bab 1 pendahuluan - institutional repository | satya...

12
Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang Penelitian Pariwisata adalah suatu komoditas yang bahan dasarnya adalah kekayaan sumberdaya alam dan kebudayaan di suatu negara. Oleh karena itu maka tidak mengherankan jika ada negara yang mengandalkan sektor ini terutama pendapatan negara. Hampir semua negara di Eropa memanfaatkan peninggalan masa lampau untuk menarik wisatawan ke negara mereka. Monaco dan Perancis adalah dua negara tujuan yang paling banyak menyedot wisatawan dari seluruh penjuru dunia karena peninggalan masa lalu yang kaya. Beberapa negara kecil di lautan Karibia, Amerika Latin, seperti Bahama, Barbados, Puerto Rico, Republik Dominika, dan Jamaika lebih menggantungkan diri terhadap potensi sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan negara. Singapura, sebuah negara pulau berhasil menarik wisatawan dalam jumlah yang cukup besar karena telah menyediakan fasilitas belanja bagi wisatawan Asia. Dari sini jelas bahwa pariwisata adalah komoditas ekspor yang bertujuan mendatangkan valuta asing yang dibutuhkan sebuah negara untuk melancarkan perdagangan luar negeri. Ekspor komoditas pariwisata tentunya sedikit berbeda dengan kegiatan ekspor komoditas manufaktur. Kita memasarkan produk pariwisata dengan mendatangkan pembeli, sedangkan komoditas manufaktur kita harus mengangkutnya ke negara pembeli. Produk pariwisata adalah produk jasa oleh karena itu faktor pelayanan menjadi sangat penting. Pelayanan yang dimaksud di sini jangan kita artikan secara sempit, yaitu pelayanan di hotel atau rumah 1

Upload: vuhanh

Post on 02-Mar-2019

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

Bab 1 Pendahuluan Latar Belakang Penelitian

Pariwisata adalah suatu komoditas yang bahan dasarnya adalah kekayaan sumberdaya alam dan kebudayaan di suatu negara. Oleh karena itu maka tidak mengherankan jika ada negara yang mengandalkan sektor ini terutama pendapatan negara. Hampir semua negara di Eropa memanfaatkan peninggalan masa lampau untuk menarik wisatawan ke negara mereka. Monaco dan Perancis adalah dua negara tujuan yang paling banyak menyedot wisatawan dari seluruh penjuru dunia karena peninggalan masa lalu yang kaya. Beberapa negara kecil di lautan Karibia, Amerika Latin, seperti Bahama, Barbados, Puerto Rico, Republik Dominika, dan Jamaika lebih menggantungkan diri terhadap potensi sektor pariwisata sebagai sumber utama pendapatan negara. Singapura, sebuah negara pulau berhasil menarik wisatawan dalam jumlah yang cukup besar karena telah menyediakan fasilitas belanja bagi wisatawan Asia.

Dari sini jelas bahwa pariwisata adalah komoditas ekspor yang bertujuan mendatangkan valuta asing yang dibutuhkan sebuah negara untuk melancarkan perdagangan luar negeri. Ekspor komoditas pariwisata tentunya sedikit berbeda dengan kegiatan ekspor komoditas manufaktur. Kita memasarkan produk pariwisata dengan mendatangkan pembeli, sedangkan komoditas manufaktur kita harus mengangkutnya ke negara pembeli. Produk pariwisata adalah produk jasa oleh karena itu faktor pelayanan menjadi sangat penting. Pelayanan yang dimaksud di sini jangan kita artikan secara sempit, yaitu pelayanan di hotel atau rumah

1  

Page 2: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

makan, namun menyangkut keseluruhan proses pelayanan sejak wisatawan datang berkunjung ke suatu negara atau daerah. Hal ini menyangkut pelayanan pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Hampir semua negara yang telah berhasil mendatangkan banyak wisatawan adalah negara yang menjamin kenyamanan para tamu karena pelayanan yang terintegrasi baik.

Indonesia sampai saat ini masih harus terus berupaya dan berbenah diri untuk menarik lebih banyak lagi wisatawan. Hal ini dapat dilihat dari perombakan kabinet baru-baru ini, menteri pariwisata mendapat tugas yang baru untuk mengintegrasikan industri kreatif ke dalam kebijakan pembangunan pariwisata di Indonesia. Selama ini kita masih mengandalkan eksotisme Pulau Bali sebagai daya tarik. Memang pada masa yang lalu beberapa tempat seperti Yogyakarta, Pulau Samosir di Sumatera Utara, dan Bukit Tinggi di Sumatera Barat adalah obyek wisata yang sudah mulai dikenal wisatawan manca negara namun kemudian surut. Salah satu alasan adalah kondisi sosial politik di Indonesia yang semakin tegang setelah Orde Baru tumbang menyebabkan banyak negara seperti Australia, Amerika, dan negara-negara Eropa selalu memperingatkan warganya agar selalu berhati-hati berkunjung ke Indonesia (travel warning).

Indonesia seharusnya dapat menjadi suatu negara yang menarik wisatawan sebanyak mungkin. Kekayaan sumberdaya alam melimpah dan budaya sangat bervariasi, namun belum dilihat sebagai potensi pariwisata. Sejauh ini kita terlalu terpukau dengan destinasi pariwisata konvensional dengan tujuan seperti Bali dan Yogyakarta dan melupakan bahwa masih ada potensi lain yang tidak kalah menariknya. Memang akhir-akhir ini Lombok mulai berkembang sebagai suatu destinasi pariwisata baru yang sebenarnya merupakan luapan dari pariwisata Bali yang sudah mulai mencapai titik jenuh. Banyak potensi wisata di Indonesia bagian Timur yang sebenarnya tidak kalah dengan Lombok namun tidak bisa berkembang karena terkendala infrastruktur,

2  

Page 3: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

seperti pelabuhan udara, pelabuhan laut, dan transportasi darat. Memang ada masalah kualitas sumberdaya manusia di wilayah-wilayah ini tapi masih bisa diatasi dengan pelatihan yang intensif.

Setelah lebih dari sepuluh tahun otonomi daerah bergulir di Indonesia, ternyata pariwisata mulai menjadi pilihan menarik bagi pemerintah daerah kabupaten dan kota yang secara kreatif menggali potensi pariwisata pada daerah mereka masing-masing. Hampir semua daerah berlomba mengidentifikasi obyek wisata yang bisa ditawarkan kepada wisatawan. Ada obyek wisata yang layak untuk dipromosikan, namun ada juga obyek wisata yang kelihatannya dipaksakan walaupun tidak layak. Hal ini karena setiap pemerintah kabupaten dan kota ingin mempunyai obyek wisata yang menjadi prestise tersendiri bagi daerah. Oleh karena itu jangan heran kadang ada obyek wisata yang harus ditempuh dua sampai empat jam dari ibukota kabupaten dengan sarana seadanya tapi tetap dikembangkan. Dengan kata lain pariwisata telah menjadi ikon baru setiap daerah untuk memperkenalkan daerah kepada orang luar.

Sebenarnya pemerintah daerah sendiri dan pemerintah pusat mempunyai kepentingan berbeda dengan pengembangan pariwisata. Bagi pemerintah daerah kehadiran wisatawan akan menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Kedua aspek ini yang paling sering dimuat media massa ketika mengutip pendapat pejabat di daerah. Memang seorang pejabat akan diakui kinerjanya jika berhasil mengurangi pengangguran dan juga secara bersamaan dapat meningkatkan PAD. Namun bagi pemerintah pusat pariwisata selalu dikaitkan dengan penghasilan devisa bagi negara. Pemerintah pusat menganggap semakin banyak wisatawan akan semakin baik bagi perekonomian makro karena semakin banyak devisa yang masuk. Walaupun mereka berbeda dalam penekanan strategi terhadap pengembangan kepariwisataan, namun baik pemerintah daerah maupun pemerintah pusat beranggapan kebijakan mass tourism

3  

Page 4: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

baik bagi daerah maupun bagi negara.

Sulawesi Utara telah mempunyai program pengembangan pariwisata yaitu dengan mencanangkan daerah ini sebagai salah satu pintu gerbang dan daerah tujuan wisata di Indonesia. Pada awalnya, andalan produk wisata yang ditawarkan daerah ini adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”, kemudian dalam perkembangannya muncul beberapa obyek wisata baru disekitarnya yang mulai dikenal para wisatawan. Tampaknya para wisatawan sedang mencari tempat lain di luar Bali dan dalam hal ini Sulawesi Utara adalah salah satu pilihan. Memang dalam hal ini Sulawesi Utara harus bersaing dengan daerah-daerah lainya seperti Nusa Tenggara Barat yang mempromosikan Pulau Lombok, atau Nusa Tenggara Timur dengan Pulau Komodonya. Dengan demikian Sulawesi Utara harus bekerja lebih keras lagi setelah mendapat saingan kedua provinsi tersebut.

Seperti diungkapkan di atas, di dalam kerangka otonomi daerah, maka usaha pariwisata tidak lepas dari kepentingan dinas pendapatan daerah (Dispenda) yang menganggap kegiatan ini potensial menghasilkan pajak dan retribusi bagi daerah. Biasanya yang dilihat adalah hanya manfaat jangka pendek pengembangan pariwisata dan tidak memperhitungkan pendapatan dalam jangka panjang dengan kurang memperhatikan masa depan pariwisata itu sendiri. Ini yang menjadi kelemahan pengembangan pariwisata di daerah seperti Sulawesi Utara yang sering hanya melihat manfaat jangka pendek dan mengabaikan kelangsungan pariwisata.

Hal yang cukup serius adalah penyelesaian konflik Tata Ruang sebagai pedoman pengembangan suatu kawasan pariwisata. Salah satu kendala pengembangan pariwisata di Sulawesi Utara kalau dibandingkan dengan-daerah lain adalah belum selesainya pemerintah merampungkan Perda Tata Ruang oleh karena masih tersandung dengan masalah alih fungsi lahan dengan Departemen Kehutanan, sehingga ada konflik antara Pemerintah Pusat dengan

4  

Page 5: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

Pemerintah Daerah. Sekarang Perda Tata Ruang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan diharapkan akan rampung sebelum akhir Oktober 2011 ini. Namun sebelum Perda Tata Ruang disetujui DPRD, Menteri Kehutanan telah mengeluarkan persetujuan kebijakan alih fungsi lahan, yang jika dipaksakan akan menimbulkan paradoks atau kejanggalan karena di suatu sisi pemerintah ingin mengembangkan ekowisata yang sangat peduli dengan upaya konservasi, namun disisi lainnya melegalisasikan ijin membangun di kawasan konservasi. Apa yang saya ungkapkan di atas adalah suatu contoh konflik yang mungkin timbul diantara pemerintahan daerah dan pemerintah pusat.

Ada dua Taman Nasional yang menjadi obyek wisata primer di Sulawesi Utara, yaitu Taman Nasional Bunaken, dan Taman Wisata Alam Tangkoko Batuangus dekat Cagar Alam Dua Saudara. Pengembangan pariwisata di kedua kawasan ini tidak dapat dilakukan sembarangan, dan harus tetap mengacu pada semangat konservasi. Dalam jangka panjang upaya konservasi lingkungan akan mendukung pariwisata yang berkelanjutan. Di sini yang menjadi tekanan adalah keuntungan pengembangan pariwisata dalam jangka panjang dan bukan jangka pendek saja. Pengembangan kegiatan pariwisata yang berkelanjutan akan selalu mempertimbangkan aspek lingkungan yang bersih dan teratur. Dalam hal ini lokasi Bunaken dan Tangkoko masih perlu berupaya keras untuk menata lingkungan mereka.

Posisi penduduk seringkali menjadi bahan perdebatan dalam pengembangan pariwisata. Ada yang melihat bahwa sebuah kawasan wisata harus murni untuk wisatawan dan tidak boleh ada penduduk yang tinggal di sekitar obyek wisata. Namun ada pula yang melihat bahwa penduduk asli adalah asset yang perlu dipertahankan karena mereka menjadi daya tarik bagi wisatawan ke suatu obyek wisata. Di kawasan pariwisata Bunaken dan Tangkoko sudah ada pemukiman penduduk yang sudah lama

5  

Page 6: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

berdiam di sana sebelum kawasan tersebut dijadikan kawasan konservasi menurut John Rahasia (1986). Pemerintah daerah di kedua wilayah tersebut merasa mengalami masalah mengawasi aktivitas penduduk di sana yang mungkin merusak kawasan konservasi. Pemerintah bahkan juga takut jika pertumbuhan penduduk akan menyebabkan aktivitas berlebihan di kawasan konservasi dan dapat melampaui daya dukung (carrying capacity) wilayah tersebut. Pandangan seperti ini sering menuai ketegangan dan konflik antara masyarakat lokal dan pemerintah. Namun tidak tertutup kemungkinan ketegangan antara penduduk lokal dengan pengusaha ketika mereka para pengusaha mendapat dukungan pemerintah daerah memanfaatkan lahan konservasi tersebut.

Kecurigaan terhadap penduduk lokal kadang bisa dilihat sebagai tindakan berlebihan. Mereka yang berpotensi merusak alam bukan saja penduduk lokal tapi juga dari wisatawan. Dalam banyak hal penduduk lokal justru mempunyai kesadaran menjaga lingkungan karena berhubungan dengan habitat mereka. Di sini penduduk harusnya bisa dilihat sebagai mitra dalam pelestarian lingkungan.

Yang perlu diperhatikan dalam merancang pengembangan pariwisata adalah jangan sampai penduduk dilihat sebagai masalah dan harus direlokasi ke tempat lain. Merelokasi penduduk bukan saja hanya memindahkan mereka secara fisik dan menyelesaikan masalah, tapi pemerintah justeru menimbulkan masalah lain yaitu menggeser orang dari sumber livelihood lama ke yang baru dan belum tentu cocok dengan mereka.

Dari sisi konservasi, kita ketahui kawasan Bunaken serta Tangkoko dan sekitarnya sejak tahun 2002 sudah ditetapkan menjadi Taman Nasional dan Taman Wisata Alam. Upaya konservasi sudah melibatkan masyarakat lokal, namun demikian masih ada saja penduduk memanah ikan (bajubi). Tentu penduduk melakukan itu karena ada tuntutan untuk memenuhi kebutuhan

6  

Page 7: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

mereka. Di sini muncul masalah upaya menciptakan pendapatan bagi masyarakat lokal. Dalam hal ini yang menjadi pertanyaan adalah posisi masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di daerah mereka. Penduduk lokal yang dimaksud di sini adalah bagi mereka yang berdomisili atau tinggal di sekitar obyek wisata tanpa mempersoalkan daerah asal mereka, dan dampak yang dimaksud disini bisa positif dan negatif, tergantung persepsi mereka dalam kaitan pariwisata dengan pemenuhan kebutuhan sehari-harinya.

Dari penelusuran literatur yang saya lakukan pengetahuan tentang pariwisata Sulawesi Utara dapat dikatakan masih langka. Sebagai obyek wisata yang cukup terkenal saya berharap dapat melihat lebih banyak kajian tentang wilayah ini, namun ternyata belum banyak karya tentang pariwisata di Sulawesi Utara. Dari sejumlah literatur yang saya telusuri baru ada satu buku yang membahas pariwisata di Sulawesi Utara yang ditulis oleh Mangindaan dan Fredrik (1980). Selain itu dari publikasi jurnal yang saya telusuri hanya ada beberapa artikel menarik tentang pariwisata di Sulawesi Utara, seperti yang ditulis oleh Ross (1999) , Tighe, et al. (2005), dan de Vantier dan Turak (2004). Pada umumnya karya-karya tersebut lebih memberi perhatian pada topik yang berhubungan dengan ekowisata atau masalah lingkungan di Bunaken sebagai obyek wisata. Singkatnya para penulis yang menulis tentang pariwisata Sulawesi Utara lebih tertarik memberi perhatian pada green tourism (pariwisata hijau, atau pariwisata yang berwawasan lingkungan).

Pertanyaannya adalah mengapa baru ada sedikit kajian tentang pariwisata di Sulawesi Utara padahal daerah ini sudah cukup terkenal. Saya berpikir salah satu alasan adalah wilayah ini masih relatif baru bagi para peneliti profesional di bidang pariwisata. Sulawesi Utara mungkin lebih dikenal para peneliti ekologi dan biologi karena keunikan flora dan faunanya, namun tidak demikian dengan pariwisata. Hal lain adalah sebagai obyek wisata yang relatif baru Sulawesi Utara belum menjadi target mass

7  

Page 8: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

tourism. Inilah yang barangkali membuat para peneliti pariwisata belum memberi perhatian serius ke wilayah ini. Oleh karena itu masih banyak ruang pengetahuan tentang pariwisata di Sulawesi Utara yang masih kosong.

Dari kajian yang sudah ada para peneliti belum memberi perhatian yang cukup kepada masyarakat yang tinggal di sekitar obyek wisata. Karya tentang masyarakat dan pariwisata sudah kita lihat pada tulisan Beeton (2006), namun untuk Sulawesi Utara belum banyak yang menulis. Oleh karena itu buku ini adalah menjadi sebuah kajian tentang bagaimana masyarakat yang tinggal di sekitar lokasi wisata memandang pariwisata yang sedang berkembang di daerah mereka. Kajian seperti ini memberi tempat sentral kepada penduduk lokal sebagai pelaku utama pariwisata itu sendiri.

Saya kira penduduk lokal perlu mendapat perhatian serius dalam pengembangan pariwisata. Ketika penduduk lokal hanya sebagai penonton kegiatan pariwisata di daerah mereka maka muncul suatu masalah moral di sini. Apakah layak membiarkan masyarakat lokal hidup dalam kemiskinan di antara mercusuar pariwisata yang dikuasai orang luar? Apakah kita bisa menerima secara moral merelokasi masyarakat dengan alasan pembangunan pariwisata? Pertanyaan-pertanyaan ini selalu muncul ketika ada kebijakan pembangunan yang menyangkut masyarakat selalu menempatkan masyarakat dalam posisi yang kalah. Hal ini sangat nampak ketika rejim Orde Baru masih berkuasa.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menggambarkan dinamika ekonomi masyarakat pada kawasan pariwisata di wilayah pesisir. Saya berupaya merekam pandangan dan bahkan kegelisahan penduduk yang tinggal di sekitar lokasi obyek wisata yang berkaitan dengan perkembangan ekonomi rumah tangga mereka. Penduduk lokal senang dengan pengembangan pariwisata di daerah mereka jika mereka mendapat

8  

Page 9: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

manfaat dari situ, tapi menjadi gelisah dan frustrasi jika mereka hanya menjadi penonton pengembangan pariwisata di daerah mereka. Sering yang terakhir ini yang memicu konflik terbuka antara masyarakat lokal dengan pemerintah atau perusahan. Salah satu contoh konflik yang terjadi di Jawa Tengah antara masyarakat lokal dengan pengusaha dan Perhutani. Sekelompok warga menyegel Taman Nasional Gunung Merbabu, Kopeng Jawa Tengah karena merasa kehadiran taman tersebut tidak memberi manfaat apa pun kepada mereka yang berdiam di sekitar taman1. Peristiwa semacam ini adalah contoh masyarakat yang tidak puas dengan pengembangan pariwisata di daerah mereka.

Setelah latar belakang di atas kemudian saya merumuskan sebuah pertanyaan inti yang merupakan pokok utama kajian ini. Pertanyaan inti sering disebut juga sebagai pertanyaan payung adalah pertanyaan yang mewarnai seluruh buku ini. Pertanyaan inti yang saya ajukan adalah: Bagaimana dinamika pariwisata yang berbasis masyarakat di Sulawesi Utara? Berdasarkan pertanyaan inti, saya mengajukan sebuah pertanyaan yang sifatnya empiris yang meliputi tiga wilayah penelitian. Pertanyaan empiris dimaksudkan untuk menggali informasi dari lapangan agar dapat memberi jawaban terhadap pertanyaan inti di atas. Pertanyaan empiris yang saya ajukan adalah: Apa pendapat masyarakat tentang perkembangan pariwisata di Bunaken, di Kimabajo, atau di Tangkoko? Pertanyaan empiris sifatnya lebih deskriptif yang untuk tiga wilayah yang nantinya akan dijabarkan dalam tiga bab empiris yang berbeda.

Berdasarkan pertanyaan di atas saya mulai mengajukan beberapa tujuan penelitian sebagai berikut: Pertama, saya ingin menggambarkan tanggapan masyarakat terhadap pengembangan pariwisata di tiga daerah penelitian, yaitu Bunaken, Kimabajo, dan Tangkoko. Masing-masing daerah akan diulas secara mendalam di                                                              1 Kompas Regional. Warga segel, Treetop Adenture.Park. Kompas.com,

(2011). 9 

 

Page 10: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

bab-bab yang berlainan. Kedua, saya bermaksud membuat sebuah sintesa berdasarkan dari data empiris dalam rangka mengangkat temuan-temuan lapangan yang sifatnya lebih konseptual. Ketiga, berdasarkan sintesa tersebut saya merancang sebuah model yang menggambarkan dinamika ekonomi masyarakat lokal di wilayah pariwisata, dan terakhir, adalah merancang model pemberdayaan masyarakat berdasarkan model ekonomi masyarakat sebelumnya. Model terakhir ini kemudian yang dapat dirancang setelah saya mengidentifikasi ada faktor-faktor penghambat masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan pariwisata di daerah mereka secara umum. Struktur Penulisan Disertasi Disertasi ini dimulai dengan Bab 1 sebagai Pendahuluan. Pada bab ini saya mendahului dengan latar belakang yang menjadi dasar mengapa saya tertarik melakukan penelitian ini. Dalam bab ini juga saya mengajukan pertanyaan penelitian yang menjadi dasar bagi saya untuk melakukan kajian lapangan. Selain itu saya juga mengajukan tujuan penelitian yaitu hal-hal yang diharapkan dapat dicapai dalam penelitian ini. Apa yang saya ungkapkan di atas adalah merupakan suatu standar yang harus dipenuhi dalam kajian akademik.

Kemudian Bab 2 menguraikan tentang kajian pustaka yang pada intinya memuat tentang literatur yang relevan dengan topik yang sedang saya bahas. Beberapa topik yang saya angkat dalam kajian pustaka adalah yang berkaitan dengan manfaat pariwisata baik bagi pemerintah maupun juga masyarakat, atau konflik dalam pengembangan pariwisata itu sendiri, maupun peran pemerintah dalam pengembangan kepariwisataan, dan masalah peningkatan kapasitas masyarakat lokal.

Bab 3, isinya adalah bab metode penelitian, dimana akan dijelaskan tentang pertimbangan mengapa saya memilih metode penelitian kualitatif dalam disertasi ini. Di dalam bab ini juga akan

10  

Page 11: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

dijelaskan tentang teknik pencarian informasi di lapangan, metode Focus Group Discussion, dan melengkapi hasil penelitian dengan in-depth intervieuw. Selain itu juga di dalam bab ini saya akan mengungkapkan tentang proses analisa data-data hingga menjadi sebuah tulisan.

Bab 4, isinya adalah kajian-kajian kebijakan dalam rangka pembangunan pariwisata di Sulawesi Utara. Kajian kebijakan diperoleh melalui suatu proses Focus Group Discussion di tingkat provinsi, dengan para pengambil keputusan baik yang masih aktif maupun yang sudah menjadi mantan kepala dinas pariwisata provinsi. Dalam bab ini saya mencoba menjabarkan permasalahan dan kendala yang dihadapi dalam pengembangan pariwisata.

Dalam Bab 5, tentang pengembangan pariwisata di Bunaken dan saya berupaya menjabarkan masalah-masalah yang muncul dengan adanya pengembangan pariwisata di Bunaken. Masalah lingkungan seperti sampah baik di pantai maupun di daerah penyelaman menjadi pokok bahasan. Selain itu saya juga mengungkapan tentang potensi konflik antara masyarakat lokal dengan pengusaha, dan antara masyarakat dengan pemerintah.

Bab 6, adalah Pariwisata di Kimabajo. Ini merupakan bab empiris yaitu tentang tanggapan masyarakat Kimabajo terhadap pengembangan pariwisata di daerah mereka. Isi bab ini sekitar masalah pariwisata dan konflik yang terjadi di Desa Kimabajo. Demi kelangsungan usaha pariwisata yang telah memberdayakan masyarakat sekitar, maka konflik yang berasal dari perbedaan kepentingan walaupun sedikit menyerempet kepada masalah keyakinan akhirnya dapat diselesaikan secara win-win solution. Suatu keputusan yang langka jika terjadi dewasa ini di tengah bangkitnya (revival) keagamaan di beberapa wilayah Indonesia. Uraian ini juga menjadi menarik karena sifatnya spesifik dalam penyelesaian masalah atau konflik yang tidak sama dengan yang terjadi ditempat lain.

11  

Page 12: Bab 1 Pendahuluan - Institutional Repository | Satya ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/730/2/D_902009101_BAB I.pdf · adalah wisata bahari seperti “diving in Bunaken”,

Pariwisata Bagi Masyarakat Lokal 

Sedangkan Bab 7 menguraikan tentang Tangkoko sebagai tujuan wisata alam. Masalah pariwisata dengan lingkungan yang menonjol saya temukan di Kelurahan Batuputih Bawah atau yang dikenal sebagai pemukiman Tangkoko. Hadirnya pariwisata di kawasan ini karena daya tarik keanekaragaman hayati suaka margasatwa yang pernah ditulis oleh penemunya yakni Albert Russel Wallace (1861) seorang ahli geografi berkebangsaan Inggris pada waktu berkunjung ke pulau Celebes. Dalam bab ini saya mengungkapkan konflik yang muncul antara pemandu wisata lokal dengan pegawai dinas kehutanan yang juga menjadi pemandu sebagai kerja sampingan.

Selanjutnya Bab 8 merupakan bab sintesa. Dalam bab ini saya menguraikan temuan konseptual yang berbasis pada tiga bab empiris sebelumnya. Dalam analisis ini saya berusaha untuk menguraikan secara detail permasalahan yang ditemui di lapangan serta berusaha untuk menggambarkan pesan-pesan yang tersirat dari harapan masyarakat lokal yang seharusnya diuntungkan dalam situasi ini. Ada permasalahan yang sudah diatasi, tetapi masih ada juga masalah latent yang hingga saat ini belum berhasil diselesaikan dengan tuntas. Selanjutnya sintesa menjadi menarik dengan model integratif yang menggambarkan situasi ekonomi masyarakat lokal dan usul model pemberdayaan.

Bab 9 atau bab terakhir adalah kesimpulan yang pada intinya menyarikan keseluruhan isi buku ini dan juga mengajak pembaca melihat aspek-aspek tertentu yang menjadi pokok yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Selain itu dalam bagian ini saya mencoba mengungkapkan beberapa topik penelitian yang bisa dikaji pada masa yang akan datang.

12