

Page 149: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Kegiatan tersebut dilakukan antara lain melalui peningkatan iman dan

ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta pendidikan P4,

peningkatan kualitas pendidikan baik pendidikan sekolah maupun

pendidikan luar sekolah, peningkatan cakupan dan mutu pelayanan

kesehatan, dan peningkatan peranan wanita. Secara lebih rinci dapat

diikuti pada laporan di berbagai sektor tersebut.

Page 150: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

b. Pengendalian Pertumbuhan dan Kuantitas Penduduk

Pengendalian pertumbuhan dan kuantitas penduduk ditujukan

untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk sehingga tercipta

keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan

daya tampung lingkungannya. Kegiatan-kegiatan untuk

mengendalikan pertumbuhan dan jumlah penduduk dilaksanakan

terutama melalui kegiatan-kegiatan dalam program keluarga

berencana (KB) yang terdiri dari komunikasi, informasi, dan

edukasi (KIE), pelayanan KB, dan pemantapan kelembagaan

dan pengelolaan program; serta berbagai kegiatan di

berbagai bidang dan sektor.

Pada awal Repelita VI (1994) jumlah penduduk Indonesia

diproyeksikan telah mencapai sekitar 192,2 juta orang terdiri dari

95,8 juta penduduk laki-laki dan 96,4 penduduk perempuan.

Dibandingkan dengan perkiraan jumlah penduduk pada tahun 1993,

terdapat pertambahan penduduk sekitar 3,1 juta orang. Meskipun

jumlah penduduk terus menunjukkan peningkatan, tetapi laju

pertumbuhannya terus mengalami penurunan. Pada tahun pertama

Repelita VI (1994) diperkirakan laju pertumbuhan penduduk adalah

1,63 persen, sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan laju

pertumbuhan penduduk pada tahun 1993 yaitu 1,66 persen.

XVIII/80

Page 151: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

c. Pengarahan Persebaran dan Mobilitas Penduduk

Upaya untuk menciptakan keseimbangan persebaran antara

jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya tampung

lingkungannya antara lain dilakukan dalam berbagai program,

seperti program transmigrasi dan penciptaan kesempatan kerja baik

antardaerah, antarpropinsi maupun antarnegara. Laporan yang rinci

mengenai kegiatan-kegiatan dalam berbagai program tersebut dapat

dilihat pada uraian di sektor yang bersangkutan.

Page 152: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

d. Penyempurnaan Sistem Informasi Kependudukan

Salah satu kendala pembangunan kependudukan adalah masih

langkanya data dan informasi kependudukan, padahal dukungan

informasi kependudukan diperlukan dalam proses perencanaan,

pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi pembangunan.

Dalam upaya menciptakan suatu sistem informasi kependudukan

pada tahun 1994/95 telah disusun rancangan kebijaksanaan Sistem

Informasi Kependudukan dan Keluarga (SIDUGA) dengan

melibatkan 15 instansi pemerintah. Melalui sistem informasi

tersebut diharapkan seluruh data dan informasi mengenai

kependudukan dan keluarga di setiap instansi/departemen dapat

didayagunakan melalui suatu jaringan komunikasi data yang dikelola

dengan azas kemitraan.

Penyempurnaan sistem informasi kependudukan juga

dilaksanakan melalui penataan administrasi registrasi penduduk.

Pelaksanaan registrasi penduduk yang dilakukan oleh aparat

pemerintah daerah di setiap propinsi meliputi kegiatan pencatatan dan

pelaporan data kependudukan yang terdiri dari kelahiran, kematian,

petpindahan dan data statistik kependudukan lainnya yang dilakukan

mulai dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat propinsi. Pada

tahun 1994/95 telah dilakukan pelatihan pencatatan dan pelaporan

XVIII/81

Page 153: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

registrasi penduduk bagi sekitar 400 orang aparat pemerintah daerah

di 5 propinsi, baik yang berada di tingkat desa/kelurahan, tingkat

kecamatan, tingkat kabupaten, maupun tingkat propinsi. Secara

keseluruhan sejak tahun 1989/90 sampai dengan tahun 1994/95 telah

dilatih lebih dari 16.000 orang aparat petugas registrasi penduduk di

20 propinsi.

Page 154: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

e. Pendayagunaan dan Kesejahteraan Penduduk Usia

Lanjut

Program pendayagunaan dan kesejahteraan penduduk usia lanjut

dimaksudkan untuk mendorong dan mendayagunakan penduduk usia

lanjut yang produktif sesuai dengan kemampuan, kearifan, peng-

alaman dan keahliannya; menyedialcan sarana dan fasilitas

pelayanan khusus bagi para lanjut usia yang lemah fisik dan mental;

serta meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap penduduk usia

lanjut yang memerlukan pertolongan. Upaya tersebut

diselenggarakan melalui kegiatan-kegiatan pembangunan di

bidang kesehatan, kesejahteraan sosial, pendidikan, dan tenaga

kerja.

Semakin meningkatnya rata-rata harapan hidup memberikan

dampak pada semakin meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut.

Di samping itu peningkatan jumlah penduduk usia lanjut juga

terjadi karena terdapat perubahan demografis dan

pergeseran struktur penduduk Indonesia dari usia muda ke

arah usia produktif dan usia lanjut yang dihasilkan oleh

kemajuan pembangunan selama ini. Jika pada tahun 1993

penduduk usia lanjut berjumlah sekitar 11,7 juta orang atau

6,2 persen dari total penduduk tahun 1993, pada tahun 1994

jumlahnya telah meningkat menjadi sekitar 12,2 juta orang atau XVIII/82

Page 155: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

6,4 persen dari total penduduk tahun 1994. Penduduk usia lanjut

yang masih bekerja dengan tingkat pendidikan SLTP ke atas ternyata

meningkat dari 4,4 persen pada tahun 1993 menjadi 5,0 persen pada

tahun 1994.

Sementara itu bagi penduduk usia lanjut yang tidak mampu, baik

yang tinggal sendiri maupun bersama keluarganya yang juga tidak

mampu, dan yang tinggal di panti lanjut usia diberikan penyantunan.

Penyantunan bagi penduduk usia lanjut di dalam panti adalah berupa

jaminan hidup, sedangkan bagi penduduk usia lanjut di luar

panti

Page 156: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

adalah berupa sarana pelayanan khusus. Pada tahun 1994/95 jumlah

penduduk usia lanjut yang tidak mampu yang telah menerima

penyantunan adalah sebanyak 43.473 orang, atau meningkat sebanyak

3.329 orang bila dibandingkan dengan jumlahnya pada akhir Repelita

V (1993/94) yaitu 40.144 orang.

F. KELUARGA SEJAHTERA

1. Sasaran, Kebijaksanaan dan Program Repelita VI

Sasaran dalam Repelita VI adalah menurunnya angka kelahiran

total (TFR) menjadi 2,60 per wanita; meningkatnya kepedulian dan

peran serta masyarakat dalam rangka mewujudkan sikap dan

perilaku kemandirian; dan terwujudnya tatanan gerakan Keluarga

Berencana (KB) secara menyeluruh untuk dijadikan landasan

pembangunan selanjutnya.

Dalam mencapai sasaran tersebut, pokok kebijaksanaan yang

ditempuh, antara lain, adalah mengembangkan ketahanan dan

meningkatkan kualitas keluarga, dalam rangka mewujudkan

kehidupan keluarga sebagai wahana persemaian nilai-nilai agama

dan nilai-nilai luhur budaya bangsa; meningkatkan kelembagaan

gerakan KB, dengan menggalakkan keperdulian dan peran serta

XVIII/83

Page 157: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pemuka agama, pemuka masyarakat, organisasi kemasyarakatan

serta lembaga kemasyarakatan lainnya; dan mengembangkan

kerjasama internasional program KB.

Berdasarkan sasaran dan kebijaksanaan tersebut di atas,

pembangunan keluarga sejahtera dilaksanakan dalam satu program,

yaitu program keluarga berencana yang pelaksanaannya didukung

oleh berbagai bidang pembangunan lainnya secara terpadu.

Page 158: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

2. Pelaksanaan dan Hasil Pembangunan Tahun Pertama

Repelita VI

Program KB bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan

peran serta masyarakat terhadap pendewasaan usia perkawinan,

penurunan angka kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, dan

peningkatan kesejahteraan keluarga. Untuk mencapai tujuan tersebut,

program KB dilaksanakan melalui kegiatan: (a) komunikasi,

informasi, dan edukasi (KIE); (b) pelayanan keluarga berencana; dan

(c) pemantapan kelembagaan serta pengelolaan program. Melalui

berbagai kegiatan tersebut telah meningkatkan jumlah peserta KB

baru, dan jumlah peserta KB aktif, dan mengajak masyarakat

melaksanakan KB secara mandiri.

a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi

Pelaksanaan kegiatan KIE ditekankan pada upaya

menumbuhkan pengertian, kesadaran dan keyakinan tentang manfaat

keluarga kecil. Upaya tersebut diharapkan secara bertahap dapat

mendorong terjadinya proses perubahan pengetahuan, sikap

dan tingkah laku masyarakat terhadap penerimaan KB dalam

mewujudkan norma keluarga kecil, bahagia, sejahtera secara

mandiri. Pelaksanaan kegiatan KIE telah ditingkatkan

XVIII/84

Page 159: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

bekerjasama dengan sektor-sektor terkait, organisasi profesi,

swasta niaga, organisasi masyarakat, LSM, dengan partisipasi

masyarakat luas.

Penyebarluasan pesan-pesan KIE tentang KB dilaksanakan

melalui berbagai media cetak dan elektronik seperti surat

kabar/majalah, televisi maupun radio yang disiarkan dalam berbagai

mata acara. Dalam tahun 1994/95 telah dikembangkan KIE melalui

pendekatan baru yaitu dengan melibatkan pemirsa/pendengar

secara

Page 160: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

interaktif dalam memecahkan permasalahan KB yang dihadapi.

Pelaksanaan KIE dengan pendekatan baru tersebut telah dilaksanakan

melalui televisi di 3 stasion TVRI propinsi (Palembang, Ujung

Pandang, dan Denpasar) dan melalui stasion radio di 15 propinsi. Di

samping itu, untuk meningkatkan pemerataan pelaksanaan KIE,

setiap Dati II telah dilengkapi dengan sarana mobil unit

penerangan.

Melalui berbagai kegiatan KIE tersebut pemahaman serta

kesadaran masyarakat akan pentingnya KB telah ditingkatkan. Hasil

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994

menunjukkan bahwa 96 persen dari pasangan usia subur (PUS)

mengetahui tentang KB dan 55 persen telah melaksanakan KB.

Sedangkan hasil SDKI tahun 1991 menunjukkan persentase PUS

yang mengetahui KB adalah 94 persen dan yang menjadi peserta KB

50 persen dari junilah PUS.

b. Pelayanan Keluarga Berencana

Pelayanan keluarga berencana dimaksudkan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat dalam ber-KB yang bermutu, aman, mudah

dan terjangkau agar memberikan kenyamanan dan kepuasan peserta

KB. Pelayanan KB terutama dilaksanakan di rumah sakit dan klinik

KB. Rumah sakit dan klinik KB tersebut selain berfungsi sebagai XVIII/85

Page 161: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

tempat pelayanan KB juga berfungsi sebagai tempat rujukan dan

pengayoman bagi peserta KB yang mengalami komplikasi

pemakaian alat/obat kontrasepsi. Upaya meningkatkan pemerataan

dan pelayanan KB khususnya di daerah yang terpencil dilaksanakan

melalui kegiatan tim keluarga berencana keliling (TKBK). Di

samping itu, dalam rangka peningkatan mutu pelayanan KB telah

dilaksanakan penyediaan peralatan pelayanan KB yang cukup

sampai di tingkat desa.

Page 162: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Berbagai upaya pelayanan KB dan dukungan peralatan tersebut

dilakukan untuk memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada

PUS untuk berpartisipasi dalam ber-KB. PUS yang baru pertama

kali memakai salah satu alat kontrasepsi disebut sebagai peserta KB

baru. Untuk mempermudah melihat perkembangan pencapaian

peserta KB baru penyajian data dalam Tabel XVIII-11 dibagi

dalam 3 wilayah besar yaitu wilayah Jawa - Bali, wilayah

Luar Jawa - Bali I, dan wilayah Luar Jawa - Bali II. Pembagian

wilayah, tersebut sesuai dengan tahapan dimulainya

penggarapan KB di Indonesia.

Secara nasional jumlah peserta KB Baru pada tahun 1994/95

kurang lebih adalah 4,6 juta PUS atau sekitar 104 persen dari sasaran

tahun pertama Repelita VI. Jumlah tersebut naik sekitar 350 ribu

PUS dibandingkan pada tahun 1993/94. Tercapainya sasaran

peserta KB baru disebabkan tingginya tingkat pencapaian di

wilayah Luar Jawa - Bali I yaitu sebesar kurang lebih 129

persen. Sedangkan di wilayah Jawa - Bali tingkat

pencapaiannya hanya sebesar 94 persen dan di wilayah Luar Jawa -

Bali II mendekati sasaran yang ditetapkan (Tabel XVIII-11).

Rendahnya tingkat pencapaian di wilayah Jawa - Bali kemungkinan

dikarenakan sebagian besar PUS berusia muda sehingga lebih sulit

diajak untuk ber-KB karena masih menginginkan anak.

XVIII/86

Page 163: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Di samping upaya meningkatkan jumlah peserta KB, upaya lain

yang dilakukan adalah meningkatkan pemakaian kontrasepsi efektif

yang memberikan perlindungan lebih lama terhadap kehamilan. Jenis

kontrasepsi efektif tersebut terdiri dari IUD, suntikan, dan implant.

Pada tahun 1994/95 pemakaian berbagai jenis alat kontrasepsi oleh

peserta KB baru umumnya menurun dibandingkan dengan tahun

1993/94, kecuali pemakaian implant. Hal ini menunjukkan bahwa

masyarakat semakin berminat pada alat kontrasepsi efektif (Tabel

XVIII-12).

Page 164: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Untuk memberikan hasil nyata dalam penurunan kelahiran,

peserta KB baru tersebut dibina kelangsungannya dalam

pemakaian alat kontrasepsi. Peserta KB yang secara terus

menerus untuk waktu yang lama memakai alat kontrasepsi

disebut peserta KB aktif. Pada tahun 1994/95 jumlah peserta

KB aktif adalah sekitar 22,8 juta PUS (Tabel VIII-13). Jumlah

peserta KB aktif di setiap wilayah menunjukkan peningkatan

yang cukup menggembirakan. Seperti halnya pada peserta KB

baru, peserta KB aktif juga cenderung memakai alat/obat

kontrasepsi efektif. Pada tahun 1994/.95 lebih dari 61 persen

peserta KB aktif memakai kontrasepsi IUD, Suntikan, dan

Implant masing-masing 22 persen, 31 persen dan 8 persen dari

seluruh peserta KB aktif (Tabel XVIII-14). Selain melalui

kegiatan KIE dan pelayanan KB yang terus menerus, tingginya

tingkat kelangsungan pemakaian alat/obat kontrasepsi antara

lain oleh karena dilakukannya pendekatan melalui upaya

peningkatan kesejahteraan dan ketahanan keluarga. Kegiatan

tersebut berupa peningkatan pendapatan bagi peserta KB, serta

pembinaan bagi keluarga balita antara lain melalui usaha

peningkatan pendapatan kelompok akseptor (UPPKA), yang

selanjutnya berkembang menjadi usaha peningkatan pendapatan

keluarga sejahtera (UPPKS).

UPPKA atau UPPKS dilaksanakan dengan pemberian XVIII/87

Page 165: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pinjaman modal secara bergulir kepada peserta KB. Pada tahun

1994/95 peserta UPPKA telah berjumlah 1,8 juta orang. Mulai

Repelita VI kegiatan tersebut telah ditingkatkan melalui

kerjasama dengan perbankan yaitu PT Bank Negara Indonesia

(Persero), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), dan beberapa

BUMN seperti PT Indosat, PT Telkom, PT Kimia Farma, dan

PT Jasa Raharja.

Di samping itu, dalam rangka memberikan pengetahuan

dan ketrampilan kepada para ibu tentang bagaimana mendidik

dan mengasuh anak balita dibentuk kelompok-kelompok bina

keluarga

Page 166: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

balita (BKB). Dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan

tersebut diharapkan ibu-ibu mampu mendidik dan mengasuh

anak balitanya sejak dini agar dapat tumbuh dan berkembang

menjadi manusia yang sehat seutuhnya. Pada tahun 1994/95

tercatat sebanyak 3,4 juta peserta BKB yang tersebar

diseluruh Indonesia. Selanjutnya dikembangkan pula bina

keluarga remaja (BKR), dan bina keluarga lanjut usia (BKL).

c. Pemantapan Pelembagaan Program

Dalam rangka meningkatkan pembudayaan NKKBS

melalui gerakan keluarga berencana diupayakan keikutsertaan

lembagalembaga yang ada dalam masyarakat secara aktif

membantu program KB. Dengan upaya itu tumbuh dan

berkembang kelompok-kelompok peserta KB yang diorganisasi

dalam bentuk pembantu pembina KB desa (PPKBD) dan Sub-

PPKBD. Sebagai upaya lebih lanjut untuk meningkatkan peran

aktif masyarakat dalam pembangunan KB, dari Sub-PPKBD

dikembangkan kelompok-kelompok peserta KB yang terdiri

dari 5-10 peserta KB. Pada tahun 1994/95 telah terbentuk

sekitar 668,6 ribu kelompok KB yang tersebar di seluruh desa.

Seiring dengan partisipasi lembaga-lembaga masyarakat

dalam pelaksanaan KB, juga telah ditingkatkan kepedulian dan XVIII/88

Page 167: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

peran serta pemuka agama, pemuka masyarakat dan lembaga

swadaya dan organisasi masyarakat seperti LKK-NU,

Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), Muhammadiyah,

Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), PKK, serta Darma

Wanita. Di samping itu, telah pula ditingkatkan kerjasama

dengan organisasi-organisasi profesi antara lain: Ikatan Dokter

Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Ikatan

Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI). Dengan keikutsertaan lem-

baga/organisasi tersebut pada tahun 1994/95 masyarakat yang

telah melaksanakan KB secara mandiri berjumlah sekitar 1,5

juta PUS.

Page 168: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

d. Pendidikan dan Pelatihan

Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan program KB

dilakukan usaha-usaha pendidikan dan pelatihan tenaga program

KB. Melalui pendidikan dan pelatihan tersebut, kemampuan dan

keterampilan teknis makin meningkat sehingga tenaga program

makin dapat memenuhi permintaan masyarakat yang akan . ber-

KB. Jumlah tenaga program yang mendapat pelatihan pada tahun

1994/95 adalah para dokter sebanyak 2.705 orang dan

bidan/pembantu bidan sebanyak 5.370 orang.

Selanjutnya untuk mengantisipasi perkembangan masyarakat

dan ilmu pengetahuan dalam bidang KB dan bidang lain yang

terkait, telah ditingkatkan pengetahuan dan keahlian tenaga

program melalui pendidikan tinggi dalam program Diploma,

Sarjana, dan Pasca Sarjana. Pada tahun 1994/95 telah

diselenggarakan pendidikan berjenjang yang meliputi: 400 orang

D2, 3.000 orang D3, 406 orang S1, 121 orang S2, dan 14 orang S3

baik dalam negeri maupun luar negeri.

Kerjasama internasional dalam KB telah dikembangkan

terutama di antara negara-negara GNB. Kerjasama ini meliputi

pertukaran informasi, pengalaman, keahlian dan iptek sesuai

dengan kondisi negara masing-masing. Pada tahun 1994/95 telah

dilaksanakan kegiatan studi banding di Indonesia bagi 447

peserta yang berasal dari negara-negara Afrika, Asia, Pasifik

Selatan dan Amerika Latin.XVIII/89

Page 169: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pelaporan dan Penelitian

Salah satu aspek yang penting dalam pengelolaan gerakan

KB nasional adalah sist im pencatatan dan pelaporan

yang dapat

Page 170: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

menyediakan informasi secara cepat, tepat, akurat dan terus

menerus. Sistem tersebut terus-menerus disempurnakan agar

dapat memantau pelaksanaan, hasil dan dampak program KB.

Pada akhir Repelita V telah dilakukan desentralisasi

pengumpulan dan pengolahan data pada tingkat

kabupaten/kotamadya. Dengan demikian, laporan dari tingkat

kecamatan dan klinik tidak lagi langsung dikirim ke pusat. Pada

tahun 1994/95 telah dilakukan penyempurnaan sistim pencatatan

dan pelaporan dengan mencakup informasi lebih luas

yaitu tentang keluarga berencana, demografi dan keluarga

sejahtera.

Di samping itu dilakukan pula kegiatan penelitian dengan

maksud untuk menggali informasi yang lebih mendalam tentang

dampak program KB. Pada tahun 1994/95 telah dilakukan 15

paket penelitian antara lain mengenai peran institusi

masyarakat (PKK, PPKBD, BKB) di perdesaan,

pelaksanaan KB di daerah kumuh, pantai dan kepulauan,

serta penelitian tentang peningkatan kualitas pelayanan. Melalui

kegiatan penelitian tersebut diupayakan untuk mengidentifikasi

kebutuhan pelayanan KIE, kontrasepsi maupun pelayanan

terpadu serta pengembangan kemandirian. Di samping itu

dilakukan penelitian pula mengenai pemakaian alat kontrasepsi

dalam upaya mengembangkan kontrasepsi yang dapat XVIII/90

Page 171: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

memberikan kepuasan kepada peserta KB.

Penelitian lainnya yang bersifat lebih komprehensif adalah

SDKI 1994 yang dilaksanakan berkerja sama dengan BPS dan

Departemen Kesehatan. Kajian yang mendalam atas SDKI telah

memberikan informasi yang sangat berarti antara lain tentang

angka prakiraan jumlah permintaan terhadap pelayanan KB serta

gambaran prioritas sasaran gerakan KB dimasa yang akan

datang.

Page 172: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 173: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 174: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 175: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 176: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17
Page 177: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

9. METODE PENGENDALIAN

A. Tindakan pencegahan:

Tujuan dasarnya adalah untuk mengurangi kemungkinan orang-orang yang digigit oleh kutu yang

terinfeksi, mengalami kontak langsung dengan jaringan infektif dan eksudat, atau terkena pasien

dengan wabah pneumonia.

1) Mendidik masyarakat di daerah enzootic pada mode eksposur hewan manusia dan domestik;

pentingnya bangunan pemeriksaan tikus, mencegah akses ke makanan dan tempat tinggal oleh tikus

peridomestic melalui penyimpanan dan pembuangan makanan, sampah dan menolak sesuai; dan

pentingnya menghindari gigitan kutu dengan menggunakan insektisida dan penolak. Di daerah

sylvatic atau wabah pedesaan, masyarakat harus dianjurkan untuk menggunakan penolak serangga dan

Page 178: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

diperingatkan untuk tidak kamp dekat liang tikus dan untuk menghindari penanganan hewan pengerat,

tetapi untuk melaporkan hewan yang mati atau sakit kepada otoritas kesehatan atau penjaga taman.

Anjing dan kucing di daerah tersebut harus diperlakukan secara berkala dengan insektisida yang tepat.

2) populasi Survey tikus secara berkala untuk menentukan efektivitas program sanitasi dan untuk

mengevaluasi potensi wabah epidemi. Rat penindasan oleh keracunan (lihat 9B6, di bawah) mungkin

diperlukan untuk meningkatkan langkah-langkah sanitasi lingkungan dasar; kontrol tikus harus selalu

didahului oleh langkah-langkah untuk mengendalikan kutu. Menjaga pengawasan fokus alami dengan

pengujian bakteriologis tikus liar yang sakit atau mati dan oleh studi serologis karnivora liar dan

outdoor anjing dan kucing mulai populasi dalam rangka untuk menentukan bidang kegiatan wabah.

Pengumpulan dan pengujian kutu dari tikus liar dan sarang mereka atau liang juga mungkin tepat.

Page 179: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

3) Pengendalian tikus di kapal dan dermaga dan gudang oleh tikus pemeriksaan atau penyemprotan

periodik, bila perlu dikombinasikan dengan perusakan tikus dan kutu mereka di kapal dan di kargo,

terutama kargo kemas, sebelum pengiriman dan pada kedatangan dari wabah lokasi endemik.

4) Pakailah sarung tangan ketika berburu dan penanganan satwa liar.

5) Imunisasi aktif dengan vaksin bakteri tewas menganugerahkan perlindungan terhadap penyakit pes

(tapi wabah pneumonia tidak primer) di sebagian besar penerima untuk setidaknya beberapa bulan bila

diberikan dalam serangkaian utama 3 dosis dengan dosis satu dan dua 1-3 bulan terpisah diikuti

dengan dosis tiga 5-6 bulan kemudian; suntikan penguat diperlukan setiap 6 bulan jika eksposur risiko

tinggi terus. Setelah dosis booster ketiga, interval dapat diperpanjang untuk setiap 1 sampai 2 tahun.

Imunisasi pengunjung ke daerah epidemi dan laboratorium dan lapangan pekerja penanganan basil

Page 180: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

wabah atau hewan yang terinfeksi dapat dibenarkan namun tidak boleh diandalkan sebagai tindakan

pencegahan tunggal. Imunisasi rutin tidak diindikasikan meskipun bagi sebagian besar orang yang

tinggal di daerah enzootic seperti Amerika Serikat bagian barat. Vaksin hidup yang dilemahkan

digunakan di beberapa negara, namun dapat menghasilkan reaksi yang lebih buruk dan tidak ada bukti

bahwa mereka lebih protektif.

B. Pengawasan kontak pasien dan lingkungan sekitarnya:

1) Laporkan kepada instansi kesehatan setempat: Laporan kasus dicurigai dan kasus yang

dikonfirmasi secara universal dibutuhkan oleh International Health Regulation, Kelas 1 (lihat

Pelaporan Penyakit Menular). Karena kelangkaan alami diperoleh wabah utama pneumonia, bahkan

satu kasus harus inititate pertimbangan prompt dengan baik kesehatan masyarakat dan penegakan

hukum otoritas dari paparan bioteroris / biowarfare.

Page 181: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

2) Isolasi: pasien sembuh, dan terutama pakaian dan bagasi mereka, kutu menggunakan insektisida

yang efektif terhadap kutu lokal dan dikenal aman bagi orang-orang; rawat inap jika praktis. Untuk

pasien dengan penyakit pes (jika tidak ada batuk dan dada x-ray negatif) drainase dan sekresi tindakan

pencegahan yang ditunjukkan untuk 48 jam setelah dimulainya terapi yang efektif. Untuk pasien

dengan wabah pneumonia, isolasi ketat dengan tindakan pencegahan terhadap penyebaran udara

diperlukan hingga 48 jam terapi antibiotik yang sesuai telah selesai dan telah ada respon klinis yang

menguntungkan (lihat 9B7, di bawah).

3) Disinfeksi serentak: Dari sputum dan pembuangan purulen dan artikel kotor dengannya.

Membersihkan terminal. Tubuh manusia dan bangkai hewan yang mati karena wabah harus ditangani

dengan tindakan pencegahan aseptik yang ketat.

Page 182: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

4) Karantina: Mereka yang telah berada di rumah tangga atau tatap muka kontak dengan pasien

dengan wabah pneumonia harus disediakan kemoprofilaksis (lihat 9B5, di bawah) dan ditempatkan di

bawah pengawasan selama 7 hari; mereka yang menolak kemoprofilaksis harus dipertahankan dalam

isolasi ketat dengan pengawasan yang cermat selama 7 hari.

5) Perlindungan kontak: Dalam situasi epidemi di mana kutu manusia diketahui terlibat, kontak pasien

penyakit pes harus disinfested dengan insektisida yang tepat. Semua kontak dekat harus dievaluasi

untuk kemoprofilaksis. Kontak dekat dikonfirmasi atau diduga kasus pneumonia wabah (termasuk

tenaga medis) harus diberi kemoprofilaksis menggunakan tetrasiklin (15-30 mg / kg) atau

chioramphenicol (30 mg / kg) setiap hari dalam 4 dosis terbagi selama 1 minggu setelah paparan

berhenti.

6) Investigasi kontak dan sumber infeksi: Cari orang dengan rumah tangga atau tatap muka paparan

Page 183: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

wabah pneumonia, dan untuk hewan pengerat yang sakit atau mati dan kutu mereka. Kontrol kutu

harus mendahului atau bertepatan dengan tindakan antirodent. Debu tikus berjalan, tempat tinggal

yang dan liang di dalam dan sekitar daerah wabah diketahui atau diduga dengan insektisida diberi

label untuk mengendalikan kutu dan diketahui efektif terhadap kutu lokal. Jika nonburrowing tikus

liar yang terlibat, stasiun umpan insektisida dapat digunakan. Jika tikus perkotaan yang terlibat,

disinfeksi oleh debu rumah, kakus dan perabot rumah tangga; debu tubuh dan pakaian dari semua

warga di sekitar langsung. Menekan populasi tikus oleh kampanye terencana dan energik keracunan

dan dengan langkah-langkah bersamaan kuat untuk mengurangi tempat tinggal yang tikus dan sumber

makanan.

7) Pengobatan spesifik: Streptomycin adalah obat pilihan, gentamisin dapat digunakan ketika

streptomisin tidak tersedia; tetrasiklin dan chioramphenicol adalah pilihan alternatif. Chioramphenicol

diperlukan untuk pengobatan meningitis wabah. Semua sangat efektif jika digunakan awal (dalam 8-

Page 184: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

18 jam setelah onset dari wabah pneumonia). Setelah respon yang memuaskan terhadap terapi obat,

munculnya kembali demam bisa terjadi akibat infeksi sekunder atau bubo supuratif yang mungkin

memerlukan insisi dan drainase.

C Penanganan wabah:

1) Selidiki semua kematian wabah yang dicurigai dengan pemeriksaan otopsi dan laboratorium jika

diperlukan. Mengembangkan dan melaksanakan penemuan kasus. Mendirikan sarana terbaik untuk

diagnosis dan pengobatan. Fasilitas medis yang ada peringatan untuk melaporkan kasus segera dan

untuk menggunakan layanan diagnostik dan terapeutik penuh.

2) Mencoba untuk mengurangi histeria publik dengan informasi yang tepat dan rilis pendidikan

melalui pers dan media berita.

Page 185: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

3) Institute intensif kontrol kutu dalam memperluas lingkaran dari fokus dikenal.

4) Melaksanakan penghancuran hewan pengerat di dalam daerah yang terkena hanya setelah kontrol

kutu yang memuaskan telah dicapai.

5) Lindungi semua kontak seperti yang tercantum dalam 9B5, di atas.

6) Melindungi pekerja lapangan terhadap kutu; pakaian debu dengan bubuk insektisida dan

menggunakan penolak serangga setiap hari.

D. Implikasi bencana:

Page 186: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Wabah bisa menjadi masalah yang signifikan di daerah endemik bila ada gejolak sosial, crowding dan

kondisi yang tidak higienis. Lihat sebelum dan sesudahnya paragraf untuk tindakan yang tepat.

E. Tindakan Internasional:

1) Pemberitahuan Bank dalam waktu 24 jam oleh pemerintah untuk WHO dan negara-negara yang

berdekatan yang pertama diimpor, pertama ditransfer atau kasus non-impor pertama wabah di setiap

daerah yang sebelumnya bebas dari penyakit. Laporkan baru ditemukan atau diaktifkan kembali fokus

wabah di antara hewan pengerat.

2) Tindakan berlaku untuk kapal-kapal, pesawat dan angkutan darat yang datang dari daerah wabah

ditentukan dalam Peraturan Kesehatan Internasional. Peraturan ini sedang direvisi, tetapi peraturan

baru tidak akan berlaku sampai tahun 2002 atau setelah.

Page 187: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

3) Semua kapal harus bebas dari tikus atau deratted berkala.

4) Rat bangunan bukti di pelabuhan dan bandar udara; menerapkan insektisida yang tepat;

menghilangkan tikus dengan rodentisida efektif.

5) Untuk wisatawan internasional, peraturan internasional mengharuskan sebelum keberangkatan

mereka pada pelayaran internasional dari daerah di mana ada epidemi wabah paru, mereka yang

dicurigai eksposur yang signifikan harus ditempatkan dalam isolasi selama 6 hari setelah pajanan

terakhir. Pada kedatangan kapal penuh yang terinfeksi atau dicurigai, atau pesawat penuh, wisatawan

dapat disinsected dan diawasi untuk jangka waktu tidak lebih dari 6 hari dari tanggal kedatangan.

Imunisasi terhadap wabah tidak dapat diminta sebagai syarat masuk ke suatu wilayah.

Page 188: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

6) Pusat Kerjasama WHO.

Tindakan F. bioterorisme:

Y. pestis didistribusikan di seluruh dunia; teknik untuk produksi massal dan penyebaran aerosol yang

tersedia; dan tingkat kematian dari wabah pneumonia primer tinggi dan ada potensi nyata untuk

penyebaran sekunder. Untuk alasan ini, serangan biologis dengan wabah dianggap menjadi perhatian

kesehatan masyarakat yang serius. Beberapa kasus sporadis kemungkinan akan terjawab atau

setidaknya tidak dikaitkan dengan tindakan bioteroris disengaja. Setiap tersangka kasus wabah harus

segera dilaporkan melalui telepon kepada departemen kesehatan setempat. Kemunculan tiba-tiba dari

banyak pasien dengan demam, batuk, kursus fulminan dan tingkat fatalitas kasus tinggi harus

memberikan peringatan untuk tersangka antraks atau wabah; jika batuk terutama disertai hemoptisis,

Page 189: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

presentasi ini nikmat diagnosis tentatif dari wabah pneumonia. Untuk dicurigai atau dikonfirmasi

wabah pneumonia, mengikuti pengobatan dan penahanan langkah-langkah yang diuraikan di atas 9B.

Google Translate for Business:Translator Toolkit Website Translator Global Market Finder

faktor risiko lingkungan yang mempunyai hubungan yang bermakna sebagai faktor yang

mempengaruhi keberadaan vektor adalah Kondisi Lantai Rumah, Kondisi Dinding Dapur, Kondisi

Lantai Dapur (P=0,00), Kondisi Tempat Sampah (P=0,40) dan Jarak Rumah dengan Ladang

(P=0,013) sementara untuk faktor perilaku adalah kebiasaan menangkap/membunuh tikus (P=0,005).

Page 190: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Selanjutnya pengendalian tikus dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi lingkungan yaitu

menciptakan lingkungan yang tidak favourable untuk kehidupan tikus pelaksanaannya dapat ditempuh

dengan cara:

a) Menyimpan semua makanan atau bahan makanan dengan rapi ditempat yang kedap tikus.

b) Menampung sampah dan sisa makanan ditempat sampah yang terbuat dari bahan yang kuat, kedap

air, mudah dibersihkan, bertutup rapi dan terpelihara dengan baik.

c) Tempat sampah tersebut hendaknya diletakkan di atas pondasi beton atau semen, rak atau tonggak.

d) Sampah harus selalu diangkut secara rutin minimal sekali sehari.

Page 191: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

e) Meningkatkan sanitasi tempat penyimpanan barang/alat sehingga tidak dapat dipergunakan tikus

untuk berlindung atau bersarang.

Pemasangan perangkap (trapping) perlu diupayakan secara rutin. Macam

perangkap tikus yang beredar di pasaran adalah jenis snap/guillotine trap dan cage

trap. Jenis cage trap digunakan untuk mendapatkan tikus hidup, guna diteliti

pinjalnya. Biasanya perangkap diletakkan di tempat jalan tikus atau di tepi bangunan.

Pemasangan perangkap lebih efektif digunakan setelah dilakukan poisoning, dimana

tikus yang tidak mati karena poisoning dapat ditangkap dengan perangkap.

Page 192: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Pencegahan penyakit pes dapat dilakukan melalui penyuluhan dan pendidikan kesehatan

kepada masyarakat dengan cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak dengan

tikus serta pinjalnya.

Cara mengurangi atau mencegah terjadinya kontak antara tikus beserta pinjalnya dengan

Page 193: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

manusia seperti:

1. Penempatan kandang ternak di luar rumah.

2. Perbaikan konstruksi rumah dan gedung-gedung sehingga mengurangi kesempatan

bagi tikus untuk bersarang (rat proof).

3. Membuka beberapa buah genting pada siang hari atau memasang genting kaca

sehingga sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah sebanyak-banyaknya.

4. Lantai semen.

5. Menyimpan bahan makanan dan makanan jadi di tempat yang tidak mungkin dicapai

atau mengundang tikus.

6. Melaporkan kepada petugas Puskesmas bilamana menjumpai adanya tikus mati tanpa

sebab yang jelas (rat fall).

7. Tunggi tempat tidur lebih dari 20 cm dari tanah.

Page 194: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Institusi yang berwenang dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian

vektor di pelabuhan adalah Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP). KKP merupakan

UPT pusat yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal

Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI. Hal

ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.356/Menkes/Per/IV/2008

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesehatan Pelabuhan yang menyatakan

bahwa tugas Kantor Kesehatan Pelabuhan adalah melaksanakan pencegahan masuk

keluarnya penyakit karantina dan penyakit menular potensial wabah, pelaksanaan

kekarantinaan, pelayananan kesehatan terbatas di wilayah pelabuhan/bandara dan

lintas batas darat serta pengendalian dampak risiko lingkungan (Depkes RI, 2008).

Page 195: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Nurisa, Ima, dan Ristiyanto. Penyakit Bersumber Rodensia (Tikus dan Mencit) di Indonesia dalam

Jurnal Ekologi Kesehatan Volume 4 Nomer 3 Desember 2005. Jakarta : Departemen Kesehatan

Pelaksanaan pengendalian zoonosis lintas batas terdapat beberapa

tantangan yaitu:

1)Tingkat endemisitas zoonosis masih tinggi sehingga masyarakat

masih terancam dengan tertular dari hewan sebagai sumber penularan sehingga perlu dilakukan

advokasi penguatan regulasi di daerah dan menjalankan regulasi tersebut secara konsisten;

2)Keterbatasan tenaga kesehatan hewan (veterinarian) di daerah

kabupaten/kota endemis;

3)Keterbatasan mobilitas operasional karena kurangnya sarana dan

prasarana, kondisi geografis dan pendanaan;

4)Disparitas kapasitas sumberdaya Pemda dalam melakukan

Page 196: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

pengendalian zoonosis;

5)Diperlukan kerjasama untuk membatasi penyebaran zoonosis

melalui pengawasan lalu lintas hewan antar wilayah Indonesia

maupun dengan negara lain di pintu masuk wilayah;

6)Masyarakat dan pemangku kepentingan masih belum sepenuhnya

paham tentang pengendalian zoonosis sehingga aspek sosial-budaya dalam masyarakat diarahkan

harus mendukung upaya pengendalian zoonosis;

Page 197: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

Leptospirosis Zoonosis yangtersebar luas di seluruh dunia yangditularkan melalui urinetikus dan sering muncul mengiringi fenomena alam seperti banjirPada saat terjadi bencana nasional gunung merapi juga diiringi meningkatnya kejadian leptopirosis yang dimulai pada tahun 2010 sampai dengan 2011 di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo provinsi DI Yogyakarta.

dunia. Sedangkan pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan angkafatalitas yang cukup tajam di Kota SemarangProvinsi Jawa Tengah.Gambar Diagram Perkembangan Leptospirosis Pada Manusia Seca

Page 198: bab-18-1995-cek__20090203102309__1784__17

dunia. Sedangkan pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan angkafatalitas yang cukup tajam di Kota SemarangProvinsi Jawa Tengah.

Tulung Agung Provinsi Jawa Timur yang menyebabkan 1 orang meninggaldunia. Sedangkan pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan angkafatalitas yang cukup tajam di Kota SemarangProvinsi Jawa Tengah.

Pada tahun 2012 terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB)leptospirosis di Kabupaten

Tulung Agung Provinsi Jawa Timur yang menyebabkan 1 orang meninggal

dunia. Sedangkan pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan angka

fatalitas yang cukup tajam di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.

Meskipun sampai saat ini belum ditemukan adanya penderita pes, namun dari hasil pengamatan selama ini masih ditemukan adanya serologist positif baik pada human maupun rodent.