bab 1 pendahuluan latar belakang masalahrepository.radenfatah.ac.id/6597/1/ulil amri.pdfbab 1...

70
Bab 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Aristoteles (384-322 SM) dan Smith (1723-1790) adalah tokoh yang memiliki historis yang amat jauh dengan kita. Bahkan, di antara keduanya terdapat jarak waktu yang sangat berbeda. Namun demikian, keduanya menjelaskan hal yang sama. Ekonomi adalah kegiatan manusia yang melibatkan banyak orang dalam menggunakan sumberdaya yang langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka memproduksi berbagai komoditi untuk menyalurkannya. Ekonomi secara garis besar mencakup tiga aspek di atas, yaitu produksi, konsumsi, dan distribusi. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan integral untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupan. Kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi harus menuju pada satu tujuan yang sama, yaitu mencapai kesejahteraan yang maksimum bagi umat manusia. Inti ekonomi menurut Quesnay (1694-1774) adalah produksi. Tanpa produksi, ekonomi masyarakat menjadi mati dan masyarakat tersebut tidak dapat mengorganisasikan dirinya ke dalam masyarakat ekonomis (Zainun 2008, hal. 21). Friedman –sebagaiamana dikutip oleh Chapra- menyatakan untuk mengadakan alokasi sumber daya secara efisien dan pendistribusiannya secara merata, maka hal fundamental adalah menjawab apa, bagaimana, dan untuk siapa melakukan produksi (2000, hal. 4). 1

Upload: others

Post on 04-Feb-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Bab 1

    PENDAHULUAN

    Latar Belakang Masalah

    Aristoteles (384-322 SM) dan Smith (1723-1790) adalah tokoh yang memiliki historis

    yang amat jauh dengan kita. Bahkan, di antara keduanya terdapat jarak waktu yang

    sangat berbeda. Namun demikian, keduanya menjelaskan hal yang sama. Ekonomi

    adalah kegiatan manusia yang melibatkan banyak orang dalam menggunakan

    sumberdaya yang langka dan memiliki beberapa alternatif penggunaan, dalam rangka

    memproduksi berbagai komoditi untuk menyalurkannya.

    Ekonomi secara garis besar mencakup tiga aspek di atas, yaitu produksi,

    konsumsi, dan distribusi. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan integral untuk

    mewujudkan kesejahteraan kehidupan. Kegiatan produksi, konsumsi, dan distribusi

    harus menuju pada satu tujuan yang sama, yaitu mencapai kesejahteraan yang

    maksimum bagi umat manusia.

    Inti ekonomi menurut Quesnay (1694-1774) adalah produksi. Tanpa produksi,

    ekonomi masyarakat menjadi mati dan masyarakat tersebut tidak dapat

    mengorganisasikan dirinya ke dalam masyarakat ekonomis (Zainun 2008, hal. 21).

    Friedman –sebagaiamana dikutip oleh Chapra- menyatakan untuk mengadakan

    alokasi sumber daya secara efisien dan pendistribusiannya secara merata, maka hal

    fundamental adalah menjawab apa, bagaimana, dan untuk siapa melakukan produksi

    (2000, hal. 4).

    1

  • Ini menunjukkan berapa jumlah barang dan jasa yang harus diproduksi, siapa

    yang akan memproduksinya, dengan kombinasi sumber-sumber daya apa saja dan

    dengan teknologi yang bagaimana serta siapakah yang akan menikmati barang dan jasa

    yang diproduksi itu.

    Di antara kegiatan ekonomi yang memberi perhatian utama pada kegiatan

    produksi yang melibatkan banyak orang, kaum fisiokratis memandang pertanian sebagai

    salah satu model bagi kegiatan produksi. Hal ini terutama karena tujuan dasar dari

    kegiatan pertanian adalah mengolah tanah, menanam benih, dan memetik hasil

    pertanian. Seluruh kegiatan ini disebut produktif. Selain itu, produktivitas dalam dunia

    pertanian menguntungkan (Zainun 2008, hal. 21).

    Oleh karena itu, para fisiokratis berpendapat bahwa keuntungan merupakan

    kunci utama kegiatan bisnis dan ia bukanlah usaha yang subsisten yang sekadar

    bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Dan sudah semestinya, kegiatan

    produksi dilakukan secara efisien dan adil sehingga sumber daya yang tersedia bisa

    mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia.

    Kapitalisme, misalnya menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat dan

    produksi yang maksimal serta pemenuhan “keinginan” menurut preferensi individual

    sebagai sangat esensial bagi kesejahteraan manusia (Chapra 2000, hal. 18).

    Mill (1806-1873) menambahkan, kesejahteraan suatu bangsa tidak ditandai oleh

    pemenuhan kebutuhan fisik sesaat, melainkan oleh kontinuitas produksi sehingga setiap

    permintaan akan produk harus dijamin melalui keinginan sang kapitalis dan sang

    pekerja, yang menjamin jalannya roda produksi dan uang. Maka, kemampuan produksi

    merupakan mesin yang mendorong terciptanya kemakmuran (On Liberty, London:

    Penguin Books, 1974).

    2

  • Konsumsi dalam teori Maslow tidak bisa dipisahkan dari asumsi bahwa manusia

    memiliki kepentingan atas dua barang. Namun, keberadaan suatu asumsi tidak bisa

    dipisahkan dari pengaruh pemikiran masyarakat mengenai kebutuhan barang dan

    kegiatan sosial atau keagamaan dimana asumsi itu dibangun (Sudarsono 2007, hal. 184).

    Dalam kaitannya, teori ekonomi kepuasan seseorang dalam mengkonsumsi suatu

    barang dinamakan utility atau nilai guna. Kalau kepuasan semakin tinggi semakin tinggi

    pula nilai gunanya. Sebaliknya, bila kepuasan semakin rendah maka semakin rendah

    pula nilai gunanya (Ibid, hal. 168). Kepuasan dalam terminologi Maslow ini bisa

    dimaknai bahwa sesuatu yang terjadi bila terpenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat

    fisik.

    Teori nilai guna adalah teori yang lebih dahulu dikembangkan di dalam

    menerangkan individu di dalam melakukan pemilihan barang-barang yang akan dibeli

    dan dikonsumsi. Analisis ini memberikan gambaran secara jelas tentang prinsip

    pemaksimum kepuasan yang dilakukan orang berpikir secara rasional dalam memilih

    jenis barang yang akan dibeli dan dikonsumsi. Tetapi, dari kenyataan teori ini terdapat

    kelemahannya; karena kepuasan tidak dapat dihitung dengan angka-angka, kepuasan

    adalah sesuatu yang relatif oleh karena itu tidak mudah diukur.

    Selain itu, kepuasan manusia dalam memiliki barang lebih banyak dipengaruhi

    beragam keinginan. Beragamnya keinginan dipengaruhi berbagai preferensi; misalnya

    pengaruh media, lingkungan, sehingga rasa kepuasan setiap orang tidak dapat

    disamaratakan karena ukuran pun tidak rata. Oleh karena itu, teori nilai guna kurang

    mewakili untuk digunakan sebagai pengukur tingkat kepuasan (Khan 1992, 172-176).

    Utilitarianisme yang diperkuat oleh materialisme, telah menyediakan rasional

    logis bagi nafsu mencari kekayaan dan kenikmatan jasmaniah, ia melihat konsumsi

    3

  • sebagai tujuan tertinggi dari kehidupan ekonomi, sumber utama “kebahagiaan Bentamit,

    justifikasi tertinggi bagi semua usaha dan kerja manusia”. Ia juga memandang upaya

    memaksimalkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan sebagai kebaikan tertinggi

    (Chapra 2000, hal. 28).

    Oleh karena itu, konsumsi harus berorientasi kepada kesejahteraan maksimum

    sehingga tetap menjaga keseimbangan kebutuhan antarindividu dan keseimbangan

    antaraspek kehidupan.

    Kaum fisiokratis memandang distribusi mengandung dua dimensi, pertama

    dimensi ekonomi dan kedua dimensi sosial. Dimensi ekonomi meliputi kegiatan

    penjualan hasil pertanian di pasar. Keuntungan yang diperoleh di pasar memberi

    jaminan bagi keberlangsungan kegiatan produksi pertanian itu sendiri. Jadi, distribusi

    pertanian dalam pengertian fisiokratis berarti distribusi di pasar. Pandangan di atas

    terdapat kesamaan dengan kaum merkantilis yang menyatakan pasar merupakan ruang

    bagi distribusi barang dari satu orang kepada orang yang lain (Zainun 2008, hal. 22).

    Adapun yang dimaksud dengan distribusi mengandung dimensi sosial, yaitu

    distribusi yang menyangkut bagaimana hasil produksi pertanian di-sharing-kan dengan

    banyak orang dalam suatu masyarakat. Distribusi sumber daya dan output harus

    dilakukan secara adil dan merata sehingga memungkinkan setiap individu untuk

    memiliki peluang mewujudkan kesejahteraan bagi kehidupannya.

    Dalam istilah Sismonde (1773-1842) –sebagaimana dikutip oleh Zainun-

    kesejahteraan bersama sebagai tujuan ekonomi. Sismonde menunjukkan, bahwa

    ekonomi sosial merupakan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada prinsip

    kesejahteraan bersama, di atasnya, produksi barang dan layanan dapat ditangani

    4

  • sedemikian rupa sehingga kesejahteraan dan kemakmuran manusia dapat dimaksimalkan

    (2008, hal. 105).

    Dalam pemikiran ekonomi sosial, kesejahteraan bersama diartikan sama dengan

    kepentingan bersama anggota masyarakat. Secara lebih operasional, tugas ekonomi

    sosial adalah memberi kesempatan kepada setiap anggota masyarakat untuk

    merealisasikan kepentingan bersama, sehingga kebutuhan dasarnya sebagai anggota

    masyarakat terpenuhi.

    Dalam konteks terpenuhinya kebutuhan dasar, manusia yang lahir ke muka bumi

    dibekali dengan kekuatan jasmani dan rohani serta dilengkapi perasaan, akal, dan naluri.

    Kedua komponen jasmani dan rohani ini memerlukan kebutuhan yang harus dipenuhi.

    Komponen jasmani memerlukan kebutuhan jasmani atau kebutuhan tubuh yang

    berwujud, seperti makan, minum, pakaian, rumah, dan sebagainya. Begitu pula

    komponen rohani memerlukan kebutuhan berupa ketenangan, kesenangan, dan

    kenikmatan, seperti pendidikan, agama, siraman rohani, dan rekreasi. Kebutuhan

    jasmani dan rohani tersebut harus dipenuhi agar hidup manusia dapat berlangsung

    dengan baik dan bahagia.

    Muthahhari menyatakan potret manusia sebagai makhluk material dan spiritual

    dengan dimensi tersendiri. Di dalam diri manusia terdapat unsur lain yang mampu

    menuntun mereka ke arah pemahaman terhadap diri dan alam mereka, sedang makhluk-

    makhluk lain tidak memilikinya. Potensi gaib ini disebut sebagai ‘akal pikiran’ (1995,

    hal. 125).

    Lebih lanjut Muthahhari mengatakan, berkenaan dengan hasrat-hasrat yang

    menguasainya, manusia dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan alam seperti halnya

    makhluk yang lain. Kebutuhan untuk makan, istirahat, tidur dan melakukan hubungan

    5

  • seksual, menarik mereka ke alam material. Tetapi, ada pesona-pesona lain yang

    memandu mereka ke arah tujuan-tujuan nonmateri yang tak berbobot dan tak pula

    bersubstansi, yang tak mungkin diukur dengan alat ukur duniawi (1995, hal. 126).

    Kebutuhan1 berasal dari akar kata butuh yang mempunyai makna sangat perlu

    menggunakan, memerlukan. Kebutuhan berarti sesuatu yang dibutuhkan baik dalam

    individu maupun kelompok.

    Makna kebutuhan berbeda dengan makna keinginan. Jika kebutuhan

    didefinisikan dengan sesuatu yang sangat dibutuhkan, maka keinginan mempunyai

    makna hasrat, hendak, mau, menginginkan, mengharapkan, menghendaki. Keinginan

    berarti barang yang diingini, perihal ingin: hasrat, kehendak dan harapan (Muthahhari

    1995, hal. 379).

    Arti dan makna kedua kata di atas menunjukkan adanya perbedaan mendasar

    antar keduanya. Jika kebutuhan diartikan dan didefinisikan sebagai sesuatu yang

    dibutuhkan dan penting dalam kehidupan. Maka, keinginan lebih mengarah kepada

    perihal hasrat dan keinginan belaka.

    Oleh karena itu, Amalia memisahkan antara wants dan needs. Di mana keduanya

    berasal dari tempat yang sama, yaitu naluri hasrta manusia. Namun, seluruh hasrat

    manusia tidak bisa dijadikan sebagai needs atau kebutuhan. Hanya hasrat yang memiliki

    manfaat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang yang bisa dijadikan sebagai

    kebutuhan (2005, hal. 213).

    Hal ini sangat memperjelas arti dan makna mengenai kebutuhan dan keinginan

    itu sendiri. Di satu sisi keduanya dapat dilihat memiliki arti yang sama, namun dari sisi

    Makna keduanya sangat kontradiktif da berbeda secara subtansi.-----------------------------1 Lihat kamus Besar Bahasa Indonesia, Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan,Depdikbud: Balai Pustaka, Edisi kedua 1996, hal. 161

    6

  • Meskipun kebutuhan manusia tampak mungkin tidak dapat dipenuhi. Namun,

    menurut Keynes –sebagaiamana dikutip oleh Chapra- mereka dapat digolongkan ke

    dalam dua kelas, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang mutlak harus dipenuhi dalam situasi

    apa pun dan kapan pun, dan kebutuhan-kebutuhan yang relatif dalam arti pemenuhannya

    akan mengangkat seseorang ke atas, membuat seseorang merasa superior terhadap teman

    sejawat. Kebutuhan golongan dua yang memenuhi keinginan superioritas, mungkin

    dapat dipenuhi, karena semakin tinggi derajat umum, semakin tinggi pula mereka. Ini

    tidak berlaku bagi kebutuhan mutlak.

    Keynes mengklasifikasikan kebutuhan manusia ke dalam dua bentuk, pertama

    kebutuhan mutlak dan kedua kebutuhan relatif. Keduanya harus dipenuhi manusia.

    Hal di atas senada dengan paham rasionalisme yang dipelopori oleh Descarles

    yang menyatakan dengan tegas bahwa manusia itu terdiri dari jasmaninya dengan

    keluasannya (extensio), serta budi dengan kesadarannya (Sudarsono 2001, hal. 239).

    Komponen jasmani dan rohani akan terus berkembang sesuai pertambahan umur

    manusia. Semakin bertambah umur manusia, semakin banyak dan beragam

    kebutuhannya akan komponen jasmani dan rohani.

    Berbeda dengan paham materialisme menyatakan bahwa, yang nyata hanyalah

    materi. Paham ini didukung oleh Feuerbach (1804-1872), dan Marx (1818-1883).

    Menurut Feuerbach –sebagaimana dikutip oleh Hadiwijono- hanya alamlah yang berada.

    Oleh karena itu, manusia adalah makhluk alamiah. Segala usahanya didorong oleh nafsu

    alamiyahnya, yaitu dorongan untuk hidup. Yang terpenting pada manusia bukan

    akalnya, tetapi usahanya, sebab pengetahuan hanyalah alat untuk menjadikan segala

    manusia berhasil yang pada akhirnya kebahagiaan manusia dapat dicapai di dalam dunia

    ini. Oleh karena itu, agama dan metafisika harus ditolak (tt. hal. 117).

    7

  • Paham ini menjelaskan bahwa, kebutuhan ataupun keinginanlah yang membuat

    alasan manusia untuk melakukan aktivitas ekonomi. Hal tersebut dilakukan demi

    kelangsungan hidup manusia. Kegiatan aktivitas ekonomi disimbolkan dengan usaha. Di

    sini Feuerbach dan Marx memberi suatu rumusan tentang kesejahteraan dan

    kebahagiaan, dengan cara berusaha secara optimal. Dengan cara itu, semua yang

    diinginkan manusia dapat dicapai. Tatkala kebutuhan dan keinginan tersebut dicapai,

    pada saat itu manusia berada dalam tingkat yang paling tinggi yaitu sejahtera.

    Pada dasarnya manusia berusaha, bekerja, dan beraktivitas di sini mempunyai

    tujuan tertentu, yaitu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Karena, kebutuhan tidak

    terlepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Semasa hidup, manusia membutuhkan

    berbagai macam kebutuhan, seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, agama,

    dan kesehatan. Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan

    mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar dan alasan berusaha.

    Kebutuhan-kebutuhan manusia terdiri atas dua bagian, kebutuhan-kebutuhan

    alamiah atau fitriah dan bukan alamiah. Kebutuhan-kebutuhan alamiah atau fitriah ialah

    hal-hal yang dibutuhkan oleh manusia sebagai manusia, dan sampai saat ini belum dapat

    diketahui rahasianya. Adapun kebutuhan yang bukan alamiah, yakni kebiasaan-

    kebiasaan atau adat istiadat yang dilakukan oleh kebanyakan manusia, akan tetapi

    mereka memiliki kemampuan untuk melepaskan diri daripadanya atau menggantikannya

    dengan yang lain (Muthahhari 1995, hal. 42).

    Dalam perkembangannya, kebutuhan sangat dipengaruhi oleh kebudayaan,

    lingkungan, waktu, dan agama. Semakin tinggi tingkat kebudayaan suatu masyarakat,

    semakin tinggi dan banyak pula macam kebutuhan yang harus dipenuhi. Oleh karena itu,

    dapat diidentifikasikan bahwa manusia memiliki berbagai tingkat kebutuhan.

    8

    http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi

  • Sejalan dengan pandangan Montagu –sebagaimana dikutip oleh Suriasumantri-,

    kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap kebutuhan dasar hidupnya

    (2005, hal. 261).

    Setiap manusia berusaha memenuhi kebutuhannya, namun tidak semua

    kebutuhan dapat dipenuhi. Pemenuhan kebutuhan tergantung dari kemampuan dan usaha

    masing-masing dan faktor lainnya yang mempengaruhi keinginan manusia dalam

    memenuhi kebutuhannya.

    Hasrat manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut manusia sebagai

    makhluk ekonomi (homo economicus). Dengan hasrat itu, manusia terus berusaha

    dengan berbagai cara dan upaya agar terpenuhi kebutuhannya. Homo yang artinya

    manusia, dan economicus yang berarti hidup menurut kepentingan diri sendiri. Manusia

    sebagai makhluk ekonomi (homo economicus), berarti manusia dalam usahanya mencari

    dan memperoleh kemakmuran selalu ingin melepaskan diri dari moral dan bertindak

    sebagai makhluk ekonomi saja.

    Dalam memenuhi kebutuhan, perlu diperhatikan dan dihayati bahwa manusia

    tidak hidup sendirian, melainkan masih ada manusia lain di sekelilingnya yang sama-

    sama ingin memenuhi kebutuhannya. Selain itu, manusia tidak dapat melakukannya

    sendiri, namun memerlukan bantuan orang lain. Hasrat manusia memerlukan bantuan

    orang lain disebut manusia sebagai makhluk sosial (homo socius).

    Istilah homo economicus pertama kali dicetuskan oleh Smith dalam buku

    pertamanya tahun 1759 (The Theory of Moral Sentiments) –sebagaimana dikutip oleh

    Mubyarto- menyatakan bahwa, manusia adalah homo socius dan homo ethicus. Baru

    pada buku keduanya disebut bahwa manusia adalah homo economicus. Yang dimaksud

    dengan homo economicus adalah perlunya setiap manusia diberi kebebasan berusaha

    9

  • secara individu untuk memenuhi kebutuhan sampai memperoleh kemakmuran. Jika

    setiap individu memperoleh kemakmuran maka negara (masyarakat) akan makmur

    ((2005, (www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id, 28 Januari 2010)).

    Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang diberikan akal, manusia adalah makhluk

    sosial dan makhluk ekonomi yang bermoral. Dengan demikian, dalam setiap

    tindakannya, manusia harus memerhatikan nilai-nilai agama, norma-norma sosial, serta

    memerhatikan kelestarian lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhannya, manusia sebagai

    makhluk ekonomi perlu melakukan tindakan ekonomi. Tindakan ekonomi yang

    dilakukan harus berdasarkan atas motif ekonomi dan prinsip ekonomi.

    Hal senada dengan apa yang diungkapkan oleh Muller dalam Smith in His Time

    and Ours menyatakan:

    “Smith did not try to develop a science of economics free of moral judgements or

    ethical considerations....But his science of political economy was not a

    moralistic science: he tried to bring about improvement not through preaching

    but through designing institutions which would strengthen the incentive to act in

    a socially beneficial manner” (1993, hal. 198).

    Dalam konteks pemenuhan kebutuhan hidup, sampai sekarang belum ada

    gambaran tegas dan jelas mengenai konsep kebutuhan dasar ataupun pokok yang

    sebenarnya dan bagaimana kebutuhan dasar tersebut terpenuhi oleh golongan manusia.

    Soetarno mendefinisikan kebutuhan sebagai suatu keinginan terhadap benda atau jasa

    yang pemuasannya dapat dilaksanakan bersifat jasmani maupun rohanian (1986, hal.

    512).

    Suatu keinginan terhadap benda dan jasa ini yang pemenuhannya dengan cara

    jasmani maupun rohani diidentifikasikan sebagai suatu kebutuhan.

    10

    http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/

  • Observasi Keynes -sebagaimana dikutip oleh Chapra- dalam hal kebutuhan

    mengatakan bahwa:

    “Meskipun kebutuhan manusia tampak mungkin tidak dapat dipenuhi. Namun,

    mereka dapat digolongkan ke dalam dua kelas, yaitu kebutuhan-kebutuhan yang

    mutlak harus dipenuhi dalam situasi apa pun dan kapan pun, dan kebutuhan-

    kebutuhan yang relatif dalam arti pemenuhannya akan mengangkat kita ke atas,

    membuat kita merasa superior terhadap teman sejawat. Kebutuhan golongan

    dua yang memenuhi keinginan superioritas, mungkin dapat dipenuhi, karena

    semakin tinggi derajat umum, semakin tinggi pula mereka. Ini tidak berlaku bagi

    kebutuhan mutlak” (1972, hal. 326).

    Klasifikasi ini mengandung implikasi bahwa, kebutuhan-kebutuhan absolut

    bermuara dalam diri individu sendiri dan diperlukan sesuai kondisi manusia.

    Pemenuhannya sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, kenyamanan dan

    perkembangannya. Berbeda dengan ini, kebutuhan-kebutuhan relatif, seperti yang

    dinyatakan oleh Galbairth “adalah dirincikan dan diciptakan untuk dirinya” (Galbairth,

    The Affluent Society, hal. 152). Kelompok ini termasuk semua jenis status simbol dan

    barang-barang atau jasa-jasa yang memang tidak menambah kebahagiaannya.

    Kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar -basic human needs- dapat dijelaskan

    sebagai kebutuhan yang sangat penting guna kelangsungan hidup manusia, baik yang

    terdiri dari kebutuhan atau konsumsi individu (makan, perumahan, pakaian ) maupun

    keperluan pelayanan sosial tertentu (air minum, sanitasi, transportasi, kesehatan dan

    pendidikan).

    Dalam kegiatan pemenuhan kebutuhan manusia, akan diperoleh kepuasan yang

    mengarah pada kemakmuran dan kesejahteraan. Jika semua kebutuhan material manusia

    terpenuhi maka disebut makmur, dan jika semua kebutuhan material dan immaterial

    (spiritual) terpenuhi maka disebut sejahtera.

    11

  • Hal inilah yang menjadi tujuan utama dari pemenuhan kebutuhan yaitu untuk

    mencapai kesejahteraan. Kesejahteraan di sini baik bersifat individual maupun

    kelompok. Hal inilah yang menjadi cita-cita dan tujuan bagi kehidupan seluruh manusia

    di muka bumi ini.

    Karena pada dasarnya, kegiatan maupun aktivitas ekonomi manusia di muka

    bumi ini dalam rangka mencapai tingkat kebahagiaan dan kesejahteraan. Untuk

    mencapai cita-cita dan tujuan tersebut, berbagai macam cara dan usaha untuk dapat

    merealisasikannya.

    Mengenai konsep kesejahteraan, meskipun tidak ada suatu batasan substansi

    yang tegas tentang kesejahteraan. Sebagai atribut agregat, kesejahteraan merupakan

    representasi yang bersifat kompleks atas suatu lingkup substansi kesejahteraan tersebut.

    Kesejahteraan bersifat kompleks karena multidimensi, mempunyai keterkaitan

    antardimensi dan ada dimensi yang sulit direpresentasikan. Kesejahteraan tidak cukup

    dinyatakan sebagai suatu intensitas tunggal yang merepresentasikan keadaan

    masyarakat, tetapi juga membutuhkan suatu representasi distribusional dari keadaan itu.

    Oleh karena itu, konsep kesejahteraan sering diartikan berbeda-beda oleh orang

    dan negara yang berbeda pula. Perbedaan pandangan dan pemikiran tersebut

    dikarenakan belum adanya suatu gambaran tegas tentang konsep kesejahteraan itu

    sendiri. Mendefinisikan ‘kesejahteraan’ hal ini sangat penting bagi peneliti untuk

    mengungkapkannya.

    12

  • Identifikasi Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka dapat

    diidentifikasikan sebagai berikut:

    1. Kurangnya pemahaman yang komprehensif dan integral mengenai hakikat

    konsep kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan manusia, baik individu

    maupun kelompok.

    2. Banyaknya tulisan, penelitian maupun karangan-karangan yang

    mempublikasikan teori dan pandangannya tentang konsep kesejahteraan. Namun,

    masih terdapat ketidakjelasan dan ketidaktegasan mengenai konsep

    kesejahteraan.

    3. Banyaknya kalangan baik individu maupun kelompok yang terdoktrin dan

    terperangkap dengan konsep atau teori kesejahteraan Maslow dan menyakini hal

    itu sebagai way of life.

    Rumusan dan Batasan Masalah

    Batasan Masalah

    Studi ini dibatasi pada pemikiran Maslow dan al-Ghazāli dari aspek:

    1. Teori

    2. Indikator Kesejahteraan

    3. Persamaan dan Perbedaan antara Kedua Teori

    Rumusan Masalah

    1. Bagaimana konsep kesejahteraan dalam teori Maslow dan al-Ghazāli?

    2. Apa persamaan dan perbedaan antara teori kesejahteraan Maslow dan al-Ghazāli

    serta implikasi dari perbedaan tersebut?

    13

  • Tujuan Penelitian

    1. Memahami konsep kesejahteraan dalam teori Maslow dan al-Ghazāli.

    2. Memahami persamaan dan perbedaan serta implikasi antara teori kesejahteraan

    Maslow dan al-Ghazāli.

    Kegunaan Penelitian

    Hasil dari penelitian ini kiranya berguna bagi:

    1. Secara teoritis untuk pengetahuan bagi umat Islam mengenai perbedaan

    mendasar antara pandangan Maslow dan al-Ghazāli dalam hal konsep

    kesejahteraan. Dan kajian ini tentunya menambah khazanah keilmuan Islam

    tentang persamaan dan perbedaan serta implikasi dari perbedaan kedua konsep

    tersebut.

    2. Secara praktis dapat dijadikan sebagai salah satu wacana pemikiran ekonomi

    Islam kontemporer di kalangan ulama dan ekonom Indonesia.

    Definisi Operasional

    Untuk menghindari terjadinya kesalahan persepsi dalam menilai istilah-istilah yang

    dicakup dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu perlu dijelaskan pengertian istilah

    yang akan banyak digunakan dalam penelitian ini. Istilah tersebut adalah Kesejahteraan,

    Teori Ekonomi Maslow dan Teori Ekonomi al-Ghazāli.

    Kata kesejahteraan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari kata

    dasar sejahtera yang mempunyai makna aman, sentosa dan makmur; selamat atau

    terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan sebagainya. Adapun kesejahteraan

    adalah hal atau keadaan sejahtera yang mencakup jaminan sosial, keselamatan,

    14

  • ketentraman, kesenangan hidup, dan sebagainya; kemakmuran (Lukman Ali 1996, hal.

    891).

    Dalam bahasa Inggris kesejahteraan dikenal dengan welfare. Welfare mempunyai

    arti the good health, happiness, compfort, etc of a person or group. Dapat diartikan

    kesejahteraan di sini dengan kondisi yang sehat, bahagia, nyaman dan sebagainya, baik

    individu maupun kelompok (Oxford Advanced Learner’s Dictionary 1995, hal. 1352).

    Sejahtera juga diterjemahkan dari kata prosperous, yang berarti maju dan sukses

    terutama dalam hal pendapatan dan memperoleh kekayaan yang cukup banyak. Bahagia

    (happiness) memiliki makna yang lebih luas, yang berarti kondisi atau perasaan nikmat

    dan nyaman, yang bisa disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun

    spiritual (P3EI 2008, hal. 50).

    Keadaan nyaman, bahagia, sehat dengan terpenuhinya skala tingkat kebutuhan

    dasar baik material maupun spiritual membawa pada tingkat kesejahteraan. Dan dapat

    diartikan pula dengan keadaan maju dan sukses dalam hal pendapatan dan kekayaan

    materi yang cukup banyak.

    Dalam bahasa Arab, kesejahteraan berasal dari kata rofāhiyah. Yang secara

    bahasa berasal dari rafaha-rifhan-wa rufūhan yang berarti kehidupan yang nyaman dan

    baik. Atau dari kata rafuha-rifāhan-wa rafāhiyah yang berarti nyaman, baik, ringan,

    luas, hilangnya kesusahan atau kesulitan dan penuh kenikmatan (P3EI 2008, hal. 273).

    Daulah rofāhiyah mengandung makna negara yang makmur. Sebagaimana

    dijelaskan di atas terdapat perbedaan arti antara kesejahteraan dan kemakmuran itu

    sendiri (Ali & Muhdlor 1998, hal. 982). Namun sekiranya, perbedaan arti tersebut tidak

    mengaburkan dan menghilangkan dari makna yang sesungguhnya.

    15

  • Adapun secara istilah2, rofāhiyah adalah kondisi yang menghendaki

    terpenuhimya kebutuhan dasar bagi individu atau kelompok baik berupa kebutuhan

    makan, pendidikan, kesehatan, jaminan sosial. Sedangkan antitesa dari kesejahteraan

    adalah kesedihan (bencana) kehidupan atau kawārits3.

    Dari istilah di atas, maka timbullah istilah rofāhiyah al-Ijtima’iyyah atau

    kesejahteraan sosial. Yaitu, “sistem yang mengatur pelayanan sosial dan lembaga-

    lembaga untuk membantu individu dan kelompok mencapai tingkat kehidupan,

    kesehatan yang layak dengan tujuan menegakkan hubungan kemasayarakatan yang

    setara antar individu sesuai dengan kemampuan pertumbuhan (development) mereka,

    memperbaiki kehidupan manusia sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat”.

    Dari beberapa definisi kesejahteraan di atas, maka peneliti memformulasikan

    konsep kesejahteraan sebagai kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang

    disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual, baik berupa

    pemenuhan akan kebutuhan pokok, makan, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial

    (terhindar dari segala macam resiko yang mengancam).

    Yang dimaksud dengan Teori Ekonomi Barat di sini adalah hasil pemikiran dari

    tokoh-tokoh Barat4. Pemikiran paling awal yang bisa dijejaki ialah pemikiran pada masa

    Yunani Kuno yang dikaitkan dengan etika moral. Hal yang sama dapat disimpulkan

    pada pemikiran-pemikiran ekonomi pada abad ke-13 yang dikembangkan oleh aliran

    skolastik, yang banyak menghubungkan nilai-nilai ekonomi dengan ajaran Gereja. Teta-

    pi kontribusi yang mereka berikan sangatlah kecil.-----------------------------2 Lihat Badawi, A. Zaki, Mu’jam Muşţalahātu al-‘Ulūm al-Ijtimā’iyyah, Beirut, Maktabah Lubnan: 1986,New Impression.

    الرفاهية هي الحالة التي تتحقق فيها الحاجات االساسية للفضضرد و المجتمضضع من غضضداء و تعليم و صضضحة و تضضأمين ضضضد 3.كوارث الحياة

    4 Lebih jelas lihat “Perkembangan Pemikiran Ekonomi” karangan Deliarnov, Jakarta: PT. RajaGrafindoPersada, Cet. I, 1995.

    16

  • Kontribusi yang lebih produktif terhadap teori ekonomi dikembangkan oleh

    pemikir-pemikir ekonomi pada masa merkantilisme dan fisiokratisme pada abad ke-16.

    Pemikir-pemikir ekonomi pada masa ini telah mengembangkan teknik-teknik abstrak

    untuk menemukan hukum-hukum ekonomi. Pencipta model ekonomi paling dini adalah

    Francais Quesnay dengan Tableau Economique-nya.

    Hasil pemikiran dari tokoh-tokoh terdahulu digabung dan dikembangkan oleh

    Adam Smith dalam bukunya yang sangat terkenal: The Wealth of Nations, yang ditulis

    Smith tahun 1776. Sejak itu ilmu ekonomi diproklamirkan sebagai salah satu cabang

    atau disiplin ilmu tersendiri. Dari sana muncullah beberapa sistem ekonomi dan secara

    sederhana dapat diklasifikasikan pada tiga kelompok: pertama, sistem

    liberal/kapitalistik; kedua, sistem sosialtistik/komunistik; dan ketiga, sistem ekonomi

    campuran (mixed economy).

    Dalam kaitannya, dalam penelitian ini pembahasannya dibatasi pada pemikiran

    Maslow yang merupakan salah satu tokoh pakar ekonomi Maslow yang tumbuh dan

    berkembang di Maslow. Dan tentunya, muncul dan tumbuhya pemikiran Maslow

    dengan suasana, lingkungan dan sistem ekonomi yang terkenal dan dipakai pada saat itu.

    Adapun Teori Ekonomi Islam, dalam hal ini kaitannya pemikiran ekonomi al-

    Ghazāli terinspirasi dari kitab fiqih yang identik dengan Islam. Maka dari itu, Mannan

    mendefinisikannya sebagai upaya untuk mengoptimalkan nilai-nilai Islam dalam

    kehidupan ekonomi masyarakat (1993, hal. 19).

    Begitu pula Khan –sebagaimana ditulis oleh Sander dalam Akram Khan’s Rush:

    Creative Insights (2004, hal. 12-13) menyebut bahwa ilmu ekonomi Islam bertujuan

    mempelajari kesejahteraan manusia yang dicapai dengan mengorganisir sumber-sumber

    daya bumi atas dasar kerjasama dan partisipasi.

    17

  • Selanjutnya, pembahasan dalam teori ekonomi Islam ini dibatasi dengan

    pemikiran al-Ghazāli. Dalam kaitannya, al-Ghazāli adalah pemikir ekonom muslim yang

    melakukan studi keislaman secara luas untuk mempertahankan ajaran agama Islam.

    Karenanya, Peneliti menggunakan pemikiran dan pandangan al-Ghazali yang berkaitan

    erat dengan teori kesejahteraan.

    Kerangka Teori

    Dalam studi ini akan dilandasi pada teori Maslow yang lebih dikenal dengan “hierarchy

    of needs atau hirarkie lima tingkat kebutuhan”. Menurut Maslow, apabila seluruh

    kebutuhan seseorang belum terpenuhi pada waktu yang bersamaan, pemenuhan

    kebutuhan yang paling mendasar merupakan hal menjadi prioritas. Dengan kata lain,

    seorang individu baru akan beralih untuk memenuhi kebutuhan hidup yang lebih tinggi

    jika kebutuhan dasarnya telah terpenuhi. Lebih jauh, berdasarkan konsep hierarchy of

    needs, ia berpendapat bahwa garis hierarki kebutuhan manusia berdasarkan skala

    prioritasnya terdiri dari:

    1. Kebutuhan Fisiologi (Physiological Needs), mencakup kebutuhan dasar manusia,

    seperti makan dan minum. Jika belum terpenuhi kebutuhan dasar ini akan

    menjadi prioritas manusia dan mengenyampingkan seluruh kebutuhan hidup

    lainnya.

    2. Kebutuhan Jaminan sosial (Safety Needs), mencakup kebutuhan perlindungan

    terhadap gangguan fisik dan kesehatan serta krisis ekonomi.

    3. Kebutuhan Sosial (Social Needs), mencakup kebutuhan akan cinta, kasih sayang,

    dan persahabatan. Tidak terpenuhinya kebutuhan ini akan mempengaruhi

    kesehatan jiwa seseorang.

    18

  • 4. Kebutuhan Akan Penghargaan (Esteem Needs), mencakup kebutuhan terhadap

    penghormatan dan pengakuan diri. Pemenuhan kebutuhan ini akan memengaruhi

    rasa percaya diri dan prestise seseorang.

    5. Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self-Actualization Needs), mencakup kebutuhan

    memberdayakan seluruh potensi dan kemampuan diri. Kebutuhan ini merupakan

    tingkat kebutuhan yang paling tinggi (Donnelly, Gibson dan Ivancevich 1998,

    hal. 270-271).

    Maslow menjelaskan, bahwa kebutuhan pada tingkat pertama dan kedua

    biasanya diacu sebagai kebutuhan tingkat rendah. Mengandung makna kebutuhan dasar

    atau pokok bagi manusia. Sedangkan kebutuhan pada tingkat tiga, empat dan lima

    disebut kebutuhan tingkat yang lebih tinggi (Soetarno 1986). Aplikasinya, semua

    manusia harus memenuhi skala kebutuhan ini sebelum memenuhi skala kebutuhan yang

    lain.

    Dan dalam studi ini juga akan menggunakan teori maşlahat adh-dharūriyat al-

    khams yang digagas oleh al-Ghazāli (450 H- 505 H):

    “Kemaslahatan atau kesejahteraan manusia terletak pada tercapainya tujuan

    mereka dengan cara memelihara tujuan syara’ atau hukum Islam. Tujuan hukum

    Islam yang ingin dicapai dari manusia ada lima, yaitu memelihara agama, jiwa,

    akal, keturunan, dan harta mereka. Setiap hukum yang mengandung tujuan

    memelihara kelima hal ini disebut maşlahat atau kesejahteraan; dan setiap hal

    yang meniadakannya disebut mafsadah dan menolaknya disebut maşlahat” (Al-

    Mustaşfa min ‘Ilmi Uşūl, t.t., hal. 481)5.

    -----------------------------ََإَن بِهِ نَعْنِي َمَضَرة, وَلَْسنَا دَفِْع أوْ َمنْفَعَة َجلِْب عَْن االْصِل فِي ِعبَاَرة فَهَِي الَمْصلََحة5 ذَلَِك, فَ

    َرة دَفْعَ وَ الَمنْفَعَة َجلْب دُ الَمضَََ الَُح الَخلَِق, وَ َمقَاصَِ الَُح صَََ يِْل فِي الَخلََِق الَخلَِق, وَصََ تَْحصَِدَهُْم. لَكِنَا لََحةِ نَعْنِي َمقَاصََِ َََةِ بِالَمصََْ وْدِ عَلَي الُمَحافَظ ْرِع. وَ َمقْصََُ ُ الشَََ وْد ْرِع َمقْصََُ ِمَن الشَََ

    ََوَ الَخلََِق ة, وَهُ هُْم وَ دِيْنَهُمَْ عَلَيْهِْم يَْحفََََظ أْن َخْمسَََ لَهُْم وَ عَقلَهُْم وَ نَفْسَََ ََُُل وَ نَسََْ َمََالَهُْم. فَك

    19

  • َمفَْسدَة فَهُوَ االُصوَْل هَذِهِ يَفُوُِت َما كُُل َمْصلََحة, وَ فَهُوَ الَخْمَسَة االُصوِْل هَذِهِ ِحفَْظ َمايَتََضَمُنَمْصلََحة. دَفْعُُه وَ

    Kejelasan tentang kebutuhan ini yang akhirnya dijadikan patokan dalam

    menggali segala kebutuhan dari kehidupan manusia. Untuk selanjutnya, dapat dijadikan

    data skala kebutuhan manusia yang nantinya akan menjadi penentu dalam memutuskan

    konsep kesejahteraan dalam teori al-Ghazāli –Islam-. Kelima hal ini merupakan

    kebutuhan pokok atau dasar bagi hidup dan kehidupan manusia. Dengan terpelihara dan

    terjaminnya kelima hal tersebut, manusia akan meraih kesejahteraan dan kebahagiaan di

    dunia dan akhirat.

    Dan dalam penelitian ini juga menggunakan teori al-Ghazāli sebagaimana yang

    tertuang dalam kitab Ihya Ulūmuddin dalam Rubu’ Muhlikāt6 (rubu’ yang

    membinasakan):

    “Hakikat dunia ada tiga, pertama ibarat benda-benda yang ada, kedua manusia

    mempunyai keuntungan darinya, dan ketiga manusia mempunyai kesibukan dalam

    memperbaikinya. Benda-benda tersebut kaitannya dengan manusia mempunyai dua

    hubungan: pertama hubungan hati, yaitu kecintaannya kepada benda-benda itu, merasa

    beruntung dan beralih cita-citanya ke benda itu, dan kedua hubungan badan dengan

    memperbaiki benda-benda itu. Jikalau ia mengenal akan dirinya, ia mengenal akan

    Tuhannya dan ia mengenal hikmah dunia dan rahasianya, niscaya ia tahu, bahwa

    benda-benda tersebut kita namakan dunia, tidaklah dijadikan selain untuk umpan

    binatang kendaraan, di mana ia akan berjalan dengan binatang kendaraan tersebut

    kepada Allah”.

    Di sini al-Ghazāli memberi catatan penting bahwa, ekonomi tidak akan merusak

    kehidupan manusia tatkala dalam skala pemenuhan kebutuhan pokoknya dan tidak

    hinggap dalam kecintaan dan kesibukan duniawi semata.

    -----------------------------6 Adalah kitab keenam dari “rubu’ yang membinasakan” dari kitab Ihya Ulūmuddin yang berisi tentangtercelanya dunia, pengajaran-penajaran tercelanya dunia dan sifatnya dunia, sifat dunia dengan contoh-contohnya, hakikat dunia dan yang sebenarnya dunia itu pada hak seseorang hamba Allah, hakikat dunia,mengenai dunia itu dan kesibukan-kesibukannya yang menghabiskan cita-cita manusia. Sehingga dunia

    20

  • itu, melupakan manusia kepada diri mereka, kepada Tuhan mereka, tempat datang dan tempat perginyamereka. Dan Dia lah yang menolong kepada yang diridhai-Nya. Lihat kitab Ihya Ulūmuddin jilid 5terjemahan Prof. Tk. H. Ismail Yakub, SH, MA, Jakarta: Cv. Faizan, 1983, hal. 80-81.Tinjauan Pustaka

    Penelitian yang mefokuskan pada analisis tentang konsep kesejahteraan dalam Teori

    Ekonomi Maslow dan Islam, sepengetahuan peneliti belum mendapatkannya. Namun,

    peneliti mendapatkan penelitian yang memfokuskan pada analisis Masyarakat Sejahtera

    dalam Perspektif Islam yang ditulis oleh Saifullah tahun 2008.

    Penelitian tersebut membahas pengertian tentang masyarakat sejahtera, konsep

    kesejahteraan dan model kesejahteraan sosial. Pada bab berikutnya penulis mengupas

    adh-dharūriyat al-khams dan hak dasar kebutuhan ekonomi. Sedangkan bab selanjutnya,

    hal yang berkaitan dengan problema ekonomi yang meliputi penanggulangan problema

    ekonomi menurut sistem kapitalis, sosialis dan Islam, distribusi kekayaan dalam Islam,

    pertumbuhan ekonomi.

    Dalam bab akhir, penulis mengemukakan tentang prioritas pembangunan dan

    dampaknya terhadap distribusi dan pertumbuhan. Di sini penulis lebih menjelaskan

    konsep manusia sebagai khālifah dan sumber daya alam, hak individu atas kekayaan

    umum, prioritas pembangunan sektor kebutuhan dasar ekonomi, prioritas pembangunan

    dan distribusi, prioritas pembangunan dan keseimbangan sosial, dan tanggung jawab

    negara berkenaan dengan prioritas pembangunan. Pokok masalah yang dibahas di dalam

    buku ini adalah: masalah distribusi yang tidak terpisahkan dari proses pembangunan;

    dan tingkat kemiskinan dan pengangguran serta kesenjangan ekonomi sosial masyarakat.

    Peneliti juga menemukan sebuah hasil kerja riset karya Dr. M. Umer Chapra

    yang berjudul Islam and The Economic Challenge (Islam dan Tantangan Ekonomi)

    tahun 2000 yang diterjemahkan oleh Ihkwan Abidin Basri, MA, M.Sc. Dalam karya

    ilmiah ini, beliau mengkaji terhadap tiga sistem ekonomi Maslow dan berakhir dengan

    21

  • suatu lembaran neraca realistis dari prestasi-prestasinya maupun kegagalan-

    kegagalannya. Beliau juga mengemukakan pendekatan Islam terhadap ekonomi dan

    persoalan-persoalannya, serta mengajukan saran-saran konkret bagi restrukturisasi

    perekonomian dunia muslim, sekaligus memperlihatkan jalan-jalan baru menuju

    perencanaan pembangunan.

    Secara lebih luas, resepnya bagi dunia muslim mengandung perencanaan

    pembangunan dibarengi dengan aplikasi filter moral yang secara sosial disepakati dalam

    mekanisme pasar, motivasi yang berbasis lebih luas bagi usaha-usaha ekonomi, dan

    reformasi struktural fundamental untuk membangun suatu kerangka kerja yang

    mendukung ke arah itu.

    Dr. Chapra secara jelas telah mendemontrasikan bahwa kebahagiaan tidak dapat

    dicapai melalui penguasaan materi semata-mata, dan bahwa efisiensi dan pemerataan

    dapat menjadi konsep yang operasional hanya bila hal itu didefinisikan kembali dalam

    konteks hubungannya dengan nilai-nilai moral dan struktur sosioekonomi. Kaitannya

    dengan studi peneliti, tema kesejahteraan tidak hanya penguasaan pada sisi materi

    semata. Namun, dibarengi oleh suatu nilai atau moral yang melekat padanya.

    Dalam riset ini dibagi menjadi dua bagian, pertama sistem-sistem yang gagal dan

    kedua pandangan dunia Islam. Bagian pertama terdiri dari empat bab; bab 1 sistem-

    sistem yang gagal antara lain batas-batas kapitalisme, bab 2 kemunduran sosialisme, bab

    3 krisis negara kesejahteraan, dan bab 4 inkosistensi ekonomi pembangunan.

    Pada bagian dua, terdiri dari delapan bab; bab 5 pandangan dunia Islam dan

    strateginya (antara lain pemenuhan kebutuhan pokok), bab 6 malaise, bab 7

    membicarakan tentang menghidupkan faktor kemanusiaan, bab 8 menjelaskan dalam hal

    22

  • mengurangi konsentrasi kekayaan, bab 9 restrukturisasi ekonomi, bab 10 restrukturisasi

    keuangan, bab 11 perencanaan kebijakan strategis dan bab 12 kesimpulan.

    Metode Penelitian

    1. Pendekatan

    Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah pendekatan kualitatif.

    Pada pendekatan kualitatif lebih menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu

    situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang

    berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif, lebih lanjut,

    mementingkan pada proses dibandingkan dengan hasil akhir, oleh karena itu urut-urutan

    kegiatan dapat berubah-ubah tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang

    ditemukan. Tujuan penelitian biasanya berkaitan dengan hal-hal yang bersifat praktis

    (Sarwono 2009, hal. 1).

    Dalam penelitian ini, peneliti telah mengadakan pengkajian terhadap teori

    Maslow dan al-Ghazāli yang berhubungan dengan konsep kesejahteraan, serta tulisan-

    tulisan lain yang dapat mendukung data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga

    didapat gambaran pemikiran Maslow dan al-Ghazāli tentang konsep kesejahteraan.

    2. Jenis dan Sumber Data

    Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data kualitatif yang relevan

    dengan rumusan masalah yang ada. Sehingga dalam penelitian ini peneliti menggunakan

    bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier yang

    dijadikan bahan literatur dalam penelitian ini.

    a. Bahan hukum primer ialah bahan pokok yang menjadi acuan dalam penelitian

    ini, di antaranya: al-Mustaşfa min ‘Ilmi Uşūl dan Ihya Ulūmuddin, karya Imam

    Abu Hāmid Muhammad bin Muhammad at-Tūsi al-Ghazāli (450 H- 505 H),

    23

  • tanpa tahun; Motivation and Personality, karya Abraham Harold Maslow, tahun

    1954; Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok, karya Mulyanto Sumardi & Hans-

    Dieter Evers, tahun 1982.

    b. Bahan hukum sekunder ini ialah penunjang bahan primer yang berhubungan

    dengan masalah tersebut, di antaranya: Manajemen dan Motivasi, karya Prof.

    DR. Buchari Zainun, tahun 1989, Islam dan Tantangan Ekonomi, karya Dr. M.

    Umer Chapra Jakarta, tahun 2000; Konsep Masyarakat Sejahtera dalam Islam,

    karya DR. Edyson Saifullah, tahun 2008; Islam Mengentaskan Kemiskinan,

    Tinjauan Kritis Analisis Tentang Hadits Ekonomi, karya M. Naşiruddin al-

    AlBānī, tahun 2002, dan lain-lain.

    c. Bahan hukum tersier ialah penunjang dari bahan hukum primer dan bahan

    hukum sekunder terhadap masalah tersebut, di antaranya Kamus Besar Bahasa

    Indonesia, Ensiklopedi, Kamus Ekonomi dan Kamus Bahasa Arab.

    3. Metode Pengumpulan Data

    Mengingat penelitian ini menggunakan studi kepustakaan (library research). Maka

    teknik pengumpulan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut: (a) mengumpulkan

    buku-buku atau bahan bacaan yang berkenaan dengan masalah yang diteliti: (b)

    mengklasifikasikan data-data yang ada pada buku-buku atau bahan bacaan yang ada

    kaitannya dengan masalah yang diteliti; (c) membaca dan menelaah serta mengolah

    buku-buku atau bahan bacaan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.

    4. Analisis Data

    Tehnik menganalisa data dan materi yang disajikan dalam penelitian ini yaitu dengan

    menggunakan metode deskriptif kualitatif komparatif, yaitu dengan cara content

    analysis (analisis isi) tentang pendapat Maslow dan al-Ghazāli, yakni menggambarkan,

    24

  • menguraikan, atau menyajikan seluruh pokok-pokok masalah secara tegas dan sejelas-

    jelasnya. Setelah data yang diperlukan dalam penelitian ini terkumpul, maka penguraian

    itu disimpulkan secara deduktif, yaitu menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan

    yang bersifat umum ditarik ke khusus, sehingga penyajian hasil penelitian ini dapat

    dipahami dengan mudah.

    Sistematika Pembahasan

    Penelitian tesis ini disusun berdasarkan 5 bab utama. Bab 1 Pendahuluan yang berisi

    latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,

    metode penelitian serta sistematika pembahasan. Bab 2 Konsep Kesejahteraan Menurut

    Maslow. Dalam bab ini peneliti memfokuskan pada makna, konsep, kebutuhan pokok,

    indikator, bentuk dan karakteristik kesejahteraan menurut pandangan dan pendapat

    Maslow. Bab 3 Konsep Kesejahteran Menurut al-Ghazāli. Dalam bab ini peneliti

    membahas konsep, kebutuhan pokok menurut al-Ghazāli, dan indikator kesejahteraan

    dalam al-Quran dan menurut al-Ghazāli. Bab 4 Analisis Perbandingan Konsep

    Kesejahteraan Maslow dan al-Ghazāli. Di sini peneliti menganalisis dan mengupas

    persamaan dan perbedaan kedua konsep tersebut, serta implikasi dari perbedaan

    tersebut. Dan bab 5 kesimpulan dan saran-saran peneliti.

    25

  • Bab 2

    KONSEP KESEJAHTERAAN MENURUT MASLOW

    Biografi Maslow

    Abraham Harold Maslow (1908-1970 M) lahir pada 1 April 1908 di Brooklyn, New

    York. Maslow dibesarkan dalam keluarga yahudi dan merupakan anak tertua dari tujuh

    bersaudara, yang mereka sendiri tidak berpendidikan adalah imigran Yahudi dari Rusia

    Orang tuanya. Mereka berharap untuk yang terbaik bagi anak-anak mereka di dunia

    baru, mendorongnya keras untuk keberhasilan akademis. Tidak mengherankan, ia

    menjadi sangat kesepian sebagai anak laki-laki, dan menemukan perlindungan di buku.

    Dan ia wafat pada tahun 1970 dalam usia 62 tahun.

    Maslow adalah seorang pelopor aliran psikologi7 humanistik8. Aliran ini secara

    eksplisit memberikan perhatian pada dimensi manusia dari psikologi dan konteks

    manusia dalam pengembangan teori psikologis(http://id.wikipedia.org).

    Keluarga Maslow amat berharap ia dapat meraih sukses melalui dunia

    pendidikan. Untuk menyenangkan kemauan ayahnya, Maslow sempat belajar di bidang

    -----------------------------7 Psikologi berasal dari bahasa Yunani, artinya ilmu jiwa. Psikologi adalah ilmu pengetahuan yangmempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. Akan tetapi, Tidak adaseseorangpun yang sebenarnya dapat mengetahui tentang apa yang dimaksud dengan ilmu jiwa. Sehinggamenimbulkan berbagai banyak pendapat mengenai definisi ilmu jiwa (Pengantar Psikologi Umum, penulis: Sarlito W. Sarwono, penerbit : rajawali Pers).8 Humanistik adalah aliran dalam psikologi yang muncul tahun 1950an sebagai reaksi terhadapbehaviorisme dan psikoanalisis. Permasalah ini dirangkum dalam lima postulat Psikologi Humanistik dariJames Bugental (1964), sebagai berikut: 1. Manusia tidak bisa direduksi menjadi komponen-komponen; 2.Manusia memiliki konteks yang unik di dalam dirinya; 3. Kesadaran manusia menyertakan kesadaranakan diri dalam konteks orang lain; 4. Manusia mempunyai pilihan-pilihan dan tanggung jawab; 5.Manusia bersifat intensional, mereka mencari makna, nilai, dan memiliki kreativitas. Pendekatan

    26

  • humanistik ini mempunyai akar pada pemikiran eksistensialisme dengan tokoh-tokohnya sepertiKierkegaard, Nietzsche, Heidegger, dan Sartre (http://id.wikipedia.org/wiki/Humanistik)hukum di College Kota New York (CCNY) tapi gagal. Setelah tiga semester, ia pindah

    ke Cornell. Ia akhirnya mengambil bidang studi psikologi di University of Wisconsin,

    dan memperoleh gelar bachelor pada 1930, master pada 1931, dan PhD pada 1934.

    Maslow kembali ke CCNY dan menikah. Dia Bertha Goodman, sepupu pertama,

    terhadap orang tua keinginannya. Abe dan Bertha terus memiliki dua anak perempuan.

    Dia dan Bertha pindah ke Wisconsin agar ia bisa belajar di University of Wisconsin. Di

    sini, ia menjadi tertarik pada psikologi, dan pekerjaan sekolahnya mulai membaik secara

    dramatis. Dia menghabiskan waktu ada bekerja dengan Harry Harlow, yang terkenal

    untuk eksperimen dengan bayi rhesus monyet dan perilaku lampiran.

    Ia menerima gelar BA pada tahun 1930, MA pada 1931, dan gelar PhD pada

    tahun 1934, semua dalam psikologi, semua dari University of Wisconsin. Setahun

    setelah lulus, ia kembali ke New York untuk bekerja dengan EL Thorndike di Columbia,

    dimana Maslow menjadi tertarik dalam penelitian tentang seksualitas manusia.

    Maslow banyak berhubungan dengan intelektual-intelektual Eropa yang baru

    bermigrasi ke Amerika Serikat seperti Alfred Adler, Erich Fromm, dan Karen Horney.

    Pada tahun 1951 Maslow berjumpa dengan Kurt Goldstein, seseorang yang

    mengenalkannya kepada ide tentang aktualisasi diri – yang menjadi bibit dari teorinya

    tentang hirarki kebutuhan. Pada periode ini pula Dia, bersama beberapa psikolog lain

    seperti Carl Roger “memproklamirkan” aliran ketiga (third force) dari psikologi yang

    dikenal sebagai humanisme.

    Tidak cukup “bermain-main” dengan humanisme, menjelang akhir hayatnya

    Maslow mengenalkan lagi satu aliran yang dikenal sebagai mazhab keempat, yakni

    Psikologi Transpersonal, yang berbasis pada filosofi dunia timur dan mempelajari hal-

    27

  • hal semacam meditasi, fenomena parapsikologi, dan kesadaran level tinggi (Altered

    States of Consciousness, ASC) (http://mustolihbrs.wordpress.com).

    Dia menghabiskan tahun-tahun terakhir di semi-pensiun di California, sampai,

    pada tanggal 8 Juni 1970, ia meninggal karena serangan jantung setelah bertahun-tahun

    sakit. Adapun konsep teori Maslow sekaligus menjadi karya monumenal yang terkenal,

    yaitu:

    Pertama, Hakikat Manusia: tentang hakekat manusia Maslow berpendapat

    bahwa manusia memiliki satu kesatuan jiwa dan raga yang bernilai baik, dan memiliki

    potensi-potensi. Yang dimaksud baik itu adalah yang mengakibatkan perkembangan kea

    rah aktualisasi diri.

    Kedua, Kebutuhan Pokok Manusia: manusia memiliki kebutuhan dasar yang

    akan selalu menjadi motivasi perilakunya, yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan

    keselamatan, kebutuhan akan memiliki dan rasa cinta, kebutuhan akan harga diri, dan

    kebutuhan akan aktualisasi diri. Untuk dapat sampai pada tingkat aktualisasi diri semua

    kebutuhan-kebutuhan pokok manusia pada tingkat sebelumnya harus terpenuhi. Selain

    kebutuhan pokok tersebut yang disebut basic needs manusia juga memiliki metaneeds

    sebagai kebutuhan pertumbuhan seperti keadilan, keindahan, keteraturan, dan kesatuan.

    Ketiga, Kebutuhan Pokok sebagai Unsur Motivasi: teori Motivasi Maslow

    dibentuk atas dasar teori hirarki kebutuhan pokok. Dengan kata lain pemenuhan

    kebutuhan-kebutuhan pokok inilah yang memotivasi manusia berbuat sesuatu. Teori ini

    tidak sekedar bersifat homeostatis tetapi juga homeostatis psikologis. Bahkan pada

    tingkat puncak kebutuhan yang disusun Maslow mengarah kepada mistisisme

    (http://homework-uin.blogspot.com).

    28

  • Definisi Kesejahteraan

    Kesejahteraan berasal dari kata dasar sejahtera yang mempunyai makna aman, sentosa

    dan makmur; selamat atau terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran dan

    sebagainya. Adapun kesejahteraan adalah hal atau keadaan sejahtera yang mencakup

    jaminan sosial, keselamatan, ketentraman, kesenangan hidup, dan sebagainya;

    kemakmuran (Lukman Ali 1996, hal. 891).

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kesejahteraan juga memiliki padanan

    kata yaitu maşlahat. Maşlahat artinya sesuatu yang mendatangkan kebaikan, faedah, dan

    guna. Sedangkan kemaslahatan berarti kegunaan, kebaikan, manfaat dan kepentingan

    (hal. 634). Adapun kata “manfaat” artinya adalah guna dan faedah. Sedangkan

    bermanfaat artinya, ada manfaatnya, berguna, berfaedah. Manfaat juga diartikan sebagai

    kebalikan/lawan kata mudharat yang berarti rugi atau buruk (Lukman Ali 1996, hal.

    626).

    Sedangkan kemakmuran berasal dari kata dasar makmur yang mempunyai

    makna banyak hasil, banyak penduduk dan sejahtera, serba tidak kekurangan.

    Kemakmuran sendiri berarti dalam keadaan makmur (Lukman Ali 1996, hal. 619).

    Sejahtera dan kesejahteraan diidentikkan dengan suasana dan kondisi kebaikan,

    kegunaan, aman dan selamat dari segala macam gangguan dan kesukaran dalam hidup

    atau yang lazim dikenal dengan mudharat atau kerusakan. Ia mencakup dua dimensi,

    dimensi jasmani dan rohani. Sedangkan kemakmuran lebih diidentikan dengan kwantitas

    suatu barang atau jasa. Ia hanya mencakup dimensi jasmani tanpa mencakup dimensi

    rohani. Oleh karena itu, kesejahteraan dan kemakmuran dua kata yang berbeda makna

    baik secara bahasa dan istilah.

    29

  • Karenanya, dalam hal mensejahterakan kehidupan manusia maka sektor

    konsumsi, produksi, dan distribusi harus dikelola secara maksimum dalam rangka

    pemenuhan kebutuhan manusia. Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan integral

    untuk mewujudkan kesejahteraan kehidupan. Kegiatan konsumsi, produksi, dan

    distribusi harus menuju pada satu tujuan yang sama, yaitu mencapai kesejahteraan yang

    maksimum bagi umat manusia.

    Konsumsi harus berorientasi kepada kesejahteraan maksimum sehingga tetap

    menjaga keseimbangan kebutuhan antarindividu dan keseimbangan antaraspek

    kehidupan. Produksi dilakukan secara efisien dan adil sehingga sumber daya yang

    tersedia bisa mencukupi kebutuhan seluruh umat manusia. Distribusi sumber daya dan

    output harus dilakukan secara adil dan merata sehingga memungkinkan setiap individu

    untuk memiliki peluang mewujudkan kesejahteraan bagi kehidupannya.

    Kegiatan di atas tersebut didefinisikan dengan aktivitas ekonomi. Yaitu adalah

    semua kegiatan manusia dalam usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan

    yang tidak terbatas dengan memanfaatkan sumber daya yang terbatas. Dan dikenal

    dengan aktivitas ekonomi secara umum. Hal ini penting karena aktivitas ekonomi adalah

    aktivitas yang melibatkan berbagai aspek kehidupan manusia.

    Plato –sebagaimana dikutip oleh Dua- ekonom klasik tersebut berpendapat

    bahwa ilmu ekonomi harus dapat menjelaskan bagaimana manusia dan masyarakat

    mengorganisasikan kegiatannya untuk menciptakan keuntungan dan kesejahteraan

    (2008, hal. 18).

    Oleh karena itu, tugas ekonomi adalah memberi alasan mendasar mengapa

    ekonomi perlu memfokuskan perhatiannya pada kesejahteraan. Pada akhirnya, apabila

    30

  • kesejahteraan dapat tercapai, maka kehidupan manusia akan nyaman dan bahagia. Hal

    inilah yang menjadi tujuan dasar kehidupan manusia di muka bumi ini.

    Menteri Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat mendefinisikan sejahtera

    sebagai suatu kondisi masyarakat yang telah terpenuhi kebutuhan dasarnya. Kebutuhan

    dasar tersebut berupa kecukupan dan mutu pangan, sandang, papan, kesehatan,

    pendidikan, lapangan pekerjaan, dan kebutuhan dasar lainnya seperti lingkungan yang

    bersih, aman dan nyaman. Juga terpenuhinya hak asasi dan partisipasi serta terwujudnya

    masyarakat beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

    (http://www.menkokesra.go.id).

    Dalam bahasa Inggris kesejahteraan dikenal dengan welfare. Welfare mempunyai

    arti the good health, happiness, compfort, etc of a person or group. Dapat diartikan

    kesejahteraan di sini dengan kondisi yang sehat, bahagia, nyaman dan sebagainya, baik

    individu maupun kelompok (Oxford Advanced Learner’s Dictionary 1995, hal. 1352).

    John dan Hasan memberikan makna lebih mendalam tentang arti kesejahteraan sebagai

    suatu keselamatan (1975, hal. 642).

    Sejahtera juga diterjemahkan dari kata prosperous yang berarti maju dan sukses

    terutama dalam hal pendapatan dan memperoleh kekayaan yang cukup banyak. Bahagia

    (happiness) memiliki makna yang lebih luas, yang berarti kondisi atau perasaan nikmat

    dan nyaman, yang bisa disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun

    spiritual (P3EI 2008, hal. 50).

    Keadaan atau kondisi yang sehat, bahagia, nyaman, aman baik secara personal

    maupun masyarakat dinamakan sejahtera atau kesejahteraan. Dan tujuan akhir dari

    kondisi yang sehat, bahagia, nyaman dan aman adalah keselamatan. Keselamatan dalam

    dua dimensi, dunia dan akhirat.

    31

  • Jika dirunut kata kesejahteraan dalam bahasa Arab, maka akan didapatkan kata

    rofāhiyyah yang dalam bahasa Arab sendiri diartikan dengan kenyamanan dan

    kemakmuran. Daulah rofāhiyyah mengandung makna negara yang makmur.

    Sebagaimana dijelaskan di atas terdapat perbedaan makna antara kesejahteraan dan

    kemakmuran itu sendiri (Ali & Muhdlor 1998, hal. 982).

    Dari beberapa definisi kesejahteraan di atas, maka peneliti memformulasikan

    konsep kesejahteraan sebagai kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang

    disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun spiritual, baik berupa

    pemenuhan akan kebutuhan pokok, makan, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial

    (terhindar dari segala macam resiko yang mengancam).

    Dari definisi tersebut lahirlah9 beberapa istilah yang berkaitan dengan

    kesejahteraan, yaitu (1) kesejahteraan ekonomi (economic welfare), (2) kesejahteraan

    sosial (social welfare), (3) masyarakat sejahtera (welfare society) dan (4) negara

    kesejahteraan (welfare state). Setiap istilah kata tersebut memiliki definisi dan makna

    tersendiri.

    1) Economic Welfare (kesejahteraan ekonomi)

    Yang dimaksud dengan economic welfare atau kesejahteraan ekonomi adalah sebuah

    sistem teoritik ilmu ekonomi yang menganalisis data ekonomi, guna memaksimalisasi

    kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan dan bukan hanya terkait dengan laba

    atau keuntungan si pengusaha (Sumadji & Yudha P 2006, hal. 633).

    ----------------------------9 Untuk kesejahteraan ekonomi peneliti dapatkan dalam Ensiklopedi Ekonomi. Adapun istilahkesejahteraan sosial sendiri peneliti ambil dari Kamus Sosiologi Modern yang kemudian dikembangkanoleh pemikir-pemikir seperti Chapra, Soeharto dll. Masyarakat sejahtera peneliti temukan dalam disertasiEdison, Konsep Masyarakat Sejahtera dalam Perspektif Islam. Dan negara kesejahteraan, istilah tersebutpeneliti nukil dan ambil dari istilah yang diusung oleh Chapra dalam Islam dan Tantangan Ekonomi.

    32

  • Suyanto dalam hal ini senada dengan pandangan Sumadji dan Yudha. Menurut

    Suyanto, ekonomi kesejahteraan adalah kerangka kerja yang digunakan oleh sebagian

    besar ekonom publik untuk mengevaluasi penghasilan yang diinginkan masyarakat.

    Ekonomi kesejahteraan menyediakan dasar untuk menilai prestasi pasar dan pembuat

    kebijakan dalam alokasi sumberdaya. Definisi ini merupakan seperangkat alokasi nilai

    guna (utility) yang dapat dicapai dalam suatu subyek masyarakat terhadap kendala dari

    citarasa dan teknologi (www.msuyanto.com).

    Di sini ekonomi kesejahteraan mencoba untuk memaksimalkan tingkatan dari

    kesejahteraan sosial, dengan pengujian kegiatan ekonomi dari individu yang ada dalam

    masyarakat. Yang berkaitan dengan subsistensi, barang-barang dan jasa-jasa

    rekreasional.

    2) Social Welfare (kesejahteraan sosial)

    Soekanto memberikan gambaan secara umum mengenai kesejahteraan sosial sebagai

    suatu kepentingan yang tertuju pada pencapaian kehidupan sejahtera bagi pribadi dan

    kelompok (1993, hal. 479-480). Tentunya, kepentingan yang mengarah pada pencapaian

    kehidupan sejahtera baik aspek kebutuhan pokok, produksi, konsumsi, distribusi dan

    lain-lain maka diperlukan suatu strategi yang matang. Karena, tidak dinamakan suatu

    kepentingan atau kebutuhan tatkala tidak dibarengi oleh suatu usaha dan strategi.

    Dalam ta’rif Badawi, kesejahteraan sosial sebagai sistem yang mengatur

    pelayanan sosial dan lembaga-lembaga untuk membantu individu-individu dan

    kelompok-kelompok mencapai tingkat kehidupan, kesehatan yang layak dengan tujuan

    menegakkan hubungan kemasyarakatan yang setara antar individu sesuai dengan

    kemampuan pertumbuhan (development) mereka, memperbaiki kehidupan manusia

    33

    http://www.msuyanto.com/

  • sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat (Mu’jam Muşţalahatul al-Ulūm al-

    Ijtimā’iyyah, Beirut, Maktabah Lubnan, 1986).

    Undang-Undang Republik Indonesia No. 11 tahun 2009 sendiri menyebutkan

    bahwa, kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,

    dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,

    sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

    Istilah kesejahteraan sosial (social welfare) menurut Midgley –sebagaimana

    dikutip oleh Suharto- adalah suatu kondisi kehidupan manusia ketika berbagai

    permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika kebutuhan manusia dapat

    terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan (hal. 3, lihat juga

    dalam Adi, Ilmu Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, hal. 16).

    Dari berbagai pandangan pemikiran kesejahteraan sosial di atas, tampaknya

    Kartasapoetra dan Hartini berbeda dalam pendefinisian. Yaitu suatu kehidupan sejahtera

    yang selalu diinginkan untuk kelompok profesionalnya (2007, hal. 444). Pandangan ini

    memberikan interpretasi bahwa, kehidupan sejahtera merupakan suatu dambaan semua

    manusia, dan ia hanyalah sebuah keinginan atau impian dalam perwujudannya.

    Adapun yang dimaksud dengan kesejahteraan sosial adalah sistem yang

    mengatur pelayanan sosial (masalah sosial dapat dikelola dengan baik dan kesempatan

    sosial dapat dimaksimalisasikan) dan lembaga-lembaga untuk membantu individu-

    individu dan kelompok-kelompok mencapai tingkat kehidupan, pendidikan, kesehatan

    yang layak, memperbaiki kehidupan manusia sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan

    masyarakat, terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan dapat hidup layak dan

    mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

    34

  • Hal di atas menjadi harapan dan cita-cita manusia dalam menjalankan aktivitas

    ekonominya, yaitu kesejahteraan. Kesejahteraan sendiri dapat dicapai dan diwujudkan

    tatkala dibarengi oleh suatu strategi.

    3) Welfare Society (masyarakat sejahtera)

    Saifullah dalam hal ini memberikan definisi yang komprehensif mengenai masyarakat

    sejahtera. Beliau mengatakan, sekelompok individu dalam satu komunitas yang teratur,

    di bawah suatu sistem atau aturan untuk tujuan yang sama; hidup bersama alam kondisi

    aman dan bahagia, terpenuhinya kebutuhan dasar akan makanan, kesehatan, pendidikan,

    tempat tinggal, pendapatan dan memperoleh perlindungan dari resiko-resiko yang

    mengancam kehidupannya. Kebersamaan atas kepentingan bersama, tanpa

    mengorbankan kepentingan individu (2008, hal. 20).

    Komunitas teratur, sistem yang sama, aman bahagia, terpenuhinya kebutuhan

    dasar, terhindar dari resiko dan mengedepankan kepentingan bersama menjadi indikator

    masyarakat sejahtera. Dan dapat dinamakan dan dilabelisasi masyarakat sejahtera tatkala

    indikator-indikator di atas dapat terpenuhi secara bersamaan.

    Dalam konteks individu merupakan bagian dari masyarakat, dan masyarakat

    adalah kumpulan dari individu-individu yang ada, maka Al-badri –sebagaimana dikutip

    oleh Saifullah- menyatakan masyarakat dan individu menurut Islam adalah satu kesatuan

    yang tidak terpisahkan, status dan hubungan individu dengan masyarakat memberikan

    jaminan keselamatan bagi semua. Masyarakat berfungsi menjadi keselamatan individu,

    dan individu berbuat demi kemaslahatan segenap anggota masyarakat (2008, hal. 20).

    35

  • Oleh karena itu, masyarakat sejahtera diidentikkan dengan pemenuhan

    kebutuhan pokok atau dasar manusia, terhindar dari resiko dan ancaman, kepentingan

    bersama atau persaudaraan universal, dan kehidupan yang damai dan bahagia.

    4) Welfare State atau negara kesejahteraan

    Dalam garis besar, negara kesejahteraan menunjuk pada sebuah model ideal

    pembangunan yang difokuskan pada peningkatan kesejahteraan melalui pemberian

    peran yang lebih penting kepada negara dalam memberikan pelayanan sosial secara

    universal dan komprehensif kepada warganya. Spicker –sebagaimana dikutip oleh

    Suharto- misalnya, menyatakan bahwa negara kesejahteraan “…stands for a developed

    ideal in which welfare is provided comprehensively by the state to the best possible

    standards” (2006).

    Konsep negara kesejahteraan tidak hanya mencakup deskripsi mengenai sebuah

    cara pengorganisasian kesejahteraan (welfare) atau pelayanan sosial (social services).

    Melainkan juga sebuah konsep normatif atau sistem pendekatan ideal yang menekankan

    bahwa setiap orang harus memperoleh pelayanan sosial sebagai haknya.

    Sejalan dengan pandangan Chapra mengenai negara kesejahteraan, sebagai

    pemberian pelayanan kesejahteraan kepada semua orang, baik kaya maupun miskin,

    melalui pengeluaran pemerintah yang ditingkatkan (2000, hal. 344).

    Menurut Krisna, pelayanan sosial kepada semua orang sebagaimana definisi di

    atas bukanlan hal yang pokok dan substansi mengenai lahirnya negara kesejahteraan.

    Krisna melihat dan mendefinisikan negara sejahtera adalah pemerintah yang dapat

    menjamin suatu taraf hidup minimum bagi semua warganya, yang mencakup

    terpenuhinya kebutuhan pangan, sandang, serta papan dan menyelenggarakan lapangan

    36

  • kerja yang penuh. Di samping itu, negara memberikan berbagai macam pelayanan

    sosial, terutama bidang pendidikan dan kesehatan, dan memberi bantuan untuk masa tua

    serta cacat (1993, hal. 158).

    Begitu dalam dan luas definisi dan istilah-istilah yang berkaitan dengan

    kesejahteraan di atas. Economic welfare (Ekonomi kesejahteraan) misalnya, mencoba

    untuk memaksimalkan tingkatan dari kesejahteraan sosial, dengan pengujian kegiatan

    ekonomi dari individu yang ada dalam masyarakat. Yang berkaitan dengan subsistensi,

    barang-barang dan jasa-jasa rekreasional.

    Social welfare (kesejahteraan sosial) adalah sistem yang mengatur pelayanan

    sosial dan lembaga-lembaga untuk membantu individu-individu dan kelompok-

    kelompok mencapai tingkat kehidupan, pendidikan, kesehatan yang layak, pemenuhan

    kebutuhan-kebutuhan masyarakat, baik aspek material, spiritual, dan dapat hidup layak

    dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.

    Begitu juga dengan welfare society (masyarakat sejahtera) diidentifikasikan

    sebagai komunitas teratur, sistem yang sama, aman bahagia, terpenuhinya kebutuhan

    dasar, terhindar dari resiko dan mengedepankan kepentingan bersama menjadi indikator

    masyarakat sejahtera. Dan dapat dinamakan dan dilabelisasi masyarakat sejahtera tatkala

    indikator-indikator di atas dapat terpenuhi secara bersamaan.

    Dan welfare state (negara kesejahteraan), pemerintah yang dapat menjamin suatu

    taraf hidup minimum bagi semua warganya, yang mencakup terpenuhinya kebutuhan

    pangan, sandang, serta papan dan menyelenggarakan lapangan kerja yang penuh. Di

    samping itu, negara memberikan berbagai macam pelayanan sosial, terutama bidang

    pendidikan dan kesehatan, dan memberi bantuan untuk masa tua serta cacat.

    37

  • Dari istilah-istilah di atas, terlihat jelas bahwa sejahtera dan kesejahteraan

    sebagai kondisi atau perasaan nikmat dan nyaman, yang disebabkan oleh terpenuhinya

    kebutuhan material maupun spiritual, baik berupa pemenuhan akan kebutuhan pokok,

    makan, pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial (terhindar dari segala macam resiko

    yang mengancam).

    Konsep Kesejahteraan

    Mengenai konsep kesejahteraan, meskipun tidak ada suatu batasan substansi yang tegas

    tentang kesejahteraan, namun tingkat kesejahteraan mencakup di antaranya pangan,

    pendidikan, kesehatan. Dan seringkali konsep kesejahteraan diperluas kepada

    perlindungan sosial lainnya seperti kesempatan kerja, perlindungan hari tua,

    keterbebasan dari kemiskinan, dan sebagainya. Dengan kata lain lingkup substansi

    kesejahteran seringkali dihubungkan dengan lingkup kebijakan sosial. Penentuan

    batasan substansi kesejahteraan dan representasi kesejahteraan ini menjadi perdebatan

    yang luas (Suharto tt, hal 3).

    Sebagai atribut agregat, kesejahteraan merupakan representasi yang bersifat

    kompleks atas suatu lingkup substansi kesejahteraan tersebut. Kesejahteraan bersifat

    kompleks karena multidimensi, mempunyai keterkaitan antardimensi dan ada dimensi

    yang sulit direpresentasikan. Kesejahteraan tidak cukup dinyatakan sebagai suatu

    intensitas tunggal yang merepresentasikan keadaan masyarakat, tetapi juga

    membutuhkan suatu representasi distribusional dari keadaan itu.

    Oleh karena itu, konsep kesejahteraan sering diartikan berbeda-beda oleh orang

    dan negara yang berbeda. Kapitalisme, misalnya merumuskan kesejahteraan dalam

    pendekatan materialis murni. Kesejahteraan didefinisikan sebagai terpenuhinya

    38

  • kebutuhan materil manusia sesuai dengan hasil kerja optimal masing-masing orang atau

    kelompok. Pendekatan materialis biasanya menafikan kebutuhan rohani.

    Sebagaimana menurut Smith dalam karyanya The Wealth of Nation (1776) –

    sebagaimana dikutip oleh Saifullah- bahwa kesejahteraan diukur berdasarkan seberapa

    besar hasil barang dan jasa yang diproduksi dan dikonsumsi. Karenanya, yang disebut

    dengan istilah negara maju adalah yang menikmati pendapatan tinggi, tanpa

    memperhatikan tingkat kehancuran nilai-nilai spiritual masyarakatnya; sedangkan

    negara terbelakang adalah negara dengan pendapatan rendah (2008, hal. 1).

    Sosialisme melihat kesejahteraan dengan pendekatan komunal. Kesejahteraan

    bisa dicapai melalui pemerataan yang diatur oleh negara atau pemerintah, agar supaya

    terjadi keadilan.

    Dalam hal ini pemerintah memiliki peran yang begitu besar dan kuat dalam

    menyelenggarakan dan mensukseskan kesejahteraan manusia terutama rakyat negaranya

    tersebut.

    Demikianlah sistem kapitalis dengan prinsip ‘kebebasan pasar’ dan sosialis

    dengan prinsip-prinsip dasar, nilai-nilai dan sistem yang sama-sama dibangun atas dasar

    ‘materi kebendaan’ yang menguasai dan menentukan arah bahwa ‘pertumbuhan

    ekonomi’ adalah tujuan utama bangsa manusia. Perbedaan antara keduanya hanya dalam

    hal ‘sistem kepemilikan’ dan ‘sistem distribusi’ kekayaan. Keduanya memiliki seruan

    bahwa ‘kesejahteraan individu’ di atas segalanya disertai dengan materi berlimpah akan

    mewujudkan ‘kesejahteraan’ secara makro.

    Murujuk pada Spicker (1995), Midgley, Tracy dan Livermore (2000), Thompson

    (2005), dan Suharto (2006), pengertian dan konsep kesejahteraan sedikitnya

    mengandung empat makna, yaitu:

    39

  • 1. Sebagai kondisi sejahtera (well-being). Pengertian ini biasanya menunjuk pada

    istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya

    kebutuhan material dan non-material. Midgley et al (2000:ix) mendefinisikan

    kesejahteraan sosial sebagai “…a condition or state of human well-being.”

    Kondisi sejahtera terjadi manakala kehidupan manusia aman dan bahagia karena

    kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan

    pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh perlindungan

    dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya.

    2. Sebagai pelayanan sosial. Di Inggris, Australia dan Selandia Baru, pelayanan

    sosial umumnya mencakup lima bentuk, yakni jaminan sosial (social security),

    pelayanan kesehatan, pendidikan (personal social services).

    3. Sebagai tunjangan sosial. Khususnya di Amerika Serikat (AS), diberikan

    kepada orang miskin, cacat, penganggur, keadaan ini kemudian menimbulkan

    konotasi negatif pada istilah kesejahteraan, seperti kemiskinan, kemalasan,

    ketergantungan, yang sebenarnya lebih tepat disebut “Social Illfare” ketimbang

    “Social Welfare”.

    4. Sebagai proses atau usaha terencana. Hal ini baik dilakukan perorangan,

    lembaga-lembaga sosial, masyarakat maupun badan-badan pemerintah untuk

    meningkatkan kualitas kehidupan (pengertian pertama) melalui pemberian

    pelayanan sosial (pengertian kedua) dan tunjangan sosial (pengertian ketiga).

    Konsep kesejahteraan dapat diidentifikasikan sebagai kondisi atau perasaan

    nikmat dan nyaman, yang disebabkan oleh terpenuhinya kebutuhan material maupun

    spiritual, baik berupa pemenuhan akan kebutuhan pokok, makan, pendidikan, kesehatan

    dan jaminan sosial (terhindar dari segala macam resiko yang mengancam).

    40

  • Terpenuhinya kebutuhan pokok baik fisik maupun nonfisik dan memiliki

    kesempatan, perlindungan dan jaminan akan hal tersebut menjadi tawaran dan konsep

    Kantor Menkokesra. Kantor Menkokesra –sebagaimana dikutip oleh Saifullah-,

    menyatakan bahwa masyarakat sejahtera apabila kehidupan masyarakat tentram lahir

    batin, setiap individu memperoleh penghidupan yang layak dengan terpenuhinya

    beberapa kondisi (2008, hal. 29):

    Pertama, kebutuhan pokok untuk kehidupan fisik dan nonfisik tersedia dan

    terjangkau oleh masyarakat secara menyeluruh dan merata.

    Kedua, setiap individu memiliki kesempatan, perlindungan dan jaminan untuk

    memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan

    pendapatan layak, bebas dari rasa takut dan tentram.

    Rumusan sebagaimana disebutkan di atas menggambarkan, kesejahteraan

    sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan jasmaniah dan rohaniah, atau keseimbangan

    antara aspek material dan non-material atau spiritual. Di mana kondisi sejahtera terjadi

    jika kehidupan manusia aman dan bahagia karena kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan,

    pendidikan, tempat tinggal dapat dipenuhi; serta manakala manusia memperoleh

    perlindungan dari resiko-resiko yang mengancam kehidupannya (Suharto, Negara

    Kesejahteraan, t.t., hal. 3).

    Peningkatan kondisi kesejahteraan atau kualitas hidup (kondisi) masyarakat

    antara lain bisa melalui pengelolaan masalah sosial, pemenuhan kebutuhan hidup

    masyarakat, dan pemaksimalan kesempatan anggota masyarakat untuk berkembang

    (termasuk kesempatan bekerja dan berpartisipasi dalam pembangunan).

    Selanjutnya, dalam konsep kesejahteraan sebagian besar yang digunakan untuk

    mengukur kesejahteraan ekonomi adalah pendapatan nyata rumah tangga yang dimiliki

    41

  • orang, yang disesuaikan dengan perbedaan ukuran rumah tanggga dan komposisi

    demografi (Ravallion dan Lokshin 2000). Ini didefinisikan sebagai pendapatan total

    rumah tangga dibagi dengan sebuah garis kemiskinan yang memberikan biaya dari

    tingkat nilai guna (utility) beberapa referensi pada harga yang berlaku dan demografi

    rumah tangga.

    Teori ekonomi liberalisme menjelaskan, indikator baik atau tidaknya ekonomi

    suatu negara dipandang dari nilai GNP (Gross Nasional Product/Produk Nasional

    Bruto) atau GDP (Gross Domestic Product/Produk Domestik Bruto) negara tersebut.

    Hal ini tentu saja sangat semu dan tidak relevan untuk menilai apakah suatu negara

    dapat dikatakan mapan atau tidak. Sebab nilai GNP10 dan GD11 didapat dari jumlah

    keseluruhan pertambahan nilai yang didapat dari negara tersebut tanpa memandang

    kebutuhan perindividu secara khusus, sehingga bisa saja nilai GNP yang tinggi

    diakibatkan oleh adanya golongan yang sangat kaya yang merupakan minoritas yang

    menutupi golongan mayoritas yang tidak mampu

    (http//www.kertaskuning’sweblog.com).

    Sedangkan Das Kapital, Marx mengatakan bahwa ekonomi kapitalisme akan

    selalu menghasilkan kelas yang sangat runcing perbedaannya dikarenakan kekuatan

    modal-lah yang menggerakkan kemampuan ekonomi atau dengan kata lain pergerakan

    modal tidak menyentuh seluruh golongan pada masyarakat. Sehingga apapun upaya

    -----------------------------10 GNP or Produk Nasional Bruto (Gross National Product) atau PNB meliputi nilai produk berupa barangdan jasa yang dihasilkan oleh penduduk suatu negara (nasional) selama satu tahun; termasuk hasilproduksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh warga negara yang berada di luar negeri, tetapi tidaktermasuk hasil produksi perusahaan asing yang beroperasi di wilayah negara tersebut.11 GDP or Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) merupakan jumlah produk berupa barang danjasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satutahun. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan olehperusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yangdihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yangdidapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.

    42

  • yang dilakukan oleh pemerintah baik itu BOS (bantuan operasional sekolah), BLT

    (bantuan langsung tunai), JPS (jaringan pengaman sosial) dll tidak akan mempu

    menyentuh permasalahan utama yaitu tidak bergeraknya modal di sektor riil dan

    menyeluruh selama sistem perekonomian yang dipakai adalah sistem kapitalisme yang

    berpegang pada pasar bebas.

    Di sisi lain, menurut para ekonom bahwa semakin tinggi pendapatan akan

    berpengaruh terhadap tingginya kesejahteraan. Namun pendapat ini diperdebatkan,

    dengan adanya beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya pendapatan (sisi

    ekonomi) tidak selalu berpengaruh terhadap kesejahteraan seseorang, selain itu terdapat

    sisi lain yaitu sosial psikologis (Saifullah 2008, hal. 25).

    Mazhab neoklasik telah mengubah pandangan tentang ekonomi baik dalam teori

    maupun dalam metodologinya. Teori nilai tidak lagi didasarkan pada nilai tenaga kerja

    atau biaya produksi tetapi telah beralih pada kepuasan marjinal (marginal utility).

    Pendekatan ini merupakan pendekatan yang baru dalam teori ekonomi.

    Salah satu pendiri mazhab neoklasik yaitu Gossen, dia telah memberikan

    sumbangan dalam pemikiran ekonomi yang kemudian disebut sebagai Hukum Gossen I

    dan II. Hukum Gossen I menjelaskan hubungan kuantitas barang yang dikonsumsi dan

    tingkat kepuasan yang diperoleh, sedangkan Hukum Gossen II, bagaimana konsumen

    mengalokasikan pendapatannya untuk berbagai jenis barang yang diperlukannya.

    Selain Gossen, Jevons dan Menger juga mengembangkan teori nilai dari

    kepuasan marjinal. Jevons berpendapat bahwa perilaku individulah yang berperan dalam

    menentukan nilai barang. Dan perbedaan preferences yang menimbulkan perbedaan

    harga. Sedangkan Menger menjelaskan teori nilai dari orde berbagai jenis barang,

    43

  • menurut dia nilai suatu barang ditentukan oleh tingkat kepuasan terendah yang dapat

    dipenuhinya. Dengan teori orde barang ini maka tercakup sekaligus teori distribusi.

    Dalam hal ini, seseorang memiliki kecendrungan menilai kesejahteraan secara

    subjektif, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain adalah tujuan dan harapan

    hidup individu, serta cara mendapatkannya. Bahkan menurut Feuntes –sebagaimana

    dikutip oleh Saifullah- kesejahteraan subjektif memiliki korelasi positif terhadap

    kepuasan dalam memenuhi kebutuhan dasar, tetapi tidak terhadap pendapatan (2008,

    hal. 26).

    Oleh karena itu, dalam konsep kesejahteraan, tingkat kepuasan dan kesejahteraan

    adalah dua pengertian yang saling berkaitan. Yang pertama merujuk kepada keadaan

    individu atau kelompok, sedangkan yang kedua mengacu kepada keadaan komunitas

    atau masyarakat luas. Berdasarkan pengertian di atas, pengertian dasar kesejahteraan

    adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu suatu masyarakat.

    Kebutuhan Pokok dalam Teori Maslow

    Kegiatan manusia di bumi yang kemudian dinamakan dengan aktivitas ekonomi dalam

    rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Di jaman dulu cenderung mengalami

    proses yang sama, bagaimana ia berburu, meramu dan bercocok tanam. Demikian juga

    perilaku manusia di saat ini, mengalami kecendrungan ke arah yang sama, bagaimana

    mendapatkan pekerjaan, mempertahankan pekerjaan yang kemudian dikembangkan

    dalam produksi distribusi dan menyelesaikan pekerjaan. Hal ini menandakan bahwa

    manusia mempunyai pola perilaku untuk memenuhi kebutuhan yang relatif sama

    walaupun tidak persis.

    44

  • Dalam konteks kesejahteraan, maka kesejahteraan dapat didefinisikan sebagai

    kondisi terpenuhinya kebutuhan pokok/dasar manusia. Dan peneliti melihat bahwa

    kondisi sejahtera terjadi manakala kebutuhan dasar manusia akan gizi, kesehatan,

    pendidikan, dan tempat tinggal dapat dipenuhi. Serta manakala manusia memperoleh

    perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam kehidupannya. Tujuan akhir

    dari pemenuhan di atas adalah kesenangan dan kebahagiaan.

    Karenanya, manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik

    kebutuhan penting maupun tidak sesuai dengan kemampuan mereka. Dan sampai

    sekarang belum ada gambaran tegas mengenai konsep kebutuhan dasar ataupun pokok

    yang sebenarnya dan bagaimana kebutuhan dasar tersebut terpenuhi oleh golongan

    manusia.

    Pemenuhan kebutuhan menjadi sangat diperlukan sekali (desirable) dalam

    aktivitas kehidupan ekonomi manusia. Dalam hal ini, pemenuhan kebutuhan dasar atau

    pokok menempati dan mendapatkan prioritas secara kardinal dan urgen.

    Kebutuhan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari akar kata butuh

    yang mempunyai makna sangat perlu menggunakan, memerlukan. Kebutuhan berarti

    yang dibutuhkan (1996, hal. 161).

    Makna kebutuhan sangat jauh berbeda dengan makna keinginan. Jika kebutuhan

    didefinisikan dengan sesuatu yang sangat dibutuhkan, maka keinginan mempunyai

    makna hasrat, hendak, mau, menginginkan, mengharapkan, menghendaki. Keinginan

    berarti barang yang diingini, perihal ingin: hasrat, kehendak dan harapan (Ibid, hal. 379).

    Sedangkan dalam bahasa Inggris kebutuhan dikenal dengan need, necessity and

    requirement (John dan Hasan 1998, hal. 98). Sedangkan keinginan dikenal dengan want,

    wish dan desire (hal. 223). John dan Hasan mendefinisikan need sebagai suatu

    45

  • kebutuhan dan keperluan atau bersifat memberi pertolongan (hal. 392). Dan want

    sebagai keinginan dan kemauan terhadap sesuatu (hal. 635).

    Dan jika ditelaah lebih dalam, kebutuhan dalam hal ini need lebih bersifat kepada

    kebutuhan manusia yang harus dipenuhi karena dengan tidak terpenuhinya akan

    mengancam kehidupan manusia itu sendiri. Berbeda dengan keinginan (want) lebih

    mengarah kepada sebatas keinginan dan kemauan yang mengitari perilaku manusia

    dalam beraktivitas dan ia tidak bersifat mengancam bagi kehidupan manusia. Dan dapat

    dipahami pula bahwa keinginan atau kemauan seseorang bersifat tidak terbatas.

    Yang oleh Amalia digambarkan dengan dalam bahwa need adalah segala sesuatu

    yang sarat dengan nilai dan want identik dengan bebas nilai (2005, hal. 211). Hal ini

    mengandung arti bahwa keinginan hanya bersifat hasrat belaka, sedangkan kebutuhan

    sesuatu yang mempunyai nilai penting bagi aktivitas ekonomi manusia.

    Berkaitan dengan hal tersebut, kebutuhan itu dapat berarti dan mencakup dua hal

    yang sering dicampuradukkan orang. Menurut Zainun, Pertama merupakan hal yang

    memang harus dimiliki karena hal itu betul-betul merupakan sesuatu yang diperlukan