bab 1 pendahuluan a. latar belakang penelitianeprints.ums.ac.id/26354/2/bab._i.pdfwarga negara...
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Peran pendidikan sangat penting dalam menjamin perkembangan dan
kehidupan suatu bangsa. Pendidikan mengusahakan pembentukan manusia
yang cerdas, bermutu tinggi dan mandiri sehingga mampu memberi
dukungan pada perkembangan masyarakat bangsa dan negara, seperti ter-
cantum dalam Undang-Undang RI. No 20 Tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional pasal 3sebagai berikut.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan bentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiridan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. KBRI Tokyo (2011:3)
Pembaharuan sistem pendidikan nasional dilakukan untuk
memperbarui visi, misi, dan strategi pembangunan pendidikan nasional.
Pendidikan nasional mempunyai visi terwujudnya sistem pendidikan sebagai
pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua
warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas
sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu
berubah. Syam (2008:13) menyatakan bahwa “manusia dan warga negara
Indonesia masa depan ialah subyek yang memiliki integritas unggul secara
1
2
mental – moral – kultural dalam menghadapi dinamika dan tantangan
globalisasi, liberalisasi dan postmodernisme”. Sumber daya manusia
demikian akan tegak dan tegar menghadapi tantangan yang menggoda dan
melanda masa depan bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia.
Dengan visi pendidikan tersebut, pendidikan nasional mempunyai misi
sebagaimana tercantum dalam Renstra Depdiknas 2010-2014 sebagai
berikut:
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi seluruh rakyat Indonesia;
2. Membantu dan memfasilitasi pengembangan potensi anak bangsa secara utuh sejak usia dini sampai akhir hayat dalam rangka mewujudkan masyarakat belajar;
3. Meningkatkan kesiapan masukan dan kualitas proses pendidikan untuk mengoptimalkan pembentukan kepribadian yang bermoral;
4. Meningkatkan keprofesionalan dan akuntabilitas lembaga pendi-dikan sebagai pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai berdasarkan standar nasional dan global, dan
5. Memberdayakan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan berdasarkan prinsip otonomi dalam konteks Negara Kesatuan RI. (Depdiknas.2008:28)
Untuk mewujudkan visi, misi dan tujuan pendidikan nasional tersebut
diatas maka diperlukan strategi . Salah satu strategi pembangunan
pendidikan nasional yang tertulis dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003
adalah pusat pembudayaan dan pembangunan masyarakat. KBRI Tokyo
(2011:25). Sekolah adalah tempat untuk menanamkan atau membentuk
watak, kepribadian dan tempat menimba ilmu bagi siswa sehingga
terbentuklah siswa yang berbudaya luhur. Sekolah juga dipandang sebagai
3
suatu masyarakat yang utuh dan mempunyai karakteristik tersendiri
sebagai tempat untuk menyelengarakan proses belajar mengajar .
Sekolah memiliki peran untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dalam
arti menumbuhkan, memotivasi dan mengembangkan nilai-nilai budaya
bangsa yang mencakup etika, estetika, logika dan praktika. Syam (2008:12)
menyatakan bahwa “amanat mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai
amanat nasional adalah sekaligus sebagai visi-misi: nation and character
building”.
Sekolah sebagai masyarakat belajar tidak terlepas dari kehidupan
masyarakat yang merupakan kesatuan yang memiliki tata kehidupan sosial
budaya, yang merupakan suatu sistem atau sub sistem dari kehidupan
berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Keberadaan sekolah sebagai sub sistem tatanan kehidupan sosial,
berarti menempatkan pula sekolah sebagai bagian kehidupan nasional yang
bertumpu pada norma-norma dalam kehidupan masyarakat tertentu
dimana sekolah itu berada, sekolah juga harus mampu menyesuaikan diri
dengan kekhususan yang berkembang dalam masyarakat tersebut dimana
sekolah berada.
Sagala (2010:234) menyatakan bahwa “sekolah dan masyarakat
merupakan dua komunitas yang saling melengkapi bahkan ikut memberikan
warna terhadap perumusan model pembelajaran tertentu di sekolah”.
Suharno (2008:31) menyatakan bahwa “hubungan sekolah dengan
4
masyarakat bertujuan antara lain untuk (1) memajukan kualitas
pembelajaran dan pertumbuhan anak (2) memeperkokoh tujuan dan
meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat (3)
menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah”.
Seperti disebutkan diatas sekolah berada di tengah-tengah masyarakat
maka tata kehidupan yang berkembang dalam masyarakat itu mewarnai
gerak langkah sekolah, tingkat perekonomian, sosial, budaya dan agama
yang dianutnya serta bidang kehidupan lain akan mempengaruhi kehidupan
sekolah, namun demikian sekolah harus tetap tangguh dan tahan dalam
menghadapi pengaruh negatif. Itu sebabnya agar sekolah dapat
mewujudkan fungsinya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa berhasil
dengan sebaik-baiknya, perlu dilindungi dan diamankan dari segala macam
pengaruh negatif yang bertentangan dengan norma-norma dan nilai sosial
yang berlaku, termasuk penyalahgunaan narkoba, miras, perkelaian,
tawuran dan sebagainya.
Sebagaimana disebutkan diatas dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003
pasal 1 ayat 1 yaitu terciptanya siswa yang memiliki keuletan spiritual,
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian yang baik serta akhlak yang
mulia.namun demikian kenyataannya masalah besar yang melanda dunia
pendidikan kita saat ini adalah menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan
etika moral menimbulkan ekses negatif yang merisaukan masyarakat dalam
bentuk banyaknya penyimpangan- penyimpangan tingkah laku peserta
5
didik. Suharno (2008:57) penyimpangan berbagai norma agama dan sosial
kemasyarakatan dalam bentuk kurang hormat pada guru dan pegawai,
kurang disiplin waktu, kurang mengindahkan peraturan, kurang memelihara
keindahan dan kebersihan lingkungan, perkelaian pelajar, narkoba,
berkeliaran di jalanan, tempat-tempat wisata saat jam pelajaran dan
sebagainya.
Kondisi ini harus segera diantisipasi karena hal ini akan mengancam
generasi bangsa kita khususnya dan tata kehidupan masyarakat umumnya.
Pemerintah telah mengantisipasi hal ini melalui kebijakan tentang
pendidikan karkter atau budi pekerti . Semangat itu secara implisit
ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
tahun 2005-2015, di mana Pemerintah menjadikan pembangunan karakter
sebagai salah satu program prioritas pembangunan nasional. Koesoema
(2010;136) menyatakan “bagaimana menanamkan nilai-nilai moral tertentu
dalam diri anak didik sedang yang kedua bagaimana nilai kebebasan itu
tampil dalam hubungan yang sifatnya lebih struktural misalnya
pengambilan keputusan yang bersifat kelembagaan, dalam relasinya
dengan perilaku pendidikan lain, seperti keluarga, masyarakat dan negara".
Pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan
visi pembangunan nasional, yaitu “mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah
Pancasila.” Kemendiknas (2011;2). Secara operasional pendidikan budaya
6
dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan
Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional
Pendidikan Karakter tahun 2010. Pendidikan karakter disebutkan sebagai
pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan
watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik &
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh
hati. pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) yang terus-
menerus dipraktikkan dan dilakukan.
Untuk bisa menanamkan kebiasaan yang baik salah satu upaya yang
dilakukan sekolah adalah menyiapkan perangkat tatakrama dan tata
kehidupan sosial di sekolah yang menjadi acuan norma yang mengatur tata
hubungan anta warga sekolah dan masyarakat. Sebagai acuan dasar, tata-
krama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah hendaknya bersumber pada:
nilai-nilai agama (akhlak mulia), nilai sosial budaya setempat (seperti adat
istiadat setempat yang dihormati), tetapi tetap dalam kerangka
pengembangan budaya nasional, hak-hak asasi manusia (HAM) dan nilai-
nilai lain yang mendukung proses pendidikan yang efektif.(
Depdiknas.2002:2)
Pemahaman akan penerapan tata tertib sekolah ini sangat penting
agar tidak terjadi pelanggaran atau penyimpangan dalam pelaksanaanya.
Sering diberitakan di media masa bahwa seorang guru yang menegakkan
7
ketertiban malah berujung pada pelanggaran HAM dengan ancaman
hukuman penjara. yang ini akan berpengaruh pada guru dalam menjalankan
tugasnya. Firawati menyatakan bahwa berdasarkan laporan KPAI pada 2007
disebutkan bahwa dari 555 kasus kekerasan yang menimpa anak, 18 %
pelakunya adalah orang terdekat dan 11,8% adalah guru (Firawati.2011:1)
Penegakan disiplin dengan cara punishment (hukuman fisik) menjadi
tidak wajar dilakukan saat ini di sekolah-sekolah dengan alasan melanggar
hak azasi manusia. Misalnya ketika ada guru yang mencubit, padahal
maksudnya adalah mengingatkan siswa, tetapi bisa dijerat karena termasuk
bentuk kekerasan dengan menggunakan dasar UU No 23/2002 tentang
Perlindungan Anak. Disebutkan dalam UU itu, anak harus mendapatkan
perlindungan salah satunya dari kekerasan. Desakan eksternal ini
memberikan kontribusi positif dalam menciptakan sekolah yang aman dan
damai, salah satu upaya internal yang dimaksud adalah pencegahan
sebelum tindakan kekerasan itu terjadi dengan jalan menggunakan metode
belajar mengajar yang menyenangkan dan sekaligus dapat menumbuhkan
inspirasi peserta didik .
Tugas bagi pendidik atau sekolah untuk bisa menciptakan lingkungan
belajar di sekolah yang nyaman , menyenangkan dan terbebas dari adanya
kekerasan secara fisik terhadap siswa. Murphy (2010:7) merekomendasikan
“Promote the use of positive behavioral supports by passing H.R. 2597, and
provide teachers and school administrators with the tools and resources
8
necessary to develop safe and effective methods for encouraging positive
student behavior”. Selain guru sebagai pendidik, pengajar, dan pembimbing,
guru juga sebagai pemantik inspirasi yang tidak semua guru mampu jalani,
seperti yang disampaikan oleh Firawati dalam ungkapan ini: “The mediocre
teacher tells. The good teacher explains. The superior teacher demonstrates.
The great teacher inspiresî.” (Firawati.2011:1).
Guru dikatakan sebagai sumber inspirasi tatkala pikiran, ucapan, dan
tindak-tanduknya menjadi panutan bagi anak didik dalam memaknai
peristiwa-peristiwa yang ada di sekitarnya dan tergerak untuk melakukan
perubahan positif dalam masyarakat. Kasus-kasus kekerasan yang
disebutkan di awal sama sekali berlawanan dari peran sentral guru sebagai
pendidik, pengajar, dan pembimbing. Firawati menyatakan bahwa “kasus
kekerasan guru terhadap siswa muncul antara lain sebagai akibat belum
dipahaminya peran sentral guru secara jelas sehingga masih adanya persepsi
yang berbeda tentang cara atau tindakan apa yang harus dilakukan” (
Firawati.2011:2). Hal ini menunjukkan bahwa penerapan tata tertib di
sekolah tersebut belum dikelola secara maksimal.
Dalam masalah tata tertib ini Thomson School District ( 2010:1)
menjelaskan dalam Discipline Code “Effective schools have rules which are
reasonable and understood by all (parents, students, teachers,
administration, etc. ” Dengan dilaksanakannya peraturan dan tata tertib
sekolah yang logis dan dipahami baik guru, karyawan, siswa, orangtua siswa/
9
komite sekolah, maka diharapkan kegiatan belajar mengajar di sekolah akan
berjalan lancar .
Menegakkan peraturan dan tata tertib sekolah dengan baik, akan
membentuk siswa-siswa yang disiplin, sehingga masalah pelanggaran-
pelanggaran moral yang sering terjadi seperti datang terlambat, dikelas
ramai, sering keluar sekolah pada waktu pelajaran tanpa ijin, merokok dan
sebagainya, dapat ditekan seminimal mungkin. Untuk mewujudkan semua
itu, perlu adanya strategi khusus untuk menjalankan tata tertib secara
efektif dan efisien. Sekolah dalam hal ini dituntut mampu mengkondisikan
dengan inovasinya untuk menciptakan situasi agar semua fihak yang ada
dapat mendukung terlaksananya tata tertib sekolah secara baik. Dengan
pengelolaan tata tertib yang baik, diharapkan dapat menciptakan situasi
sekolah yang kondusif yang dapat membantu kegiatan belajar mengajar
berlangsung tenang dan aman sehingga siswa dapat berkembang secara
optimal.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengelolaan tata tertib siswa berbasis poin pelanggaran di SMK
Negeri 3 Pacitan . Penerapan poin pelanggaran sebagai strategi khusus dalam
menegakkan tata tertib secara maksimal. Pengelolaan tata tertib yang baik
akan meningkatkan kualitas disiplin siswa sedangkan kualitas disiplin siswa
yang baik akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sekolah
10
yang bersangkutan. SMK Negeri 3 Pacitan merupakan SMK rumpun
teknologi yang telah menerapkan sistem poin pelanggaran tata tertib siswa.
B. Fokus Penelitian
Sesuai dengan latar belakang masalah penelitian di atas, maka fokus
penelitian ini adalah, “Bagaimana karakteristik pengelolaan tata tertib siswa
berbasis poin pelanggaran di SMK Negeri 3 Pacitan ?”. Adapun subfokus
penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu :
1. Bagaimana karakteristik organisasi penegakan tata tertib siswa berbasis
poin pelanggaran di SMK Negeri 3 Pacitan?
2. Bagaimana karakteristik aktivitas penegakan tata tertib siswa berbasis
poin pelanggaran di SMK Negeri 3 Pacitan?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mendeskripsikan karakteristik organisasi penegakan tata tertib
siswa berbasis poin pelanggaran di SMK Negeri 3 Pacitan
2. Untuk mendeskripsikan karakteristik aktivitas penegakan tata tertib
siswa berbasis poin pelanggaran di SMK Negeri 3 Pacitan
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak yang terkait
terhadap permasalahan yang diteliti. Adapun pihak-pihak tersebut antara
lain:
11
1. Bagi Dinas Pendidikan
Sebagai masukan dalam meningkatkan mutu pengelolaan pendidikan
khususnya pada pengelolaan tata tertib di sekolah dengan menerapkan
sistem poin pelanggaran siswa.
2. Bagi Kepala Sekolah
Sebagai masukan bagi kepala sekolah dalam mengambil kebijaksanaan
pengembangan pengelolaan tata tertib siswa berbasis poin pelanggaran
di SMK Negeri 3 Pacitan
3. Bagi Guru
Lebih mudah bagi guru dalam menjalankan tugasnya menegakkan tata
tertib siswa berbasis poin pelanggaran, karena adanya kesamaan
tindakan terhadap jenis dan sanksi terhadap suatu pelanggaran.
4. Bagi siswa
Setiap tindakan siswa teridentifikasi sehingga siswa berhati-hati dalam
melakukan tindakan yang berkaitan dengan tata tertib sekolah
5. Bagi orangtua siswa/ komite sekolah
Orangtua dapat mengetahui poin pelanggaran yang dilakukan putra-
putrinya sehingga dapat digunakan sebagai bahan dalam
membimbingnya.
12
6. Bagi pengembangan ilmu
Menambah khasanah penelitian sehingga mampu menambah ilmu
pengetahuan terutama tentang pengelolaan tata tertib siswa yang
transparan, edukatif dan lebih manusiawi.
E. Daftar Istilah
1. Tata tertib siswa adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur tata
kehidup-an siswa selama di sekolah
2. Menegakkan tata tertib adalah upaya yang dilakukan agar tata tertib
sekolah dilaksanakan secara konsisten
3. Organisasi penegakan tata tertib sekolah adalah sebuah kesatuan sistem
sosial yang dibentuk berdasarkan surat keputusan kepala sekolah yang
didalamnya saling bekerjasama agar tata tertib sekolah dilaksanakan
dengan baik.
4. Aktivitas penegakan tata tertib sekolah adalah kegiatan yang harus
dilakukan agar tata tertib sekolah dilaksanakan secara konsisten
5. Poin pelanggaran siswa adalah skor yang merupakan akumulasi
pelanggaran tata tertib yang dilakukan siswa dikalikan dengan bobot
pelanggarannya.